Upload
yuktika-riyu
View
125
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
artikel
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang sering mengenai
bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar
sampai lebih dari sepuluh kali sehari, dan bayi yang lebih besar akan
mempunyai waktu buang air masing-masing, ada yang sehari 2-3 kali sehari
atau ada yang hanya 2 kali seminggu. Neonatus dinyatakan diare bila
frekuensi buang air besar lebih dari empat kali, sedangkan untuk bayi berumur
lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali sehari (Hasan,
2007).
Diare juga merupakan penyebab penting dari gizi buruk dan
malnutrisi. Hal ini dikarenakan anak-anak cenderung makan lebih sedikit saat
mengalami diare. Diare juga mempengaruhi pencernaan makanan secara
buruk. Akibatnya tubuh mungkin tidak dapat memanfaatkan makanan dengan
efektif (Ramaiah, 2000).
Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah
penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia,
diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut). Sementara UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa
untuk urusan anak) memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang
1
2
meninggal dunia karena diare. Di Indonesia, setiap tahun 100.000 balita
meninggal karena diare (Widya, 2007).
Angka kejadian diare di Jawa Tengah tahun 2008 sebesar 1,86%
mengalami penurunan bila dibanding tahun 2007 sebesar 1,93%. Angka
kematian balita akibat diare tahun 2008 sebesar 0,006%, juga mengalami
penurunan bila dibandingkan tahun 2007 sebanyak 0,007. jumlah kasus diare
pada balita rata-rata setiap tahunnya di atas 40%. Ini menunjukan bahwa kasus
diare pada balita masih cukup tinggi dibandingkan golongan umur lain (Profil
Kesehatan Jawa Tengah, 2008).
Jumlah penderita diare balita di Semarang pada tahun 2008 sebanyak
12.264. Pada tahun 2009 angka kejadian diare pada balita menurun dari tahun
sebelumnya yaitu sebanyak 10.443. Penderita diare tahun 2010 pada anak usia
kurang dari 1 tahun sebanyak 4. 402. Anak usia 1-4 tahun sebanyak 10.194,
dan lebih dari 5 tahun sebanyak 19.895. Jumlah kasus diare tertinggi di
Puskesmas Kedungmundu (Profil Kesehatan Kota Semarang, 2010).
Kejadian diare di Puskesmas Kedungmundu pada tahun 2009
sebanyak 1.039 orang. Pada tahun 2010 jumlah kasus diare di puskesmas
Kedungmundu sebanyak 632 anak usia < 1 tahun, 881 anak usia 1-4 tahun dan
1.293 anak usia lebih dari 5 tahun. Berdasarkan laporan puskesmas, faktor
yang menyebabkan diare pada anak usia 6-12 bulan didaerah tersebut adalah
status gizi, pemberian ASI eksklusif, dan kebersihan lingkungan (Profil
Puskesmas Kedungmundu, 2010)
3
Menurut Soegijanto (2002), banyak faktor yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare.
Penyebab tidak langsung atau faktor-faktor yang mempermudah atau
mempercepat terjadinya diare seperti : status gizi, pemberian ASI eksklusif,
lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan sosial ekonomi.
Penyebab langsung antara lain infeksi bakteri virus dan parasit, malabsorbsi,
alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun yang diproduksi
oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran.
Keadaan gizi anak juga berpengaruh terhadap diare. Pada anak yang
kurang gizi karena pemberian makanan yang kurang mengakibatkan diare
akut yang lebih berat, yang berakhir lebih lama dan lebih sering terjadi pada
diare persisten dan disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare
persisten atau disentri sangat meningkat, apabila anak sudah kurang gizi
(Depkes, 2005).
Hal ini didukung oleh penelitian Sularno (2009), menunjukan
sebagian besar status gizi balita usia 0-4 bulan di Puskesmas Warungasem
Batang adalah gizi kurang sebanyak 61,47%. Balita sebagian besar juga
menderita diare 1-4 kali seminggu sebanyak 69,9%. Hasil analisa data juga
menunjukan ada hubungan bermakna antara status gizi balita dengan
frekuensi kejadian diare pada bayi usia 0-4 bulan dengan niali r = - 0,777 dan
p = 0,000.
Kejadian diare pada bayi menurut Suharyono (2008) disebabkan
karena kesalahan dalam pemberian makan, dimana bayi sudah diberi makan
4
selain ASI sebelum berusia 6 bulan. Perilaku tersebut sangat beresiko bagi
bayi untuk terkena diare karena pencernaan bayi belum mampu mencerna
makanan selain ASI, bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat
kekebalan yang hanya dapat diperoleh dari ASI serta adanya kemungkinan
makanan yang diberikan bayi sudah terkontaminasi oleh bakteri karena alat
yang digunakan untuk memberikan makanan atau minuman kepada bayi tidak
steril.
Hal tersebut didukung oleh penelitian Kamalia (2005), hasil penelitian
kejadian diare pada sampel yang tidak di beri ASI eksklusif sebanyak 17
sampel, sedangkan untuk sampel yang diberi ASI eksklusif dengan kejadian
diare hanya 1 sampel. Hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian diare, dimana semakin lama bayi diberi ASI secara eksklusif semakin
kecil kemungkinan bayi untuk terkena kejadian diare.
Faktor lingkungan yang paling dominan menyebabkan diare yaitu
sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan
tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku
manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat
terjadi (Soegijanto, 2002).
Hal ini didukung oleh penelitian Wulandari (2009), dimana sumber air
minum tidak terlindung sebanyak 54,3% dan sumber air terlindung sebanyak
45,7%. Jenis jamban tidak sehat sebanyak 35,7% dan jamban sehat sebanyak
5
64,3%. Hasil analisa data menunjukan ada hubungan antara faktor lingkungan
yang meliputi sumber air minum (p=0,001), jenis tempat pembuangan tinja
(p=0,001), pada balita dengan kejadian diare pada balita di Desa Blimbing
Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen.
Rendahnya status sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu
faktor risiko penyebab tidak langsung penyakit diare pada anak. Kejadian
diare lebih sering muncul pada bayi dan balita yang status ekonomi
keluarganya rendah. Apabila tingkat pendapatan baik, maka fasilitas
kesehatan mereka khususnya di dalam rumahnya akan terjamin, masalahnya
dalam penyediaan air bersih, penyediaan jamban sendiri atau jika mempunyai
ternak akan diberikan kandang yang baik dan terjaga kebersihannya.
Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyediakan orang tidak
mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan. Pada ibu balita yang
mempunyai pendapatan kurang akan lambat dalam penanganan diare karena
ketiadaan biaya berobat ke petugas kesehatan yang akibatnya dapat terjadi
diare yang lebih parah (Valman, 2007).
Penelitian Warman (2006) mendukung faktor ekonomi juga
mempengaruhi diare. Hasil penelitianya menunjukan keadaan sosial ekonomi
berada dalam kategori keluarga prasejahtera 3,9%, keluarga sejahtera I 79,1%,
keluarga sejahtera II 4,8%, keluarga sejahtera III 4,4% dan keluarga sejahtera
III plus 7,8%. Angka kejadian diare pada anak balita 53%. Korelasi antara
faktor sosial ekonomi terhadap kejadian diare akut pada anak balita di
Kelurahan Pekan Arba kecamatan Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir.
6
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan faktor tidak langsung yang
menyebabkan diare. Perilaku sehat seseorang berhubungan dengan tindakanya
dalam memelihara dan meningkatkan status kesehatan antara lain pencegahan
penyakit, kebersihan diri, pemilihan makanan sehat dan bergizi serta
kebersihan lingkungan. Keadaan kesehatan yang tidak baik mempengaruhi
terhadap terjadinya penyakit diare dibandingkan dalam kesehatan yang baik
(Suriadi, 2001).
Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri virus dan parasit,
malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun
yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Jenis-jenis
infeksi yang umumnya menyerang diare adalah infeksi bakteri oleh kuman
E.Coli Salmonella, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang
jumlahnya berlebihan dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika
kondisi tubuh lemah) seperti pseudomonas., infeksi basil (disentri), infeksi
virus enterovirus dan adenovirus, infeksi parasit oleh cacing (askari), dan
infeksi jamur (Widjaja, 2004).
Berdasarkan hasil wawancara pada bulan April 2011 di Puskesmas
Kedungmundu sebanyak 5 ibu yang mempunyai anak usia 0-2 tahun yang
menderita diare, diketahui sebanyak 3 anak mengalami diare dengan frekuensi
antara 4-10 kali per hari, sedangkan 2 anak diare dengan frekuensi antara 1-3
kali per hari. Terjadinya diare menurut ibu dikarenakan anak rentan terhadap
infeksi, dan berada di lingkungan yang kurang bersih.
7
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap anak yang menderita
diare di Puskesmas Kedungmundu ketika anak berusia kurang dari 6 bulan
sudah diberikan makanan tambahan seperti pisang dan susu formula. Status
gizi anak juga tergolong rendah sehingga anak rentan terhadap penyakit diare.
Pengelolaan sampah pada keluarga dibuang ditempat sampah yang tidak
tertutup dan dihinggapi lalat. Perilaku hidup bersih dan sehat pada orang tua
tidak mencuci tangan sebelum menyuapi makan anak dan anak dibiarkan
membuang tinja disembarang tempat.
Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk
menyusun Skripsi dengan judul “Analisis faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian diare pada anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Kedungmundu
Semarang”.
B. Rumusan Masalah
Jumlah penderita diare di Indonesia maupun Puskesmas
Kedungmundu Semarang dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh faktor langsung maupun tidak langsung. Penyebab tidak
langsung atau faktor-faktor yang mempermudah atau mempercepat terjadinya
diare seperti : status gizi, pemberian ASI eksklusif, lingkungan, perilaku
hygiene, dan sosial ekonomi. Penyebab langsung antara lain infeksi bakteri
virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun
keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-
sayuran.
8
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
penelitian ini adalah “Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan
kejadian diare pada anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Kedungmundu
Semarang?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada
anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Kedungmundu Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan status gizi pada anak usia 6-12 bulan di Puskesmas
Kedungmundu Semarang.
b. Mendiskripsikan pemberian ASI eksklusif pada anak usia 6-12 bulan
di Puskesmas Kedungmundu Semarang.
c. Mendiskripsikan lingkungan pada anak usia 6-12 bulan di Puskesmas
Kedungmundu Semarang.
d. Mendiskripsikan perilaku hidup bersih dan sehat terhadap anak usia 6-
12 bulan di Puskesmas Kedungmundu Semarang.
e. Mendiskripsikan kejadian diare pada anak usia 6-12 bulan di
Puskesmas Kedungmundu Semarang.
f. Menganalisis hubungan status gizi dengan kejadian diare pada anak
usia 6-12 bulan di Puskesmas Kedungmundu Semarang.
9
g. Menganalisis hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
diare pada anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Kedungmundu
Semarang.
h. Menganalisis hubungan lingkungan dengan kejadian diare pada anak
usia 6-12 bulan di Puskesmas Kedungmundu Semarang.
i. Menganalisis hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan
kejadian diare pada anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Kedungmundu
Semarang.
D. Manfaat Penelitian
1. Keilmuan Keperawatan
a. Institusi Keperawatan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya disiplin ilmu
keperawatan mengenai faktor yang dapat menyebabkan diare pada
anak usia 6-12 bulan.
b. Penelitian Lanjutan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar bagi
penelitian selanjutnya untuk meneliti penyebab langsung diare antara
lain infeksi bakteri virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, dan
keracunan.
10
2. Praktik
a. Puskesmas
Memberikan masukan bagi puskesmas untuk meningkatkan upaya
promosi kesehatan yang tepat pada masyarakat mengenai penyakit
diare pada anak usia 6-12 bulan.
b. Dinas Kesehatan
Memberikan masukan bagi dinas kesehatan untuk mengetahui faktor
yang dapat menyebabkan diare pada anak usia 6-12 bulan sehingga
dapat dijadikan dasar mengambil kebijakan dalam penanggulangan
diare.
c. Keluarga / Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada
keluarga/masyarakat tentang faktor yang dapat menyebabkan diare
sehingga dapat melakukan pencegahan terhadap diare pada anak.
E. Bidang Ilmu
Bidang ilmu penelitian ini adalah keperawatan komunitas dan
keperawatan anak.