Upload
others
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KOMPARATIF NILAI PENDIDIKAN DALAM
LEGENDA MALIN KUNDANG DAN PULAU PAKU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
LIA ANDANI
NIM.120388201112
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
ABSTRAK
Andani, Lia. 2016. Analisis Komparatif Nilai Pendidikan pada Legenda Malin
Kundang dan Pulau Paku. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Pembimbing 1: Drs. Suhardi, M.Pd., Pembimbing 2: Indah Pujiastuti, M.Pd.
Kata Kunci: Analisis Komparatif, Nilai Pendidikan, Malin Kundang dan Pulau
Paku.
Sastra menjelaskan kepada kita tentang konsep sastra sebagai salah satu
disiplin ilmu humaniora yang akan mengantarkan kita ke arah pemahaman dan
penikmatan fenomena yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai pendidikan dapat
diungkap manusia melalui berbagai hal di antaranya melalui pemahaman dan
penikmatan sebuah karya sastra. Ada empat macam nilai pendidikan, diantaranya
religius, moral, sosial, dan budaya. Nilai-nilai tersebut tentunya tidak berbeda dengan
nilai-nilai yang ada di kehidupan nyata sebuah masyarakat.
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian deskriptif ini adalah untuk
mengetahui nilai-nilai pendidikan dan unsur ekstrinsik dalam legenda Malin Kundang
dan Pulau Paku.Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Data dan sumber data diperoleh dari Yenny Wahyuni yang berusia 65
Tahun dan Eli Warni yang berumur 50 Tahun.
Capaian hasil penelitian, data tersebut meliputi 6 data nilai religius, 8 data
nilai moral, 4 data nilai sosial, dan 1 data untuk nilai budaya. Sedangkan Nilai
Pendidikan yang terkandung dalam teks legenda Pulau Paku yang berjudul Laksmana
Jangoi sebanyak 36 data. Data tersebut antara lain, 5 data merupakan nilai religius, 11
data untuk nilai moral, 6 data nilai sosial, selanjutnya 5 data merupakan nilai budaya.
ABSTRACK
Andani, Lia. 2016. Comparative Analysis on the Educational Value Malin Kundang
legend and Pulau Paku. Essay. Education Department of Language and Literature
Indonesia. Faculty of Teacher Training and Education. Maritime University of Raja
Ali Haji, Supervisor 1: Drs. Suhardi, M.Pd., Supervisor 2: Beautiful Pujiastuti, M.Pd.
Keywords: Comparative Analysis, Value Education
Literature tells us about the concept of literature as one of the disciplines in
the humanities that will take us towards an understanding and enjoyment of the
phenomena contained therein. The value of education can be brought to people
through various things in between through the understanding and enjoyment of
literature. There are four kinds of values education, including religious, moral, social
and cultural rights. Those values must not differ from the values that exist in the real
life of a community.
Objectives to be achieved in this descriptive study was to determine the value
of education and extrinsic elements in the legend of Malin Kundang and Pulau Paku.
In this study, researchers used a qualitative descriptive method. Data and data
sources obtained from Yenny Wahyuni aged 65 years and Eli Warni Colorful aged 50
years.
The achievement of the results, the data includes the religious value of data 6,
8 data moral value, social value data 4, and 1 data for cultural values. While the
value contained in the Education text Paku island legend, entitled Lakshman Jangoi
many as 36 data. The data, among others, five of data is a religious value, 11 data for
moral values, 6 social value data, further data is the 5 cultural value.
1. Pendahuluan
Karya sastra sebagai wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap
lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang
indah. Perkataan kesusastraan itu berasal dari bahasa Sanskerta, Susastra. Su berarti
baik atau bagus, Sastra berarti: buku, tulisan atau huruf. Jadi kesusastraan itu berarti
himpunan buku-buku yang mempunyai bahasa yang indah serta isi yang baik pula
(Ambary, 1983:7). Dalam kesusastraan khusus, karangan itu harus meliputi bahasa
yang terpelihara baik, isinya yang baik, indah, yaitu yang benar-benar
menggambarkan kebenaran dalam kehidupan manusia, setelah itu disertai cara
menyajikannya menarik, sehingga berkesan di hati pembaca.
Karya sastra merupakan karya seni. Ia lahir sebagai hasil kontemplasi
pengarang dengan realitas yang ada saat itu. Kehadirannya merupakan wakil diri
pengarang kepada masyarakatnya. Melalui karya sastra yang diciptakannya, kita
dapat melihat pikiran dan pandangan pengarang terhadap kenyataan yang ada
(Suhardi, 2011: 12).
Sastra adalah suatu karya seni dalam eksistensinya mengungkapkan peristiwa-
peristiwa hidup dan kehidupan yang terjadi di masyarakat dengan menggunakan
bahasa sebagai mediumnya (Sutresna, 2006:2). Sastra merupakan perwujudan
pengalaman sastrawan tentang sesuatu (benda, orang, atau gagasan) yang
diungkapkan dengan menggunakan bahasa yang kreatif sehingga terwujudlah
bayangan kenyataan itu (Effendi dalam Sutresna, 2006:4). Pengalaman tersebut dapat
dicapai melalui pengalaman indera (apa yang dilihat, didengar, dirasakan), dan pada
akhirnya pengalaman nalar atau akal budiitu akan muncul dalam bentuk karya sastra.
Pada dasarnya karya sastra merupakan karya cipta yang mengungkapkan
kembali pengamatan dan pengalaman pengarang tentang peristiwa pada kehidupan
yang menarik. Peristiwa-peristiwa itu merupakan peristiwa nyata atau mungkin hanya
terjadi dalam dunia khayal pengarang. Sastra memiliki dunia sendiri. Suatu
kehidupan yang tidak harus identik dengan kenyataan hidup (Nurgiyantoro, 1995:3).
Kesusastraan pada saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat dan
menggembirakan. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, sastra akan terus bergerak,
tumbuh, dan berkembang. Karya sastra adalah suatu hasil cipta manusia yang
berdasarkan kenyataan dan diberi imajinasi pribadi lewat media lisan maupun tulisan.
Salah satu bentuk karya sastra adalah legenda. Dalam Wikipedia, legenda
berasal dari bahasa latin legere, yang berarti cerita prosa rakyat yang dianggap oleh
yang mempunyai cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu,
legenda sering kali dianggap sebagai “sejarah” kolektif (folk history). Walaupun
demikian, karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah mengalami distorsi
sehingga sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda
hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah, maka legenda
harus dibersihkan terlebih dahulu bagian-bagiannya dari yang mengandung sifat-
sifat folklor
Dalam tulisan ini, peneliti membahas mengenai analisis komparatif nilai
pendidikan pada karya sastra berbentuk legenda. Analisis komparatif adalah
penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat
objek yang diteliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Menurut Nazir (2005:
58) penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari
jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisis faktor-faktor
penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.
Karya legenda edukatif adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni.
Legenda Malin Kundang merupakan legenda yang begitu populer diceritakan sebagai
pengantar pendidikan untuk menghormati orang tua. Materi pelajaran tentang legenda
pun sudah diajarkan kepada peserta didik mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD)
sebagai bentuk pengenalan karya sastra kepada siswa-siswi tingkat dasar tentang asal
mulanya terjadi suatu tempat, gunung, peristiwa, dan sebagainya. Di dalam legenda
juga mencakup pemberian pesan-pesan pendidikan dalam ranah pendidikan religius,
pendidikan moral, pendidikan sosial, dan pendidikan budaya. Untuk itu, sastra dapat
berfungsi sebagai kaya seni yang bisa digunakan sebagai sarana menghibur diri
pembaca dengan memberikan nilai-nilai pendidikan didalamnya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Nurgiyantoro, yang menyatakan bahwa membaca sebuah karya
sastra fiksi berarti menikmati cerita dan menghibur diri untuk memperoleh kepuasan
batin bahkan sampai kepada penyentuhan qalbu pembaca tentang arti sebuah pesan-
pesan pendidikan melalui torehan pena sang pujangga.
Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006:117) mengungkapkan nilai merupakan
sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani. Sedangkan
Soekanto (1983:161) menyatakan, nilai-nilai merupakan abstraksi dari pengalaman-
pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Nilai merupakan petunjuk-
petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan
kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, nilai dapat dikatkan sebagai
sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.
Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Berangkat dari hal tersebut, karya sastra tidak terlepas dari nilai-nilai yang
dikandungnya. Nilai-nilai dalam karya sastra merupakan hasil ekspresi dan kreasi
estetetik pengarang (sastrawan) yang ditimba dari kebudayaan masyarakatnya
(Sumardjo, 199: 2). Nilai ideal pengarang tersebut berupa aspek-aspek nilai
kehidupan, khususnya nilai-nilai pendidikan. Suatu karya sastra bisa dikatakan baik
jika mengandung nilai-nilai yang mendidik.
Nilai-nilai pendidikan dapat diungkap manusia melalui berbagai hal di
antaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Ada empat
macam nilai pendidikan religius, moral, sosial, dan budaya. Nilai-nilai tersebut
tentunya tidak berbeda dengan nilai-nilai yang ada di kehidupan nyata sebuah
masyarakat. Bahkan, nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang diidiealkan pengarang
untuk mengupas suatu masalah yang terjadi di kehidupan nyata (Sumardjo, 1999: 3).
Nilai-nilai inilah yang nantinya akan di analisis oleh peneliti.
Berbicara tentang nilai, tentunya cara setiap pengarang mengungkapkan nilai
dalam karyanya pasti berbeda-beda. Nurgiyantoro (1995: 36), menyatakan bahwa
bentuk pengungkapan nilai dalam fiksi itu ada dua macam, yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Bentuk penyampaian secara langusng berarti nilai yang disampaikan
oleh pengarang itu langsung tampak atau tersurat, sedangkan penyampaian secara
tidak langsung berarti nilai yang disampaikan oleh pengarang itu terseirat dalam
cerita dan berpadu dengan unsur cerita lainnya yang kohesif. Melalui karya sastra
seorang pengarang bermaksud menyampaikan informasi, gambaran atau pesan
tertentu kepada pembaca. Sesuatu yang disampaikan itu salah satu sumber
gagasannya membahas tentang nilai-nilai pendidikan. Proses penciptaan karya sastra
tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya dan pendidikan. Bagi seorang pengarang
yang peka terhadap permasalahan tersebut, dengan hasil perenungan, penghayatan,
dan imajinasinya, maka akan melahirkan gagasan dan ide dalam karya sastra berupa
legenda edukasi.
Legenda yang akan diteliti adalah legenda Malin Kundang dan Pulau Paku.
Cerita rakyat Malin Kundang adalah sebuah legenda yang hidup di Minangkabau,
yaitu mengenai seorang anak manusia yang bernama Malin Kundang, yang telah
berhasil di rantau, pulang dengan kapalnya bersama istrinya. Pada waktu
kepulangannya itu, ibunya menjemput Malin Kundang ke pelabuhan. Keadaan ibunya
yang sudah tua dan melarat menyebabkan Malin Kundang tidak mau mengakui orang
tua itu sebagai ibunya. Karena sangat kecewa, ibunya berdoa agar Allah menurunkan
kutukan kepada anaknya itu jika benar dia adalah anaknya. Doa si ibu terkabul dan
kapal Malin Kundang dan seisinya menjadi batu.
Sedangkan legenda Pulau Paku mengisahkan seorang perompak yang gagah
perkasa dan memiliki anak buah yang cukup sakti hingga sulit ditaklukkan oleh
musuhnya. Dia bernama Laksamana Jangoi, perompak besar dan terkenal di tanah
melayu pada zaman itu. Laksamana Jangoi sangat mencintai seorang anak raja dari
pulau Penyengat yang bernama Putri Nilam. Namun, cintanya tidak direstui oleh sang
raja sehingga raja berniat menikahkan tuan putri dengan seorang raja yang berasal
dari Lingga. Karena cinta yang begitu besar pada Laksamana, tuan putri mengurung
diri dan tidak mau makan sehingga ia jatuh sakit, lalu meninggal. Berita
meninggalnya tuan putri sampai kepada Laksamana Jangoi, namun beliau tidak
percaya. Dengan keyakinan dan cinta yang besar, Laksamana Jangoi yakin bahwa
tuan putri masih hidup dan akan datang menemuinya di tengah-tengah perairan kota
Tanjungpinang. Laksamana terus menanti tuan putri sehingga kapal Laksamana
menjadi sebuah pulau yang kecil sebab bertahun-tahun Laksamana berada disitu.
Berikut gambaran yang melatarbelakangi peneliti untuk menganalisis nilai
pendidikan pada Legenda Malin Kundang dan Pulau Paku. Kedua legenda di atas
mengandung nilai-nilai pendidikan religius, moral, sosial, dan budaya. Dalam
legenda Malin Kundang telah memberikan nilai pendidikan kepada anak-anak untuk
tidak bersikap durhaka kepada orang tuanya, terutama sang ibu. Semua anak haruslah
berbakti kepada orang tua, sebagaimana mereka yang telah merawat dan mendidik
kita dari kecil. Dalam legenda Malin Kundang pula, kita bisa mengetahui betapa
kesombongan si Malin Kundang telah membawanya ke situasi nan sangat merugikan
kehidupannya.
2. Metode Penelitian
Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang
mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Sedangkan metodologi adalah suatu
pengkajian dalam memperoleh peraturan-peraturan suatu metode. Jadi metode
penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang
terdapat dalam penelitian (Masyhuri dan Zainuddin, 2008: 151).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Ada
beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang metode deskriptif
kualitatif. Menurut Bodgan dan Taylor dalam Zainudin (2008: 152) bahwa penelitian
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari manusia dan perilakunya yang dapat diamati sehingga
tujuan dari penelitian ini adalah pemahaman individu tertentu dan latar belakang
secara utuh. Jadi dalam penelitian kualitatif individu tidak terikat ke dalam variabel
ataupun hipotesis tetapi individu dianggap mandiri dengan melibatkan semua aspek
kehidupannya.
Paparan lain yang dikemukakan oleh Surakhmad (1998: 140) bahwa metode
deskriptif adalah suatu metode yang memusatkan pada pemecahan masalah yang ada
pada masa ini dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasi, menganalisis,
dan menginterpretasi data yang ada. Jadi dalam metode deskripsi kualitatif peneliti
terjun ke lapangan dengan pikiran-pikiran murni, siap dengan munculnya hipotesis-
hipotesis dari fakta-fakta yang ditemukan di lapangan.
Menurut Sugiyono (2011: 15) metode penelitian kualitatif berlandaskan pada
post positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, pengambilan sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik
pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna
daripada generalisasi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena peneliti akan
meneliti secara langsung nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam legenda
Malin Kundang dan Pulau Paku dengan cara mengamati dan memahami objek
penelitian tersebut. Hasil penelitian berbentuk data-data deskriptif.
3. Pembahasan
a. Nilai Religius
Nilai religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia dengan
Tuhan pencipta alam dan seisinya. Berbicara tentang hubungan manusia dan
Tuhan tidak terlepas dari pembahasan agama. Agama merupakan pegangan
hidup bagi manusia. Agama dapat pula bertindak sebagai pemacu faktor kreatif,
kedinamisan hidup, dan perangsang atau pemberi makna kehidupan. Melalui
agama, manusia pun dapat mempertahankan keutuhan masyarakat agar hidup
dalam pola kemasyarakatan yang telah tetap sekaligus menuntun untuk meraih
masa depan yang lebih baik. Analisis nilai religius yang tertera dalam
percakapan pada kedua teks legenda Malin Kundang dan Pulau Paku dibahas
pada paragraf yang disertai kutipan teks cerita legenda.
b. Nilai Moral
Nilai moral sering disamakan dengan nilai etika, yaitu suatu nilai yang
menjadi ukuran patut tidaknya manusia bergaul dalam kehidupan bermasyarakat.
Moral merupakan tingkah laku atau perbuatan manusia yang dipandang dari nilai
individu itu berada. Sikap disiplin tidak hanya dilakukan dalam hal beribadah
saja, tetapi dalam segala hal, sikap yang penuh dengan kedisiplinan akan
menghasilkan kebaikan. Analisis nilai moral yang tertera dalam percakapan pada
kedua teks legenda Malin Kundang dan Pulau Paku.
c. Nilai Sosial
Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial
dan tata cara hidup sosial. Suatu kesadaran dan emosi yang relatif terhadap
suatu objek, gagasan, atau orang juga termasuk di dalamnya. Karya sastra
berkaitan erat dengan nilai sosial, karena karya sastra dapat pula bersumber dari
kenyataan-kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Nilai sosial mencakup
kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, dan
penghargaan. Nilai sosial yang dimaksud adalah kepedulian terhadap
lingkungan sekitar. Kepedulian tersebut dapat berupa perhatian maupun berupa
kritik. Kritik tersebut dilatar belakangi oleh dorongan untuk memprotes
ketidakadilan yang dilihat, didengar maupun yang dialaminya.Analisis nilai
sosial yang tertera dalam percakapan pada kedua teks legenda Malin Kundang
dan Pulau Paku.
d. Nilai Budaya
Nilai pendidikan budaya adalah tingkat yang palig tinggi dan yang
paling abstrak dari adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu
merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar dari warga sesuatu masyarakat mengenai apa yang mereka
anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi
sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para
masyarakatnya.
Walaupun nilai-nilai budaya berfungsi sebagai pedoman hidup manusia
dalam masyarakat, tetapi sebagai konsep, suatu nilai budaya itu bersifat sangat
umum mempunyai ruang ligkup yang sangat luas, dan biasanya sulit
diterangkan secara rasional dan nyata. Namun, justru karena sifatnya yang
umum, luas, dan tidak konkret itu, maka nilai-nilai budaya dalam suatu
kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam jiwa para individu yang
menjadi warga dari kebudayaan bersangkutan. Kebiasaan dalam daerah tertentu
juga memengaruhi tata cara dalam kehidupan sehari-hari.Analisis nilai budaya
yang tertera dalam percakapan pada kedua teks legenda Malin Kundang dan
Pulau Paku
4. Simpulan
penelitian menunjukkan bahwa nilai pendidikan yang dianalisis melalui unsur
ekstrinsik karya sastra yang terkandung dalam teks legenda Malin Kundang karya
Ikranegara sebanyak 19 data. Data tersebut meliputi, 6 data nilai religius, 8 data nilai
moral, 4 data nilai sosial, dan 1 data untuk nilai budaya.
Nilai Pendidikan yang terkandung dalam teks legenda Pulau Paku yang
berjudul Laksmana Jangoi sebanyak 36 data. Data tersebut antara lain, 5 data
merupakan nilai religius, 11 data untuk nilai moral, 6 data nilai sosial, selanjutnya 5
data merupakan nilai budaya.
Persamaan teks legenda Malin Kundang dan Pulau Paku yaitu sama-sama
memiliki nilai pendidikan yang melatarbelakangi kedua teks fiksi tersebut. perbedaan
teks legenda Malin Kundang dan Pulau Paku yaitu jumlah nilai pendidikan yang
terkandung dalam kedua legenda tersebut tidaklah sama.
5. Saran
Dari hasil penelitian ini, peneliti berkesempatan memberikan saran kepada
pembaca berkaitan dengan tema yang diangkat dalam penelitian ini.. Peneliti
sarankan kepada penikmat karya sastra termasuk legenda, untuk dapat memahami
terlebih dahulu makna yang terkandung dari legenda tersebut, baik yang positif
maupun negatif.
Karna peneliti hanya mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan maka hasil yang di
dapat hanya sebatas kulit luamnya saja. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
diperlukan wawasan kepada pembacanya dan studi komparatif terhadap legenda-
legenda dengan tema yang selaras dengan fokus. Penelitian yang dapat memberikan
wacana yang lebih luas dan mendalam nilai-nilai pendidikan dalam teks legenda
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ambary, Abdullah. 1983. Intisari Sastra untuk Indonesia. Bandung: Djantika.
Arikunto, Suharsimi. 2006. ProsedurPenelitian; SuatuPendekatanPraktik.Jakarta :
PT. RinekaCipta
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Karya Sastra Antara Kreativitas dan Sarana
Pendidikan. Yogyakarta: Media Nusantara.
Suhardi. 2011. Sastra Kita, Kritik, dan Lokalitas. Depok: Komodo Books.