6
HISTOPATOLOGIS INSANG IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) YANG DIPAPARKAN SECARA IN SITU DI SUNGAI ALOO SIDOARJO Aisyah Asy Syatik * , Dewi Hidayati 1 , Nurlita Abdulgani 1 , Aunurohim 1 Program Studi Biologi, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan insang ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang dipaparkan di sungai Aloo Sidoarjo secara in situ menggunakan metode keramba (fishcaged method). Juvenile ikan mujair (O. mossambicus) yang telah dikondisikan selama 7 hari di laboratorium Zoologi kemudian diletakkan di keramba jaring yang dipasang di 3 stasiun yang berbeda yang terletak di sepanjang sungai Aloo Sidoarjo. Jumlah ikan yang dipaparkan pada setiap stasiun adalah 35 ekor. Setiap stasiun diambil subsampel sebanyak 3 ekor ikan setiap hari ke 7, 14, 21 dan 28 serta dibuat preparat histologis insangnya dengan menggunakan metode parafin. Analisa data dilakukan menggunakan modifikasi metode dari Pantung et al (2008) yaitu metode Semiquantitative scoring perubahan histopatologi. Dari hasil scoring yang diperoleh, dihitung frekuensi kejadian patologinya dengan menggunakan rumus jumlah insang yang menunjukkan gejala patologis dibagi jumlah insang yang diamati dikali 100%. Hasil pengamatan tingkat kerusakan insang ikan mujair (O. mossambicus) menunjukkan beberapa jenis kerusakan diantaranya oedema lamela, hiperplasia lamela dan fusi lamela sedangkan jenis patologi hemoragik sel hanya ditemukan di stasiun 2 dan 3. Tingkat kerusakan terberat terjadi di stasiun 3. Kata Kunci: Ikan mujair (Oreochromis mossambicus), metode keramba (fishcaged method), insang dan histopatologi ABSTRACT The aim of this research is to know the level damage of Oreochromis mossambicus’s gills which was exposed in Aloo river Sidoarjo by in situ test using fishcaged method. Oreochromis mossambicus’s juveniles which had been acclimated about 7 days in Zoology laboratory then placed in the fish cage that had been assembled in 3 difference stations along the Aloo river Sidoarjo. Total of fish is about 35 fish in each station. Three fish in each station were taken for sub sample at 7 th , 14 th , 21 st , and 28 th day for and made gill histological preparations using paraffin method. Analytical data was performed using modified method from Pantung et al (2008), It is semiquantitative scoring method of histopathology alteration. From scoring result, then frequency of pathological occurance was calculated using a formula that shows the number of gill pathological symptoms observed divided by the number of gill multiplied by 100%. The result of O. mossambicus’s gills level damage shows many kinds of damage such as oedema lamella, hiperplasia lamella and fusi lamella while hemmoraghic cell just found in station 2 and 3. The heaviest level damage happen in station 3. Keyword : Oreochromis mossambicus, fishcaged method, gills and histophatology *Corresponding author Phone : 085645136994 e-mail : [email protected] 1 Alamat sekarang : Prodi Biologi, Fak MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya I PENDAHULUAN Sungai Aloo Sidoarjo merupakan salah satu sungai di Sidoarjo yang sepanjang alirannya terdapat pemukiman, pertanian dan industri. Adanya kegiatan-kegiatan tersebut berpotensi mencemari sungai Aloo Sidoarjo. Selain itu, di sekitar muara sungai Aloo merupakan daerah pertambakan dan daerah tangkapan ikan penduduk sekitar. Adanya lumpur panas Sidoarjo di kecamatan Porong sejak 26 Mei 2006 diduga turut memperparah beban sungai Aloo terhadap pencemar, dimana sejak akhir tahun 2009 air lumpur juga dialirkan ke sungai Aloo (Agustiyani, 2011). Lumpur Sidoarjo menunjukkan kandungan

HISTOPATOLOGIS INSANG IKAN MUJAIR (Oreochromis …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-24069-Paper-1208201.pdf · Juvenile ikan mujair (O. mossambicus) yang telah dikondisikan

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HISTOPATOLOGIS INSANG IKAN MUJAIR (Oreochromis …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-24069-Paper-1208201.pdf · Juvenile ikan mujair (O. mossambicus) yang telah dikondisikan

HISTOPATOLOGIS INSANG IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) YANG

DIPAPARKAN SECARA IN SITU DI SUNGAI ALOO SIDOARJO Aisyah Asy Syatik

*, Dewi Hidayati

1, Nurlita Abdulgani

1, Aunurohim

1

Program Studi Biologi, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan insang ikan mujair

(Oreochromis mossambicus) yang dipaparkan di sungai Aloo Sidoarjo secara in situ menggunakan

metode keramba (fishcaged method). Juvenile ikan mujair (O. mossambicus) yang telah dikondisikan selama 7 hari di laboratorium Zoologi kemudian diletakkan di keramba jaring yang dipasang di 3

stasiun yang berbeda yang terletak di sepanjang sungai Aloo Sidoarjo. Jumlah ikan yang dipaparkan

pada setiap stasiun adalah 35 ekor. Setiap stasiun diambil subsampel sebanyak 3 ekor ikan setiap

hari ke 7, 14, 21 dan 28 serta dibuat preparat histologis insangnya dengan menggunakan metode parafin. Analisa data dilakukan menggunakan modifikasi metode dari Pantung et al (2008) yaitu

metode Semiquantitative scoring perubahan histopatologi. Dari hasil scoring yang diperoleh,

dihitung frekuensi kejadian patologinya dengan menggunakan rumus jumlah insang yang menunjukkan gejala patologis dibagi jumlah insang yang diamati dikali 100%. Hasil pengamatan

tingkat kerusakan insang ikan mujair (O. mossambicus) menunjukkan beberapa jenis kerusakan

diantaranya oedema lamela, hiperplasia lamela dan fusi lamela sedangkan jenis patologi hemoragik sel hanya ditemukan di stasiun 2 dan 3. Tingkat kerusakan terberat terjadi di stasiun 3.

Kata Kunci: Ikan mujair (Oreochromis mossambicus), metode keramba (fishcaged method), insang

dan histopatologi

ABSTRACT

The aim of this research is to know the level damage of Oreochromis mossambicus’s gills which was exposed in Aloo river Sidoarjo by in situ test using fishcaged method. Oreochromis

mossambicus’s juveniles which had been acclimated about 7 days in Zoology laboratory then placed

in the fish cage that had been assembled in 3 difference stations along the Aloo river Sidoarjo. Total of fish is about 35 fish in each station. Three fish in each station were taken for sub sample at 7

th,

14th, 21

st, and 28

th day for and made gill histological preparations using paraffin method. Analytical

data was performed using modified method from Pantung et al (2008), It is semiquantitative scoring

method of histopathology alteration. From scoring result, then frequency of pathological occurance was calculated using a formula that shows the number of gill pathological symptoms observed divided

by the number of gill multiplied by 100%. The result of O. mossambicus’s gills level damage shows

many kinds of damage such as oedema lamella, hiperplasia lamella and fusi lamella while hemmoraghic cell just found in station 2 and 3. The heaviest level damage happen in station 3.

Keyword : Oreochromis mossambicus, fishcaged method, gills and histophatology *Corresponding author Phone : 085645136994 e-mail : [email protected] 1 Alamat sekarang : Prodi Biologi, Fak MIPA,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

I PENDAHULUAN Sungai Aloo Sidoarjo merupakan salah

satu sungai di Sidoarjo yang sepanjang alirannya

terdapat pemukiman, pertanian dan industri.

Adanya kegiatan-kegiatan tersebut berpotensi mencemari sungai Aloo Sidoarjo. Selain itu, di

sekitar muara sungai Aloo merupakan daerah

pertambakan dan daerah tangkapan ikan penduduk sekitar. Adanya lumpur panas Sidoarjo

di kecamatan Porong sejak 26 Mei 2006 diduga

turut memperparah beban sungai Aloo terhadap

pencemar, dimana sejak akhir tahun 2009 air lumpur juga dialirkan ke sungai Aloo (Agustiyani,

2011). Lumpur Sidoarjo menunjukkan kandungan

Page 2: HISTOPATOLOGIS INSANG IKAN MUJAIR (Oreochromis …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-24069-Paper-1208201.pdf · Juvenile ikan mujair (O. mossambicus) yang telah dikondisikan

logam berat di atas ambang batas yang dipersyaratkan, unsur Cd 10,45 ppm, Cr 105,44

ppm, As 0,99 ppm, dan Hg 1,96 ppm dengan pH

Lumpur 9,18 (Gunradi dan Suprapto, 2007). Berdasarkan penelitian Agustiyani (2011),

kualitas perairan sungai Aloo Sidoarjo secara

umum masih di bawah baku mutu. Namun, kadar BOD perairan sungai Aloo di seluruh titik

penelitiannya adalah sekitar 8-30 ppm, yang

menunjukkan sudah berada di atas baku mutu

menurut Perda Jatim no. 2 tahun 2008 tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran

air di Provinsi Jawa timur kelas III, nilai BOD

yang disyaratkan maksimum 6 ppm. Masuknya bahan pencemar ke dalam

perairan dapat mempengaruhi kualitas perairan.

Apabila bahan pencemar yang masuk melebihi

ambang batas, maka daya dukung lingkungan akan menurun dan sangat mempengaruhi

organisme perairan di daerah tersebut (Dahuri dan

Arumsyah (1994) dalam Setyowati, 2010). Salah satu cara monitoring yang dapat dilakukan adalah

dengan mengunakan histopatologi insang ikan.

Perubahan histopatologi pada organ ikan akan berguna dalam tujuan evaluasi efek toksik dari

berbagai polutan (El-Ghazali et al, 2006).

II METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli

2011. Pengambilan data dilakukan di Sungai Aloo Sidoarjo Jawa Timur. Preparasi sampel dan

analisa data dilakukan di Laboratorium zoologi

Jurusan Biologi FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Cara Kerja

Penelitian ini diawali dengan pemilihan

lokasi penelitian dilakukan di sepanjang aliran sungai Aloo Sidoarjo yang diduga mendapatkan

masukan pencemaran. Lokasi yang dipilih

sebanyak 3 stasiun yang mewakili bagian hulu, tengah dan hilir. Lokasi tersebut akan digunakan

sebagai penempatan keramba jaring, dimana

setiap titik lokasi pengambilan sampel mewakili

aliran sungai tersebut. Posisi pengambilan sampel yang telah ditentukan diukur dengan

menggunakan GPS (Global Positioning System).

Gambar 3.1 Lokasi Setiap stasiun yang terdapat di

sepanjang aliran sungai Aloo Sidoarjo. Terdiri dari 3

stasiun yang mewakili daerah hulu, tengah dan hilir

(modifikasi www.googlearth.com)

Setelah itu dilakukan pemilihan lokasi

kemudian dilakukan pembuatan keramba jaring, pengkondisian ikan Mujair, uji in situ dan

pengambilan kualitas fisika-kimia perairan. Lalu

dilakukan pembuatan preparat histologis insang

ikan mujair. Metode yang digunakan dalam pembuatan preparat adalah metode parrafin dan

menggunakan pewarnaan HE (hematoksilin

eosin). Langkah akhir yang dilakukan adalah pengamatan preparat mikroskopis insang ikan

mujair dengan menggunakan mikroskop

compound. Pengamatan preparat dilakukan pada

semua filamen insang pada satu gill arch, dengan perbesaran 40-400 kali. Sedangkan untuk

mengetahui tingkat kerusakan jaringan insang

ikan mujair, maka dilakukan analisa data dilakukan menggunakan modifikasi metode dari

Pantung et al., (2008) yaitu metode

Semiquantitative scoring perubahan histopatologi. Tingkat kerusakan dinilai dengan menggunakan

metode scoring dari (0) sampai (3) tergantung

pada tingkat dan luasan perubahan yang terjadi

dengan rincian sebagaimana di tabel 3.2. Gejala histopatologi yang diamati menurut Robert (1989)

meliputi edema lamela sekunder, hiperplasia

lamela, Fusi lamela dan Hemoragik Sel.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Air di Sungai Aloo Sidoarjo

Kualitas perairan sungai Aloo diukur untuk menunjang analisa data pada penelitian ini.

Parameter perairan yang diukur meliputi

parameter fisika-kimia (non logam) dan parameter

logam berat. Pengambilan data perairan non logam di stasiun 2 dan 3 dilakukan hingga hari ke

7 dikarenakan ikan mengalami mortalitas sebesar

100% setelah dipaparkan selama 7 hari. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air

diketahui bahwa sebagian besar parameter non

logam yang terukur di ketiga lokasi masih di

bawah baku mutu. Namun, kadar BOD dan NH3-

A

A

1

A

A

2

A

A

3

A

P

1

A

P

2

A

P

5

A

P

4

A

P

3

Page 3: HISTOPATOLOGIS INSANG IKAN MUJAIR (Oreochromis …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-24069-Paper-1208201.pdf · Juvenile ikan mujair (O. mossambicus) yang telah dikondisikan

N yang terukur di setiap stasiun selama penelitian di atas baku mutu. Tingginya kadar BOD dan

NH3-N tersebut menunjukkan bahwa sungai Aloo

Sidoarjo telah tercemar bahan organik. Nilai BOD dan COD yang tinggi di perairan dapat

menyebabkan menurunnya kadar DO (Disolved

Oxygen). Hal ini disebabkan dengan semakin besar bahan organik yang dirombak oleh

mikroorganisme dalam air akan meningkatkan

kebutuhan oksigen organisme tersebut (Baroto

dan Siradz, 2006). Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa kadar DO di stasiun 1

sesuai dengan baku mutu Perda Jatim no. 2 tahun

2008 untuk kualitas perairan kelas III, yaitu sekitar 3.97 – 5.09 ppm. Kisaran kadar DO di

stasiun 2 dan 3 di bawah baku mutu Perda Jatim

no.2 thn 2008 (data tidak ditunjukkan). Parameter

logam berat yang diukur dalam penelitian ini adalah adalah Hg, Cd, Cr dan Pb. Pada penelitian

ini hanya logam berat jenis Pb yang ditemukan di

ketiga stasiun yang berada di sepanjang sungai Aloo Sidoarjo

Gambaran Histopalogis Insang Ikan Mujair

(Oreochromis mossambicus

Histopatologis insang ikan Mujair

(Oreochromis mossambicus) pada hari 0 (gambar 4.5 a) menunjukkan struktur jaringan insang yang

normal sebagaimana disebutkan dalam Robert

(1989), yaitu lamela sekunder yang terdiri dari satu lapisan epitel dan terdapat jarak antar lamela

sekunder. Sementara itu, pada perlakuan hari ke 7

di lokasi 1, 2 dan 3 telah menunjukkan gejala

histopatologis yang bersifat defensif (Chezian, 2009) seperti edema lamela, hiperplasia dan fusi

lamela (gambar 4.3 b-e). Pada stasiun 2 dan 3

mengalami kejadian patologis yang lebih parah yaitu perluasan fusi lamela dan hemoragik

(gambar 4.3 f). Pada hari ke-14 ikan di stasiun 2

dan 3 telah mengalami tingkat mortalitas sebesar

100%. Sedangkan di stasiun 1 dapat bertahan sampai 28 hari. Gambar histopatologis jaringan

insang ikan mujair (Oreochromis mossambicus)

yang dipaparkan di sungai Aloo, Sidoarjo disajikan dalam gambar 4.5:

a. b.

c. d.

e. f. Gambar 4.3 Gambaran histopatologis insang ikan mujair (O. mossambicus) yang dipaparkan di sungai Aloo Sidoarjo (LS: lamela sekunder; LP: lamela primer) a. Penampang melintang insang normal b. Insang di stasiun 1 hari ke-7, menunjukkan

gejala patologi edema( ) c. Insang di stasiun 1 hari ke-7, menunjukkan gejala patologi hiperplasia ( ) pada lamela

primer dan sekunder d. Insang di stasiun 1 hari ke- 21 menunjukkan gejala patologi fusi lamela primer (lingkar merah) e.

Insang di stasiun 2 hari ke-7 menunjukkan gejala patologi fusi lamela berat dan sekresi mukus berlebihan f. Insang di stasiun 3 hari ke-7 menunjukkan gejala patologi hemmoragik (Pewarnaan HE, 1000x) (Dokumentasi pribadi, 2011).

Terjadinya kerusakan insang ikan mujair (O. mossambicus) yang dipaparkan di sungai

Aloo diduga disebabkan oleh tingginya zat toksik

seperti logam berat dan bahan organik yang bersinergi. Hal ini dipertegas dengan hasil

penelitian Costa et al (2009), dimana juvenile

Page 4: HISTOPATOLOGIS INSANG IKAN MUJAIR (Oreochromis …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-24069-Paper-1208201.pdf · Juvenile ikan mujair (O. mossambicus) yang telah dikondisikan

Solea senegalensis mengalami perubahan

histopatologis setelah dipaparkan sedimen muara sungai Sado, Portugis yang tercemar

limbah organik dan logam berat. Kerusakan

insang yang terjadi disebabkan daerah

permukaan insang yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar menyebabkan insang

juga menjadi target utama terkena polutan

(Camargo and Martinez, 2007). Pada penelitian ini, gejala patologi edema

lamela dengan level terparah terjadi di stasiun 1

pada hari ke 7. Edema merupakan pembengkakan sel atau penimbunan cairan secara berlebih di

dalam jaringan tubuh (Laksman, 2003) dan

dianggap sebagai tahap awal terjadinya patologi

(Thopton et al, 2003). Tingginya kadar NH3-N dan logam berat Pb pada penelitian ini diduga

dapat menyebabkan terjadinya patologi pada

insang ikan mujair tersebut. Ammonia bebas (NH3) dapat berdifusi melewati membran insang

dengan mudah karena lipid solubilitasnya serta

muatannya yang rendah (Svodova et al, 1993 dalam Benli et al, 2008). Amonia cenderung

memblokir transfer oksigen dari insang ke dalam

darah dan dapat menyebabkan kerusakan

langsung maupun jangka panjang (Ogbonna dan Chinomso, 2010). Keberadaan ammonia yang

berdifusi ke dalam sel insang dan logam berat

yang berikatan dengan membran plasma sel epitel lamela insang saling bersinergi dan menyebabkan

kekurangan ATP. Rendahnya kadar O2 dalam

darah dapat menyebabkan sel kekurangan ATP.

Padahal sistem transport membran tergantung pada pompa Na

+-K

+ yang membutuhkan ATP.

Rendahnya jumlah ATP di dalam sel

menyebabkan penumpukan Na+ di dalam sel. Hal

ini dikarenakan tidak adanya energi untuk

mengeluarkan ion Na+ ke luar sel. Banyaknya

jumlah Na+ dapat menyebabkan perubahan

tekanan osmotik sehingga air, Ca2+

dan Na+ dapat

masuk. Hal ini menyebabkan terjadinya

pembengkakan atau edema (Robbins dan Kumar,

1995). Menurut Robert (1989), kerusakan insang berupa edema lamela paling sering disebabkan

oleh polutan kimia seperti logam berat, pestisida

tertentu dan formalin yang melebihi batas. Edema yang berlebihan dapat

menyebabkan hiperplasia akibat sel darah merah

keluar dari kapilernya dan sel akan terlepas dari jaringan penyongkongnya (Laksman, 2003).

Hiperplasia merupakan suatu mekanisme

adaptasi organisme untuk melindungi

jaringannya dari iritan. Mekanisme ini dapat berfungsi sebagai mekanisme perlindungan,

namun juga menghambat fungsi respirasi dan

eskresi pada insang (El-Ghazaly et al, 2006).

Hiperplasia lamela sekunder terjadi akibat pembelahan sel epitel yang berlebihan,

sedangkan hiperplasia lamela primer disebabkan

oleh pembelahan sel klorit secara berlebihan.

Bertambahnya jumlah sel klorit ini menyebabkan ruang antar lamela sekunder

penuh dengan sel-sel baru dan memicu

terjadinya pelekatan kedua sisi lamela sekunder yang berdekatan yang disebut fusi lamela

(gambar 4.5 d).

Fusi lamela dapat mengurangi luas permukaan insang, sehingga dapat

memperlambat pengambilan toksik namun juga

menciptakan kondisi anoksik yang dapat

menyebabkan kematian pada ikan akibat berkurangnya suplai oksigen (Takashima and

Hibiya, 1995). Terjadinya fusi lamela dapat

dikatakan bahwa kerusakan yang terjadi sudah cukup parah karena fusi merupakan tahap

lanjutan dari kerusakan sebelumnya (Hidayati,

2010). Gejala histopatologis yang ditemukan di stasiun 2 ini menunjukkan gejala patologi berupa

fusi lamela kategori berat (skor 3) disertai

sekresi mukus yang berlebihan pada histologi

insang tersebut (gambar 4.5 d). Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi di

stasiun ini sudah sangat parah.

Kerusakan insang ikan berupa hemoragik ditemukan di stasiun 2 dan 3 (gambar

4.2). Hal ini dimungkinkan akibat kadar polutan

di kedua stasiun ini sangat tinggi. Menurut

Camargo dan martinez et al (2007), hemoragik bisa diinterpretasikan sebagai bentuk efek

langsung dari polutan terhadap jaringan.

Hemoragik adalah keluarnya eritrosit dari pembuluh darah yang berada di jaringan insang.

Hal ini diakibatkan menurunnya permeabilitas

pembuluh kapiler dan membran insang akibat iritasi karena cairan di luar tubuh lebih rendah

daripada cairan di dalam tubuh ikan

mengakibatkan sebagian besar plasma keluar dari

tubuh ikan sehingga ikan mengalami dehidrasi dan pendarahan di bagian insang (Zahri, 2005).

Berdasarkan hasil pengamatan

histopatologis insang ikan mujair (O. mossambicus), dapat dikatakan bahwa

konsentrasi polutan yang terdapat di stasiun 1

berdampak kronis, sedangkan konsentrasi polutan yang terdapat di stasiun 2 dan 3 tersebut

berdampak akut terhadap ikan mujair

(O.mossambicus) yang dipaparkan dengan

menggunakan metode keramba. Kerusakan insang yang terjadi di stasiun 2 dan 3 diduga

diakibatkan oleh kadar DO perairan yang rendah

Page 5: HISTOPATOLOGIS INSANG IKAN MUJAIR (Oreochromis …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-24069-Paper-1208201.pdf · Juvenile ikan mujair (O. mossambicus) yang telah dikondisikan

dan unsur NH3-N serta logam berat Pb yang

terukur di kedua titik tersebut sangat tinggi (data tidak ditunjukkan). Menurut Riche dan Garling

(2003), konsentrasi NH3-N sebesar 0.6-3 ppm

dapat menyebabkan kematian pada ikan air

tawar. Sedangkan jenis tilapia akan mati ketika konsentrasi NH3-N di perairan mencapai lebih

dari 2 ppm. Tingginya kadar kedua jenis polutan

ini diduga berasal kontaminan yang terbawa dari daerah hulu dan diperparah dengan kegiatan

antropogenik di sekitar stasiun tersebut, seperti

pertanian, pertambakan, rumah tangga dan penggunaan kendaraan bermotor serta lumpur

Sidoarjo (LUSI).

DAFTAR PUSTAKA Agustiyani, S. P, 2011.Analisis Kualitas Air

Sungai Aloo Sidoarjo Berdasarkan Keanekaragaman dan Komposisi

Fitoplankton. Tugas Akhir. Prodi

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember: Surabaya

Baroto dan Siradz, A. S. 2006. Taraf Pencemaran

Kandungan Kromium (Cr) pada Air dan Tanah di Daerah Aliran Sungai Code

Yogyakarta. Jurnal Ilmu Tanah dan

Lingkungan Vol 6 (2) p: 82-100

Benli, K.C.A dan Koksal, G. 2003. The Acute

Toxicity of Ammonia on Tilapia

(Oreochromis niloticus L.) Larvae and

Fingerlings. Turk J Vet Anim Sci 29: 339-344

Camargo, M.M.P and Martinez, C.B.R. 2007.

Histopatology of Gills, Kidney and Liver of a Neotropical Fish Caged in an

Urban Stream. Neotropical

Ichthyology, 5(3):327-336

Chezhian, A, Kabilan, N, Kumar, T.S. 2009. Impact of Chemical Factory Effluent

on the Structural Changes in Gills of

Fresh Water Fish Cyprinus carpio Var. Communis (Linnaeus, 1758). Journal of

Basic and Applied Biology, 3(1 & 2),

pp. 28-35

Costa, M.P, Diniz, M.S, Caeiro, S, Lobo, J,

Martins, M, Ferreira, A. M, Caetano,

M, Vale, C, DelValls, A.T, Costa, H.

M. 2009. Histological Biomarkers in Liver and Gills of Juvenile Solea

senegalensis Exposed to Contaminated

Estuarine Sediment: A Weighted Indices Approach. Aquatic Toxicology

92: 202–212

El-Ghazali, N.A, Abdel-Aziz, E, Dohaish,E.A.B. 2006. Effect of Pollutants in Coastal

Water of Jeddah on The Histological

Structure of Gills and Intestine of Fish Siganus rivulatus (Forskal) Saudi

Arabia. Egyptian Journal of Aquatic

Research Vol. 32 N. 1, 2 : 298-315

Gunradi, R. dan S. J. Suprapto, 2007. Penelitian

Endapan Lumpur di Daerah Porong

Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa

Timur. Proceeding Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan dan Non

Lapangan Pusat Sumber Daya Geologi

Hidayati, N, 2010. Studi Histopatologi Insang Ikan Belanak (Mugil cephalus) di

Muara Sungai Aloo Sidoarjo. Tugas

Akhir. Prodi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Institut Teknologi Sepuluh

Nopember: Surabaya

Laksman, H. T. 2003. Kamus Kedokteran. Djambatan: Jakarta

Ogbonna, J dan Chinomso, A.A. 2010.

Determination of the Concentration of Ammonia Could Have Lethal Effect on

Fish Pond. ARPN J. Engineer. Appl.

Sci. pp 1-4

Pantung, N, Helander, K.G, Helander, F.B, Cheevaporn, V. 2008.”

Histopatological Alterations of Hybrid

Walking Catfish (Clarias macrocephalus x Clarias gariepinus) in

Acute and Subacute Cadmium

Exposure. Environment Asia 1: 22-27

Riche, M and Garling, D. 2003. Feeding Tilapia

in Intensive Recirculating Systems.

North Central Regional Aquaculture

Center Fact Sheet Series #114

Robert, R.J.Fish Pathology 2nd

Edition. Bailliere

Tindall: England

Robbins, S.L, Ramzi, S.C, V. Kumar. 1995. Pocket Companion to Pathologic Basic

Page 6: HISTOPATOLOGIS INSANG IKAN MUJAIR (Oreochromis …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-24069-Paper-1208201.pdf · Juvenile ikan mujair (O. mossambicus) yang telah dikondisikan

of Disease. W. B Saunders Company:

Philadelphia

Setyowati, A, Hidayati, D, P.D.N, Awik, dan

Abdulghani, N. 2010. Studi

Histopatologi Hati Ikan Belanak (Mugil cephalus) di Muara Sungai Aloo

Sidoarjo. Tugas Akhir. Program Studi

Biologi, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Sepuluh Nopember: Surabaya

Takashima, F. and T. Hibiya (1995). An Atlas of Fish Histology. Normal and pathogical

features; 2 nd Ed. Kodansha Ltd:

Tokyo

Thophon S, Kruatrachue M, Upatham ES, Pokethitiyook P, Sahaphong S,

Jaritkhuan, S.2003. Histopathological

Alterations of White Seabass, Lates calcarifer, in Acute and Subchronic

Cadmium Exposure. Environmental

Pollution 121:307–320

Zahri, A. 2005. Pengaruh Alkyl Benzena

Sulfonate (LAS) Terhadap Tingkat

Mortalitas dan Kerusakan Jaringan

Insang pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Program Studi Teknologi

Budidaya Perairan Politeknik

Perikanan Negeri Tual: Maluku Tenggara