Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN
PENGRAJIN BONGGOL DAN LIMBAH JATI
DI KECAMATAN KEDUNGGALAR KABUPATEN NGAWI
JAWA TIMUR
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada
Program Studi Magister Manajemen
Oleh:
AHMAD SETIYONO
NIM : P100130010
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
ii
iii
1
ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN PENGRAJIN BONGGOL DAN
LIMBAH JATI DI KECAMATAN KEDUNGGALAR KABUPATEN
NGAWI JAWA TIMUR
Abstrak
Kerajinan kayu jati merupakan subsektor industri kreatif unggulan di Kabupaten
Ngawi Untuk meningkatkan bersaing para pengarjin maka perlu dilakukan
pendidikan dan pelatihan. Penelitian ini betujuan untuk mengetahui kemampuan
para pengrajin dalam mengelola usaha kerajinan limbah kayu dan bonggol jati,
kendala-kendala yang dihadapi sehingga dapat ditentukan jenis pelatihan yang
tepat sesuai kebutuhan para pengarjin. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan teknik analisis deskriptif. Data dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner dengan mengambil sampel seluruh populasi pengrajin
yang berjumlah 43. Hasil analisis menguunakan teknik deskriptif disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan
pengrajin dalam mengelola usaha masih kurang optimal, di mana terdapat
kelemahan dalam aspek pemasaran, produksi dan pengelolaan keuangan.
Kebutuhan pelatihan yang diharapkan adalah pelatihan manajemen usaha fokus
pada pemasaran dengan materi strategi bersaing, strategi promosi dan teknik
menjual, pada aspek produksi dengan materi ketrampilan mendesain dan inovasi
produk, pada aspek keuangan dengan materi akses permodalan dan pada aspek
hubungan sosial teknik negosiasi dan membangun hubungan dengan pelanggan.
Kata Kunci: Analisa Kebutuhan Pelatihan, Kemampuan Mengelola Usaha,
Kerajinan Bonggol dan limbah jati
Abstract
Teak wood root craft is considered as leading creative industry sector in Ngawi
District, East Java. To improve the competitiveness of the sector, attempts are
needed to be taken to improve skill and competency of the craftsmen by
performing intensive education and training. This study aims to observe the skill
and competency of the craftsmen in managing their craft business as well as the
constraints they faced, hence we can determine the effective training programs to
improve their ability to manage the business. This research implements
quantitative method by employing descriptive statistic technique. Data were
collected by questionnaire by taking samples of the entire population of craftsmen
of 43 respondents. Outputs of the descriptive statistic are presented in a frequency
distribution table. The results showed that the skill and ability of craftsmen in
managing the business are still below ideal levels. There are weaknesses in
marketing, production and financial management aspect. The expected training is
training in managing business especially in the aspect of marketing focusing on
the topic of effective competitive strategy, promotion strategy and selling
technique. In the field of production training are needed focusing on the topics of
2
design skill, product innovation. In the financial aspect, the topics that need to be
improved are focusing on rising capital and working capital management. While
in the social relation aspect the most important topics are negotiation technique
and developing customer relationship.
Keywords: Training needs analysis, Managing Business, Teak wood root craft
1. PENDAHULUAN
Kerajinan kayu jati merupakan subsektor industri kreatif unggulan di
Kabupaten Ngawi, yang bersumber dari kekayaan alam daerah tersebut berupa
hamparan hutan jati yang luasnya sebesar 34.600,6 ha, dan mampu menghasilkan
kayu jati pertukangan sebanyak 8.029,75 m2
(BPS, 2012).
Meskipun menyimpan potensi yang besar, pengembangan industri kreatif
menghadapi beberapa kendala. Berdasarkan dokumen rencana tata ruang dan tata
wilayah (RTRW) Kabupaten Ngawi, kendala pengembangan industri kecil dan
menengah di wilayah Kabupaten Ngawi antara lain keterbatasan modal dan
keahlian yang mengakibatkan industri-industri kecil tidak mampu bersaing dan
akhirnya gulung tikar.
Sebagai upaya untuk menjadikan kerajinan kayu jati sebagai sektor usaha
yang memiliki keunggulan bersaing harus dilakukan usaha untuk
memaksimumkan kemampuan seluruh pengrajin dengan melakukan
pengembangan, pendidikan dan pelatihan serta peminjaman modal. Agar
pengembangan keahlian para pelaku industri kerajinan jati tepat sasaran, para
pemangku kepentingan perlu menentukan secara tepat kebutuhan pelatihan.
Penilaian kebutuhan (training need assessment) merupakan langkah strategis
untuk mengetahui program pelatihan yang teapat bagi pengembangan industri
kreatif. Penilian kebutuhan pelatihan sangat penting karena menyediakan
informasi mengenai tingkat keahlian dan pengetahuan sumber daya manusia yang
perlu ditingkatkan. Dengan pendekatan ini, pemangku kepentingan dapat
mengetahui kesenjangan (gap) antara kebutuhan industri dan kapabilitas sumber
daya manusia. Selanjutnya, pelatihan yang diberikan dapat difokuskan untuk
mengisi gap tersebut (Wulandari, 2005). Sehingga setiap dana yang diinvestasikan
untuk kegiatan pelatihan diharapkan akan mampu memberikan nilai tambah bagi
perkembangan industri kerajinan kayu jati.
3
Studi ini akan mendiskripsikan kemampuan pengarajin dalam mengelola
usaha, kendala-kendala yang dihadapi untuk kemudian dianalisis kebutuhan
pelatihan. Hasil dari studi ini diharapkan akan membantu para pemangku
kepentingan, baik pengusaha maupun pemerintah daerah untuk mengembangkan
sebuah pelatihan yang benar-benar dibutuhkan dalam pengembangan kinerja para
pengusaha dan pengrajin bongol dan limbah kayu jati di Kabupaten Ngawi.
2. METODE PENELITIAN
2.1 Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini yang menjadi populasi dan sampel penelitian adalah
seluruh pengrajin bonggol jati yang ada di Kecamatan Kedunggalar Kabupaten
Ngawi Jawa Timur yang berjumlah kurang lebih 43 pengrajin menurut data dari
Dinas Koperasi dan Perindustrian.
2.2 Teknik Pengumpulan Data
Data dan informasi mengenai kemampuan manajerial pengrajin bonggol jati
di Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi Jawa Timur diperoleh dengan
mengunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu:
1. Kuesioner
Peneitian ini menggunakan kuesioner dengan pertanyaan tertutup dan
terbuka. Jawaban dari kuesioner sudah ditentukan oleh peneliti namun responden
bisa memberikan alternative jawaban lain selain jawaban yang tersedia. Hal ini
dilakukan untuk mempermudah responden dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan karena latar belakang pendidikan pengrajin yang berbeda-beda.
2. Wawancara
Pada penelitian ini wawancara dilakukan untuk memperdalam informasi
dengan memberikan pertayaan lanjutan atas kuesiner yang ada untuk mengungkap
dan memperjelas data kuesiner yang telah didapat dari responden.
3. Observasi
Melalui observasi ini diharapkan peneliti akan memiliki gambaran yang
lebih kompehensif terkait kemampuan manajerial para pengarjin dengan
memandingkan antara jawaban yang diberikan dengan kondisi dilapangan.
4
2.3. Teknik Pengolahan Data
Setelah data diperoleh, tahapan selanjutnya adalah proses pengolahan data.
Proses pengolahan data dilakukan melaui tiga tahapan yaitu:
1. Editing
Editing adalah tahapan pendahuluan yang dilakukan setelah data diperoleh
baik melalui kuesioner maupun wawancara. Tahapan ini merpakan aktivitas
pengumpulan dan pengelompokan data selanjutnya mengklasifikannya
berdasarkan kelengkapan dan akurasi data yang diperleh dari masing-masing
kuesioner.
2. Coding
Coding adalah aktivitas pemberian label atau kode pada data yang telah
terkumpul. Kode tersebut merupakan identitas dari data yang akan diproses pada
tahap selanjutnya.
3. Tabulating
Tabulasi adalah proses entri atau pengorganisasian data dalam kelompok
maupun klasifikasi yang telah ditentukan sehingga akan mempermudah dalam
proses anailisis dan interpretasinya (Hasan, 2002:89).
2.4. Teknik Analisis Data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut. Data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner ditabulasi dan
dihitung proporsi masing-masing dengan menggunakan program SPSS analisis
diskripsi statistik frekuensi kemudian out put disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi. Berdasarkan tabel yang disajikan proporsi jawaban responden
tersebut akan diketahui gambaran atau deskripsi mengenai kemampuan pengrajin
bonggol jati di Kecamatan Kedunggalar dalam mengelola usahanya. Tabel
analisis juga menyajikan tabulasi mengenai kebutuhan pelatihan para pengrajin,
sehingga bisa dilakukan analisis kesesuaian antara kondisi kemampuan manajerial
para pengrajin dengan pelatihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan
kemampuan manajerial para pengrajin. Data yang diperoleh dari kuesioner
selanjutnya dijadikan dasar dalam melakukan interview untuk memperdalam dan
mengkonfirmasi hasil yang telah diperoleh.
5
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1. Kemampuan dalam Mengelola Usaha
a. Ketrampilan dalam Mengelola Aspek Pemasaran
Dalam memulai usaha kerajinan ini, para pengarajin menangkap peluang
usaha kerajinan bonggol dan limbah kayu jati atas dasar basis ketrampilan yang
dimiliki. Ketrampilan didapatkan dengan cara ikut bekerja dan belajar pada usaha
kerajinan yang sudah ada, kemudian mereka merasa mampu untuk mandiri
dengan membuka usaha sendiri. Hanya sebagian kecil dari pengrajin yang
mendapatkan peluang dan membuka usaha ini dengan melakukan survey atau
pengamatan pasar. Demikian juga dalam menemukan ide-ide pembuatan produk
yang ditawarkan kepada konsumen baik itu jenis, motif, dan bentuk didapatkan
dari karya, ide dan kreatifitas pengrajin sendiri, dengan tidak melakukan
pengamatan terhadap kebutuhan pasar.
Dalam hal promosi, mayoritas pengrajin menyadari pentingnya promosi
menentukan keberhasilan usaha mereka. Dengan promosi ini pengrajin dapat
mengenalkan produk hasil kerajinanya kepada calon pembeli. Mereka
mempromosikan produk kerajinan dengan beberapa cara dintaranya dengan
mengiklankan usaha kerjaninan mereka di beberapa surat kabar dan media sosial,
mengikuti pameran-pameran, dan penjualan langsung. Kebanyakan pengrajin
mempromosikan dengan penjualan langsung dengan membawa produk-produk
hasil kerajinan sebagai sampel untuk ditawarkan kepada pedagang-pedagang
besar yang mengekspor produk kerajinan mereka keluar negeri. Dengan cara ini
ketergantungan pengrajin kepada eksportir sangat tinggi, harga ditentukan oleh
eksportir dan pengrajin tidak mendapatkan akses dipasar internasional, akibatnya
usaha kerajinan mereka sulit untuk berkembang dan hanya menguntungkan
eksportir saja.
Dalam hal menetapkan harga jual produk kerajinan, pengrajin menetapkan
harga kurang mempertimbangkan banyak faktor. Hal ini menunjukan bahwa perlu
peningkatan kemampuan dan pengetahuan pengrajin dalam menetapkan harga.
Banyak faktor yang dapat dijadikan dasar penetapan harga disamping berdasarkan
biaya produksi perlu juga memperhatikan harga pesaing, jumlah atau tingkat
permintaan produk dan nilai seni dari sebuah produk. Untuk dapat bersaing
6
setrategi yang dilakukan oleh pengrajin adalah selalu berinovasi dan menjaga
kwalitas produk. Kemampuan untuk berinovasi dan mengembangkan kreatifitas
dalam mengolah limbah kayu jati harus ditingkatkan sehingga pengrajin selalu
menghasilkan karya yang selalu berbeda.
Kemampuan pengrajin dalam melakukan transaksi penjualan mayoritas
masih mengandalkan cara penjualan langsung. Untuk meningkatkan penjualan
dan mengembangkan pasar para pengrajin perlu membuka wawasan tentang
penjualan dengan melalui media online. Media ini sangat efektif untuk
mendapatkan konsumen dengan tanpa dibatasi wilayah. Sehingga produk dapat
dikenal secara luas oleh pengguna internet baik didalam negeri maupun luar
negeri. Namun kamampuan pengrajin dalam pemanfaatan teknologi digital
marketing kurang maksimal. Mayoritas responden sudah mengenal teknologi
internet namun banyak yang belum mengggunakan kemajuan teknologi ini untuk
kegiatan pemasaran usaha. Pengrajin perlu mendapatkan edukasi tentang internet
dan penggunaanya untuk mendukung kegiatan usaha terutama dibidang
pemasaran.
Disamping itu mengikuti pameran-pameran juga mendukung dalam
meningkatkan transaksi penjualan, namun cara ini membutuhkan biaya dan dana
besar yang dikeluarkan oleh pengrajin. Pengrajin perlu menjalin kerja sama
dengan dinas terkait untuk mengikuti beberapa even pameran baik lingkup
nasional maupun internasional.
b. Ketrampilan dalam Mengelola Aspek Produksi
Sebelum dimulai proses produksi mayoritas pengrajin membuat perencanaan
produksi dengan meramalkan permintaan produk baik segi jenis, bentuk, motif,
kwalitas dan kwantitas produk. Disamping itu pengrajin juga membuat desain
produk sebagai acuan dalam proses produksi. Hal ini menunjukan bahwa dalam
proses produksi para pengrajin telah memahami pentingnya perencanaan proses
produksi.
Pengrajin rata-rata memiliki kreatifitas dan inovasi tinggi dalam membuat
desain produk. Desain produk dibuat oleh pengrajin sendiri bersumber dari ide-ide
kreatif dan inovatif pengrajin. Kemampuan mendesain produk ini didapatkan
dengan belajar secara mandiri. Kemampuan ini sangat penting dimiliki oleh
7
pengrajin untuk dapat bersaing dan menciptakan kesinambungan usaha.
Sedangkan untuk menjaga dan meningkatkan kwalitas produk, mayoritas
pengrajin menetapkan standar kwalitas bahan dan produk. Penetapan standar
kwalitas produk dan bahan ini didasarkan atas permintaan konsumen.
Dilihat dari kemampuan pengrajin dalam melakukan pekerjaan finishing
mayoritas pengrajin memiliki kemampuan finishing produk yang cukup. Mereka
melakukan pekerjaan finishing sendiri tidak memberikan pekerjaan finishing
kepada pengrajin dari pengrajin lain.
c. Ketrampilan dalam Mengelola Aspek Keuangan
Sumber modal yang digunakan para pengrajin untuk kegiatan usaha rata-rata
berasal dari dana sendiri, dana ini berasal dari tabungan pribadi. Namun sebagian
pengrajin ada yang sudah mengakses dana pinjaman atau kredit lunak untuk
sumber modal dan pengembangan usahanya.
Dalam mengelola keuangan mayoritas pengrajin tidak melakukan
pencatatan administrasi keuangan secara rapi dan pemisahan antara keuangan
pribadi dan keuangan usaha sehingga menyebabkan bercampurnya transaksi
pribadi dan transaksi usaha, kondisi ini membuat para pengrajin tidak dapat
melakukan perhitungan-perhitungan hasil kegiatan usaha dan laporan keuangan
selama periode tertentu untuk evaluasi perkembangan usaha. Hasil keuntungan
yang didapatkan dari mengelola usaha oleh mayoritas pengrajin dipergunakan dan
dikelola untuk mengembangkan usaha dan sebagian kecil digunakan untuk
kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini menunjukan para pengrajin memiliki
kesadaran tinggi akan pentingnya pengembangan usahanya.
d. Ketrampilan Dalam Menjalin Hubungan Sosial
Salah satu ketrampilan yang harus dimiliki pengusaha adalah kemampuan
menjalin hubungan dengan pelanggan, pemasok, karyawan dan mitra binis lainya.
Kemampuan ini sangat mempengaruhi keberhasilan dalam mengelola usaha
disamping ketrampilan teknik dan ketrampilan manajerial.
Dalam mengelola usaha, pengrajin dengan ketrampilan komunikasinya
sudah memiliki pelanggan tetap. Hal ini menunjukan kemampuan pengrajin dalam
menjalin hubungan dengan pelanggan dapat menciptakan loyalitas pelanggan.
8
Jalinan hubungan dengan pelanggan ini dilakukan dengan bentuk-bentuk
komunikasi melalui media telpon, internet atau kunjungan kerumah.
Para pengrajin juga terlibat aktif dalam organisasi atau asosiasi pengrajin
baik sebagai anggota maupun pengurus. Forum ini bisa dimanfaatkan untuk
sharing bisnis dan berbagi informasi tentang bahan baku, desain, pasar, produk,
akses modal dan lain sebagainya. Mayoritas pengrajin memiliki kesadaran akan
pentingnya asosiasi ini.
Jalinan kemitraan dengan pihak lain menentukan keberlangsungan usaha.
Berdasarkan data yang didapat lembaga yang menjadi mitra bisnis para pengrajin
bonggol dan limbah jati Perum Perhutani, Dinas koperasi dan UMKM, Bank,
supliyer, karyawan dan pelanggan. Perum Perhutani sebagai mitra bisnis
menyediakan kios-kios gallery untuk display produk dan penjualan. Dinas
Koperasi UMKM dan Perindustrian berperan dalam melakukan pembinaan usaha
dengan mengadakan bimbingan dan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan
ketrampilan teknik dan manajerial. Pihak Bank diharapkan dapat memberikan
bantuan permodalan dengan bunga rendah dan proses yang mudah sehingga dapat
mengembanngkan usaha. Sedangkan suplayer dapat mengirimkan bahan baku
yang dibutuhkan untuk kelancaran kegiatan usaha.
3.2. Kendala Dalam Mengelola Usaha
a. Kendala di Aspek Pemasaran
Di aspek pemasaran kendala dan hambatan yang didapatkan pengrajin
mayoritas mengatakan bahwa persaingan bisnis dan kemampuan menjual menjadi
kendala utama dalam mengelola usaha. Pengrajin memerlukan kiat-kiat dan
strategi bagaimana mengahadapi persaingan bisnis dan strategi bagaimana
meningkatkan penjualan.
b. Kendala di Aspek Pengelolaan Produksi
Pada aspek pengelolaan produksi kendala utama yang dihadapi pengrajin
adalah keterbatasan peralatan yang dimiliki dan kurangnya SDM terampil untuk
memproduksi, hal ini mengakibatkan pengrajin tidak mampu memenuhi
permintaan konsumen atau pelanggan baik secara kwalitas dan kwantitas produk.
9
c. Kendala di Aspek Pengelolaan Keuangan
Dalam mengelola keuangan kendala utama yang dihadapi adalah tentang
akses permodalan dan pengelolaan pembiayaan. Permodalan bagi pengusaha kecil
merupakan factor penting, mengingat pengusaha kecil lebih mengandalkan modal
sendiri dan tentunya memiliki keterbatasan. Pengrajin sangat membutuhkan
tambahan modal untuk mengembangkan usaha namun karena minimnya
pengetahuan dan ketrampilan untuk mengakses modal hal ini menjadi kendala dan
terasa sulit untuk mendapatkan modal. Sedangkan ketika mendapatkan modal
pengrajin juga merasa kurang mampu bagaimana mengelola modal untuk
pembiayaan usaha. Secara umum masalah akses permodalan dan pengelolaan
pendanaan menjadi kendala yang dihadapi UMKM. Hasil ini memperkuat
penelitian Hadi (2010). UMKM perlu mendapatkan kemudahan akses kredit di
bank dengan bunga rendah dan pelatihan penggunaan modal untuk pembiayaan
agar tepat sasaran.
3.3. Kebutuhan Pelatihan
Berdasarkan analisis tugas atau kerja yang dilakukan terhadap kemampuan
pengrajin dalam mengelola aspek pemasaran, produksi keuangan dan kemampuan
hubungan sosial didapatkan data analisis kebutuhan pelatihan sebagai berikut.
a. Kebutuhan Pelatihan dalam Mengelola Pemasaran
Kebutuhan pelatihan pengrajin bonggol dan limbah jati dalam mengelola
pemasaran sesuai tingkat kebutuhanya ditunjukan dalam tabel berikut
Tabel 1
Kebutuhan Pelatihan Pada Aspek Pemasaran
Keterangan Sangat
Butuh
% Butuh % Kurang
Butuh
%
Strategi promosi 20 62.5 9 28.1 3 9.4
Strategi bersaing 23 71.9 7 21.9 2 6.2
Strategi penetapan harga 5 15.6 13 40.6 14 43.8
Membaca peluang bisnis 8 25.0 10 31.2 14 44.8
Teknik menjual 17 53.1 12 37.5 3 9.4
Digital marketing 8 25.0 16 50.0 8 25.0
10
Jika dilihat pada tabel 1 tingkat kebutuhan pelatihan pada aspek pemasaran,
maka kebutuhan pelatihan dalam kategori sangat butuh adalah pelatihan dengan
fokus materi strategi bersaing berada pada urutan pertama. Sedangkan
keterampilan tentang strategi promosi menempati urutan kedua dan urutan ketiga
materi teknik menjual. Kebutuhan pelatihan kategorit dibutuhkan adalah
pelatihan tentang digital arketing, strategi penetapan harga dan membaca peluang
usaha. Materi-materi ini menjadi penting bagi para pengrajin untuk dapat
mengembangkan usaha dalam sekala lebih besar. Sehingga mereka dapat
menghadapi persaingan pasar dan dapat member solusi atas kendala-kendala yang
dihadapi dalam hal pemasaran.
b. Kebutuhan Pelatihan dalam Mengelola Produksi
Tabel 2. Kebutuahan Pelatiahan Pada Aspek Produksi
4.
Keterangan Sangat
Butuh
% Butuh % Kurang
Butuh
%
Perencanaan produksi 14 43.8 13 40.6 5 15.6
Pengendalian kwalitas 11 34.4 15 46.9 6 19.7
Desain dan inovasi produk 26 81.3 4 12.5 2 6.2
Finishing produk 8 25.0 16 50.0 8 25.0
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa tingkat kebutuhan pelatihan dalam
teknik produksi kategori sangat dibutuhkan yang paling tinggi adalah pelatihan
untuk meningkatkan kemampuan mendesain dan inovasi produk. Kemampuan
inilah yang dibutuhkan oleh pengrajin untuk menghadapi persaingan bisnis.
Tingkat kebutuhan pelatihan dalam teknis produksi yang kedua adalah
perencanaan produksi. Para pengrajin merasa sangat perlu akan pelatihan tentang
perencanaan produksi untuk menjamin proses produksi berjalan sesuai dengan
yang diinginkan. Perencanaan produksi meliputi perencanaan jumlah produksi,
perencanaan bahan baku, desain produk, perencanaan peralatan dan perencanaan
tenaga kerja. Faktor-faktor inilah yang sering diabaikan para pengrajin sehingga
beberapa kegagalan dalam proses produksi sering terjadi.
Kebutahan peringkat ketiga yang sangat dibutuhkan dalam aspek produksi
adalah kaitanya dengan pengendalian kwalitas produk. Pengetahuan dan
11
ketrampilan ini untuk menjamin bahwa produk dapat memberi kepuasan kepada
konsumen.
c. Kebutuhan Pelatihan dalam Mengelola Keuangan
Tabel 3. Kebutuhan Pelatihan Pada Aspek Keuangan
Keterangan Sangat
Butuh
% Butuh % Kurang
Butuh
%
Akses permodalan 29 90.6 3 9.4 - -
Administrasi dan pembukuan 6 18.7 17 53.1 9 28.2
Pembuatan laporan keuangan 2 6.3 14 43.8 16 50.0
Manajemen pembiayaan 13 40.6 12 37.5 7 21.9
Berdasarkan pada tabel 3 kebutuhan pelatihan yang menjadi prioritas dalam
mengelola keuangan yang dianggap sangat penting adalah pelatihan bagaimana
mengakses permodalan. Pengrajin memerlukan pengetahuan tentang berbagai
macam kredit usaha, persyaratan-persayaratan pencairan kredit, dan proses
pencairan kredit dari pihak lembaga keuangan perbankan maupun non perbankan
yang menyediakan fasilitas kredit bagi pengusaha kecil dan menengah.
Prioritas kedua dari tingkat kebutuhan yang sangat dibutuhkan oleh para
pengrajin adalah tentang manajemen pembiayaan. Pembiayaan yang dimaksud
disini adalah penggunaan dana untuk pembiayaan usaha. Pengrajin membutuhkan
pengetahuan dan ketrampilan dalam mengelola dana untuk pembiayaan usaha
baik untuk penggunaan modal kerja dan modal tetap, penggunaan dana untuk
peningkatan produksi, penggunaan dana peningkatan penjualan dan biaya-biaya
lainya. Pada prioritas ketiga pengrajin membutuhkan pelatihan tentang
administrasi dan pembukuan keuangan usaha.
Sedangkan kebutuhan pelatihan kategori dibutuhkan yaitu pelatihan tentang
administrasi dan pembukuan dan pelatihan tentang pembuatan laporan keuangan.
Pelatihan ini membatu para pegrajin dalam pencatatan keuangan dan penyajian
laporan untuk mengetahui perkembangan usaha.
12
d. Kebutuhan Pelatihan dalam Membangun Hubungan Sosial
Tabel 4. Kebutuhan Pelatihan Dalam Membangun Hubungan
e.
Keterangan Sangat
Butuh
% Butuh % Kurang
Butuh
%
Menjalin hubungan dengan
pelanggan
24 75.0 8 25.0 - -
Membangun networking 15 46.9 14 43.8 3 9.4
Komunikasi bisnis 13 40.6 16 50.0 3 9.4
Teknik negosiasi 19 59.3 10 31.3 3 9.4
Tabel 4 menunjukan bahwa dalam meningkatkan kemampuan interpersonal
pengrajin bonggol jati, kebutuhan pelatihan yang paling utama adalah pelatihan
dalam menjalin hubungan dengan pelanggan. Ketrampilan ini terkait dengan
ketrampilan mendapatkan pelanggan baru dan ketrampilan menjaga loyalitas
pelanggan. Kebutuhan pelatihan yang kedua adalah kebutuhan dalam hal teknik
negosiasi, pengrajin selama ini merasa cukup lemah dalam bernegosiasi dengan
pihak terkait seperti supplier, bank, maupun pelanggan atau pedagang besar.
Kebutuhan yang ketiga adalah ketrampilan dalam membangun jaringan usaha
sehingga dapat memperluas usaha pengrajinnya lebih baik. Dan secara umum
pelatihan yang dibutuhkan adalah pelatihan mengenai komunikasi bisnis,
sebenarnya komunikasi bisnis ini juga mencakup ketrampilan menjalin hubungan
dengan pelanggan, networking, dan ketrampilan bernegosiasi.
4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kemampuan pengrajin bonggol dan limbah kayu jati di Kecamatan
Kedunggalar Kabupaten Ngawi dalam mengelola usaha baik itu pemasaran,
keuangan, produksi dan membangun hubungan sosial secara umum kurang
optimal. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi pengrajin dan mengahambat
perkembangan usaha. Pengrajin perlu memperbaruhi dan meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan dalam mengelola usaha.
13
2. Kendala-kendala yang dihadapi pengrajin dalam mengelola usaha adalah:
a. Dalam mengelola pemasaran kendala yang dihadapi adalah persaingan
usaha dan kemampuan menjual. Pengrajin memerlukan kiat-kiat dan
strategi menghadapi persaingan usaha dan bagaimana mendapatkan dan
meningkatkan penjualan.
b. Dalam mengelola produksi kendala utama yang dihadapi adalah
keterbatasan sarana produksi dan kurangnya SDM terampil. Hal ini
mengakibatkan terhambatnya proses produksi sehingga tidak mampu
memenuhi permintaan pelanggan secara kwalitas dan kwntitas.
c. Dalam mengelola keuangan kendala yang dihadapi adalah masalah akses
permodalan dan penggunaan dana.
3. Pelatihan yang dibutuhkan para pengrajin untuk meningkatkan ketrampilan
dan kemampuan mengelola usaha adalah pelatihan manajemen usaha dengan
focus materi pada :
a. Strategi bersaing, strategi promosi dan teknik menjual
b. Ketrampilan mendesain produk dan inovasi produk
c. Akses permodalan
d. Membangun hubungan dengan pelanggan dan teknik negosiasi.
4.2. Saran
1. Bagi para pengrajin untuk meningkatkan kemampuan mengelola usahanya
dengan mengikuti pelatihan-pelatihan, sharing bisnis sesama pengrajin dan
menjalin kerjasama dengan berbagai pihak pemerintah maupun non
pemerintah.
2. Bagi Dinas terkait untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan dalam upaya
untuk meningkatkan dan mengembangkan industry kreatif kerjainan kayu dan
bonngol jati berdasarkan analisis kebutuhan pelatihan agar pelaksanaan
pelatihan sesuai dengan kebutuhan.
3. Bagi pihak akademisi hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber inspirasi
dalam rangka pengabdian masyarakat untuk membina dan mengembangkan
industri kreatif kerajinan kayu dan bonggol jati khususnya di daerah
Kabupaten Ngawi.
14
4. Bagi peneliti berikutnya penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu
sumber data untuk penelitian berikutnya. Peneliti diharapkan dapat
memperluas obyek penelitianya mengingat jumlah pengrajin bonggol dan
limbah kayu jati di Kabupaten Ngawi cukup banyak dengan menambah
varibel-variabel penelitian lain yang lebih signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Feni Dwi. 2013. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) Melalui Fasilitasi Pihak eksternal dan Potensi Internal (Studi
Kasus pada Usaha Emping jagung di Kelurahan Pandanwangi Kecamatan
Blimbing Kota Malang), Jurnal Administrasi Publik Vol 1, No 6 (2013)
page. 1286-1295
Anoraga Panji dan Djokosudantoko. 2002. Koperasi, Kewirausahaan dan Usaha
Kecil. Jakarta: Reneka Cipta.
Anoraga Panji. Pengantar Bisnis Pengelolaan Bisnis dalam Era Globalisasi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Reneka Cipta.
Atmodiwiro, Soebagio. 2005. Manajemen Pelatihan. Jakarta: PT Ardadizya Jaya.
Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga
Basri, Hasan dan Rusdiana A. 2015. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan.
Bandung: Pustaka.
Bayu Kartib. 2010. Kewirausahaan Pendekatan Karakteristik Wirausahawan
Sukses. Jakarta: Kencana.
Boone E. Louis. 2013. Pengantar Bisnis Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat.
BPS. 2013. Ngawi dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi
15
Buchari Alma. 2009. Kewirausahaan Untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung:
Alfabeta.
Creswell, J. W. (2010). Research design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan
mixed. Yogjakarta: PT Pustaka Pelajar.
Dariyanto. 2014. Manajemen Diklat. Yogyakarta: Gaya Media.
Davis. Eddie. 2005. The Art of Training and Development; The Training
Managers : A Hand Book. Jakarta: Gramedia.
Dessler, Tan Chwee Huat. 2009. Human Resource Management An Asian
Perspective. Singapore: Pearson.
Dessler Gerry. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Indeks.
Dwi Kusriniarti. 2013. Penentuan Harga Produk Karya Seni. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Effendi, Syahril. 2005. Analisis Peningkatan Pengusaha Kecil Sesudah Mengikuti
Pelatihan Kewirausahaan yang diseleggarakan oleh Swisscontact Medan.
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6. No 5. November 2005.
Febrianis I, Muljono P, Susanto D. 2014. Pedagogical Competence-based
Training Need Analysis For Natural Science Teachers. Journal of Education
and Learning, Vol 2, p 144-151.
Hadi, Dwi Prasetyo. 2015. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pada Usaha Kecil
dan Menengah Berbasis Sumber Daya Lokal Dalam Rangka Millenium
Development Goals 2015 (Studi Kasus di PNPM-MP Kabupaten Kendal).
Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume V, No 1, Januari 2015
Hamdi. Need Assesment Pengusaha Mikro dan Kecil Olahan Hasil Pertanian di
Daerah Wisata Kabupaten Sambas. Jurnal PATANI, Vol 1, No 1, 2014, hal
31-40
16
Handoko, H. 2013. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPFE
Haryono, Anung. 2004. Analisis Kebutuhan Pelatihan. Jakarta: Prenada Media.
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hendro. 2011. Dasar-Dasar Kewirausahaan Panduan Bagi Mahasiswa untuk
Mengenal, Memahami, dan Memasuki Dunia Bisnis. Jakarta: Erlangga.
Irianto J. 2001. Prinsip-Prinsip Dasar Manajemen Pelatihan (dari Analisis
Kebutuhan Sampai Evaluasi Program Pelatihan). Jakarta: Insani Cendekia.
Irianto J. 2001. Tema-Tema Pokok Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Insan Cendekia.
Isa, Muzakar. Analisis Kompetensi Kewirausahaan, Orientasi Kewirausahaan dan
Kinerja Industri Mebel. BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis. Vol 17, No
1, Juni 2013, hal 89-98.
Kamil, Musthofa. 2010. Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi).
Bandung: Alfabeta.
Kaswan. (2011). Pelatihan dan Pengembangan untuk Meningkatkan Kinerja
SDM. Bandung: Alfabeta.
Koentjaraningrat. 1993. Metode-Metode Peelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Masyhuri dan Zaenudin. 2008. Metodologi Penelitian Pedekatan Praktis dan
Aplikatif. Bandung: Refika Aditama.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Ofset.
17
Narasimhan, Ramanarayanan. Analysis of Training Needs Assesment and
Implementation – Comparative Study of Public and Private Sector Banks,
Indian Journal of Commerce & Management Studies, Volume 5, issue 3, Sep
2014.
Nasution. 2009. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.
Nawawi. Hadari 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang
Kompetitif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Noe, Raymond., Hollenbeck, John R., Gerhart B., Wright, Patrick M. 2010.
Manajemen Sumber Daya Manusia (Mencapai Keunggulan Bersaing).
Jakarta: Salemba Empat
Nurlela, Siti. Profil Industri Kreatif Pengrajin Handycraff di Desa Sumber
Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten, GEMA Th XXII/40 Februari – Juli
2010.
Okpara, J.O. 2011. Factors constraining the growth and survival of SMEs in
Nigeria Implications for poverty alleviation. Management Research Review,
Vol. 34 No. 2, 2011 pp. 156-171
Panggabean, S. Mutiara. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Rae, Leslie. 2005. The Art Training and Development; Efective Planning. Jakarta:
Gramedia.
Reed Jacqueline, Vakola Maria. 2006. What Role Can a Training Needs Analysis
Play in Organisational Change?, Journal of Organizational Change
Management, Vol. 19, No 3 pp. 393-407.
Richard Macheke and W Smith, An Analysis of Business skills and Training
Needs Essential for Business Succes in Plastic Manufacturing Industries in
Developing Nations; Case Study of The Eastern Cape Province South
18
Africa, African Journal of Business Management, Vol 7(20), pp 2001-2010,
28 May 2013.
Rivai, Veithzal dan Ella J. Sagala. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia
untuk Perusahaan dari Teori dan Praktek. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Robbins, Stephen P. (2006). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Indeks.
Rolf P. Lynton dan Udai Pareek. 1992. Pelatihan dan Pengembangan Tenaga
Kerja. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Rosnani Jusoh, Babak Ziyae, Soib Asmirian, Suhaida Abd. Kadir. Entrepreneur
Training Needs Analysis Implications on The Entrepreneurial Skill Needed
for Successful Entrepreneurs, International Business & Economic Research
Journal – January 2011 Vol 10, Number 1.
Simamora, H. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE
YKPN.
Subagyo. 1997. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alpabeta.
Sukardi. 2014. Evaluasi Program Kependidikan dan Pelatihan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Suryana. 2006. Kewirausahaan Pedoman Praktis dan Proses Menuju Sukses.
Jakarta: Salemba Empat.
Suryana, Y. dan Bayu Katib. 2010. Kewirausahaan Pendekatan Karakteristik
Wirausahawan Sukses. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS.
Wulandari, Retno. 2005. Penilaian Kebutuhan Pelatihan; Tantangan dan Solusi.
Jurnal Siasat Bisnis, Edisi Khusus on Human Resource, hal 75-86.
19