120
ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN NILAI MORAL DALAM NOVEL BURLIAN KARYA TERE LIYE SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: NIA ASTUTI DEWI NIM. 23040160056 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2020

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN NILAI ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/9846/1/SKRIPSI...berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, memahami dan mencatat

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN NILAI

    MORAL DALAM NOVEL BURLIAN KARYA TERE LIYE

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan

    Oleh:

    NIA ASTUTI DEWI

    NIM. 23040160056

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH

    IBTIDAIYAH

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2020

  • ii

  • iii

    ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN NILAI

    MORAL DALAM NOVEL BURLIAN KARYA TERE LIYE

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan

    Oleh:

    NIA ASTUTI DEWI

    NIM. 23040160056

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH

    IBTIDAIYAH

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2020

  • iv

  • v

  • vi

  • vii

    MOTTO

    ََّم الُْقْرآ نَ ََّمهُ َخيُْرُكْم َمْن تََعل َوعَل

    “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan

    mengajarkannya.” (HR. Bukhori).

  • viii

    PERSEMBAHAN

    Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta

    hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan karya ini saya

    persembahkan kepada:

    1. Kedua orangtuaku, Bapak Sutarno dan Ibu Sutarti yang penuh kasih sayang

    dan tetesan air mata serta doa yang tulus tiada henti untuk putrinya ini.

    Terimakasih telah memberikan dukungan moral, materi, serta memberikan

    motivasi agar segera menyelesaikan tugas ini.

    2. Teruntuk adikku Dwi Cahyono yang selama ini banyak membantu dalam

    segala hal. Terimaksih banyak sudah mau direpotkan.

    3. Teruntuk Ayah Ummi’, keluarga besar PPNQ, khususnya kamar Sulhah

    terimakasih banyak telah mengajari, memotivasi, menasehati dan

    menyemangati.

    4. Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2016 khususnya Program Studi

    Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    ِحْيمِ ْحَمِن الْرَّ ِبْسِم اللَِّه الْرَّ

    Puji syukur Alhamdulillahirobbil’alamiin, penulis panjatkan kepada Allah

    SWT yang telah melimpahkan taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini dengan judul "Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan

    Nilai Moral dalam Novel Burlian Karya Tere Liye”.

    Tidak lupa shalawat serta salam senantiasa penulis haturkan kepada Nabi

    besar Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta pengikutnya yang setia dan

    menjadi suri tauladan sebagai utusan Allah untuk membimbing ummatnya menuju

    zaman terang benderang dengan ajaran Islam seperti saat ini.

    Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari

    berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

    Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam

    Negeri (IAIN) Salatiga.

    2. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan

    Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

    3. Ibu Peni Susapti, S.Si., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

    Guru Madrasah Ibtidaiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

    4. Ibu Nur Hasanah, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik.

  • x

    5. Ibu Urifatun Anis, M.Pd.I selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

    membimbing dengan ikhlas, mengarahkan, meluangkan waktunya

    sehingga skripsi ini terselesaikan.

    6. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali ilmu pengetahuan, serta

    karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang

    pendidikan S1.

    7. Kedua orang tua serta keluarga yang selalu mendoakan, menyemangati,

    dan memberi dorongan agar penulis selalu semangat dalam

    menyelesaikan skripsi ini.

    8. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini.

    Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka penulis mengharapkan

    kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Semoga hasil penelitian ini

    dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

    Salatiga, 12 Oktober 2020

    Nia Astuti Dewi

    Nim. 23040160056

  • xi

    ABSTRAK

    Dewi, Nia Astuti. 2020. Analisis Gaya Bahasa Personifikasi Dan Nilai Moral

    Dalam Novel Burlian Karya Tere Liye. Skripsi. Program Studi Pendidikan

    Guru Madrasah Ibtidaiyah. Institut Agama Islam Negeri. Pembimbing:

    Urifatun Anis, M.Pd.I.

    Kata Kunci : Gaya Bahasa Personifikasi, Nilai Moral, Novel Burlian

    Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui wujud gaya bahasa

    personifikasi yang terkandung dalam novel Burlian karya Tere Liye (2)

    Mengetahui nilai moral yang terkandung dalam novel Burlian karya Tere

    Liye (3) Mengetahui relevansi gaya bahasa personifikasi dengan nilai moral

    yang terkandung dalam novel Burlian karya Tere Liye.

    Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan atau dengan

    kata lain disebut library reseach yaitu, serangkaian kegiatan yang

    berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca,

    memahami dan mencatat serta mengolah bahan penelitian sehingga

    diperoleh informasi yang jelas mengenai gaya bahasa personifikasi dan nilai

    moral. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dan penelitian ini

    mengambil objek dalam buku karya Tere Liye. Teknik pengumpulan data

    dilakukan dengan teknik observasi (baca, catat) dokumentasi (menelaah

    buku).

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Gaya bahasa

    personifikasi yang digunakan Tere Liye lebih banyak untuk menyatakan

    suasana entah itu menunjukkan waktu, cuaca atau suasana yang sedang

    terjadi pada saat itu. (2) Nilai Moral yang terkandung dalam novel Burlian

    adalah kesabaran, tawakkal, taat beribadah, penolong, rajin, mampu

    mengendalikan diri, penyesalan, jujur, pemberani, peduli dengan sesama,

    saling memaafkan, kasih sayang, tanggung jawab, tidak mengharap

    imbalan, bijaksana. (3) Relevansi gaya bahasa personifikasi dengan nilai

    moral yang terkandung dalam novel Burlian yaitu untuk memperjelas

    suasana, memperhangat suasana, menjadikan kekhasan dalam novel,

    (tanggung jawab, membantu teman, jujur, pemberani, peduli dengan

    sesama, saling memaafkan, tidak mengharap imbalan).

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

    LEMBAR BERLOGO ..................................................................................... ii

    JUDUL ............................................................................................................. iii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iv

    PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... v

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... vi

    MOTTO ........................................................................................................... vii

    PERSEMBAHAN ............................................................................................ viii

    KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix

    ABSTRAK ....................................................................................................... xi

    DAFTAR ISI .................................................................................................... xii

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang masalah................................................................... 13

    B. Rumusan Masalah ........................................................................... 17

    C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 18

    D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 18

  • xiii

    E. Kajian Pustaka ................................................................................. 19

    F. Metode Penelitian ............................................................................ 22

    G. Penegasan Istilah ............................................................................ 23

    H. Sistematika Penulisan ...................................................................... 24

    BAB II BIOGRAFI NASKAH

    A. Biografi Novel ................................................................................. 27

    B. Biografi Penulis ............................................................................... 56

    C. Karakteristik Novel Karya Tere Liye .............................................. 58

    D. Karya-Karya Tere Liye .................................................................... 59

    BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN

    A. Gaya Bahasa .................................................................................... 60

    B. Nilai Moral ...................................................................................... 69

    C. Relevansi Gaya Bahasa Personifikasi dengan Nilai Moral dalam Novel

    Burlian Karya Tere Liye ....................................................................... 77

    BAB IV PEMBAHASAN

    A. Nilai Moral dalam Novel Burlian ........................................................ 84

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ...................................................................................... 106

  • xiv

    B. Saran ................................................................................................ 108

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 109

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing ............................................................. 114

    Lampiran 2 Daftar Nilai SKK .......................................................................... 115

    Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi ........................................................... 116

    Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis ................................................................. 118

  • 13

    BAB I

    PEDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Menurut Keraf sebagaimana dikutip oleh Marlina (2020:20) Karya

    sastra merupakan ungkapan batin seseorang melalui bahasa dengan cara

    penggambaran. Penggambaran ini dapat berupa titian terhadap kenyataan

    hidup pengarang, wawasan pengarang terhadap kenyataan hidup, dapat pula

    imajinasi murni pengarang yang tidak berkaitan dengan kenyataan hidup

    (rekam), atau dambaan intuisi pengarang. “Karya Sastra adalah penciptaan

    yang disampaikan secara komunikatif tentang maksud penulis untuk tujuan

    estetika. Karya sastra merupakan wadah seni yang menampilkan keindahan

    lewat penggunaan bahasa yang menarik, bervariasi, dan penuh imajinasi”

    (Marlina, 2020:20). Karya sastra yang diterapkan pada jenjang SD atau MI

    biasanya mengenai cerita pendek, puisi ataupun pantun. Dalam

    pembelajaran sastra pada SD atau MI, mereka biasanya diminta

    menyebutkan siapa tokoh yang ada dalam cerita, kemudian watak dari

    masing-masing tokoh. Biasanya berkisan diantara unsur intrinsik dan unsur

    ektrinsiknya. Pembelajaran yang diterapkan disekolah sebenarnya agar

    siswa dapat dengan mudah memahami isi dari sebuah cerita tersebut, tak

    lupa juga agar menarik minat siswa untuk gemar membaca karya sastra.

    Penggunaan bahasa yang menarik, bervariasi, dan penuh imajinasi

    disebut dengan gaya bahasa. Menurut Nurgiantoro sebagaimana dikutip

    oleh Wicaksono (2013:1) Gaya bahasa sebagai salah satu unsur yang

  • 14

    menarik dalam dalam sebuah bacaan karya sastra. Setiap pengarang

    mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam mengungkapkan ide atau

    gagasannya ke dalam tulisan. Pengungkapan bahasa dalam karya sastra

    mencerminkan sikap dan perasaan pengarang (Wicaksono, 2013:1).

    Menurut Keraf sebagaimana dikutip oleh Sari (2017:3) Gaya atau

    khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata

    style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis

    pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi

    jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan

    dititik beratkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah

    menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan

    kata-kata secara indah. Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi

    sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang

    memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Gaya

    bahasa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang

    menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak

    bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan (Sari, 2017:3).

    Gaya bahasa memungkinkan kita dapat melihat pribadi, watak dan

    kemampuan seseorang yang menggunakan bahasa tersebut. Selain itu

    dengan gaya bahasa seseorang dapat menciptakan karya sastra sebagai

    wujud interprestasinya mengenai kehidupan yang dialami, disaksikan,

    didengar, atau hanya dalam khayalan saja. Pemakaian gaya bahasa yang

    tepat dapat menarik perhatian pembaca. Penggunaan gaya bahasa dapat

  • 15

    membuat karya tersebut lebih menarik dan tidak membosankan. Dalam

    mengolah kata atau kalimat, pengarang biasanya secara tidak langsung akan

    menggunakan berbagai macam gaya bahasa. Gaya bahasa yang sering

    digunakan pengarang biasanya adalah gaya bahasa pesonifikasi.

    Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa yang

    membandingkan suatu benda dengan manusia, benda-benda mati dapat

    berbuat, dan berpikir. Menurut Djayasudarma sebagaimana dikutip oleh

    Daraini (2009:2) Gaya bahasa personifikasi atau penginsanan adalah jenis

    majas yang melekatkan sifat-sifat insani pada barang yang tidak bernyawa

    dan ide yang abstrak. Personifikasi atau penginsanan adalah gaya bahasa

    kiasan yang menggambarkan benda-benda atau barang-barang yang tidak

    bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Personifikasi

    merupakan suatu corak khusus dari metafora yang menginsankan benda

    mati, bertindak, berbicara, berbuat seperti manusia (Daraini, 2009:2).

    Penggunaan gaya bahasa personifikasi berupaya untuk menguatkan

    pernyataan yang bertujuan untuk membangkitkan rasa penasaran pembaca

    pada benda mati yang dapat bergerak sebagaimana makhluk hidup.

    Penggunaan gaya personifikasi semakin membuat pembaca penasaran dan

    tertarik karena kehadiran gaya personifikasi berfungsi sebagai pencipta

    unsur keindahan, sekaligus mampu memberikan bayangan kepada pembaca

    bahwa pihak pembaca terlibat dan terbawa dalam situasi latar yang sedang

    terjadi. Makna gaya bahasa personifikasi adalah sebagai penegasan agar

  • 16

    pembaca dapat merasakan dan menciptakan imajinasi berdasarkan gaya

    personifikasi yang ditulis pengarang.

    Maka dapat disimpulkan bahwa, karya sastra merupakan sesuatu

    yang menyuguhkan keindahan dan estetika gaya bahasa yang bisa dijadikan

    sebagai hiburan tersendiri bagi peminat sastra. Salah satu karya sastra yang

    menuangkan ide-ide yang berisi cerita kehidupan manusia adalah novel.

    Novel sebagai karya imajinatif dari penulis novel yang memuat alur

    cerita dari tokoh tertentu. Isi dari novel biasanya mengisahkan tentang

    problematika dari kehidupan seseorang dalam dunia nyata. Novel ditulis

    oleh pengarangnya dengan menekankan pada problematika yang dihadapi

    oleh manusia sehingga pembaca seolah-olah dapat merasakan apa yang

    diceritakan oleh pengarang novel. Dalam menyampaikan cerita seperti yang

    terdapat dalam tokoh sebuah novel, pengarang menggunakan dua cara, yaitu

    melalui narasi ataupun melalui dialog antar tokoh yang terdapat dalam novel

    tersebut (Suyatno, 2016:28).

    Salah satu novelis indonesia yang sangat terkenal dan terkemuka

    adalah Tere Liye. Pengarang novel ini lahir 21 Mei 1979 di Sumatera. Tere

    Liye menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 2 Kikim Timur,

    kemudian juga melanjutkan SMP di SMPN 2 Kikim Timur, Sumatra

    Selatan. Kemudian melanjutkan ke SMU N 9 di Bandar Lampung. Setelah

    selesai kemudian ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Indonesia

    dengan mengambil Fakultas Ekonomi. Tere Liye merupakan salah satu

    penulis di Indonesia yang karya-karya nya laku di pasaran dan menjadi best

  • 17

    seller. Berikut merupakan hasil karya Tere Liye, yaitu: Daun Yang Jatuh

    Tak Pernah Membenci Angin, Serial Anak-Anak Mamak (Eliana, Pukat,

    Burlian, Amelia), Hafalan Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, The

    Gogons Series (James & Incridible Incodents, Bidadari-Bidadari Surga,

    Sang Penandai, Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Mimpi-Mimpi Si Patah

    Hati, Cintaku Antara Jakarta dan Kuala Lumpur, Senja Bersama Rosie dan

    masih banyak lagi. Dalam menghasilkan karya-karya novelnya, Tere Liye

    sangat memperhatikan unsur-unsur pendidikan dan keislaman didalamnya.

    Salah satu karyanya yang berjudul “Burlian, Serial Anak-Anak Mamak”.

    Novel Burlian Serial Anak-Anak Mamak ini pantas diteliti, karena

    novel ini merupakan salah satu novel best seller yang di tulis oleh Tere Liye

    yang sudah mengalami proses cetak ulang cover. Novel ini dalam segi

    kebahasaan memiliki gaya bahasa personifikasi yang menarik dan

    pemilihan kata oleh penulis mudah dipahami karena menggunakan bahasa-

    bahasa yang sederhana. Novel Burlian ini memiliki banyak nilai moral

    sehingga novel tersebut dijadikan penelitian oleh peneliti. Faktor lain

    peneliti memilih novel Burlian yakni bahwa sastra dapat dijadikan media

    alternatif dalam pembelajaran. Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan

    pananaman dari nilai moral yang terkandung dalam sastra, penulis

    menguraikan teks-teks dari novel Burlian, Serial Anak-Anak Mamak.

    Novel ini termasuk novel anak-anak dan keluarga yang penuh

    dengan nilai moral yang dituangkan dalam kalimat-kalimat menarik, lucu,

    ceria, mengharukan dan penuh teladan. Pembahasan megenai gaya bahasa

  • 18

    personifikasi dan nilai moral dalam novel merupakan hal yang sangat

    penting untuk dibicarakan, karena keduanya merupakan komponen inti

    dalam dunia pendidikan.

    Dari uraian di atas, maka peneliti memilih novel ini sebagai objek

    kajian dengan judul “Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai Moral

    dalam Novel Burlian Karya Tere Liye”.

    B. Rumusan Masalah

    Dalam penelitian ini membahas permasalahan yang dirumuskan sebagai

    berikut:

    1. Bagaimanakah wujud gaya bahasa personifikasi yang terkandung dalam

    novel Burlian karya Tere Liye?

    2. Nilai moral apa yang terkandung dalam novel Burlian karya Tere Liye?

    3. Bagaimana relevansi gaya bahasa personifikasi dengan nilai moral yang

    terkandung dalam novel Burlian karya Tere Liye?

    C. Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini dapat

    dirumuskan sebagai berikut:

    1. Mengetahui wujud gaya bahasa personifikasi yang terkandung dalam

    novel Burlian karya Tere Liye.

    2. Mengetahui nilai moral yang terkandung dalam novel Burlian karya

    Tere Liye.

    3. Mengetahui relevansi gaya bahasa personifikasi dengan nilai moral

    yang terkandung dalam novel Burlian karya Tere Liye.

  • 19

    D. Kegunaan Penelitian

    Nilai dari suatu penelitian ditentukan oleh besar kegunaan yang dapat

    diambil dari penelitian tersebut. Adapun kegunaan yang diharapkan penulis

    dan peneliti adalah sebagai berikut:

    1. Manfaat Teoris

    a. Dari hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat mengetahui

    dimana letak gaya bahasa personifikasi yang digunakan Tere Liye.

    b. Dari hasil penelitian ini pula diharapkan agar pembaca dapat lebih

    memahami nilai moral apa saja yang terkandung dalam novel

    Burlian ini, sehingga dapat menjadi suatu motivasi.

    c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih terhadap

    karya sastra, terutama karya sastra yang banyak mengandung gaya

    bahasa personifikasi.

    2. Manfaat Praktis

    Dari hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat mengetahui

    secara mendalam isi dari novel Burlian karya Tere Liye dan mengambil

    nilai moral yang terkandung didalamnya.

    E. Kajian Pustaka

    Penelitian ini di latar belakangi oleh penelitian relevan terdahulu

    yang hasilnya telah dibuktikan kebenarannya.

    1. Nilai Pendidikan Karakter Novel Burian Karya Tere Liye Dan Skenario

    Pembelajarannya Di SMA. Dwi Erfiana Kurniawati (NIM.102110176).

  • 20

    Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

    Universitas Muhammadiyah Purworejo 2014.

    Penelitian tentang novel Burlian pernah dilakukan oleh Dwi Erfiana

    Kurniawati 2014. Penelitian tersebut membahas tentang Nilai

    Pendidikan Karakter Novel Burian Karya Tere Liye Dan Skenario

    Pembelajarannya Di SMA. Penelitian tersebut merupakan penelitian

    deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menguraikan tentang (1) Unsur

    intrinsik novel Burlian meliputi (tema, tokoh dan penokohan, alur, latar,

    sudut pandang, gaya bahasa, amanat). (2) Nilai-nilai pendidikan

    karakter meliputi (nilai religius, gemar membaca, disiplin, cinta tanah

    air, peduli sosial, peduli lingkungan, tanggung jawab, jujur). (3)

    Skenario pembelajaran novel meliputi (perencanaan, pelaksanaan,

    refleksi).

    Persamaan penelitian yang berjudul Nilai Pendidikan Karakter

    Novel Burian Karya Tere Liye Dan Skenario Pembelajarannya Di SMA

    dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama

    menganalisis novel yang berjudul Burlian Karya Tere Liye.

    Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dwi Erfiana

    Kurniawati membahas tentang Nilai Pendidikan Karakter, sedangkan

    pada peneliti membahas tentang Nilai Moral.

    2. Analisis Gaya Bahasa Personifikasi Dan Nilai Pendidikan Dalam Novel

    Amelia Karya Tere Liye. Risky Permata Sari (NIM.11513001).

  • 21

    Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Dan Ilmu

    Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga 2017.

    Penelitian tentang gaya bahasa pernah dilakukan oleh Risky Permata

    Sari 2017. Penelitian tersebut membahas tentang Analisis Gaya Bahasa

    Personifikasi Dan Nilai Pendidikan Dalam Novel Amelia Karya Tere

    Liye. Penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

    Hasil penelitian ini menguraikan tentang (1) Gaya bahasa personifikasi

    yang digunakan Tere Liye meliputi (suasana, waktu, cuaca). (2) Nilai

    pendidikan moral meliputi (nilai pendidikan religi, nilai pendidikan

    moral, nilai pendidikan budaya). (3) Relevansi gaya bahasa pesonifikasi

    dan nilai pendidikan meliputi (menarik minat gemar membaca,

    memperjelas suasana agar pembaca dapat membayangkan). (4) Nilai

    pendidikan religi meliputi (taat beribadah, menyegerakan shalat,

    melaksanakan khitan. (5) Nilai pendidikan moral meliputi (jujur,

    pemberani, merasa kasih sayang, membantu teman, peduli terhadap

    sesama).

    Persamaan penelitian yang berjudul Analisis Gaya Bahasa

    Personifikasi Dan Nilai Pendidikan Dalam Novel Amelia Karya Tere

    Liye dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama

    membahas tentang Gaya Bahasa Personifikasi. Perbedaannya yaitu

    penelitian yang dilakukan oleh Risky Permata Sari membahas tentang

    Nilai Pendidikan, sedangkan pada peneliti membahas tentang Nilai

    Moral.

  • 22

    3. Nilai Moral Dalam Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasrey Basral.

    Muhammad Firwan. Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.

    Universitas Tadulako 2017.

    Penelitian tentang nilai moral pernah dilakukan oleh Muhammad

    Firwan 2017. Penelitian tersebut membahas tentang Nilai Moral Dalam

    Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasrey Basral. Penelitian tersebut

    merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini

    menguraikan tentang (1) Nilai moral antara manusia dengan dirinya

    sendiri meliputi (kejujuran, sabar, semangat, tanggung jawab, ikhlas,

    pantang menyerah, tegas, berani, rendah hati). (2) Nilai moral antara

    manusia dengan manusia meliputi (sopan, peduli, tolong menolong,

    saling berbagi, menepati janji, menyemangati dan memotivasi, bekerja

    sama, bersosialisasi). (3) Nilai moral antara manusia dengan alam

    meliputi (nasionalisme, menjaga kelestarian alam). (4) Nilai moral

    antara manusia dengan Tuhan meliputi (rasa bersyukur, taat beribadah,

    berperasangka baik kepada Tuhan).

    Persamaan penelitian yang berjudul Nilai Moral Dalam Novel Sang

    Pencerah Karya Akmal Nasrey Basral dengan penelitian yang peneliti

    lakukan adalah sama-sama menganalisis novel dan sama-sama

    membahas tentang Nilai Moral. Perbedaanya yaitu penelitian yang

    dilakukan oleh Muhammad Firwan menganalisis novel dari Akmal

    Nasrey Basral, sedangkan pada peneliti menganalisis novel dari Tere

    Liye.

  • 23

    F. Metode Penelitian

    Metode yang digunakan dalam penelitian yang sesuai dengan tujuan

    penelitian yaitu dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kegiatan

    penelitian deksriptif melibatkan mengumpulan data untuk menguji hipotesis

    yang berkaitan dengan status atau kondisi objek yang diteliti pada saat

    dilakukan penelitian (Sari, 2017:9).

    Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti

    untuk mengumpulkan data atau informasi yang baik dan terstruktur serta

    akurat dari setiap apa yang diteliti, sehingga kebenaran informasi data yang

    diperoleh dapat dipertanggungjawabkan (Jabbar, 2014:41). Berdasarkan

    pengertian tersebut teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah:

    1. Teknik Observasi

    Menurut Morris sebagaimana dikutip oleh Hasanah (2016:26)

    Mendefinisikan observasi sebagai aktivitas mencatat suatu gejala

    dengan bantuan instrumen-instrumen dan merekamnya dengan tujuan

    ilmiah atau tujuan lain. Observasi merupakan suatu proses melakukan

    pemilihan, pengubahan, pencatatan dan pengkodean (Hasanah,

    2016:26).

    2. Teknik Dokumentasi

    Menurut Riduwan sebagaimana dikutip oleh Nurdaeni (2013:38)

    Teknik dokumentasi adalah teknik yang ditujukan untuk memperoleh

    data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan,

  • 24

    peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data

    yang relevan dari penelitian. Teknik dokumentasi dilakukan dengan cara

    menelaah buku (Nurdaeni, 2013:38).

    G. Penegasan Istilah

    1. Gaya Bahasa Personifikasi

    Menurut Keraf sebagaimana dikutip oleh Suryawan (2013:8)

    Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang

    menggambarkan benda mati atau barang yang tak bernyawa seolah-olah

    dapat bertingkah laku seperti manusia (Suryawan, 2013:8).

    2. Nilai Moral

    Menurut Wasono sebagaimana dikutip oleh Firwan (2017:52)

    Mengemukakan bahwa nilai moral pada dasarnya adalah nilai-nilai yang

    menyangkut masalah kesusilaan, masalah budi, yang erat kaitannya

    antara manusia dan makhluk-makhluk lain ciptaan tuhan. Disini

    manusia dibentuk untuk dapat membedakan antara perbuatan buruk dan

    yang baik (Firwan, 2017:52).

    3. Novel

    Menurut Nurgiyantoro sebagaimana dikutip oleh Yanti (2015:1979)

    Mengemukakan bahwa novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan

    sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia

    imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti

    peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, dan suddut pandang yang

    kesemuanya bersifat imajinatif, walaupun semua yang direalisasikan

  • 25

    pengarang sengaja dianalogilan dengan dunia nyata tampak seperti

    sungguh ada dan benar terjadi, hal ini terlihat sistem koherensinya

    sendiri (Yanti, 2015:1979).

    H. Sistematika Penulisan

    Sistematika skripsi penelitian naskah dalam lima bab dibagi dalam

    sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman

    terhadap keseluruhan isi penelitian. Adapun sistematika penulisan analisis

    novel Burlian ini adalah sebagai berikut:

    BAB I: PENDAHULUAN

    Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah yang

    membuat penulis tertarik untuk meneliti yaitu suatu perkara mengenai Gaya

    Bahasa Personifikasi dan Nilai Moral pada novel Burlian. Dalam bab ini

    juga diuraikan tentang rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

    penelitian, metode penelitian, penegasan istilah serta sistematika penulisan.

    BAB II: BIOGRAFI NASKAH

    Dalam bab ini diuraikan tentang biografi naskah, setting sosial serta

    karya-karya pengarang dengan memperkuat kajian teori yang berasal dari

    pada ahli maupun buku yang dijadikan sebagai sumber kutipan.

    BAB III: DESKRIPSI PENELITIAN

    Dalam bab ini diuraikan secara lebih umum tentang rumusan

    masalah yang sudah ada dengan menjabarkan hal-hal yang akan dibahas

    lebih lanjut dalam bab pembahasan.

    BAB IV: PEMBAHASAN

  • 26

    Dalam bab ini diuraikan tentang pembahasan pada tujuan penelitian

    yang dibuktikan dengan kutipan yang diambil dalam novel Burlian yaitu

    sebagai berikut: mengetahui letak gaya bahasa personifikasi dan nila moral

    yang terkandung dalam Novel Burlian karya Tere Liye, mengetahui

    karakteristik tokoh utama dalam Novel Burlian karya Tere Liye,

    mengetahui gaya bahasa personifikasi yang terkandung di dalamnya dan

    relevansi nilai moral dalam Novel Burlian karya Tere Liye dengan

    kehidupan sehari-hari.

    BAB V: PENUTUP

    Menyajikan kesimpulan, saran, daftar pustaka serta keterbatasan

    penelitian yang diharapkan menjadi masukan yang berguna bagi pihak yang

    terkait.

  • 27

    BAB II

    BIOGRAFI NASKAH

    A. Biografi Novel

    1. Profil Novel

    Judul : Burlian (Serial Anak-Anak Mamak)

    Penulis : Tere Liye

    Desaindan Ilustrasi Sampul : Mano Wolvie

    Penerbit : Republika, Jakarta

    Tahun Terbit : 2009

    Halaman : 339 hlm

    ISBN : 979-979-1102-68-1

    2. Sinopsis

    Menurut Handayani sebagaimana dikutip oleh Sari (2017:12)

    Sinopsis adalah hasil dari kegiatan merangkum atau disebut juga

    ringkasan. Ringkasan diartikan sebagai suatu hasil merangkum atau

    meringkas suatu uraian menjadi suatu uraian yang lebih singkat dengan

    perbandingan secara proposional antara bagian yang di ringkas dengan

    ringkasannya (Sari, 2017:12).

    Pada Bab I menceritakan tentang kelahiran Burlian. Burlian adalah

    seorang anak dari kampung Paduraksa tepatnya di Sumatera. Anak dari

    pasangan Pak Syahdan dan Mamak Nurmas. Burlian anak ke tiga

    Mamak dan Bapak yang diberi julukan “Anak Spesial”. Mamak Nurmas

    bercerita kepada Eliana, Pukat, Burlian dan Amelia kejadian seminggu

  • 28

    sebelum kelahiran Burlian, banyak kejadian yang dialami oleh Mamak.

    Contohnya, burung besar yang ada di pohon bungur belakang rumah

    setiap malam selalu mengoceh dan membuat gaduh seisi rumah. Dengan

    beraninya Mamak, Mamak segera menuju kuburan belakang rumah dan

    melempar burung yang ada di pohon bungur tersebut menggunakan

    kayu dapur sampai burung itu berhenti mengoceh.

    Pada Bab II menceritakan tentang dentuman yang sering terdengar

    di kampung Paduraksa. Suara dentuman itu setiap pagi mengganggu

    aktivitas warga karena bunyinya setiap satu jam sekali. Dari cerita Pak

    Bin guru wali kelas Burlian, suara dentuman itu adalah dinamit yang

    diledakkan. Sedang ada tim dari kota yang melakukan eksplorasi

    geologis menyelidiki minyak kandungan hutan dekat kampung. Mereka

    membuat lubang-lubang gor, menumpahkan serbuk bahan peledak ke

    dalam lubang lantas diledakkan. Tim eksplorasi itu membawa alat-alat

    pendeteksi minyak yang canggih dan alat-alat itu bekerja atas getaran

    bom dari bawah tanah. Dan hasil eksplorasi dari tim geologis itu

    kabarnya nol besar. Memang tidak pernah ada minyak di hutan

    kampung.

    Pada Bab III menceritakan tentang cara menanam pohon masa

    depan. Burlian anak yang bandel dan kadang susah diatur. Suatu hari dia

    mengajak kakaknya yang bernama Pukat untuk bolos sekolah dan

    mencari belalang. Kejadian itu diketahui oleh Mamak sehingga beliau

    marah. Maka Burlian dan Pukat dihukum mencari kayu bakar naik turun

  • 29

    gunung dengan hanya berbekal nasi putih tanpa lauk. Hukuman itu

    membuat kedua anak itu tidak berani lagi membolos. Bapak

    mengajarkan mereka menanam pohon masa depan dikebun yang sudah

    lama tidak terawat. Bapak memberi nasehat dan motivasi kepada

    Burlian dan Pukat di sela-sela mereka menanam pohon.

    Pada Bab IV menceritakan tentang tahanan stasiun kereta. Kampung

    Paduraksa memang dilewati jalur kereta. Bukan kereta-kereta

    penumpang seperti di Jawa, disini kebanyakan kereta barang untuk

    mengangkut minyak tanah, solar atau bensin. Kampung Paduraksa

    mempunyai kebiasaan membuat pisau, maka sudah saatnya Burlian dan

    Pukat juga membuat. Burlian dan Pukat sibuk mencari-cari paku besar

    yang nantinya paku-paku itu diletakkan di atas rel kereta. Burlian dan

    Pukat sudah tidak sabar dan bergegas mengambil paku yang telah

    dilindas kereta, tersenyum lebar membayangkan akan indah sekali

    bentuk pisau yang mereka buat. Tapi malang tak dapat ditolak, baru saja

    mau meraih paku yang sudah pipih tersebut, dua tangan besar tiba-tiba

    mencengkram kerah baju Burlian dan Pukat. Dua petugas stasiun itu

    menahan Burlian dan Pukat, lalu membawanya ke ruangan kepala

    stasiun hingga mereka di jemput oleh Bapak dan Mamak.

    Pada Bab V menceritakan tentang Ahmad, teman Burlian yang

    diberi julukan Si ringkih yang hitam 1. Ahmad si ringkih hitam yang

    menjadi primadona sepak bola kampung Paduraksa. Ahmad orangnya

    pemalu, jadi wajar saja jika tidak semua orang mengenal Ahmad.

  • 30

    Ahmad si ringkih memang bukan orang Melayu. Tampilan wajah dan

    fisiknya terlalu berbeda. Dia pendiam dan tertutup. Hingga suatu hari,

    Burlian baru menyadari sesuatu jika Ahmad ternyata jauh lebih oke

    dibandingkan siapa pun. Burlian sekarang tahu, dia bisa berteman baik

    dengan Ahmad.

    Pada Bab VI menceritakan tentang petinju Muhammad Ali. Saat itu,

    satu-satunya yang punya televisi hanyalah Bapak. Televisi mungil itu

    selalu jadi primadona warga kampung Paduraksa. Warga kampung

    Paduraksa setiap malam menonton televisi bareng di halaman rumah

    Burlian. Pada masa itu hanya ada satu stasiun televisi yaitu TVRI.

    Warga ramai berbondong-bondong ke rumah Burlian hanya untuk

    menonoton pertandingan tinju Muhammad Ali. Tidak sedikit pula

    warga yang rela taruhan demi kemenangan Ali.

    Pada Bab VII menceritakan tentang Ahmad si ringkih yang hitam 2.

    Bulan-bulan ini televisi Bapak menjadi idola kampung. Beberapa

    minggu setelah pertandingan tinju Muhhammad Ali, demam piala dunia

    semakin mewabah kemana-mana. Pak camat mengadakan lomba sepak

    bola usia SD antar kampung di Kota Kecamatan. Ahmad, kawan kami

    yang hitam keling badannya, ikal rambutnya, tongos giginya, benar-

    benar memiliki bakat sepak bola luar biasa. Sore itu pertandingan sepak

    bola berlangsung, sore itu juga tidak ada lagi yang menhinanya. Ahmad

    mendadak menjadi idola kampung kami. Tetapi sayang seribu sayang,

    kisah Ahmad ini berakhir menyedihkan. Sore itu, Ahmad meninggal

  • 31

    dunia tiga menit setelah tangannya digigit ular berbisa yang

    bersembunyi dibalik cekungan tanah sewaktu Ahmad mengambil bola.

    Sore itu warga sangat marah dan berhasil menemukan ular belang-

    belang kuning itu. Merajamnya dengan segala benda hingga tak

    berbentuk lagi, tapi lagi-lagi percuma, itu tidak akan mengembalikan

    Ahmad yang sudah pergi selamanya.

    Pada Bab VIII menceritakan tentang durian jatuh 1. Musim kemarau

    akhirnya berlalu. Musim hujan yang berarti musim buah-buahan tidak

    lengkap jika tidak menyebut pemilik mahkota, raja dari segala buah,

    apalagi kalau bukan buah durian. Burlian diajak Bakwo Dar ke kebun

    durian yang letaknya jauh didalam rimba. Kebun Bakwo Dar

    sebenarnya lebih tepat disebut hutan durian. Ada sekitar 20 batang

    pohon durian disana tumbuh menyatu dengan hutan.

    Pada Bab IX menceritakan tentang durian jatuh 2. Matahari akhirnya

    persis diatas kepala, membakar tangkai-tangkai buah durian. Hanya soal

    waktu, buah durian yang sudah matang dipohon itu mulai berjatuhan.

    Sambil menunggu duriah jatuh, Bakwo Dar menceritakan masa lalu

    Bapak Syahdan sewaktu mereka remaja.

    Pada Bab X menceritakan tentang SDSB (semua dapat, semua

    bungkam). Di lain waktu, Burlian membeli kartu SDSB (Sumbangan

    Dana Sosial Berhadiah) sejenis judi togel. Karena suatu kejadian orang-

    orang kampung menanyakan tanggal lahir Burlian sebagai angka togel.

    Ternyata saat pengumuman angka yang keluar adalah kebalikan dari

  • 32

    tanggal lahir burlian dan burlian menang. Kartu itu disembunyikan

    dibalik pakaian, tetapi sial mamak menemukan kartu itu dan

    memarahinya. Mamak marah besar dan menyobek kertas SDSB tersebut

    sampai berkeping-keping. Walau menang empat nomor dengan dua

    kartu yang hadiahnya sangat banyak, tetapi Mamak tidak sudi mendapat

    uang haram.

    Pada Bab XI menceritakan tentang senapan angin. Suatu ketika

    Burlian dan Pukat nekat bermain ke Sungai Larangan bersama Can.

    Mereka berniat untuk memburu ikan. Tanpa sengaja kaki Burlian

    terperosok hingga ke tengah yang tepatnya ada Buaya dari arah

    berlawanan. Buaya yang sangat dekat jaraknya dengan Burlian dan siap

    menerkam, Pukat sontak berteriak minta tolong, untung Bapak dan

    Bakwo Dar datang secara tiba-tiba. Dengan senapan angin, Bapak

    menembak Buaya tersebut. Mereka sedikit terkejut karena selama ini

    mereka tidak tahu Bapak bisa menggunakan senapan angin.

    Pada Bab XII menceritakan tentang sebuah kepercayaan 1. Tahun

    ajaran baru tiba. Hari pertama tahun ajaran baru, wajah Pak Bin penuh

    semangat. Dua puluh murid kelas lima yang ada dalam daftar absensi,

    tujuh tidak menunjukkan batang hidungnya. Salah satu murid

    diantaranya adalah munjib. Pak Bin sebenarnya sudah tau kalau munjib

    tidak masuk sekolah bukan karena sakit atau pergi, melainkan munjib

    memang sudah tidak mau sekolah lagi. Menurut munjib lebih baik

    membantu orangtuanya daripada sekolah, toh lulus sekolah juga tidak

  • 33

    jadi apa-apa seperti kakak-kakaknya terdahulu. Dengan kegigihan Pak

    Bin, dibujuklah munjib dengan segala cara agar munjib kembali masuk

    sekolah dan belajar bersama teman yang lain. Perjuangan Pak Bin tidak

    sia-sia, semua membuahkan hasil dan akhirnya munjib kembali ke

    sekolah dengan penuh semangat. Itulah sosok Pak Bin yang mempunyai

    sebuah keyakinan (kepercayaan).

    Pada Bab XIII menceritakan tentang sebuah kepercayaan 2. Burlian

    bersekolah disebuah sekolah yang tua dan bangunannya sudah rapuh.

    Disana ada Pak Bin yang telah mengabdi sebagai guru selama 25 tahun.

    Mengajar anak-anak dengan tulus dan ikhlas walaupun selama ini Pak

    Bin tidak pernah diterima menjadi PNS karena terkendala uang. Jika

    mau jadi PNS, Pak Bin harus menyogok lima juta. Tetapi beliau tidak

    mau melakukannya. Setelah Pak Bin mengikuti tes PNS, beberapa hari

    kemudian pengumuman itu keluar. Dan, Pak Bin gagal jadi PNS lagi.

    Pada Bab XIV menceritakan tentang Nakamura-San. Nakamura-San

    adalah seorang insyinyur dari jepang, kuliah jurusan teknik sipil. Sudah

    banyak jalan raya yang Nakamura-San bangun termasuk jalan kampung

    Paduraksa. Nakamura-San adalah seorang yang pekerja keras, disiplin

    dan tegas. Dibalik ketegasannya, Nakamura tetap kepala proyek yang

    manusiawi dan menyenangkan.

    Pada Bab XV menceritakan tentang Surat dari Keiko-Chan. Malam

    ini langit terlihat indah. Dari kampung Paduraksa, bintang-bintang

    memang terlihat lebih terang-gemerlap. Malam itu Burlian bertemu

  • 34

    dengan Nakamura di bukit kampung. Nakamura bercerita tentang

    anaknya yang bernama Keiko. Keiko sangat sayang Nakamura, sebab

    itu Keiko setiap bulannya selalu mengirim surat pada Nakamura. Itu

    yang membuat Nakamura rindu dengan Keiko. Nakamura selalu

    membalas surat-surat yang dikirimkan Keiko. Alangkah indahnya

    hubungan orangtua dan anaknya, lirih Burlian.

    Pada Bab XVI menceritakan tentang seberapa besar cinta Mamak 1.

    Selain bersekolah, Burlian juga mengaji di tempat Nek Kiba. Jika

    Burlian bisa sampai khatam, Mamak berjanji akan membelikannya

    sepeda. Tetapi sampai hari H tiba, sepeda baru belum dibeli. Burlian

    membenci Mamak, Burlian menyangka Mamak tidak menepati janji.

    Padahal uang Mamak dipakai Ayuk Eli mendaftar sekolah dikota dan

    membantu pengobatan anaknya Wak Lihan yang sedang sakit keras.

    Tetapi Burlian belum mengerti dan Burlian sangat marah.

    Pada Bab XVII menceritakan tentang seberapa besar cinta Mamak

    2. Malam itu gerimis membasuh kampung, tidak ada orang lewat

    membawa obor ataupun pergi mencari Jangkrik. Dirumah, Bapak

    dengan sabar menasehati Burlian yang sedang marah, menceritakan

    tentang masa kecil Burlian dulu. Mamak telah berkorban besar untuk

    melindungi Burlian dari ribuan lebah. Memeluk Burlian erat-erat

    sehingga tak seekor lebah pun menyerangnya. Mamak lah yang disengat

    ribuan lebah sampai Mamak sakit berbulan-bulan. Ayuk Eli juga

    menceritakan pengorbanan lain Mamak. Mamak telah menggadaikan

  • 35

    cincin pernikahannya untuk membelikan Burlian sepeda, meskipun

    cicin itu adalah harta yang paling berharga untuknya. Mendengar semua

    cerita itu, Burlian sadar betapa besarnya cinta Mamak. Bahkan apa saja

    akan dilakukan Mamak demi Burlian. Amelia, Kak Pukat, dan Ayuk Eli,

    itu masih sebagian kecil dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa

    sayangnya kepada mereka. Burlian menyesal dan meminta maaf karena

    merasabersalah dan malu telah berlaku seperti itu kepada Mamak.

    Pada Bab XVIII menceritakan tentang pemilihan kepala kampung.

    Kampung sedang gempar karena akan diadakan pemilihan kepala

    kampung. Mang Dullah sudah habis masa jabatannya. Kandidat yang

    mencalonkan dirinya adalah Haji Sohar, tetapi kebanyakan warga tidak

    menyukainya. Hari-hari berlalu cepat, obrolan soal pemilihan kepala

    kampung semakin panas. Dengan segala upaya agresif Haji Sohar,

    oramg-orang mulai jerih membicarakannya. Suara mereka boleh jadi

    memang bisa dibeli, tapi idealisme penduduk kampung yang rata-rata

    tidak berpendidikan punya batasnya. Entah apa yang akan terjadi esok

    hari.

    Pada Bab XIX menceritakan tentang robohnya bangunan sekolah.

    Bersamaan dengan hari pemilihan kepala kampung, SD tempat Burlian

    sekolah ambruk, bangunan itu roboh parah. Juni dan Juli (teman Burlian

    yang kembar) yang saat itu ada di dalam kelas tertimpa runtuhan dan

    meninggal di tempat. Burlian selamat dari kejadian itu meski harus

    dirawat inap. Kejadian runtuhnya sekolah itu ramai diberitakan di

  • 36

    stasiun televisi nasional. Sampai-sampai Pak Menteri mendatangi

    Burlian sebagai korban selamat menanyai apa saja yang diinginkan

    Burlian dan akan dituruti. Permintaan Burlian antara lain sekolah

    dibangun lagi dan Pak Bin dangkat menjadi PNS.

    Pada Bab XX menceritakan tentang putri mandi. Musim kemarau,

    terik matahari membuat burung-burung di hutan gerah. Mang Unus

    mengajak Burlian dan Pukat ke sungai larangan mengintip putri mandi.

    Putri mandi yang disebut Mang Unus adalah rusa hutan. Di sungai

    larangan terdapat banyak rusa hutan yang dilestarikan oleh leluhur

    kampung Paduraksa. oleh sebab itu, banyak orangtua melarang anak-

    anaknya pergi ke sungai larangan. Dikhawatirkan anak-anak

    membongkar rahasia sungai larangan yang telah dijaga oleh para

    leluhur, sehingga semakin banyak orang tau tentang sungai larangan

    semakin banyak pula pemburu liar yang mendatangi sungai itu. Maka

    sudah sepantasnya sungai larangan dirahasiakan.

    Pada Bab XXI menceritakan tentang rusa bertanduk. Hampir adzan

    maghrib, ketika mobil bak terbuka itu merapat cepat ke pagar rumah.

    Mengeluarkan suara berdecit. Dua orang penumpang bergegas

    membuka pintu, loncat turun. Keduanya menggunakan topi lebar,

    sepatu bot tinggi dan senapan angin berselempang di punggung. Sepatu

    mereka dipenuhi lumpur kering, baju lengan panjang mereka juga kotor

    olrh tanah. Ternyata kedua penumpang tadi adalah pemburu liar dari

    kota yang mencari keberadaan rusa bertanduk tersebut. Mereka

  • 37

    menemukan tempatnya dan mereka memburu rusa tersebut, mengambil

    kepala rusa, badannya di tiinggal begitu saja dihutan. Mendengar itu,

    Burlian lantas terkejut. Mau bagaimana lagi nasi sudah menjadi bubur,

    sungai larangan yang berada dihutan rimba setelah sekian lama dijaga

    oleh para leluhur agar tidak terbongkar keberadaanya, malam itu

    pemburu liar menemukannya.

    Pada Bab XXII menceritakan tentang ABRI masuk desa 1. Sinar

    matahari menerabas sela-sela dedaunan, kabut yang menyelungkupi

    hutan mulai menipis. Komamdan tentara disana sepertinya sudah selesai

    dengan intruksi paginya. Memerintah seluruh pasukan dan peserta apel

    pagi itu bubar. Tentara itu mendirikan bumi perkemahan persis didekat

    jalan. Tentara-tentara itu cekatan menyiapkan tenda-tenda dan

    perlengkapan lainnya. Para tentara mendirikan panggung di tengah-

    tengah buni perkemahan, denganberbekal gitar, mereka menghibur diri

    sendiri dan peserta kemah.

    Pada Bab XXIII menceritakan tentang ABRI masuk desa 2. Semua

    kegiatan dapat terealisasikan dengan dilaksanaknannya Program ABRI

    masuk desa. Para ABRI membantu membangun sekolah, masjid

    kampung dan belasan kamar mandi umum. Pak Bin sekarang sudah

    menjadi PNS, hal itu semakin menambah semangat Pak Bin mengajar,

    apalagi saat itu mendekati ujian kelulusan. Sampai akhirnya semua

    siswa kelas enam lulus, mereka berjumlah tiga belas orang. Semua

    mendapat nilai yang baik dan Pak Bin mendapat penghargaan dari Dinas

  • 38

    Pendidikan dan kabar baik, Nakamura (insinyur dari jepang yang sedang

    membangun jalan lintas Sumatra) menawarkan Burlian sekolah SMP,

    SMA, dan kuliah di Jakarta. Impian Burlian terwujud. Betapa bahagia

    Bapak dan Mamak.

    Pada Bab XXIV menceritakan tentang pohon bungur raksasa. Suara

    jangkrik dan serangga malam terdengar berderik. Berirama dengan

    rintik gerimis yang menerpa atap seng, dedaunan dan bebatuan halaman

    rumah. Melirik jam didinding, sudah pukul dua malam. Saat Burlian

    hendak terlelap, terdengarlah teriakan nyaring dari pohon bungur

    perkuburan belakang rumah. Mengingatkan Burlian pada cerita Mamak

    saat menjelang Burlian lahir. Suara itu semakin keras seperti melenguh

    memanggil seseorang untuk melihatnya. Burung besar itu bersuara

    karena melihat sesuatu dibawahnya. Bukan liang lahat yang menganga,

    burung besar itu terganggu karena ada sesuatu. Dengan penasarannya

    Burlian, Burlian melemparkan batu ke arah pohon bungur itu. Dengan

    terkejut, Burlian melihat sosok tinggi besar berada dibawah pohon

    bungur. Usut punya usut, ternyata sosok tinggi besar itu adalah

    narapidana yang kabur dari jeruji besi beberapa hari lalu. Narapidana

    tersebut bersembunyi diperkuburan belakang rumah Burlian tepat

    dibawah pohon bungur yang mengakibatkan burung besar itu merasa

    terganggu dan mengeluarkan suara begitu keras, seakan menandakan

    bahwa ada sesuatu yang harus dilihat.

  • 39

    Pada Bab XXV menceritakan tentang 10 tahun Burlian di Tokyo.

    Burlian semasa sekolah SMP, SMA di Jakarta, dan semua biaya yang

    menanggung adalah Nakamura-San. Stelah lulus SMA, barulah Burlian

    memulai kuliah di Jepang, dan itu semua tidak luput dari bantuan

    Nakamura-San. Nakamura-San sangat menyayangi Burlian seperti anak

    sendiri. Hingga akhirnya, Burlian dipertemukan dengan Keiko-Chan

    anak dari Nakamura-San.

    3. Unsur Intrinsik Novel

    Menurut Nurgiantoro sebagaimana dikutip oleh Hermawan

    (2019:14) Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra

    itu sendiri, unsur secara faktual akan dijumpai jika seseorang membaca

    karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang

    secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur yang dimaksud

    yaitu peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang,

    penceritaan, bahasa atau gaya bahasa (Hermawan, 2019:14).

    Adapun unsur-unsur intrinsik dalam novel Burlian adalah sebagai

    berikut:

    a. Tema

    Menurut Rusyana sebagaimana dikutip oleh Lauma,

    (2017:5) Tema adalah dasar atau makna dari sebuah cerita. Tema

    adalah cara hidup tertentu atau perasaan tertentu yang membentuk

    dasar dari gagasan utama atau membangun sebuah karya sastra

    (Lauma, 2017:5).

  • 40

    Jadi, tema adalah gagasan atau dasar utama untuk

    membangun sebuah karya. Tema dalam novel ini adalah tentang

    sebuah keluarga sederhana yang memiliki 4 anak yang tinggal

    disebuah desa terpencil Kampung Paduraksa di Sumatra, dan anak

    ketiga dari keluarga tersebut adalah Burlian, si anak nakal yang

    spesial kelas 5 SD. Burlian di lingkungan sekitar dijuluki Si Anak

    Spesial. Panggilan itu seolah-olah menjadi pegangan penting setiap

    Burlian terbentur masalah. Sifat percaya diri (keyakinan) dan rasa

    ingin tahu Burlian membawanya pada banyak pengalaman baru.

    Burlian terlahir dari orangtua yang tak tamat sekolah rakyat atau

    sekolah dasar, sehingga membuat Bapak terus menanamkan prinsip

    pada anak-anaknya betapa pentingnya pendidikan. Untuk

    mendapatkan biaya sekolah ke empat anaknya, Mamak dan Bapak

    bekerja keras dari pagi hingga petang di kebun demi pendidikan

    yang dulu tak pernah mereka rasakan higga tamat.

    b. Tokoh dan Penokohan

    Menurut Aziz dan Hasim sebagaimana dikutip oleh

    Puspitasari (2017:252) mengatakan bahwa tokoh merupakan pelaku

    yang menjalankan peristiwa dalam cerita sehingga peristiwa itu

    mampu menjalin cerita, adapun penokohan merupakan cara penulis

    menampilkan tokoh atau pelaku dalam cerita. Jadi, dapat

    disimpulkan bahwa tokoh adalah pelaku atau pemeran didalam

  • 41

    cerita, sedangkan penokohan adalah bagaimana para pelaku

    berperilaku didalam cerita (Puspitasari, 2017:252).

    Berikut tokoh-tokoh dalam novel Burlian:

    1) Burlian

    Burlian merupakan tokoh utama dalam novel ini, dia

    merupakan anak nakal yang spesial dalam hal keingintahuannya

    mengenai segala hal. Rasa penasaran Burlian sangatlah tinggi.

    “Kau spesial, Burlian.” Itu cara terbaik Bapak dan Mamak untuk

    menumbuhkan rasa percaya diri, keyakinan dan menjadi

    pegangan penting setiap kali Burlian terbentur masalah (Liye,

    2009:335). Burlian merupakan anak yang nakal, jahil dan suka

    bercanda. Walaupun begitu, Burlian tetap membantu orang tua,

    rajin, mempunyai tekat besar dan selalu ingin tahu.

    “Yahh, kan hanya ingin lihat, ingin nonton, sungguh tidak akan

    mengganggu. Teganya dilarang.” Batin Burlian (Liye, 2009:15).

    2) Eliana

    Eliana adalah kakak pertama Burlian, dia adalah anak yang

    pemberani.

    “Mereka harusnya diusir pergi Pak. Bila perlu diancam alat

    beratnya akan digulingkan, truknya dirantai, pengemudinya

    dikurung, biar kapok.” Kakak Eli berkata penuh semangat (Liye,

    2009:273).

    3) Pukat

  • 42

    Pukat adalah kakak ke-2 Burlian, dia merupakan anak yang

    jenius, pantang menyerah dan unik,

    “Ayoo Burlian, tariik!! Jangan menyerah!! Kakak mohon!!” Kak

    Pukat tetap bertahan disamping, kalap berusaha melepas betisku

    yang terperosok. Tangannya berusaha mematahkan dahan-

    dahan dengan penuh gemetar (Liye, 2009:137).

    4) Amelia

    Amelia adalah adik terakhir Burlian, Amelia merupakan

    anak yang kuat dalam hal keteguhan hati.

    “Memangnya tidak ada yang tahu ke mana Bapak Ahmad pergi,

    Mak?” Amelia menyela, bertanya. Kami berempat seperti biasa

    duduk melingkar mendengar cerita Mamak di ruang tengah

    (Liye, 2009:49)

    5) Mamak dan Bapak

    Mamak dan Bapak Burlian bernama Syahdan dan Nurmas,

    mereka orangtua yang sangat baik yang tidak akan melarang

    anaknya pergi jauh demi menuntut ilmu.

    “Ayo Amelia, Pukat, Eli, semua ke ruang tengah. Belajar... Kau

    sudah mengerjakan PR, Burlian?” Mamak menepuk-nepuk ujung

    meja makan (Liye, 2009:164)

    “Karena jika kau tahu sedikit saja apa yang telah ia lakukan demi

    kau, Amelia, Kak Pukat dan Ayuk Eli, maka itu sejatinya bahkan

    belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa

  • 43

    sayangnya kepada kalian.” Kalimat Bapak yang menghujam

    kuat-kuat hatiku (Liye, 2009:224).

    6) Nek Kiba

    Nek kiba adalah Guru ngaji Burlian setiap malam.

    7) Pak Bin

    Pak Bin adalah guru kelas Burlian, beliau mengajar 6 kelas

    sekaligus setiap hari. Pak Bin orang yang paling sabar, penuh

    semangat, dan pantang menyerah.

    “Kau bawa lima buku ini buat teman-teman kelasmu yang dua

    minggu terakhir berhenti sekolah. Kau pinjamkan kepada

    mereka, semoga dengan begitu mereka tetap merasa memiliki

    kedekatan dengan sekolah. Memiliki benda yang menjadi simbol

    bahwa mereka tetap murid sekolahan ini.” Pak Bin berkata pelan

    menatap lamat-lamat stempel menguning (Liye, 2009:154).

    8) Munjib

    Munjib teman sekolah Burlian yang sering telat masuk

    sekolah. Munjib merupakan orang yang banyak tanya dan

    termasuk aktif disekolah.

    “Memangnya dibawah tanah ada sungainya, Pak?” Mujib

    mengangkat tangan, wajahnya terpesona. Kawan kami yang satu

    ini memang suka sekali bertanya (Liye, 2009:8).

    9) Wak Lihan

  • 44

    Wak lihan adalah pemilik tanah yang sengaja disewakan

    kepada para insyinyur.

    “Kau tahu, Wak Lihan yang punya tanah tempat mereka bekerja

    tadi, diberikan ganti dua ratus ribu hanya supaya merek

    diizinkan mengebor.” (Liye, 2009:9).

    10) Bakwo Dar

    Bakwo Dar adalah paman Burlian, kakak dari Bapak

    Syahdan. Bakwo Dar orangnya sangat sederhana dan penuh kasih

    sayang.

    “Sekolah itu penting.. dan akan selalu penting, Burlian.” Bakwo

    Dar menyadarkan punggung di tiang dangau (Liye, 2009:83).

    11) Lik lan

    Lik Lan adalah kepala stasiun kereta. Lik Lan sangatlah

    tegas, disiplin, juga rendah hati.

    “Dua paku pipih ini, dengan berat hati, terpaksa saya sita.” Lik

    Lan sambil bersenandung, memasukkan paku itu ke dalam saku

    celananya, melangkah keluar ruangan, mengunci pintu dari

    luar (Liye, 2009:38).

    12) Ahmad

    Ahmad adalah teman sekelas Burlian yang sangat pendiam,

    penurut, tertutup, pemalu, tapi dibalik itu semua Ahmad adalah

    anak yang mempunyai bakat yang sangat hebat.

  • 45

    “Tidak bisa. Ibu lagi membantu kerja di kebun tetangga. Aku

    harus menjaga rumah.” Dengan penuh sopan Ahmad menolak

    dibalik pintu (Liye, 2009:51).

    13) Mang Dullah

    Mang Dullah kepala kampung Paduraksa. Mang Dullah

    seorang yang disiplin, ambisius, bisa mengayomi warga kampung

    Paduraksa.

    14) Wak Yati

    Wak Yati adalah wawak Burlian, dia kakak dari Bapak

    Burlian. Wak Yati orangnya baik hati, bijaksana, dan suka

    memberi nasehat.

    “Nah, sang waktu juga yang akan membuat kau mengerti,

    Burlian. Suatu saat kelak. Sepanjang kau senantiasa

    memberikannya kesempatan untuk menjalankan perannya. Ah,

    Bapak, Mamak kau benar. Kau memang berbeda dibanding

    anak-anak kampung lain. Je bent speciaal. Kau selalu saja

    banyak tanya.” Wak Yati tertawa renyah menatap raut wajah

    nyengirku, mengusap lembut rambutku (Liye, 2009:70).

    15) Can

    Can adalah anak dari Bakwo Dar. Can orangnya penuh

    semangat dan suka bercanda.

  • 46

    “Tidak penting pula aku tahu, Aku mau masuk tentara yang bisa

    keempat-empatnya, di darat, di udara, di laut, sekaligus juga

    polisi.” Can menjawab tidak mau kalah (Liye, 2009:281).

    16) Mang Unus

    Mang Unus adalah adik Mamak satu-satunya. Mang Unus

    adalah sosok petualang sejati, dia selalu mengajarkanku dan Kak

    Pukat hal-hal baru yang menakjubkan dan penuh tantangan.

    “Burlian, Pukat, leluhur kita hidup bersisian dengan alam lebih

    dari ratusan tahun. Mereka hidup dari kasih sayang hutan yang

    memberikan segalanya. Maka sudah sepatutnyalah mereka

    membalas kebaikan itu dengan menjaga huitan dan seluruh

    isinya. Jangan pernah menebas umbut rotan semuanya. Kita

    selalu berusaha menjaga keseimbangan. Jangan pernah

    melewati bats, atau hutan tidak lagi bersahabat.” (Liye,

    2009:260-261).

    17) Nakamura-San

    Nakamura-San adalah insyinyur dari Jepang yang sudah

    membangun berbagai pembangunan jalan diberbagai negara.

    Nakamura-San orangnya tegas, disiplin, pekerja keras dan sangat

    penyayang.

    “Nyonya, aku belum pernah bertemu anak sesopan dan sepandai

    Burlian-kun.. Nyonya pastilah mendidik dia dengan baik.” (Liye,

    2009:195).

  • 47

    18) Peran Pembantu

    a) Bapak Munjib

    b) Ibu Ahmad

    c) Pak Camat

    d) Samsurat

    e) Bibi Munjib

    f) Pendi

    g) Istri Bakwo Dar

    h) Malih

    i) Pak Mail

    j) Keikho-Chan

    k) Tuan Joong

    l) Koh Ocan

    m) Mang Ejus

    n) Haji Sohar

    o) Juni dan Juli

    p) Ibu Juni dan Juli

    q) Bupati

    r) Kak Bujuk

    s) ABRI

    c. Alur

    Menurut Aminuddin sebagaimana dikutip oleh Hasniyati

    (2018:230) Pengertian alur pada cerpen atau pada karya sastra pada

  • 48

    umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-

    tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan

    oleh pelaku dalam suatu cerita. Istilah alur dalam hal ini sama

    dengan istilah plot maupun struktur cerita. Tahapan peristiwa yang

    menjalin suatu cerita dapat berbentuk dalam rangkaian peristiwa

    yang berbagai macam (Hasniyati, 2018:230).

    Alur adalah sambung-sambung peristiwa berdasarkan sebab

    akibat. Alur tidak haya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi lebih

    penting adalah menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Alur yang

    digunakan dalam novel Burlian ini adalah alur campuran.

    “Seminggu sebelum kau lahir, Burlian, Mamak sudah tidak tahan

    lagi. Jadi di suatu malam yang Mamak lupa persisnya, yang pasti

    malam itu udara terasa dingin menusuk tulang, hembusan nafas

    seperti mengeluarkan kabut, Mamak mengambil potongan kayu

    bakar yang membara dari tungku masak kita, membuka pintu, lantas

    ke belakang rumah.” (Liye, 2009:2).

    “Hari ini kalian membantu Mamak mengambil kayu bakar. Tidak

    usah sekolah.” (Liye, 2009:22).

    “Tadi pagi ada didepan rumahnya, Pak. Tapi sepertinya dia tidak

    hendak berangkat sekolah. Mana ada orang ke sekolah sambil

    membawa penyadap karet dan keranjang rotan.” (Liye, 2009:143).

  • 49

    “Saatnya berangkat, Burlian.” Lik Lan lembut menyentuh bahuku.

    Petugas stasiun kereta sudah sejak tadi selesai menaikkan dua tas

    besarku ke atas gerbong. Kereta api menunggu (Liye, 2009:333).

    d. Latar

    Menurut Muhardi dan Hasanuddin sebagaimana dikutip oleh

    Nofriani (2018:16) Latar adalah penanda identitas permasalahan

    fiksi yang mulai secara samar diperlihatkan alur atau penokohan.

    Jika permasalahan fiksi sudah diketahui melalui alur atau

    penokohan, maka latar memperjelas suasana, tempat dan waktu

    peristiwa itu berlaku (Nofriani, 2018:16).

    1) Latar Waktu

    a) Malam Hari

    “Makan malam berjalan tenang. Mamak tidak banyak

    bertanya soal sekolah, ia lebih banyak bercakap dengan

    Bapak soal pupuk urea untuk kebun kopi.” (Liye, 2009:21).

    b) Pagi Hari

    “Burlian, bangun.”

    “Aku menggeliat, sedikit sebal dibangunkan. Lagi-lagi

    Ayuk Eli menunggu. Bukankah baru saja aku

    menghempaskan tubuh diranjang, bukankah rasanya baru

    sekejap memejamkan mata, kenapa sudah dibangunkan.”

    (Liye, 2009:29).

    c) Siang Hari

  • 50

    “Bakwo tidak bawa bekal makan siang?” Aku memecah

    suara jangkrik yang menghiasi langit-langit hutan (Liye,

    2009:72).

    d) Sore Hari

    “Senja hari tiba, harusnya Bapak sudah kembali dari

    kebun, dan itu berarti Bapak sudah bisa menjemput kami di

    stasiun kereta sejak tadi. Tetapi hanya lenggang yang

    tersisa.” (Liye, 2009:38).

    2) Latar tempat

    a) Kuburan

    “Benar, Mamak ke kuburan. Mamak menyibak kawat

    pagar kuburan, mendekati pohon bungur besar itu, lantas

    melempar sekuat tenaga potongan bara ke arah suara

    burung yang terus berceloteh.” (Liye, 2009:2).

    b) Sekolah

    “Tetapi terlepas soal ikan-ikan, kalian tidak akan pernah

    bisa membayangkan betapa luar biasanya isi perut bumi.”

    Pak Bin melambaikan tangan, menyuruh seisi kelas diam

    (Liye, 2009:8).

    c) Bukit

    “Setelah dua jam perjalanan tanpa henti naik turun bukit,

    kami akhirnya tiba. Aku menyeka keringat tersenggal.”

    (Liye, 2009:73).

  • 51

    d) Stasiun Kereta

    “Ikut kami ke Stasiun Kereta!” Terdengar suara

    mendengus galak (Liye, 2009:35).

    e) Sungai

    “Sungai itu lebarnya paling dua meter, dibeberapa bagian

    tertentu dalamnya hanya satu senti. Air mengalir di sela-

    sela batu koral, jernih dan dingin menggoda burung untuk

    mandi di atasnya.” (Liye, 2009:254).

    f) Hutan

    “Mang Unus memarkir motor trail di tepi hutan, lantas kita

    bertiga berjalan kaki beriringan mulai masuk ke dalam

    hutan, melangkah di atas bebatuan sungai, melewati

    rimbuan pohon yang menjutai di kiri kanan sumgai.” (Liye,

    2009:255).

    g) Rumah

    “Siapa pula yang mengganggu. Burlian dari tadi sudah

    tidur, Mak.” Bantahku, yang sejak Mamak masuk kamar

    segera menutupi seluruh tubuh dengan kemul kumal (Liye,

    2009:213).

    h) Rumah Nek Kiba

    “Aku menguap bosan menunggu di bawah rumah

    panggung Nek Kiba, kenapa malam ini lama sekali giliran

  • 52

    Amelia menghadap, padahal sudah hampir jadwal film

    kesukaanku di televisi.” (Liye, 2009:268).

    i) Kebun Kopi

    “Tiga hari sejak hukuman, sore ini kami ikut Bapak melihat

    kebun di kampung lain. Kebun yang satu ini juga ditanami

    kopi, tapi sudah tidak produktif. Semak belukar tumbuh di

    setiap jengkal tanahnya, batang kopi tidak terawat, satu

    dua malah meranggas mati. Sepertinya Bapak sengaja

    mengabaikan kebun ini tahun-tahun terakhir.” (Liye,

    2009:29).

    e. Sudut Pandang

    Menurut Kosasih sebagaimana dikutip oleh Sari

    (2017:32) Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam

    membawakan cerita. Posisi pengarang terdiri atas dua macam,

    yaitu berperan langsung sebagai orang pertama dan hanya

    sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat (Sari,

    2017:23).

    Pada novel Burlian ini, sudut pandang pengarang sebagai

    orang pertama pelaku utama yang berperan langsung di dalam

    cerita.

    “Aku belum mengantuk. Sejak tadi bosan membaca buku

    perpustakaan sekolah yang itu-itu saja. Mulai jahil mengganggu

  • 53

    Amelia yang hendak tidur. Meniru-niru suara burung di atas

    pohon bungur perkuburan belakang rumah. Gagal. Amelia

    menutup kupingnya dengan bantal, tidak peduli. Tidak putus

    asa, mengambil atasan mukena Ayuk Eli mengenakannya.

    Amelia berteriak memanggil Mamak yang sedang menganyam

    keranjang rotan di ruang tengah.” (Liye, 2009:314).

    f. Gaya Bahasa

    Novel Burlian secara dominan ditulis dengan bahasa

    Indonesia yang mudah dipahami dan kaya akan gaya bahasa.

    Ada beberapa bahasa asing, yaitu bahasa Jepang dan bahasa

    daerah, tetapi disertakan terjemahan Indonesia sehingga

    pembaca mudah memahaminya.

    Menurut Keraf sebagaimana dikutip oleh Sari (2017:3)

    Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan

    istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu

    semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian

    menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan

    pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititik

    beratkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu

    berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau

    mempergunakan kata-kata secara indah. Akhirnya style atau

    gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran

  • 54

    melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan

    kepribadian penulis (Sari, 2017:3).

    Menurut Endraswara sebagaimana dikutip oleh

    Khisniyah (2016:17) Gaya bahasa yaitu bahasa khas. Karena

    bahasa telah direkayasa dan dipoles sedemikian rupa. Dari

    polesan itu kemudian muncul gaya bahasa yang manis. Dengan

    demikian, pemakaian gaya bahasa harus didasari penuh oleh

    pengarang. Bukan hanya suatu kebetulan pengarang

    menciptakan sebuah gaya bahasa hanya untuk keistimewaan

    karyanya. Jadi, dapat dikatakan jika pengarang kaya kata, dan

    mahir dalam menggunakan gaya bahasa maka karyanya akan

    semakin mempesona dan akan lebih berbobot (Khisniyah,

    2016:17).

    Gaya bahasa yang serimg muncul dalam novel Burlian

    adalah gaya bahasa personifikasi. Berikut contoh-contohnya:

    1) Yang pasti malam itu udara terasa dingin menusuk tulang,

    hembusan napas seperti mengeluarkan kabut (Liye, 2009:2).

    2) Aroma kayu manis yang banyak tumbuh di pinggir kampung

    menyergap hidung (Liye, 2009:16).

    3) Cahaya matahari menerabas sela-sela dedaunan, kabut

    masih menggantung (Liye, 2009:24).

  • 55

    4) Seluruh badanku terasa sakit, sendi-sendinya seperti

    berontak marah saat digerakkan (Liye, 2009:28).

    g. Amanat

    Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis

    yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca

    melalui karyanya.

    Amanat yang terkandung dalam novel ini adalah,

    mengajarkan kita untuk selalu bertawakal kepada Allah SWT,

    selalu bersyukur dengan apa yang telah ditetapkan Allah,

    berusaha, jangan pernah putus asa dan selalu menjadi anak yang

    rajin walau terkadang nakal.

    B. Biografi Penulis

    Nama Tere Liye merupakan nama seorang penulis berbakat tanah

    air. Dari beberapa informasi yang beredar di internet nama aslinya adalah

    Darwis. Tere Liye merupakan nama populernya yang diambil dari bahasa

    India yang artinya untukmu. Bebas diartikan untuk siapa saja, sebuah

    persembahan karya untuk Sang Maha Segalanya, Tampaknya Tere Liye

    tidak ingin dikenal oleh pembacanya. Hal ini terlihat dari sedikitnya

    informasi tentang kehidupan dan keluarganya yang pembaca dapat melalui

    bagian “tentang penulis yang terdapat pada bagian belakang sebuah novel.

    Ia bisa dianggap salah satu penulis yang telah banyak mengeluarkan karya-

    karya best seller. Saat ini ia telah menghasilkan banyak karya, bahkan

  • 56

    beberapa di antaranya telah di angkat ke layar lebar. Tidak seperti penulis

    lain yang kebanyakan memasang foto, kontak nomor yang bisa dihubungi,

    profil lengkap pada setiap karyanya. Akan tetapi Tere Liye memang tidak

    ingin dipublikasikan ke media umum terkait dengan kehidupan pribadinya,

    mungkin alasannya karena Tere Liye ingin mempersembahkan karya

    terbaiknya dengan sederhana dan tulus.

    Nama aslinya adalah Darwis. Darwis lahir pada tanggal 21 Mei 1979

    di pedalaman Sumatera Selatan, di Tandaran Palembang. Darwis lahir di

    dekat Bukit Barisan. Ia tinggal dikelilingi hutan, dilingkari sungai,

    dibentengi bukit dan gunung. Ia dibesarkan dari sebuah keluarga yang

    sangat sederhana, Ayahnya bernama Syahdan (beliau meninggal beberapa

    tahun lalu) sedangkan ibunya bernama Nurmas. Walaupun sudah ditinggal

    ayahnya, tapi Darwis mempunyai semangat yang tinggi juga mempunyai

    mimpi-mimpi besar tentang hidup. Darwis juga sangat antusias dalam

    mempelajari ilmu agama. Selain itu, ia juga pernah mendalami ilmu agama

    disalah satu pondok pesantren di daerah Sumatera.

    Tere Liye menikah dengan Ny. Riski Amelia dan dikaruniai seorang

    putra bersnama Abdullah Pasai dan seorang putri bernama Faizah Azkia.

    Tere Liye tumbuh di Pedalaman Sumatra, ia tumbuh di keluarga yang sangat

    sederhana dan merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara. Kemudian,

    novel-novel karya Tere Liye yang diangkat menjadi film layar lebar adalah

    novel Hafalan Shalat Delisa dan Bidadari-Bidadari Surga, Moga Bunda

    Disayang Allah. Satu satunya sarana yang digunakan Tere Liye untuk

  • 57

    berkomunikasi dengan para penggemarnya adalah email

    [email protected].

    Pendidikan sekolah dasar yang ia lalui di SDN 2 Kikim Timur

    Sumatera Selatan, kemudian setelah lulus melanjutkan ke SMPN Timur

    Sumatera Selatan. Lalu mengenyam pendidikan menengah atas di SMUN 9

    Bandar Lampung. Terakhir ia kuliah di Universitas Indonesia pada Fakultas

    Ekonomi.

    C. Karakteristik novel karya Tere Liye

    Setiap penulis memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam

    penulisan novel. Tere Liye biasanya menyuguhkan novel yang menyentuh,

    dan bisa membuat para pembacanya hanyut dan merasa seolah-olah menjadi

    tokoh dalam novel atau menyaksikan sendiri kejadian-kejadian dalam novel

    tersebut. Tere Liye tidak hanya mampu mengolah kata sedemikian baiknya,

    namun mampu memberikan pemahaman-pemahaman baru dalam setiap

    momenya. Entah itu pemahaman tentang arti kehidupan, tentang arti

    keluarga, tentang arti kehilangan sehingga pembaca dapat memahami

    bahwa apapun yang ada di dunia ini bukanlah milik kita, namun milik sang

    pemberi kehidupan, adapun tentang dunia anak-anak yang dapat disajikan

    oleh Tere Liye dengan sedemikian baiknya, dunia anak-anak yang bahkan

    belum pernah penulis bayangkan sebelumnya, dimana rasa ingin tahu dan

    proses belajar menyatu dengan kepolosan, kenakalan dan keisengan anak

    kecil.

    mailto:[email protected]

  • 58

    Tere Liye juga selalu mengaitkan permasalahan dalam setiap

    novelnya dengan keagamaan dan terkadang menyampaikan bahwa setiap

    apa yang kita inginkan tidak selalu dapat terpenuhi, sehingga banyak juga

    karya-karya Tere Liye yang mengajarkan arti kesabaran. Dari karya-karya

    Tere Liye membagi pemahaman bahwa sebetulnya hidup ini tidaklah rumit

    seperti yang sering terpikir oleh kebanyakan orang. Hidup adalah anugerah

    yang kuasa dan karena anugerah berarti harus disyukuri.

    D. Karya-karya tere liye

    Tere Liye merupakan penulis berbakat yang dimiliki Indonesia

    dengan sebagian besar karyanya merupakan best seller, seperti halnya novel

    yang diteliti oleh penulis.

    Inilah beberapa novel karya Tere Liye yang telah tersebar di seluruh

    Indonesia, yaitu:

    1. Kisah Sang Penandai (Mahakata, 2005)

    2. Hafalan Shalat Delisa (Republika, 2005)

    3. Eliana (Serial Anak-Anak Mamak, Republika, 2011)

    4. Pukat (Serial Anak-Anak Mamak, Republika, 2010)

    5. Burlian (Serial Anak-Anak Mamak, Republika, 2009)

    6. Amelia (Serial Anak-Anak Mamak, Republika, 2013)

    7. Rindu (Republika, 2014)

    8. Bumi (Gramedia Pustaka Utama, 2014)

    9. Bulan (Gramedia Pustaka Utama, 2015)

  • 59

    10. Dikatakan atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta (Gramedia Pustaka

    Utama, 2014)

    11. #aboutlove (Gramedia Pustaka Utama, 2015)

    12. Matahari (Gramedia, 2016)

    13. Pulang (Republika, 2015)

  • 60

    BAB III

    DESKRIPSI PEMIKIRAN

    A. Gaya Bahasa

    Menurut Keraf sebagaimana dikutip oleh Ibrahim (2015:37) Gaya

    bahasa sebagian dari aksi yang mempercocokkan cocok tidaknya

    pemakaian kata, frase, klausa atau kalimat tertentu. Adapun jangkauan gaya

    bahasa tidak hanya unsur kalimat yang mengandung corak tertentu, seperti

    dalam retorik klasik. Gaya bahasa dalam retorika klasik disebut dengan

    style. Kata style diturunkan dari kata latin stilus, semacam alat untuk

    menulis pada lempengan lilin. Kelak pada waktu penekanan dititik beratkan

    pada keahlian untuk menulis indah, mempersoalkan pada pemakaian kata,

    frase, atau klausa tertentu untuk menhadapi situasi tertentu (Ibrahim,

    2015:37).

    Gaya bahasa yang baik mengandung tiga unsur yaitu kejujuran,

    sopan santun dan menarik. Gaya bahasa menjadi bagian diksi atau pilihan

    kata mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frase, dan kalimat

    bahkan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan. Jadi, dapat

    disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan bahasa yang

    indah melalui pemikiran. Dalam novel Tere Liye ini sebenarnya memakai

    banyak gaya bahasa, namun yang banyak muncul atau mendominasi novel

    Burlian adalah gaya bahasa personifikasi.

    Gaya bahasa pesonifikasi adalah gaya bahasa pengumpamaan atau

    melambangkan benda mati sebagai orang atau manusia. Menurut Keraf

  • 61

    sebagiamana dikutip oleh Putri (2013:5) Gaya bahasa personifikasi adalah

    semacam kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-

    barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.

    Gaya bahasa personifikasi adalah salah satu gaya bahasa yang sering

    muncul dalam ungkapan-ungkapan atau tulisan pada koran atau tabloid.

    Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda

    mati seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Dari pengertian diatas dapat

    disimpulkan bahwa gaya bahasa personifikasi merupakan penggunaan

    bahasa yang mengibaratkan benda mati diungkapkan seolah-olah bagaikan

    hidup (Putri, 2013:5-10).

    Berikut kutipan novel yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi:

    1. “Jadi di suatu malam yang Mamak lupa kapan persisnya, yang pasti

    malam itu udara terasa dingin menusuk tulang.” (Liye, 2009:2).

    2. “Dan dari arah perkuburan tercium pekat aroma bunga melati yang

    menusuk tulang.” (Liye, 2009:3).

    3. “Aku terengah-engah mendaki bukit, Kak Pukat menyeka dahinya yang

    berpeluh. Matahari di atas kanopi hutan terik membakar.” (Liye,

    2009:14).

    4. “Aroma kayu manis yang banyak tumbuh di pinggir kampung

    menyergap hidung bercampur dengan bau belukar yang habis ditebas.

    Aku mendongak, menghirup napas dalam-dalam.” (Liye, 2009:16).

    5. “Cahaya matahari menerabas sela-sela dedaunan, kabut masih

    menggantung, suara burung semakin riuh, aku mulai tesenggal

  • 62

    menuruni bukit dengan beban seberat ini, apalagi Mamak di depan

    tanpa banyak bicara berjalan dengan kecepatan tinggi.” (Liye,

    2009:24).

    6. “Matahari tumbang di ufuk barat, senja datang menjelang, ini yang

    kesepuluh kalinya kami bolak-balik ke kebun.” (Liye, 2009:26).

    7. “Seluruh badanku terasa sakit, sendi-sendinya seperti berontak marah

    saat digerakkan. Aku mengernyit menahan ngilu seluruh tubuh.” (Liye,

    2009:28).

    8. “Napasnya seperti biasa tersenggal mendaki bukit, tubuh bajanya

    berdebu diterpa musim kemarau, cahaya matahari membuat berkilau

    gerbong-gerbongnya.” (Liye, 2009:33).

    9. “Kereta meraung melewati kami, tersenggal terus mendaki bukit,

    berkelok-kelok ratusan pal hingga tiba ditujuannya.” (Liye, 2009:35).

    10. “Salah satu bintang yang paling terang, seperti tertawa mengintip dari

    bingkai jendela ruangan kepala stasiun.” (Liye, 2009:39).

    11. “Angin bukit yang menusuk tulang terlupakan, berganti kesenangan

    dari tabung ajaib televisi Bapak.” (Liye, 2009:58).

    12. “Debu berterbangan dibawa angin senja. Matahari tumbang di ufuk

    barat.” (Liye, 2009:66).

    13. “Ini benar-benar menjadi musim kemarau paling panjang, paling terik

    dan paling panjang menyesakkan. Tetapi syukurlah, saat semua terasa

    berat untuk dilalui, waktu selalu menjadi obat paling mujarab.” (Liye,

    2009:69).

  • 63

    14. “Sang waktulah yang menjadi saksi semua proses itu. Sang waktu yang

    tidak pernah tua, berhenti atau berubah.” (Liye, 2009:70).

    15. “Matahari di atas kepala beranjak tinggi, terik menerpa kanopi hutan.”

    (Liye, 2009:77).

    16. “Aroma buah durian menusuk hidung saat kulit berdurinya terbuka.”

    (Liye, 2009:82).

    17. “Aku baru tahu kabar itu berbulan-bulan kemudian. Saat suatu malam

    gerimis mencelup kampung.” (Liye, 2009:94)

    18. “Satu-dua bintang mulai mengintip di atas langit, berteman sabit.”

    (Liye, 2009:95).

    19. “Sebenarnya musim penghujan sudah tiba di penghujung, tapi hujan

    tetap tidak bosan turun setiap malam.” (Liye, 2009:106).

    20. “Guntur bergemelutuk membuat nyilu gigi.” (Liye, 2009:109).

    21. “Kabut putih masih membungkus pucuk-pucuk hutan. Cahaya matahari

    lembut membasuh rerumputan. Entahlah kenapa semua orang

    bertanya.” (Liye, 2009:111).

    22. “Oi, aku membiarkan bulir air hujan membasahi hatiku, membuatnya

    basah sekuyup baju dan rambutku.” (Liye, 2009:122).

    23. “Permukaan airnya terlihat tenang, cahaya matahari tidak kuasa

    menembus hingga ke dasar, membuat setiap lubuk seperti

    menyembunyikan misteri sendiri.” (Liye, 2009:130).

    24. “Suara tembakan merobek keheningan lubuk. Ikan itu menggelepar

    seketika.” (Liye, 2009:133).

  • 64

    25. “Ini penghujung musim hujan, malam selalu terasa gerah. Kami semua

    terdiam.” (Liye, 2009:140).

    26. “Langit petang terlihat menyenangkan. Merah sepanjang mata

    memandang. Gumpalan awan putih terlihat memerah, pucuk-pucuk

    hutan kampung terlihat memerah juga atap seng rumah-rumah

    panggung. Angin lembah bertiup lembut, memainkan ujung rambut.”

    (Liye, 2009:146).

    27. “Lumayanlah dibanding musim penghujan lalu. Tapi kebun karet itu

    memang sudah terlalu tua.” (Liye, 2009:147).

    28. “Pak Bin menelan ludah, lagi-lagi diam sebentar membiarkan angin

    lembah berhembus melewati beranda depan rumah panggung itu.”

    (Liye, 2009:148).

    29. “Tubuh-tubuh liat menghitam itu meluncur ke dalam sungai, gelembung

    udara berarak ke atas, anak-anak itu saling menjulurkan lidah di dalam

    air sungai yang bening.” (Liye, 2009:149).

    30. “Angin malam menembus sela-sela papan, membuat dua lampu canting

    yang ada di ruang tengah bergoyang.” (Liye, 2009:160).

    31. “Mengabaikan terik matahari yang membakar kepala. Suara burung

    elang terdengar di atas kanopi hutan.” (Liye, 2009:167).

    32. “Langkah kakinya membuat lantai papan berderak. Anak tangga

    berbunyi keras.” (Liye, 2009:171).

    33. “Lonceng pulang berdentang nyaring, memutus kesenangan kisah

    proyek Terusan Panama.” (Liy2, 2009:175).

  • 65

    34. “Truk-truk cokelat berlalu lalang di antara kepulan debu. Serta

    tronton-tronton besar berderit mendorong tumpukan pasir, meratakan

    jalan, memuntahkan aspal cair.” (Liye, 2009:178).

    35. “Musim kemarau membuat debu mengepul semakin tinggi, dan

    matahari terasa lebih terik membakar dari biasanya, tapi orang-orang

    Korea itu semakin kencang berteriak menyemangati pekerjanya.”

    (Liye, 2009:182).

    36. “Dari kampung kami, bintang-bintang memang terlihat lebih terang-

    gemerlap. Rasi-rasi yang penuh arti, hamparan gagah gugusan bintang

    galaksi bima sakti, semuanya terlihat menawan di langit yang jernih

    tanpa tersaput awan.” (Liye, 2009:188).

    37. “Gerimis membasuh kampung. Jalanan lenggang, tidak ada orang yang

    lewat membawa obor bambu pergi mencari jangkrik.” (Liye,

    2009:203).

    38. “Suara hujan terdengar semakin deras menimpa atap genteng

    terdengar berirama.” (Liye, 2009:210).

    39. “Sepeda gress berwarna hitam, telah terparkir gagah di depan rumah.

    Berkilauan ditimpa cahaya matahari senja.” (Liye, 2009:213).

    40. “Guntur terdengar nyaring di luar sana, sepertinya hendak hujan deras

    lagi.” (Liye, 2009:221).

    41. “Butiran sisa air hujan menggelayut di ujung daun. Embun masih

    berkilauan di terpa cahaya matahari pagi yang mengintip dari pucuk-

    pucuk pohon.” (Liye, 2009:239)

  • 66

    42. “Lebih kemcang dibandingkan dentuman dinamit tim eksplorasi

    pencari minyak dulu. Stasiun terasa bergetar. Butiran air jatuh

    berguguran. Embun luruh ke bumi.” (Liye, 2009:240)

    43. “Embun menetes satu-persatu di ujung daun bougenvile yang menjadi

    pagar halaman sekolah, cahaya matahari pagi yang seharusnya

    menyenangkan, justru membasuh buram seluruh lapangan sekolah.”

    (Liye, 2009:241).

    44. “Seluruh kampung terbenam dalam kesedihan.” (Liye, 2009:243).

    45. “Musim kemarau kembali tiba. Terik matahari membakar ubun-ubun

    diserati debu berterbangan menjadi pemandangan lumrah.” (Liye,

    2009:249).

    46. “Wak Yati dulu benar. Sang waktu tidak pernah kalah. Seberat apapun

    beban yang mengganduli kaki, waktu terus berlalu.” (Liye, 2009:251).

    47. “Setiap petang, saat matahari mulai beranjak turun di ufuk barat,

    puluhan burung akan terbang ke dasar hutan, mendekati sungai-sungai

    kecil yang banyak terdapat di hutan rimba.” (Liye, 2009:254).

    48. “Sudah hampir pukul empat sore. Cahaya matahari petang menerobos

    dedaunan.” (Liye, 2009:256).

    49. “Lihatlah, dua induk rusa itu berkilau ditimpa cahaya senja yang

    menerabas pepohonan. Tanduk pejantannya yang bertingkat terlihat

    angun mempesona.” (Liye, 2009:259).

    50. “Kita selalu menjaga keseimbangan. Jangan pernah melewati batas,

    atau hutan tidak lagi bersahabat.” (Liye, 2009:261).

  • 67

    51. “Langit bersih dari saputan awan, ribuan bintang menghias angkasa.

    Aku menyeringai melihat rasi busur dewa-dewa, teringat dengan

    Nakamura yang tiga tahun lalu mengajak melihat langit dengan

    teleskop besarnya.” (Liye, 2009:268).

    52. “Munjib menghela napas, putus asa. Sinar matahari menerabas sela-

    sela dedaunan, kabut yang menyelungkupi hutan mulai menipis.” (Liye,

    2009:281).

    53. “Udara pagi masih terasa menyenangkan, suara burung pemakan

    nektar yang berebut bunga liar ramai terdengar, juga suara serangga

    yang berderik berirama.” (Liye, 2009:284).

    54. “Oi, meski kami hanya berdiri, lantas melangkah ke kiri satu langkah

    ke kanan satu langkah, menerima dan mengulurkan batu, ternyata

    pekerjaan ini melelahkan. Matahari mulai meninggi, hutan mulai terasa

    gerah.” (Liye, 2009:285).

    55. “Malam menghampiri bumi perkemahan. Setidaknya rasa lapar kami

    segera menghilang saat melihat ada begitu banyak pemandangan

    menarik.” (Liye, 2009”288).

    56. “Aku ikut tertawa, menatap wajah Can yang masam. Cahaya matahari

    pagi menerabas kabut lembut yang menyelimuti hutan. Indah sekali

    menatap larik sinarnya, cahaya-cahaya itu seperti terperangkap di

    sela-sela pohon.” (Liye, 2009:293).

  • 68

    57. “Belasan kamar mandi umum. Rumah-rumah yang direnovasi. Sejak

    kedatangan tentara zeni, kampung Paduraksa banyak bersolek.” (Liye,

    2009:294).

    58. “Jalan setapak telah lama habis. Suara berisik dari kesibukan bumi

    perkemahan sudah jauh tertinggal.” (Liye, 2009:300).

    59. “Lihatlah, hutan mulai gelap. Matahari hampir tumbang. Urusan akan

    serius sekali jika malam sempurna turun.” (Liye, 2009:302).

    60. “Di luar hujan gerimis membasuh kampung. Sejak satu jam lalu

    penduduk yang ramai menonton televisi Bapak di depan rumah

    beranjak pulang. Udara dingin menusuk tulang, acara televisi malam

    ini tidak terlalu menarik, mereka memilih segera tidur memeluk

    guling.” (Liye, 2009:313).

    61. “Aroma pohon dan lumut tercium dari arah perkuburan. Bau bunga

    melati yang banyak tumbuh di atas batu-batu kuburan menerpa hidung

    kami. Munjib menelan ludah. Langkah kami tertahan pagar kawat.”

    (Liye, 2009:324).

    62. “Melewati bebatuan kuburan, semak yang tumbuh liar dan bunga

    melati. Gerimis terus membasuh tubuh kami. Udara malam menusuk

    tulang membuat gigi bergemeletukan.” (Liye, 2009:325).

    63. “Tanganku yang memeg