92
ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA UJI TOKSISITAS AKUT PESTISIDA BERBAHAN AKTIF SIPERMETHRIN SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Oleh : ANANDITA RAHMI RAMDHANI NIM. 135080101111057 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA UJI TOKSISITAS

AKUT PESTISIDA BERBAHAN AKTIF SIPERMETHRIN

SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Oleh :

ANANDITA RAHMI RAMDHANI NIM. 135080101111057

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2017

Page 2: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

i

ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA UJI TOKSISITAS

AKUT PESTISIDA BERBAHAN AKTIF SIPERMETHRIN

SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya

Oleh :

ANANDITA RAHMI RAMDHANI NIM. 135080101111057

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2017

Page 3: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

ii

SKRIPSI ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

PADA UJI TOKSISITAS AKUT PESTISIDA BERBAHAN AKTIF SIPERMETHRIN

Oleh: ANANDITA RAHMI RAMDHANI

NIM. 135080101111057

Telah dipertahankan didepan pengujipada tanggal 6 Juni 2017 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Page 4: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan

saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

oleh orang lain kecuali yang tertullis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar

pustaka.

Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Malang,

Mahasiswa

Anandita Rahmi Ramdhani NIM. 135080101111057

Page 5: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

iv

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang "Analisa Histopatologi Insang Ikan NIla (Oreochromis niloticus) pada Uji Toksisitas Pestisida Berbahan Aktif Sipermethrinmemperoleh gela sarjana perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Penulis menyadari bahwa begitu banyak bantuan yang penulis peroleh dalam penyusunan laporan skripsi ini, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orangtua tercinta, Ayahanda Heru Hananto Senohadi dan Ibunda Driya Gita Soerachmad, Adikku, Nafidzah Kiasati Sadrina dan Khairinnisa Fadhila Sofwa atas bantuan dalam segi materiil maupun non materiil, dorongan yang kuat, kebijaksanaan dan tak pernah henti membdukungannya.

2. Bapak Dr. Asus Maizar S. H., S.Pi, MP selaku pembimbing 1 dan Bapak Andi Kurniawan, S.Pi, M.Eng, D.Sc selaku pembimbing 2 atas ketersediaan waktu, tenaga dan pemikirannya untuk membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis hingga terselesaikannya laporan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Yuni Kilawati, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas ketersediaan waktu serta ilmu yang diberikan lewat kritik dan sarannya.

4. Seluruh civitas akademik Universitas Brawijaya yang telah memberikan fasilitas kepada penulis, sehingga penulis dapat lebih mudah menyelesaikan laporan skripsi ini.

5. Teman-teman seperjuangan penelitian ini, Tim penelitian bedel UTR (Benni Pujianto, kakak Ricky Tri dan kakak Shinta Hiflina Yuniari) atas segala dukungan,waktunya, serta doa dan semangatnya dalam melaksanakan penelitian.

6. Teman-teman yang tersayang, para Peju_ang Skripsweet atau memegers (Khoirun Nisa Eka P., Dianita Putri P., Sfrintadevi Nindy R., Syamsul

Sselama ini dan keberadaannya dari semester 1 sampai akhir.

7. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat serta seluruh teman-teman di program studi/jurusan/fakultas lain atas dukungannya.

8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang turut berperan dalam memperlancar penelitian dan penulisan laporan skripsi ini.

Malang, Juni 2017

Penulis

Page 6: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

v

RINGKASAN

ANANDITA RAHMI RAMDHANI. Skripsi. Analisa Histopatologi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Uji Toksisitas Akut Pestisida Berbahan Aktif Sipermethrin. (dibawah bimbingan Dr. Asus Maizar Suryanto H., S.Pi, M.P dan Andi Kurniawan, S.Pi, M.Eng, D.Sc)

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) memiliki berbagai macam keunggulan seperti pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangkan, tahan terhadap gangguan hama dan penyakit serta toleran terhadap perunanan keadaan lingkungan. Hal tersebutlah yang menjadikan Oreochromis niloticussebagai salah satu komuditas yang bisa dikembangkan menjadi alternatif usaha budidaya yang cukup menjanjikan di Indonesia. Walaupun ikan Nila memiliki kemampuan beradaptasi yang baik, tak dapat dipungkiri bahwa ikan Nila akan tahan dengan kondisi lingkungan yang tercemar. Keberadaan bahan pencemar di perairan seperti pestisida yang berasal dari sistem budidaya mina-padi menjadikan adanya kerusakan organ insang maupun kematian ikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kematian (mortalitas) serta perubahan respon tingkah laku ikan Nila yang terpapar pestisida dengan bahan aktif Sipermethrin dan untuk mengetahui jenis dan tingkat kerusakan sel pada jaringan insang ikan Nila (Oreochromis niloticus) akibat pemaparan pada uji toksisitas akut melalui analisa histopatologi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai Desember 2016. Adapun penelitian untuk uji toksisitas akut LC50 96 jam dilakukan di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan untuk analisis kerusakan jaringan insang ikan Nila dilakukan di Laboratorium Patologi dan Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara deskriptif yang meliputi tahapan pemeliharaan hewan uji, adaptasi hewan uji (aklimatisasi), pembuatan konsentrasi perlakuan, tahap perlakuan, analisa histopatologi dan dan pengukuran parameter kualitas air. Adapun tahap perlakuan meliputi uji pendahuluan dan uji sesungguhnya dengan analisis data menggunakan analisis probit, sedangkan analisis histopatologi meliputi preparasi dan proses pembuatan jaringan insang, pengamatan kerusakan jaringan insang dan persentase kerusakan insang, serta pengamatan visual dilakukan untuk mengetahui respon tingkah laku ikan Nila. Berdasarkan hasil uji toksisitas akut LC50-96 jam diperoleh nilai batas maksimal penggunaan pestisida dengan jenis insektisida berbahan aktif Sipermethrin adalah 0,08 ppm yang termasuk kedalam kategori bahan pencemar sangat toksik dimana hasil tersebut didapatkan dari perhitungan analisa probit. Selain itu terjadinya kerusakan jaringan insang ikan Nila akibat adanya pemaparan pestisida berbahan aktif Sipermethrin seperti edema, hemoragi, vakuolasi, fusi lamella dan nekrosis. Persentase kerusakan total insang ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada konsentrasi pemaparan 0,0135 ppm, 0,018 ppm, 0,024 ppm, 0,032 ppm, 0,042 ppm, 0,065 ppm dan 0,087 ppm mengalami total kerusakan sebesar 16,89%, 18,67%, 19,22%, 22,22%, 29,44%, 30,67% dan 27,33%. Adapun total kerusakan tertinggi pada saat pemaparan yaitu sebesar 30,67% yang menandakan bahwa telah terjadi pencemaran sedang. Sedangkan pada saat pemaparan pestisida berbahan aktif Sipermethrin menunjukkan perubahan respon

Page 7: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

vi

tingkah laku ikan Nila dan semakin bertambahnya kerusakan jaringan insang ikan Nila maka respon tingkah laku semakin rendah. Hasil dari kualitas air yang dilakukan selama penelitian yaitu, suhu berkisar antara 23,3 C 27,4 C, pH berkisar antara 8,07-8,77, dan oksigen terlarut berkisar antara 5,14-7,48 mg/l. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi air untuk pembesaran ikan Nila termasuk kedalam kategori baik. Akan tetapi adanya faktor lain seperti pencemaran pestisida berbahan aktif Sipermethrin dapat mengakibatkan kerusakan jaringan insang sehingga kelangsungan hidup ikan dapat terganggu dan menyebabkan kematian. Perlu adanya penggunaan pestisida dengan bahan aktif Sipermethrin yang tidak melebihi batas maksimal dosis yang didapatkan dari hasil uji toksisitas akut LC50-96 jam dan penelitian lebih lanjut mengenai filtrasi air dalam sistem mina-padi sehingga meminimalisir kerusakan insang ikan Nila sebagai organ biomarker terhadap pencemaran pestisida di perairan.

Page 8: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T atas limpahan rahmat serta karunia-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Skripsi yang berjudul

Oreochromis niloticus) pada Uji Toksisitas

Akut Pestisida Berbahan Aktif Sipermethrin

memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Brawijaya, Malang.

Dengan keterbatasan yang dimiliki penulis, masih banyak kekurangan

dalam penyusunan ususlan skripsi ini, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik

dan saran yang membangun untuk kesempuraan dalam laporan ini.

Malang,

Penulis

Page 9: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................................ iii

UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................... iv

RINGKASAN ......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ............................................................................................ vii

DAFTAR ISI......................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii

1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 4 1.3 Tujuan ...................................................................................................... 5 1.4 Kegunaan ................................................................................................. 5 1.5 Waktu dan Tempat ................................................................................... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 7 2.1 Pestisida................................................................................................... 7

2.1.1 Pengertian dan Toksisitas Pestisida ................................................ 7 2.1.2 Insektisida dengan Bahan Aktif Sipermetrin .................................... 9 2.1.3 Masuknya Limbah Pestisida ke Perairan ....................................... 11 2.1.4 Mekanisme Masuknya Pestisida ke Tubuh Organisme ................. 12

2.2 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ............................................................ 13 2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi ................................................................ 13 2.2.2 Habitat dan Kebiasaan Hidup ........................................................ 15 2.2.3 Anatomi dan Fisiologi .................................................................... 16 2.2.4 Insang Ikan Nila ............................................................................ 18 2.2.5 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) sebagai Bioindikator .................. 20

2.3 Uji Toksisitas .......................................................................................... 21 2.4 Histologi ................................................................................................. 22 2.5 Parameter Kualitas Air ............................................................................ 25

2.5.1 Suhu ............................................................................................. 25 2.5.2 Derajat Keasaman (pH) ................................................................. 26 2.5.3 Oksigen Terlarut (DO) ................................................................... 26

3 METODE PENELITIAN .............................................................................. 28 3.1 Materi Penelitian ..................................................................................... 28 3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 28 3.3 Metode Penelitian ................................................................................... 29 3.4 Sumber Data .......................................................................................... 29

3.4.1 Data Primer ................................................................................... 29

Page 10: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

ix

3.4.2 Data Sekunder .............................................................................. 30 3.5 Prosedur Penelitian ................................................................................ 30

3.5.1 Pemeliharaan Hewan Uji ............................................................... 30 3.5.2 Adaptasi Hewan Uji (Aklimatisasi) ................................................. 31 3.5.3 Pembuatan Konsentrasi Perlakuan ............................................... 32 3.5.4 Tahap Perlakuan ........................................................................... 32 3.5.5 Analisa Histopatologi ..................................................................... 37 3.5.6 Pengukuran Parameter Kualitas Air .............................................. 39

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 41 4.1 Uji Toksisitas Pemaparan Pestisida berbahan Aktif Sipermethrin terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ..................................................... 41

4.1.1 Uji Pendahuluan ............................................................................ 41 4.1.2 Uji Sesungguhnya ......................................................................... 43 4.1.3 Analisis Probit ............................................................................... 45

4.2 Analisis Histopatologi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) .............. 46 4.2.1 Histopatologi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) .................. 46 4.2.2 Persentase Kerusakan Jaringan Insang Ikan Nila

(Oreochromis niloticus) ................................................................. 60 4.3 Kondisi dan Tingkah Laku Ikan Nila (Oreochromis niloticus) .................. 64 4.4 Analisis Kualitas Air ................................................................................ 67

4.4.1 Suhu ............................................................................................. 67 4.4.2 Derajat Keasaman (pH) ................................................................. 68 4.4.3 Oksigen Terlarut (DO) ................................................................... 68

5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 70 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 70 5.2 Saran ..................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 72

LAMPIRAN ........................................................................................................ 80

Page 11: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Tingkah Laku Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Diamati ............... 35 Tabel 2. Data Hasil Mortalitas Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Uji

Pendahuluan. Keterangan sebagai berikut : (*) Ambang batas bawah (**) Ambang batas atas ........................................................................ 41

Tabel 3. Data Hasil Mortalitas Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Uji Sesungguhnya ..................................................................................... 43

Tabel 4. Persentase Kerusakan Jaringan Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Keterangan : Ed = Edema, He = Hemoragi, Fu= Fusi, Ne= Nekrosis........................................................................ 61

Tabel 5. Kriteria Tingkatan Nilai Toksisitas LC50-96 Jam Pada Lingkungan Perairan (CEPA, 1999) ........................................................................ 64

Tabel 6. Skoring Tingkah Laku Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Terhadap Sipermethrin......................................................................................... 64

Tabel 7. Data Hasil Parameter Kualitas Air. ....................................................... 67

Page 12: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan alur rumusan masalah ............................................................ 4 Gambar 2. Struktur Sipermetrin ......................................................................... 10 Gambar 3. Morfologi ikan Nila (Oreochromis niloticus) (Amri dan Khairuman,

2003) ............................................................................................... 13 Gambar 4. Kondisi histologi insang normal potongan saggital arcus brachialis

Pimephales promelas 100x 1. tapis Insang; 2. epitel mukosa 3. membran dasar; 4. submukosa; 5. tulang; 6. jaringan adiposa; 7. arteriol insang eferen; 8. arteri Insang aferen; 9. lamella primer; 10. Lamella sekunder. (Tasyakal,2015). ................................................ 19

Gambar 5. Grafik Analisa Probit Mortalitas Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Uji Toksisitas Akut Pestisida Berbahan Aktif Sipermethrin ...... 46

Gambar 6. Gambar (i) merupakan mikroanatomi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada uji toksisitas mortalitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0 ppm (kontrol) dan (ii) merupakan potongan melintang struktur mikroanatomi insang ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada kondisi normal (perbesaran 10x40) (Mulyani et al., 2014). Keterangan gambar sebagai berikut: a.Lamella primer, b. Lamella sekunder. ........................................... 48

Gambar 7. Gambar mikroanatomis insang ikan Nila (Oreochromis nilloticus) pada uji toksisitas mortalitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,0135 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, He=Hemoragi, dan Va=Vakuolasi. ............................... 49

Gambar 8. Gambar mikroanatomi Insang Ikan NIla (Oreochromis niloticus) pada uji toksisitas mortalitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,018 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, Ne=Nekrosis, dan He=Hemoragi. ................................. 51

Gambar 9. Gambar mikroanatomi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada uji toksisitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,024 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, He=Hemoragi, Va=Vakuolasi dan Ne=Nekrosis. ............................. 53

Gambar 10. Gambar mikroanatomi Insang Ikan NIla (Oreochromis niloticus) pada uji toksisitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,032 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, He=Hemoragi, Va=Vakuolasi dan Ne=Nekrosis. ............................. 55

Gambar 11. Gambar mikroanatomi Insang Ikan NIla (Oreochromis niloticus) pada uji toksisitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,042 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, He=Hemoragi, Va=Vakuolasi dan Ne=Nekrosis. ............................. 56

Gambar 12. Gambar mikroanatomi Insang Ikan NIla (Oreochromis niloticus) pada uji toksisitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,065 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, He=Hemoragi, Va=Vakuolasi dan Ne=Nekrosis. ............................. 58

Page 13: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

xii

Gambar 13. Gambar mikroanatomi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada uji toksisitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,087 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, He=Hemoragi, Va=Vakuolasi dan Ne=Nekrosis. ............................. 59

Gambar 14. Persentase Kerusakan Jaringan Insang Ikan Nila .......................... 62

Page 14: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan terbuka merupakan salah satu lingkungan yang menjadi tempat

pembuangan akhir bahan bahan pencemaran seperti limbah rumah tangga,

industri, pertanian dan kegiatan manusia lainnya. Definisi pertanian menurut

Tunas, et al. (2014) yaitu pertanian adalah hal yang berkaitan dengan bertani

seperti kegiatan tanam-menanam yang berhubungan dengan tanah. Selain itu

pertanian juga dapat diartikan sebagai segala yang bertalian dengan tanam-

menanam yaitu pengusahaan tanah dan sebagainya. Sehingga dapat diartikan

bahwa pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang

dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri atau

sumber energi, serta untuk mengolah lingkungan hidupnya. Kegiatan pertanian

yang dapat diakukan antara lain seperti menanan padi, sayuran maupun tanaman

hijau lainnya yang dapat menghasilkan nilai ekonomis karena dapat dimanfaatkan

masyarakat untuk dikonsumsi.

Pada umumnya, dalam kegiatan pertanian terdapat penggunaan pestisida

untuk mendukung tingkat keberhasilan penanaman tersebut. Upaya pengendalian

kimia yang dilakukan petani didapatkan dari pertimbangan cara kerja yang cepat

dan mudah diperoleh. Sedangkan pestisida menurut Wulandari et al. (2013)

merupakan bahan kimia yang secara umum digunakan sebagai pengontrol

organisme yang tidak diinginkan dalam sektor pertanian. Salah satu pestisida yang

digunakan oleh para petani untuk mengatasi masalah hama serangga adalah

insektisida berbahan aktif Sipermethrin.

Akan tetapi, penggunaan pestisida Sipermethrin yang merupakan salah

satu bahan kimia dapat menimbulkan dampak pencemaran lingkungan dan residu.

Menurut Ewen dan Stephenson (1979) mengatakan bahwa keberadaan pestisida

Page 15: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

2

di dalam suatu perairan dapat mempengaruhi temperatur, pH, sifat kimia air,

kehidupan akuatik dan besarnya suspensi material organik dan anorganik.

Penggunaan pestisida secara berlebih juga dapat mengakibatkan dampak negatif

bagi yang mengkonsumsinya. Hal tersebut bisa terjadi karena pestisida berbahan

aktif Sipermethrin telah terakumulasi di dalam tubuh organisme perairan.

Budidaya satu irigasi menurut Setyawati et al. (2011) merupakan budidaya

perikanan di persawahan dengan sistem mina-ikan atau areal yang menggunakan

air dari irigasi maupun sungai. Budidaya satu irigasi ini mengatur pemanfaatan

sumber daya air secara optimal sehingga didapatkan hasil atau produktivitas lahan

yang maksimal, serta sekaligus mempertahankan kelestarian sumber daya lahan

tersebut. Selain itu dapat meningkatkan pendapatan dan pemenuhan karbohidrat

serta protein hewani.

Unit pembenihan rakyat sumbermina lestari (UPR) adalah salah satu cara

yang dilakukan oleh masyarakat desa Banjar Tengah, kecamatan Dau, kabupaten

Malang dalam mengoptimalisasi potensi lahan sawah irigasi dan peningkatan

pendapatan petani adalah dengan merekayasa lahan dengan teknologi tepat

guna. Alasan diterapkannya usaha tani ini karena menghasilkan dua output yaitu

pemanenan padi dan pemanenan ikan Nila yang akan menghasilkan pendapatan

lebih tinggi bagi masyarakat disekitar sana. Menurut Hikmasari (2013) budidaya

mina padi memiliki kelebihan yaitu bersifat komplementer. Dikatakan

komplementer ketika terjadi kegagalan dalam pemanenan padi, petani masih

memiliki hasil pemanenan ikan yang bisa menutupi kerugian bercocok tanam padi,

begitu pula sebaliknya. Sehingga untuk mengoptimalisasi potensi lahan sawah

irigasi dan meningkatkan pendapatan petani dengan cara merekayasa lahan

menggunakan teknologi tepat guna.

Akan tetapi dalam sistem budidaya, ikan yang terpapar tingginya tingkat

cemaran di perairan akan mempengaruhi keadaan fisiologis ikan yang disertai

Page 16: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

3

kerusakan anatomi seperti halnya perubahan pada sistem imun, gambaran darah

dan struktur organ atau jaringan pada ikan. Menurut Goenarso (1988) di dalam

suatu lingkungan perairan, ikan merupakan salah satu organisme yang dapat

digunakan dalam uji untuk mengetahui efek beracun dari beberapa cemaran

bahan kimia. Kajian tentang biomarker pada ikan melalui pengujian efek toksik

tingkat molekuler menurut Viarenggo (2007) digunakan sebagai biomonitoring

pencemaran tingkat dini dan dijadikan sebagai sumber informasi yang bermanfaat

bagi sumbangan ilmu pengetahuan. Sedangkan Kusumadewi et al. (2015)

menyatakan bahwa dengan adanya analisa histopatologi pada organ target utama

seperti insang, hati, dan daging digunakan untuk mengetahui efek bahan

pencemar pada perairan melalui gambaran kesehatan ikan dengan mengamati

perubahan struktur yang terjadi pada organ tersebut.

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan konsumsi air

tawar yang telah lama dibudidayakan di Indonesia bahkan telah dikembangkan

lebih dari 85 negara sebagai komoditi ekspor. Ikan ini berasal dari kawasan Sungai

Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika. Saat ini ikan Nila telah tersebar ke

negara beriklim tropis maupun subtropis, sedangkan pada wilayah beriklim dingin

ikan Nila tidak dapat hidup dengan baik (Aliza, 2011). Bagi petani ikan di Indonesia

menurut Setyawati (2012), produksi ikan Nila selain untuk memenuhi permintaan

pasar dalam negeri, juga dipasarkan ke luar negeri, khususnya Singapura dan

Jepang. Budidaya ikan Nila relatif tidak sulit dan memiliki beberapa keunggulan

yaitu pertumbuhannya cepat, mudah dikembangbiakan, efisien terhadap

pemberian pakan tambahan, tahan terhadap gangguan hama dan penyakit dan

toleran terhadap perubahan keadaan lingkungan. Oleh karena itu, ikan Nila

mempunyai nilai ekonomis tinggi yang menjadikan salah satu komoditas unggulan

air tawar di Indonesia.

Page 17: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

4

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pemasalahan sebagai

berikut:

Keterangan:

a) Diperlukan tindakan untuk mengetahui pengaruh yang dapat ditimbulkan dari

pencemaran pestisida dengan bahan aktif Sipermethrin pada lingkungan

perairan melalui uji toksisitas akut terhadap ikan Nila sebagai hewan uji yang

terpapar pestisida.

b) Hasil dari uji toksisitas akut akan menyebabkan terjadinya perubahan respon

ikan Nila dan kerusakan struktur jaringan insang pada tubuh ikan Nila.

c) Perubahan histologi insang ikan Nila diharapkan bisa menjadi bahan dasar

untuk mengevaluasi pencemaran pencemaran pestisida dengan bahan aktif

Sipermethrin pada lingkungan perairan melalui uji toksisitas akut.

Adapun rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana hasil uji toksistas pada ikan Nila yang terpapar pestisida berbahan

aktif Sipermethrin.

2) Bagaimana ekspresi dan tingkat kerusakan jaringan insang ikan Nila yang

terpapar pestisida berbahan aktif Sipermethrin.

3) Bagaimana perubahan respon tingkah laku ikan Nila pada saat pemaparan

pestisida berbahan aktif Sipermethrin.

Pencemaran Pestisida di

Lingkungan PerairanUji Toksisitas

Akut

Respon Tingkah Laku dan Struktur Sel Jaringan Insang

Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

a b

c

Gambar 1. Bagan alur rumusan masalah

Page 18: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

5

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Untuk mengetahui tingkat kematian (mortalitas) pada ikan Nila yang

terpapar pestisida dengan bahan aktif Sipermetrin.

1.3.2 Untuk mengetahui jenis dan tingkat kerusakan sel pada jaringan insang

ikan Nila akibat pemaparan pada uji toksisitas akut melalui teknik

histopatologi.

1.3.3 Untuk mengetahui perubahan respon tingkah laku ikan Nila pada saat

pemaparan pestisida berbahan aktif Sipermethrin melalui pengamatan

secara visual.

1.4 Kegunaan

Adapun kegunaan dari penelitian diharapkan dapat menambah

pengetahuan, keterampilan, dan informasi mengenai keilmuan tentang perubahan

histologi organ insang dan pengamatan visual mengenai perubahan respon

tingkah laku ikan Nila yang dipapar pencemaran pestisida dengan bahan aktif

Sipermethrin yang dapat digunakan sebagai biomarker atau penanda adanya

paparan pencemaran pestisida dengan bahan aktif Sipermetrin sehingga dapat

dijadikan sebagai salah satu acuan dalam menentukan batas dosis penggunaan

pencemaran pestisida dengan bahan aktif Sipermethrin agar tidak menimbulkan

pencemaran lingkungan.

1.5 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2016 sampai Desember

2016, untuk uji toksisitas akut LC50 96 jam dilakukan di Laboratorium Budidaya Ikan

Divisi Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan untuk analisa

Page 19: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

6

kerusakan jaringan insang ikan Nila dilakukan di Laboratorium Patologi dan

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.

Page 20: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

7

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida

2.1.1 Pengertian dan Toksisitas Pestisida

Pestisida merupakan bahan kimia beracun yang banyak digunakan di

dalam bidang pertanian. Pestisida digunakan secara luas di areal tanaman

produksi untuk mengurangi serangan hama dan sekaligus melindungi tanaman

dari penurunan hasil dan penurunan kualitas. Pestisida menurut Rudiyanti dan

Ekasari (2009) digunakan sebagai pengendali hama untuk meningkatkan produksi

pertanian. Akan tetapi, pestisida yang masuk kedalam perairan dalam jumlah yang

besar dapat bersifat racun bagi biota-biota yang hidup di perairan tersebut. Salah

satunya adalah ikan. Ketika jenis pestisida yang dapat larut dalam air terbuang ke

perairan baik secara sengaja maupun tidak, akan mengakibatkan terjadinya

pencemaran di perairan tersebut. Secara tidak langsung, pencemaran pestisida

yang terjadi di perairan tersebut akan mempengaruhi perubahan proses

metabolisme, organ tubuh, tingkah laku, siklus hidup, perkembangan embrio,

pertumbuhan sel dan jaringan dari organisme yang hidup di perairan.

Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus

yang dipergunakan untuk: 1) memberantas atau mencegah hama-hama dan

penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil

tanaman, 2) memberantas rerumputan, 3) mematikan daun dan mencegah

pertumbuhan yang tidak diinginkan, 4) mengatur atau merangsang pertumbuhan

tanaman atau bagian-bagian tanaman, 5) memberantas atau mencegah binatang-

binatang atau jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan, dan dalam alat-

alat pengangkutan, 6) memberantas atau mencegah binatang-binatang yang

dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi

dengan penggunaan pada tanaman, tanah, atau air. Pestisida mencakup: 1) racun

Page 21: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

8

serangga (insektisida); 2) racun tikus (rodentisida); 3) fungisida (racun jamur); dan

4) herbisida yang digunakan untuk membunuh alang-alang. Pestisida merupakan

racun untuk hama tanaman sekaligus bila masuk ke dalam tubuh manusia juga

bersifat sebagai racun bagi tubuh dengan segala akibatnya (Susy, 2008).

Insektisida menurut Untung (1993) merupakan salah satu jenis pestisida

yang mempunyai sasaran biologis serangga. Penggunaan insektisida yang tidak

bijaksana dapat menimbulkan daya tahan serangga terhadap insektisida tertentu.

Insektisida sintetik (kimia) yang digunakan untuk mengendalikan hama dapat

mencemari lingkungan, membunuh mikroorganisme yang bukan sasaran,

keracunan terhadap pemakai dan hewan ternak, serta memunculkan hama

sekunder atau resurgensi hama).

Sedangkan insektisida menurut Kusumastuti (2014) telah digunakan di

berbagai bidang. Pada bidang kesehatan, insektisida digunakan dalam

pengendalian vektor baik oleh pemerintah maupun rumah tangga. Insektisida

untuk entomologi digunakan dalam program pemerintah bagi sasaran fase

pradewasa dan dewasa. Adapun insektisida yang digunakan pada skala rumah

tangga adalah untuk sasaran pada fase dewasa. Insektisida merupakan kelompok

pestisida yang terbesar dan terdiri atas beberapa jenis bahan kimia yang berbeda,

antara lain organoklorin, organofosfat, kabamat, piretroid, dan DEET. Piretroid,

yang termasuk jenis transfultrin, d-alletrin, permetrin, dan sipermetrin. Piretroid

mempunyai toksisitas rendah pada manusia karena tidak terabsorpsi dengan baik

oleh kulit. Walaupun demikian, insektisida ini dapat menimbulkan alergi pada

orang yang peka. Penelitian Picciotto pada tahun 2008 dari Universitas California

mendukung adanya korelasi piretrin dengan autisme.

Page 22: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

9

2.1.2 Insektisida dengan Bahan Aktif Sipermetrin

-Sipermetrin menurut Narwanti (2012) merupakan pestisida non-sistemik,

berspektrum luas dalam mengendalikan hama dengan aktivitas insektisida yang

dapat menyebabkan kematian pada serangga secara cepat. -Sipermetrin bersifat

hidrofobik, senyawa non polar dan dapat teradsorb pada permukaan tanah juga

terikat dengan partikel tanah. Pestisida ini sangat efektif sebagai racun kontak dan

racun lambung dalam mengendalikan hama target pada laju aplikasi yang relatif

rendah. Pestisida ini berekasi dengan membloking chanel ion natrium yang

terdapat pada membran syaraf.

Pestisida dengan bahan aktif Sipermethrin ini juga termasuk ke dalam

pestisida senyawa organik sintetik jenis piretroid sintetik. Penggunaan piretroid

sintetik menurut Raini (2009), sering dikombinasi dengan bahan kimia lain

sehingga mempunyai efek yang sinergis dan menaikkan potensinya, namun lebih

persisten di lingkungan. Piretroid sintetik lebih lambat terurai dibandingkan dengan

piretroid yang berasal dari tanaman. Piretroid pada serangga merupakan racun

saraf yang bekerja menghalangi sodium channels pada serabut saraf sehingga

mencegah transmisi impuls saraf.

Sipermethrin menurut Amir (2015) merupakan insektisida sintetis piretroid

yang mempunyai efek toksik dan membahayakan manusia. Umumnya digunakan

untuk mengendalikan hama pada kapas dan sayuran padi dan mangga, dan hama

pada kegiatan pertanian lainnya. Sipermethrin juga digunakan untuk

mengendalikan serangga atau hama rumah tangga, industri, penyimpanan,

peternakan, mengontrol ektoparasit pada sapi, domba, unggas, dan ikan. Selain

itu, bahan kimia Sipermethrin juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan ginjal.

Dimana ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi

manusia karena organ ini bekerja sebagai alat ekskresi utama untuk zat-zat yang

tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Dalam melaksanakan fungsi ekskresi, besarnya

Page 23: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

10

aliran darah yang menuju ginjal menyebabkan keterpaparan ginjal terhadap bahan

atau zat-zat yang beredar dalam sirkulasi cukup tinggi. Melalui kadar ureum dan

kreatinin yang di atas normal mengindikasikan adanya gangguan maupun

kerusakan fungsi ginjal.

Pemakaian pestisida yang tidak teratur menurut Zilfa, et al. (2013) akan

menghasilkan residu pada tanam-tanaman dan ini akan membahayakan bagi

manusia dan mikroorganisme lainnya. Senyawa ini sangat berbahaya bagi

manusia karena merupakan racun yang dapat menyerang sistem saraf, dapat

menekan sistim kekebalan tubuh dan dapat menghambat pembentukan anti bodi

terhadap penyakit yang diserang oleh mikroba. Adapun bentuk struktur dari

Sipermethrin adalah dapat terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Struktur Sipermetrin

Senyawa toksik Sipermethrin menurut Amir, et al. (2016) dapat

menginduksi reaksi senyawa dialdehid yang merupakan produk akhir peroksidasi

di dalam tubuh yang secara tidak langsung dapat menggambarkan adanya proses

oksidasi membran sel. Sifat toksik Sipermethrin adalah sebaga radikal bebas.

Dimana radikal bebas didefinisikan sebagai atom atau molekul yang mempunyai

elektron tak berpasangan di orbital terluarnya. Elektron tak berpasangan ini sangat

reaktif untuk berkaitan dengan elektron lainnya. Sehingga ketika radikal bebas

hidroksil bereaksi dengan komponen asam lemak dari membran sel akan terjadi

reaksi berantai yang dikenal dengan peroksidasi lemak. Dimana peroksidasi lemak

Page 24: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

11

tersebut akan menyebabkan terputusnya asam lemak menjadi berbagai senyawa

toksik dan menyebabkan kerusakan membran sel. Oleh karena itu, insang ikan

Nila mengalami kerusakan dan mempunyai efek toksik serta membahayakan

manusia.

Rata-rata kenaikan residu pestisida menurut Edward (1976) dalam hewan

akuatik mempunyai korelasi dengan aktivitas metabolisme, bobot badan, luas

permukaan tubuh dan rantai makanannya. Residu pestisida Sipermethrin yang

diserap oleh hewan air dapat terakumulasi di dalam jaringan tubuh karena

pestisida tersebut memiliki sifat lipofibik yang tinggi sehingga mudah terikat dalam

jaringan lemak dan akumulasi residu pestisida Sipermethrin pada ikan dipengaruhi

oleh kandungan lemak. Dengan kata lain, ikan yang memiliki kandungan lemak

yang tinggi (seperti ikan Nila) akan lebih mudah mengakumulasi insektisida

golongan Sipermethrin. Kusnoputranto (1995) mengatakan bahwa penyerapan

residu pestisida Sipermethrin juga tergantung dari besarnya konsentrasi, sifat

fisika-kimia, sifat bioakumulatif dan toksisitasnya, sehingga tingkat keracunan

yang ditimbulkannya dapat bersifat akut maupun kronik.

2.1.3 Masuknya Limbah Pestisida ke Perairan

Pencemaran air menurut Rennika, et al. (2013) merupakan masalah

regional maupun masalah global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran

udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan. Pada saat udara yang

tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan, maka air tersebut sudah tercemar.

Beberapa jenis bahan kimia untuk pupuk dan pestisida pada lahan pertanian akan

terbawa air ke daerah sekitarnya sehingga mencemari air pada permukaan lokasi

yang bersangkutan. Pengolahan tanah yang kurang baik akan dapat

menyebabkan erosi sehingga air permukaan tercemar dengan tanah endapan.

Dengan demikian banyak sekali penyebab terjadinya pencemaran air.

Page 25: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

12

Selain itu masuknya pestisida ke dalam perairan melalui berbagai jalur,

antara lain: pemakaian langsung untuk membasmi hama tanaman, buangan

limbah perkotaan dan industri, limpasan dari areal persawahan, pencucian melalui

tanah, penimbunan aerosol dan partikulat, curah hujan dan penyerapan dari fase

uap pada antar fase udara-air. Penyebaran pencemaran dalam lingkungan

perairan menurut Haque. et al, (1980) sangat dipengaruhi oleh sejumlah proses

pengangkutan interaktif seperti penguapan, presipitasi dari udara, pencucian, dan

aliran. Proses penguapan berdampak pada turunnya kepekatan dalam air,

sedangkan yang lainnya termasuk presipitasi dari udara, pencucian, dan aliran

akan meningkatkan kepekatan.

2.1.4 Mekanisme Masuknya Pestisida ke Tubuh Organisme

Perairan yang tercemar oleh residu pestisida apabila telah mencapai

konsentrasi tertentu menurut Taufik (2011) akan sangat berpengaruh terhadap

lingkungan dan organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Ikan yang hidup dalam

lingkungan perairan yang tercemar pestisida akan menyerap bahan aktif pestisida

tersebut dan tersimpan dalam tubuh, karena ikan merupakan akumulator yang

baik bagi berbagai jenis pestisida terutama yang bersifat lipofilik (mudah terikat

dalam jaringan lemak). Terjadinya biomagnifikasi, yaitu kontaminasi dan

akumulasi residu pestisida di dalam tubuh makhluk hidup melalui rantai makanan.

Artinya, semakin tinggi kedudukan makhluk hidup dalam rantai makanan maka

akan semakin berpotensi untuk terkontaminasi dan mengakumulasi residu

pestisida dalam tubuh termasuk manusia yang menempati posisi puncak dalam

rantai makanan. Selain itu Livingston dan Armando (1977) menyatakan bahwa

untuk organisme air kontaminasi pestisida dapat disebabkan oleh: (1) masuk

bersama makanan yang terkontaminasi, (2) pengambilan dari air yang melewati

membran insang, (3) difusi kutikular, dan (4) penyerapan langsung dari sedimen.

Page 26: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

13

Pengaruh secara langsung maupun secara tidak langsung akibat adanya

pencemaran pestisida menurut Damayanty dan Abdulgani (2013) akan

mengganggu kualitas air, sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan

juga akan terganggu. Pengaruh secara langsung disebabkan oleh akumulasi

pestisida dalam organ-organ tubuh akibat tertelan bersama-sama makanan yang

terkontaminasi, atau akibat rusaknya organ-organ pernafasan sehingga dapat

mematikan ikan budidaya dalam jangka waktu tertentu, sedangkan secara tidak

langsung adalah menurunnya kekebalan tubuh terhadap penyakit dan

terhambatnya pertumbuhan. Pengaruh lanjut dari bioakumulasi pestisida secara

signifikan dapat menurunkan laju pertumbuhan ikan. Kelainan pada perilaku ikan

dalam paparan pestisida dapat mengakibatkan kegagalan menyimpan energi

untuk proses metabolisme, yang dapat menyebabkan stress berat, dan

menyebabkan kematian ikan.

2.2 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Gambar 3. Morfologi ikan Nila (Oreochromis niloticus) (Amri dan Khairuman, 2003) Ikan Nila menurut Saparinto (2013) berasal dari sungai Nil di Afrika. Ikan

nila masih sejenis dengan ikan Mujair dimana tingkah laku dan secara fisik hampir

sama dengan mujair. Perbedaannya antara lain yaitu warna, bentuk tubuh dan

pertumbuhan nila yang lebih cepat daripada ikan Mujair (Oreochromis

Page 27: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

14

mossambicus). Selain itu, pada sirip ekor ikan Nila terdapat garis-garis vertikal

kehitaman.

Klasifikasi ikan Nila menurut Suyanto (2010) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata

Sub-filum : Vertebrata

Kelas : Osteichthyes

Sub-kelas : Acanthoptherigii

Ordo : Percomorphi

Sub-ordo : Percoidea

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromus

Spesies : Oreochromis niloticus

Morfologi ikan Nila menurut Munandar et al. (2009) mempunyai ciri-ciri

bentuk tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan pada sirip ekor

(caudal fin) ditemukan garis lurus (vertikal). Pada sirip punggung ditemukan garis

lurus memanjang. Ikan Nila dapat hidup di perairan tawar dan mereka

menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang

yang keras untuk mendukung badannya. Ikan Nila menurut Khairuman dan Amri

(2012) memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada

(pectoral fin), sirip perut (ventral fin), sirip anal (anal fin) dan sirip ekor (caudal fin).

Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup insang sampai bagian atas

sirip ekor. Terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil

dan sirip anus yang hanya satu buah berbentuk agak panjang. Sementara itu,

jumlah sirip ekornya hanya satu buah dengan bentuk bulat.

Page 28: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

15

2.2.2 Habitat dan Kebiasaan Hidup

Habitat atau lingkungan hidup ikan Nila yaitu danau, sungai, waduk, rawa,

sawah dan perairan tawar lainnya. Selain itu, ikan Nila (Oreochromis niloticus)

mampu hidup pada perairan yang bersifat payau, seperti tambak dengan nilai

salinitas maksimal 29%. Secara alami, nilai suhu air yang baik untuk proses

pemijahan ikan Nila berkisar antara 22 C 37 C, namun untuk pertumbuhan dan

perkembangbiakan ikan Nila (Oreochromis niloticus) kisaran nilai suhu optimum

yaitu 25 C 30 C. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) sangat toleran terhadap

perubahan suhu air dan dapat bertahan dengan kisaran pH yaitu 5 11. Namun

untuk kehidupan normalnya nila membutuhkan pH antara 7 8 (Santoso, 1996).

Spesies ikan Nila (Oreochromis niloticus) menurut Setiawati (2003) mampu

beradaptasi pada media bersalinitas tinggi, karena kemampuan osmoregulasinya

cukup baik. Demikian pula menurut Lim (1989), yang menyatakan bahwa

walaupun habitat aslinya ikan nila ini adalah air tawar, namun ikan ini bersifat

euryhalin. Pada media 10-

osmotik tubuh ikan nila merah, atau disebut isoosmotik. Menurut Stickney (1979)

kondisi isoosmotik dapat meningkatkan pertumbuhan, karena energi untuk

kebutuhan osmoregulasi lebih kecil atau tidak ada, akibatnya energi untuk

pertumbuhan tersedia dalam jumlah yang lebih besar.

Di alam, pakan alami ikan Nila (Oreochromis niloticus) menurut Susanto

(2014) adalah plankton atau tumbuhan air yang lunak, bahkan cacing pun salah

satu favoritnya. Hal ini mempelihatkan bahwa ikan yang berasal dari Afrika ini

memiliki kebiasaan makan berbeda sesuai tingkat usianya. Benih-benih ikan ikan

Nila lebih suka mengkonsumsi zooplankton seperti Rotatoria, Copepoda dan

Cladocera. Seiring dengan berjalanya waktu dan pertumbuhan ikan Nila yang

semakin meningkat, ikan Nila mulai meninggalkan zooplankton dan menggantinya

dengan fitoplankton. Dengan kebiasaan makannya yang unik, kemampuan ikan

Page 29: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

16

Nila (Oreochromis niloticus) dewasa untuk mengumpulkan plankton dari perairan

adalah dengan bantuan lendir mucus di dalam mulut. Plankton akan bergumpal

atau membentuk partikel sehingga tidak mudah keluar kembali melalui jaring

insang. Oleh karena itu, ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan sungai

atau danau yang sangat cocok dipelihara di perairan tenang, kolam maupun

waduk.

2.2.3 Anatomi dan Fisiologi

Menurut Ainun Nimah (2009), ada sepuluh sistem anatomi pada ikan Nila

(Oreochromis niloticus), yaitu:

1) Sistem penutup (kulit), antara lain: sisik, kelenjar racun, kelenjar lendir, dan

sumber-sumber pewarnaan.

2) Sistem otot (urat daging) : penggerak tubuh, sirip, insang, organ listrik.

3) Sistem rangka (tulang) : tempat melekatnya otot, pelindung organ-organ dalam

dan penggerak tubuh, tulang tengkorak, tulang rusuk visceral (tulang

penyokong insang), tulang punggung, appendicular (tulang penyokong sirip),

tulang-tulang penutup insang (opperculum, sub opperculum, pre opperculum,

dan interculum).

4) Sistem pernafasan (respirasi) : insang yang terdiri dari tulang lengkung insang,

tulang tipis insang dan insang.

5) Sistem peredaran darah (sirkulasi) : organnya adalah jantung, dan sel-sel

darah yang berfungsi untuk mengedarkan oksigen, nutrisi, dan yang lainnya.

Page 30: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

17

6) Sistem pencernaan : rongga mulut, esofagus, lambung, usus pilarus, dan

pilotik saeka dan organ-organ tambahan (kelenjar empedu dan kelenjar

pankreas).

7) Sistem saraf : organnya otot dan saraf tepi.

8) Sistem hormon : hormon pertumbuhan, hormon reproduksi, hormon ekskresi

dan osmoregulasi.

9) Sistem ekskresi dan osmoregulasi : organ utamanya ginjal.

10) Sistem reproduksi : organ-organ reproduksi meliputi organ kelamin (gonad).

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) menurut Azwar, et al. (2004) merupakan

jenis ikan yang sistem pencernaannya dilengkapi dengan lambung, sehingga

pemberian pakan dapat dilakukan dengan interval waktu yang lebih besar

dibandingkan ikan-ikan yang termasuk famili Cyprinidae yang tidak mempunyai

lambung dan harus lebih sering diberi pakan dalam sehari. Struktur dan fungsi

bagian-bagian alat pencernaan ikan Nila menurut pendapat Affandi dan Tang

(2002) terdiri atas a) saluran pencernaan yang meliputi mulut, rongga mulut,

pharynx, oesophagus, lambung, pylorus, usus, rectum, dan anus; dan b) kelenjar

pencernaan yang meliputi: hati dan empedu serta pankreas.

Anatomi ikan Nila (Oreochromis niloticus) menurut Moyle dan Joseph

(2004) terbagi menjadi anatomi eksternal dan internal. Anatomi eksternal ikan Nila

(Oreochromis niloticus) sebagian besar memiliki bentuk yang gelendong pipih dan

penampang potongannya berbentuk oval. Pada bagian kepala di mulai dari ujung

mulut sampai akhir operculum atau tutup insang. Sedangkan badan ikan Nila

dimulai dari akhir operculum sampai anus dan sisanya adalah ekor. Mulut terdapat

di ujung moncong. Sebelah dorsal moncong terdapat sepasang fovea nasalis atau

lubang hidung. Pada mata ikan Nila terletak di sebelah lateral tanpa kelopak mata.

Di belakang kepala terbentang operculum. Anus dan aperture urogenitalis terdapat

di muka pinna analis. Pada punggung terdapat pinna dorsalis, pada akhir badan

Page 31: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

18

terdapat pinna caudalis, dan daerah ventral di bagian ekor terdapat pinna analis.

Sirip letaknya di sebelah median tubuh, sedangkan di sebelah lateral terdapat

sepasang pinna pectoralis yang terletak di belakang operculum dan sebelah

bawahnya terdapat pinna abdominalis. Sedangkan anatomi internal ikan meliputi

beberapa sistem, diantaranya sistem pernafasan, sistem karladiovaskuler, sistem

skeletal, sistem syaraf, sistem otot, sistem pencernaan dan sistem urogenital.

2.2.4 Insang Ikan Nila

Insang menurut Lagler, et al. (1977) merupakan organ tubuh yang paling

lembut diantara struktur tubuh teleostei dan alat utama bagi berlangsungnya

proses pernafasan. Insang terdiri dari sepasang filamen yang ditutupi oleh epithel

yang tipis yang disebut lamella tempat pertukaran oksigen. Karena merupakan

tempat dimana darah banyak beredar dan tempat penyaringan air yang melewati

mulut, maka insang menjadi peka terhadap perubahan perairan dan pencemaran.

Selain itu menurut Tasyakal (2015) insang juga digunakan sebagai alat

pengatur tekanan antara air dan cairan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Karena

insang memiliki permukaan yang luas dan terbuka, hal ini menyebabkan insang

menjadi organ pertama yang berhubungan langsung dengan bahan toksik di

dalam perairan dan mengakibatkan bagian ini menjadi sasaran utama bagi bahan

toksik yang ada di dalam perairan. Kondisi histologi insang normal dapat dilihat

sesuai pada gambar 4.

Page 32: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

19

Gambar 4. Kondisi histologi insang normal potongan saggital arcus brachialis

Pimephales promelas 100x 1. tapis Insang; 2. epitel mukosa 3. membran dasar; 4. submukosa; 5. tulang; 6. jaringan adiposa; 7. arteriol insang eferen; 8. arteri Insang aferen; 9. lamella primer; 10. Lamella sekunder. (Tasyakal,2015).

Untuk menentukan tingkat pengaruh pencemaran di lingkungan akuatik,

kerusakan insang dapat dikategorikan berdasarkan tingkatan perubahan-

perubahan anatomi lamella sekunder dan filamen insang. Kerusakan insang dari

tingkat ringan hingga berat menurut Susanah (2011) adalah sebagai berikut :

a. Edema pada lamella menunjukkan telah terjadi kontaminasi tetapi belum ada

pencemaran. Edema merupakan pembengkakan sel atau penimbunan cairan

secara berlebihan di dalam jaringan tubuh. Edema dapat menyebabkan

terjadinya fusi lamella yaitu pada lamella sekunder.

b. Hyperplasia pada pangkal lamella. Hyperplasia adalah pembentukan jaringan

secara berlebihan karena bertambahnya jumlah sel. Hal ini merupakan gejala

dari adanya pencemaran. Hyperplasia sendiri dapat disebabkan karena edema

yang berlebihan sehingga menyebabkan sel darah merah keluar dari

kapilernya dan sel akan lepas dari penyokongnya.

Page 33: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

20

c. Fusi dua lamella (pencemaran tingkat awal). Fusi lamella diakibatkan oleh

pembengkakan sel-sel insang. Akibat dari adanya fusi lamella sekunder adalah

terganggunya fungsi lamella sekunder dalam proses pengambilan oksigen.

d. Hyperplasia hampir pada seluruh lamella sekunder, menandakan telah terjadi

pencemaran.

e. Rusaknya atau hilangnya struktur filamen insang (pencemaran berat).

2.2.5 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) sebagai Bioindikator

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) menurut Priyanto (2008) merupakan

salah satu bioindikator terhadap pencemaran lingkungan, termasuk cemaran

kimia. Hal ini terlihat ketika ikan menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air

maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas batas

konsentrasi tertentu. Reaksi yang dimaksud antara lain adanya perubahan

aktivitas, efek pada pertumbuhan yang tidak normal hingga kematian.

Jenis ikan yang akan cocok untuk digunakan dalam penelitian menurut

Yuliani (2015) salah satunya adalah ikan Nila (Oreochromis niloticus). Ikan Nila

(Oreochromis niloticus) merupakan salah satu biota air yang direkomendasikan

oleh USEPA (US Enviromental Protection Agency), sebagai hewan uji untuk

toksikologi. Hal ini dikarenakan penyebarannya cukup luas, banyak dibudidayakan

mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mentolerir lingkungan yang buruk dan

mudah dipelihara di laboratorium. Selain itu, ikan Nila (Oreochromis niloticus) juga

merupakan salah satu organisme yang tergolong penting dalam budidaya

perairan. Menurut Handayani (2015) ikan Nila sebagai bioindikator dikarenakan

ikan Nila (Oreochromis niloticus) mempunyai daya tahan tinggi terhadap berbagai

macam perubahan yang terjadi di sekitar lingkungan hidupnya, pertumbuhannya

cepat, tahan terhadap penyakit dan digolongkan sebagai ikan pekan segala.

Page 34: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

21

2.3 Uji Toksisitas

Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya

mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Toksisitas dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan,

durasi dan frekuensi pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima.

Toksikan merupakan zat yang berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah,

dan sebagainya, yang dapat menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian

dari tingkat organisasi biologis seperti populasi, individu, organ, jaringan, sel,

biomolekul dalam bentuk merusak struktur maupun fungsi biologis. Toksikan dapat

menimbulkan efek negatif bagi biota dalam bentuk perubahan struktur maupun

fungsional, baik secara akut maupun kronis atau sub kronis. Efek toksisikan bagi

organisme terrsebut dapat bersifat reversibel sehingga dapat pulih kembali dan

dapat pula bersifat irreversibel yang tidak mungkin untuk pulih kembali (Halang,

2004).

Menurut Sianturi (2014) bahwa uji toksisitas akut dengan menggunakan

hewan uji merupakan salah satu bentuk penelitian toksikologi perairan yang

berfungsi untuk mengetahui apakah limbah yang mengakur (effluent) atau badan

perairan yang menerima mengandung senyawa toksik dalam konsentrasi yang

menyebabkan toksisitas akut. Parameter yang diukur biasanya berupa kematian

hewan uji, yang hasilnya dinyatakan sebagai konsentrasi yang menyebabkan 50%

kematian hewan uji (LC50) dalam waktu yang relatif pendek satu sampai empat

hari.

Toksisitas letal akut adalah proses toksik atau proses masuknya zat toksik

ke dalam tubuh yang menimbulkan gangguan mekanisme kerja dan target

organnya. Uji toksisitas akut atau toksisitas letal akut berarti juga uji yang

dirancang mengevaluasi toksisitas relatif suatu bahan kimia terhadap organisme

perairan tertentu dan jangka waktu tertentu, kriteria efek yang biasa digunakan

Page 35: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

22

dalam uji toksisitas letal akut antara lain kematian (pada ikan), ketiadaan gerakan

(immobility) dan keseimbangan, dan pertumbuhan (Istoto dan Dewi, 2013).

2.4 Histologi

Histologi menurut Tuffery (2007) adalah studi tentang struktur jaringan

yang mempelajari tingkat sel individual, melalui organ tubuh pada sistem organ.

Histologi sangat berkaitan dengan sel (sitologi) dan anatomi yang membentuk

dasar struktural untuk pemahaman fungsi (fisiologi) dan persiapan untuk

mempelajari struktur beserta fungsinya (patologi). Histologi dan histopatologi

dapat digunakan sebagai alat biomonitoring atau indikator kesehatan dalam studi

toksisitas. Dimana perubahan histopatologi merupakan biomarker dari efek

paparan stres lingkungan yang secara tidak langsung menandakan adanya

perubahan fungsi fisiologis dan biokimia dalam lingkungan tersebut.

Pemeriksaan histopatologis merupakan suatu teknik pemeriksaan dengan

mempelajari perubahan abnormal sel atau jaringan yang digunakan untuk

menentukan peneguhan diagnosa penyakit pada ikan. Dimana pemeriksaan

secara histopatologis merupakan pendukung suatu diagnosa dan dapat menjadi

pemeriksaan diagnosa utama suatu penyakit dengan ditemukanya perubahan sel

atau jaringan yang patognomonik akibat suatu penyakit tertentu. Pada saat yang

bersamaan pemeriksaan histopatologis dapat merupakan pemeriksaan lanjutan

dari penyakit parasiter pada insang ikan. Hal tersebut karena gejala klinis dan lesi

patologis anatomis yang terjadi pada insang seringkali diakibatkan oleh adanya

perubahan lingkungan perairan secara ekstrem (Sudaryatma dan Eriawati, 2012).

Page 36: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

23

Tahapan analisa histologis pada ikan menurut Setyawan (2009) antara lain

meliputi:

1) Pengambilan jaringan ikan. Pada sampel ikan yang masih kecil dapat langsung

fiksasi tanpa dipotong. Pada ikan yang berukuran besar diambil jaringan

tertentu yang akan diamati dan dimasukkan ke dalam larutan fiksasi.

2) Fiksasi. Larva atau ikan berukukan kecil difiksasi dengan larutan PFA 4%

dalam medium Phosphate buffered saline (PBS). Sampel dimasukkan ke

dalam botol yang sudah berisi larutan fiksatif dengan perbandingan antara

sampel dengan larutan adalah 1:20. kemudian disimpan selama 24 jam dalam

refrigerator. Setelah 24 jam kemudian sampel diambil dan dicuci dengan PBS

selama 5 menit sebanyak 3 kali untuk menghilangkan sisa-sisa PFA sebelum

ke tahap selanjutnya. Ikan yang berukuran relatif besar difiksasi dengan larutan

larutan alkohol 70% hingga warna kuning hilang, kemudian sampel disimpan

dalam alkohol 70% hingga pemrosesan lebih lanjut. Sampel yang berukuran

besar harus melaui prosedur dekalsifikasi dalam larutan 5 % trichloroacetid

acid selama 24 jam untuk melunakkan struktur tulangnya.

3) Dehidrasi. Sampel yang sudah difiksasi kemudian dimasukkan berturut-turut

ke dalam larutan sebagai berikut: Alkohol 70%, Alkohol 80%, Alkohol 90%,

Alkohol Absolut I, Alkohol Absolut II, masing-masing selama 45 menit,

kemudian dilanjutkan ke proses penjernihan.

4) Penjernihan (clearing). Sampel dari proses dehidrasi dimasukkan ke dalam

larutan alkohol:xylol 1:1 dan 1:3 selama 30 menit. kemudian Xylol I dan Xylol

II masing-masing selama 30 menit.

5) Infiltrasi. Sampel yang sudah dijernihkan dalam xylol diinfiltrasi secara

bertahap dalam campuran xylol : paraffin 3:1 ; 1:1 dan 1:3 masing-masing

selama 30 menit, dilanjutkan dengan paraffin murni sebanyak 2 x 60 menit.

Page 37: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

24

Seluruh rangkaian infiltrasi dilakukan dalam inkubator pada temperatur 58 C-

60 C.

6) Penanaman sampel (Embedding). Parafin dicairkan di dalam inkubator pada

temperatur 60 C. Cetakan berukuran 2 x 2 x 2 cm diisi dengan paraffin cair,

bagian bawah cetakan didinginkan di atas blok es sehingga paraffin pada

dasar cetakan agak memadat. Sampel diletakkan di atas paraffin yang agak

memadat tersebut sesuai dengan orientasi irisan yang direncanakan,

kemudian ditempelkan holder yang telah diberi label sesuai dengan kode

sampel. Cetakan paraffin selanjutnya dibiarkan dalam temperatur ruang agar

parafinnya memadat.

7) Pengirisan (Sectioning) dan peletakan pada gelas obyek. Water bath disiapkan

dengan suhu 40 C-50 C dan disiapkan wadah berisi air dingin. Kemudian blok

yang sudah didinginkan dipasang di mikrotom yang sudah diatur pada

ketebalan 4-

sampel jaringan teriris. Setelah itu irisan dipindahkan ke dalam baskom yang

berisi air dingin, kemudian ditempelkan pada gelas obyek yang sudah dilapisi

gelatin dan diberi kode sama dengan blok yang di iris. Selanjutnya dicelupkan

ke dalam air hangat dalam water bath agar irisan mengembang. Kemudian

ditiriskan untuk dilakukan pewarnaan.

8) Pewarnaan. Sampel tersebut dipindahkan dan direndam kedalam

haematoksilin selama 15 menit hingga tahap perendaman dalam eosin selama

2-5 menit.

9) Pelekatan (mounting). Merupakan proses perekatan cover glass dengan zat

perekat agar sediaan jaringan tidak rusak. Pelekaran ini dilakukan setelah

proses diatas kemudian angkat sampel dan keringkan pada suhu kamar dan

Page 38: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

25

paraffin dibersihkan. Penempelan cover glass diusahakan agar tidak ada

gelembung udara. Selanjutnya jaringan telah siap untuk diamati di mikroskop.

10) Pengamatan mikroskop. Pengamaran hasil untuk diagnosis dengan metode

komparasi di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 100-1000x.

2.5 Parameter Kualitas Air

2.5.1 Suhu

Suhu menurut Aliza et al. (2013) merupakan salah satu faktor fisika yang

sangat penting di dalam air karena bersama-sama dengan zat atau unsur yang

terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis air, densitas air, kejenuhan

air, mempercepat reaksi kimia air, dan memengaruhi jumlah oksigen terlarut di

dalam air. Suhu juga mempengaruhi pertumbuhan ikan Nila (Oreochromis

niloticus), dikarenakan suhu merupakan faktor eksternal yang berhubungan

dengan lingkungan seperti kuantitas dan kualitas air. Suhu tinggi yang masih dapat

ditoleransi oleh ikan tidak selalu berakibat mematikan pada ikan tetapi dapat

menyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stres

yang menyebabkan tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal.

Suhu optimal untuk pertumbuhan Nila (Oreochromis niloticus) menurut

Ghufron dan Kordi (2010) berkisar antara 25 C-30 C. Pada suhu sampai 22 C,

Ikan nila masih dapat memijah, begitu pula pada suhu 37 C. Pada suhu dibawah

14 C atau lebih dari 38 C, kehidupan ikan Nila mulai terganggu. Suhu mematikan

untuk budidaya ikan yaitu berada pada 6 C dan 42 C. Hal ini menunjukkan bahwa

ikan Nila (Oreochromis niloticus)dapat dibudidayakan di dataran rendah sampai

pada ketinggian 1.000 m dpl (diatas permukaan laut).

Page 39: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

26

2.5.2 Derajat Keasaman (pH)

Derajat Keasaman atau yang lebih populer dengan sebutan pH (puisanche

of the Hidrogen) menurut Amri dan Khairuman (2002) merupakan ukuran

konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa suatu

perairan. Ukuran nilai pH adalah 1-14 dan angka 7 merupakan pH netral atau

normal. Derajat keasaman ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi

karbondioksidan dan senyawa yang bersifat asam. Pada saat biota air

mengonsumsi oksigen dalam proses respirasi, maka biota tersebut akan

menghasilkan karbondioksida yang secara tidak langsung akan membuat nilai pH

air semakin menurun.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan Nila

(Oreochromis niloticus) menurut Puspasari et al. (2015) adalah derajat keasaman

(pH). Derajat keasaman yang terlalu rendah atau terlalu ringgi dapat menyebabkan

ikan menjadi strees sehingga pertumbuhannya terhambat. Kisaran pH untuk ikan

Nila yaitu 6,5-8,5. Namun pertumbuhan optimalnya akan terjadi pada pH 7-8. Nilai

pH yang masih ditolerir ikan Nila adalah 5-11.

2.5.3 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut menurut Fardiaz (2009) merupakan kebutuhan dasar

untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan makhluk hidup di

dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan

konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Oksigen

terlarut (dissolved oxygen = DO) dapat berasal dari proses fotosintesis dan dari

atmosfer (udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas.

Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan kematian

ikan-ikan dan binatang air lainnya.

Page 40: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

27

Oksigen menurut Carman dan Sucipto (2013) diperlukan ikan untuk

bernapas dan pembakaran kalori dari pakan untuk menghasilkan energi. Energi

tersebut nantina akan digunakan untuk aktivitas, seperti berenang, pertumbuhan,

dan reproduksi. Jika kandungan oksigen kurang optimal untuk pertumbuhan dan

perkembangan ikan, dapat mengakibatkan stress sehingga ikan mudah terserang

penyakit. Secara umum, ikan Nila (Oreochromis niloticus) dapat hidup dalam air

dengan kandungan oksigen 0,3-0,5 mg/l. Walaupun demikian, untuk

meningkatkan produktivitasnya, kandungan oksigen terlarut dalam air sebaiknya

dijaga pada level diatas 5 mg/l.

Page 41: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

28

3 METODE PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian

Materi dalam penelitian ini adalah pestisida merk Sidamethrin dengan

bahan aktif Sipermetrin yang digunakan untuk mendukung tingkat keberhasilan

penanaman padi di Unit Pembenihan Rakyat (UPR) Sumbermina Lestari, desa

Banjar Tengah, kabupaten Malang dan analisa histopatologi organ insang ikan

Nila (Oreochromis niloticus) yang berukuran 7-9 cm dengan menggunakan metode

pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE) pada uji toksisitas akut (LC50- 96 jam). Dalam

penelitian parameter kualitas air yang diukur yaitu suhu, derajat keasaman (pH)

dan oksigen terlarut (DO).

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian uji toksisitas akut (LC50-

96 jam) dari pestisida berbahan aktif Sipermetrin ini terbagi menjadi dua tahapan.

Pada tahap pertama uji toksisitas akut alat yang digunakan yaitu kolam, bak

kapasitas 16 L, aerator set, pH meter, DO meter, gelas ukur, pipet tetes, spatula,

seser dan kamera. Bahan yang digunakan pada uji toksisitas akut yaitu ikan Nila,

pestisida, kertas label dan air. Tahap kedua pembuatan preparat irisan jaringan

alat yang digunakan yaitu sectio set, slide dan cover glass, nampan, botol film,

mikroskop binokuler, inkubator, waterbath, pembuat blok dan freezing mikrotom.

Bahan yang digunakan pada tahap pembuatan preparat irisan jaringan yaitu

insang ikan Nila (Oreochromis niloticus), formalin 10%, xylol, parafin, haematoxylin

dan eosin, alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96% dan aquades.

Adapun untuk fungsi alat dan bahan dapat dilihat pada lampiran 1 dan lampiran 2.

Page 42: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

29

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.

Eksperimen menurut Arboleda (1981) adalah suatu penelitian yang dengan

sengaja peneliti melakukan manipulasi terhadap satu atau lebih variabel dengan

suatu cara tertentu sehingga berpengaruh pada satu atau lebih variabel lain yang

di ukur. Adapun variabel yang dimanipulasi disebut variabel bebas dan variabel

yang yang akan dilihat pengaruhnya disebut variabel terikat. Sehingga Rakhmat

(1985) mengatakan bahwa metode eksperimen bertujuan untuk meneliti hubungan

sebab akibat dengan memanipulasikan satu atau lebih variabel pada satu atau

lebih kelompok eksperimen dan membandingkan hasilnya dengan kelompok

kontrol yang tidak mengalami manipulasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara deskriptif, yaitu dengan mengadakan kegiatan

pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi data yang bertujuan untuk

membuat deskripsi mengenai keadaan yang terjadi pada saat penelitian

(Suryabrata, 1989).

3.4 Sumber Data

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil dua macam

data yaitu data primer dan data sekunder.

3.4.1 Data Primer

Data primer (primary data) menurut Situmorang (2010) adalah data yang

dikumpulkan sendiri oleh perorangan atau suatu organisasi secara langsung dari

objek yang diteliti dan unruk kepentingan studi yang bersangkutan. Data primer ini

merupakan sumber data yang terbagi berdasarkan cara memperolehnya yaitu

didapatkan melalui interview ataupun observasi. Dalam penelitian ini, data primer

diperoleh melalui uji toksisitas akut (LC50-96 jam) dan analisa histopatologi organ

insang ikan Nila (Oreochromis niloticus). Observasi Farida dan Pudjiastuti (2013)

Page 43: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

30

adalah pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu

objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Karena observasi merupakan

suatu pengamatan yang melibatkan panca indra sehingga dapat digunakan

sebagai metode pengumpulan data yang akurat serta komprehensif dan penelitian

akan memperoleh hasil yang optimal.Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

teknik observasi melalui pengamatan secara sistematis dengan melakukan uji

toksisitas akut dan pengukuran parameter kualitas air.

3.4.2 Data Sekunder

Menurut Noviawaty (2012), data sekunder adalah data yang diperoleh

peneliti yang bersumber dari buku-buku pedoman, literatur yang disusun oleh para

ahli, dan berbagai artikel yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Data ini

biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan-laporan penelitian

terdahulu. Data sekunder disebut juga data tersedia.

3.5 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terdiri dari pemeliharaan hewan uji, adaptasi hewan

uji (aklimatisasi), pembuatan konsentrasi perlakuan, dan tahap perlakuan (uji

pendahuluan, uji sesungguhnya, analisa probit). Sedangkan prosedur penelitian

untuk mengamati perubahan jaringan insang ikan Nila melalui tahap preparasi dan

proses pembuatan irisan jaringan insang ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan

analisa histopatologi insang ikan Nila. Adapun faktor pendukung kehidupan ikan

Nila dilakukannya pengukuran parameter kualitas air secara fisika, kimia dan

biologi.

3.5.1 Pemeliharaan Hewan Uji

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) didapatkan dari Unit Pembenihan Rakyat

(UPR) Sumbermina Lestari, desa Banjar Tengah, kecamatan Dau, kabupaten

Page 44: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

31

Malang merupakan hewan uji yang harus dipelihara terlebih dahulu. Persiapan

pemeliharaan dilakukan dengan menyiapkan satu kolam kecil dengan ukuran 2 x

1 x 1 meter, kemudian diisi air dengan ketinggian ± 30 cm. Pada kolam diberikan

sistem resirkulasi dengan inlet melalui keran air. Pemeliharaan ikan Nila dilakukan

di kolam pemeliharaan Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya. Dalam tahap

pemeliharaan hewan uji, ikan Nila dipelihara selama 5 hari (120 jam) yang

bertujuan untuk mengkondisikan hewan uji pada media air dan memberikan waktu

hewan uji beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Selama pemeliharaan ikan

Nila diberikan pakan berupa pelet Pf1000 dengan pemberian pakan dua kali

sehari. Ukuran ikan Nila sebagai hewan uji yaitu berkisar antara 7-9 cm.

3.5.2 Adaptasi Hewan Uji (Aklimatisasi)

Dalam tahap aklimatisasi hewan uji Ikan Nila didapatkan dari Unit

Pembenihan Rakyat (UPR) Sumbermina Lestari, desa Banjar Tengah, kecamatan

Dau, kabupaten Malang, hal yang pertama kali perlu dilakukan adalah dengan

menyiapkan bak-bak percobaan dengan kapasitas 16 liter yang kemudian diisi air

sebanyak 10 liter dan diberikan aerasi menggunakan aerator. Setelah itu 10 ekor

ikan Nila dimasukkan kedalam bak dengan ketentuan ukuran 7 cm dan kondisi

fisiologis ikan yang relatif sama. Aklimatisasi dilakukan selama 1 hari (24 jam)

dengan dipuasakan dan tanpa pemaparan pestisida. Pemaparan yang dilakukan

pada ikan Nila menggunakan pestisida berbahan aktif Sipermetrin dengan

konsentrasi yang berbeda. Selama aklimatisasi, mortalitas hewan uji tidak boleh

lebih dari 3% selama 48 jam, apabila melebihi 3% maka hewan uji Ikan Nila tidak

dapat digunakan untuk penelitian.

Page 45: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

32

3.5.3 Pembuatan Konsentrasi Perlakuan

akan pestisida cair

jenis insektisida organik. Satu botol pestisida terdapat bahan aktif Sipermetrin 50

g/L dan jika dijadikan dalam bentuk ppm maka menjadi 50.000 mg/L atau 50.000

ppm. Dalam pembuatan konsentrasi pestisida dengan cara pengenceran dapat

menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

V1 : Volume atau jumlah pestisida yang dibutuhkan.

N1 : Konsentrasi pestisida.

V2 : Volume air yang digunakan.

N2 : Dosis pestisida yang diinginkan.

3.5.4 Tahap Perlakuan

Penelitian mengenai uji toksisitas akut pestisida berbahan aktif

Sipermethrin dilakukan dalam 3 tahap, yaitu uji pendahuluan,uji perlakuan dan

analisa probit.

3.5.4.1 Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan batas kisaran kritis (critical

range test) yang akan menjadi dasar dari penentuan konsentrasi untuk

memperoleh konsentrasi ambang batas atas (LC100-24 jam) dan ambang batas

bawah (LC0-48 jam), yang akan digunakan pada uji sesungguhnya. Konsentrasi

ambang batas atas adalah konsentrasi terendah dari bahan uji yang dapat

menyebabkan semua ikan Nila sebagai hewan uji mengalami kematian 100%

pada periode waktu pemaparan 24 jam. Sedangkan konsentrasi ambang batas

bawah adalah kosentrasi tertinggi dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua

ikan Nila sebagai hewan uji hidup setelah pemaparan 48 jam (Siregar, et al. 2014).

Page 46: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

33

Penentuan konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini lebih rendah dari

konsentrasi pestisida yang digunakan oleh petani karena tidak semua pestisida

yang digunakan tersebut masuk ke perairan. Adapun tahap perlakuan dalam uji

pendahuluan adalah sebagai berikut:

1) Menyiapkan toples percobaan dan diisi air tawar dengan kapasitas 10 liter

sebanyak 8 buah untuk 7 kadar konsentrasi pestisida dan 1 kontrol sebagai

media hidup ikan serta diberi aerasi sebagai suplai oksigen.

2) Membuat pengenceran larutan pestisida seperti pada lampiran 3 dengan

konsentrasi 0,0001 ppm, 0,001 ppm, 0,01 ppm, 0,1 ppm, 1 ppm, 10 ppm, dan

100 ppm sesuai dengan skala pada tabel Rand yang terdapat pada lampiran

4.

3) Memasukkan hewan uji ikan Nila yang berukuran 7 9 cm sejumlah 10 ekor

pada masing-masing toples percobaan. Sehingga jumlah total ikan yang

digunakan adalah 80 ekor.

4) Mengukur parameter kualitas air yaitu 24 jam sekali selama 96 jam.

5) Mengamati jumlah mortalitas ikan yaitu 12 jam sekali selama 96 jam. Hewan

uji yang mati segera dihitung dan dikeluarkan dari media percobaan.

6) Mencatat hasil pengamatan dan jumlah mortalitas pada masing - masing bak

untuk menentukan konsentrasi pestisida yang akan digunakan pada uji

sesungguhnya.

3.5.4.2 Uji Sesungguhnya

Uji sesungguhnya dilakukan untuk mengetahui tingkat kematian (mortalitas

ikan Nila sebagai hewan uji dengan menggunakan pestisida berbahan aktif

Sipermethrin dengan perbedaan konsentrasi yang didapatkan dari uji

pendahuluan. Hewan uji dipuasakan selama pemaparan. Selain itu, perbedaan

jumlah konsentrasi pestisida berbahan aktif Sipermethrin selama pemaparan

Page 47: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

34

dilakukan untuk mengetahui hasil gambaran mikroanatomi insang sehingga

didapatkan batas toleransi ikan Nila terhadap perbedaan konsentrasi pestisida

selama penelitian. Adapun tahapan uji sesungguhnya yang perlu dilakukan adalah

sebagai berikut:

1) Menentukan variasi konsentrasi pestisida sesuai dengan skala Rand sesuai

pada lampiran 4. yang sudah ditentukan pada uji pendahuluan sebanyak 7

konsentrasi yang berbeda dan 1 kontrol.

2) Menyiapkan toples percobaan dan diisi air tawar dengan kapasitas 10 liter

sebagai media hidup ikan serta diberi aerasi sebagai suplai oksigen.

3) Mempersiapkan medianya dengan melarutkan pestisida sesuai dengan

konsentrasi yang telah ditentukan dan melakukan pengulangan sebanyak 3

kali.

4) Memasukkan ikan Nila pada masing-masing toples sebanyak 10 ekor

sehingga jumlah ikan yang dibutuhkan beserta pengulangannnya adalah 240

ekor.

5) Memberikan aerasi selama perlakukan (96 jam) tanpa pemberian pakan.

6) Mengukur parameter kualitas air yaitu 24 jam sekali selama 96 jam.

7) Mengamati jumlah mortalitas ikan yaitu 12 jam sekali selama 96 jam.

8) Mengamati dan mencatat gejala mortalitas hewan uji setiap saat pada masing-

masing toples perlakuan untuk melakukan analisa data menggunakan metode

probit. Sedangkan bila mortalitas sudah terlihat maka ikan Nila sebagai hewan

uji segera diambil dan melakukan pembedahan untuk melakukan pengamatan

perubahan histologis pada organ insang selama pemberian paparan pestisida.

Page 48: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

35

3.5.4.3 Pengamatan Tingkah Laku Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Perubahan tingkah laku ikan Nila yang diamati selama pemberian

perlakuan pestisida berbahan akrif Sipermethrin adalah tingkah laku berenang.

Berikut kriteria penjelasan tingkah laku ikan Nila:

Tabel 1.Tingkah Laku Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Diamati Respon Tingkah Laku yang Diamati Deskripsi Respons

Respons reflek ikan Ikan bergerak menghindar ketika toples diberikan sentuhan

Respons berenang Ikan berenang aktif di toples Resepons bergerombol Ikan berenang bergerombol di toples

Respons tingkah laku tersebut menurut Faridah (2010) akan diberi skoring

berupa tanda sebagai berikut:

(-) : tidak ada respons (< 20 % dari jumlah ikan uji)

(+) : respons rendah (20 50 % dari jumlah ikan uji)

(++) : respons sedang (50 70 % dari jumlah ikan uji)

(+++) : respons tinggi (> 70% dari jumlah ikan uji)

3.5.4.4 Analisis Probit

Metode yang digunakan untuk analisis data hasil pengujian toksisitas untuk

menentukan LC50-96 jam menurut Negara (2003) dilakukan dengan metode

analisis probit. Analisis probit digunakan dalam pengujian biologis untuk

mengetahui respon subyek yang diteliti oleh adanya stimuli dalam hal ini insektisda

dengan mengetahui mortalitas. Menurut Pratiwi, et al. (2012), analisis probit

merupakan analisis yang menggunakan prosedur transformasi statistik dari

prosentase data kematian ikan Nila ke dalam variasi yang disebut probit, yang

selanjutnya beserta data konsentrasi pencemar (limbah pertanian) digunakan

untuk menentukan LC50 berdasarkan persamaan regresi linier.

Page 49: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

36

Menurut Romziyah (2012), langkah langkah melakukan analisis probit

nilai LC50 adalah sebagai berikut:

1) Membuat tabel probit.

2) Memasukkan nilai konsentrasi perlakuan (mg/L).

3) Memasukkan nilai log 10 konsentrasi perlakuan.

4) Memasukkan jumlah sampel atau organisme uji yang digunakan.

5) Memasukkan jumlah kematian hewan uji pada setiap konsentrasi perlakuan.

6) Mempersentase jumlah kematian (Mobs).

7)

8) Mentranformasi nilai koreksi kematian ke dalam Tabel Tranformasi Probit

namun hanya tiga konsentrasi terbawah yang digunakan dalam penentuan

nilai LC50-96 jam.

9) Nilai LC50 menurut Warsito, et al. (2015) diperoleh dari persamaan regresi:

Dengan nilai a dan b diperoleh berdasarkan persamaan sebagai berikut:

Persamaan regresi:

Page 50: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

37

Keterangan:

Y : Nilai Probit Mortalitas

X : Logaritma konsentrasi bahan uji

a : Konstanta

b : Slope atau kemiringan

m : Nilai X pada Y = 5

n : Jumlah hewan uji per toples

10) Membuat grafik regresi untuk nilai LC50 dan catat hasil yang didapatkan

3.5.5 Analisa Histopatologi

3.5.5.1 Preparasi dan Proses Pembuatan Irisan Jaringan

Prosedur yang dilakukan dalam pembuatan irisan jaringan organ insang

untuk preparat histologi menurut Laboratorium Patologi dan Anatomi (2016),

adalah sebagai berikut:

1) Proses Pemotongan Jaringan Berupa Makross

a. Membedah ikan Nila kemudian mengambil organ insang dan

mengawetkannya dengan menggunakan formalin 10%.

b. Memilih jaringan sesuai dengan yang akan diteliti.

c. Memotong jaringan dengan ketebalan 2-3 mili meter.

d. Memasukkan ke dalam kaset dan memberikan label sesuai dengan kode

peneliti.

e. Mencuci dengan air mengalir sebelum diproses atau memasukkan ke

dalam alat Tissue Tex Prosesor.

f. Menggunakan alat Automatic Tissue Tex Prosesor (automatic processing)

untuk memotong jaringan.

g. Saat alarm berbunyi menandakan proses telah selesai.

Page 51: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

38

2) Proses Pengeblokan dan Pemotongan Jaringan

a. Mengangkat jaringan dari mesin Tissue Tex Prosesor.

b. Memblok jaringan dengan parafin sesuai kode jaringan.

c. Memotong jaringan dengan alat Microtome dengan ketebalan 3-5 mikron.

3) Proses Deparafinasi

a. Setalah dipotong dengan ketebalan 3-5 mikron, kemudian menaruhnya

dalam oven selama 30 menit dengan suhu 70 -80°C.

b. Memasukkan ke dalam 2 tabung larutan xylol masing-masing selama 20

menit.

c. Memasukkan ke dalam 4 tabung alkohol masing-masing selama 3 menit

(Hidrasi).

d. Memasukkan ke dalam air mengalir selama 15 menit.

4) Proses Pewarnaan Haematoxylin Eosin (Auto Staning)

a. Merendam dengan pewarna utama Harris Hematoksilin selama 10-15

menit.

b. Mencuci dengan air mengalir selama 15 menit.

c. Mencelupkan ke dalam alkohol 1% sebanyak 2-5 celupan.

d. Mencelupkan ke dalam amonia air sebanyak 3-5 celupan.

e. Merendam dengan pewarna pembanding Eosin 1% selama 10-15 menit.

f. Mendehidrasi dengan alkohol 70%, 80%, 96%, dan Absolud masing-

masing selama 3 menit.

g. Menjernihkan (clearing) dengan Xylol selama 2x60 menit.

h. Memounting dengan entelan dan coverglass dengan cara membiarkan

slide kering pada suhu ruangan.

i. Setelah slide kering maka siap diamati.

Page 52: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

39

3.5.5.2 Pengamatan Kerusakan yang Terjadi

Mengamati potongan jaringan insang ikan Nila yang telah diwarnai dengan

menggunakan haematoxylin dan eosin di bawah mikroskop. Selain itu juga harus

menganalisis dan mengidentifikasi jenis dan tingkat kerusakan jaringan insang

yang telah terpapar pestisida dengan bahan aktif Sipermetrin selama 96 jam pada

konsentrasi pemaparan yang bebeda dengan menggunakan mikroskop merk

Olympus dan aplikasi master OlyVIA.

3.5.5.3 Persentase Kerusakan

Setelah dilakukan pengamatan, tahap selanjutnya adalah menghitung

persentase kerusakan jaringan untuk mengetahui parah tidaknya kerusakan akibat

perlakuan. Persentase kerusakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

Satu bidang pandang dibagi menjadi beberapa kotak dan dihitung jumlah

kerusakan setiap kotaknya dan dicatat sebagai jumlah jaringan yang rusak,

sedangkan jumlah kotak yang mewakili jaringan dihitung sebagai jumlah jaringan

yang dianalisis.

3.5.6 Pengukuran Parameter Kualitas Air

3.5.6.1 Suhu

Menurut Erlina (2006), prosedur pengukuran DO menggunakan DO meter

adalah sebagai berikut:

1)

2) Mengkalibrasi elektroda dari DO meter dengan menggunakan akuades.

3) Memasukkan elektroda dari DO meter ke dalam perairan yang diukur DO-nya.

Page 53: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

40

4) ekan tombol

5) Kemudian baru dilakukan pencatatan hasil pengukuran suhu dalam satuan C.

3.5.6.2 Derajat Keasaman (pH)

Menurut Erlina (2006), prosedur pengukuran pH menggunakan pH meter adalah

sebagai berikut:

1)

2) Mengkalibrasi elektroda dari pH meter dengan menggunakan akuades.

3) Memasukkan elektroda dari pH meter ke dalam perairan yang diukur pH-nya.

4) gka yang

tertera pada pH meter.

5) Mencatat angka yang tertera pada pH meter.

6) Mengkalibrasi kembali pH meter dengan menggunakan larutan buffer atau

akuades.

3.5.6.3 Oksigen Terlarut (DO)

Menurut Pratama et al. (2012), cara penggunaan DO meter yaitu:

1) Alat DO meter dikalibrasi terlebih dahulu.

2)

3) Kemudian ujung hitam DO meter dimasukkan kedalam media air percobaan.

4) Lalu dibiarkan kurang lebih tiga menit.

5) Menunggu sampai nilai yang terbaca benar-benar konstan.

6) Kemudian baru dilakukan pencatatan hasil pengukuran DO dalam satuan

mg/L.

Page 54: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

41

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Toksisitas Pemaparan Pestisida berbahan Aktif Sipermethrin terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

4.1.1 Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan menurut Lubis, et al. (2014) dilakukan untuk dapat

memprediksi konsentrasi toksikan uji yang akan digunakan dalam uji

sesungguhnya (definitif). Adapun perbedaan konsentrasi pestisida berbahan aktif

Sipermethrin yang digunakan dalam penelitian yaitu 0,0001 ppm, 0,001 ppm, 0,01

ppm, 0,1 ppm, 0 ppm, 1 ppm, 10 ppm, dan 100 ppm. Masing masing konsentrasi

terdiri dari dua ulangan dan disetiap larutan uji terdapat ikan Nila pada setiap

konsentrasi digunakan dalam uji pendahuluan. Adapun data hasil uji pendahuluan

yang telah dilakukan tentang uji toksisitas akut pestisida berbahan aktif

Sipermethrin terhadap ikan Nila dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Hasil Mortalitas Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Uji Pendahuluan. Keterangan sebagai berikut : (*) Ambang batas bawah (**) Ambang batas atas

Konsentrasi (ppm)

Hewan

Uji

Mortalitas Ikan Uji (ekor/jam)

Mortalitas (ekor)

% Mortalitas 24

jam 48

jam 72

jam 96

jam Kontrol 10 0 0 0 0 0 0

0,0001 10 0 0 0 0 0 0

0,001 10 0 0 0 0 0 0

0,01* 10 0 0 0 0 0 0

0,1** 10 3 1 1 2 7 70

1 10 10 0 0 0 10 100

10 10 10 0 0 0 10 100

100 10 10 0 0 0 10 100

Page 55: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

42

Berdasarkan pada hasil tabel tersebut memperlihatkan bahwa pada

konsentrasi 0 ppm, 0,01 ppm, 0,001 ppm dan 0,0001 ppm ikan Nila tidak

mengalami kematian. Sedangkan pada hasil uji pendahuluan pestisida berbahan

aktif Sipermethrin pada konsentrasi 1 ppm, 10 ppm dan 100 ppm memperlihatkan

jumlah mortalitas ikan Nila sebesar 100%. Selain itu, dari hasil uji pendahuluan

dapat diketahui bahwa mortalitas ikan Nila pada konsentrasi 0,1 ppm yang

merupakan nilai ambang batas atas. Konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi

terendah dimana ikan Nila sebagai organisme uji masih dalam keadaan hidup

dengan presentase mortalitas 40% dalam waktu 48 jam. Sedangkan untuk nilai

ambang batas bawah adalah 0,01 ppm dengan persentase mortalitas sebesar 0%.

Konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi tertinggi dimana semua ikan Nila

sebagai organisme uji tidak ada yang mengalami kematian dalam waktu 24 jam.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suryati, et al. (2012) bahwa uji

pendahuluan berlangsung selama 48 jam bertujuan untuk mengetahui konsentrasi

ambang lethal yaitu ambang atas (LC100-24 jam) dan ambang bawah (LC50-48

jam). Ambang atas adalah konsentrasi terendah dimana semua hewan uji mati

dalam waktu pemaparan 24 jam, sedangkan konsentrasi ambang bawah adalah

konsentrasi tertinggi dimana semua hewan uji hidup dalam waktu 48 jam. Dasar

dari penentuan konsentrasi uji pendahuluan menurut Kinasih, et al. (2013) adalah

untuk menentukan batas kisaran kritis (critical range test) yang menjadi dasar

penentuan konsentrasi yang digunakan dalam uji lanjutan atau uji toksisitas

sesungguhnya. Sehingga dengan melakukan uji toksisitas pendahuluan ini, dapat

diketahui konsentrasi larutan uji tersebut dapat menyebakan kematian terbesar

mendekati 50% dan kematian terkecil mendekati 50%.

Page 56: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

43

4.1.2 Uji Sesungguhnya

Uji sesungguhnya atau uji toksisitas menurut Wirasuta dan Niruri (2006)

adalah suatu uji untuk menentukan potensial suatu senyawa sebagai racun,

mengenali kondisi biologis maupun lingkungan munculnya efek toksik, dan

mengkarakterisasi aksi atau efek yang ditimbulkan dari bahan pencemar tersebut.

Sehingga uji sesungguhnya ini digunakan untuk menghitung konsentrasi dimana

ikan Nila sebagai organisme yang di uji mengalami kematian hingga 50% selama

jangka waktu pemaparan 96 jam (LC50-96 jam) dengan menggunakan analisa

probit. Adapun data hasil uji toksistas akut pestisida berbahan aktif Sipermethrin

terhadap ikan Nila dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Hasil Mortalitas Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Uji Sesungguhnya

Konsentrasi (ppm)

Hewan

Uji

Mortalitas Ikan Uji (ekor/jam)

Mortalitas (ekor)

% Mortalitas 24

jam 48

jam 72

jam 96

jam Kontrol 10 0 0 0 0 0 0

0,0135 10 0 0 0 0 0 0

0,018 10 0 0 0 0 0 0

0,024 10 0 0 0 0 0 0

0,032 10 0 0 0 0 0 0

0,042 10 1 0 0 1 2 20

0,065 10 2 0 0 1 3 30

0,087 10 4 1 0 1 6 60

Berdasarkan tabel tersebut diperoleh data hasil mortalitas ikan Nila yang

telah dipapar pestisida berbahan aktif Sipermethrin. Adapun konsentrasi yang

digunakan pada saat uji toksisitas yaitu 0,0135 ppm, 0,018 ppm, 0,024 ppm, 0,032

ppm, 0,042 ppm, 0,065 ppm dan 0,087 ppm sesuai dengan tabel skala Rand pada

lampiran 4. Adanya perbedaan konsentrasi insektisida yang diberikan secara tidak

langsung akan mempengaruhi jumlah tingkat mortalitas ikan Nila sebagai

organisme uji. Dimana tingkat mortalitas terendah didapatkan pada konsentrasi

Page 57: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

44

0,0135 ppm, 0,018 ppm, 0,024 ppm dan 0,032 ppm dengan jumlah rata-rata

mortalitas ikan Nila sebesar 0% atau tidak adanya ikan Nila yang mengalami

kematian pada konsentrasi tersebut. Menurut Bosman, et al. (2013) menyatakan

bahwa kerentanan organisme terhadap toksikan berbeda-beda berdasarkan

konsentrasi bahan toksik, spesies dan ukuran organisme. Selain itu, kelangsungan

hidup ikan juga dipengaruhi oleh faktor internal yang berasal dari dalam tubuh ikan

itu sendiri dan faktor eksternal meliputi kondisi lingkungan seperti sifat fisika, kimia

dan biologi perairan. Oleh karena itu, pada konsentrasi tersebut ikan Nila tidak

mengalami kamatian karena ikan Nila masih dapat mentoleransi jumlah insektisida

yang masuk ke dalam perairan.

Sedangkan jumlah rata-rata mortalitas ikan Nila tertinggi terdapat pada

konsentrasi 0,0087 ppm yaitu sebesar 60%. Pada konsentrasi 0,065 ppm

didapatkan rata-rata jumlah presentase ikan Nila sebesar 30%. Pada konsentrasi

0,042 ppm memiliki rata-rata persentase mortalitas ikan Nila sebesar 20%. Hasil

penelitian memperlihatkan bahwa adanya peningkatan jumlah konsentrasi larutan

insektisida berbahan aktif Sipermetrin yang diberikan akan membuat mortalitas

ikan Nila sebagai hewan uji semakin tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

menurut Rian (2016) bahwa semakin tinggi konsentrasi zat toksik yang diberikan

dalam periode waktu tertentu akan menyebabkan semakin banyak zat toksik yang

masuk ke dalam tubuh hewan uji. Begitu sebaliknya, semakin lama waktu

perlakuan maka semakin tinggi waktu toksisitas bahan uji yang terpapar pada ikan

Nila. Daya tahan tubuh hewan uji akan semakin turun hingga konsentrasi yang

rendah pun sudah dapat mematikan ikan. Sehingga zat toksik seperti pestisida

dengan jenis insektisida berbahan aktif Sipermethrin dapat mempengaruhi proses

fisiologis di dalam tubuhnya sehingga mengganggu kelangsungan hidup ikan Nila.

Selain itu, menurut Siti (2010), kemampuan ikan yang resisten terhadap tekanan

lingkungan pada media hidup ikan dilakukan melalui adanya adaptasi fisiologi. Jika

Page 58: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

45

ikan uji tidak bisa menyesuaikan diri maka akan berakibat pada kematian. Proses

kematian dikarenakan ikan mengambil pestisda melalui pengambilan air melalui

membran insang dan penyerapan langsung dari sedimen yang membuat proses

fisiologis merupakan salah satu cara bahan penemar masuk ke dalam tubuh ikan

baik secara langsung maupun tidak langsung. Adanya perubahan dalam aksi

fisiologis, pertumbuhan, kegagalan dalam perkembangbiakan dan pengaruh

lainnya memperlihatkan bahwa ikan terkena kepekatan subletal dari jenis pestisida

tersebut.

4.1.3 Analisis Probit

Analisis probit (Metode Hubbert) merupakan salah satu proses analisis

data yang digunakan untuk menentukan nilai LC50-96 jam. Analisis probit dilakukan

dengan mengubah presentase mortalitas ikan Nila pada uji toksisitas ke dalam

bentuk probit menggunakan tabel probit. Selain itu, analisa ini juga mempunyai

hubungan dengan nilai logaritma konsentrasi insektisida dan nilai probit dari

persentase mortalitas hewan uji. Model probit merupakan model non linear yang

digunakan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel respon dan variabel

bebas. Adapun data yang digunakan untuk analisis probit terdapat pada hasil

mortalitas ikan Nila pada uji toksisitas seperti pada tabel 3 dengan bantuan tabel

probit pada lampiran 5. Sehingga didapatkan hasil analisis probit dan persamaan

regresi untuk penentuan LC50 selama 96 jam pada lampiran 9 memperlihatkan

bahwa nilai LC50 yang diperoleh selama 96 jam pengamatan sebesar 0,08 ppm.

Artinya ikan uji mati sebanyak 50% dalam waktu 96 jam pada konsentrasi 0,08

ppm dalam kondisi diberikan aerasi.

Page 59: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

46

Gambar 5. Grafik Analisa Probit Mortalitas Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada

Uji Toksisitas Akut Pestisida Berbahan Aktif Sipermethrin

Model probit menurut Wulandari dan Sutanto (2013) digunakan untuk

menganalisis hubungan satu variabel dependen dengan beberapa independen.

Adapun hubungan log konsentrasi terhadap probit persen mortalitas pada uji

toksisitas akut pestisida berbahan aktif Sipermethrin pada ikan Nila dapat terlihat

pada gambar 5. Dari hasil tersebut menjelaskan bahwa tingkat mortalitas akan

semakin meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi larutan insektisida

yang diberikan. Dari gambar grafik tersebut juga menjelaskan bahwa nilai LC50-96

jam dari setiap konsentrasi didapatkan dengan cara anti log dari hasil persen probit

mortalitas. Sehingga, hasil grafik pada gambar 5 menunjukkan adanya hubungan

korelasi yang positif dengan nilai R2 sebesar 0,88.

4.2 Analisis Histopatologi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

4.2.1 Histopatologi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Insang merupakan komponen penting dalam sistem pernafasan dan

osmoregulasi ikan. Insang selalu berhubungan langsung dengan air untuk

pernafasan eksternalnya, sehingga organ ini sangat sensitif terhadap adanya

perubahan fisika, kimia dan biologi di perairan. Apapun perubahan-perubahan

y = 3,32x + 8,64R² = 0,88

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

-1,60 -1,40 -1,20 -1,00 -0,80 -0,60 -0,40 -0,20 0,00

Nila

i Pro

bit

Konsentrasi Larutan

Page 60: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

47

yang terjadi di lingkungan perairan, secara langsung maupun tidak langsung akan

berdampak kepada struktur dan fungsi insang. Dengan adanya perubahan-

perubahan abnormal pada jaringan insang dapat diketahui melalui pemeriksaan

histopatologi insang ikan disetiap perlakuan. Adapun hasil pengamatan kerusakan

struktur mikroanatomi insang ikan Nila dalam berbagai konsentrasi insektisida

berbahan aktif Sipermethrin diperoleh dengan menggunakan mikroskop Olympus

BX 41, kamera Olympus DP 20, metode pewarnaan HE (Hematoksilin-Eosin) dan

diamati dengan menggunakan aplikasi OlyVia pada perbesaran 13,2x dan skala

20µm dapat dilihat pada gambar 6 sampai gambar 13.

Struktur mikroantomis insang ikan Nila yang normal pada uji toksisitas

dalam konsentrasi 0 ppm (kontrol) tanpa diberinya konsentrasi pestisida berbahan

aktif Sipermethrin pada gambar 6 memperlihatkan bahwa belum adanya tingkat

kerusakan pada insang, sehingga pada gambar tersebut masih terlihat jelas

bagian-bagian insang ikan Nila. Bagian-bagian dari struktur insang yang normal

menurut Sukarni et al. (2012) yaitu satu lembar insang terdiri dari beberapa lamela

primer dan satu lamela primer terdiri dari beberapa lamela sekunder. Sel-sel

pernapasan (insang) ikan yang sehat hanya terdiri dari dua atau tiga lapis epitel

yang rata dan terletak di membran basal. Panjang lamela insang bevariasi,

umunya lamela insang yang terletak pada ujung filamen lebih pendek

dibandingkan lamela yang terletak di tengah.

Page 61: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

48

(i)

(ii)

Gambar 6. Gambar (i) merupakan mikroanatomi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada uji toksisitas mortalitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0 ppm (kontrol) dan (ii) merupakan potongan melintang struktur mikroanatomi insang ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada kondisi normal (perbesaran 10x40) (Mulyani et al., 2014). Keterangan gambar sebagai berikut: a.Lamella primer, b. Lamella sekunder.

Insang ikan Nila menurut Sadana et al. (2014) terdiri dari sepasang filamen

yang ditutupi oleh epitel yang tipis disebut lamella tempat pertukaran oksigen,

karena merupakan tempat dimana darah banyak beredar dan tempat penyaringan

air yang masuk melalui mulut, maka insang menjadi peka terhadap perubaan

lingkungan dan pencemaran. Selain itu, Klein (1983) juga menyatakan bahwa

pencemaran akan berpengaruh pada kondisi lamella insang sehingga

menyebabkan peradangan dan pembengkakan akibat adanya benda asing,

bahkan perubahan warna lamella dan nekrosis (kerusakan pada sel insang). Oleh

Page 62: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

49

karena itu, perubahan struktur mikroanatomi insang dapat digunakan sebagai

indikator pencemaran di lingkungan mulai terjadinya kontaminasi, pencemaran

sampai tingkat berat. Adapun hasil pengamatan mikroanatomi insang ikan Nila

disetiap konsentrasi perlakuan pada uji toksisitas akut pestisida dengan jenis

insektisida berbahan aktif Sipermethrin mengalami perubahan struktur

mikroanatomi insang yang menyebabkan edema, hemoragi, fusi, vakuolasi dan

nekrosis. Sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa pestisida berbahan aktif

Sipermethrin memiliki sifat toksik terhadap ikan, adapun perubahan struktur

miktroanatomi insang ikan Nila pada uji toksisitas akut pestisida berbahan aktif

Sipermethrin dapat dilihat pada gambar 7 sampai gambar 13.

Gambar 7. Gambar mikroanatomi insang ikan Nila (Oreochromis nilloticus) pada

uji toksisitas mortalitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,0135 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, He=Hemoragi, dan Va=Vakuolasi.

Gambar 7 merupakan struktur mikroantomi insang ikan Nila pada uji

toksisitas dalam konsentrasi 0,0135 ppm dengan skala 20 µm dan perbesaran

13,2x. Pada uji toksisitas dengan pemaparan tersebut memiliki perubahan

mikroanatomi insang yaitu adalah fusi lamela, edema, hemoragi, dan vakuolasi.

Va He Fu Ed

Page 63: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

50

Kerusakan insang berupa edema lamela disebabkan oleh pestida yang melebihi

batas. Edema atau pembengkakan menurut Pratiwi dan Manan (2015) adalah

suatu bagian yang terisi cairan. Sehingga pada bagian tersebut membesar dan

tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Sedangkan Fitriawan, et al.

(2011) menyatakan bahwa edema adalah pembengkakan sel yang di akibatkan

masuknya bahan pencemar ke dalam insang atau penimbunan cairan secara

berlebihan di dalam jaringan tubuh yang diperlihatkan dengan membran basal

mulai meregang lepas, sel lacuna menyempit sehingga menyebabkan fungsi

insang berkurang atau tidak optimal (mengalami defisiensi fungsi) sehingga

menyebabkan kesulitan dalam proses pernafasan dan metabolisme tubuh mulai

terganggu. Dengan adanya edema pada hasil penelitian dapat menyebabkan

terjadinya fusi pada lamela sekunder.

Ketika adanya pembendungan aliran darah pada lamela yang disebabkan

trauma fisik, zat pencemar, ataupun gangguan sirkulasi menurut Saputra, et al.

(2013) akan menyebabkan terjadinya edema (pembengkakan sel) di sekitar

pembuluh darah yang terlihat dari perluasan jaringan antar pembuluh darah

dengan lapisan epitel lamela primer. Pembendungan dan edema akan mengurangi

efisiensi difusi gas dan dapat berakibat fatal seperti kematian. Terjadinya

gangguan terhadap difusi gas karena adanya penyempitan luas permukaan serap

pada lamela sekunder. Selain itu, Syatik, et al. (2011) mengatakan bahwa dengan

adanya pembengkakan sel atau penimbunan cairan secara berlebih di dalam

jaringan tubuh (edema) merupakan tahap awal terjadinya patologi. Edema yang

berlebihan dapat menyebabkan hiperplasia akibat sel darah merah keluar dari

kapilernya dan sel akan terlepas dari jaringan penyokokongnya.

Page 64: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

51

Gambar 8. Gambar mikroanatomi Insang Ikan NIla (Oreochromis niloticus) pada

uji toksisitas mortalitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,018 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, Ne=Nekrosis, dan He=Hemoragi.

Berdasarkan gambar 8 merupakan struktur mikroantomis insang ikan Nila

pada uji toksisitas dalam konsentrasi 0,018 ppm dengan skala 20 µm dan

perbesaran 13,2x. Pada uji toksisitas dengan pemaparan tersebut memiliki

perubahan mikroanatomi insang yaitu adalah fusi lamela, edema, hemoragi dan

nekrosis. Edema (pembengkakan sel) terjadi pada lamela primer. Selain edema,

kerusakan insang seperti hemoragi juga terjadi pada setiap konsentrasi selama

pemamaparan insektisida berbahan aktif Sipermethrin. Menurut Varney, et al.

(2004) hemoragi atau hemorrhage adalah sebuah keadaan kehilangan darah yang

abnormal. Permeabilitas sel sangat dipengaruhi oleh adanya zat toksik seperti

pestisida ke dalam perairan. Selain itu, bahan pencemar yang masuk juga

mengakibatkan keterbatasan sistem transportasi ion sehingga mengganggu

transportasi cairan dari dan ke dalam membran sel, hal ini juga berakibat pada

hancurnya sel darah akibat kerusakan kapiler darah dan menyebabkan

hemorrhage (Hadi dan Alwan, 2012).

He Fu Ed Ne

Page 65: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

52

Sedangkan hemoragi menurut Parameswari, et al. (2013) mengindikasikan

keluarnya darah dari pembuluh darah, baik keluar tubuh maupun kedalam jaringan

tubuh yang dapat terlihat dengan adanya bintik hemoragi di lapisan mukosa pada

organ tubuh. Ikan yang terinfeksi memperlihatkan bahwa ikan tersebut stress.

Sedangkan Mutiara, et al. (2013) juga mengatakan bahwa kerusakan sel pada

organ insang diakibatkan karena bahan pencemar masuk ke dalam jaringan tubuh

melalui saluran pernafasan. Dengan adanya edema, hiperplasia dan degenerasi

pada hasil pengamatan histopatologi insang ikan digolongkan ke dalam tingkat

kerusakan ringan. Sedangkan adanya kongesti dan hemoragi digolongkan ke

dalam tingkat kerusakan sedang. Pada penggolongan tingkat kerusakan berat

ditunjukkan dengan adanya nekrosis dan fusi lamela. Sel yang mengalami

degenerasi atau reaksi peradangan sel bila terjadinya kerusakan dilakukan

sebelum sel mengalami kongesti, hemoragi dan nekrosis (kematian sel).

Sedangkan menurut Pantung, et al. (2008), tingkatan pencemaran

pestisida dapat dilihat dengan menggunakan ikan sebagai bioindikator. Terjadinya

kerusakan mikroanatomi insang ikan dari edema sampai ke nekrosis akan

menunjukkan tingkat pencemaran perairan tersebut. Adapun tingkat pencemaran

perairan berdasarkan persentse kerusakan insang yaitu, tidak ada kerusakan

sama sekali (normal), terjadi kerusakan kurang dari 30% dari luasan pandang

(ringang), terjadi kerusakan 30% sampai 70 % dari luasan pandang (sedang), dan

terjadi kerusakan lebih dari 70% dari luasan pandang (berat).

Page 66: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

53

Gambar 9. Gambar mikroanatomi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada uji toksisitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,024 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, He=Hemoragi, Va=Vakuolasi dan Ne=Nekrosis.

Berdasarkan gambar 9 yang merupakan struktur mikroantomis insang ikan

Nila pada uji toksisitas dalam konsentrasi 0,024 ppm dengan skala 20µm dan

perbesaran 13,2x menunjukkan terjadinya kerusakan seperti edema, hemoragi,

vakuolasi, nekrosis dan fusi lamella. Berdasarkan hasil analisis kerusakan organ

insang, fusi lamella sekunder terjadi pada semua konsentrasi dimana kerusakan

lamella tersebut akibat adanya edema yang berlebih. Fusi lamela menurut Robert

(2001) terjadi akibat adanya hiperplasia yang ditandai dengan peningkatan jumlah

sel-sel mukus didasar lamela. Fusi lamella akibat hiperplasia dapat mengurangi

efisiensi difusi gas dalam tubuh ikan. Selain itu, adanya pembengkakan pada

lamella sekunder dapat dihubungan dengan lamela, hipertropi, sel epitel

He Ne Ed

Va Fu

Page 67: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

54

(bertambahnya ukuran atau volume suatu bagian tubuh karena peningkatan

ukuran dari sel-sel individu), dan perubahan pada dasar arsitektur sel tiang.

Adanya fusi lamela sekunder menurut Sudaryatma dan Eriawati (2012)

mengakibatkan tugas lamela tidak dapat berfungsi secara sempurna, karena

lakuna yang berisi sel darah merah tertutup oleh sel-sel epitalia lamela sekunder

yang patologis. Fusi lamela berisikan surfaktan sel mukus yang dapat meluas

sampai ke lamela primer. Pada fusi lamela sekunder dengan tingkat infestasi yang

parah akan menimbulkan vakuola berukuran kecil maupun besar pada pasca

diberikannya toksik yang pada umumnya akan terlihat pada bagian sel-sel epitalia

lamela insang yang mengalami hiperlasia. Selain itu, terjadinya fusi lamela

menurut Modu, et al. (2012) dapat mengurangi luas permukaan insang dan

menyebabkan hilangnya jarak antar lamela. Hal tersebut diakibatkan karena

lamela sekunder berdekatan pada salah satu atau kedua sisi lamela primer

sehingga mempengaruhi proses respirasi. Ketika sel epitel mengalami hiperplasia

dan fusi pada lamela insang juga mengakibatkan gangguan pada aliran darah

pada insang serta gangguan metabolisme tubuh yang pada akhirnya akan

menyebabkan kematian ikan.

Terjadinya kerusakan insang juga disebabkan karena insang memiliki

lapisan epitel yang tipis dan berhubungan langsung dengan lingkungan perairan

yang ada bahan pencemar bersifat toksik, sehingga secara tidak langsung akan

berpengaruh terhadap sel-sel penyusun insang dan kerusakan seperti fusi lamela

dapat mengurangi efisiensi difusi gas maupun osmosis. Menurut Tandjung (1995)

menyatakan bahwa degenersi insang tingkat 1 berupa edema pada lamella dan

menunjukkan telah terjadinya kontaminasi namun belum terjadi pencemaran.

Degenerasi 2 berupa hiperplasia dan degenerasi 3 berupa terjadinya fusi lamela

merupakan indikator pencemaran ringan.

Page 68: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

55

Gambar 10. Gambar mikroanatomi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada uji toksisitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,032 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, He=Hemoragi, Va=Vakuolasi dan Ne=Nekrosis.

Struktur mikroantomis insang ikan Nila pada uji toksisitas dalam

konsentrasi 0,032 ppm dengan skala 20 µm dan perbesaran 13,2x pada gambar

10 menunjukkan terjadinya kerusakan seperti edema, hemoragi, vakuolasi,

nekrosis dan fusi lamella sama seperti konsentrasi lainnya. Adanya kerusakan

organ insang disebabkan karena adanya pengaruh insektisida yang masuk ke

tubuh ikan melalui insang. Kerusakan edema menurut Dalimunthe, et al. (2015)

menyebabkan eritrosit menjadi mudah pecah dan berubah bentuk karena

kekurangan oksigen, sehingga dapat menyebabkan kematian ikan. Sedangkan

kerusakan fusi lamella menurut Aliza, et al. (2013) terjadi akibat peningkatan

patologi hiperplasia secara terus menerus dan menyebabkan terisinya ruang antar

Va He

Ne Ed Fu

Page 69: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

56

lamella sekunder oleh sel-sel baru yang kemudian memicu terjadinya perlekatan

pada kedua sisi lamella. Fusi lamella merupakan salah satu kerusakan yang

termasuk ke dalam kategori berat.

Selain kerusakan edema, hemoragi juga merupakan salah satu kerusakan

yang terjadi pada konsentrasi ini. Hemoragi menurut Novalia, et al. (2013)

merupakan keluarnya eritrosit dari pembuluh kapiler dan berada pada jaringan

insang. Terjadinya hemoragi pada lamella insang akibat adanya kontak langsung

dengan bahan toksik sehingga terjadi iritasi yang menyebabkan tingginya daya

osmotik pembuluh darah dan cairan kapiler darah keluar. Sedangkan menurut

Zeinab, et al. (2016), hemoragi di perlihatkan ketika sel-sel lamela mendukung

untuk terjadinya sinusoid, sehingga terjadinya kemunduran degenerasi sel dan

selalu terjadi ketika ada bagian lamella sekunder insang yang mengalami nekrosis.

Hemoragi bisa terjadi ketika banyaknya darah yang berkumpul di dalam vakuola

dan di dasar filamen insang.

Gambar 11. Gambar mikroanatomi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada

uji toksisitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,042 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, He=Hemoragi, Va=Vakuolasi dan Ne=Nekrosis.

Fu Va Ne Ed

He

Page 70: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

57

Struktur mikroantomis insang ikan Nila pada uji toksisitas dalam

konsentrasi 0,042 ppm dengan skala 2 0µm dan perbesaran 13,2x pada gambar

11 menunjukkan terjadinya kerusakan seperti edema, nekrosis, vakuolasi,

nekrosis dan fusi lamella. Salah satu kerusakan yang terjadi pada uji toksisitas

akut ini di bagian lamela primer adalah vakuolasi. Vakuolasi menurut Sari, et al.

(2014) terbentuk karena terjadinya degenerasi. Dimana degenerasi merupakan

perubahan jaringan menjadi bentuk yang kurang aktif. Menurut Fauzy, et al. (2014)

vakuolisasi memiliki gejala timbulnya seperti ruang kosong yang memiliki ukuran

abnormal dibandingkan dengan yang lainnya.

Vakuolisasi menurut Hardi, et al. (2011) terjadi akibat kerusakan sel

(nekrosis), selanjutnya sel mengalami kehancuran sehingga tertinggal sebagai

ruangan kosong pada jaringan organ dan hal tersebut tejadi akibat adanya infeksi

secara sistematik, yaitu melalui aliran darah kemudian mencapai ke insang dan

menimbulkan kerusakan pada jaringan organ tersebut. Selain itu, Patnaik et al.

(2011) mengatakan bahwa terjadinya vakuolasi dapat diamati pada daerah yang

mengalami degenerasi sel. Berdasarkan hasil fotomikrograf insang

memperlihatkan adanya distorsi antar sel seperti saling tumpang tindihnya lamella

sekunder dan lamella primer sehingga berlebihnya lendir (mukus) dan sel eosinofil

yang terjadi dalam sitoplasma. Luas terjadinya vakuolisasi dapat terlihat secara

jelas dari adanya gangguan pada jaringan epitel. Sel epitel pada lamella insang

merupakan bagian yang mengatur ketidakseimbangan osmoregulasi larutan

dalam tubuh. Dikarenakan terjadinya vakuolisasi maka akan berdampak pada

menurunnya aliran air yang kaya oksigen ke jaringan lamela yang secara tidak

langsung akan mengakibatkan penurunan kinerja utama epitel dalam respon

sistem permeabilitas insang.

Page 71: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

58

Gambar 12. Gambar mikroanatomi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada uji toksisitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,065 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, He=Hemoragi, Va=Vakuolasi dan Ne=Nekrosis.

Berdasarkan hasil uji toksisitas histopatologi mengenai struktur

mikroantomis insang ikan Nila pada konsentrasi 0,065 ppm dengan skala 20µm

dan perbesaran 13,2x menunjukkan terjadinya kerusakan seperti edema,

hemoragi, vakuolasi, nekrosis dan fusi lamella. Adanya kerusakan nekrosis

memperlihatkan adanya kematian sel, sehingga mengakibatkan jaringan insang

tidak berbentuk utuh lagi dan dalam kondisi tidak norma karena faktor eksternal.

Sedangkan kerusakan sel yang mengakibatkan kematian sel pada kondisi normal

atau kematian sel yang terencana adalah apoptosis. Menurut Plumb (1994),

nekrosis ditandai dengan adanya kematian sel-sel atau jaringan yang menyertai

degenerasi sel pada setiap kehidupan hewan dan merupakan tahap akhir

degenerasi yang irreversibel atau adanya kemunduran pada saat perkembangan

Va He Ed

Ne

Fu

Page 72: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

59

sel, sehingga sel tidak dapat pulih kembali seperti sebelumnya. Karakteristik dari

jaringan nekrotik, yaitu memiliki warna yang lebih pucat dari warna normal,

hilangnya daya rentang yang ditandai dengan jaringan menjadi rapuh dan mudah

terlepas, atau memiliki konsistensi yang buruk atau pucat. Nekrosis juga dapat

disebabkan oleh agen-agen biologis seperti virus, bakteri, jamur dan parasit, agen-

agen kimia atau terjadinya gangguan terhadap penyediaan darah pada jaringan

tubuh.

Sel yang mengalami nekrosis menurut Haqqawiy, et al. (2013) akan lepas

dari membran dan mendorong terjadinya proliferasi sel-sel untuk pergantian sel

yang baru. Proliferasi atau pengembangan sel-sel yang baru dapat terganggu

karena keadaan lingkungan yang tidak baik dan menyebabkan kerusakan

patologis pada insang. Proliferasi yang berlebihan menyebabkan pembelahan sel

(terutama pada sel-sel yang mampu membelah dengan cepat) menjadi tidak

terkontrol sehingga terjadi hiperplasia.

Gambar 13. Gambar mikroanatomi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada

uji toksisitas 96 jam pada konsentrasi pemaparan 0,087 ppm. Keterangan gambar sebagai berikut: Fu=Fusi, Ed=Edema, He=Hemoragi, Va=Vakuolasi dan Ne=Nekrosis.

Ed Va He Ne

Fu

Page 73: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

60

Berdasarkan hasil uji toksisitas histopatologi mengenai bahan pencemar

seperti insektisida berbahan aktif sipermetrin yang terdapat dalam tubuh ikan Nila

memperlihatkan adanya perubahan struktur mikroanatomis insang ikan Nila pada

konsentrasi 0,087 ppm dengan skala 20µm dan perbesaran 13,2x. Sesuai pada

gambar 13 kerusakan pada insang ikan Nila seperti edema, hemoragi, vakuolasi

lamella primer, nekrosis lamella sekunder, dan fusi lamella sekunder telah

terjadinya. Kerusakan pada insang ikan Nila menurut Mulyana dan Mumpuni

(2015) akan mempengaruhi fungsi insang untuk respirasi, osmoregulasi dan

ekskresi. Fusi lamella sekunder, nekrosis lamella primer, dan lamella sekunder

akan menimbulkan gangguan pada lalu lintas air yang masuk melewati lamella

insang sehingga akan berakibat pada pengambilan oksigen terlarut dalam air yang

masuk ke insang serta pengeluaran karbondioksida ke luar dari insang.

4.2.2 Persentase Kerusakan Jaringan Insang Ikan Nila

(Oreochromis niloticus)

Persentase kerusakan jaringan insang ikan Nila (Oreochromis nilloticus)

berdasarkan hasil uji toksisitas akut pestisida berbahan aktif Sipermethrin

didapatkan tingkat kerusakan yang berbeda antara yang satu dengan yang

lainnya. Adapun tingkat kerusakan jaringan insang ikan Nila dapat dilihat pada

tabel 4 dan perhitungaan persentase tersebut terdapat pada lampiran 10.

Berdasarkan pada tabel 4 memperlihatkan bahwa tidak terjadinya

kerusakan pada konsentrasi 0 ppm (kontrol). Hal tersebut terjadi karena ikan Nila

masih dalam keadaan normal sehingga organ insang ikan Nila tidak mengalami

perubahan struktur jaringan insang. Sedangkan pada konsentrasi pemaparan

pestisida berbahan aktif Sipermethrin sebesar 0,0135 ppm, organ insang ikan Nila

mengalami kerusakan yang paling rendah yaitu nekrosis sebesar 0% dengan jenis

kerusakan tertinggi yaitu adalah terjadinya fusi yaitu sebesar 5,33%. Sedangkan

Page 74: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

61

pada konsentrasi 0,018 ppm, kerusakan tertinggi terjadi pada fusi yaitu sebesar

6% dan tidak terjadinya kerusakan jaringan yaitu vakuolasi pada konsentrasi ini.

Tabel 4. Persentase Kerusakan Jaringan Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Keterangan : Ed = Edema, He = Hemoragi, Fu= Fusi, Ne= Nekrosis.

Konsentrasi (ppm)

Jenis Kerusakan (%) Total Kerusakan

(%)

Tingkat Kerusakan Jaringan Insang

Ed He Fu Ne Va

0 (Kontrol) 0 0 0 0 0 0 - 0,0135 3,56 3,00 5,33 0 5,00 16,89 Ringan 0,018 3.67 5,33 6,00 3,67 0 18,67 Ringan 0,024 3,11 4,33 2,89 2,11 6,78 19,22 Ringan 0,032 3,33 3,78 2,89 7,44 4,78 22,22 Ringan 0,042 3,22 5,67 4,00 3,22 13,33 29.44 Ringan 0,065 1,33 3,11 4,11 7,89 14,22 30,67 Sedang 0,087 2,11 4,44 6,89 3,44 10,44 27,33 Ringan

Selain itu, kerusakan nekrosis yang tertinggi dibandingkan konsentrasi

lainnya yaitu berada pada konsentrasi 0,065 ppm dengan jumlah kerusakan

sebesar 7,89%. Sedangkan jumlah kerusakan fusi tertinggi berada pada

konsentrasi 0,087 ppm dengan jumlah kerusakan sebesar 6,89% dan kerusakan

hemoragi tertinggi pada konsentrasi 0,042 ppm dengan jumlah kerusakan sebesar

5,67%. Kerusakan edema merupakan salah satu kerusakan yang ada di setiap

konsentrasi. Hal tersebut dikarenakan edema merupakan salah satu kerusakan

yang selalu terjadi saat adanya kontaminasi pada tubuh organisme ditandai

dengan adanya pembengkakan sel. Dengan adanya mengakibatkan insang

mengalami penurunan fungsinya yaitu seperti kesulitan bernafas yang

menyebabkan metabolisme tubuh semakin terganggu bahkan bisa menyebabkan

kematian.

Terjadinya iritasi menurut Mulyani (2014) pada insang dan lamela insang

yang menjadi tertutup disebabkan karena adanya paparan secara langsung bahan

anorganik terlarut pada ikan. Hal ini menyebabkan fungsi insang menjadi tidak

wajar dan mengganggu proses pernafasan. Kerusakan pada struktur

mikroanatomi insang menurut Ishikawa, et al. (2017) menyebabkan ikan sulit

Page 75: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

62

bernafas dan menyebabkan kandungan oksigen dalam darah menjadi berkurang

sehingga haemoglobin (Hb) kesulitan dalam mengikat oksigen dan mengalami

hipoksi sebagai akibat dari kerusakaan lamella sekunder insang.

Gambar 14. Persentase Kerusakan Jaringan Insang Ikan Nila

Berdasarkan gambar 14 memperlihatkan bahwa setiap konsentrasi

memiliki jumlah kerusakan yang berbeda-beda. Pada konsentrasi pemaparan

0,0135 ppm, 0,018 ppm, 0,024 ppm, 0,032 ppm, 0,042 ppm, 0,065 ppm dan 0,087

ppm terjadi peningkatan kerusakan yang signifikan. Jumlah kerusakan tertinggi

berada pada vakuolasi dan fusi, sedangkan kerusakan nekrosis, hemoragi dan

edema merupakan keruskan yang selalu ada di setiap konsentrasi pemaparan.

Kerusakan vakuolasi dan fusi tertinggi Menurut Fauzy, et al. (2014) dikarenakan

adanya zat toksik yang masuk ke dalam insang dan mengakibatkan perubahan

morfologis insang karena sel bersifat iritatif. Vakuolasi terjadi ketika adanya

kerusakan oksidasi yang diakibatkan karena meningkatnya peroksidasi lipid pada

membran sel menyebabkan jaringan epitel yang semakin luas. Selain itu,

banyaknya degenerasi jaringan mejadi bentuk yang kurang aktif juga

memperlihatkan bahwa telah terjadinya kerusakan vakuolasi. Kerusakan fusi

tertinggi menurut Sukarni, et al. (2012) diakibatkan karena telah adanya

02468

10121416

Edema Hemoragi Fusi Nekrosis Vakuolasi

PERS

ENTA

SE K

ERUS

AKAN

(%)

JENIS KERUSAKAN

0 ppm 0,0135 ppm 0,018 ppm 0,024 ppm

0,032 ppm 0,042 ppm 0,065 ppm 0,087 ppm

Page 76: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

63

pembengkakan sel-sel insang (edema). Kerusakan fusi lamela merupakan tahap

awal suatu tindakan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut atau sebagai

mekanisme pertahanan terhadap adanya bahan pencemar yang masuk kedalam

tubuh ikan Nila sehingga dengan adanya kerusakan ini menunjukkan telah terjadi

kontaminasi tetapi belum ada pencemaran. Akibat adanya edema yang

menyebabkan asphyxia (kesulitan bernafas karena kekurangan oksigen)

mengakibatkan bertambahnya rangsangan organisme untuk mengikat sel darah

merah dan merangsang hematokrit dan hemoglobin untuk meningkatkan

mekanisme transfer oksigen di dalam tubuh. Hal tersebut merupakan salah satu

tindakan lamella sekunder karena berfungsi sebagai penghalang masuknya

kontaminan maupun salah satu tindakan ikan ketika mengalami hipoksia.

Organ yang paling rentan terserang parasit adalah insang. Hal ini

disebabkan karena insang merupakan organ pernafasan yang langsung

bersentuhan dengan lingkungan sekitarnya yang menyaring bahan-bahan yang

terlarut, menyaring partikel partikel pakan dan mengikat oksigen. Hal ini sesuai

dengan pendapat Ali, et al. (2014) yang menyatakan bahwa letak insang, struktur

dan mekanisme kontak dengan lingkungan menjadikan insang sangat rentan

terhadap perubahan kondisi lingkungan serta menjadi tempat yang tepat bagi

berlangsungnya infeksi oleh organisme pathogen penyebab penyakit seperti

parasit.

Sedangkan kerusakan insang menurut Kinasih, et al. (2013) terjadi

dikarenakan pestisida masuk ke dalam insang melalui kontak langsung karena

letaknya diluar. Pengaruh zat toksik terhadap ikan menyebabkan morfologi insang

berubah dan tidak menyebabkan kematian dalam periode pendek. Selain itu, zat

toksik dapat merusak fungsi respirasi dari insang sehingga proses metabolisme

tubuh terganggu. Selain dari adanya kerusakan tersebut, pestisida dengan jenis

insektisida berbahan aktif Sipermethrin termasuk ke dalam toksik akut karena

Page 77: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

64

jumlah konsentrasi LC50 pada uji sesungguhnya adalah 0,088ppm. Hal tersebut

sesuai dengan kriteria tingkatan nilai zat toksik berdasarkan kategori yang telah

ditentukan oleh CEPA (Canadian Environtmental Protection Act) dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Tabel 5. Kriteria Tingkatan Nilai Toksisitas LC50-96 Jam Pada Lingkungan Perairan (CEPA, 1999) No. Kategori Satuan 1. Rendah >100 mg/l 2. Sedang 10-100 mg/l 3. Tinggi 1-10 mg/l 4. Sangat Toksik < 1 mg/l

4.3 Kondisi dan Tingkah Laku Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Hasil secara visual terhadap pengamatan ikan Nila selama penelitian uji

toksisitas memperlihatkan adanya perubahan kondisi dan tingkah laku yang

signifikan. Adapun pengamatan secara visual terhadap kondisi ikan Nila sebagai

hewan uji selama pemaparan pestisida berbahan aktif Sipermethrin dalam waktu

96 jam dapat dilihat lampiran 6. Selain itu, untuk mengetahui skoring tingkah laku

ikan Nila dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Skoring Tingkah Laku Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Terhadap Sipermethrin

Konsentrasi (ppm)

Respons Tingkah Laku

Reflek Ikan Berenang Bergerombol

0 +++ +++ +++ 0,0135 +++ +++ +++ 0,018 +++ +++ +++ 0,024 ++ ++ +++ 0,032 ++ ++ +++ 0,042 + ++ +++ 0,065 + + +++ 0,087 + + +++

Keterangan : (-) : tidak ada respons; (+) : respons rendah; (++) : respons sedang; (+++) : respons tinggi.

Respon tingkah laku ikan NIla mengalami penurunan secara bertahap.

Pada konsentrasi 0 ppm, 0,0135 ppm dan 0,018 ppm memperlihatkan bahwa ikan

berenang aktif dan bergerak diseluruh badan air, peka terhadap rangsangan dan

Page 78: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

65

tidak adanya kematian selama pengamatan. Sedangkan perubahan tingkah laku

ikan mulai terjadi pada konsentrasi 0,024 ppm dan 0,032 ppm yang

memperlihatkan bahwa ikan hanya berenang aktif selama 24 jam pengamatan,

mulai tidak teratur pada saat 48 jam pengamatan dan mendekati aerator pada 72

jam pengamatan. Selain itu pada konsentrasi 0,042 ppm telah terjadi penurunan

reflek ikan terhadap rangsnagan. Pada 0,065 ppm dan 0,087 ppm terjadi

penurunan respon ikan terhadap gerak sentuh ransangan dan ikan berenang yang

tidak teratur keatas dan kebawah badan air pada saat dimasukkan ke media

percobaaan kemudian ikan bergerak pasif disekitar aerator setelahnya disertai

dengan kematian ikan pada saat 48 jam sampai 96 jam pengamatan.

Pergerakan ikan pada setiap perlakuan berbeda dikarenakan adanya

perbedaan jumlah konsentrasi pestisida dengan jenis insektisida berbahan aktif

Sipermethrin yang diberikan pada saat penelitian. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Thomson (1971) bahwa pestisida dapat memberikan pengaruh pada

pola tingkah laku, arah gerakan dan persepsi terhadap rangsangan. Secara klinis

hewan yang terkontaminsi racun juga memperlihatkan gejala seperti stress yang

ditandai dengan gerakan yang kurang stabil dan cenderung berada di dasar.

Ikan yang terpapar toksisida menurut Shah (2010) dapat diketahui dari

tingkah laku ikan tersebut. Seperti halnya gerakan hiperaktif, menggelepar,

lumpuh kemudian mati merupakan pertanda bahwa ikan terkena racun pestisida.

Hal ini merupakan sebagai suatu cara untuk memperkecil proses biokimia dalam

tubuh yang teracuni sehingga efek letal yang terjadi lebih lambat. Selain itu,

adanya keberagaman dan banyaknya pengaruh subletal spesifik pestisida

menurut Connel dan Miller (1995) sangat berhubungan dengan suatu spektrum

luas terhadap tanggapan fisiologis dan perilaku. Adapun pengaruh insektisida

terhadap ikan merupakan perubahan dalam kemampuan belajar atau tanggapan

terhadap rangsangan alamiah, misalnya tanggapan terhadap salinitas dan suhu,

Page 79: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

66

kurangnya kemampuan renang dan tekanan fisik, penurunan laju pertumbuhan,

dan perubahan fisiologis dan biokimia seperti ketidaknormalan histopatologis

dalam insang, hati, ginjal dan pembuluh darah, akumulasi dalam jaringan dan ke

dalam telur.

Pengaruh pemaparan pestisida berbahan aktif Sipermethrin pada ikan Nila

juga memperlihatkan adanya hubungan antara tingkah laku dan kerusakan

jaringan insang. Hasil penelitian yang didapatkan memperlihatkan bahwa

kerusakan jaringan insang dan respon tingkah laku pada konsentrasi pestisida

berbahan aktif Sipermethrin konsentrasi 0,065 ppm dengan 0,0135 ppm sangat

berbeda. Dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi

pemaparan pestisida maka jumlah kerusakan jaringan insang semakin meningkat

disertai dengan adanya penurunan respon tingkah laku ikan Nila terhadap

rangsangan yang ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iwama, et al. (2005),

bahwa respons ikan yang terkena stresor akan mempengaruhi sel, organisme

individual, hingga populasi. Sinyal yang paling terlihat dari adanya stresor pada

ikan berupa respons tingkah laku. Tingkah laku menjadi bagian terpenting sebagai

upaya bertahan hidup untuk mengembalikan keadaan normal dalam waktu yang

singkat. Ikan yang tidak mampu mempertahankan respons fisiologis terhadap

stres maka akan menurunkan kelangsungan hidupnya.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Suparjo (2010) yang menyatakan bahwa

perubahan lingkungan dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku (renang)

ikan. Adapun salah satu yang menyebabkan perubahan tingkah laku ikan uji

seperti halnya kadar bahan pencemar yang ada di tempat hidupnya. Ketika

jaringan insang yang terkena pestisida telah mengalami kerusakan, menyebabkan

insang tidak dapat bekerja dengan baik dalam menyerap oksigen. Hal tersebut

dapat terlihat daru adanya frekuensi pernafasan ikan dan konsumsi oksigen

Page 80: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

67

meningkat 2-3 kali kemudian diikuti dengan penurunan ritme pernafasan,

kehilangan keseimbangan dan akhirnya mati.

4.4 Analisis Kualitas Air

Dalam penelitan uji toksisitas akut pestisida dengan jenis insektisida

berbahan aktif Sipermethrin terhadap ikan Nila dilakukan pengamatan dan

pengukuran kualitas air yang meliputi parameter fisika yaitu suhu maupun

parameter kimia yaitu derajat keasaman (pH) dan oksigen terlarut (DO). Adapun

hasil pengukuran parameter kualitas air berdasarkan pada tabel 7 memperlihatkan

tidak adanya perubahan besar antara parameter satu dengan lainnya.

Tabel 7. Data Hasil Parameter Kualitas Air. Parameter Nilai Standar*

23,3 C - 27,4 C 28-32*

pH 8,07 - 8,77 6,8-8,5*

DO (mg/L) 5,14mg/l -7,48mg/l >4**

Keterangan: (*) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, (**) Effendi (2003)

4.4.1 Suhu

Berdasarkan pada penelitian mengenai uji toksisitas akut pestisida dengan

jenis insektisida berbahan aktif Sipermethrin pada masing-masing perlakuan

terhadap ikan Nila menunjukan bahwa nilai suhu berkisar antara 23,3 C sampai

27,4 C. Pada kisaran tersebut masih mendukung kehidupan ikan Nila. Hal ini

sesuai dengan kisaran suhu ideal ikan Nila menurut Putri, et al. (2012) yaitu 14-

35 C.

Sedangkan menurut Rustidja (1996) bahwa suhu air sangat mempengaruhi

laju proses metabolisme dan pertumbuhan ikan. Suhu optimum untuk

pertumbuhan tilipia, ikan dataran tropis termasuk ikan Nila berkisar antrara 25 C-

Page 81: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

68

30 C. Semuanya peka terhadap suhu rendah, dengan batas kematian antara 9 C-

13 C, tergantung pada spesiesnya.

4.4.2 Derajat Keasaman (pH)

Hasil pengukuran pH air pada uji toksisitas akut dengan jenis insektisida

berbahan aktif Sipermethrin pada masing-masing perlakuan menunjukkan nilai

sebesar 8,07 sampai 8,77. Dari nilai tersebut menunjukkan bahwa kisaran pH

masih dalam dalam kisaran yang baik bagi kehidupan ikan Nila. Menurut Amri dan

Khairuman (2003), derajat keasaman (pH) yang baik untuk budi daya ikan Nila

adalah 5-9. Dimana faktor yang mempengaruhi pH adalah konsentrasi

karbondioksida (CO2) dan senyawa yang bersifat asam.

Adanya hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa ikan Nila dalam

keaadah hidup dan mati, sesuai dengan pernyataan Said, et al. (2014) bahwa

sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan paling optimal

pertumbuhannya di pH berkisar 7-8,7. Nilai pH sangat mempengaruhi proses

biologi perairan dan juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Nilai pH

selama penelitian mengalami perubahan, baik peningkatan maupun penurunan.

Peningkatan nilai pH menurut Nurrachmi dan Tangahu (2014) disebabkan karena

adanya proses aerasi pada ikan. Aerasi ini dapat menyebabkan karbondioksida

terurai dan meningkatkan pH air. Sedangkan penurunan pH selama pengujian

disebabkan oleh kandungan toksikan yang bersifat asam serta proses

metabolisme ikan. Aktivitas ikan yang memproduksi asam akan menurunkan pH

di dalam air.

4.4.3 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan komponen penting dan dapat menjadi faktor

pembatas untuk kehidupan ikan. Berdasarkan hasil pengukuran jumlah oksigen

Page 82: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

69

terlarut pada setiap perlakuan berkisar antara 5,14 mg/l sampai 7,48 mg/l. Dari

hasil penguukuran kualitas perairan selama uji toksisitas akut pestisida berbahan

aktif Sipermethrin memperlihatkan bahwa jumlah oksigen terlarut (DO) di perairan

masuk kedalam kategori baik. Konsentrasi dan fluktuasi oksigen terlarut yang

dibutuhkan ikan menurut Swingle (1968) tergantung pada jenis dan ukurannya.

Untuk pertumbuhan dan hidup ikan membutuhkan konsentrasi oksigen terlarut

lebih besar dari 4 mg/l. Jika terjadi fluktuasi, misalnya mendekati 0 mg/l maka ikan

dapat mentolerir dalam jangka waktu tidak melebih 2 jam.

Oksigen menurut Nybakken (1992) juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-

bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Hasil fotosintesis oleh

fitoplankton dan tumbuhan air maupun berasal dari proses difusi dari udara

mempengaruhi jumlah oksigen terlarut didalam perairan. Adanya penemaran

bahan organik dapat terlihat dengan adanya jumlah kandungan oksigen terlarut

diperairan. Hal tersebut berhubungan dengan penurunan oksigen dalam air akibat

bertambahnya aktivitas dekomposisi dalam menguraikan limbah yang masuk ke

dalam perairan tersebut.

Page 83: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

70

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian Ananlisis Histopatologi Insang Ikan Nila

(Oreochromis niloticus) pada Uji Toksisitas Akut Pestisida Berbahan Aktif

Sipermethrin, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

Berdasarkan hasil uji toksisitas akut LC50-96 jam diperoleh nilai batas maksimal

penggunaan pestisida dengan jenis insektisda berbahan aktif Sipermethrin

adalah 0,08 ppm yang termasuk kedalam kategori sangat toksik dimana hasil

tersebut didapatkan dari perhitungan analisa probit.

Terjadinya kerusakan jaringan insang ikan Nila akibat adanya pemaparan

pestisida berbahan aktif Sipermethrin seperti edema, hemoragi, vakuolasi, fusi

lamella dan nekrosis. Adapun presentase kerusakan pada konsentrasi 0,0135

ppm sebesar 16,89%, konsentrasi 0,018 ppm sebesar 18,67%, konsentrasi

0,024 ppm sebesar 19,22 %, konsentrasi 0,032 ppm sebesar 22,22%,

konsentrasi 0,042 ppm dengan jumlah 29,44%, dan konsentrasi 0,087 ppm

sebesar 27,33%. Total kerusakan tertinggi terdapat pada konsentrasi 0,065

ppm yaitu sebesar 30,67%. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan

memperlihatkan bahwa tingkat kerusakan termasuk kedalam kategori ringan

sampai sedang.

Terjadinya perubahan respon tingkah laku ikan Nila pada saat pemaparan

pestisida berbahan aktif Sipermethrin, dimana disetiap pemaparan konsentrasi

pestisida berbahan aktif Sipermethrin memperlihatkan adanya perbedaan

yang signifikan dan semakin bertambahnya kerusakan jaringan insang ikan

Nila maka respon tingkah laku semakin rendah.

Page 84: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

71

5.2 Saran

Penggunaan pestisida dengan jenis insektisida berbahan aktif

Sipermethrin oleh para petani diharapkan tidak melebihi batas maksimal. Jika

melebihi batas yang ditentukan maka pestisida akan masuk ke perairan sehingga

dapat menyebabkan kematian pada organisme disekitarnya. Oleh karena itu, perlu

adanya tindakan lebih lanjut seperti tindakan tegas terhadap para petani yang

melanggar batas nilai penggunaan maupun jenis insektisida yang digunakan pada

daerah di Malang. Selain itu, diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai

filtrasi air dalam sistem mina-padi dengan konsep pertanian dan pembudididayaan

ikan Nila sehingga meminimalisir kerusakan insang ikan Nila sebagai organ

biomarker terhadap pencemaran pestisida di perairan dan mengurangi dampak

negatif penggunaan pestisida bagi organisme di perairan tersebut dan manusia

yang mengkonsumsinya. Adanya pemberian informasi kepada masyarakat sekitar

mengenai perubahan tingkah laku ikan Nila terhadap pencemaran pestisida

berbahan aktif Sipermethrin, sehingga masyarakt dapat mengetahui bahwa

kondisi perairan tersebut termasuk ke dalam kategori pencemaran tingkat akut,

sedang maupun rendah untuk menghindari kegagalan panen dalam budidaya ikan

Nila.

Page 85: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

72

DAFTAR PUSTAKA

Ali, S. K., Y. Koniyo, dan Mulis. 2014. Identifikasi Ektoparasit Pada Ikan Nila (Oreochromis nilotica) Di Danau Limboto Provinsi Gorontalo. KIM Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. 2(1):1-17.

Aliza, D., Winaruddin, dan Sipahutar, L. W. 2013. Efek Peningkatan Suhu Air Terhadap Perubahan Perilaku, Patologi Anatomi, Dan Histopatologi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Medika Veterinaria.7(2):142-145.

Amir, N., E. Suprayitno., Hardoko dan H. Nursyam. 2012. Pengaruh Sipermetrin pada Jambal Roti Terhadap Kadar Malondialdehyda (MDA) Hati dan Ginjal Tikus Wistar (Rattus norvegicus). Prosiding Semnas Perikanan dan Kelautan Unila. 1(1):1-8.

Amir, N., Suprayitno, E., Hardoko, dan Nursyam, H. 2015. Pengaruh Sipermetrin Pada Jambal Roti Terhadap Kadar Ureum Dan Kreatinin Tikus Wistar (Rattus Norvegicus). Jurnal IPTEKS PSP. 2(3):283-293.

Amri, K. dan Khairuman, A,Md. 2002. Labi-labi:Komoditas Perikanan Multimanfaat. AgroMedia Pustaka. Bogor. 172 hlm.

Amri, K. Dan Khairuman, A,Md. 2003. Budidaya Ikan Nila secara Intensif. AgroMedia. Jakarta. 146 hlm.

Arboleda, Cora R. 1981. Communications Research. Manila: CFA

Azwar, Z.A., Suhenda, N., dan Praseno, O. 2004. Manajemen Pakan pada Usaha Budidaya Ikan di Karamba Jaring Apung. Pengembangan Budidaya Perikanan di Periran Waduk. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta, 37-44.

Bosman, O., F. H. Taqwa, Dan Marsi. 2013. Oksisitas Limbah Cair Lateks Terhadap Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan Dan Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Patin (Pangasius sp.). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1(2):148-160.

Canadian Environmental Protection Act (CEPA).1999. Risk Evaluation Determining Whether Environmental Emergency Planning is Required Under the Canadian Environmental Protection Act. Minister of the Environment Canada.

Carman, O. Dan Sucipto, A. 2013. Pembesaran Nila 2,5 Bulan. Penebar Swadaya. Jakarta. 100 hlm

Connel, D. W. dan Miller, G. J. 1995 Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Dalimunthe, L. S., M. Basyuni, dan , A. Suryanti. 2015. Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) pada Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus) di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal. Jurnal Aquacoastmarine. 6(1):1-10.

Page 86: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

73

Damayanty, M. M. dan Abdulgani, N. 2013. Pengaruh Paparan Sub Lethal Insektisida Diazinon 600 EC terhadap Laju Konsumsi Oksigen dan Laju Pertumbuhan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus). Jurnal Sains Dan Seni Pomits. 2(2):207-2011.

Edward, C.A. 1976. Persistent pesticides in the environment. CRC Press. Ohio. 170 hal.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Erlina, A. 2006. Kualitas Perairan Di Sekitar BBBPAP Jepara Ditinjau Dari Aspek Produktivitas Primer Sebagai Landasan Operasional Pengembangan Budidaya Udang dan Ikan. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.

Ewen. F,L.M.C., and Stephenson, G.R. 1979. The Use And Significance Of Pesticides In The Environment. Ltd. New York: John Wiley & Sons, New York, USA.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta. 190 hlm.

Farida, N. dan Pudjiastuti, E. 2013. Peningkatan Kemampuan Menggambar Melalui Media Spidol Dengan Metode Pemberian Tugas Anak Kelompok A Tk Harapan Kita Surabaya. E-Journal Universitas Negeri Surabaya. 2(1):1-14.

Faridah N. 2010. Efektivitas Ekstrak Lidah Buaya Aloe Vera Dalam Pakan Sebagai Imunostimulan Untuk Mencegah Infeksi Aeromonas Hydrophila Pada Ikan Lele Dumbo Clarias Sp. Skripsi. Bogor:Institut Pertanian Bogor.

Fauzy, A., Tarsim, dan A. Setyawan. 2014. Histopatologi Organ Kakap Putih (Lates calcarifer) Dengan Infeksi Vibrio alginolyticus Dan Jintan Hitam (Nigella sativa) Sebagai Imunostimulan. E-journal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 3(1):319-326.

Fitriawan, F., Sutarno dan Sunarto. 2011. Microanatomy Alteration Of Gills And Kidneys In Freshwater Mussel (Anodonta woodiana) Due To Cadmium Exposure. Jurnal Bioteknologi. 3(1):28-35.

Ghufron, M. Dan Kordi, H. K. Budi Daya Ikan Nila di Kolam Terpal. Penerbit Andi. Yogyakarta. 121 hlm.

Goenarso, D. 1988. Perubahan Faal Ikan Sebagai Indikator Kehadiran Insektisida dan Detergen dalam Air. Disertasi. ITB. Bandung.

H. C. Pratiwi dan A. Manan. 2015. Teknik Dasar Histopatologi Pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 7(2):153-158.

Hadi, A. A. Dan S. F. Alwan. 2012. Histopathological Changes in Gill, Liver and Kidney of Fresh Water Fish, Tilapia zillia, Exposed to Aluminium International Journal of Pharmacy and Life Sciences. 3(11):2071-2081.

Halang, Bunda. 2004. Toksisitas Air Limbah Deterjen Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio). Bioscientiae. 1(1):39-49

Page 87: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

74

Handayani, R. I. 2015. Akumulasi Logam Berat Kromium (Cr) Pada Daging Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) dalam Karamba Jaring Apung (KJA) Di Sungai Winongo Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang.

Haqqawiy, E. J., Winaruddin, D. Aliza, dan H. Budiman. 2013. Pengaruh Kepadatan Populasi Terhadap Gambaran Patologi Anatomi Dan Histopatologi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Medika Veterinaria.7(1):25-26.

Haque, R., Falco, J., Cohen, S., & Riordan, C. 1980. Role of Transport and Fate Studies in The Exposure Assessment and Screening of Toxic Chemicals. in R. Haque (Eds) Dynamic, Exposure, and Hazard Assessment of Toxic Chemicals. Ann Arbor Science, Ann Arbor, Michigan, p. 47-67.

Hardi, E. H., Sukenda, E. Harris, dan A. M. Lusiastuti. 2011. Karakteristik dan -hemolitik dan Non-hemolitik

pada Ikan Nila. Jurnal Veteriner.12(2):152-164.

Hikmasari, R., Muhaimin, A. W., dan Setiawan, B. 2013. Efisiensi Teknis Usahatani Mina Mendong Dengan Pendekatan Stochastic Production Frontier (Kasus Di Desa Blayu Dan Desa Wajak, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang). Habitat. 24(1):1-9.

Ishikawa NM, Maria JT, Julio VL, & Claudia MF. 2007. Hematological Parameters in Nile Tilapia, Oreochromis niloticus Exposed to Subletal Contcentration of Mercury. Brazilian Archives of Biology And Technology. 50 (4): 13-16.

Istoto, E. H. Dan Dewi, N. K. 2013. Derajat Toksisitas Letal Akut Leachate Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio) (Studi Kasus di TPA Jatibarang Semarang). 14 hlm.

Iwama GK, Afonso LOB, Vijayan MM. 2005. The Physiology of Fishes: Stress in Fishes. Evans DH, Claiborne JB, editor. New York (US): CRC Press. 320-322 p.

Khairuman, H, dan Amri, K. 2012. Pembesaran Nila di Kolam Air Deras. Pt. AgroMedia Pustaka. Jakarta. 92 hlm.

Kinasih, I., A. Supriyatna., dan R. N. Rusputa. 2013. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum conyzoides Linn) Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn.) Sebagai Organisme Non-Target. Jurnal Kajian Islam, Sains dan Teknologi (ISTEK). VII(2):121-132.

Klein, L. 1983. River Pollution 2: Cause and Effects. Butterworth. London

Kusnoputranto, H. 1995. Pengantar toksikologi lingkungan. Dirjen Pendidikan

Kusumadewi, M. R., Suyasa, I. W.B., dan Berata, I. K. 2015. Tingkat Biokonsentrasi Logam Berat Dan Gambaran Histopatologi Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Yang Hidup Di Perairan Tukad Badung Kota Denpasar. Ecotrophic.9(1):25-34.

Kusumastuti, N. H. 2014. Penggunaan Insektisida Rumah Tangga Antinyamuk Di Desa Pangandaran, Kabupaten Pangandaran. Widyariset. 17(3):417 424.

Laboratorium Patologi dan Anatomi. 2016. Proses Pengerjaan Preparat Histopatologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang.

Page 88: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

75

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, R.M. Dora, Pasiono. 1977. Ichtyologi, Second Edition. John Willey and Sons, Inc. Toronto.

Livingston, R.J and Armando A. de La Cruz. 1977. Review of Current Literature Concerning The Accute and Chronic Effect of Pesticides on Aquatic Organism. CRC Criical Reviews Environmental Control. 7(4): 325-351.

Lubis, S. D. P. S., B. Utomo, dan R. Ezraneti. 2014. Uji Toksisitas Deterjen Cair Terhadap Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.). Jurnal Aquacoastmarine. 4(3):69-75.

Modu, B. M., M. Saiful, M. Kartini, Z. Kasim, M. Hassan, F. M. Sharharom, Harrison. 2012. Effects of Water Quality and Monogenean Parasite in The Gills of Freshwater Cat Fish, Hemibagrus nemurus Valenciennes 1840. Journal of Biological Sciences. 4 (3):242-246.

Moyle, P. B and Joseph, J.C. 2004. Fishes : An Introduction to Ichtyology. Pearson Prentice Hall of India. 726 pages.

Mulyana dan F.S Mumpuni. 2015. Ektoparasit Pada Benih Ikan Nilem. Jurnal Pertanian. 6(2):83-87.

Mulyani, F. A. M. 2014. Uji Toksisitas dan Perubahan Struktur Mikroanatomi Insang Ikan Nila Larasati (Oreocgromis nilloticus Var.) Yang Dipapar Timbal Asetat. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Mulyani, F.A.M., P. Widiyaningrum, dan N.R. Utami. 2014. Uji Toksisitas dan Perubahan Struktur Mikroanatomi Insang Ikan Nila Larasati (Oreochromis niloticus) yang Dipapar Timbal Asetat. Jurnal MIPA. 37(1):1-6

Mutiara, A. A., I. Rustikawati, dan T. Herawati. 2013. Akumulasi Timbal (Pb) Dan Kadmium (Cd) Serta Kerusakan Pada Insang, Hati Dan Daging Ikan Patin (Pangisius sp.) Di Waduk Saguling. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 4(4):1-10.

Narwanti, I., Sugiharto, E., dan Anwar, A. 2012. Residu Pestisida Piretroid Pada Bawang Merah Di Desa Srigading Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. 2(2):119 128.

Negara, Abdi. 2003. Penggunaan Analisis Probit Untuk Pendugaan Tingkat Kepekaan Populasi Spodoptera exigua Terhadap Deltametrin di Daerah Istimewa Yogyakarta. Informatika Pertanian. 12: 1-8.

Novalia, L., B. Putri, dan H. W. Maharani. 2013. Pengaruh Metsulfuron Terhadap Jaringan Insang Patin Siam (Pangasius hypothalamus). Jurnal Aquaculture Engineering and Technology. 2(1):175-178.

Noviawaty. 2012. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Konsumen Membeli Produk Vetsin. Jurnal Orasi Bisnis. 7 : 37 43.

Nurrachmi, Dika dan B. V. Tangahu. 2014. Uji Toksisitas Akut Insektisida Sipermetrin dan Lamda Sihalotrih Terhadap Biota Uji Ikan Guppy (Poecilia reticulata). Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi Lingkungan Institut Teknilogi Sepuluh Nopember. 3:1-18.

Nybakken,J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia, Jakarta. 480 hlm.

Page 89: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

76

P.E. Sudaryatma dan N. N. Eriawati. 2012. Histopatologis Insang Ikan Hias Air Laut yang Terinfestasi Dactylogyrus sp. Jurnal Sain Veteriner. XXX(1):68-75.

Pantung, N., Kersting G. H., Herbert F. H., dan V. Cheevaporn. 2008. Histopatological Alterations of Hybird Walking Catfish (Clarias macrocephalus x Clarias gariepinus) in Acute and Subacute Cadmium Exposure. Environtment Asia. 1:22-27.

Parameswari, W., A. D. Sasanti, dan Muslim. 2013. Populasi Bakteri, Histologi, Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Gabus (Channa striata) Yang Dipelihara dalam Media Dengan Penambahan Probitik. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1(1):76-89.

Patnaik, B.B., Hongray H. J., Theresia M., dan M. Selvanayagam. 2011. Histopatology of Gill, Liver, Muscle And Brain of Cyprinus carpio communis L. Exposed To Sublethal Concentration of Lead And Cadmium. African Journal of Biotechnology. 10(57):12218-12223.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran.

Plumb, J.A. 1994. Optimum Concentration of Edwardsiella ictaluri Vaccine In Feed For Oral Vaccination Of Channel Catfish. Journal of Aquatic Animal Health. 6:118-121.

Pratama, B. B., Z. Hasan, dan H. Hamdani. 2012. Pola Migrasi Vertikal Diurnal Plankton di Pantai Santolo Kabupaten Garut. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(1):81 - 89.

Priyanto, N., Dwiyitno, dan Ariyani, F. 2008. Kandungan Logam Berat (Hg, Pb, Cd, Dan Cu) Pada Ikan, Air, Dan Sedimen Di Waduk Cirata, Jawa Barat. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.3(1):69-78.

Priyosoeryanto, B, P., I. M.Ersa.,R. Tiuria., dan S .U. Handayani.2010. Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan Otot Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berasal dari Daerah Ciampea, Bogor. Indonesian Journal of Veterinary Science & Medicine. 2(1):1-8.

Puspasari, T., Andriani, Y., dan Hamdani, H. 2015. Pemanfaatan Bungkil Kacang Tanah dalam Pakan Ikan Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Perikanan Kelautan. 6(2):91-100.

Putri, F. S., Z. Hasan dan K. Haetami. 2012. Pengaruh Pemberian Bakteri Probiotik Pada Pelet Yang Mengandung Kaliandra (Calliandraccalothyrsus) Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(4):283-291.

Raini, M. 2009. Toksikologi Insektisida Rumah Tangga dan Pencegahan Keracunan. Media Litbang Kesehatan. 19(2): 27 33.

Rakhmat, Jalaluddin. 1990. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Page 90: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

77

Rennika, Aunurohim, dan Abdulgani, N. 2013. Konsentrasi dan Lama Pemaparan Senyawa Organik dan Inorganik pada Jaringan Insang Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) pada Kondisi Sub Lethal. Jurnal Sains Dan Seni Pomits. 2(2):132-137.

Rian Nurhasanah. 2016. Antihelmintik Ekstrak Rimpang Paku Drynaria Quercifolia Terhadap Mortalitas Cacing Ascaridia Galli Secara In Vitro. Jurnal Biologi.V(4):1-9.

Robert R. J. 2001. Fish Pathology 3rd Edition. W.B. Saunders. London.

Romziyah, R. 2012. Studi Toksisitas Akut Timbel (Pb) terhadap Kijing Taiwan (Anodonta woodina). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Brawijaya, Malang.

Rudiyanti, S. Dan Ekasari, A. D. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Jurnal Saintek Perikanan. 5(1):49 54.

Rustidja. 1996. Pola Warna Dan Genetik Ikan NIla. Budidaya Perairan Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. 83 hlm.

Sadana, F. N. V., Y. Aida, dan L. I. M. Yulianti. 2014. Dampak Krom Pada Limbah Buangan Industri Penyamakan Kulit Di Sungai Gajah Wong Terhadap Mortalitas Dan Morfologi Sisik Dan Insang Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus). Jurnal Biologi. 1-14 hlm. Yogyakarta: Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya.

Said, I., D. A. Lubis, dan Suherman. 2014. Akumulasi Timbal (Pb) Dan Tembaga (Cu) Pada Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) Di Perairan Estuaria Teluk Palu. Jurnal Akademika Kimia. 3(2)66-72.

Saparinto, C. 2013. Budidaya Ikan di Kolam Terpal. Penebar Swadaya. Bogor.

Saputra, H. M., N. Marusin, dan P. Santoso. 2013. Struktur Histologis Insang dan Kadar Hemoglobin Ikan Asang (Osteochilus hasseltii C.V) di Danau Singkarak dan Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2(2):138-144.

Sari, S. D., Wardiyanto dan A. Setyawan. 2014. Profil Histopatologi Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) yang Distimulasi Jintan Hitam (Nogellia sativa) dan Diinfeksi Viral Nervous Necrosis (VN). Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan Aquasains.3(1):207-212.

Setyawan.2009. Prosedur Analisis Histopatologis Jaringan Ikan. Akademi Perikanan.

Setyawati, I., Wiratmini, N. I., dan Wiryatno, J. 2011. Pertumbuhan, Histopatologi Ovarium Dan Fekunditas Ikan Nila Merah (Oreochromis Niloticus) Setelah Paparan Pestisida Organofosfat. Jurnal Biologi. 15(2):44-48.

Shah L. S. 2010. Hematological Changes in Tinca Tinca After Exposure to Lethal and Sublethal Doses of Mercury, Cadmium And Lead. Iranian Journal of Fisheries Sciences. 9(3): 434-443.

Sianturi, P., Mulya, M. B., dan Ezraneti, R. 2014. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu terhadap Ikan Patin (Pangasius sp.). Jurnal Aquacoastmarine. 3(2):85-94.

Page 91: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

78

Siregar, S. N., Irwanmay, dan Leidonald, R. 2014. Uji Toksisitas Pelembut Pakaian Terhadap Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Jurnal Aquacoastmarine. 3(2):75-84.

Siti Rudiyanti. 2010. Toksisitas Ekstrak Daun Tembakau (Nicotina tobacum) Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila. Jurnal Saintek Perikanan. VI(1):56 61.

Situmorang, S. H. 2010. Analisis Data:Untuk Riset Manajemen dan Bisnis. USU Press. Medan. 215 hlm.

Sudaryatma, P. E. dan Eriawati, N. N. 2012. Histopatologis Insang Ikan Hias Air Laut yang Terinfestasi Dactylogyrus sp. Jurnal Sains Veteriner. 30(1):68-75.

Sukarni., Maftuch, dan H. Nursyam. 2012. Kajian Penggunaan Ciprofloxacin terhadap Histologi Insang dan Hati Ikan Botia (Botia macracanthus, Bleeker) yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Explorasi Life Science. II(1):6-12.

Suparjo, M.N. 2010. Kerusakan Jaringan Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.) Akibat Deterjen. Jurnal Saintek Perikanan. 5(2):1-7.

Suryabrata, S. 1989. Metodelogi Penelitian. Rajawali Press. Jakarta. 180 hlm.

Suryati, E., A. Parenrengi., Rosmiati, Dan A. Laining. 2012. Penapisan Dan Analisis Sponge Efektif Sebagai Antibiofouling Di Tambak Dan Keramba Jaring Apung. Marina Chimica Acta. Hlm. 16-20.

Susanah, U. A. 2011. Struktur Mikroanatomi Insang Ikan Bandeng Di Tambak Wilayah Tapak Kelurahan Tugurejo Kecamatan Tugu Semarang. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Susy P. 2008. Pendekatan Ergonomi Total Untuk Mengantisipasi Risiko Keracunan Pestisida Pada Petani-Petani Bali. Jurnal Bumi Lestari. 8(2):154-161.

Suyanto, R. 2010. Pembenihan dan Pembesaran Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. 124 hlm.

Swingle, A.S. 1968. Standardization of Chemicaland Analisys for Water and Pond Muds.FAO World a Symposium on Warm Water Pond Fish Cultur. Fishery Report. 44(4):397-421.

Syatik, A. A., D. Hidayati., N. Abdulgani, dan Aunurohim. 2011 HISTOPATOLOGIS INSANG IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) YANG DIPAPARKAN SECARA IN SITU DI SUNGAI ALOO SIDOARJO. Surabaya: Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.1-6 hlm.

Tandjung S.D. 1995. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Tasyakal, A. R. 2015. Gambaran Histopatologi Organ Hati Dan Insang Ikan Bandeng (Chanos chanos) Yang Terkontaminasi Loga Timbel (Pb) Di Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar.

Page 92: ANALISA HISTOPATOLOGI INSANG IKAN NILA Oreochromis ...repository.ub.ac.id/366/1/Ramdhani, Anandita Rahmi.pdf · analisa histopatologi insang ikan nila (oreochromis niloticus) pada

79

Taufik, I. 2011. Pencemaran Pestisida Pada Perairan Perikanan Di Sukabumi-Jawa Barat. Media Akuakultur. 6(1):69-75.

Thomson, R.C.M. 1971. Pesticide and Freshwater Fauna. Academic Press London and New York.

Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 133 hal.

Tuffery, A. R. 2007. Histology. Lecture JF Medicine and JF Physiotherapy.

Tunas, S. M., Rengkung, J., dan Rogi O. A.H. 2014. Politeknik Pertanian Dan Agroindustri Di Amurang (Penerapan Simbol Budaya Dengan Pendekatan Semiotika). Jurnal Arsitektur Daseng Unsrat Manado. 2(2):72-79.

Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. UGM, Yogyakarta.

Varney, H., J. M. Bartlett Publisher. USA.

Viarenggo, A., Lowe, D., Bolognesi, C., Fabbri, E., dan Koehler, A., 2007. The Use of Biomarkers in Biomonitoring : A 2-tier Approach Assessing The Level of Pollutant-Induced Stress Syndrome in Sentinel Organisms. Comparative Biochemistry and Physiology Part C: Toxicology and Pharmacology, 146(3):281-300.

Warsito, R., D. Yunasfi., Z. A. H. 2015. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Daun Kamboja (Plumiera rubra L.) pada Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus). Jurnal Aquacoastmarine. 8(3):1-12.

Wirasuta, I.M. A. G., Dan R. Niruri. Buku Ajar : Toksikologi Umum. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Udayana. Hlm. 1-120.

Wulandari, E. dan H. T. Sutanto. 2013. Model Regresi Probit Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Penderita Diare Di Jawa Timur. E-jounal UNESA-MATHunesa. 2(1):1-6.

Wulandari, W., Sukiya dan Suhandoyo. 2013. Efek Insektisida Decis Terhadap Mortalitas dan Struktur Histologis Insang

Jurnal Sains Veteriner. 31(2):251-265.

Yuliani, R. L., Purwanti, E., dan Pantiwati, Y. 2015. Pengaruh Limbah Detergen Industri Laundry terhadap Mortalitas dan Indeks Fisiologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi FKIP UNS. 6 hlm.

Zeinab A. E. E., A.E.E. Elgamal, dan N. A.M. Ahmed. 2016. Effect of Prolonged Ammonia Toxicity on Fertilized Eggs, Hatchability And Size of Newly Hatched Larvae of Nile tilapia, Oreochromis niloticus. Elsevier:Egyptian Journal of Aquatic Research. 42:215-222.

Zilfa, Yusuf, Y., Safni, dan Rahmi, W. 2013. Pemanfaatan TiO2/Zeolit Alam Sebagai Pendegradasi Pestisida (Permetrin) Secara Ozonolisis. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. 1(1):477-482.