Analisis Penentuan Lokasi PLI

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Kegiatan Pelaksanaan kunjungan ke lokasi calon pelabuhan yang berada di kawasan

Muaragembong, Kabupaten Bekasi ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan permasalahan umum kawasan ini sebagai lokasi pelabuhan yang akan dikembangkan oleh Pemerintah Nasional di beberapa tahun mendatang. Hal ini sangat penting untuk dilakukan sebagai dasar dalam melakukan perencanaan di suatu wilayah, agar rencana tersebut tepat sasaran dan tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku. 1.2 Tujuan Kegiatan Tujuan dilakukannya kegiatan ini adalah: 1. Mengetahui karakteristik umum kawasan Muaragembong. 2. Mengetahui potensi dan permasalahan yang dimiliki kawasan Muaragembong sebagai calon lokasi pelabuhan. 3. Mempelajari apakah kawasan Muaragembong cocok untuk dijadikan pelabuhan. 1.3 Manfaat Kegiatan Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan kunjungan ini diantaranya: 1. Penulis memiliki wawasan baik tambahan mengenai kawasan dan

Muaragembong, permasalahannya.

karakteristik

wilayah,

potensi

2. Meningkatkan kemampuan analisis sebagai perencana dalam menentukan layak atau tidaknya suatu wilayah itu dikembangkan sebagai kawasan tertentu. 1.4 Waktu Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan kunjungan ke Muaragembong ini dilaksanakan pada tanggal 7 Desember 2011, mulai pukul 10.00-18.00 WIB.

BAB II RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR DI KABUPATEN BEKASI

Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, merancang peraturan daerah terkait rencana detail tata ruang kota wilayah pengembangan zona utara di wilayah setempat. Raperda tersebut membahas tentang rencana pemanfaatan ruang yang mendukung keberadaan PLI (Pelabuhan Laut Internasional), seperti kebutuhan fasilitas sosial, hutan lindung, industri berat, kawasan pertambangan strategis, pelabuhan kargo, pergudangan, terminal, dan pariwisata. Secara umum, wilayah pengembangan zona utara terbagi menjadi dua kategori yakni 24,74 persen untuk kawasan lindung pelestarian alam dan 75,26 persen untuk kawasan budidaya pertanian, pertambangan, industri, permukiman, dan komersial. Wilayah pengembangan zona utara dibagi menjadi empat bagian dengan unit kecamatan yang diberi pusat pelayanan dan memiliki fungsi utama. Kecamatan seluas 14.000 hektar yang saat ini didominasi lahan perairan memiliki fungsi pemanfaatan lahan sebagai kawasan lindung dan penyangga, perumahan kepadatan rendah, permukiman nelayan, pendidikan skala lokal, kawasan budidaya pertanian, budidaya perikanan, dan kawasan pariwisata. Sementara Kecamatan Babelan memiliki fungsi utama sebagai industri dan pergudangan, pelabuhan bongkar muat barang, dan pelabuhan standar yang berdiri di atas sungai. Kecamatan Tarumajaya memiliki fungsi utama sebagai lokalisasi industri, pusat pembangkit listrik, dan pelabuhan bongkar muat, sedangkan lahan di Kecamatan Tambun Utara akan memiliki fungsi sebagai permukiman berskala sedang dan tinggi, pendidikan, dan kesehatan berskala lokal, masing-masing di Desa Sriamur, Srimukti, Setiamekar, Satria Jaya, Karangsatria, Srijaya, dan Jejalen Jaya.

Menurut Kepala

Bidang Tata Ruang Kabupaten Bekasi, Erwin

Zulkarnaen, pihaknya tengah merampungkan sistem jaringan pergerakan transportasi darat guna mendukung pertumbuhan ekonomi di kawasan setempat yang meliputi pembangunan sejumlah jalan tol. Masing-masing Tol Lingkar Luar Jakarta II Karang Tanjung dan Lingkar Luar II Tarumajaya-Cibitung-Setu, serta pembangunan jalan Lingkar Utara, dan interchange tol di Desa Pantai Makmur dan Srijaya. Sementara, pembangunan jalan Kolektor Primer meliputi Lingkar Pantai , Babelan-, Tambun Utara-Tambelang, Samudrajaya-Huripjaya, SriamurBabelan Kota. Ketentuan tersebut akan diajukan kepada DPRD setempat guna disahkan menjadi Perda dengan tujuan meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai, meningkatkan pelayanan terhadap fasilitas yang bersifat publik, menjaga kesinambungan kehidupan masyarakat, dan mendorong pengembangan ekonomi. Dalam rangka menyongsong perdagangan bebas tahun (globalisasi dunia), maka rencana strategis pelabuhan peti kemas di Kabupaten Bekasi merupakan upaya perencanaan dari sistem pelabuhan nasional yang diharapkan dapat berperan sesuai fungsi pelabuhan itu sendiri bersama dengan pelabuhanpelabuhan lainnya di Indonesia dalam menghadapi globalisasi dan liberalisasi perdagangan/ perekonomian dunia. Posisi strategis kawasan pesisir utara Kabupaten Bekasi yang terletak di Pantai Utara Jawa Barat dan berhadapan langsung dengan lalu-lintas perdagangan internasional (Pelabuhan Tanjung Priok) menjadi alasan logis mengapa kawasan tersebut perlu dikembangkan. Untuk mendukung peluang tersebut, pemerintah daerah Kabupaten Bekasi berencana membangun pelabuhan peti kemas yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Muaragembong, Babelan dan Tarumajaya. Seluas 5.000 hektar wilayah pesisir utara Kabupaten Bekasi akan disulap menjadi kota modern lengkap dengan pelabuhan laut internasional, jalan alteri lingkar luar, kawasan pergudangan dan industri serta perumahan. Rencana

pembangunan Pelabuhan Laut Internasional (PLI) memasuki babak baru dengan ditandatanganinya Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Pemda Kabupaten Bekasi dan pihak investor yakni PT Mega Agung Nusantara dan Mega Agung Liong Nusantara, menandatangani Perjanjian Kerjasama (PKS). PLI dibangun di atas lahan seluas 50 hektare di Desa Segarajaya, Harapanjaya, dan Bunibakti Kecamatan Tarumajaya. Proses pembangunannya dibagi dua tahap. Yaitu, pematangan lahan dan pembangunan fisik dermaga yang meliputi 'Transtle' sepanjang 1,8 KM dari dermaga, dan 'Jety' sepanjang 500 meter dari dermaga. Diperkirakan pembangunan akan memakan waktu selama tiga tahun dengan nilai investasi tahapa pertama sebesar Rp 7,6 trilyun. Pelabuhan tersebut nantinya mampu menampung kapal 'Vessel' dengan beban tonase mencapai lebih dari 100.000 ton sebab kedalaman dari permukaan laut mencapai 21 meter. Konsep pembangunannya mengadopsi Pelabuhan Port of Singapore Authority (PSA), dan diarahkan menjadi pelabuhan terbesar se Indonesia. Keberadaan pelabuhan tersebut nantinya diharapkan dapat menguntungkan Kabupaten Bekasi, terutama dalam peningkatan PAD, penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi baru di daerah sekitar pelabuhan. Sektor PAD diprediksi didapat dari retribusi sewa laut, cukai alat angkut barang dan pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang nantinya akan ikut mengelola pelabuhan. Diperkirakan uang yang akan masuk ke kas daerah senilai Rp 300 milyar pertahun. Sebagai sarana penunjang juga akan dibangun jalan alteri sepanjang 29 kilometer yang akan menghubungkan Karawang-Babelan-Tarumajaya-MarundaTanjung Priuk Jakarta Utara. Rencananya, jalan selebar 34 meter tersebut akan memiliki dua jalur dari arah berlainan, setiap jalur memiliki tiga lajur kendaraan. Anggaran pembangunannya senilai Rp 273 milyar, yang berasal dari APBN Kabupaten Bekasi, APBD Provinsi Jawa Barat dan APBN.

Proses pembangunan jalan tersebut akan dilakukan secara bertahap. Tahap awal akan dibangun sepanjang 7,8 kilo meter. Dimulai dari Kecamatan Tarumajaya sepanjang 5 kilometer dengan anggaran sebesar Rp 167 dan Kecamatan Babelan sepanjang 2,8 kilometer dengan anggaran Rp 106 milyar. Saat ini sedang dalam tahapan pembebasan lahan milik 500 KK (Kepala Keluarga) yang akan dilalui jalan alteri tersebut.

Gambar 2.1 Rencana Pengembangan Kawasan Pesisir Kabupaten Bekasi

Sumber: bekasikab.go.id

BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN MUARAGEMBONG

3.1

Kondisi Geografis Secara geografis, Kecamatan Muaragembong terletak di Kabupaten Bekasi

dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Babelan, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang, dan Sebelah Barat berbatasan langsung dengan teluk Jakarta.

Secara administratif kecamatan ini membawahi enam desa, yaitu. Desa Pantai Mekar (235 Ha), Pantai Sederhana (65 Ha), Pantai Harapan Jaya (275 Ha), Pantai Jayasakti (220 Ha) , Pantai Bahagia (265 Ha) dan Pantai Bakti (2,9 Ha). Kawasan pemukiman penduduk pinggir laut dengan luas lahan keseluruhan 14.009 hektar tersebut didominasi oleh lahan perairan.

Gambar 3.1 Peta Kecamatan Muaragembong

Teluk Jakarta Kec. Muaragembong Kabupaten Karawang

Kec. Babelan

Sumber: RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2009-2025

3.2 3.2.1

Karakteristik Kawasan Muaragembong Karakteristik Fisik dan Lingkungan Secara topografis, kawasan Muaragembong merupakan merupakan

wilayah pertemuan antara daratan dan lautan. Bentuk datarannya yang landai dengan elevasi 0-5 derajat dengan ketinggian 0,74 meter dari permukaan laut mengakibatkan sering terjadinya erosi, abrasi dan sedimentasi yang bisa menyebabkan pendangkalan badan perairan. Berdasar klasifikasi iklim Schmid dan Ferguson, kawasan ini termasuk dalam tipe C dengan curah hujan rata-raa 1.753 mm. Suhu udara berkisar antara 23-32 derajat celcius dengan kelembaban 77-99%. 1.2.2 Karakteristik Flora dan Fauna Di sepanjang pantai Muaragembong masih terdapat hutan bakau yang meskipun sudah banyak berubah menjadi tambak udang dan bandeng, sebagian besar wilayahnya, terutama di tepi sungai masih terlihat rimbun. Bila dikelola dengan benar, maka hutan bakau tersebut dapat dipertahankan, bahkan jika

ditangani secara serius dapat dikembalikan seperti semula. Banyaknya biota yang menandai hutan bakau juga masih dapat dikembangkan, seperti adanya kepiting bakau serta burung-burung yang singgah pada musim-musim tertentu. Ada tiga Muara Besar yang memungkinkan masuk ke Muaragembong dengan perahu, yaitu Muara Bendera, Muara Mati dan Muara Bungin. Nelayan yang membawa ikan akan memasarkan ikan tangkapannya di sekitar muara tersebut. Disamping menerima pasokan ikan dari nelayan, para pedagang (palele) juga menerima penjualan udang dari tambak-tambak yang ada di pesisir Muaragembong, sehingga di sepanjang sungai yang digunakan bagi pelayaran terdapat berbagi variasi wisata yang dapat dinikmati antara lain: Hutan Bakau, burung-burung migran, kepiting bakau, serta masih terdapat pula biawak dan monyet.

Gambar 3.2 Hutan Bakau di Kecamatan Muaragembong

Sumber: www.flickr.com

3.2.3

Karakteristik Ekonomi, Sosial dan Budaya Kawasan Muaragembong memiliki keunggulan lokasi yang dapat menjadi

pusat pertumbuhan ekonomi, karena merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan lautan sehingga akses ke kawasan tersebut dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu jalur transportasi darat dan laut. Kehidupan masyarakat di sepanjang sungai juga menjadi ciri khas tersendiri karena mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, sehingga terjadi asimilasi kebudayaan yang sangat menarik, meskipun masyarakat etnis Jawa dan Sunda sangat dominan di wilayah ini. Mata pencaharian utama penduduk Muaragembong berada di sektor perikanan, terutama pertambakan dan penangkapan ikan (nelayan). Tambak perikanan yang mencakup lahan seluas 10.125 Ha menjadi mata pencaharian utama 60 persen dari total kepadatan penduduk 36.181 jiwa. Sisanya bekerja dengan menjadi petani darat, mengelola lahan pertanian kering seluas 60 Ha. Lahan kritis di Muaragembong telah diolah dengan budidaya pertanian seluas 512 Ha. Pemukiman penduduk Muaragembong terpusat di lokasi-lokasi tertentu, terutama di sekitar areal tambak dan tepian sungai ke arah hulu. Pemukiman ini terbentuk seiring dengan proses di awal

pembuatan tambak, karena lokasi rumah yang dekat dengan tambak memudahkan masyarakat dalam mengelola tambak.Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Muaragembong Menurut Mata Pencaharian No1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mata PencaharianTani tambak Buruh Tani Nelayan Industri Kerajinan Industri sedang/besa PNS/TNI Pedagang Angkutan Lainnya Jumlah

Jumlah (org)3337 1647 2588 117 155 265 660 501 1288 10588

Sumber: BPS Kabupaten Bekasi (2004)

Rata-rata penduduk yang berada di kawasan Muaragembong terdiri dari masyarakat golongan ekonomi lemah dengan latar belakang pendidikan yang masih rendah (rata-rata SD), pengetahuan akan lingkungan sehat cenderung masih kurang, sehingga 'tidak sadar lingkungan' serta cenderung kurang memperhatikan bahaya dan resiko. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Muaragembong, selain diakibatkan oleh minimnya tingkat pendapatan masyarakat, juga disebabkan oleh minimnya fasilitas pendidikan dan transportasi untuk menjangkau sekolah. Kawasan Muaragembong merupakan kawasan terbuka (akses langsung), sehingga rawan terhadap keamanan, seperti penyelundupan, penyusupan (masalah pertahanan dan keamanan) dan lain-lain.

3.2.4

Karakteristik Sarana dan Prasarana Lingkungan Karakteristik jalan utama yang ada di Muaragembong berupa jalan setapak

dan beberapa jalan lingkungan yang umumnya berpola organik mengikuti pola perumahan, dengan menggunakan konstruksi batu (dengan perkerasan atau makadam). Naiknya air ke permukaan jalan yang disebabkan karena

meningkatnya volume air laut atau meluapnya sungai Citarum berakibat jaringan jalan yang ada di Muaragembong menjadi rusak dan berlubang, sehingga sangat sulit untuk dilalui kendaraan, terutama pada musim hujan.Gambar 3.3 Kondisi Jalan di Muaragembong

Sumber: Dokumentasi pribadi (Desember 2011)

Sistem drainase dan pembuangan air limbah di kawasan ini memerlukan penanganan relatif lebih rumit, karena merupakan muka air tanah yang tinggi mengakibatkan di wilayah ini sering tergenang air/banjir dan menjadi muara daerah hulunya. Umumnnya sampah dibuang/ditimbun di pinggir laut atau dibuang langsung ke laut sehingga sering menimbulkan bau serta menjadi sarang lalat dan nyamuk. Minimnya fasilitas MCK menyebabkan masyarakat cenderung membuang air limbah langsung ke badan air, baik dari kakus individu maupun MCK. Kondisi

air tanah yang dijadikan sumber air bersih kebanyakan payau, sehingga perlu penjernihan air, namun jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) belum mampu menjangkau wilayah ini sehingga akses masyarakat terhadap air bersih masih sangat sulit. Transportasi yang ada di kawasan Muaragembong lebih terfokus kepada transportasi laut dan sungai karena transportasi darat tidak mendukung kegiatan yang ada di Muaragembong. Faktor jaringan jalan yang menjadi kendala transportasi darat yang ada di Muaragembong tidak terkonsentrasi dengan baik sehingga banyak masyarakat sekitar yang lebih memilih transportasi laut atau sungai untuk sampai ke pusat kota. Kondisi sungai yang cukup lebar, dengan lebar rata-rata antara 30-80 meter dan arus yang lemah serta kedalaman rata-rata sungai 3 meter menyebabkan sungai- sungai di Muaragembong menjadi prasarana

transportasi utama bagi penduduknya. Selain eretan juga terdapat perahu yang melayani masyarakat sekitar sebagai transportasi umum dari Muara Tawar Cilincing ke Muaragembong.

Gambar 3.4 Eretan Sebagai Alat Transportasi Warga Muaragembong

Sumber: Dokumentasi pribadi (Desember 2011)

BAB IV KAJIAN POTENSI DAN PERMASALAHAN UMUM KAWASAN MUARAGEMBONG SEBAGAI LOKASI PELABUHAN

4.1 4.1.1

Potensi Pengembangan Potensi Fisik Lingkungan Kawasan Muaragembong merupakan dataran subur yang kaya akan

sumber daya alam laut. Muka air tanah yang tinggi mengakibatkan Muaragembong memiliki cukup banyak ketersediaan air. Keunggulan lokasi kawasan yang mempunyai akses langsung ke air mengakibatkan percepatan pengembangan kawasan, sehingga berpotensi menjadi pusat pertumbuhan bagi wilayah yang lebih luas (hinterland). Namun, ada beberapa hal pokok yang harus diperhatikan dalam meninjau pemanfaatan badan perairan terhadap perkembangan kawasan ini, yaitu: - Sifat fisik kawasan perairan menentukan adanya kesempatan untuk pengembangan kegiatan fungsional tertentu yang mempengaruhi jenis kegiatan kota. - Beberapa kegiatan kota muncul sebagai akibat potensi perairan yang dapat dimanfaatkan dan di pihak lain beberapa fungsi kota dapat menimbulkan jenis pemanfaatan kawasan perairan dan pantai. - Perkembangan kota sebagai implikasi berlangsungnya fungsi kota dan fungsi perairan, mempunyai beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut dapat menimbulkan jenis pemanfaatan kawasan perairan. Hal itu memperlihatkan bahwa fungsi badan perairan dengan fungsi kota dapat saling berpengaruh, fungsi badan perairan dapat menjadi sebab maupun akibat perkembangan kota. Dengan mempertimbangkan watak fisik badan perairan, maka dapat ditentukan fungsi perairannya. Fungsi badan perairan dapat

dibedakan antara kepentingan sosial masyarakat sebagai pemenuhan kebutuhan air bersih dan kegiatan domestik lainnya, sedang fungsi lain adalah untuk kepentingan ekonomi dalam skala luas sebagai sarana angkutan regional dan pelabuhan ekspor/impor. 4.1.2 Potensi Alam Muaragembong terkenal dengan potensi alamnya, muara ini adalah habitat ikan bandeng yang sangat diminati oleh warga Jakarta karena dagingnya yang tidak bau, hal itu dikarenakan bandeng gembong diberikan pakan ikan yang alami. Selain bandeng, kepiting dari Muaragembong juga terkenal di Jakarta, kemudian Terasi Jembret, terasi yang diolah secara alami oleh beberapa penduduknya. Beberapa istri nelayan mengolah udang rebon yang didapat dari laut untuk dijadikan terasi. Oleh karena itu, kawasan Muaragembong sangat cocok untuk pengembangan perikanan darat (tambak) dan perikanan laut.Selain itu, jenis vegetasi spesifik yang dimiliki oleh kawasan Muaragembong seperti tanaman bakau, dapat berfungsi untuk mencegah abrasi, serta menjadi pemandangan alami. Ketersedian sungai yang luas juga merupakan potensi alam yang dimiliki oleh Kawasan Muaragembong untuk dijadikan pariwisata, misalnya wisata dengan menggunakan perahu mengelilingi pesisir Muaragembong, yang masuk dari Muara Bendera dan Keluar dari Cabang Bungin. Wisata ini dapat dijadikan sebagi wisata masal dengan dijadikan satu paket, dengan wisatawan yang diberangkatkan dari Marina Ancol. Kehidupan masyarakat lokal selama ini sebagai buruh tambak sebagian masyarakat hanya mendapat keuntungan kecil dari segi ekonomi. Namun, dengan dilibatkan dalam kepariwisataan ini, mereka dapat menningkatkan pendapatan sehingga dapat memperbaiki kehidupan sosialekonominya sendiri.

4.1.3

Potensi Ekonomi, Sosial, dan Budaya Secara ekonomi, kawasan Muaragembong mempunyai potensi

perkembangan kegiatan-kegiatan perkotaan seperti pusat industri perikanan, pusat kegiatan yang berkaitan dengan pelabuhan, pergudangan, pusat distribusi, komersial, perumahan, dan sebagainya, sehingga kawasan ini berpotensi mempunyai pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari kota/kawasan lainnya. Selain itu, potensi budaya seperti budaya masyarakat nelayan yang unik atau campuran dari berbagai jenis budaya-lokal dan asing dapat memberi watak/karakter yang khas bagi kawasan Muaragembong, sehingga dapat dikembangkan sebagai potensi wisata. Sebagai tempat bertemunya darat dengan air, kawasan Muaragembong dapat diakses dari daratan maupun dari perairan, sehingga sangat potensial jika dipandang dari sudut transportasi dengan adanya pelabuhan atau dermaga. Rencana pembangunan pelabuhan di Kecamatan Muaragembong akan mendorong banyak sisi, termasuk pembangunan masyarakat. Potensi ini bahkan akan menguntungkan secara nasional. Keberadaan pelabuhan tersebut nantinya bisa menguntungkan Kabupaten Bekasi, terutama dalam peningkatan PAD,

penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi baru di daerah sekitar pelabuhan. Sektor PAD diprediksi didapat dari retribusi sewa laut, cukai alat angkut barang dan pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang nantinya akan ikut mengelola pelabuhan. Diperkirakan uang yang akan masuk ke kas daerah senilai Rp 300 millliar pertahun.

4.2

Permasalahan Umum Kawasan Muaragembong Secara garis besar, permasalahan utama kawasan Muaragembong dapat

dibagi menjadi 7 (tujuh) kategori, yaitu: 1. Permasalahan Fisik Lingkungan a. Adanya abrasi dan akresi garis menyebabkan pantai sering pengikisan berubah, dan yang

sedimentasi

sehingga

mengganggu aktivitas yang sedang maupun akan berlangsung. Sedimentasi mengakibatkan pendangkalan sehingga transportasi air terganggu. b. Muka air tanah tinggi dan merupakan fungsi retensi menyebabkan sering terjadi genangan banjir, run-off rendah, lingkungan korosif, serta tingginya intrusi air laut ke air tanah. Arus pasang surut menimbulkan masalah pendaratan kapal. c. Secara geologis, kawasan tersebut rawan bencana banjir karena muka tanah turun. d. Tata guna lahan dan pembangunan fisik yang tidak sesuai karakteristik area pantai akibat adanya kompetisi lokasi yang berhadapan dengan air. Hal ini mengakibatkan konflik kepentingan antara kawasan konservasi dan komersial. e. Dilihat dari kondisi klimatologinya, kawasan tersebut mempunyai dinamika iklim, cuaca, angin, dan suhu, serta mempunyai kelembaban tinggi. f. Pergeseran fungsi tepi laut/pantai mengakibatkan timbulnya : - Gejala erosi tanah yang terus meningkat sehingga terjadi pedangkalan perairan. - Jumlah air permukaan menuju badan air naik, sehingga timbul banjir.

- Meningkatnya pencemaran air berakibat pada penurunan hasil perikanan. - Potensi perairan sebagai pelabuhan sukar dimanfaatkan karena kecenderungan menurunnya estetika lingkungan. - Terjadi kecenderungan kenaikan muka air laut sebagai bagian dari pemanasan global (global warming) dan dampak pembangunan pada kawasan tepi laut/pantai secara tidak berwawasan lingkungan. - Potensi perairan sebagai sumber air bersih penduduk menjadi tidak ekonomis lagi karena membutuhkan biaya tinggi untuk proses penjernihannya. 2. Permasalahan Flora dan Fauna Permasalahan flora dan fauna yang akan terjadi jika kawasan Muaragembong dijadikan pelabuhan adalah: terancamnya keberadaan flora dan fauna spesifik akibat meningkatnya aktivitas pelabuhan yang tidak berwawasan lingkungan. 3. Permasalahan Ekonomi, Sosial dan Budaya a. Pengembangan kawasan sering mengabaikan keberadaan penduduk setempat sehingga sering muncul konflik kepentingan antara kepentingan sosial dan komersial. b. Mayoritas penduduk golongan ekonomi lemah dengan latar belakang pendidikan relatif terbatas dan pengetahuan akan lingkungan sehat, serasi, teratur dan berkelanjutan cenderung masih kurang dan terjadi kebiasaan 'tidak sadar lingkungan' dan cenderung kurang memperhatikan bahaya dan resiko.

2. Permasalahan Perumahan dan Permukiman a. Sebagian besar perumahan nelayan dan perumahan di atas air belum memenuhi standar persyaratan kesehatan, kenyamanan, keamanan, ketertiban, keindahan dan berwawasan lingkungan. b. Kondisi lingkungan perairan kurang mendukung, sehingga perlu penyelesaian sistem struktur tepat guna pada kondisi perairan, khususnya di daerah pasang surut. c. Kecenderungan pengembangan kawasan pemukiman, terutama di atas air akan bersaing dengan lajunya pengembangan wilayah pelabuhan. d. Belum adanya pengaturan perencanaan, pelaksanaan, juga

pengawasan dan pemeliharaan kawasan perumahan di pantai, terutama perumahan di atas air. e. Belum maksimalnya teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan ini, baik dari aspek fisik bangunan, maupun teknologi sistem pendukungnya. Alternatif-alternatif teknologi yang dapat diterapkan umumnya relatif modern dan cenderung memakan biaya tidak murah, sehingga menjadi tidak efektif, mengingat daya jangkau relatif terbatas. 3. Permasalahan Prasarana dan Sarana Lingkungan a. Drainase kawasan sulit menggunakan sistem gravitasi, karena merupakan kawasan datar. Penanganan drainase tersebut

dipengaruhi oleh kondisi hinterland kawasan, curah hujan, tingkat run-off, dan pasang-surut air laut. Upaya yang diperlukan antara lain memperlancar aliran air melalui pompanisasi, sistem polder, pengurugan dan sebagainya. b. Pembuangan air limbah kawasan Muaragembong bermuara di laut, mengakibatkan badan air terkontaminasi. Pengaturan perlu

mempertimbangkan pengendalian pencemaran air (PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, Permen 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air Pada Sumber-sumber Air). c. Penyediaan air bersih dengan memanfaatkan sumber air setempat biasanya payau dan mempunyai salinitas tinggi, tidak layak dikonsumsi. Perlu upaya penyediaan air bersih yang tidak mengganggu keseimbangan sumber air baik kualitas maupun kuantitasnya (PP No. 22/1982 tentang Tata Pengaturan Air, Permen PU No 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Ijin Penggunaan Air dan atau Sumber Air). Pada kawasan di atas air yang telah terlayani jaringan air bersih/minum kota pada umumnya sering terjadi kerusakan jaringan perpipaan sebagai akibat perilaku hempasan ombak dan korosi. d. Terbatasnya ruang bagi lokasi TPA dalam penanganan sampah akan berakibat terbatasnya ruang pembuangan alamiah, yang akan menyebabkan polusi air tanah. e. Transportasi air di kawasan ini relatif lebih padat dari kawasan lain. f. Prasarana jalan lingkungan, terutama di atas air perlu mendapat perhatian serius. - Pola dan jaringan jalan yang tidak teratur (organik); - Persyaratan konstruksi jalan yang relatif tidak memenuhi syarat; - Penerangan jalan, terutama di malam hari nyaris tidak ada sama sekali. g. Prasarana (peralatan dan mekanisme) penanggulangan bahaya, baik kebakaran maupun bencana alam tidak ada sama sekali. h. Keberadaaan perumahan kebanyakan menghalangi 'publik

dominan', lalu lintas air, serta rawan banjir.

4. Permasalahan Pengelolaan Kawasan a. Otorisasi pengelolaan kawasan menyebabkan terjadinya

eksklusivisme yang mengakibatkan adanya konflik antara kegiatan komersial dan sosial. b. Otorisasi kegiatan khusus mempunyai potensi terjadinya konflik pemanfaatan ruang dengan kawasan sekitarnya. 5. Permasalahan Status Hukum (Legalitas) Kawasan Masalah lain yang menjadi ganjalan adalah konflik atas hak kepemilikan tanah atas hutan lindung Muaragembong, antara PT Perhutani dan masyarakat yang mendiami kawasan tersebut. Riwayat silang sengkarut masalahnya sudah berlangsung selama puluhan tahun. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 92/Um/54 tanggal 31 Agustus 1954, hutan lindung Muaragembong ditetapkan menjadi bagian dari kawasan hutan lindung Ujung Karawang, seluas 10.481,15 ha. Tanah tersebut dikenal sebagai bekas tanah partekelir, yang terdiri dari tanah partekelir Cabang Bungin seluas 6.908 ha, Babakan 100 ha, Pangkalan 45 ha, Pondok Tengah 1.450 ha, dan tanah partekeli Terusan seluas 808 ha dengan total luas tanah 9.311 ha. Sisanya 1170, 15 ha yang berupa rawa dan empang. Dalam perjalanannya hutan lindung tersebut ternyata tidak terurus secara benar, baik upaya untuk melestarikan maupun pengelolaan yang memberi manfaat bagi masyarakat. Sehingga masyarakat secara tradisional mulai mengarap tanah tersebut untuk keperluan hidup. Dan saat ini sudah menjadi menjadi pemukiman, seluas 365,45 ha, sawah 1.225,38 ha, tambak 7.434 ha, kebun seluas 159,65 ha, dan hanya menyisakan secuil hutan bakau yang tumbuh menyebar. Secara fisik, hutan lindung yang dimaksud sudah tidak ada lagi, masyarakat sudah menempatinya sejak zaman Belanda terang Sobni Y.

Kaidun, Kepala Bidang Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bekasi. Sesuai dengan Surat

Menteri Pertanian No A. 1357/inst/L/1963 tanggal 30 Maret 1963 yang ditujukan kepada Direktorat Agraria, Kepala Dinas Perkebunan dan Kepala Jawatan Kehutanan Provinsi Jawa Barat, yang isinya menerangkan bahwa tanah negara yang tidak dimanfaatkan oleh negara dan telah digarap oleh rakyat, maka pada tanah tersebut akan dijadikan tanah pertanian dan selanjutnya dibagikan kepada masyarakat untuk

mengelolanya. Namun ketika pada tahun 1995 Pemerintah Daerah hendak mengembangkan, PT. Perhutani mengklaim wilayah tersebut merupakan hutan lindung. Dari sinilah sengketa makin meruncing. Status ketidakjelasan kepemilikan tanah Muaragembong di bawa ke DPRD Kabupaten Bekasi dan dibentuklah Panitia Khusus untuk mengurai benang kusut permasalahan tersebut. Pada tanggal 15 Desember 200, Pansus beranggotakan 9 orang anggota dewan dan dikoordinatori oleh Suprapto,SE, merekomendasikan kepada Pemkab untuk mengajukan peninjauan kembali/pencabutan SK Menteri No 92/UM/1954. Dan melakukan persiapan penataaan peruntukan, penggunaan dan pengawasan terhadap tanah Muaragembong. Selanjutnya, pada tanggal 11 September 2002, Bupati Bekasi pada waktu itu, H. Wikanda Darmawijaya, mengajukan surat No

143/1491/Pemdes kepada Menteri Kehutanan untuk segera menyelesaikan masalah tanah garapan masyarakat Muaragembong. Tapi hingga dua tahun berselang tidak ada jawaban pasti sehingga masalah ini dibahas di DPR RI untuk di Pansus-kan. Keputusan Pansus DPR RI No 024/RKM/Pansus Tanah/DPR RI/2004, merekomendasikan kepada Bupati Bekasi untuk melaksanakan redistribusi tanah-tanah tersebut kepada masyarakat yang berhak menerimanya dan Badan Pertanahan Nasional segera

melaksanakan sertifikasi.

Pada tahun 2005, Menteri Kehutanan, MS. Kaban, mengeluarkan Surat Keputusan No 475/Menhut-II/2005, tentang alih status kawasan hutan lindung Ujung Krawang (Muaragembong) seluas 5.170 ha menjadi hutan produksi tetap. Sehingga kawasan ini bisa dikembangkan sesuai dengan perencanaan tata ruang Kabupaten Bekasi. Namun sebagian masyarakat Muaragembong menilai, justru hal ini merupakan akal-akalan Pemda, Dephut dan investor untuk melakukan penguasaan tanah mereka yang sudah didiami selama puluhan tahun.

BAB V PENUTUP

5.1

Kesimpulan Berdasarkan kajian-kajian yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya,

penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Posisi strategis kawasan pesisir utara Kabupaten Bekasi yang terletak di Pantai Utara Jawa Barat dan berhadapan langsung dengan lalu-lintas perdagangan internasional (Pelabuhan Tanjung Priok) menjadi alasan logis mengapa pelabuhan. 2. Keberadaan pelabuhan tersebut nantinya bisa menguntungkan Kabupaten Bekasi, terutama dalam peningkatan PAD, penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi baru di daerah sekitar pelabuhan. 3. Sebagai tempat bertemunya darat dengan air, kawasan Muaragembong dapat diakses dari daratan maupun dari perairan, sehingga sangat potensial jika dipandang dari sudut transportasi dengan adanya pelabuhan atau dermaga. 4. Selain memiliki berbagai potensi alam, fisik dan lingkungan, kawasan Muaragembong juga memiliki berbagai permasalahan yang akan menjadi kendala dalam pengembangan pelabuhan di kawasan ini, yaitu: y Adanya abrasi dan akresi garis menyebabkan pantai sering pengikisan berubah, dan yang kawasan Muaragembong perlu dikembangkan sebagai

sedimentasi

sehingga

mengganggu aktivitas yang sedang maupun akan berlangsung. Sedimentasi mengakibatkan pendangkalan sehingga transportasi air terganggu.

y

Minimnya sarana dan prasarana di kawasan tersebut seperti kondisi jalan yang rusak dan buruk, belum terjangkaunya pasokan air bersih, jumlah fasilitas umum dan sosial yang sangat terbatas dan sebagainya, sehingga menyebabkan kawasan Muaragembong

menjadi tidak aksesibel untuk dijadikan pelabuhan. y Terjadi kecenderungan kenaikan muka air laut sebagai bagian dari pemanasan global (global warming) dan dampak pembangunan pada kawasan tepi laut/pantai secara tidak berwawasan lingkungan. y Terancamnya meningkatnya lingkungan. y Mayoritas penduduk golongan ekonomi lemah dengan latar belakang pendidikan relatif terbatas dan pengetahuan akan lingkungan sehat, serasi, teratur dan berkelanjutan cenderung masih kurang dan terjadi kebiasaan 'tidak sadar lingkungan' dan cenderung kurang memperhatikan bahaya dan resiko. y Belum maksimalnya teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan ini, baik dari aspek fisik bangunan, maupun teknologi sistem pendukungnya. Alternatif-alternatif teknologi yang dapat diterapkan umumnya relatif modern dan cenderung memakan biaya tidak murah, sehingga menjadi tidak efektif, mengingat daya jangkau relatif terbatas. y Konflik atas hak kepemilikan tanah atas hutan lindung keberadaan flora aktivitas dan fauna spesifik akibat

pelabuhan yang tidak berwawasan

Muaragembong, antara PT Perhutani dan masyarakat di kawasan Muaragembong.

5.2

Rekomendasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi harus

berupaya keras untuk melakukan rehabilitasi di kawasan Muaragembong, jika ingin tetap menjadikan kawasan ini sebagai kawasan pelabuhan yang strategis. Rehabilitasi yang bisa dilakukan mencakup rehabilitas lingkungan, yaitu perbaikan sarana dan prasarana dan rehabilitasi masyarakat, yaitu dengan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di kawasan tersebut, sehingga Muaragembong layak untuk dijadikan sebagai lokasi pelabuhan mampu bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Artikel Damayanti, Astrid., Handayani, Tuti. Peluang dan Kendala Pengelolaan Ekowisata Pesisir Muaragembong Kabupaten Bekasi. Makalah. Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia. Depok. Pusat Studi Kelautan, 2002. Studi Kelautan Pelestarian Ekosistem Hutan Bakau di Wilayah Pesisir Kabupaten Bekasi, Laporan Penelitian. FMIPA Universitas Indonesia. Depok. Sugeng Haryoto, 2003. Perubahan Garis Pantai Kecamatan Kabupaten Bekasi. Skripsi. Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia, Depok. Suprijatno, Iwan. Karakteristik Spesifik, Permasalahan dan Potensi

Pengembangan Kawasan Kota Tepi Laut/Pantai (Coastal City) di Indonesia. Fakultas Teknik Arsitektur UGM. Yogyakarta.

Terbitan Terbatas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. 2007. Atlas Sumberdaya Pesisir dan Laut. Bandung. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi. 2004. Kabupaten Bekasi dalam Angka 2004. Bekasi. RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2009-2005

Website dan Blog bekasi.blogspot.com bekasikab.go.id pantaibakti.blogspot.com staff.ui.ac.id www.kompas.com