36
BAB I PENDAHULUAN Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Kehamilan aterm adalah usia kehamilan antara 38-42 minggu dan ini merupakn periode terjadinya persalinan normal. Namun, sekitar 3,4 – 14 % atau rata-rata 10 % kehamilan berlangsung hingga 42 minggu atau lebih. Angka ini bervariasi dari beberapa peneliti bergantung pada kriteria yang dipakai. 1 Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus atau postterm pregnancy, yaitu kehamilan yang berlangsung selama lebih atau sama dengan 42 minggu atau 294 hari. Beberapa penulis menghitung waktu 42 minggu setelah HPHT, ada pula yang mengambil 43 minggu. 1 Postterm, prolonged, postdates, dan postmature merupakan istilah yang lazim digunakan untuk kehamilan yang waktunya melebihi batas waktu normal (40 minggu). Menurut standar Internasional dari American Collage of Obstetricians and Gynecologist, kehamilan jangka panjang (Prolonged pregnancy) ialah kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu lengkap 42 minggu (294 hari) atau lebih, yang dihitung dari HPHT. Yang dimaksud lengkap 42 minggu ialah 41 minggu 7 hari, jika 41 minggu 6 hari 1

analisa postterm

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ar

Citation preview

Page 1: analisa postterm

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari

hari pertama haid terakhir (HPHT). Kehamilan aterm adalah usia kehamilan

antara 38-42 minggu dan ini merupakn periode terjadinya persalinan normal.

Namun, sekitar 3,4 – 14 % atau rata-rata 10 % kehamilan berlangsung hingga 42

minggu atau lebih. Angka ini bervariasi dari beberapa peneliti bergantung pada

kriteria yang dipakai. 1

Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus atau postterm

pregnancy, yaitu kehamilan yang berlangsung selama lebih atau sama dengan 42

minggu atau 294 hari. Beberapa penulis menghitung waktu 42 minggu setelah

HPHT, ada pula yang mengambil 43 minggu.1

Postterm, prolonged, postdates, dan postmature merupakan istilah yang

lazim digunakan untuk kehamilan yang waktunya melebihi batas waktu normal

(40 minggu). Menurut standar Internasional dari American Collage of

Obstetricians and Gynecologist, kehamilan jangka panjang (Prolonged

pregnancy) ialah kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu lengkap 42 minggu

(294 hari) atau lebih, yang dihitung dari HPHT. Yang dimaksud lengkap 42

minggu ialah 41 minggu 7 hari, jika 41 minggu 6 hari belum bisa dikatakan

lengkap 42 minggu. Kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu > 40 minggu

sampai dengan 42 minggu disebut kehamilan lewat tanggal atau postdate

pregnancy.2

Kehamilan postterm merupakan salah satu kehamilan yang berisiko tinggi,

dimana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin. Kehamilan postterm terutama

berpengaruh terhadap janin, meskipun hal ini masih banyak diperdebatkan sampai

sekarang. Dalam kenyataannya kehamilan postterm mempunyai pengaruh

terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Kehamilan postterm

mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal, ataupun

1

Page 2: analisa postterm

makrosomia. Sementara itu, risiko pada ibu dengan kehamilan postterm dapat

berupa pendarahan pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. 1

Berbeda dengan angka kematian ibu yang cenderung menurun, kematian

perinatal tampaknya masih menunjukkan angka yang cukup tinggi sehingga

pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap kehamilan postterm akan

memberikan sumbangan besar dalam upaya menurunkan angka kematian terutama

kematian perinatal. 1

2

Page 3: analisa postterm

BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI

a. Nama : Ny. RBA

b. Umur : 32 tahun

c. Alamat : Perum Griya Sari, Gandus, Palembang

d. Suku : Palembang

e. Bangsa : Indonesia

f. Agama : Islam

g. Pendidikan : SLTA

h. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

i. MRS : 18 Desember 2015

j. No. RM : 927675

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis pada 18 Desember 2015, pukul 11.00)

Keluhan Utama

Hamil lewat bulan

Riwayat Perjalanan Penyakit

Kurang lebih 1 hari SMRS, pasien kontrol ke bidan karena merasa

hamil sudah cukup bulan dan dikatakan oleh bidan hamil lewat bulan.

Pasien kemudian dirawat dan diberikan obat penguat namun tidak ada

kemajuan persalinan. Pasien kemudian dirujuk ke RSMH. Riwayat perut

mulas yang menjalar ke pinggang hilang timbul makin lama makin sering

dan kuat (-), riwayat keluar darah lendir (-), riwayat keluar air-air (-) pasien

mengaku hamil lewat bulan dan gerakan janin masih dirasakan.

Riwayat minum obat-obatan penghilang nyeri (-), obat KB (-).

Riwayat demam (-), riwayat berdebar-debar (-).

3

Page 4: analisa postterm

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hamil lewat bulan pada kehamilan sebelumnya (-), riwayat

hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asthma (-), maupun penyakit berat

lainnya (-).

Riwayat Dalam Keluarga

Riwayat keluarga dengan hamil lewat waktu (-).

Status Sosial Ekonomi dan Gizi : Sedang

Status Perkawinan : Menikah 1 kali, lamanya 6 tahun

Status Reproduksi : Menarche usia 13 tahun, siklus haid

teratur 28 hari lamanya ± 4 hari,

HPHT 28 februari 2015

Status Persalinan : 1. 2010, perempuan ,BBL 3300 g,

lahir spontan, ditolong bidan,

sehat

2. 2015, Hamil ini.

III. PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 18 Desember 2015, pukul 11.15)

PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

BB : 70 Kg

TB : 165 Cm

Status gizi : IMT 25,9

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi : 86 x/ menit, isi/kualitas cukup, reguler

Respirasi : 20 x/menit, reguler

Suhu : 36,5 oC

4

Page 5: analisa postterm

PEMERIKSAAN KHUSUS

Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema

palpebra (-), pupil isokor 3 mm, refleks cahaya (+/+).

Hidung : kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret (-),

perdarahan (-).

Telinga : CAE destra et sinistra lapang, sekret (-), serumen (+),

MT sulit dinilai.

Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis sirkumoral (-), mukosa

mulut dan bibir kering (-), fisura (-), cheilitis (-).

Lidah : Atropi papil (-).

Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-), tonsil T1-T1,

tonsil tidak hiperemis, detritus (-).

Kulit : CRT < 3 s

LEHER

Inspeksi : Tidak ada kelainan

Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

THORAX

Inspeksi : simetris, retraksi intercostal, subkostal, suprasternal (-)

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

PARU

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru.

Auskultasi : vesikular (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).

JANTUNG

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis tidak teraba, tidak ada thrill

Perkusi : Jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).

5

Page 6: analisa postterm

ABDOMEN

Inspeksi : Cembung

Lihat pemeriksaan obstetrik

EKSTREMITAS

Akral hangat (+), edema pretibial (-).

PEMERIKSAAN OBSTETRIK

Pemeriksaan Luar

Tinggi fundus uteri 3 jari bawah processus xyphoideus (34 cm), letak

memanjang, punggung kiri, presentasi kepala, penurunan kepala 4/5, His (-),

DJJ 145x/mnt, TBJ 3255 g

Pemeriksaan Dalam

Vaginal toucher

Portio lunak, letak posterior, eff 50 %, Ø 1 cm, ketuban (+), kepala, H I-II,

penunjuk sulit dinilai.

IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi (Tanggal 18 Desember 2015)

Pemeriksaan Hasil Nilai NormalHematologiHb 11,2 mg/dl 11,7-15,5 mg/dlRBC 3,73 juta/m3 4,2-4,87 juta/m3

WBC 8,2 x 103/m3 4,5-11 x 103/m3

Ht 32% 43-49 %Trombosit 192.000/m3 150-450/m3

Diff. Count 0/1/67/27/5 0-1/1-6/50-70/20-40/2-8

V. DIAGNOSIS KERJA

G2P1A0 hamil 42 minggu belum inpartu janin tunggal hidup preskep.

6

Page 7: analisa postterm

VI. PROGNOSIS

Prognosis Ibu : dubia ad bonam

Prognosis Janin : dubia ad bonam

VII. TATALAKSANA (Planning / P)

a. TERAPI

IVFD RL gtt xx/menit

Cek lab darah rutin, cross match

Pematangan servik dengan misoprostol 25 ug/6 jam

b. MONITORING

Observasi tanda vital ibu, His, DJJ, tanda inpartu.

VIII. FOLLOW UP

Follow up (18 Desember 2015, pukul 19:30)

S Mau melahirkanO KU:

Tampak sakit sedangKesadaran: CMTD: 120/80 mmHg, N: 92 x/menit, RR: 24 x/menit, T: 36,8⁰CStatus obstetri:Pemeriksaan luar: Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah prosesus xiphoideus (34 cm), letak memanjang, punggung kiri, presentasi kepala, penurunan 4/5, his (+) 2x/10 menit/20”, DJJ: 120 x/menit, TBJ 3255 gram.Pemeriksaan dalam:Portio lunak, posterior, eff 75 %, pembukaan 3 cm, ketuban (-), jernih, bau (-), kepala, H I-II, penunjuk belum dapat dinilai.

A G2P1A0 hamil 42 minggu inpartu kala I fase laten janin tunggal hidup presentasi kepala + Oligohidramnion (Hasil USG)

P Observasi TVI, His, dan observasi DJJ ketat. IVFD RL gtt XX/menit.O2 3 L/menit via nasal kanul Posisi miring ke kiri

7

Page 8: analisa postterm

Follow up (18 Desember 2015, pukul 20:00)

S Mau melahirkan + penurunan DJJ (gawat janin)O Status obstetri:

KU: Tampak sakit sedangKesadaran: CMTD: 130/80 mmHg, N: 97 x/menit, RR: 24 x/menit, T: 36,9⁰CPemeriksaan luar: Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah prosesus xiphoideus (34 cm), letak memanjang, punggung kiri, presentasi kepala, penurunan 4/5, his (+) 2x/10 menit/25”, DJJ: 118 x/menit, TBJ 3255 gram.Pemeriksaan dalam:Portio lunak, posterior, eff 75 %, pembukaan 3 cm, ketuban (-), jernih, bau (-), kepala, H I-II, penunjuk belum dapat dinilai.

A G2P1A0 hamil 42 minggu inpartu kala I fase laten janin tunggal hidup presentasi kepala + Oligohidramnion + gawat janin

P Observasi TVI, His, dan observasi DJJ ketat. IVFD RL gtt XX/menit.O2 3 L/menit via nasal kanul R/ Terminasi kehamilan perabdominam

Laporan Operasi

Jenis operasi: seksio sesarea transperitoneal profunda a.i gawat janin dan oligohidramnion + insersi IUD21.50 Operasi dimulai 22.00 Lahir neonatus hidup, perempuan, BB 3.800 gram, PB 51 cm, A/S 7/922.05 Lahir plasenta lengkap, BP 580 gram, PTP 47 cm, ukuran 20x21 cm2

22.50 Operasi selesai

8

Page 9: analisa postterm

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

KEHAMILAN POSTTERM

Pengertian

Menurut FIGO (International Federation of Gynecology and Obstetrics)

dan ACOG (American Collage of Obstetricians and Gynecologists), kehamilan

yang berlangsung hingga 42 minggu atau lebih didefinisikan sebagai kehamilan

postterm (KPT).3 Kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung hingga

usia gestasi 42 minggu atau lebih (294 hari), atau perkiraan taksiran kehamilan +

14 hari (ACOG, 2004).4 Sedangkan menurut WHO (World Health Organization)

kehamilan postterm adalah suatu kehamilan 42 minggu (complete week) atau lebih

yang dihitung berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT).5

Epidemiologi

Insidens KPT berkisar 7% dari semua kehamilan. Prevalensi kejadian ini

bervariasi tergantung pada karakteristik populasi dan kebijakan manajemen

setempat. Karakteristik populasi yang dapat mempengaruhi prevalensi KPT antara

lain persentasi primigravida pada populasi setempat, prevalensi obesitas, KPT

pada kehamilan sebelumnya, dan predisposisi genetik. Proporsi wanita dengan

komplikasi kehamilan dan frekuensi kehamilan preterm juga dapat mempengaruhi

prevalensi KPT. Hubungan antara etnik dan durasi kehamilan belum diketahui

dengan pasti.4

Kebijakan manajemen setempat yang dapat mempengaruhi prevalensi KPT

antara lain jadwal induksi persalinan, perbedaan penggunaan ultrasound (USG)

awal untuk menentukan usia kehamilan, dan prevalensi sectio cesarea (SC)

elektif. Di Amerika Serikat sebagai contoh, peningkatan angka induksi persalinan

pada dekade terakhir diketahui berhubungan dengan penurunan jumlah kehamilan

yang berlangsung melebihi 41 dan 42 minggu, dari 18% dan 10% pada tahun

1998 menjadi 14% dan 4% pada tahun 2005. Sama hal nya dengan penggunaan

9

Page 10: analisa postterm

USG secara awal untuk menentukan usia kehamilan, juga diketahui berhubungan

dengan penurunan signifikan insiden KPT, dari 12% menjadi 3%. 4

Prevalensi KPT yang biasa dilaporkan bervariasi dari 4-10%. Di Eropa,

prevalensi KPT diperkirakan berkisar 0.8%-8.1%, variasi yang luas tersebut lagi-

lagi menunjukkan bahwa kebijakan yang berbeda mengenai induksi persalinan

dan metode penentuan usia kehamilan sangat berpengaruh pada prevalensi

kejadian ini. Penentuan usia kehamilan berdasarkan USG lebih akurat jika

dibandingkan dengan HPHT dan pemeriksaan rutin menggunkan USG secara

signifikan dapat menurunkan KPT. Jika kehamilan secara rutin diperiksa dengan

USG maka kehamilan yang berlangsung lebih dari 294 hari hanya 7% dan yang

melebihi 301 hari hanya 1,4 %. 3

Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab paling sering terjadinya kehamilan postterm adalah penentuan

usia kehamilan yang tidak akurat. Penggunaan kriteria klinis untuk menentukan

taksiran persalinan berpotensi menimbulkan overestimate usia kehamilan dan

berkonsekuensi meningkatkan insiden KPT. Kriteria klinis yang sering digunakan

untuk menentukan usia kehamilan antara lain hari pertama haid terakhir (HPHT),

ukuran uterus melalui pemeriksaan bimanual pada trimester pertama, persepsi

gerakan janin, auskultasi denyut jantung janin, dan tinggi fundus pada kehamilan

janin tunggal. 4

Jika KPT benar-benar terjadi maka penyebabnya secara umum tidak

diketahui dengan pasti. Faktor risiko yang umum mencakup primiparitas, riwayat

kehamilan postterm sebelumnya, janin laki-laki, obesitas, faktor hormonal dan

predisposisi genetik. 4

Salah satu hal penting yang telah diketahui adalah bahwa indeks massa

tubuh (IMT) berpengaruh terhadap durasi kehamilan dan waktu persalinan, dan

menariknya wanita obesitas memiliki insiden yang lebih tinggi terhadap kejadian

KPT, sedangkan wanita dengan IMT yang rendah memiliki insidens lebih tinggi

terjadinya kehamilan preterm (kelahiran dengan usia gestasi < 37 minggu).

Karena jaringan lemak bersifat aktif secara hormonal, dan karena wanita obesitas

10

Page 11: analisa postterm

mengalami perubahan status metabolik, maka memungkinkan jika faktor endokrin

yang berperan dalam terjadinya inisiasi persalinan mengalami perubahan pada

wanita obesitas. 4

Diantara banyak faktor yang mempengaruhi KPT, maka obesitas adalah

salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dengan mengatur pola diet dan

melakukan aktivitas fisik sebelum dan selama kehamilan. Modifikasi tersebut juga

akan berdampak terhadap meningkatnya kesehatan ibu secara umum, selain itu

karena KPT berhubungan dengan berbagai komplikasi perinatal, maka

pencegahan kejadiannya akan bermanfaat terhadap janin. 4

Perubahan kadar hormon diketahui memiliki peran dalam terjadinya

persalinan spontan dan juga kemungkinan memiliki peranan terhadap kejadian

KPT. Defisiensi sulfatase plasenta, sebagai contoh, merupakan salah satu kelainan

X-linked resesif yang jarang, yang dapat mencegah terjadinya persalinan spontan

akibat defek pada aktivitas sulfatase plasenta dan menyebabkan penurunan kadar

estriol (E3). Insufisiensi adrenal dan hipoplasia adrenal pada janin, begitu juga

dengan anensefali janin (tanpa adanya polihidramnion), walaupun jarang terjadi,

juga memiliki hubungan dengan terjadinya kehamilan postterm. 4

Hipoplasia adrenal atau insufisiensi hipofise janin juga dapat menyebabkan

penurunan produksi prekursor untuk estriol sintetis.7 Adanya kelainan janin seperti

anensefalus juga dapat menyebabkan kehamilan postterm. Hal ini dapat terjadi

karena ketiadaan tulang kranium menyebabkan tidak adanya penekanan pada

pleksus Frankenhauser yang menyebabkan tidak adanya rangsangan untuk uterus

berkontraksi.7

Faktor genetik juga berperan dalam pemanjangan usia kehamilan. Wanita

yang lahir dari ibu dengan KPT memiliki risiko untuk kejadian KPT lebih tinggi

(relative risk is 1.3). Wanita dengan riwayat KPT pada kehamilan sebelumnya

berisiko lebih tinggi untuk mengalami KPT (27% jika memiliki riwayat KPT 1

kali& 39% jika mengalami KPT 2 kali). Kejadian KPT meningkat pada wanita

yang memiliki saudara kembar dengan KPT, namun hubungan ini lebih besar

pada kembar monozigot dibanding kembar dizigot. 4

11

Page 12: analisa postterm

Patogenesis

Patogenesis terjadinya kehamilan postterm masih belum dimengerti dengan

pasti. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa faktor risiko dicurigai

berperan dalam kejadian ini, namun patogenesis kondisi tersebut secara jelas

belum dipahami. Walau pemahaman mengenai parturisi beberapa tahun ini

semakin baik, masih terdapat ketidakjelasan pada mekanisme yang mengawali

terjadinya persalinan dan kemajuan yang mengikutinya. Agar pemahaman

mengenai patogenesis KPT menjadi jelas, hal esensial yang diperlukan terlebih

dahulu adalah mengetahui patofisiologi parturisi (proses persalinan) dan

memahami mengapa mekanisme tersebut gagal terjadi pada kondisi postterm.

Mekanisme parturisi meliputi interaksi antara mekanisme hormonal dan proses

inflamasi, dimana plasenta, ibu, dan janin masing-masing memiliki peranan

penting. 4

Produksi peptida corticotrophin releasing hormone (CRH) oleh plasenta

berhubungan dengan lamanya kehamilan berlangsung. Sintesis CRH oleh plasenta

akan meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan dan mencapai puncak

pada saat persalinan. Pada wanita yang mengalami persalinan preterm,

peningkatan CRH terjadi lebih cepat, sedangkan pada wanita dengan kehamilan

postterm peningkatan hormon ini terjadi dengan lambat. Data ini menunjukkan

bahwa persalinan postterm terjadi karena perubahan mekanisme biologis yang

mengatur durasi kehamilan. Hal ini dapat terjadi akibat predisposisi genetik

karena adanya polimorfisme pada gen yang mengatur pola fisiologis hubungan

CRH dengan kelahiran. Kemungkinan lain yaitu terdapat perubahan respon

jaringan ibu terhadap sinyal hormon untuk kelahiran karena adanya perubahan

fenotip seperti yang terjadi pada wanita obesitas. 4

CRH secara langsung dapat menstimulasi produksi dHeas adrenal janin,

suatu prekusor untuk sintesis estriol plasenta. Konsentrasi CRH plasma ibu

berhubungan dengan konsentrasi estriol. Peningkatan estriol diinduksi oleh

peningkatan CRH pada akhir masa gestasi yang terjadi dengan cepat

menyebabkan peningkatan rasio estriol terhadap estradiol yang diperkirakan

menimbulkan suatu lingkungan estrogenik pada minggu akhir kehamilan. Secara

12

Page 13: analisa postterm

bersamaan penambahan konsentrasi progesteron dalam plasma ibu mengalami

penurunan atau bahkan berhenti pada akhir kehamilan. Hal ini terjadi akibat

inhibisi CRH plasenta terhadap sintesis progesteron. Sehingga efek progesteron

yang mempertahankan kehamilan (relaksasi) menurun dan kerja estriol yang

menimbulkan persalinan (kontraksi) meningkat. 4

Diagnosis

Diagnosis kehamilan postterm cukup sederhana, yaitu kehamilan yang

terjadi 42 minggu atau lebih berdasarkan HPHT. Sayangnya, walaupun siklus

menstruasi yang teratur, usia kehamilan sesungguhnya sering ditemukan berbeda

dengan tafsiran usia kehamilan pada beberapa kasus. Metode paling akurat untuk

menentukan usia kehamilan adalah dengan biometri janin menggunakan USG

pada awal kehamilan.3

Penentuan Usia Kehamilan

1. Riwayat haid

Kesalahan terkait penentuan usia kehamilan berdasarkan HPHT sering

terjadi. Jika terjadi underestimate terhadap usia kehamilan, maka akan terjadi

misdiagnosis prematuritas, dan tindakan obstetrik yang tidak seharusnya

dilakukan dapat terjadi. Namun, overestimasi terhadap usia kehamilan dapat

meningkatkan risiko induksi persalinan yang tidak dibutuhkan. Penentuan usia

kehamilan dengan HPHT memerlukan ingatan pasien yang akurat dan bahwa

ovulasi terjadi pada hari ke-14 siklus menstruasi. Kesalahan dalam menentukan

HPHT umumnya terjadi akibat ingatan pasien yang salah. 6

Durasi fase folikular bervariasi, dari 7 hingga 21 hari. Sekitar 68% wanita

hamil yang awalnya diperkirakan memiliki kehamilan lebih dari 42 minggu

berdasarkan HPHT ternyata tidak hamil dengan usia selanjut itu jika tanggal

terjadinya ovulasi ditentukan berdasarkan temperatur basal tubuh. Penundaan

ovulasi merupakan penyebab penting terjadinya tafsiran KPT. Kebanyakan

kehamilan dengan usia gestasi > 41 minggu ditemukan bukan merupakan

kehamilan > 41 minggu saat dilakukan konfirmasi dengan USG untuk

menentukan usia kehamilan.5 Selain itu terjadinya kesalahan penentuan usia

13

Page 14: analisa postterm

kehamilan berdasarkan HPHT terjadi akibat siklus menstruai yang tidak teratur,

penggunaan kontrasepsi hormonal dalam waktu dekat, atau adanya perdarahan

pada awal kehamilan.3 USG biometri yang dilakukan pada trimester II kehamilan

merupakan metode penentuan usia gestasi yang akurat. Biometri akan menjadi

lebih akurat jika digunakan 2 atau lebih parameter, seperti diameter biparietal,

lingkar abdomen, dan panjang femur, untuk menentukan usia gestasi. 6

2. Denyut jantung janin

Denyut jantung janin mulai dapat didengar pada saat umur kehamilan 18-21

minggu. Tetapi bila didengarkan dengan fetalphone Doppler, maka sudah dapat

didengar pada umur 10-12 minggu. Sehingga apabila telah lewat 32 minggu sejak

dapat didengarnya denyut jantung janin dengan fetalphone Doppler maka

mempunyai kemungkinan terjadinya kehamilan postterm.7

3. Gerakan janin

Pada umur kehamilan 18-20 minggu wanita hamil akan merasakan gerakan-

gerakan yang berdenyut halus di abdomen, gerakan ini secara bertahap akan

bertambah intensitasnya. Kehamilan postterm dapat dipikirkan bila janin belum

lahir setelah lewat 24 minggu dari saat dirasakan gerakan janin pertama kali.7

4. Pemeriksaan ultrasonografi

Jika menggunakan USG untuk menentukan usia kehamilan, maka perlu

dipahami batas kesalahan (margin of error) yang dilaporkan sesuai waktu

dilakukannya USG. USG yang dilakukan hingga usia kehamilan 20 minggu

memiliki kesalahan ± 7 hari, 20 – 30 minggu memiliki kesalahan ± 14 hari, dan

lebih dari 30 minggu memiliki kesalahan ± 21 hari (ACOG, 2004). 4

Rekomendasi:6

1. USG pada trimester awal kehamilan harus dilakukan pada semua wanita

(biasanya di usia kehamilan 11-14 minggu), karena USG pada masa ini

merupakan cara terakurat dalam menentukan usia kehamilan.

14

Page 15: analisa postterm

2. Jika terdapat perbedaan > 5 hari antara usia kehamilan yang ditentukan

dengan HPHT dan USG trimester I, maka tafsiran persalinan didasarkan

oleh USG trimester I.

3. Jika terdapat perbedaan > 10 hari antara usia kehamilan yang ditentukan

dengan HPHT dan USG trimester II, maka tafsiran persalinan

didasarkan oleh USG trimester II.

4. Jika terdapat perbedaan pada USG trimester I dan II, maka usia

kehamilan ditentukan oleh USG yang paling awal.

Pada umur kehamilan 6 minggu sudah terlihat cincin kehamilan yang sangat

khas, gerakan denyut janin terlihat jelas pada umur kehamilan 8 minggu. Sampai

umur kehamilan 12 minggu panjang puncak kepala-bokong (Crown Rump Length/

CRL) dalam milimeter memberikan ketepatan sekitar 4 hari dari taksiran

persalinan. Umur kehamilan 16-20 minggu dilakukan penuekuran Biparietal

Diameter (BPD) dalam milimeter serta Femur Length (FL) dalam milimeter

memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan.

5. Pemeriksaan Radiologis

Pada pemeriksaan foto polos abdomen dapat diperkirakann umur kehamilan

dengan melihat inti penulangan seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel Umur Kehamilan berdasarkan Inti Penulangan

INTI PENULANGAN UMUR KEHAMILAN (MINGGU)

Kalkaneus 24 - 26Talus 26 – 28

Femur distal 32Tibia proksimal 36

Kuboid 38 – 40Humerus proksimal 38 – 40 Korpus kapitatum 40 +Korpus hamatum 40 +Kuneiformis ke 3 40 +Femur proksimal 40 +

15

Page 16: analisa postterm

Tatalaksana

Antepartum Fetal Surveillance

Wanita hamil yang mencapai usia kehamilan 42 minggu dan memilih untuk

melanjutkan kehamilannya dengan perawatan konservatif harus menjalani

antenatal fetal surveillance (AFS). Pilihan yang tersedia untuk mengevaluasi

kesejahteraan janin antara lain nonstress testing (CTG), biofisik profil (BPP) atau

BPP modifikasi (CTG + estimasi volume cairan amniotik), contraction stress

testing, dan kombinasi antara modalitas tersebut. 4

Penilaian volume cairan amnion dengan USG penting dilakukan, dan

persalinan harus dipertimbangkan jika terjadi gawat janin atau oligohidramnion.

Jika terjadi oligohidramnion maka akan timbul masalah seperti rendahnya Apgar

skor dan meningkatkan perawatan bayi postpartum di ruang intensif.

Oligohidramnion dapat timbul akibat insufisiensi feto-plasenta atau peningkatan

resistensi arteri renalis dan merupakan predisposisi terjadinya kompresi tali pusat,

sehingga menyebabkan hipoksemia janin, lewatnya mekonium, atau aspirasi

mekonium. Pemeriksaan yang lebih sering (2 kali seminggu) pada kehamilan

postterm harus dilakukan karena cairan amnion dapat mengalami penurunan

drastis dalam 24-48 jam. Tidak terdapat definisi oligohidramnion yang pasti pada

kehamilan postterm. Definisi yang ada antara lain, 1) diameter vertikal terbesar

kantung cairan < 2 cm atau 2) amniotic fluid index (AFI) <5 cm. 4

Induksi Persalinan

Induksi persalinan diindikasikan jika manfaat dilakukannya persalinan

melebihi risiko yang berhubungan dengan induksi tersebut. Perhatian utama yang

meliputi induksi persalinan pada KPT tanpa risiko lainnya yaitu overstimulasi

uterus, distress janin, kegagalan induksi dan peningkatan angka sectio cesarea

(SC). Selain itu terdapat beberapa risiko yang berkaitan dengan induksi persalinan

pada beberapa pasien dengan faktor risiko spesifik, seperti risiko ruptur uterus

pada wanita dengan riwayat SC sebelumnya. Induksi persalinan memiliki angka

kesuksesan sesuai dengan kondisi serviks. Induksi kemungkinan akan berhasil

jika serviks telah matang. Beberapa metode yang digunakan untuk menilai

16

Page 17: analisa postterm

kematangan serviks antara lain pemeriksaan serviks digital (bishop skor),

penilaian panjang serviks dengan USG dan belakang ini mulai digunakan

beberapa biomarker (rasio estriol/estradiol). 4

Serviks dikatakan matang jika memiliki skor bishop ≥ 6. Pemeriksaan

dengan bishop skor ini diketahui lebih superior jika dibandingkan penilaian

panjang serviks menggunakan USG untuk memprediksi interval waktu dari

induksi persalinan dengan waktu terjadinya kelahiran. Namun pemeriksaan

serviks digital ini masih bersifat subjektif dan tergantung pada kemampuan

pemeriksa. 4

Estrogen diketahui memainkan peranan penting dalam regulasi berbagai

fungsi selama masa kehamilan. Estriol (E3), estradiol (E2), dan rasio

estriol/estradiol memiliki peran penting dalam mengontrol parturisi dengan

menciptakan lingkungan estrogenik saat onset persalinan. 4

Telah diketahui bahwa rasio estriol/estradiol serum ibu secara signifikan

lebih tinggi pada wanita yang berespon terhadap induksi persalinan. Data ini

sejalan dengan penelitian lain. Penelitian ini menunjukkan bahwa saat kehamilan

mendekati waktu persalinan maka kadar estriol/estradiol mengalami peningkatan.

Penelitian juga menunjukkan bahwa aktivasi estrogen pada proses persalinan

dimediasi dengan peningkatan respon estrogen miometrial. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa kombinasi antara penilaian panjang serviks secara USG dan

rasio E3/E2 merupakan pemeriksaan yang baik untuk memprediksi kesuksesan

induksi persalinan pada KPT.4

Wanita dengan serviks yang matang umumnya akan mengalami persalinan

spontan, dan jika dilakukan induksi persalinan, maka induksi tersebut biasanya

akan berhasil. Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan kehamilan postterm

dan serviks yang matang maka tidak ada indikasi bahwa persalinan yang

dilakukan secara spontan akan menimbulkan efek negatif terhadap persalinannya.4

Sebanyak 80% wanita yang kehamilannya mencapai 42 minggu umumnya

belum memiliki serviks yang matang (bishop Score < 6). Melakukan pematangan

serviks sebelum dilakukannya induksi persalinan diketahui akan memberi manfaat

terhadap prognosis. Pematangan serviks sebelum melakukan induksi persalinan

17

Page 18: analisa postterm

akan menurunkan terjadinya kegagalan induksi, menurunkan morbiditas ibu dan

bayi, menurunkan biaya perawatan, dan menurunkan angka persalinan SC secara

umum dalam populasi.4

Sistemik review Cochrane mendemostrasikan bahwa prostaglandin (PGs)

dapat membantu pematangan serviks dan dapat mengawali kontraksi uterus.

Walaupun berbagai penelitian telah dilakukan terhadap penggunaan PG dalam

induksi persalinan, tidak ada dosis standar yang ditetapkan. Secara keseluruhan,

obat-obatan dapat ditoleransi dengan baik tanpa ada efek samping bermakna yang

timbul pada pasien. Penggunaan PG dosis tinggi (terutama PGe1) telah

dihubungkan dengan peningkatan risiko takisistole uterus dan hiperstilmulasi

yang akhirnya menyebabkan distress janin . Pada dosis rendah (seperti

misoprostol 25 mikrogram intravaginal) lebih disarankan daripada dosis

misoprostol 50 mikrogram. Selama penggunaan misoprostol, maka harus

dilakukan monitoring denyut jantung janin secara rutin untuk mengetahui

kesejahteraan janin karena adanya kemungkinan hiperstimulasi uterus. 4

Walaupun kehamilan postterm didefinisikan sebagai masa kehamilan yang

mencapai 42 minggu atau lebih, beberapa penelitian multi-centre randomized

mengenai manajemen kehamilan lebih dari 40 minggu menyatakan bahwa luaran

yang lebih baik akan dihasilkan dengan melakukan induksi persalinan di awal

masa kehamilan 41 minggu.4

Komplikasi

Risiko Neonatus

Kehamilan postterm berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan

morbiditas fetus dan neonatus. Angka mortalitas perinatal, didefinisikan sebagai

kelahiran mati ditambah dengan kematian neonatus dini, dan pada kehamilan 42

minggu angka ini lebih tinggi 2 kali lipat dibanding kehamilan aterm atau sama

tingginya dengan kehamilan preterm. Pada kehamilan 43 minggu angka ini

menjadi 4 kali lebih tinggi dan pada kehamilan 44 minggu angka ini meningkat

hingga 5-7 kali lebih tinggi. Penyebab tingginya angka mortalitas perinatal ini

adalah insufisiensi uteroplasenta, aspirasi mekonium, dan infeksi intrauterine. 4

18

Page 19: analisa postterm

Morbiditas janin juga meningkat pada kehamilan yang berlangsung hingga

41 minggu. Kelainan yang mungkin terjadi seperti meconium aspiration syndrome

(MAS), makrosomia dan dismaturitas. Kehamilan postterm juga merupakan faktor

risiko independen terhadap rendahnya pH tali pusat (neonatal acidemia), skor

Apgar yang rendah pada menit ke-5 dan neonatal encephalopathy, dan kematian

bayi di tahun pertama kehidupan. 4

Sindrom aspirasi mekonium mengacu pada gangguan pernapasan dengan

takipnea, sianosis, dan penurunan fungsi paru pada bayi baru lahir akibat paparan

terhadap mekonium dalam rahim. Hal ini tampak lebih sering terjadi pada

neonatus postterm. Di Amerika Serikat kejadian sindrom aspirasi mekonium

telah menunjukkan penurunan 4 kali lipat antara tahun 1990 dan 1998 (dari 5,8%

menjadi 1,5% pada bayi lebih dari 37 minggu; P <0,003). Hal ini terjadi terutama

akibat penurunan angka kehamilan postterm. Intervensi konvensional seperti

amnio-infusion atau pengisapan nasofaring dan orofaring rutin pada mekonium di

perineum saat persalinan telah berkontribusi dalam penurunan angka ini. 4

Bayi postterm lebih besar dari bayi aterm dan memiliki insiden janin

makrosomia yang lebih tinggi (2,5-10% di postterm dibandingkan 0,8-1% pada

jangka). Makrosomia janin didefinisikan sebagai berat janin ≥ 4,5 kg (ACOG,

2000), terkait dengan persalinan lama, disproporsi kepala panggul, dan distosia

bahu. Distosia bahu dikaitkan dengan risiko cedera ortopedi (misalnya fraktur

pada humerus dan klavikula) dan juga cedera syaraf seperti cedera pleksus

brakialis dan cerebral palsy. 4

Sekitar 20% janin postterm mengalami sindrom dismaturitas, yang

mengacu pada bayi dengan karakteristik restriksi pertumbuhan intrauterin kronis

akibat insufisiensi utero-plasenta. Gambaran yang terlihat berupa kulit tipis yang

terkelupas (deskuamasi berlebihan), tubuh kurus (kekurangan gizi), rambut dan

kuku panjang, oligohidramnion dan keluarnya mekonium. Kehamilan ini

meningkatkan risiko kompresi tali pusat dari oligohidramnion, aspirasi

mekonium, dan komplikasi neonatal seperti hipoglikemia, kejang, dan insufisiensi

pernapasan. 4

19

Page 20: analisa postterm

Meskipun banyak usaha telah dilakukan pada kehamilan postterm,

beberapa risiko seperti lahir mati, keluarnya mekonium, dan neonatal acidaemia

meningkat kejadiannya pada minggu ke-41 dan bahkan pada minggu ke-40

kehamilan dibandingkan minggu ke-39 kehamilan. Sebuah studi dari Skotlandia

yang diterbitkan tahun 2010 menunjukkan peningkatan risiko bayi lahir mati (baik

secara keseluruhan dan lahir mati yang tidak dapat dijelaskan) terutama setelah 39

minggu kehamilan. Yudkin dkk. (1987) juga membuktikan bahwa risiko bayi lahir

mati yang tidak dapat dijelaskan meningkat empat kali lipat setelah 39 minggu

sampai maksimum pada 41 minggu. Tingkat aspirasi mekonium dan neonatal

acidaemia meningkat seperti pada progress kehamilan aterm di atas 38 minggu.

Morbiditas neonatal termasuk cedera saat persalinan juga meningkat setelah 38

minggu. 4

Sindroma Postmaturitas

Sindroma postmaturitas dapat dikenali pada neonatus ddengan

ditemukannya beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit

kering, keriput seperti kertas (hilangnya lemak subkutan), kuku tangan dan kaki

panjang, tulang tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo,

maserasi kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, wana coklat kehijauan

atau kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita, dan rambut

kepala banyak atau tebal. Tidak seluruh neonatus kehamilan postterm

menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat

sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postterm.

Berdasarkan derajat insufisiensi plasenta yang terjadi, tanda postmaturitas dapat

dibagi menjadi 3 stadium:1

1. Stadium I: kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi

berupa kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.

2. Stadium II: gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit

3. Stadium III: disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat. 1

20

Page 21: analisa postterm

Risiko Maternal

Kehamilan postterm dikaitkan dengan risiko signifikan terhadap ibu.

Terdapat peningkatan risiko: 1) distosia persalinan (9-12% dibandingkan 2-7%

pada aterm); 2) laserasi perineum yang berat terkait dengan makrosomia (robekan

derajat 3 & 4) (3,3% dibandingkan 2,6% pada aterm); 3) peningkatan seksio

sesaria (14% dibandingkan 7% aterm). Persalinan sesar dikaitkan dengan

peningkatan risiko endometritis dan perdarahan. Morbiditas ibu juga meningkat

pada kehamilan setelah 42 minggu. Komplikasi seperti korioamnionitis, laserasi

perineum yang parah, persalinan sesar, perdarahan postpartum, dan

endomiometritis meningkat progresif setelah 39 minggu kehamilan. 4

21

Page 22: analisa postterm

BAB IV

ANALISIS KASUS

Ny RBA usia 32 tahun G2P1A0 datang dengan keluhan hamil lewat bulan.

Dari anamnesis ditemukan bahwa pasien telah kontrol ke bidan karena merasa

hamil sudah cukup bulan namun bidan mengatakan bahwa pasien hamil lewat

bulan lalu pasien dirawat dan diberikan obat penguat namun tidak ada kemajuan

persalinan. Pasien lalu dirujuk ke RSMH. Riwayat perut mulas yang menjalar ke

pinggang hilang timbul makin lama makin sering dan kuat (-), riwayat keluar

darah lendir (-), riwayat keluar air-air (-) pasien mengaku hamil lewat bulan dan

gerakan janin masih dirasakan. Pasien melahirkan dengan seksio sesarea

transperitoneal profunda atas indikasi gawat janin dan oligohidramnion, lahir

neonatus hidup, perempuan BB 3800 gram, PB 51 cm, A/S 7/9.

Pada pemeriksaan luar abdomen ditemukan tinggi fundus uteri 3 jari

dibawah pusat (34 cm), memanjang, puki, presentasi kepala, dengan penurunan

4/5, His (-), DJJ 145 x/menit, TBJ 3255 g. dan hasil pemeriksaan dalam dengan

vaginal toucher didapatkan portio lunak, posterior eff 50% Ø 1 cm, ketuban dan

penunjuk sulit dinilai.

Dari pemeriksaan penunjang yaitu USG di IRD RSMH didapatkan kesan

bahwa os hamil 39 minggu JTH preskep + oligohidramnion.

Postterm menurut WHO (World Health Organization) kehamilan postterm

adalah suatu kehamilan 42 minggu (complete week) atau lebih yang dihitung

berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Menurut HPHT pasien ini, pasien

ini telah hamil 42 minggu.

Neonatus lahir dengan BB 3800 gram, PB 51 cm. Menurut teori, panjang

badan janin hampir tidak terpengaruh dengan fenomena yang terjadi. Menurut

teori taksiran BB dan PB janin dengan usia gestasi, usia gestasi 41 minggu

memiliki BB sekitar 3750 gram dan PB sekitar 50-52,5 cm. Selain itu pada

neonatus tidak ditemukan sindroma postmaturitas. Sindroma postmaturitas

22

Page 23: analisa postterm

adalah . Namun, tidak seluruh neonatus kehamilan postterm menunjukkan tanda

postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20 %

neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postterm. Pada kasus ini

tidak terdapat sindroma postmaturitas namun tidak berarti menyingkirkan

kemungkinan kehamilan postterm pada pasien ini.

Jika menggunakan USG untuk menentukan usia kehamilan, maka perlu

dipahami batas kesalahan (margin of error) yang dilaporkan sesuai waktu

dilakukannya USG. USG yang dilakukan hingga usia kehamilan 20 minggu

memiliki kesalahan ± 7 hari, 20 – 30 minggu memiliki kesalahan ± 14 hari, dan

lebih dari 30 minggu memiliki kesalahan ± 21 hari. Sehingga jika hasil dari USG

didapatkan 39 minggu, masih terdapat kemungkinan kesalahan, dan usia

kehamilan sebenarnya mungkin 39 minggu ± 21 hari, bisa 42 minggu atau 36

minggu.

Tatalaksana pada pasien adalah IVFD RL gtt xx/menit dan pematangan

serviks dengan misoprostol 25ug/6 jam karena awalnya direncanakan untuk

partus pervaginam namun setelah mengalami gawat janin, pasien dilakukan

tindakan sectio secarea.

23

Page 24: analisa postterm

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul BS, Trijatmo R, Gulardi HW [Editor]. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Edisi Keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.

2. Cunningham FG, et al. Postterm Pregnancy. Williams Obstetric, 22st ed. Mc.Graw Hill Publishing Divisions, New York; 2005.

3. Giampaolo M, Zarko A, Frank C, Amos G, Runa H, et al. Guidelines for the manajemen of postterm pregnancy. J. Perinat. Med, 38:111–119; 2010.

4. GalalM., Symond I, Murray H, Etraglia F, Smith R. Postterm pregnancy. FVV in ObGyn, 4 (3): 175-187; 2012.

5. Dianggara PS. Perbandingan Induksi Misoprostol Dengan Induksi OksitosinTerhadap Lama Persalinan Pada Kehamilan Posttermdi RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten.Jurnal Kedokteran Indonesia, 1(2):131-136 ;2009.

6. Delaney M, Sack AR, et al. Guidelines for the Manajemen of Pregnancy at 41+0 to 42+0 Weeks. SOGC Clinical Practice Guideline, 214: 800-810; 2008.

7. Wiknjosastro H, Saifudin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP Sarwono Prawirohardjo, 2010.

24