8
Project TA DNA 2014 Paulina, dkk ANALISA AKTIVITAS ENZIM TCH-SINTETASE YANG DIDUGA DIPENGARUHI OLEH DIFFERENTIAL SPLICING KARENA PERBEDAAN MACAM ALEL Dian Paulina * (7121044), Heny Purwanti Sari Liadi (7121006), Samuel Stefanus Widodo, (7121033), Febri Nurayan Saputra (7121052) * [email protected] Penyebab terjadinya perbedaan ekspresi gen pada dua organisme dari satu spesies yang sama dapat disebabkan karena differential splicing mRNA dan sifat dominan-resesif dari suatu gen. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menentukan metode dalam menganalisa penyebab terjadinya perbedaan aktivitas enzim TCH-Sintetase tanaman Secul Setmusic jenis Kingston yang mempunyai dua kopi alel A dan Talmont yang mempunyai dua kopi alel B dari differential splicing dan sifat dominansi dari kedua alel. Analisa dilakukan dengan metode Northern Blot. Metode ini digunakan untuk mendeteksi RNA yang spesifik, dalam hal ini adalah mRNA yang mengkode enzim TCH- Sintetase, menggunakan probe dengan sekuen sama seperti gen TCH-Sintetase. Dasar penentuan metode Northern Blot pada kasus ini adalah perbedaan ukuran mRNA yang terdeteksi. Hal ini dikarenakan splicing mRNA mempengaruhi ukuran dari mRNA mature. Kemungkinan hasil dapat menunjukkan adanya perbedaan ukuran mRNA mature pengkode enzim TCH-Sintetase pada tanaman jenis Kingston dan Talmont, yang kemudian diketahui sebagai hasil dari differential splicing pada kedua jenis tanaman. Sifat dominan-resesif dari alel A dan B ditentukan dari fenotipe keturunan yang dihasilkan, yang dikonfirmasi dengan back-cross dan metode Northern Blot pada keturunan tersebut. Keywords/Kata kunci: Enzim ; Northern Blot ; Differential Splicing ; back cross 1. Pendahuluan Tanaman Secul setmusic adalah tanaman yang diketahui dapat menghasilkan enzim TCH-Sintetase yang dikode oleh sebuah gen. Ada dua jenis tanaman ini, yaitu Kingston dan Talmont. Jenis Kingston mempunyai dua kopi dari alel A dan mempunyai aktivitas enzim TCH- Sintetase yang tinggi. Sedangkan jenis Talmont mempunyai dua kopi alel B dan tidak menghasilkan aktivitas enzim TCH-Sintetase yang tinggi. Perbedaan ekspresi gen ini belum diketahui penyebabnya, namun ada dua hipotesis sementara, yaitu : a. Perbedaan disebabkan oleh differential splicing antara alel A dan alel B. b. Alel B adalah dominan sedangkan alel A adalah resesif. Dengan metode molekuler hal ini dapat diidentifikasi terkait dengan ekspresi pada sel eukariot tanaman. Pada umumnya sel eukariot mRNA mengalami proses splicing, di mana mRNA mature yang dihasilkan mengandung sekuen yang akan mengkode suatu protein (Piatigorsky, 2007). Dalam kasus ini, splicing mRNA diduga terjadi secara berbeda pada kedua tanaman sehingga menghasilkan ekspresi gen yang berbeda. Oleh karena itu, dengan salah satu metode biologi Fakultas Teknobiologi / Universitas Surabaya Halaman 1

ANALISA AKTIVITAS ENZIM TCH-SINTETASE YANG DIDUGA DIPENGARUHI OLEH DIFFERENTIAL SPLICING KARENA PERBEDAAN MACAM ALEL

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penyebab terjadinya perbedaan ekspresi gen pada dua organisme dari satu spesies yang sama dapat disebabkan karena differential splicing mRNA dan sifat dominan-resesif dari suatu gen. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menentukan metode dalam menganalisa penyebab terjadinya perbedaan aktivitas enzim TCH-Sintetase tanaman Secul Setmusic jenis Kingston yang mempunyai dua kopi alel A dan Talmont yang mempunyai dua kopi alel B dari differential splicing dan sifat dominansi dari kedua alel. Analisa dilakukan dengan metode Northern Blot. Metode ini digunakan untuk mendeteksi RNA yang spesifik, dalam hal ini adalah mRNA yang mengkode enzim TCH-Sintetase, menggunakan probe dengan sekuen sama seperti gen TCH-Sintetase. Dasar penentuan metode Northern Blot pada kasus ini adalah perbedaan ukuran mRNA yang terdeteksi. Hal ini dikarenakan splicing mRNA mempengaruhi ukuran dari mRNA mature. Kemungkinan hasil dapat menunjukkan adanya perbedaan ukuran mRNA mature pengkode enzim TCH-Sintetase pada tanaman jenis Kingston dan Talmont, yang kemudian diketahui sebagai hasil dari differential splicing pada kedua jenis tanaman. Sifat dominan-resesif dari alel A dan B ditentukan dari fenotipe keturunan yang dihasilkan, yang dikonfirmasi dengan back-cross dan metode Northern Blot pada keturunan tersebut.

Citation preview

ANALISA AKTIVITAS ENZIM TCH-SINTETASE YANG DIDUGA DIPENGARUHI OLEH DIFFERENTIAL SPLICING KARENA PERBEDAAN MACAM ALEL

Dian Paulina*(7121044), Heny Purwanti Sari Liadi (7121006), Samuel Stefanus Widodo, (7121033), Febri Nurayan Saputra (7121052)

* [email protected]

Penyebab terjadinya perbedaan ekspresi gen pada dua organisme dari satu spesies yang sama dapat disebabkan karena differential splicing mRNA dan sifat dominan-resesif dari suatu gen. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menentukan metode dalam menganalisa penyebab terjadinya perbedaan aktivitas enzim TCH-Sintetase tanaman Secul Setmusic jenis Kingston yang mempunyai dua kopi alel A dan Talmont yang mempunyai dua kopi alel B dari differential splicing dan sifat dominansi dari kedua alel. Analisa dilakukan dengan metode Northern Blot. Metode ini digunakan untuk mendeteksi RNA yang spesifik, dalam hal ini adalah mRNA yang mengkode enzim TCH-Sintetase, menggunakan probe dengan sekuen sama seperti gen TCH-Sintetase. Dasar penentuan metode Northern Blot pada kasus ini adalah perbedaan ukuran mRNA yang terdeteksi. Hal ini dikarenakan splicing mRNA mempengaruhi ukuran dari mRNA mature. Kemungkinan hasil dapat menunjukkan adanya perbedaan ukuran mRNA mature pengkode enzim TCH-Sintetase pada tanaman jenis Kingston dan Talmont, yang kemudian diketahui sebagai hasil dari differential splicing pada kedua jenis tanaman. Sifat dominan-resesif dari alel A dan B ditentukan dari fenotipe keturunan yang dihasilkan, yang dikonfirmasi dengan back-cross dan metode Northern Blot pada keturunan tersebut.

Keywords/Kata kunci: Enzim ; Northern Blot ; Differential Splicing ; back cross

Project TA DNA 2014 Paulina, dkk

Fakultas Teknobiologi / Universitas SurabayaHalaman 1

Pendahuluan

Tanaman Secul setmusic adalah tanaman yang diketahui dapat menghasilkan enzim TCH-Sintetase yang dikode oleh sebuah gen. Ada dua jenis tanaman ini, yaitu Kingston dan Talmont. Jenis Kingston mempunyai dua kopi dari alel A dan mempunyai aktivitas enzim TCH-Sintetase yang tinggi. Sedangkan jenis Talmont mempunyai dua kopi alel B dan tidak menghasilkan aktivitas enzim TCH-Sintetase yang tinggi. Perbedaan ekspresi gen ini belum diketahui penyebabnya, namun ada dua hipotesis sementara, yaitu :

a. Perbedaan disebabkan oleh differential splicing antara alel A dan alel B.

b. Alel B adalah dominan sedangkan alel A adalah resesif.

Dengan metode molekuler hal ini dapat diidentifikasi terkait dengan ekspresi pada sel eukariot tanaman. Pada umumnya sel eukariot mRNA mengalami proses splicing, di mana mRNA mature yang dihasilkan mengandung sekuen yang akan mengkode suatu protein (Piatigorsky, 2007). Dalam kasus ini, splicing mRNA diduga terjadi secara berbeda pada kedua tanaman sehingga menghasilkan ekspresi gen yang berbeda. Oleh karena itu, dengan salah satu metode biologi molekuler yaitu Northern Blot, perbedaan splicing mRNA dari dua jenis tanaman (Kingston dan Talmont) dapat diketahui. Metode ini menggunakan teknik hibridisasi RNA dengan probe DNA sehingga sekuen mRNA spesifik dapat dideteksi, kemudian perbedaan hasil splicing akan diukur melalui perbedaan ukuran mRNA mature dari gen pensisntesis enzim TCH-sintetase kedua tanaman dalam proses elektroforesis (Perdew et al., 2006).

Penentuan alel dominan dan resesif dapat ditentukan dari fenotip keturunan yang dihasilkan bila kedua tanaman dikawinkan (Pierce, 2010). Keturunan F1 akan memiliki alel heterozigot, yaitu AB. Peran metode biologi molekuler di sini adalah untuk memastikan bahwa F1 memiliki satu kopi alel A dan satu kopi alel B dengan metode Northern Blot. Keturunan F1 dapat disilangkan dengan salah satu induk (back-cross) dan dilihat perbandingan hasilnya, baik fenotip maupun genotip pada hasil Northern Blot. Tujuan persilangan back-cross tersebut adalah memastikan fenotip dominan (Pierce, 2010).

Jadi, dibuatnya makalah ini bertujuan untuk mengekplorasi metode teknik analisa asam nukleat dalam menentukan penyebab terjadinya perbedaan aktivitas enzim TCH-sintetase pada tanaman Secul setmusic jenis Kingston yang memiliki dua kopi alel A dan Talmont yang memiliki dua kopi alel B, yaitu pada differential splicing mRNA-nya serta analisa dominansi dari kedua jenis alel.

Metode (Menyilangkan kedua jenis tanaman (Kingston danTalmont), menghasilkan F1)

(F1 disilangkan dengan salah satu induknya (back cross), memghasilkan F2)

(Northern Blot mRNA semua tanaman dengan probe spesifik)

(Analisa hasil dan uji aktivitas enzim)

Keterangan:

1. Menyilangkan kedua jenis tanaman (Kingston dan Talmont), menghasilkan F1

(Tabel 1. Hasil Persilangan F1)Untuk mengetahui macam alel (dominansi) dari tanaman Secul setmusic jenis Kingston dan Talmont, dapat dilakukan dengan mengawinkan kedua jenis tanaman. Menurut Stewart (2008), pengawinan silang dilakukan dengan mempertemukan serbuk sari dari bunga tanaman jantan dengan putik dari bunga tanaman betina. Proses dilakukan ketika bunga pada masing masing tanaman sudah matang. Dalam beberapa hari, apabila proses persilangan berhasil, maka biji dari tanaman dapat diambil. Biji ditanam dan ditumbuhkan dan akan menghasilkan tanaman anakan (F1). Kingston memiliki dua kopi alel A (AA) dan Talmont memiliki dua kopi alel B (BB), sehingga hasil persilangan adalah tanaman F1 dengan alel campuran (AB) (Pierce, 2010). Secara teoritis, dari hasil persilangan didapatkan 100% keturunan (F1) dengan alel yang heterozigot (AB) mengikuti Hukum Mendel yang berlaku.

P

A

A

B

AB

AB

B

AB

AB

P :AA (Kingston) x BB (Talmont)

F1:AB 100%

2. Persilangan back cross

(Tabel 2. Hasil Persilangan F2)Persilangan back-cross dilakukan dengan mengawinkan F1 dengan salah satu induknya (parental), bisa dengan induk Kingston (alel AA) atau induk Talmont (alel BB). Sama dengan perkawinan silang sebelumnya, serbuk sari dari tanaman jantan ditemukan dengan putik dari tanaman betina (Stewart, 2008). Setelah proses persilangan berhasil, biji dapat diambil dan ditumbuhkan. Hasil persilangan ini disebut F2. Back-cross digunakan untuk menentukan genotip dari persilangan genetik (Pierce, 2010). Sebagai perumpamaan, parental yang disilangkan dengan F1 adalah Kingston (AA). Hasil back-cross adalah F2 dengan probabilitas 50% F2 beralel AA dan 50% F2 beralel AB.

P x F1:AB x AA (Kingston)

P

A

A

A

AA

AA

B

AB

AB

F2:AA 50% dan AB 50%

3. Northern Blot

RNA merupakan struktur yang berupa untai tunggal, sehingga membuat RNA cenderung membentuk struktur sekunder dan dibutuhkan kecepatan untuk mengekstrak RNA. Ekstraksi RNA ini dimulai dari pelisisan sel yang dilakukan secara fisik dan kimia. Secara fisik dapat dilakukan penghancuran jaringan dengan cara menumbuk dengan mortar kemudian dilakukan sonikasi. Secara kimia dapat ditambahkan detergen yang bertujuan untuk melarutkan lipid dan protein pada membran dan menciptakan pori pada membran sehingga menyebabkan sel lisis. Detergen yang digunakan biasanya SDS. Triton, dan Sacrosine. Penggunaan detergen ini seringkali diiringi dengan penggunaan buffer lisis (EDTA) (Doyle,1996).

Purifikasi RNA ini menggunakan ekstraksi fenol kloroform dan isoamil alkohol. Penambahan fenol kloroform tersebut bertujuan untuk mengendapkan protein-protein yang ada (pellet) setelah proses sentrifugasi dan penambahan isoamil alkohol untuk mengendapkan RNA-RNA yang ada. Untuk mendegradasi DNA, ditambahkan dengan DNAse (Rubio-Pia and Vzquez-Flota, 2008). Setelah itu, etanol absolut/isopropanol ditambahkan untuk presipitasi RNA dan etanol 75% ditambahkan untuk mencuci RNA dan menghilangkan pengotor lain. Kemudian pelet yang tertinggal dapat digunakan untuk deteksi selanjutnya. RNA yang sudah diestrak terdiri dari mRNA, rRNA, dan tRNA. (Rubio-Pia and Vzquez-Flota, 2008). Poly A pada RNA adalah template untuk translasi protein dan pada eukariotik banyak terdapat pada ujung 3 mRNA. Untuk memisahkan mRNA dari RNA total maka dapat dipisahkan dengan kromatografi afinitas dengan oligo (dT)-cellulose. Garam yang tinggi harus ditambahkan sebagai buffer kromatografi untuk menstabilkan mRNA yang sudah berikatan dengan dT. Hasil dari ekstraksi ini adalah mRNA (Tan and Yiap, 2009).

Setelah dilakukannya ekstraksi mRNA, mRNA akan dipisahkan berdasarkan ukurannya dengan menggunakan elektroforesis gel agarose. Tahap selanjutnya diikuti dengan blotting ke dalam membran nilon.. Ada dua cara untuk melakukan blotting, yaitu dengan cara capillary atau vacuum blotting. Cara yang sederhana yaitu menggunakan capillary blotting, karena disini tidak membutuhkan peralatan yang khusus. Gel agarose berada dibawah membran nilon, dan sifat kapilaritas dimanfaatkan sehingga mRNA akan terikat ke membran nilon seiring berjalannya sifat kapilaritas. Sedangkan pada vacuum blotting, membran nilon berada di bawah gel agarose dan dengan bantuan vaccum maka mRNA yang berada di gel agarose akan turun ke bawah (ke membran nilon). Vacuum blotting ini tentunya lebih efisien dalam hal kecepatan karena menggunakan alat vacuum. Setelah dilakukannya blotting ke membran nilon, mRNA harus diimobilisasi dengan menggunakan pemanasan oven atau sinar UV agar mRNA terikat kuat dalam membran (Trayhurn, 1996). Tahap selanjutnya adalah hibridisasi probe yang sudah didesain dan dilabeli dengan radioaktif. Hal ini dimaksudkan agar hanya mRNA yang diinginkan saja yang akan terlihat pada visualisasi. Probe yang digunakan yaitu probe yang komplemen dengan semua kemungkinan hasil differential splicing mRNA mature, yaitu probe yang berisi semua sekuen gen TCH-sintetase.

Kingston Talmont

(Gambar 1. Permisalan Differential Splicing pada Tanaman Kingston dan Talmont)

(Gambar 2. Contoh Probe yang Digunakan)

Sebelum dilakukanya hibridisasi probe maka perlu dilakukan pre-hibridisasi terlebih dahulu (tahap sebelum hibridisasi), tujuannya untuk menghilangkan sisa-sisa buffer pada saat proses blotting ke dalam membran. Pada saat proses hibridisasi selesai , maka perlu juga dilakukan post-hibridisasi dengan tujuan untuk mengilangkan probe-probe yang tidak spesifik ke mRNA target atau probe yang menempel tidak ke mRNA target. Kemudian hasil dapat dilihat dengan autoradiography dengan X-ray film dan hanya mRNA target yang dilabeli probe radioaktif yang akan terlihat pada visualisasi (Trayhurn, 1996).

Hasil dan Pembahasan

Dari hasil metode Northern Blot akan di dapatkan dua kemungkinan hasil:

1. (Gambar 3. Contoh Hasil Northern Blot (1))Tidak adanya perbedaan pada ukuran band Kingston dan Talmont, seperti pada Gambar 3. Kemungkinan disebabkan karena tidak adanya differential splicing pada kedua jenis tanaman sehingga mRNA mature yang dihasilkan sama (sekuen dan ukurannya). Hal ini juga bisa berarti tidak ada perbedaan pada kedua alel sehingga tidak ada dominansi alel. Perbedaan aktivitas enzim pada kedua tanaman (Kingston dan Talmont) tidak disebabkan karena perbedaan alel, namun karena faktor faktor lain seperti perbedaan proses pre dan post-translasi pada kedua tanaman (Rastogi, 2003). Selain itu bisa juga terjadi proses splicing yang berbeda, namun perbedaan panjang untai dari mRNA mature tidak dapat dideteksi dengan elektroforesis pada Northern Blot. Untuk dapat membedakan panjang mRNA mature tanaman Kingston dan Talmont, maka dapat dilakukan peningkatan konsentrasi gel agarose. Apabila panjang mRNA mature sudah dapat dibedakan, maka proses selanjutnya akan sama dengan penjelasan kemungkinan hasil Northern Blot kedua.

2. (Gambar 4. Contoh Hasil Northern Blot (2))Hasil yang didapat terlihat seperti Gambar 4, yaitu ketika terjadi differential splicing pada kedua tanaman. Sehingga mRNA mature yang dihasilkan berbeda secara ukuran, dan sekuen. Hal ini berpengaruh pada aktivitas enzim TCH-Sintetase yang dihasilkan. Pada jenis Kingston dihasilkan enzim TCH-Sintetase yang aktif sementara pada jenis Talmont enzim TCH-Sintetase tidak aktif. Dari persilangan didapatkan F1 dan bisa dilihat pada hasil northern blot, band mRNA F1 merupakan campuran dari band mRNA Kingston dan Talmont. Hal ini membuktikan bahwa F1 memiliki alel A dari Kingston dan alel B dari Talmont, tanaman F1 bersifat heterozigot (AB). Untuk melihat fenotipe dari F1 dilakukan uji aktivitas TCH-Sintetase yang dihasilkan F1. Sementara hasil dari back cross, yaitu F2 beralel AA dan beralel AB menunjukkan band sesuai alelnya masing-masing. Analisa F2 dilanjutkan dengan uji aktivitas untuk memastikan fenotipe F2 (AA) sama dengan fenotipe Kingston dan fenotipe F2 AB sama dengan F1.

Housekeeping genes adalah gen yang selalu diekspresikan karena memproduksi protein yang selalu dibutuhkan untuk fungsi sel. Gen ini diproduksi terus menerus dengan jumlah yang sama dan jika terjadi kesalahan dalam ekspresinya dapat menyebabkan kematian sel. (Thellin et al, 1999). Untuk membandingkan perbedaan level ekspresi RNA pada target maka digunakan housekeeping genes. Hasil dari elektroforesis ini merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan kuantitas dari ekspresi gen target yang diinginkan. Housekeeping genes yang sering digunakan pada tanaman adalah EF1 . Dengan kata lain, penggunaan EF1 untuk mengkalibrasi hasil ekspresi dari gen target dengan beberapa variasi (Chen et al,2009).

Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas TCH-Sintetase

Parental

F1

AA (Kingston)

BB (Talmont)

AB

Hasil uji aktivitas

+

-

K1

+

K2

-

K3

Uji Aktivitas dari Enzim TCH-Sintetase tanaman Secul setmusic jenis Kingston, Talmont beserta keturunannya (F1, F2 AA, F2 AB) dilakukan dengan metode yang disesuaikan dengan sifat dan fungsi enzim tersebut. Uji aktivitas ini bertujuan untuk menganalisa fenotipe dari semua tanaman dan menentukan dominansi dari alel A dan alel B. Kemungkinan hasil uji aktivitas dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel

Keterangan :

(Tabel 4. Hasil Uji Aktivitas TCH-Sintetase)+ = menghasilkan aktivitas TCH-Sintetase

F2 (K1)

F2 (K2)

F3 (K3)

AA

AB

AA

AB

AA

AB

Hasil

Uji Aktivitas

+

-

+

+

+

- = tidak menghasilkan aktivitas enzim

TCH-Sintetase

= menghasilkan sifat intermediet

K1 = kemungkinan pertama

K2 = kemungkinan kedua

K3 = kemungkinan ketiga

Parental (Kingston dan Talmont) diuji aktivitas enzimnya dengan tujuan untuk membandingkan aktivitas TCH-Sintetase kedua parental dengan aktivitas TCH-Sintetase dari F1 dan F2.

Dari Tabel 3 dan Tabel 4 dapat ditarik kesimpulan:

1. Pada K1, alel A dominan terhadap alel B karena F1(AB) mampu menghasilkan aktivitas TCH-sintetase yang sama dengan jenis Kingston (AA). Berarti sifat alel A berhasil menutupi sifat alel B. Hasil F2, AA menghasilkan fenotip yang sama dengan Kingston dan AB menghasilkan fenotip yang sama dengan Kingston dan F1.

2. Pada K2, alel B dominan terhadap alel A karena F1 tidak menghasilkan aktivitas TCH-Sintetase, sama seperti jenis Talmont (BB). Hasil F2, AA menghasilkan fenotipe yang sama dengan Kingston, namun karena B dominan terhadap A, maka AB memiliki fenotipe yang sama dengan Talmont.

3. Pada K3, kedua alel tidak ada yang dominan (co-dominant) sehingga dihasilkan aktivitas enzim TCH-Sintetase tidak sebanyak Kingston (memiliki fenotip intermediate, di antara Kingston dan Talmont). Secara fenotipe, F2 AB akan menghasilkan sifat intermediate yang sama dengan F1.

Kesimpulan

Northern blot dapat digunakan untuk mendeteksi differential splicing, parameternya adalah ukuran mRNA mature yang terdeteksi menggunakan probe yang spesifik.Untuk memastikan dominansi pada alel yang berbeda terlebih dahulu kedua jenis tanaman secul setmusic disilangkan, menghasilkan F1, dan dilakukan back cross untuk menentukan persilangan genetik dan didapatkan F2. Tanaman parental, F1 dan, F2 diuji aktivitas enzim TCH-Sintetasenya untuk menentukan dan membandingkan fenotipe sehingga bisa diketahui sifat alel A dan B. Hasil yang muncul berupa beberapa kemungkinan yaitu pada kedua tanaman tidak terjadi differential splicing dan terjadi differential splicing. Untuk dominansi antara dua alel, kemungkinan yang terjadi adalah alel A bersifat dominan terhadap alel B, alel B bersifat dominan terhadap alel A, dan alel A dan B bersifat kodominan.

Daftar Pustaka

[1] Chen, Ren; Gyokusen,Mayumi; Nakazama,Yoshihisa; and Gyokusen, Koichiro. (2009). Selection of Housekeeping Genes for Transgene Expression Analysis in Eucommia umoides Oliver Using Real Time RT-PCR. Hindawo Publishing Corporation.

[2] Doyle, K. (1996). The Source of Discovery: Protocols and Applications Guide. Madison: Promega

[3] Perdew, Gary J; Heuvel, John P. Vanden, dan Peters, Jeffrey M. (2006). Regulation of Gene Expression: Molecular Mechanisms. New Jersey: Humana Press.

[4] Piatiogarsky, J. (2007). Gene Sharing And Evolution: The Diversity of Protein Functions. Canada: The President and Fellow of Harvard College.

[5] Pierce, Benjamin A. (2010). Genetics: A Conceptual Approach. W.H. Freeman & Company.

[6] Rastogi, S. C. (2003). Cell and Molecular Biology. New Delhi: New Age International Publishers.

[7] Rubio-Pina, J.A. and Vazquez-Flota, F.A. (2008). Isolation of functional total RNA from Argemone Mexicana tissues. Electronic Journal of Biotechnology, vol. 11, no. 4.

[8] Stewart C., Neal. (2008). Plant Biotechnology and Genetics: Principles, Techniques, and Application. New Jersey: John Willey & Sons.

[9] Tan, Siun Chee and Beow Chin Yiap. (2009). DNA, RNA, and Protein Extraction: The Past and The Present. Hindawi Publishing Corporation

[10] Thellin, O; Zorzi, W; Lakaye,B; Borman, B. De ; Cpumans,B; Hennen, G Grisar, T. ; Igout, A; Heinen, E. (1999). Housekeeping genes as internal standars: use and limits. Journal of Biotechnology: Elsevier.

[11] Trayhurn, Paul. (1996). Northern Blotting. Aberdeen:Proceeding of the Nutrion Society.