Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN NILAI
MORAL DALAM NOVEL BURLIAN KARYA TERE LIYE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
NIA ASTUTI DEWI
NIM. 23040160056
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
ii
iii
ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN NILAI
MORAL DALAM NOVEL BURLIAN KARYA TERE LIYE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
NIA ASTUTI DEWI
NIM. 23040160056
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
iv
v
vi
vii
MOTTO
ََّم الُْقْرآ نَ ََّمهُ َخيُْرُكْم َمْن تََعل َوعَل
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan
mengajarkannya.” (HR. Bukhori).
viii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta
hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan karya ini saya
persembahkan kepada:
1. Kedua orangtuaku, Bapak Sutarno dan Ibu Sutarti yang penuh kasih sayang
dan tetesan air mata serta doa yang tulus tiada henti untuk putrinya ini.
Terimakasih telah memberikan dukungan moral, materi, serta memberikan
motivasi agar segera menyelesaikan tugas ini.
2. Teruntuk adikku Dwi Cahyono yang selama ini banyak membantu dalam
segala hal. Terimaksih banyak sudah mau direpotkan.
3. Teruntuk Ayah Ummi’, keluarga besar PPNQ, khususnya kamar Sulhah
terimakasih banyak telah mengajari, memotivasi, menasehati dan
menyemangati.
4. Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2016 khususnya Program Studi
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.
ix
KATA PENGANTAR
ِحْيمِ ْحَمِن الْرَّ ِبْسِم اللَِّه الْرَّ
Puji syukur Alhamdulillahirobbil’alamiin, penulis panjatkan kepada Allah
SWT yang telah melimpahkan taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul "Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan
Nilai Moral dalam Novel Burlian Karya Tere Liye”.
Tidak lupa shalawat serta salam senantiasa penulis haturkan kepada Nabi
besar Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta pengikutnya yang setia dan
menjadi suri tauladan sebagai utusan Allah untuk membimbing ummatnya menuju
zaman terang benderang dengan ajaran Islam seperti saat ini.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Peni Susapti, S.Si., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
4. Ibu Nur Hasanah, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik.
x
5. Ibu Urifatun Anis, M.Pd.I selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing dengan ikhlas, mengarahkan, meluangkan waktunya
sehingga skripsi ini terselesaikan.
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali ilmu pengetahuan, serta
karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang
pendidikan S1.
7. Kedua orang tua serta keluarga yang selalu mendoakan, menyemangati,
dan memberi dorongan agar penulis selalu semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Semoga hasil penelitian ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Salatiga, 12 Oktober 2020
Nia Astuti Dewi
Nim. 23040160056
xi
ABSTRAK
Dewi, Nia Astuti. 2020. Analisis Gaya Bahasa Personifikasi Dan Nilai Moral
Dalam Novel Burlian Karya Tere Liye. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah. Institut Agama Islam Negeri. Pembimbing:
Urifatun Anis, M.Pd.I.
Kata Kunci : Gaya Bahasa Personifikasi, Nilai Moral, Novel Burlian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui wujud gaya bahasa
personifikasi yang terkandung dalam novel Burlian karya Tere Liye (2)
Mengetahui nilai moral yang terkandung dalam novel Burlian karya Tere
Liye (3) Mengetahui relevansi gaya bahasa personifikasi dengan nilai moral
yang terkandung dalam novel Burlian karya Tere Liye.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan atau dengan
kata lain disebut library reseach yaitu, serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca,
memahami dan mencatat serta mengolah bahan penelitian sehingga
diperoleh informasi yang jelas mengenai gaya bahasa personifikasi dan nilai
moral. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dan penelitian ini
mengambil objek dalam buku karya Tere Liye. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan teknik observasi (baca, catat) dokumentasi (menelaah
buku).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Gaya bahasa
personifikasi yang digunakan Tere Liye lebih banyak untuk menyatakan
suasana entah itu menunjukkan waktu, cuaca atau suasana yang sedang
terjadi pada saat itu. (2) Nilai Moral yang terkandung dalam novel Burlian
adalah kesabaran, tawakkal, taat beribadah, penolong, rajin, mampu
mengendalikan diri, penyesalan, jujur, pemberani, peduli dengan sesama,
saling memaafkan, kasih sayang, tanggung jawab, tidak mengharap
imbalan, bijaksana. (3) Relevansi gaya bahasa personifikasi dengan nilai
moral yang terkandung dalam novel Burlian yaitu untuk memperjelas
suasana, memperhangat suasana, menjadikan kekhasan dalam novel,
(tanggung jawab, membantu teman, jujur, pemberani, peduli dengan
sesama, saling memaafkan, tidak mengharap imbalan).
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR BERLOGO ..................................................................................... ii
JUDUL ............................................................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... vi
MOTTO ........................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
ABSTRAK ....................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah................................................................... 13
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 17
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 18
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 18
xiii
E. Kajian Pustaka ................................................................................. 19
F. Metode Penelitian ............................................................................ 22
G. Penegasan Istilah ............................................................................ 23
H. Sistematika Penulisan ...................................................................... 24
BAB II BIOGRAFI NASKAH
A. Biografi Novel ................................................................................. 27
B. Biografi Penulis ............................................................................... 56
C. Karakteristik Novel Karya Tere Liye .............................................. 58
D. Karya-Karya Tere Liye .................................................................... 59
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Gaya Bahasa .................................................................................... 60
B. Nilai Moral ...................................................................................... 69
C. Relevansi Gaya Bahasa Personifikasi dengan Nilai Moral dalam Novel
Burlian Karya Tere Liye ....................................................................... 77
BAB IV PEMBAHASAN
A. Nilai Moral dalam Novel Burlian ........................................................ 84
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 106
xiv
B. Saran ................................................................................................ 108
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 109
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing ............................................................. 114
Lampiran 2 Daftar Nilai SKK .......................................................................... 115
Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi ........................................................... 116
Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis ................................................................. 118
13
BAB I
PEDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Keraf sebagaimana dikutip oleh Marlina (2020:20) Karya
sastra merupakan ungkapan batin seseorang melalui bahasa dengan cara
penggambaran. Penggambaran ini dapat berupa titian terhadap kenyataan
hidup pengarang, wawasan pengarang terhadap kenyataan hidup, dapat pula
imajinasi murni pengarang yang tidak berkaitan dengan kenyataan hidup
(rekam), atau dambaan intuisi pengarang. “Karya Sastra adalah penciptaan
yang disampaikan secara komunikatif tentang maksud penulis untuk tujuan
estetika. Karya sastra merupakan wadah seni yang menampilkan keindahan
lewat penggunaan bahasa yang menarik, bervariasi, dan penuh imajinasi”
(Marlina, 2020:20). Karya sastra yang diterapkan pada jenjang SD atau MI
biasanya mengenai cerita pendek, puisi ataupun pantun. Dalam
pembelajaran sastra pada SD atau MI, mereka biasanya diminta
menyebutkan siapa tokoh yang ada dalam cerita, kemudian watak dari
masing-masing tokoh. Biasanya berkisan diantara unsur intrinsik dan unsur
ektrinsiknya. Pembelajaran yang diterapkan disekolah sebenarnya agar
siswa dapat dengan mudah memahami isi dari sebuah cerita tersebut, tak
lupa juga agar menarik minat siswa untuk gemar membaca karya sastra.
Penggunaan bahasa yang menarik, bervariasi, dan penuh imajinasi
disebut dengan gaya bahasa. Menurut Nurgiantoro sebagaimana dikutip
oleh Wicaksono (2013:1) Gaya bahasa sebagai salah satu unsur yang
14
menarik dalam dalam sebuah bacaan karya sastra. Setiap pengarang
mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam mengungkapkan ide atau
gagasannya ke dalam tulisan. Pengungkapan bahasa dalam karya sastra
mencerminkan sikap dan perasaan pengarang (Wicaksono, 2013:1).
Menurut Keraf sebagaimana dikutip oleh Sari (2017:3) Gaya atau
khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata
style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis
pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi
jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan
dititik beratkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah
menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan
kata-kata secara indah. Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi
sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Gaya
bahasa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak
bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan (Sari, 2017:3).
Gaya bahasa memungkinkan kita dapat melihat pribadi, watak dan
kemampuan seseorang yang menggunakan bahasa tersebut. Selain itu
dengan gaya bahasa seseorang dapat menciptakan karya sastra sebagai
wujud interprestasinya mengenai kehidupan yang dialami, disaksikan,
didengar, atau hanya dalam khayalan saja. Pemakaian gaya bahasa yang
tepat dapat menarik perhatian pembaca. Penggunaan gaya bahasa dapat
15
membuat karya tersebut lebih menarik dan tidak membosankan. Dalam
mengolah kata atau kalimat, pengarang biasanya secara tidak langsung akan
menggunakan berbagai macam gaya bahasa. Gaya bahasa yang sering
digunakan pengarang biasanya adalah gaya bahasa pesonifikasi.
Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa yang
membandingkan suatu benda dengan manusia, benda-benda mati dapat
berbuat, dan berpikir. Menurut Djayasudarma sebagaimana dikutip oleh
Daraini (2009:2) Gaya bahasa personifikasi atau penginsanan adalah jenis
majas yang melekatkan sifat-sifat insani pada barang yang tidak bernyawa
dan ide yang abstrak. Personifikasi atau penginsanan adalah gaya bahasa
kiasan yang menggambarkan benda-benda atau barang-barang yang tidak
bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Personifikasi
merupakan suatu corak khusus dari metafora yang menginsankan benda
mati, bertindak, berbicara, berbuat seperti manusia (Daraini, 2009:2).
Penggunaan gaya bahasa personifikasi berupaya untuk menguatkan
pernyataan yang bertujuan untuk membangkitkan rasa penasaran pembaca
pada benda mati yang dapat bergerak sebagaimana makhluk hidup.
Penggunaan gaya personifikasi semakin membuat pembaca penasaran dan
tertarik karena kehadiran gaya personifikasi berfungsi sebagai pencipta
unsur keindahan, sekaligus mampu memberikan bayangan kepada pembaca
bahwa pihak pembaca terlibat dan terbawa dalam situasi latar yang sedang
terjadi. Makna gaya bahasa personifikasi adalah sebagai penegasan agar
16
pembaca dapat merasakan dan menciptakan imajinasi berdasarkan gaya
personifikasi yang ditulis pengarang.
Maka dapat disimpulkan bahwa, karya sastra merupakan sesuatu
yang menyuguhkan keindahan dan estetika gaya bahasa yang bisa dijadikan
sebagai hiburan tersendiri bagi peminat sastra. Salah satu karya sastra yang
menuangkan ide-ide yang berisi cerita kehidupan manusia adalah novel.
Novel sebagai karya imajinatif dari penulis novel yang memuat alur
cerita dari tokoh tertentu. Isi dari novel biasanya mengisahkan tentang
problematika dari kehidupan seseorang dalam dunia nyata. Novel ditulis
oleh pengarangnya dengan menekankan pada problematika yang dihadapi
oleh manusia sehingga pembaca seolah-olah dapat merasakan apa yang
diceritakan oleh pengarang novel. Dalam menyampaikan cerita seperti yang
terdapat dalam tokoh sebuah novel, pengarang menggunakan dua cara, yaitu
melalui narasi ataupun melalui dialog antar tokoh yang terdapat dalam novel
tersebut (Suyatno, 2016:28).
Salah satu novelis indonesia yang sangat terkenal dan terkemuka
adalah Tere Liye. Pengarang novel ini lahir 21 Mei 1979 di Sumatera. Tere
Liye menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 2 Kikim Timur,
kemudian juga melanjutkan SMP di SMPN 2 Kikim Timur, Sumatra
Selatan. Kemudian melanjutkan ke SMU N 9 di Bandar Lampung. Setelah
selesai kemudian ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Indonesia
dengan mengambil Fakultas Ekonomi. Tere Liye merupakan salah satu
penulis di Indonesia yang karya-karya nya laku di pasaran dan menjadi best
17
seller. Berikut merupakan hasil karya Tere Liye, yaitu: Daun Yang Jatuh
Tak Pernah Membenci Angin, Serial Anak-Anak Mamak (Eliana, Pukat,
Burlian, Amelia), Hafalan Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, The
Gogons Series (James & Incridible Incodents, Bidadari-Bidadari Surga,
Sang Penandai, Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Mimpi-Mimpi Si Patah
Hati, Cintaku Antara Jakarta dan Kuala Lumpur, Senja Bersama Rosie dan
masih banyak lagi. Dalam menghasilkan karya-karya novelnya, Tere Liye
sangat memperhatikan unsur-unsur pendidikan dan keislaman didalamnya.
Salah satu karyanya yang berjudul “Burlian, Serial Anak-Anak Mamak”.
Novel Burlian Serial Anak-Anak Mamak ini pantas diteliti, karena
novel ini merupakan salah satu novel best seller yang di tulis oleh Tere Liye
yang sudah mengalami proses cetak ulang cover. Novel ini dalam segi
kebahasaan memiliki gaya bahasa personifikasi yang menarik dan
pemilihan kata oleh penulis mudah dipahami karena menggunakan bahasa-
bahasa yang sederhana. Novel Burlian ini memiliki banyak nilai moral
sehingga novel tersebut dijadikan penelitian oleh peneliti. Faktor lain
peneliti memilih novel Burlian yakni bahwa sastra dapat dijadikan media
alternatif dalam pembelajaran. Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan
pananaman dari nilai moral yang terkandung dalam sastra, penulis
menguraikan teks-teks dari novel Burlian, Serial Anak-Anak Mamak.
Novel ini termasuk novel anak-anak dan keluarga yang penuh
dengan nilai moral yang dituangkan dalam kalimat-kalimat menarik, lucu,
ceria, mengharukan dan penuh teladan. Pembahasan megenai gaya bahasa
18
personifikasi dan nilai moral dalam novel merupakan hal yang sangat
penting untuk dibicarakan, karena keduanya merupakan komponen inti
dalam dunia pendidikan.
Dari uraian di atas, maka peneliti memilih novel ini sebagai objek
kajian dengan judul “Analisis Gaya Bahasa Personifikasi dan Nilai Moral
dalam Novel Burlian Karya Tere Liye”.
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini membahas permasalahan yang dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah wujud gaya bahasa personifikasi yang terkandung dalam
novel Burlian karya Tere Liye?
2. Nilai moral apa yang terkandung dalam novel Burlian karya Tere Liye?
3. Bagaimana relevansi gaya bahasa personifikasi dengan nilai moral yang
terkandung dalam novel Burlian karya Tere Liye?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Mengetahui wujud gaya bahasa personifikasi yang terkandung dalam
novel Burlian karya Tere Liye.
2. Mengetahui nilai moral yang terkandung dalam novel Burlian karya
Tere Liye.
3. Mengetahui relevansi gaya bahasa personifikasi dengan nilai moral
yang terkandung dalam novel Burlian karya Tere Liye.
19
D. Kegunaan Penelitian
Nilai dari suatu penelitian ditentukan oleh besar kegunaan yang dapat
diambil dari penelitian tersebut. Adapun kegunaan yang diharapkan penulis
dan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoris
a. Dari hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat mengetahui
dimana letak gaya bahasa personifikasi yang digunakan Tere Liye.
b. Dari hasil penelitian ini pula diharapkan agar pembaca dapat lebih
memahami nilai moral apa saja yang terkandung dalam novel
Burlian ini, sehingga dapat menjadi suatu motivasi.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih terhadap
karya sastra, terutama karya sastra yang banyak mengandung gaya
bahasa personifikasi.
2. Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat mengetahui
secara mendalam isi dari novel Burlian karya Tere Liye dan mengambil
nilai moral yang terkandung didalamnya.
E. Kajian Pustaka
Penelitian ini di latar belakangi oleh penelitian relevan terdahulu
yang hasilnya telah dibuktikan kebenarannya.
1. Nilai Pendidikan Karakter Novel Burian Karya Tere Liye Dan Skenario
Pembelajarannya Di SMA. Dwi Erfiana Kurniawati (NIM.102110176).
20
Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Universitas Muhammadiyah Purworejo 2014.
Penelitian tentang novel Burlian pernah dilakukan oleh Dwi Erfiana
Kurniawati 2014. Penelitian tersebut membahas tentang Nilai
Pendidikan Karakter Novel Burian Karya Tere Liye Dan Skenario
Pembelajarannya Di SMA. Penelitian tersebut merupakan penelitian
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menguraikan tentang (1) Unsur
intrinsik novel Burlian meliputi (tema, tokoh dan penokohan, alur, latar,
sudut pandang, gaya bahasa, amanat). (2) Nilai-nilai pendidikan
karakter meliputi (nilai religius, gemar membaca, disiplin, cinta tanah
air, peduli sosial, peduli lingkungan, tanggung jawab, jujur). (3)
Skenario pembelajaran novel meliputi (perencanaan, pelaksanaan,
refleksi).
Persamaan penelitian yang berjudul Nilai Pendidikan Karakter
Novel Burian Karya Tere Liye Dan Skenario Pembelajarannya Di SMA
dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama
menganalisis novel yang berjudul Burlian Karya Tere Liye.
Perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dwi Erfiana
Kurniawati membahas tentang Nilai Pendidikan Karakter, sedangkan
pada peneliti membahas tentang Nilai Moral.
2. Analisis Gaya Bahasa Personifikasi Dan Nilai Pendidikan Dalam Novel
Amelia Karya Tere Liye. Risky Permata Sari (NIM.11513001).
21
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Dan Ilmu
Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga 2017.
Penelitian tentang gaya bahasa pernah dilakukan oleh Risky Permata
Sari 2017. Penelitian tersebut membahas tentang Analisis Gaya Bahasa
Personifikasi Dan Nilai Pendidikan Dalam Novel Amelia Karya Tere
Liye. Penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menguraikan tentang (1) Gaya bahasa personifikasi
yang digunakan Tere Liye meliputi (suasana, waktu, cuaca). (2) Nilai
pendidikan moral meliputi (nilai pendidikan religi, nilai pendidikan
moral, nilai pendidikan budaya). (3) Relevansi gaya bahasa pesonifikasi
dan nilai pendidikan meliputi (menarik minat gemar membaca,
memperjelas suasana agar pembaca dapat membayangkan). (4) Nilai
pendidikan religi meliputi (taat beribadah, menyegerakan shalat,
melaksanakan khitan. (5) Nilai pendidikan moral meliputi (jujur,
pemberani, merasa kasih sayang, membantu teman, peduli terhadap
sesama).
Persamaan penelitian yang berjudul Analisis Gaya Bahasa
Personifikasi Dan Nilai Pendidikan Dalam Novel Amelia Karya Tere
Liye dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama
membahas tentang Gaya Bahasa Personifikasi. Perbedaannya yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Risky Permata Sari membahas tentang
Nilai Pendidikan, sedangkan pada peneliti membahas tentang Nilai
Moral.
22
3. Nilai Moral Dalam Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasrey Basral.
Muhammad Firwan. Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Universitas Tadulako 2017.
Penelitian tentang nilai moral pernah dilakukan oleh Muhammad
Firwan 2017. Penelitian tersebut membahas tentang Nilai Moral Dalam
Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasrey Basral. Penelitian tersebut
merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini
menguraikan tentang (1) Nilai moral antara manusia dengan dirinya
sendiri meliputi (kejujuran, sabar, semangat, tanggung jawab, ikhlas,
pantang menyerah, tegas, berani, rendah hati). (2) Nilai moral antara
manusia dengan manusia meliputi (sopan, peduli, tolong menolong,
saling berbagi, menepati janji, menyemangati dan memotivasi, bekerja
sama, bersosialisasi). (3) Nilai moral antara manusia dengan alam
meliputi (nasionalisme, menjaga kelestarian alam). (4) Nilai moral
antara manusia dengan Tuhan meliputi (rasa bersyukur, taat beribadah,
berperasangka baik kepada Tuhan).
Persamaan penelitian yang berjudul Nilai Moral Dalam Novel Sang
Pencerah Karya Akmal Nasrey Basral dengan penelitian yang peneliti
lakukan adalah sama-sama menganalisis novel dan sama-sama
membahas tentang Nilai Moral. Perbedaanya yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Muhammad Firwan menganalisis novel dari Akmal
Nasrey Basral, sedangkan pada peneliti menganalisis novel dari Tere
Liye.
23
F. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian yang sesuai dengan tujuan
penelitian yaitu dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kegiatan
penelitian deksriptif melibatkan mengumpulan data untuk menguji hipotesis
yang berkaitan dengan status atau kondisi objek yang diteliti pada saat
dilakukan penelitian (Sari, 2017:9).
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti
untuk mengumpulkan data atau informasi yang baik dan terstruktur serta
akurat dari setiap apa yang diteliti, sehingga kebenaran informasi data yang
diperoleh dapat dipertanggungjawabkan (Jabbar, 2014:41). Berdasarkan
pengertian tersebut teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Teknik Observasi
Menurut Morris sebagaimana dikutip oleh Hasanah (2016:26)
Mendefinisikan observasi sebagai aktivitas mencatat suatu gejala
dengan bantuan instrumen-instrumen dan merekamnya dengan tujuan
ilmiah atau tujuan lain. Observasi merupakan suatu proses melakukan
pemilihan, pengubahan, pencatatan dan pengkodean (Hasanah,
2016:26).
2. Teknik Dokumentasi
Menurut Riduwan sebagaimana dikutip oleh Nurdaeni (2013:38)
Teknik dokumentasi adalah teknik yang ditujukan untuk memperoleh
data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan,
24
peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data
yang relevan dari penelitian. Teknik dokumentasi dilakukan dengan cara
menelaah buku (Nurdaeni, 2013:38).
G. Penegasan Istilah
1. Gaya Bahasa Personifikasi
Menurut Keraf sebagaimana dikutip oleh Suryawan (2013:8)
Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda mati atau barang yang tak bernyawa seolah-olah
dapat bertingkah laku seperti manusia (Suryawan, 2013:8).
2. Nilai Moral
Menurut Wasono sebagaimana dikutip oleh Firwan (2017:52)
Mengemukakan bahwa nilai moral pada dasarnya adalah nilai-nilai yang
menyangkut masalah kesusilaan, masalah budi, yang erat kaitannya
antara manusia dan makhluk-makhluk lain ciptaan tuhan. Disini
manusia dibentuk untuk dapat membedakan antara perbuatan buruk dan
yang baik (Firwan, 2017:52).
3. Novel
Menurut Nurgiyantoro sebagaimana dikutip oleh Yanti (2015:1979)
Mengemukakan bahwa novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan
sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia
imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti
peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, dan suddut pandang yang
kesemuanya bersifat imajinatif, walaupun semua yang direalisasikan
25
pengarang sengaja dianalogilan dengan dunia nyata tampak seperti
sungguh ada dan benar terjadi, hal ini terlihat sistem koherensinya
sendiri (Yanti, 2015:1979).
H. Sistematika Penulisan
Sistematika skripsi penelitian naskah dalam lima bab dibagi dalam
sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman
terhadap keseluruhan isi penelitian. Adapun sistematika penulisan analisis
novel Burlian ini adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah yang
membuat penulis tertarik untuk meneliti yaitu suatu perkara mengenai Gaya
Bahasa Personifikasi dan Nilai Moral pada novel Burlian. Dalam bab ini
juga diuraikan tentang rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, metode penelitian, penegasan istilah serta sistematika penulisan.
BAB II: BIOGRAFI NASKAH
Dalam bab ini diuraikan tentang biografi naskah, setting sosial serta
karya-karya pengarang dengan memperkuat kajian teori yang berasal dari
pada ahli maupun buku yang dijadikan sebagai sumber kutipan.
BAB III: DESKRIPSI PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan secara lebih umum tentang rumusan
masalah yang sudah ada dengan menjabarkan hal-hal yang akan dibahas
lebih lanjut dalam bab pembahasan.
BAB IV: PEMBAHASAN
26
Dalam bab ini diuraikan tentang pembahasan pada tujuan penelitian
yang dibuktikan dengan kutipan yang diambil dalam novel Burlian yaitu
sebagai berikut: mengetahui letak gaya bahasa personifikasi dan nila moral
yang terkandung dalam Novel Burlian karya Tere Liye, mengetahui
karakteristik tokoh utama dalam Novel Burlian karya Tere Liye,
mengetahui gaya bahasa personifikasi yang terkandung di dalamnya dan
relevansi nilai moral dalam Novel Burlian karya Tere Liye dengan
kehidupan sehari-hari.
BAB V: PENUTUP
Menyajikan kesimpulan, saran, daftar pustaka serta keterbatasan
penelitian yang diharapkan menjadi masukan yang berguna bagi pihak yang
terkait.
27
BAB II
BIOGRAFI NASKAH
A. Biografi Novel
1. Profil Novel
Judul : Burlian (Serial Anak-Anak Mamak)
Penulis : Tere Liye
Desaindan Ilustrasi Sampul : Mano Wolvie
Penerbit : Republika, Jakarta
Tahun Terbit : 2009
Halaman : 339 hlm
ISBN : 979-979-1102-68-1
2. Sinopsis
Menurut Handayani sebagaimana dikutip oleh Sari (2017:12)
Sinopsis adalah hasil dari kegiatan merangkum atau disebut juga
ringkasan. Ringkasan diartikan sebagai suatu hasil merangkum atau
meringkas suatu uraian menjadi suatu uraian yang lebih singkat dengan
perbandingan secara proposional antara bagian yang di ringkas dengan
ringkasannya (Sari, 2017:12).
Pada Bab I menceritakan tentang kelahiran Burlian. Burlian adalah
seorang anak dari kampung Paduraksa tepatnya di Sumatera. Anak dari
pasangan Pak Syahdan dan Mamak Nurmas. Burlian anak ke tiga
Mamak dan Bapak yang diberi julukan “Anak Spesial”. Mamak Nurmas
bercerita kepada Eliana, Pukat, Burlian dan Amelia kejadian seminggu
28
sebelum kelahiran Burlian, banyak kejadian yang dialami oleh Mamak.
Contohnya, burung besar yang ada di pohon bungur belakang rumah
setiap malam selalu mengoceh dan membuat gaduh seisi rumah. Dengan
beraninya Mamak, Mamak segera menuju kuburan belakang rumah dan
melempar burung yang ada di pohon bungur tersebut menggunakan
kayu dapur sampai burung itu berhenti mengoceh.
Pada Bab II menceritakan tentang dentuman yang sering terdengar
di kampung Paduraksa. Suara dentuman itu setiap pagi mengganggu
aktivitas warga karena bunyinya setiap satu jam sekali. Dari cerita Pak
Bin guru wali kelas Burlian, suara dentuman itu adalah dinamit yang
diledakkan. Sedang ada tim dari kota yang melakukan eksplorasi
geologis menyelidiki minyak kandungan hutan dekat kampung. Mereka
membuat lubang-lubang gor, menumpahkan serbuk bahan peledak ke
dalam lubang lantas diledakkan. Tim eksplorasi itu membawa alat-alat
pendeteksi minyak yang canggih dan alat-alat itu bekerja atas getaran
bom dari bawah tanah. Dan hasil eksplorasi dari tim geologis itu
kabarnya nol besar. Memang tidak pernah ada minyak di hutan
kampung.
Pada Bab III menceritakan tentang cara menanam pohon masa
depan. Burlian anak yang bandel dan kadang susah diatur. Suatu hari dia
mengajak kakaknya yang bernama Pukat untuk bolos sekolah dan
mencari belalang. Kejadian itu diketahui oleh Mamak sehingga beliau
marah. Maka Burlian dan Pukat dihukum mencari kayu bakar naik turun
29
gunung dengan hanya berbekal nasi putih tanpa lauk. Hukuman itu
membuat kedua anak itu tidak berani lagi membolos. Bapak
mengajarkan mereka menanam pohon masa depan dikebun yang sudah
lama tidak terawat. Bapak memberi nasehat dan motivasi kepada
Burlian dan Pukat di sela-sela mereka menanam pohon.
Pada Bab IV menceritakan tentang tahanan stasiun kereta. Kampung
Paduraksa memang dilewati jalur kereta. Bukan kereta-kereta
penumpang seperti di Jawa, disini kebanyakan kereta barang untuk
mengangkut minyak tanah, solar atau bensin. Kampung Paduraksa
mempunyai kebiasaan membuat pisau, maka sudah saatnya Burlian dan
Pukat juga membuat. Burlian dan Pukat sibuk mencari-cari paku besar
yang nantinya paku-paku itu diletakkan di atas rel kereta. Burlian dan
Pukat sudah tidak sabar dan bergegas mengambil paku yang telah
dilindas kereta, tersenyum lebar membayangkan akan indah sekali
bentuk pisau yang mereka buat. Tapi malang tak dapat ditolak, baru saja
mau meraih paku yang sudah pipih tersebut, dua tangan besar tiba-tiba
mencengkram kerah baju Burlian dan Pukat. Dua petugas stasiun itu
menahan Burlian dan Pukat, lalu membawanya ke ruangan kepala
stasiun hingga mereka di jemput oleh Bapak dan Mamak.
Pada Bab V menceritakan tentang Ahmad, teman Burlian yang
diberi julukan Si ringkih yang hitam 1. Ahmad si ringkih hitam yang
menjadi primadona sepak bola kampung Paduraksa. Ahmad orangnya
pemalu, jadi wajar saja jika tidak semua orang mengenal Ahmad.
30
Ahmad si ringkih memang bukan orang Melayu. Tampilan wajah dan
fisiknya terlalu berbeda. Dia pendiam dan tertutup. Hingga suatu hari,
Burlian baru menyadari sesuatu jika Ahmad ternyata jauh lebih oke
dibandingkan siapa pun. Burlian sekarang tahu, dia bisa berteman baik
dengan Ahmad.
Pada Bab VI menceritakan tentang petinju Muhammad Ali. Saat itu,
satu-satunya yang punya televisi hanyalah Bapak. Televisi mungil itu
selalu jadi primadona warga kampung Paduraksa. Warga kampung
Paduraksa setiap malam menonton televisi bareng di halaman rumah
Burlian. Pada masa itu hanya ada satu stasiun televisi yaitu TVRI.
Warga ramai berbondong-bondong ke rumah Burlian hanya untuk
menonoton pertandingan tinju Muhammad Ali. Tidak sedikit pula
warga yang rela taruhan demi kemenangan Ali.
Pada Bab VII menceritakan tentang Ahmad si ringkih yang hitam 2.
Bulan-bulan ini televisi Bapak menjadi idola kampung. Beberapa
minggu setelah pertandingan tinju Muhhammad Ali, demam piala dunia
semakin mewabah kemana-mana. Pak camat mengadakan lomba sepak
bola usia SD antar kampung di Kota Kecamatan. Ahmad, kawan kami
yang hitam keling badannya, ikal rambutnya, tongos giginya, benar-
benar memiliki bakat sepak bola luar biasa. Sore itu pertandingan sepak
bola berlangsung, sore itu juga tidak ada lagi yang menhinanya. Ahmad
mendadak menjadi idola kampung kami. Tetapi sayang seribu sayang,
kisah Ahmad ini berakhir menyedihkan. Sore itu, Ahmad meninggal
31
dunia tiga menit setelah tangannya digigit ular berbisa yang
bersembunyi dibalik cekungan tanah sewaktu Ahmad mengambil bola.
Sore itu warga sangat marah dan berhasil menemukan ular belang-
belang kuning itu. Merajamnya dengan segala benda hingga tak
berbentuk lagi, tapi lagi-lagi percuma, itu tidak akan mengembalikan
Ahmad yang sudah pergi selamanya.
Pada Bab VIII menceritakan tentang durian jatuh 1. Musim kemarau
akhirnya berlalu. Musim hujan yang berarti musim buah-buahan tidak
lengkap jika tidak menyebut pemilik mahkota, raja dari segala buah,
apalagi kalau bukan buah durian. Burlian diajak Bakwo Dar ke kebun
durian yang letaknya jauh didalam rimba. Kebun Bakwo Dar
sebenarnya lebih tepat disebut hutan durian. Ada sekitar 20 batang
pohon durian disana tumbuh menyatu dengan hutan.
Pada Bab IX menceritakan tentang durian jatuh 2. Matahari akhirnya
persis diatas kepala, membakar tangkai-tangkai buah durian. Hanya soal
waktu, buah durian yang sudah matang dipohon itu mulai berjatuhan.
Sambil menunggu duriah jatuh, Bakwo Dar menceritakan masa lalu
Bapak Syahdan sewaktu mereka remaja.
Pada Bab X menceritakan tentang SDSB (semua dapat, semua
bungkam). Di lain waktu, Burlian membeli kartu SDSB (Sumbangan
Dana Sosial Berhadiah) sejenis judi togel. Karena suatu kejadian orang-
orang kampung menanyakan tanggal lahir Burlian sebagai angka togel.
Ternyata saat pengumuman angka yang keluar adalah kebalikan dari
32
tanggal lahir burlian dan burlian menang. Kartu itu disembunyikan
dibalik pakaian, tetapi sial mamak menemukan kartu itu dan
memarahinya. Mamak marah besar dan menyobek kertas SDSB tersebut
sampai berkeping-keping. Walau menang empat nomor dengan dua
kartu yang hadiahnya sangat banyak, tetapi Mamak tidak sudi mendapat
uang haram.
Pada Bab XI menceritakan tentang senapan angin. Suatu ketika
Burlian dan Pukat nekat bermain ke Sungai Larangan bersama Can.
Mereka berniat untuk memburu ikan. Tanpa sengaja kaki Burlian
terperosok hingga ke tengah yang tepatnya ada Buaya dari arah
berlawanan. Buaya yang sangat dekat jaraknya dengan Burlian dan siap
menerkam, Pukat sontak berteriak minta tolong, untung Bapak dan
Bakwo Dar datang secara tiba-tiba. Dengan senapan angin, Bapak
menembak Buaya tersebut. Mereka sedikit terkejut karena selama ini
mereka tidak tahu Bapak bisa menggunakan senapan angin.
Pada Bab XII menceritakan tentang sebuah kepercayaan 1. Tahun
ajaran baru tiba. Hari pertama tahun ajaran baru, wajah Pak Bin penuh
semangat. Dua puluh murid kelas lima yang ada dalam daftar absensi,
tujuh tidak menunjukkan batang hidungnya. Salah satu murid
diantaranya adalah munjib. Pak Bin sebenarnya sudah tau kalau munjib
tidak masuk sekolah bukan karena sakit atau pergi, melainkan munjib
memang sudah tidak mau sekolah lagi. Menurut munjib lebih baik
membantu orangtuanya daripada sekolah, toh lulus sekolah juga tidak
33
jadi apa-apa seperti kakak-kakaknya terdahulu. Dengan kegigihan Pak
Bin, dibujuklah munjib dengan segala cara agar munjib kembali masuk
sekolah dan belajar bersama teman yang lain. Perjuangan Pak Bin tidak
sia-sia, semua membuahkan hasil dan akhirnya munjib kembali ke
sekolah dengan penuh semangat. Itulah sosok Pak Bin yang mempunyai
sebuah keyakinan (kepercayaan).
Pada Bab XIII menceritakan tentang sebuah kepercayaan 2. Burlian
bersekolah disebuah sekolah yang tua dan bangunannya sudah rapuh.
Disana ada Pak Bin yang telah mengabdi sebagai guru selama 25 tahun.
Mengajar anak-anak dengan tulus dan ikhlas walaupun selama ini Pak
Bin tidak pernah diterima menjadi PNS karena terkendala uang. Jika
mau jadi PNS, Pak Bin harus menyogok lima juta. Tetapi beliau tidak
mau melakukannya. Setelah Pak Bin mengikuti tes PNS, beberapa hari
kemudian pengumuman itu keluar. Dan, Pak Bin gagal jadi PNS lagi.
Pada Bab XIV menceritakan tentang Nakamura-San. Nakamura-San
adalah seorang insyinyur dari jepang, kuliah jurusan teknik sipil. Sudah
banyak jalan raya yang Nakamura-San bangun termasuk jalan kampung
Paduraksa. Nakamura-San adalah seorang yang pekerja keras, disiplin
dan tegas. Dibalik ketegasannya, Nakamura tetap kepala proyek yang
manusiawi dan menyenangkan.
Pada Bab XV menceritakan tentang Surat dari Keiko-Chan. Malam
ini langit terlihat indah. Dari kampung Paduraksa, bintang-bintang
memang terlihat lebih terang-gemerlap. Malam itu Burlian bertemu
34
dengan Nakamura di bukit kampung. Nakamura bercerita tentang
anaknya yang bernama Keiko. Keiko sangat sayang Nakamura, sebab
itu Keiko setiap bulannya selalu mengirim surat pada Nakamura. Itu
yang membuat Nakamura rindu dengan Keiko. Nakamura selalu
membalas surat-surat yang dikirimkan Keiko. Alangkah indahnya
hubungan orangtua dan anaknya, lirih Burlian.
Pada Bab XVI menceritakan tentang seberapa besar cinta Mamak 1.
Selain bersekolah, Burlian juga mengaji di tempat Nek Kiba. Jika
Burlian bisa sampai khatam, Mamak berjanji akan membelikannya
sepeda. Tetapi sampai hari H tiba, sepeda baru belum dibeli. Burlian
membenci Mamak, Burlian menyangka Mamak tidak menepati janji.
Padahal uang Mamak dipakai Ayuk Eli mendaftar sekolah dikota dan
membantu pengobatan anaknya Wak Lihan yang sedang sakit keras.
Tetapi Burlian belum mengerti dan Burlian sangat marah.
Pada Bab XVII menceritakan tentang seberapa besar cinta Mamak
2. Malam itu gerimis membasuh kampung, tidak ada orang lewat
membawa obor ataupun pergi mencari Jangkrik. Dirumah, Bapak
dengan sabar menasehati Burlian yang sedang marah, menceritakan
tentang masa kecil Burlian dulu. Mamak telah berkorban besar untuk
melindungi Burlian dari ribuan lebah. Memeluk Burlian erat-erat
sehingga tak seekor lebah pun menyerangnya. Mamak lah yang disengat
ribuan lebah sampai Mamak sakit berbulan-bulan. Ayuk Eli juga
menceritakan pengorbanan lain Mamak. Mamak telah menggadaikan
35
cincin pernikahannya untuk membelikan Burlian sepeda, meskipun
cicin itu adalah harta yang paling berharga untuknya. Mendengar semua
cerita itu, Burlian sadar betapa besarnya cinta Mamak. Bahkan apa saja
akan dilakukan Mamak demi Burlian. Amelia, Kak Pukat, dan Ayuk Eli,
itu masih sebagian kecil dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa
sayangnya kepada mereka. Burlian menyesal dan meminta maaf karena
merasabersalah dan malu telah berlaku seperti itu kepada Mamak.
Pada Bab XVIII menceritakan tentang pemilihan kepala kampung.
Kampung sedang gempar karena akan diadakan pemilihan kepala
kampung. Mang Dullah sudah habis masa jabatannya. Kandidat yang
mencalonkan dirinya adalah Haji Sohar, tetapi kebanyakan warga tidak
menyukainya. Hari-hari berlalu cepat, obrolan soal pemilihan kepala
kampung semakin panas. Dengan segala upaya agresif Haji Sohar,
oramg-orang mulai jerih membicarakannya. Suara mereka boleh jadi
memang bisa dibeli, tapi idealisme penduduk kampung yang rata-rata
tidak berpendidikan punya batasnya. Entah apa yang akan terjadi esok
hari.
Pada Bab XIX menceritakan tentang robohnya bangunan sekolah.
Bersamaan dengan hari pemilihan kepala kampung, SD tempat Burlian
sekolah ambruk, bangunan itu roboh parah. Juni dan Juli (teman Burlian
yang kembar) yang saat itu ada di dalam kelas tertimpa runtuhan dan
meninggal di tempat. Burlian selamat dari kejadian itu meski harus
dirawat inap. Kejadian runtuhnya sekolah itu ramai diberitakan di
36
stasiun televisi nasional. Sampai-sampai Pak Menteri mendatangi
Burlian sebagai korban selamat menanyai apa saja yang diinginkan
Burlian dan akan dituruti. Permintaan Burlian antara lain sekolah
dibangun lagi dan Pak Bin dangkat menjadi PNS.
Pada Bab XX menceritakan tentang putri mandi. Musim kemarau,
terik matahari membuat burung-burung di hutan gerah. Mang Unus
mengajak Burlian dan Pukat ke sungai larangan mengintip putri mandi.
Putri mandi yang disebut Mang Unus adalah rusa hutan. Di sungai
larangan terdapat banyak rusa hutan yang dilestarikan oleh leluhur
kampung Paduraksa. oleh sebab itu, banyak orangtua melarang anak-
anaknya pergi ke sungai larangan. Dikhawatirkan anak-anak
membongkar rahasia sungai larangan yang telah dijaga oleh para
leluhur, sehingga semakin banyak orang tau tentang sungai larangan
semakin banyak pula pemburu liar yang mendatangi sungai itu. Maka
sudah sepantasnya sungai larangan dirahasiakan.
Pada Bab XXI menceritakan tentang rusa bertanduk. Hampir adzan
maghrib, ketika mobil bak terbuka itu merapat cepat ke pagar rumah.
Mengeluarkan suara berdecit. Dua orang penumpang bergegas
membuka pintu, loncat turun. Keduanya menggunakan topi lebar,
sepatu bot tinggi dan senapan angin berselempang di punggung. Sepatu
mereka dipenuhi lumpur kering, baju lengan panjang mereka juga kotor
olrh tanah. Ternyata kedua penumpang tadi adalah pemburu liar dari
kota yang mencari keberadaan rusa bertanduk tersebut. Mereka
37
menemukan tempatnya dan mereka memburu rusa tersebut, mengambil
kepala rusa, badannya di tiinggal begitu saja dihutan. Mendengar itu,
Burlian lantas terkejut. Mau bagaimana lagi nasi sudah menjadi bubur,
sungai larangan yang berada dihutan rimba setelah sekian lama dijaga
oleh para leluhur agar tidak terbongkar keberadaanya, malam itu
pemburu liar menemukannya.
Pada Bab XXII menceritakan tentang ABRI masuk desa 1. Sinar
matahari menerabas sela-sela dedaunan, kabut yang menyelungkupi
hutan mulai menipis. Komamdan tentara disana sepertinya sudah selesai
dengan intruksi paginya. Memerintah seluruh pasukan dan peserta apel
pagi itu bubar. Tentara itu mendirikan bumi perkemahan persis didekat
jalan. Tentara-tentara itu cekatan menyiapkan tenda-tenda dan
perlengkapan lainnya. Para tentara mendirikan panggung di tengah-
tengah buni perkemahan, denganberbekal gitar, mereka menghibur diri
sendiri dan peserta kemah.
Pada Bab XXIII menceritakan tentang ABRI masuk desa 2. Semua
kegiatan dapat terealisasikan dengan dilaksanaknannya Program ABRI
masuk desa. Para ABRI membantu membangun sekolah, masjid
kampung dan belasan kamar mandi umum. Pak Bin sekarang sudah
menjadi PNS, hal itu semakin menambah semangat Pak Bin mengajar,
apalagi saat itu mendekati ujian kelulusan. Sampai akhirnya semua
siswa kelas enam lulus, mereka berjumlah tiga belas orang. Semua
mendapat nilai yang baik dan Pak Bin mendapat penghargaan dari Dinas
38
Pendidikan dan kabar baik, Nakamura (insinyur dari jepang yang sedang
membangun jalan lintas Sumatra) menawarkan Burlian sekolah SMP,
SMA, dan kuliah di Jakarta. Impian Burlian terwujud. Betapa bahagia
Bapak dan Mamak.
Pada Bab XXIV menceritakan tentang pohon bungur raksasa. Suara
jangkrik dan serangga malam terdengar berderik. Berirama dengan
rintik gerimis yang menerpa atap seng, dedaunan dan bebatuan halaman
rumah. Melirik jam didinding, sudah pukul dua malam. Saat Burlian
hendak terlelap, terdengarlah teriakan nyaring dari pohon bungur
perkuburan belakang rumah. Mengingatkan Burlian pada cerita Mamak
saat menjelang Burlian lahir. Suara itu semakin keras seperti melenguh
memanggil seseorang untuk melihatnya. Burung besar itu bersuara
karena melihat sesuatu dibawahnya. Bukan liang lahat yang menganga,
burung besar itu terganggu karena ada sesuatu. Dengan penasarannya
Burlian, Burlian melemparkan batu ke arah pohon bungur itu. Dengan
terkejut, Burlian melihat sosok tinggi besar berada dibawah pohon
bungur. Usut punya usut, ternyata sosok tinggi besar itu adalah
narapidana yang kabur dari jeruji besi beberapa hari lalu. Narapidana
tersebut bersembunyi diperkuburan belakang rumah Burlian tepat
dibawah pohon bungur yang mengakibatkan burung besar itu merasa
terganggu dan mengeluarkan suara begitu keras, seakan menandakan
bahwa ada sesuatu yang harus dilihat.
39
Pada Bab XXV menceritakan tentang 10 tahun Burlian di Tokyo.
Burlian semasa sekolah SMP, SMA di Jakarta, dan semua biaya yang
menanggung adalah Nakamura-San. Stelah lulus SMA, barulah Burlian
memulai kuliah di Jepang, dan itu semua tidak luput dari bantuan
Nakamura-San. Nakamura-San sangat menyayangi Burlian seperti anak
sendiri. Hingga akhirnya, Burlian dipertemukan dengan Keiko-Chan
anak dari Nakamura-San.
3. Unsur Intrinsik Novel
Menurut Nurgiantoro sebagaimana dikutip oleh Hermawan
(2019:14) Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra
itu sendiri, unsur secara faktual akan dijumpai jika seseorang membaca
karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang
secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur yang dimaksud
yaitu peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang,
penceritaan, bahasa atau gaya bahasa (Hermawan, 2019:14).
Adapun unsur-unsur intrinsik dalam novel Burlian adalah sebagai
berikut:
a. Tema
Menurut Rusyana sebagaimana dikutip oleh Lauma,
(2017:5) Tema adalah dasar atau makna dari sebuah cerita. Tema
adalah cara hidup tertentu atau perasaan tertentu yang membentuk
dasar dari gagasan utama atau membangun sebuah karya sastra
(Lauma, 2017:5).
40
Jadi, tema adalah gagasan atau dasar utama untuk
membangun sebuah karya. Tema dalam novel ini adalah tentang
sebuah keluarga sederhana yang memiliki 4 anak yang tinggal
disebuah desa terpencil Kampung Paduraksa di Sumatra, dan anak
ketiga dari keluarga tersebut adalah Burlian, si anak nakal yang
spesial kelas 5 SD. Burlian di lingkungan sekitar dijuluki Si Anak
Spesial. Panggilan itu seolah-olah menjadi pegangan penting setiap
Burlian terbentur masalah. Sifat percaya diri (keyakinan) dan rasa
ingin tahu Burlian membawanya pada banyak pengalaman baru.
Burlian terlahir dari orangtua yang tak tamat sekolah rakyat atau
sekolah dasar, sehingga membuat Bapak terus menanamkan prinsip
pada anak-anaknya betapa pentingnya pendidikan. Untuk
mendapatkan biaya sekolah ke empat anaknya, Mamak dan Bapak
bekerja keras dari pagi hingga petang di kebun demi pendidikan
yang dulu tak pernah mereka rasakan higga tamat.
b. Tokoh dan Penokohan
Menurut Aziz dan Hasim sebagaimana dikutip oleh
Puspitasari (2017:252) mengatakan bahwa tokoh merupakan pelaku
yang menjalankan peristiwa dalam cerita sehingga peristiwa itu
mampu menjalin cerita, adapun penokohan merupakan cara penulis
menampilkan tokoh atau pelaku dalam cerita. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa tokoh adalah pelaku atau pemeran didalam
41
cerita, sedangkan penokohan adalah bagaimana para pelaku
berperilaku didalam cerita (Puspitasari, 2017:252).
Berikut tokoh-tokoh dalam novel Burlian:
1) Burlian
Burlian merupakan tokoh utama dalam novel ini, dia
merupakan anak nakal yang spesial dalam hal keingintahuannya
mengenai segala hal. Rasa penasaran Burlian sangatlah tinggi.
“Kau spesial, Burlian.” Itu cara terbaik Bapak dan Mamak untuk
menumbuhkan rasa percaya diri, keyakinan dan menjadi
pegangan penting setiap kali Burlian terbentur masalah (Liye,
2009:335). Burlian merupakan anak yang nakal, jahil dan suka
bercanda. Walaupun begitu, Burlian tetap membantu orang tua,
rajin, mempunyai tekat besar dan selalu ingin tahu.
“Yahh, kan hanya ingin lihat, ingin nonton, sungguh tidak akan
mengganggu. Teganya dilarang.” Batin Burlian (Liye, 2009:15).
2) Eliana
Eliana adalah kakak pertama Burlian, dia adalah anak yang
pemberani.
“Mereka harusnya diusir pergi Pak. Bila perlu diancam alat
beratnya akan digulingkan, truknya dirantai, pengemudinya
dikurung, biar kapok.” Kakak Eli berkata penuh semangat (Liye,
2009:273).
3) Pukat
42
Pukat adalah kakak ke-2 Burlian, dia merupakan anak yang
jenius, pantang menyerah dan unik,
“Ayoo Burlian, tariik!! Jangan menyerah!! Kakak mohon!!” Kak
Pukat tetap bertahan disamping, kalap berusaha melepas betisku
yang terperosok. Tangannya berusaha mematahkan dahan-
dahan dengan penuh gemetar (Liye, 2009:137).
4) Amelia
Amelia adalah adik terakhir Burlian, Amelia merupakan
anak yang kuat dalam hal keteguhan hati.
“Memangnya tidak ada yang tahu ke mana Bapak Ahmad pergi,
Mak?” Amelia menyela, bertanya. Kami berempat seperti biasa
duduk melingkar mendengar cerita Mamak di ruang tengah
(Liye, 2009:49)
5) Mamak dan Bapak
Mamak dan Bapak Burlian bernama Syahdan dan Nurmas,
mereka orangtua yang sangat baik yang tidak akan melarang
anaknya pergi jauh demi menuntut ilmu.
“Ayo Amelia, Pukat, Eli, semua ke ruang tengah. Belajar... Kau
sudah mengerjakan PR, Burlian?” Mamak menepuk-nepuk ujung
meja makan (Liye, 2009:164)
“Karena jika kau tahu sedikit saja apa yang telah ia lakukan demi
kau, Amelia, Kak Pukat dan Ayuk Eli, maka itu sejatinya bahkan
belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa
43
sayangnya kepada kalian.” Kalimat Bapak yang menghujam
kuat-kuat hatiku (Liye, 2009:224).
6) Nek Kiba
Nek kiba adalah Guru ngaji Burlian setiap malam.
7) Pak Bin
Pak Bin adalah guru kelas Burlian, beliau mengajar 6 kelas
sekaligus setiap hari. Pak Bin orang yang paling sabar, penuh
semangat, dan pantang menyerah.
“Kau bawa lima buku ini buat teman-teman kelasmu yang dua
minggu terakhir berhenti sekolah. Kau pinjamkan kepada
mereka, semoga dengan begitu mereka tetap merasa memiliki
kedekatan dengan sekolah. Memiliki benda yang menjadi simbol
bahwa mereka tetap murid sekolahan ini.” Pak Bin berkata pelan
menatap lamat-lamat stempel menguning (Liye, 2009:154).
8) Munjib
Munjib teman sekolah Burlian yang sering telat masuk
sekolah. Munjib merupakan orang yang banyak tanya dan
termasuk aktif disekolah.
“Memangnya dibawah tanah ada sungainya, Pak?” Mujib
mengangkat tangan, wajahnya terpesona. Kawan kami yang satu
ini memang suka sekali bertanya (Liye, 2009:8).
9) Wak Lihan
44
Wak lihan adalah pemilik tanah yang sengaja disewakan
kepada para insyinyur.
“Kau tahu, Wak Lihan yang punya tanah tempat mereka bekerja
tadi, diberikan ganti dua ratus ribu hanya supaya merek
diizinkan mengebor.” (Liye, 2009:9).
10) Bakwo Dar
Bakwo Dar adalah paman Burlian, kakak dari Bapak
Syahdan. Bakwo Dar orangnya sangat sederhana dan penuh kasih
sayang.
“Sekolah itu penting.. dan akan selalu penting, Burlian.” Bakwo
Dar menyadarkan punggung di tiang dangau (Liye, 2009:83).
11) Lik lan
Lik Lan adalah kepala stasiun kereta. Lik Lan sangatlah
tegas, disiplin, juga rendah hati.
“Dua paku pipih ini, dengan berat hati, terpaksa saya sita.” Lik
Lan sambil bersenandung, memasukkan paku itu ke dalam saku
celananya, melangkah keluar ruangan, mengunci pintu dari
luar (Liye, 2009:38).
12) Ahmad
Ahmad adalah teman sekelas Burlian yang sangat pendiam,
penurut, tertutup, pemalu, tapi dibalik itu semua Ahmad adalah
anak yang mempunyai bakat yang sangat hebat.
45
“Tidak bisa. Ibu lagi membantu kerja di kebun tetangga. Aku
harus menjaga rumah.” Dengan penuh sopan Ahmad menolak
dibalik pintu (Liye, 2009:51).
13) Mang Dullah
Mang Dullah kepala kampung Paduraksa. Mang Dullah
seorang yang disiplin, ambisius, bisa mengayomi warga kampung
Paduraksa.
14) Wak Yati
Wak Yati adalah wawak Burlian, dia kakak dari Bapak
Burlian. Wak Yati orangnya baik hati, bijaksana, dan suka
memberi nasehat.
“Nah, sang waktu juga yang akan membuat kau mengerti,
Burlian. Suatu saat kelak. Sepanjang kau senantiasa
memberikannya kesempatan untuk menjalankan perannya. Ah,
Bapak, Mamak kau benar. Kau memang berbeda dibanding
anak-anak kampung lain. Je bent speciaal. Kau selalu saja
banyak tanya.” Wak Yati tertawa renyah menatap raut wajah
nyengirku, mengusap lembut rambutku (Liye, 2009:70).
15) Can
Can adalah anak dari Bakwo Dar. Can orangnya penuh
semangat dan suka bercanda.
46
“Tidak penting pula aku tahu, Aku mau masuk tentara yang bisa
keempat-empatnya, di darat, di udara, di laut, sekaligus juga
polisi.” Can menjawab tidak mau kalah (Liye, 2009:281).
16) Mang Unus
Mang Unus adalah adik Mamak satu-satunya. Mang Unus
adalah sosok petualang sejati, dia selalu mengajarkanku dan Kak
Pukat hal-hal baru yang menakjubkan dan penuh tantangan.
“Burlian, Pukat, leluhur kita hidup bersisian dengan alam lebih
dari ratusan tahun. Mereka hidup dari kasih sayang hutan yang
memberikan segalanya. Maka sudah sepatutnyalah mereka
membalas kebaikan itu dengan menjaga huitan dan seluruh
isinya. Jangan pernah menebas umbut rotan semuanya. Kita
selalu berusaha menjaga keseimbangan. Jangan pernah
melewati bats, atau hutan tidak lagi bersahabat.” (Liye,
2009:260-261).
17) Nakamura-San
Nakamura-San adalah insyinyur dari Jepang yang sudah
membangun berbagai pembangunan jalan diberbagai negara.
Nakamura-San orangnya tegas, disiplin, pekerja keras dan sangat
penyayang.
“Nyonya, aku belum pernah bertemu anak sesopan dan sepandai
Burlian-kun.. Nyonya pastilah mendidik dia dengan baik.” (Liye,
2009:195).
47
18) Peran Pembantu
a) Bapak Munjib
b) Ibu Ahmad
c) Pak Camat
d) Samsurat
e) Bibi Munjib
f) Pendi
g) Istri Bakwo Dar
h) Malih
i) Pak Mail
j) Keikho-Chan
k) Tuan Joong
l) Koh Ocan
m) Mang Ejus
n) Haji Sohar
o) Juni dan Juli
p) Ibu Juni dan Juli
q) Bupati
r) Kak Bujuk
s) ABRI
c. Alur
Menurut Aminuddin sebagaimana dikutip oleh Hasniyati
(2018:230) Pengertian alur pada cerpen atau pada karya sastra pada
48
umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-
tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan
oleh pelaku dalam suatu cerita. Istilah alur dalam hal ini sama
dengan istilah plot maupun struktur cerita. Tahapan peristiwa yang
menjalin suatu cerita dapat berbentuk dalam rangkaian peristiwa
yang berbagai macam (Hasniyati, 2018:230).
Alur adalah sambung-sambung peristiwa berdasarkan sebab
akibat. Alur tidak haya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi lebih
penting adalah menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Alur yang
digunakan dalam novel Burlian ini adalah alur campuran.
“Seminggu sebelum kau lahir, Burlian, Mamak sudah tidak tahan
lagi. Jadi di suatu malam yang Mamak lupa persisnya, yang pasti
malam itu udara terasa dingin menusuk tulang, hembusan nafas
seperti mengeluarkan kabut, Mamak mengambil potongan kayu
bakar yang membara dari tungku masak kita, membuka pintu, lantas
ke belakang rumah.” (Liye, 2009:2).
“Hari ini kalian membantu Mamak mengambil kayu bakar. Tidak
usah sekolah.” (Liye, 2009:22).
“Tadi pagi ada didepan rumahnya, Pak. Tapi sepertinya dia tidak
hendak berangkat sekolah. Mana ada orang ke sekolah sambil
membawa penyadap karet dan keranjang rotan.” (Liye, 2009:143).
49
“Saatnya berangkat, Burlian.” Lik Lan lembut menyentuh bahuku.
Petugas stasiun kereta sudah sejak tadi selesai menaikkan dua tas
besarku ke atas gerbong. Kereta api menunggu (Liye, 2009:333).
d. Latar
Menurut Muhardi dan Hasanuddin sebagaimana dikutip oleh
Nofriani (2018:16) Latar adalah penanda identitas permasalahan
fiksi yang mulai secara samar diperlihatkan alur atau penokohan.
Jika permasalahan fiksi sudah diketahui melalui alur atau
penokohan, maka latar memperjelas suasana, tempat dan waktu
peristiwa itu berlaku (Nofriani, 2018:16).
1) Latar Waktu
a) Malam Hari
“Makan malam berjalan tenang. Mamak tidak banyak
bertanya soal sekolah, ia lebih banyak bercakap dengan
Bapak soal pupuk urea untuk kebun kopi.” (Liye, 2009:21).
b) Pagi Hari
“Burlian, bangun.”
“Aku menggeliat, sedikit sebal dibangunkan. Lagi-lagi
Ayuk Eli menunggu. Bukankah baru saja aku
menghempaskan tubuh diranjang, bukankah rasanya baru
sekejap memejamkan mata, kenapa sudah dibangunkan.”
(Liye, 2009:29).
c) Siang Hari
50
“Bakwo tidak bawa bekal makan siang?” Aku memecah
suara jangkrik yang menghiasi langit-langit hutan (Liye,
2009:72).
d) Sore Hari
“Senja hari tiba, harusnya Bapak sudah kembali dari
kebun, dan itu berarti Bapak sudah bisa menjemput kami di
stasiun kereta sejak tadi. Tetapi hanya lenggang yang
tersisa.” (Liye, 2009:38).
2) Latar tempat
a) Kuburan
“Benar, Mamak ke kuburan. Mamak menyibak kawat
pagar kuburan, mendekati pohon bungur besar itu, lantas
melempar sekuat tenaga potongan bara ke arah suara
burung yang terus berceloteh.” (Liye, 2009:2).
b) Sekolah
“Tetapi terlepas soal ikan-ikan, kalian tidak akan pernah
bisa membayangkan betapa luar biasanya isi perut bumi.”
Pak Bin melambaikan tangan, menyuruh seisi kelas diam
(Liye, 2009:8).
c) Bukit
“Setelah dua jam perjalanan tanpa henti naik turun bukit,
kami akhirnya tiba. Aku menyeka keringat tersenggal.”
(Liye, 2009:73).
51
d) Stasiun Kereta
“Ikut kami ke Stasiun Kereta!” Terdengar suara
mendengus galak (Liye, 2009:35).
e) Sungai
“Sungai itu lebarnya paling dua meter, dibeberapa bagian
tertentu dalamnya hanya satu senti. Air mengalir di sela-
sela batu koral, jernih dan dingin menggoda burung untuk
mandi di atasnya.” (Liye, 2009:254).
f) Hutan
“Mang Unus memarkir motor trail di tepi hutan, lantas kita
bertiga berjalan kaki beriringan mulai masuk ke dalam
hutan, melangkah di atas bebatuan sungai, melewati
rimbuan pohon yang menjutai di kiri kanan sumgai.” (Liye,
2009:255).
g) Rumah
“Siapa pula yang mengganggu. Burlian dari tadi sudah
tidur, Mak.” Bantahku, yang sejak Mamak masuk kamar
segera menutupi seluruh tubuh dengan kemul kumal (Liye,
2009:213).
h) Rumah Nek Kiba
“Aku menguap bosan menunggu di bawah rumah
panggung Nek Kiba, kenapa malam ini lama sekali giliran
52
Amelia menghadap, padahal sudah hampir jadwal film
kesukaanku di televisi.” (Liye, 2009:268).
i) Kebun Kopi
“Tiga hari sejak hukuman, sore ini kami ikut Bapak melihat
kebun di kampung lain. Kebun yang satu ini juga ditanami
kopi, tapi sudah tidak produktif. Semak belukar tumbuh di
setiap jengkal tanahnya, batang kopi tidak terawat, satu
dua malah meranggas mati. Sepertinya Bapak sengaja
mengabaikan kebun ini tahun-tahun terakhir.” (Liye,
2009:29).
e. Sudut Pandang
Menurut Kosasih sebagaimana dikutip oleh Sari
(2017:32) Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam
membawakan cerita. Posisi pengarang terdiri atas dua macam,
yaitu berperan langsung sebagai orang pertama dan hanya
sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat (Sari,
2017:23).
Pada novel Burlian ini, sudut pandang pengarang sebagai
orang pertama pelaku utama yang berperan langsung di dalam
cerita.
“Aku belum mengantuk. Sejak tadi bosan membaca buku
perpustakaan sekolah yang itu-itu saja. Mulai jahil mengganggu
53
Amelia yang hendak tidur. Meniru-niru suara burung di atas
pohon bungur perkuburan belakang rumah. Gagal. Amelia
menutup kupingnya dengan bantal, tidak peduli. Tidak putus
asa, mengambil atasan mukena Ayuk Eli mengenakannya.
Amelia berteriak memanggil Mamak yang sedang menganyam
keranjang rotan di ruang tengah.” (Liye, 2009:314).
f. Gaya Bahasa
Novel Burlian secara dominan ditulis dengan bahasa
Indonesia yang mudah dipahami dan kaya akan gaya bahasa.
Ada beberapa bahasa asing, yaitu bahasa Jepang dan bahasa
daerah, tetapi disertakan terjemahan Indonesia sehingga
pembaca mudah memahaminya.
Menurut Keraf sebagaimana dikutip oleh Sari (2017:3)
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan
istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu
semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian
menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan
pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititik
beratkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu
berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau
mempergunakan kata-kata secara indah. Akhirnya style atau
gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran
54
melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan
kepribadian penulis (Sari, 2017:3).
Menurut Endraswara sebagaimana dikutip oleh
Khisniyah (2016:17) Gaya bahasa yaitu bahasa khas. Karena
bahasa telah direkayasa dan dipoles sedemikian rupa. Dari
polesan itu kemudian muncul gaya bahasa yang manis. Dengan
demikian, pemakaian gaya bahasa harus didasari penuh oleh
pengarang. Bukan hanya suatu kebetulan pengarang
menciptakan sebuah gaya bahasa hanya untuk keistimewaan
karyanya. Jadi, dapat dikatakan jika pengarang kaya kata, dan
mahir dalam menggunakan gaya bahasa maka karyanya akan
semakin mempesona dan akan lebih berbobot (Khisniyah,
2016:17).
Gaya bahasa yang serimg muncul dalam novel Burlian
adalah gaya bahasa personifikasi. Berikut contoh-contohnya:
1) Yang pasti malam itu udara terasa dingin menusuk tulang,
hembusan napas seperti mengeluarkan kabut (Liye, 2009:2).
2) Aroma kayu manis yang banyak tumbuh di pinggir kampung
menyergap hidung (Liye, 2009:16).
3) Cahaya matahari menerabas sela-sela dedaunan, kabut
masih menggantung (Liye, 2009:24).
55
4) Seluruh badanku terasa sakit, sendi-sendinya seperti
berontak marah saat digerakkan (Liye, 2009:28).
g. Amanat
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis
yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca
melalui karyanya.
Amanat yang terkandung dalam novel ini adalah,
mengajarkan kita untuk selalu bertawakal kepada Allah SWT,
selalu bersyukur dengan apa yang telah ditetapkan Allah,
berusaha, jangan pernah putus asa dan selalu menjadi anak yang
rajin walau terkadang nakal.
B. Biografi Penulis
Nama Tere Liye merupakan nama seorang penulis berbakat tanah
air. Dari beberapa informasi yang beredar di internet nama aslinya adalah
Darwis. Tere Liye merupakan nama populernya yang diambil dari bahasa
India yang artinya untukmu. Bebas diartikan untuk siapa saja, sebuah
persembahan karya untuk Sang Maha Segalanya, Tampaknya Tere Liye
tidak ingin dikenal oleh pembacanya. Hal ini terlihat dari sedikitnya
informasi tentang kehidupan dan keluarganya yang pembaca dapat melalui
bagian “tentang penulis yang terdapat pada bagian belakang sebuah novel.
Ia bisa dianggap salah satu penulis yang telah banyak mengeluarkan karya-
karya best seller. Saat ini ia telah menghasilkan banyak karya, bahkan
56
beberapa di antaranya telah di angkat ke layar lebar. Tidak seperti penulis
lain yang kebanyakan memasang foto, kontak nomor yang bisa dihubungi,
profil lengkap pada setiap karyanya. Akan tetapi Tere Liye memang tidak
ingin dipublikasikan ke media umum terkait dengan kehidupan pribadinya,
mungkin alasannya karena Tere Liye ingin mempersembahkan karya
terbaiknya dengan sederhana dan tulus.
Nama aslinya adalah Darwis. Darwis lahir pada tanggal 21 Mei 1979
di pedalaman Sumatera Selatan, di Tandaran Palembang. Darwis lahir di
dekat Bukit Barisan. Ia tinggal dikelilingi hutan, dilingkari sungai,
dibentengi bukit dan gunung. Ia dibesarkan dari sebuah keluarga yang
sangat sederhana, Ayahnya bernama Syahdan (beliau meninggal beberapa
tahun lalu) sedangkan ibunya bernama Nurmas. Walaupun sudah ditinggal
ayahnya, tapi Darwis mempunyai semangat yang tinggi juga mempunyai
mimpi-mimpi besar tentang hidup. Darwis juga sangat antusias dalam
mempelajari ilmu agama. Selain itu, ia juga pernah mendalami ilmu agama
disalah satu pondok pesantren di daerah Sumatera.
Tere Liye menikah dengan Ny. Riski Amelia dan dikaruniai seorang
putra bersnama Abdullah Pasai dan seorang putri bernama Faizah Azkia.
Tere Liye tumbuh di Pedalaman Sumatra, ia tumbuh di keluarga yang sangat
sederhana dan merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara. Kemudian,
novel-novel karya Tere Liye yang diangkat menjadi film layar lebar adalah
novel Hafalan Shalat Delisa dan Bidadari-Bidadari Surga, Moga Bunda
Disayang Allah. Satu satunya sarana yang digunakan Tere Liye untuk
57
berkomunikasi dengan para penggemarnya adalah email
Pendidikan sekolah dasar yang ia lalui di SDN 2 Kikim Timur
Sumatera Selatan, kemudian setelah lulus melanjutkan ke SMPN Timur
Sumatera Selatan. Lalu mengenyam pendidikan menengah atas di SMUN 9
Bandar Lampung. Terakhir ia kuliah di Universitas Indonesia pada Fakultas
Ekonomi.
C. Karakteristik novel karya Tere Liye
Setiap penulis memiliki karakteristik sendiri-sendiri dalam
penulisan novel. Tere Liye biasanya menyuguhkan novel yang menyentuh,
dan bisa membuat para pembacanya hanyut dan merasa seolah-olah menjadi
tokoh dalam novel atau menyaksikan sendiri kejadian-kejadian dalam novel
tersebut. Tere Liye tidak hanya mampu mengolah kata sedemikian baiknya,
namun mampu memberikan pemahaman-pemahaman baru dalam setiap
momenya. Entah itu pemahaman tentang arti kehidupan, tentang arti
keluarga, tentang arti kehilangan sehingga pembaca dapat memahami
bahwa apapun yang ada di dunia ini bukanlah milik kita, namun milik sang
pemberi kehidupan, adapun tentang dunia anak-anak yang dapat disajikan
oleh Tere Liye dengan sedemikian baiknya, dunia anak-anak yang bahkan
belum pernah penulis bayangkan sebelumnya, dimana rasa ingin tahu dan
proses belajar menyatu dengan kepolosan, kenakalan dan keisengan anak
kecil.
mailto:[email protected]
58
Tere Liye juga selalu mengaitkan permasalahan dalam setiap
novelnya dengan keagamaan dan terkadang menyampaikan bahwa setiap
apa yang kita inginkan tidak selalu dapat terpenuhi, sehingga banyak juga
karya-karya Tere Liye yang mengajarkan arti kesabaran. Dari karya-karya
Tere Liye membagi pemahaman bahwa sebetulnya hidup ini tidaklah rumit
seperti yang sering terpikir oleh kebanyakan orang. Hidup adalah anugerah
yang kuasa dan karena anugerah berarti harus disyukuri.
D. Karya-karya tere liye
Tere Liye merupakan penulis berbakat yang dimiliki Indonesia
dengan sebagian besar karyanya merupakan best seller, seperti halnya novel
yang diteliti oleh penulis.
Inilah beberapa novel karya Tere Liye yang telah tersebar di seluruh
Indonesia, yaitu:
1. Kisah Sang Penandai (Mahakata, 2005)
2. Hafalan Shalat Delisa (Republika, 2005)
3. Eliana (Serial Anak-Anak Mamak, Republika, 2011)
4. Pukat (Serial Anak-Anak Mamak, Republika, 2010)
5. Burlian (Serial Anak-Anak Mamak, Republika, 2009)
6. Amelia (Serial Anak-Anak Mamak, Republika, 2013)
7. Rindu (Republika, 2014)
8. Bumi (Gramedia Pustaka Utama, 2014)
9. Bulan (Gramedia Pustaka Utama, 2015)
59
10. Dikatakan atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta (Gramedia Pustaka
Utama, 2014)
11. #aboutlove (Gramedia Pustaka Utama, 2015)
12. Matahari (Gramedia, 2016)
13. Pulang (Republika, 2015)
60
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Gaya Bahasa
Menurut Keraf sebagaimana dikutip oleh Ibrahim (2015:37) Gaya
bahasa sebagian dari aksi yang mempercocokkan cocok tidaknya
pemakaian kata, frase, klausa atau kalimat tertentu. Adapun jangkauan gaya
bahasa tidak hanya unsur kalimat yang mengandung corak tertentu, seperti
dalam retorik klasik. Gaya bahasa dalam retorika klasik disebut dengan
style. Kata style diturunkan dari kata latin stilus, semacam alat untuk
menulis pada lempengan lilin. Kelak pada waktu penekanan dititik beratkan
pada keahlian untuk menulis indah, mempersoalkan pada pemakaian kata,
frase, atau klausa tertentu untuk menhadapi situasi tertentu (Ibrahim,
2015:37).
Gaya bahasa yang baik mengandung tiga unsur yaitu kejujuran,
sopan santun dan menarik. Gaya bahasa menjadi bagian diksi atau pilihan
kata mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frase, dan kalimat
bahkan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan bahasa yang
indah melalui pemikiran. Dalam novel Tere Liye ini sebenarnya memakai
banyak gaya bahasa, namun yang banyak muncul atau mendominasi novel
Burlian adalah gaya bahasa personifikasi.
Gaya bahasa pesonifikasi adalah gaya bahasa pengumpamaan atau
melambangkan benda mati sebagai orang atau manusia. Menurut Keraf
61
sebagiamana dikutip oleh Putri (2013:5) Gaya bahasa personifikasi adalah
semacam kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-
barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
Gaya bahasa personifikasi adalah salah satu gaya bahasa yang sering
muncul dalam ungkapan-ungkapan atau tulisan pada koran atau tabloid.
Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda
mati seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa gaya bahasa personifikasi merupakan penggunaan
bahasa yang mengibaratkan benda mati diungkapkan seolah-olah bagaikan
hidup (Putri, 2013:5-10).
Berikut kutipan novel yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi:
1. “Jadi di suatu malam yang Mamak lupa kapan persisnya, yang pasti
malam itu udara terasa dingin menusuk tulang.” (Liye, 2009:2).
2. “Dan dari arah perkuburan tercium pekat aroma bunga melati yang
menusuk tulang.” (Liye, 2009:3).
3. “Aku terengah-engah mendaki bukit, Kak Pukat menyeka dahinya yang
berpeluh. Matahari di atas kanopi hutan terik membakar.” (Liye,
2009:14).
4. “Aroma kayu manis yang banyak tumbuh di pinggir kampung
menyergap hidung bercampur dengan bau belukar yang habis ditebas.
Aku mendongak, menghirup napas dalam-dalam.” (Liye, 2009:16).
5. “Cahaya matahari menerabas sela-sela dedaunan, kabut masih
menggantung, suara burung semakin riuh, aku mulai tesenggal
62
menuruni bukit dengan beban seberat ini, apalagi Mamak di depan
tanpa banyak bicara berjalan dengan kecepatan tinggi.” (Liye,
2009:24).
6. “Matahari tumbang di ufuk barat, senja datang menjelang, ini yang
kesepuluh kalinya kami bolak-balik ke kebun.” (Liye, 2009:26).
7. “Seluruh badanku terasa sakit, sendi-sendinya seperti berontak marah
saat digerakkan. Aku mengernyit menahan ngilu seluruh tubuh.” (Liye,
2009:28).
8. “Napasnya seperti biasa tersenggal mendaki bukit, tubuh bajanya
berdebu diterpa musim kemarau, cahaya matahari membuat berkilau
gerbong-gerbongnya.” (Liye, 2009:33).
9. “Kereta meraung melewati kami, tersenggal terus mendaki bukit,
berkelok-kelok ratusan pal hingga tiba ditujuannya.” (Liye, 2009:35).
10. “Salah satu bintang yang paling terang, seperti tertawa mengintip dari
bingkai jendela ruangan kepala stasiun.” (Liye, 2009:39).
11. “Angin bukit yang menusuk tulang terlupakan, berganti kesenangan
dari tabung ajaib televisi Bapak.” (Liye, 2009:58).
12. “Debu berterbangan dibawa angin senja. Matahari tumbang di ufuk
barat.” (Liye, 2009:66).
13. “Ini benar-benar menjadi musim kemarau paling panjang, paling terik
dan paling panjang menyesakkan. Tetapi syukurlah, saat semua terasa
berat untuk dilalui, waktu selalu menjadi obat paling mujarab.” (Liye,
2009:69).
63
14. “Sang waktulah yang menjadi saksi semua proses itu. Sang waktu yang
tidak pernah tua, berhenti atau berubah.” (Liye, 2009:70).
15. “Matahari di atas kepala beranjak tinggi, terik menerpa kanopi hutan.”
(Liye, 2009:77).
16. “Aroma buah durian menusuk hidung saat kulit berdurinya terbuka.”
(Liye, 2009:82).
17. “Aku baru tahu kabar itu berbulan-bulan kemudian. Saat suatu malam
gerimis mencelup kampung.” (Liye, 2009:94)
18. “Satu-dua bintang mulai mengintip di atas langit, berteman sabit.”
(Liye, 2009:95).
19. “Sebenarnya musim penghujan sudah tiba di penghujung, tapi hujan
tetap tidak bosan turun setiap malam.” (Liye, 2009:106).
20. “Guntur bergemelutuk membuat nyilu gigi.” (Liye, 2009:109).
21. “Kabut putih masih membungkus pucuk-pucuk hutan. Cahaya matahari
lembut membasuh rerumputan. Entahlah kenapa semua orang
bertanya.” (Liye, 2009:111).
22. “Oi, aku membiarkan bulir air hujan membasahi hatiku, membuatnya
basah sekuyup baju dan rambutku.” (Liye, 2009:122).
23. “Permukaan airnya terlihat tenang, cahaya matahari tidak kuasa
menembus hingga ke dasar, membuat setiap lubuk seperti
menyembunyikan misteri sendiri.” (Liye, 2009:130).
24. “Suara tembakan merobek keheningan lubuk. Ikan itu menggelepar
seketika.” (Liye, 2009:133).
64
25. “Ini penghujung musim hujan, malam selalu terasa gerah. Kami semua
terdiam.” (Liye, 2009:140).
26. “Langit petang terlihat menyenangkan. Merah sepanjang mata
memandang. Gumpalan awan putih terlihat memerah, pucuk-pucuk
hutan kampung terlihat memerah juga atap seng rumah-rumah
panggung. Angin lembah bertiup lembut, memainkan ujung rambut.”
(Liye, 2009:146).
27. “Lumayanlah dibanding musim penghujan lalu. Tapi kebun karet itu
memang sudah terlalu tua.” (Liye, 2009:147).
28. “Pak Bin menelan ludah, lagi-lagi diam sebentar membiarkan angin
lembah berhembus melewati beranda depan rumah panggung itu.”
(Liye, 2009:148).
29. “Tubuh-tubuh liat menghitam itu meluncur ke dalam sungai, gelembung
udara berarak ke atas, anak-anak itu saling menjulurkan lidah di dalam
air sungai yang bening.” (Liye, 2009:149).
30. “Angin malam menembus sela-sela papan, membuat dua lampu canting
yang ada di ruang tengah bergoyang.” (Liye, 2009:160).
31. “Mengabaikan terik matahari yang membakar kepala. Suara burung
elang terdengar di atas kanopi hutan.” (Liye, 2009:167).
32. “Langkah kakinya membuat lantai papan berderak. Anak tangga
berbunyi keras.” (Liye, 2009:171).
33. “Lonceng pulang berdentang nyaring, memutus kesenangan kisah
proyek Terusan Panama.” (Liy2, 2009:175).
65
34. “Truk-truk cokelat berlalu lalang di antara kepulan debu. Serta
tronton-tronton besar berderit mendorong tumpukan pasir, meratakan
jalan, memuntahkan aspal cair.” (Liye, 2009:178).
35. “Musim kemarau membuat debu mengepul semakin tinggi, dan
matahari terasa lebih terik membakar dari biasanya, tapi orang-orang
Korea itu semakin kencang berteriak menyemangati pekerjanya.”
(Liye, 2009:182).
36. “Dari kampung kami, bintang-bintang memang terlihat lebih terang-
gemerlap. Rasi-rasi yang penuh arti, hamparan gagah gugusan bintang
galaksi bima sakti, semuanya terlihat menawan di langit yang jernih
tanpa tersaput awan.” (Liye, 2009:188).
37. “Gerimis membasuh kampung. Jalanan lenggang, tidak ada orang yang
lewat membawa obor bambu pergi mencari jangkrik.” (Liye,
2009:203).
38. “Suara hujan terdengar semakin deras menimpa atap genteng
terdengar berirama.” (Liye, 2009:210).
39. “Sepeda gress berwarna hitam, telah terparkir gagah di depan rumah.
Berkilauan ditimpa cahaya matahari senja.” (Liye, 2009:213).
40. “Guntur terdengar nyaring di luar sana, sepertinya hendak hujan deras
lagi.” (Liye, 2009:221).
41. “Butiran sisa air hujan menggelayut di ujung daun. Embun masih
berkilauan di terpa cahaya matahari pagi yang mengintip dari pucuk-
pucuk pohon.” (Liye, 2009:239)
66
42. “Lebih kemcang dibandingkan dentuman dinamit tim eksplorasi
pencari minyak dulu. Stasiun terasa bergetar. Butiran air jatuh
berguguran. Embun luruh ke bumi.” (Liye, 2009:240)
43. “Embun menetes satu-persatu di ujung daun bougenvile yang menjadi
pagar halaman sekolah, cahaya matahari pagi yang seharusnya
menyenangkan, justru membasuh buram seluruh lapangan sekolah.”
(Liye, 2009:241).
44. “Seluruh kampung terbenam dalam kesedihan.” (Liye, 2009:243).
45. “Musim kemarau kembali tiba. Terik matahari membakar ubun-ubun
diserati debu berterbangan menjadi pemandangan lumrah.” (Liye,
2009:249).
46. “Wak Yati dulu benar. Sang waktu tidak pernah kalah. Seberat apapun
beban yang mengganduli kaki, waktu terus berlalu.” (Liye, 2009:251).
47. “Setiap petang, saat matahari mulai beranjak turun di ufuk barat,
puluhan burung akan terbang ke dasar hutan, mendekati sungai-sungai
kecil yang banyak terdapat di hutan rimba.” (Liye, 2009:254).
48. “Sudah hampir pukul empat sore. Cahaya matahari petang menerobos
dedaunan.” (Liye, 2009:256).
49. “Lihatlah, dua induk rusa itu berkilau ditimpa cahaya senja yang
menerabas pepohonan. Tanduk pejantannya yang bertingkat terlihat
angun mempesona.” (Liye, 2009:259).
50. “Kita selalu menjaga keseimbangan. Jangan pernah melewati batas,
atau hutan tidak lagi bersahabat.” (Liye, 2009:261).
67
51. “Langit bersih dari saputan awan, ribuan bintang menghias angkasa.
Aku menyeringai melihat rasi busur dewa-dewa, teringat dengan
Nakamura yang tiga tahun lalu mengajak melihat langit dengan
teleskop besarnya.” (Liye, 2009:268).
52. “Munjib menghela napas, putus asa. Sinar matahari menerabas sela-
sela dedaunan, kabut yang menyelungkupi hutan mulai menipis.” (Liye,
2009:281).
53. “Udara pagi masih terasa menyenangkan, suara burung pemakan
nektar yang berebut bunga liar ramai terdengar, juga suara serangga
yang berderik berirama.” (Liye, 2009:284).
54. “Oi, meski kami hanya berdiri, lantas melangkah ke kiri satu langkah
ke kanan satu langkah, menerima dan mengulurkan batu, ternyata
pekerjaan ini melelahkan. Matahari mulai meninggi, hutan mulai terasa
gerah.” (Liye, 2009:285).
55. “Malam menghampiri bumi perkemahan. Setidaknya rasa lapar kami
segera menghilang saat melihat ada begitu banyak pemandangan
menarik.” (Liye, 2009”288).
56. “Aku ikut tertawa, menatap wajah Can yang masam. Cahaya matahari
pagi menerabas kabut lembut yang menyelimuti hutan. Indah sekali
menatap larik sinarnya, cahaya-cahaya itu seperti terperangkap di
sela-sela pohon.” (Liye, 2009:293).
68
57. “Belasan kamar mandi umum. Rumah-rumah yang direnovasi. Sejak
kedatangan tentara zeni, kampung Paduraksa banyak bersolek.” (Liye,
2009:294).
58. “Jalan setapak telah lama habis. Suara berisik dari kesibukan bumi
perkemahan sudah jauh tertinggal.” (Liye, 2009:300).
59. “Lihatlah, hutan mulai gelap. Matahari hampir tumbang. Urusan akan
serius sekali jika malam sempurna turun.” (Liye, 2009:302).
60. “Di luar hujan gerimis membasuh kampung. Sejak satu jam lalu
penduduk yang ramai menonton televisi Bapak di depan rumah
beranjak pulang. Udara dingin menusuk tulang, acara televisi malam
ini tidak terlalu menarik, mereka memilih segera tidur memeluk
guling.” (Liye, 2009:313).
61. “Aroma pohon dan lumut tercium dari arah perkuburan. Bau bunga
melati yang banyak tumbuh di atas batu-batu kuburan menerpa hidung
kami. Munjib menelan ludah. Langkah kami tertahan pagar kawat.”
(Liye, 2009:324).
62. “Melewati bebatuan kuburan, semak yang tumbuh liar dan bunga
melati. Gerimis terus membasuh tubuh kami. Udara malam menusuk
tulang membuat gigi bergemeletukan.” (Liye, 2009:325).
63. “Tanganku yang memeg