115
i AKHLAQ PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM KITAB TAISIRUL KHALAQ KARYA SYAIKH HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh Dewi Rohmawati NIM 111 13 156 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2017

AKHLAQ PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM KITAB TAISIRUL …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1928/1/SKRIPSI.pdf · dimata murid-muridnya. Sikap murid terhadap gurunya sudah sangat

  • Upload
    others

  • View
    22

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    AKHLAQ PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK

    DALAM KITAB TAISIRUL KHALAQ

    KARYA SYAIKH HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI

    SKRIPSI

    Diajukan untuk memperoleh gelar

    Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

    Oleh

    Dewi Rohmawati

    NIM 111 13 156

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

    SALATIGA

    2017

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    MOTTO

    ُّ نَْفٍس ِبَما َكَسبَْت َرِهينَة ُكل

    Setiap orang bertanggung jawab

    atas apa yang telah dilakukannya

    (QS. Al-Muddatstsir 74:38)

  • vii

    Persembahan

    Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:

    1. Kedua orang tuaku tercinta bapak Sugeng dan ibu Maryati, yang senantiasa

    mencurahkan kasih sayang dan dukungannya serta doa yang tak pernah putus

    untuk anak-anaknya.

    2. Anggota keluarga yang selalu mendukung dan memberi semangat tiada henti

    (kakakku: Siti Waliyah, jamak Ali dan ponakanku: Ali Abdul Mustajib, Ali

    Nurul Falah).

    3. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag. yang telah sabar membimbing dan mendoakan

    dalam penyusunan skripsi ini.

    4. Pengasuh PPTQ Al-Muntaha ibu nyai Hj. Siti Zulaicho AH. serta keluarga

    yang selalu mendoakan dan membimbing dalam menuntut ilmu.

    5. Teman-teman PAI angkatan 2013 yang sama-sama bererjuang dan belajar di

    IAIN Salatiga.

    6. Teman-teman PPTQ Al-Muntaha yang senantiasa memberi dukungan,

    semangat dan selalu mendoakan dalam penyusunan skripsi ini.

    7. Semua pihak yang tak lelah memberi dorongan dan semangat kepada penulis

    dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Assalamu’alaikum Wr. Wb

    Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

    Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala

    limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan

    dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada

    Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

    Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar

    kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

    Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

    2. BapakSuwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

    3. Ibu Siti Rukhayati M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

    4. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah

    dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan

    waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini.

    5. Bapak Mufiq, S.Ag., M.Phil. selaku pembimbing akademik.

    6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak

    membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

  • ix

  • x

    ABSTRAK

    Rohmawati, Dewi. 2017. Akhlak Pendidik dan Peserta Didik Dalam Kitab Taisirul

    Khalaq Karya Syaikh Hafidz Hasan Al-Mas’udi. Skripsi. Jurusan

    Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

    Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

    Pembimbing: Dr. M. Ghufron, M.Ag

    Kata Kunci: Akhlak, Pendidik, Peserta Didik

    Berkaitan dengan pentingnya akhlak yang harus dimiliki oleh seorang pendidik

    dan peserta didik dalam rangka mencapai keberhasilan dalam dunia pendidikan,

    peneliti tertarik untuk menganalisis akhlak-akhlak seorang pendidik dan peserta didik

    yang terdapat dalam kitab Taisirul Khalaq karya Syaikh Hafidz Hasan al-Mas’udi

    serta relevansinya dengan dunia pendidikan saat ini.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu literature (kepustakaan).

    Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara

    mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku atau lainnya

    yang berkaitan dengan skripsi ini. Pengumpulan data dibagi menjadi dua sumber

    yaitu data primer dan sekunder. Kemudian data dianalisis menggunakan metode

    deskriptif dan kontekstual.

    Hasil penelitian menyimpulkan bahwa akhlak seorang pendidik meliputi:

    bertakwa, memiliki sifat terpuji, tawadlu’, rendah hati, sabar, penuh kasih sayang,

    adil, selalu memberi nasehat, dan tidak boleh membebani siswa dengan sesuatu yang

    belum dimengertinya. Sedangkan akhlak seorang peserta didik terbagi menjadi tiga

    golongan yaitu: akhlak terhadap diri sendiri meliputi, selalu membersihkan hati

    dalam rangka taqorrub kepada Allah, menghiasi diri dengan sifat mulia. Akhlak

    terhadap pendidik: harus senantiasa patuh dan tunduk agar mendapat ridho darinya.

    Dan akhlak terhadap saudara-saudaranya yaitu harus saling membantu dan tidak

    boleh mengejek teman yang belum bisa. Sedangkan relevansinya ialah sebagai

    rujukan dalam mengembangkan pemahaman ilmu akhlak dalam dunia pendidikan

    terutama dalam menghadapi masa kini yang penuh tantangan.

  • xi

    DAFTAR ISI

    SAMPUL ...................................................................................................... i

    HALAMAN BERLOGO .............................................................................. ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. iii

    PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................... iv

    DEKLARASI ................................................................................................. v

    MOTTO ........................................................................................................ vi

    PERSEMBAHAN .......................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR………………………………………… ................... viii

    ABSTRAK………………………………………… ..................................... x

    DAFTAR ISI………………………………………… .................................. xi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ....................................................................... 7

    C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7

    D. Kegunaan Penelitian .................................................................... 7

    E. Metode Penelitian ........................................................................ 9

  • xii

    F. Kajian Pustaka ............................................................................. 13

    G. Sistematika Penulisan ……………………………………….. ... 15

    BAB II Landasan Teori

    A. Pengertian Akhlaq ....................................................................... 17

    B. Sumber Pendidikan Akhlaq.......................................................... 18

    C. Tujuan Pendidikan Akhlaq ........................................................... 21

    D. Kedudukan dan Keistimewaan Akhlaq Dalam Islam .................. 22

    E. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlaq..................................... ......... 26

    F. Pengertian Pendidik ..................................................................... 27

    G. Peserta Didik ................................................................................ 34

    BAB III Biografi Tokoh dan Deskripsi Kandungan Data

    A. Sejarah Hafidz Hasan Al-Mas’udi ........………………... ........... 37

    B. Karya-karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi…........................... .......... 43

    C. Deskripsi Kandungan Kitab Taisirul Khalaq....………………… 44

    D. Akhlaq Pendidik Dalam Kitab Taisirul Khalaq… ........................ 60

    E. Akhlaq Peserta Didik Dalam Kitab Taisirul Kholaq ..................... 61

    BAB IV ANALISIS

    A. Analisis pemikiran Al-Mas’udi Tentang Akhlaq Pendidik .......... 63

    B. Analisis Akhlaq peserta Didik..................................................... 77

    C. Relevansinya Dengan Dunia Pendidikan Saat Ini ........................ 84

  • xiii

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan .................................................................................. 90

    B. Saran ............................................................................................ 91

    DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 93

    Lampiran-Lampiran

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Tujuan pendidikan berusaha membentuk pribadi berkualitas baik

    jasmani maupun rohani. Dengan demikian secara konseptual pendidikan

    mempunyai peran strategis dalam membentuk anak didik menjadi manusia

    berkualitas, tidak hanya berkualitas dalam aspek skill, kognitif, afektif, tetapi

    juga aspek spiritual. Hal ini membuktikan pendidikan mempunyai andil besar

    dalam mengarahkan anak didik mengembangkan diri berdasarkan potensi dan

    bakatnya. Melalui pendidikan anak memungkinkan menjadi pribadi saleh,

    pribadi berkualitas secara skill, kognitif, dan spiritual.

    Tetapi realitas di masyarakat membuktikan pendidikan belum mampu

    menghasilkan anak didik berkualitas secara keseluruhan. Kenyataan ini dapat

    dicermati dengan banyaknya perilaku tidak terpuji terjadi di masyarakat,

    sebagai contoh merebaknya pengguna narkoba, penyalahgunaan wewenang,

    korupsi, manipulasi, perampokan, pembunuhan, pelecehan seksual, pelanggaran

    Hak Asasi Manusia (HAM), penganiayaan terjadi setiap hari. Realitas ini

    memunculkan anggapan bahwa pendidikan belum mampu membentuk anak

    didik berkepribadian paripurna (Istighfarotur, 2010: 2).

  • 2

    Pendidik dan peserta didik menempati posisi penting dalam sistem

    pendidikan islam. Peran pendidik sangat menentukan dalam berhasil tidaknya

    proses pendidikan. Sementara peserta didik, selain sebagai objek juga bertindak

    sebagai subjek dalam pendidikan. Karenanya, antara keduanya tidak akan

    pernah terlepas dari kajian pendidikan islam (Kosim, 2012: 106).

    Dalam bahasa Arab, guru (pendidik) dikenal dengan al-mu’alim atau

    al-ustadz yang bertugas memberikan ilmu dalam majlis taklim (tempat

    memperoleh ilmu). Dengan demikian, al-mu’alim atau al-ustadz, dalam hal ini

    juga mempunyai pengertian orang yang mempunyai tugas untuk membangun

    aspek spiritualitas manusia. Pengertian guru kemudian menjadi semakin luas,

    tidak hanya terbatas dalam kegiatan keilmuan yang bersifat kecerdasan spiritual

    dan kecerdasan intelektual, tetapi juga menyangkut kecerdasan kinestetik

    jasmaniah, seperti guru tari, guru olahraga, guru senam, dan guru musik. Semua

    kecerdasan itu pada hakikatnya juga menjadi bagian dari kecerdasan ganda

    sebagaimana dijelaskan oleh pakar psikologi terkenal Howard Gardner. Dengan

    demikian, guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan

    upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik Spritual,

    emosional, intelektual, fisikal maupun aspek lainnya (Suparlan, 2005:12).

    Berangkat dari istilah tersebut jelaslah bahwa guru (pendidik)

    merupakan salah satu komponen pembelajaran dan juga sebagai salah satu

    faktor penentu keberhasilan pendidikan. Tidak hanya bertugas mengajar, tetapi

  • 3

    guru berperan penting dalam pembentukan watak serta membantu peserta didik

    dalam mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Dengan begitu

    jelaslah bahwa pendidik tak hanya berperan sebagai pengajar melainkan ia

    harus mampu mengarahkan, membentuk dan membina sikap mental anak didik,

    sehingga diharapkan seorang pendidik nantinya mampu menanamkan nilai-nilai

    moral pada peserta didiknya.

    Pandangan terhadap peserta didik tidak terlepas dari konsepsinya

    tentang hakikat manusia. Manusia dilahirkan di dunia ini tanpa pengetahuan

    apapun, tetapi dalam kelahirannya manusia dilengkapi dengan fitrah yang

    memungkinkannya untuk menguasai berbagai pengetahuan. Diantara tanda

    fitrah itu Allah menciptakan manusia sebagai makhluk paling sempurna dengan

    menganugerahkan berbagai potensi, baik potensi jasmani (fisik), potensi

    spiritual (Qalbu), maupun potensi akal pikiran.

    Potensi yang dianugerahkan oleh Allah tersebut tidaklah mudah

    berkembang dengan sendirinya tanpa adanya interaksi yang baik dengan orang

    lain. Dari berbagai macam interaksi, tentunya interaksi yang memiliki tujuan

    yang jelaslah yang dapat membantu perkembangan potensi itu dengan baik.

    Sehingga dapat diketahui bahwa interaksi dalam proses pendidikan merupakan

    interaksi yang sangat penting dalam mengoptimalkan kemampuan atau potensi

    dalam diri seseorang.

  • 4

    Antara pendidik dan peserta didik, selain keduanya sama-sama

    menjadi objek suatu pendidikan, keduanya juga berada dalam sebuah hubungan

    yang saling membutuhkan. Belajar mengajar merupakan satu istilah tunggal

    namun dengan makna yang berbeda. Belajar merupakan perubahan tingkah laku

    dari sebuah pengalaman, dan mengajar adalah kegiatan mengarahkan untuk

    memperoleh ilmu yang baik, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat

    membawa perubahan tingkah laku maupun kesadaran diri dari kepribadiannya.

    Kembali lagi pada realitas dimasa kini, tidak sedikit hubungan antara

    guru dan siswa yang kurang harmonis. Terlebih lagi bagi seorang guru yang

    salah memahami profesinya, maka bergeserlah fungsi guru secara perlahan.

    Begitu juga dengan seorang siswa, tidak jarang juga yang berangkat ke sekolah

    hanya sekedar menggugurkan kewajiban untuk belajar dan tidak disertai niat

    yang baik. Sementara itu semakin ke depan, wibawa seorang guru kian merosot

    dimata murid-muridnya. Sikap murid terhadap gurunya sudah sangat

    menyedihkan (lebih khusus dibidang lembaga umum). Guru hanya dipandang

    sebagai orang yang sedang melaksanakan tugasnya kemudian nanti digaji,

    bukan lagi sebagai orang yang harus jadi teladan (digugu lan ditiru).

    Siswa (peserta didik) dimasa sekarang, khususnya yang menduduki

    masa-masa sekolah menengah pada umumnya dalam menghormati seorang

    guru lebih cenderung karena ada maunya. Hubungan antara pendidik dan

    peserta didikpun hanya sebatas memenuhi kontrak sosial dalam dunia

  • 5

    pendidikan dan dalam proses belajar mengajar, sehingga ketika proses belajar

    mengajar itu dianggap selesai, maka hubungan relasi antara pendidik dan

    peserta didik pun tak ada lagi. Padahal sudah seharusnya seorang murid

    senantiasa menjaga hubungan dengan gurunya meskipun tidak lagi dalam

    proses belajar mengajar.

    Mengenai kinerja seorang guru pun dimasa kini tidak sedikit yang

    memperbincangkan. Masyarakat tentu sangat berharap bahwa guru dapat

    menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. Namun tidak dipungkiri

    bahwa akhir-akhir ini muncul pengakuan dari peserta didik itu sendiri terhadap

    rasa tidak sukanya pada seorang guru, yang disebabkan antara lain mungkin

    guru yang merokok, guru yang galak, guru yang suka datang terlambat dan

    terkadang masih ada alasan lain yang diungkapkan oleh peserta didik akan

    ketidaksukaannya terhadap pendidiknya.

    Oleh karena itu, hendaklah seorang pendidik tidak menganggap remeh

    terhadap apa-apa yang senantiasa diperhatikan oleh peserta didik maupun

    masyarakat. Seorang pendidik harus senantiasa siap memberikan bimbingan

    nurani dan etika yang tinggi terhadap peserta didiknya. Suatu proses

    pembelajaran akan berlangsung dan berhasil dengan baik apabila interaksi

    antara pendidik dan peserta didik juga baik. Untuk itu diperlukan kinerja yang

    baik pula antara keduanya.

  • 6

    Dari pembahasan di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam

    sebuah penelitian kepustakaan dengan judul ”Akhlaq Pendidik dan Peserta

    Didik dalam kitab Taisirul Khalaq karya dari Syaikh Hafid Hasan Al-

    Mas’udi”.

    Dalam kaitannya dengan pendidikan, karya Syaikh Hafid Hasan Al

    Mas’udi mempunyai peran cukup penting dalam menghantarkan nilai-nilai

    pendidikan akhlaq, moral, etika dan karakter sampai kepada peserta didik.

    Pemikiran-pemikiran Syaikh Hafid Hasan Al Mas’udi yang condong pada

    pesan moral, ketakwaan, kejujuran, ketawadhu’an, dan pesan-pesan lainnya.

    Pesan-pesan tersebut disajikan secara ringkas sehingga pembaca tidak merasa

    sulit untuk mempelajarinya.

    Alasan paling kuat mengapa penulis mengambil judul ini ialah karena

    penulis sangat tertarik dengan berbagai pemikiran dari Syaikh Hafid Hasan Al-

    Mas’udi terutama yang dipaparkan dalam kitab Taisirul Khalaq yang

    merupakan kitab akhlaq secara mendasar dan mudah dipahami. Juga penulis

    akan menganalisis akhlaq apa saja yang harus dimiliki oleh pendidik dan

    peserta didik agar serasi dan tak ada kesenjangan antara keduanya, karna

    pendidik dan peserta didik merupakan komponen terpenting dalam dunia

    pendidikan.

  • 7

    B. Rumusan Masalah

    Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana akhlaq pendidik dan peserta didik dalam kitab Taisirul Khalaq

    karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi?

    2. Bagaimana relevansi akhlaq seorang pendidik dan peserta didik yang

    terkandung dalam kitab Taisirul Khalaq karya Syaikh Hafid Hasan Al-

    Mas’udi terhadap tujuan pendidikan dan dunia pendidikan masa kini?

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk:

    1. Untuk mengetahui bagaimana akhlaq pendidik dan peserta didik dalam

    kitab Taisirul Khalaq karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi?

    2. Untuk mengetahui bagaimana relevansi akhlaq seorang pendidik dan

    peserta didik yang terkandung dalam kitab Taisirul Khalaq karya Syaikh

    Hafid Hasan Al-Mas’udi terhadap tujuan pendidikan dan dunia pendidikan

    saat ini?

    D. Manfaat Penelitian

    Dari paparan tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini, maka

    terdapat manfaat yang bisa diperoleh. Penulis mengategorikannya menjadi

  • 8

    manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

    1. Manfaat Teoritis

    Hasil penelitian ini nantinya dapat memberikan tambahan konsep

    baru mengenai dunia pendidikan terutama fokus pada pendidikan akhlaq.

    Bisa juga sebagai acuan para peneliti ketika akan melakukan penelitian

    secara lebih lanjut. Kemudian secara lebih rincinya bisa dikategorikan:

    a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi

    pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan

    dunia pendidikan.

    b. Menambah dan memperkaya ilmu pengetahuan terutama mengenai

    akhlaq dalam dunia pendidikan.

    c. Sebagai referensi bagi penulis untuk menambah kelengkapan data

    d. Sebagai bahan kajian bagi penulis untuk melakukan penelitian.

    e. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi Fakultas

    Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam di

    IAIN Salatiga.

    2. Manfaat praktis

    a. Bagi guru

    1) Sebagai bahan evaluasi bagi guru untuk lebih mengetahui sejauh mana

    keberhasilan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran.

  • 9

    2) Sebagai bahan evaluasi bagi guru tentang kepribadian dan akhlaq

    b. Bagi siswa

    1) Sebagai panduan bagi peserta didik sehingga memiliki akhlaq yang baik

    2) Sebagai panduan bagi peserta dalam meningkatkan belajar

    c. Bagi peneliti

    Untuk mengetahui kondisi sebenarnya tentang kepribadian

    guru pendidikan Agama Islam yang akan mempengaruhi akhlaq siswa di

    sekolah. Menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui konsep

    pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Khalaq. Memberikan manfaat

    bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri.

    E. Metode penelitian

    Penelitian ini menggunakan studi pustaka (library research), karena

    objek kajian studi difokuskan pada kajian sebuah kitab. Data-data yang terkait

    dengan analisis penelitian berkaitan dengan apa saja yang dibahas dalam kitab

    Taisirul khalaq. Penelitian pustaka (library research), yaitu jenis penelitian

    yang dilakukan dengan menelaah dan menggunakan bahan-bahan pustaka

    berupa buku-buku, ensiklopedi, jurnal, majalah dan sumber pustaka lainnya

    yang relevan dengan topik atau permasalahan yang dikaji sebagai sumber

    datanya (Hadi, 1990: 9).

  • 10

    Agar penelitian terlaksana sesuai yang diharapkan maka dalam

    penelitian ini secara runtut menggunakan metode sebagai berikut:

    1. Jenis penelitian

    Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan atau Library

    Research. Selain itu biasa disebut kajian pustaka atau literature. Yaitu

    telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada

    dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-

    bahan pustaka dan hasil penelitian yang terkait dengan masalah kajian

    (Sukardi, 2007: 14).

    Maka penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

    a. Meneliti kitab Taisirul Khalaq karya karya Syaikh Hafid Hasan Al-

    Mas’udi sebagai objek kajian utama dari penelitian.

    b. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada dalam kitab

    tersebut yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan akhlaq seorang

    pendidik.

    c. Menganalisis pokok permasalahan dan membandingkan pendidikan

    akhlaq dan teori-teori lain.

    d. Menyimpulkan beberapa konsep pendidikan akhlaq yang ada pada

    kitab tersebut.

  • 11

    2. Sumber data penelitian

    Sumber data dari penelitian ini, penulis menggunakan sumber primer

    dan sekunder.

    a. Sumber data primer

    Sumber data primer yaitu sumber data utama yang akan dikaji

    dalam permasalahan. Sumber data utamanya yaitu kitab Taisirul

    Khalaq karya karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi sebagai objek

    kajian utama dari penelitian.

    b. Sumber data sekunder

    Data sekunder merupakan data pendukung dari data primer.

    Data sekunder ini diambil dari sumber-sumber yang lain dengan cara

    mencari, menganalisis buku-buku tentang pendidikan karakter seperti

    buku pemikiran tokoh-tokoh terkemuka mengenai seluk beluk dalam

    dunia pendidikan, salah satunya buku Zainuddin tentang seluk beluk

    pendidikan dari Al-Ghazali, buku Ahmad tafsir yang berjudul Ilmu

    Pendidikan Dalam Perspektif Islam, serta buku lain yang berkaitan

    dengan akhlaq pendidik dan peserta didik, browsing internet dan

    informasi lainnya yang mendukung judul dari penelitian ini.

    3. Teknik pengumpulan data

    Pengumpulan data penulis lakukan dengan cara membaca

    buku-buku sumber, baik itu primer maupun sekunder. Mempelajari dan

  • 12

    mengkaji serta memahami kajian yang terdapat dalam buku-buku sumber.

    Menganalisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokkan sesuai

    dengan sifatnya masing-masing dalam bentuk per bab.

    4. Teknik Analisis Data

    Pengumpulan data (input) merupakan suatu langkah dalam

    metode ilmiah melalui prosedur sistematik, logis dan proses pencarian

    data yang valid, baik diperoleh secara langsung (primer) atau tidak

    langsung (sekunder) untuk keperluan analisis dan pelaksanaan

    pembahasan (process) suatu riset secara benar untuk menemukan

    kesimpulan, memperoleh jawaban (output) dan sebagai upaya untuk

    memecahkan suatu persoalan yang dihadapi peneliti (Rosady, 2010: 27).

    Melihat objek penelitian ini adalah buku-buku atau literature

    yang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini

    adalah merupakan library research. Data yang terkumpul selanjutnya akan

    penulis analisa dengan menggunakan teknik analisa kualitatif dengan cara

    deskriptif dan kontekstual:

    a. Deskriptif

    Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status

    sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem

    pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir,

    1988:63). Adapun tujuan dari metode ini yaitu untuk membuat

  • 13

    deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematik, komprehensif,

    faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

    antar fenomena yang diselidiki.

    a. Kontekstual

    Dalam kamus besar bahasa Indonesia konteks berarti apa yang

    ada di depan dan di belakang (KKBI, 2005:521). Metode kontekstual

    adalah metode yang digunakan untuk mencari, mengolah, dan

    menemukan kondisi yang lebih konkret (terkait dengan kehidupan

    nyata). Metode ini akan membantu penulis untuk mengaitkan antara isi

    yang ada di dalam kitab Taisirul Khalaq dengan situasi dunia nyata

    dan mendorong penulis untuk membuat hubungan antara isi yang ada

    dalam kitab Taisirul Khalaq dengan penerapannya dalam kehidupan

    kekinian.

    F. Kajian Pustaka

    Dalam skripsi ini penulis mengambil beberapa contoh skripsi peneliti

    terdahulu yang hampir sama dengan judul yang penulis ambil guna menambah

    referensi, diantaranya adalah sebagai berikut:

    1. Skripsi Anisa Nandya (2013), Jurusan Tarbiyah Program Studi

    Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga yang berjudul “Etika Murid

    Terhadap Guru”. Analisis Kitab Ta’lim Muta’alim karangan Syaikh Az-

  • 14

    Zarnuji yang merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan

    datanya menggunakan konsep penelitian kepustakaan (Library Research).

    Dalam penelitian tersebut, diurai tentang etika murid terhadap guru yang

    terdapat dalam kitab Ta’lim Muta’alim yaitu: a). Hendaknya seorang

    murid tidak berjalan di depan seorang guru. b). Tidak duduk di

    tempatnya, kecuali dengan ijinnya. c). Tidak memulai bicara padanya

    kecuali dengan ijinnya. d). Hendaknya tidak berbicara di depan guru. e).

    Tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek atau bosan. f). Harus

    menjaga waktu. g). Jangan mengetuk pintunya, tetapi sebaliknya

    menunggu sampai beliau keluar.

    2. Skripsi Muhammad Solehan (2015), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

    Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam

    Negeri Salatiga yang berjudul: “Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq Dalam

    Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk Karya Ahmad Rifa’i Rif’an”.

    Penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan studi pustaka (library

    research), yaitu meneliti secara mendalam mengenai buku Tuhan, Maaf

    Kami Sedang Sibuk. Sumber data penelitian berasal dari sumber data

    primer dan sumber data sekunder. Adapun metode analisis ini

    menggunakan metode analisis induktif dan deduktif. Skripsi yang

    mengurai keseimbangan dalam hubungan vertikal (Hablumminallah)

    selaku hamba Allah, dan dalam hubungan horisontal (Hablumminannas)

  • 15

    selaku makhluk individu dan makhluk sosial untuk mencapai derajat

    takwa.

    3. Skripsi Nurhidayah (2015), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

    Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga

    yang berjudul: “Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel 99 Cahaya di

    Langit Eropa” (Telaah Kajian Dari Aspek Unsur-Unsur Pendidikan).

    Penelitian yang merupakan jenis penelitian kepustakaan (Library

    Research), dalam penelitian tersebut menyimpulkan beberapa nilai

    pendidikan Islam yang terkandung dalam novel 99 Cahaya di Langit

    Eropa.

    G. Sistematika Penulisan

    Untuk mendapatkan pemahaman secara menyeluruh, maka perlu

    sebuah sistematika yang runtut dalam penulisan dari satu bab ke bab

    selanjutnya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

    Bab I : Berisi latar belakang masalah serta alasan-alasan logis

    mengapa penulis mengambil judul tersebut kemudian melakukan penelitian.

    Kemudian fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat dari penelitian itu,

    metode yang dilakukan dalam penelitian, juga sistematika penulisan hasil

    laporan.

  • 16

    Bab II : Landasan teori meliputi pengertian akhlaq, pendidik dan

    peserta didik serta pengertian akhlaq pendidik dan peserta didik dalam kitab

    Taisirul Khalaq karya Syaikh Hafidz Hasan Al-Mas’udi

    Bab III : Pada bab ini akan dijelaskan tentang biografi intelektual

    tokoh Syaikh Hafidz Hasan Al-Mas’udi, beberapa karyanya serta deskripsi

    kandungan dari kitab kitab Taisirul Khalaq

    Bab IV : Analisis data yang di paparkan meliputi akhlaq pendidik dan

    akhlaq peserta didik yang ada di dalam kitab Taisirul Khalaq serta

    relevansinya dengan dunia pendidikan saat ini dan tujuan pendidikan

    Bab V : Penutup yang berisikan kesimpulan dari teori pendidikan

    akhlaq meliputi akhlaq pendidik dan akhlaq peserta didik dan saran dan saran.

  • 17

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Akhlaq

    1. Pengertian

    Istilah akhlaq adalah istilah bahasa Arab. Kata akhlaq merupakan kata

    jamak dari bentuk tunggal khuluq, yang pengertian umumnya: perilaku, baik

    itu perilaku terpuji maupun tercela. Kata akhlaq, jika diurai secara bahasa

    berasal dari rangkaian huruf-huruf kha-la-qa, jika digabung (khalaqa) berarti

    menciptakan. Ini mengingatkan kita pada kata Al-Khaliq yaitu Allah SWT

    dan kata makhluk, yaitu seluruh alam yang Allah ciptakan. Maka kata akhlaq

    tidak bisa dipisahkan dengan Al-Khaliq (Allah) dan makhluk (baca: hamba).

    Akhlaq berarti sebuah perilaku yang muatannya “menghubungkan” antara

    hamba dengan Allah SWT., sang Khaliq (Ahmadi, 2004:13).

    Akhlaq hampir sama pengertiannya dengan etika dan moral, ada pun

    kata lain yang selalu didekatkan pemaknaannya adalah susila, kesusilaan, tata

    susila, budi pekerti, kesopanan, adab, perangai, perilaku dan kelakuan.

    Ibn Miskawaih dalam etika profesi guru karya Ridwan Effendi

    mengartikan akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang

    mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan

    pertimbangan. Juga dengan Al-Ghazali yang mengartikan akhlaq adalah sifat

  • 18

    yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan

    dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan

    atau tanpa dihitung risikonya (Effendi, 2014: 18).

    Akhlaq secara etimologi istilah yang diambil dari bahasa Arab dalam

    bentuk jamak. Al-Khulq merupakan bentuk mufrod (tunggal) dari akhlaq yang

    memiliki arti kebiasaan, perangai, tabiat, budi pekerti. Tingkah laku yang

    telah menjadi kebiasaan dan timbul dari manusia dengan sengaja. Kata akhlaq

    dalam pengertian ini disebutkan dalam Al-Qur’an dalam bentuk tunggal. Kata

    khulq dalam firman Allah SWT merupakan pemberian kepada Muhammad

    sebagai bentuk pengangkatan menjadi Rasul Allah. Sebagaimana diterangkan

    dalam Qur’an surat Al-Qalam ayat 4:

    Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang

    agung.”

    Maka dengan berbagai pengertian tersebut di atas bisa dijadikan

    rujukan bahwa ilmu akhlaq menurut Syaikh Hafidz Hasan al-Mas’udi ialah

    ilmu yang membahas seputar ajaran batiniah yang berkaitan dengan tingkah

    laku yang berpuncak pada kemuliaan dan ketakwaan seseorang.

    2. Sumber Pendidikan Akhlaq

    Yang dimaksud sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik-

    buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam. Sumber

  • 19

    akhlaq adalah Al-Qur’an dan al-Hadits, buka akal pikiran atau pandangan

    masyarakat. Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu dinilai baik-buruk, terpuji-

    tercela, semata-mata karena syara’ (Al-Qur’an dan Sunnah) menilainya

    demikian.

    Bagaimana dengan peran hati nurani, akal dan pandangan masyarakat

    dalam menentukan baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah

    SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui ke-Esaan-Nya sebagaimana dalam

    firman Allah:

    Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama

    (Allah); (tetapkanlah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia

    menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) Agama

    yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. ar-Ruum

    : 30)

    Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan

    baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan

    lingkungan. Fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi

    melihat kebenaran.

    Demikian juga dengan akal pikiran, ia hanyalah salah satu kekuatan

    yang dimiliki oleh manusia untuk mencari kebaikan-keburukan.

    Keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut

  • 20

    kemampuan pengetahuannya, oleh karena itu keputusan yang diberikan akal

    hanya bersifat spekulatif dan subjektif.

    Bagaimana dengan pandangan masyarakat? Pandangan masyarakat

    juga dapat dijadikan sebagai salah satu ukuran baik-buruk. Tetapi sangat

    relatif, tergantung sejauh mana kesucian hati nurani masyarakat dan

    kebersihan pikiran mereka dapat terjaga, masyarakat yang hati nuraninya telah

    tertutup dan akal pikiran mereka sudah kotor oleh sikap dan tingkah laku yang

    tidak terpuji tentu tidak bisa dijadikan sebagai ukuran. Hanya kebiasaan

    masyarakat yang baiklah yang dapat dijadikan sebagai ukuran (Ilyas, 2004:5).

    Akhlaq merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam. Al-

    Qur’an dan al-Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam menjelaskan kriteria

    baik dan buruknya suatu perbuatan. Al-Qur’an sebagai dasar akhlaq

    menjelaskan tentang kebaikan Rosulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh

    umat manusia. Maka selaku umat Islam sebagai penganut Rosulullah SAW

    sebagai teladan bagi seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT

    dalam Q.S. Al-Ahzab/ 33:21 :

    Artinya: ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosulullah itu suri

    tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)

    Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

    (Q.S. Al-Ahzab/ 33:21)

  • 21

    Sedangkan hadits yang sangat populer menyebut akhlaq adalah hadits

    riwayat Malik:

    )رواه احمد( . قل خ ال ح ال ص م م ت ل ت ث ع ا ب م ن ا

    Artinya: ”Bahwasannya aku (Muhammad) diutus menjadi Rasul tal lain

    adalah untuk menyempurnakan akhlaq mulia” (H.R. Ahmad) (Drajat,

    2002: 18-19).

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber akhlaq adalah Al-

    Qur’an dan Sunnah. Untuk menentukan ukuran baik-buruknya atau mulia-

    tercela haruslah dikembalikan kepada penilaian syara’. Semua keputusan

    syara’ tidak dapat dipengaruhi oleh apapun dan tidak akan bertentangan

    dengan hati nurani manusia karena keduanya berasal dari sumber yang sama

    yaitu Allah SWT.

    3. Tujuan Pendidikan Akhlaq

    Hubungan akhlaq dengan pendidikan sangatlah erat. Tujuan

    pendidikan dalam pandangan Islam adalah berhubungan dengan kualitas

    manusia yang berakhlaq. Ahmad D. Marimba misalnya mengatakan bahwa

    tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yaitu

    menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi kepercayaan dan

    penyerahan diri kepada-Nya.

    Sementara itu Mohd. Athiyah al-Abrasyi mengatakan bahwa

    pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam telah

    menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan aklak adalah jiwa

  • 22

    pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlaq yang sempurna adalah tujuan

    sebenarnya dari pendidikan. Selanjutnya al-Attas mengatakan bahwa tujuan

    pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Kemudian Abdul Fatah Jalal

    mengatakan bahwa tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia

    sebagai hamba Allah (Mawardi, 2002:82).

    Maka dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan akhlaq ialah

    membentuk pribadi yang baik sehingga terwujud menjadi manusia yang

    bertakwa kepada Allah SWT.

    4. Kedudukan dan Keistimewaan Akhlaq Dalam Islam

    Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlaq menempati kedudukan yang

    istimewa dan sangat penting. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa poin

    berikut:

    a. Rasulullah SAW. menempatkan penyempurnaan akhlaq yang

    mulia sebagai misi pokok Risalah Islam. Beliau bersabda:

    ع ا ب م ٍان ا ت ث ل م ا ر ك م م م ت ل خ

    ق )رواه البهقق(الا

    Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan

    akhlaq yang mulia.” (HR. Baihaqi)

    b. Akhlaq amalan yang paling berat timbangannya

    Banyak amalan yang dilakukan orang beriman dalam

    rangka bermunajat kepada Allah SWT, ia shalat wajib lima waktu.

  • 23

    Kurang puas dengan amalan wajib maka shalat sunah pun

    diamalkan, seperti rawatib dan qiyamullail. Untuk mendekatkan

    hatinya dengan Al-Qur’an seorang mukmin membacanya secara

    tartil sembari merenungkan artinya.

    Guna mengurangi rasa bakhilnya sekaligus

    meringankan beban maka seorang mukmin bersedekah dengan

    hartanya. Untuk mendapatkan pahala yang melimpah sekaligus

    mendidik jiwanya agar tidak serakah, ia menjalankan ibadah

    puasa. Demikianlah banyak amalan ibadah dilakukan manusia

    beriman, baik yang telah ditentukan caranya hingga yang tidak

    ditentukan, seperti dzikir dan doa.

    Namun perlu kiranya diketahui bahwa salah satu amal

    manusia yang paling mulia dihadapan Allah SWT dan paling berat

    timbangannya adalah akhlaq. Dan akhlaq ini pulalah salah satu

    perilaku yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW.

    c. Rasulullah SAW menjadikan baik buruknya akhlaq seseorang

    sebagai ukuran kualitas imannya.

    Hal ini bisa diperhatikan pada hadits berikut:

    م أ ن ن م لوال م ل ك م ه س ا أ انا ٍاه ا )رواه الترمذى(قا ل م خ ق ن ح

    “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang

    paling baik akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi)

    d. Akhlaq adalah tujuan akhir diturunkannya Islam

  • 24

    Sesungguhnya tujuan Islam diturunkan adalah untuk

    menciptakan perilaku manusia yang terpuji, bukan sekedar untuk

    menjadi ahli ibadah yang tidak mengenal kehidupan sosial di

    sekitarnya. Allah SWT memuji Rasulullah SAW karena beliau

    berhasil menampilkan perilaku yang terpuji dalam membimbing

    umatnya, selain tekun dalam menjalankan ibadah kepada-Nya.

    Allah SWT. Berfirman:

    Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti

    yang agung.” (AL-Qalam: 4)

    Bahkan Al-Qur’an menyebutkan sejumlah perilaku akhlaq

    untuk menunjukkan karakter orang-orang yang bertakwa.

    Misalnya firman Allah SWT:

  • 25

    Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi

    yang disediakan untuk ornag-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-

    orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang

    maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan

    memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang

    berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila

    mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka

    ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa

    mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain

    daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya

    itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah

    ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya

    mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan

    itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (Ali

    Imran: 133-136) (Ahmadi, 2004:40).

    e. Di dalam AL-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan

    dengan akhlaq, baik berupa perintah untuk berakhlaq yang baik

    serta pujian dan pahala yang diberikan kepada orang-orang yang

    mematuhi perintah itu, maupun larangan berakhlaq yang buruk

    serta celaan dan dosa bagi orang-orang yang melanggarnya. Tidak

    diragukan lagi bahwa banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an tentang

    akhlaq ini mebuktikan betapa pentingnya kedudukan akhlaq di

    dalam Islam (Ilyas, 1999: 11).

  • 26

    5. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlaq

    Mustafa Zuhri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlaq itu, ialah

    untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah

    sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur

    cahaya Tuhan.

    Keterangan tersebut memberi petunjuk bahwa Ilmu Akhlaq berfungsi

    memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan

    suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut

    termasuk perbuatan yang baik atau yang buruk.

    Selanjutnya karena Ilmu Akhlaq menentukan kriteria perbuatan yang

    baik dan yang buruk, serta perbuatan apa saja yang termasuk perbuatan yang

    baik dan yang buruk itu, maka seseorang yang mempelajari ilmu ini akan

    memiliki pengetahuan tentang kriteria perbuatan yang baik dan yang buruk

    itu, dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan yang baik dan

    perbuatan yang buruk.

    Selain itu Ilmu Akhlaq juga akan berguna secara efektif dalam upaya

    membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. Diketahui

    bahwa manusia memiliki jasmani dan rohani. Jasmani dibersihkan secara

    lahiriah melalui fikih, sedangkan rohani dibersihkan secara batiniah melalui

    akhlaq (Nata, 2003: 14-15).

  • 27

    B. Pendidik

    1. Pengertian Pendidik

    Dalam Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

    (pasal 1 ayat 1) disebutkan bahwa: “Guru adalah pendidik profesional dengan

    tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

    menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur

    pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

    Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab

    terhadap perkembangan anak didik. Sama dengan teori pendidikan Barat,

    tugas pendidik dalam pandangan Islam secara umum ialah mendidik, yaitu

    mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi

    psikomotor, kognitif maupun potensi afektif (Tafsir, 2008:74).

    Secara lebih luas guru berarti orang yang bekerja dalam bidang

    pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu

    anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.

    Adapun pengertian guru secara terminologi memiliki banyak arti.

    Menurut pandangan beberapa pakar pendidikan adalah sebagai berikut:

    1. Poerwadarminta

    Guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Dengan definisi ini,

    guru disamakan dengan pengajar.

  • 28

    2. Zakiyah Daradjat

    Guru adalah pendidik professional karena guru telah menerima dan

    memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak-anak.

    Dalam hal ini, orang tua harus tetap sebagai pendidik yang pertama

    dan utama bagi anak-anaknya. Sedangkan guru adalah tenaga

    professional yang membantu orang tua untuk mendidik anak-anak

    pada jenjang pendidikan sekolah (Suparlan, 2005:13).

    Menurut Al-Ghazali (1991:50) istilah pendidik dengan berbagai kata

    seperti al-Muallimin (guru), al-Mudarris (pengajar), al-Muaddib (pendidik)

    dan al-Walid (orang tua). Dalam kitab “Ihya ‘Ulumuddin” ia menyebutkan:

    “Apabila ilmu pengetahuan itu lebih utama dalam segala hal, maka

    mempelajarinya adalah mencari yang lebih mulia itu. Maka mengajarkannya

    adalah memberikan faedah bagi keutamaan itu.”

    Jadi, mengajar dan mendidik adalah sangat mulia, karena secara naluri

    orang yang berilmu itu dimuliakan dan dihormati oleh orang. Dan ilmu

    pengetahuan itu sendiri adalah mulia, maka mengajarkannya adalah

    memberikan kemuliaan.

    2. Kompetensi Pendidik

    Yasin (2008:85), seorang pendidik atau ustadz memiliki tugas dan

    kompetensi yang melekat pada dirinya antara lain:

  • 29

    a. Sebagai Mu’allim, artinya bahwa seorang pendidik itu adalah

    orang yang berilmu (memiliki ilmu) pengetahuan luas, dan

    mampu menjelaskan, mengajarkan, mentransfer ilmu tersebut

    kepada peserta didik, sehingga peserta didik bisa

    mengamalkannya dalam kehidupan.

    b. Sebagai Mu’addib, artinya apabila Mu’addib sebagai isim fa’il

    dari kata “addaba-yuaddibu-ta’diiban” yang berarti

    mendisiplinkan atau menanamkan sopan santun. Maka seorang

    mu’addib adalah seseorang yang memiliki kedisiplinan kerja yang

    dilandasi dengan etika, moral dan sikap yang santun, serta mampu

    menanamkannya kepada peserta didik melalui contoh untuk ditiru

    oleh peserta didik.

    c. Sebagai Mudarris, artinya orang yang memiliki tingkat kecerdasan

    intelektual lebih, dan berusaha membantu menghilangkan

    menghapus kebodohan atau ketidaktahuan peserta didik dengan

    cara melatih intelektualnya melalui proses pembelajaran sehingga

    peserta didik memiliki kecerdasan intelektual dan keterampilan.

    d. Sebagai mursyid, artinya orang yang memiliki kedalaman spiritual

    atau memiliki tingkat penghayatan yang mendalam terhadap nilai-

    nilai keAgamaan, memiliki ketaatan dalam menjalankan ibadah,

    serta berakhlaq mulia. Kemudian berusaha untuk memengaruhi

  • 30

    peserta didik agar mengikuti jejak kepribadiannya melalui

    kegiatan pendidikan.

    3. Syarat Pendidik

    Ahmad Tafsir (2004) mengutip pendapat Soejono menyebutkan bahwa

    syarat guru dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

    a. Tentang umur, harus sudah dewasa

    b. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani

    c. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli

    d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi

    Selanjutnya dalam buku Ilmu Pendidikan Islam (1982) diuraikan

    sebagai berikut:

    1) Takwa kepada Allah sebagai syarat jadi guru

    Sesuai dengan tujuan pendidikan Islam tidak mungkin

    mendidik anak agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak

    bertakwa kepada Nya. Sebab ia adalah teladan bagi muridnya

    sebagaimana Rasulullah memberi teladan bagi umatnya. Sejauh

    mana seorang guru mampu memberi teladan baik kepada murid-

    muridnya sejauh itu pulalah ia diperkirakan akan berhasil

    mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik

    dan mulia.

  • 31

    Maka dengan kata lain hendaklah seorang guru atau pendidik

    itu bertakwa kepada Allah dan seorang guru tak perlu

    mengajarkan takwa itu sendiri pada peserta didiknya, karena

    dengan menjadi pribadi yang bertakwa dan mulia maka peserta

    didik akan segan dan selalu menghormati guru.

    2) Berilmu sebagai syarat menjadi guru

    Ijazah bukanlah semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti

    bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan

    kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan.

    Pada masa ketika Syaikh Hafidz Hasan Al-Mas’udi

    menuliskan kitab Taisirul Kholaq tentulah belum ada aturan

    bahwa seorang guru harus memiliki ijazah sekolah tinggi. Namun

    pada dasarnya seorang pendidik tentulah harus benar-benar orang

    yang berilmu sebagaimana dalam kitabnya dijelaskan: “Seorang

    guru adalah pemberi petunjuk bagi seorang murid tentang

    berbagai ilmu pengetahuan.” (Hafidz, tt:3) Maka dari situlah

    tentunya seorang guru haruslah berpengetahuan tinggi.

    Dan pada masa kini seorang guru harus mempunyai ijazah

    supaya ia dibolehkan mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat,

    misalnya jumlah murid sangat meningkat, sedang jumlah guru

    jauh daripada mencukupi, maka terpaksa menyimpang untuk

  • 32

    sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. Tetapi

    dalam keadaan normal ada patokan bahwa makin tinggi

    pendidikan guru makin baik mutu pendidikan dan pada gilirannya

    makin tinggi pula derajat masyarakat.

    3) Berkelakuan baik sebagai syarat menjadi guru

    Budi pekerti guru maha penting dalam pendidikan watak

    murid. Guru harus menjadi suri teladan, karena anak-anak bersifat

    suka meniru. Diantara tujuan pendidikan ialah membentuk akhlaq

    baik pada anak dan ini hanya mungkin jika guru itu berakhlaq baik

    pula. Guru yang tidak berakhlaq baik tidak mungkin dipercayakan

    pekerjaan mendidik.

    4. Kedudukan Pendidik Dalam Islam

    Dalam kitab-kitab hadis kita menemukan banyak sekali hadis yang

    mengajarkan betapa tinggi kedudukan orang berpengetahuan. Biasanya

    dihubungkan pula dengan mulianya menuntut ilmu. Sebenarnya tingginya

    kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri.

    Islam memuliakan pengetahuan, pengetahuan itu didapat dari belajar dan

    mengajar, yang belajar adalah calon guru dan yang mengajar adalah guru.

    Maka, Islam pasti memuliakan guru.

  • 33

    Tingginya kedudukan guru dalam Islam masih dapat disaksikan secara

    nyata pada zaman sekarang. Itu dapat kita lihat terutama di pesantren-

    pesantren di Indonesia. Santri bahkan tidak berani menantang sinar mata

    kiainya, sebagian lagi membungkukkan badan tatkala menghadap kiainya

    (Tafsir, 1994:7).

    Pendidik adalah bapak rohani (Spiritual Father) bagi anak didik yang

    memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlaq mulia, dan

    meluruskannya. Oleh karena itu, pendidik mempunyai kedudukan tinggi

    sebagaimana yang dilukiskan dalam hadits Nabi SAW. Bahwa “Tinta seorang

    ilmuwan (ulama’) lebih berharga ketimbang darah para syuhada”. bahkan

    Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul (Mujib,

    1993: 168).

    5. Peserta Didik

    Salah satu dimensi penting dalam sistem pendidikan adalah peserta

    didik. Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan subjek dan objek

    yang aktif. Dikatakan subjek karena mereka berperan sebagai pelaku utama

    dalam proses belajar dan pembelajaran. Sedangkan dikatakan sebagai objek

    karena mereka sebagai sasaran didik untuk ditumbuh kembangkan oleh

    pendidik. Jika peserta didik dijadikan sasaran, maka mereka harus berperan

  • 34

    sebagai subyek yang aktif dalam belajar dengan difasilitasi oleh sumber

    belajar, termasuk di dalamnya adalah pendidik (Yasin, 2008:94).

    Istilah peserta didik jika dimaknai sebagai orang (anak) yang sedang

    mengikuti proses kegiatan pendidikan atau proses belajar-mengajar untuk

    menumbuh-kembangkan potensinya. Maka Yasin (2008:101), dalam literatur

    bahasa Arab yang sering digunakan oleh para tokoh pendidikan Islam, antara

    lain ditemukan dengan nama sebagai berikut:

    1. Mutarabby, mengandung makna sebagai orang (peserta didik) yang

    sedang dijadikan sebagai sasaran untuk dididik dalam arti diciptakan,

    dipelihara, diatur, diurus, diperbaiki, diperbaharui melalui kegiatan

    pendidikan yang dilakukan secara bersama-sama dengan murabby

    (pendidik).

    2. Muta’alim, mengandng makna sebagai orang yang sedang belajar

    menerima atau mempelajari ilmu dari seorang mu’alim (pengajar ilmu)

    melalui proses belajar-mengajar.

    3. Muta’addib, adalah orang yang sedang belajar meniru, mencontoh sikap

    dan perilaku yang sopan dan santun melalui kegiatan pendidikan dari

    seorang mu’addib, sehingga terbangun dalam dirinya tersebut sebagai

    orang yang berperadaban.

  • 35

    4. Daaris, adalah orang yang sedang berusaha belajar melatih intelektualnya

    melalui roses pembelajaran sehingga memiliki entelektual dan

    keterampilan. Pelatihan intelektual tersebut dibina oleh seorang mudarris.

    5. Murrid, adalah orang yang sedang berusaha belajar untuk mendalami ilmu

    Agama dari seorang mursyid melalui kegiatan pendidikan, sehingga

    memiliki pengetahuan, pemahaman dan penghayatan spiritual yang

    mendalam terhadap nilai-nilai keAgamaan, memiliki ketaatan dalam

    menjalankan ibadah, serta berakhlaq mulia.

    Dari hasil beberapa pemaparan diatas mengenai pengertian akhlaq,

    pendidik dan peserta didik, maka diperoleh pengertian sebagai berikut: Bahwa

    pengertian akhlaq pendidik dan peserta didik ialah tingkah laku yang

    seharusnya dimiliki oleh pendidik maupun peserta didik yang mana nantinya

    tingkah laku tersebut akhirnya menentukan nilai dari masing-masing individu.

    Jadi ketika pendidik atau peserta didik berperilaku sesuai akhlaq yang

    sebagaimana mestinya, maka derajatnya semakin naik disisi Tuhan maupun

    disisi manusia.

  • 36

    BAB III

    BIOGRAFI HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI

    A. Sejarah Hafidz Hasan Al-mas’udi

    Abul Hasan Ali ibn Husain al-Mas’udi dilahirkan di Baghdad sebelum

    akhir abad ke sembilan. Dia adalah keturunan Abdullah ibn Mas’udi, sahabat

    Nabi yang dihormati. Dia seorang Arab Mu’tazilah yang menghabiskan sepuluh

    tahun terakhir hidupnya di Syria dan Mesir, yang akhirnya meninggal di Kairo

    pada tahun 957 M. Mas’udi juga penulis dan penjelajah dunia Timur. Dia masih

    muda ketika berkelana melintasi Persia dan tinggal di Istakhar selama kurang

    lebih setahun pada 915 M. Dari Baghdad ia pergi ke India (916 M), mengunjungi

    kota-kota Multan, Mansuro. Kembali ke Persia setelah mengunjungi Kerman

    (Jamil, 1994:418).

    Setelah menyelesaikan pendidikan formalnya, Al-Mas’udi meninggalkan

    kota asalnya, Baghdad. Usianya masih diawal dua puluhan ketika melakukan

    perjalanan jauh demi mengejar pengetahuan. Meskipun mengunjungi dan belajar

    di semua pusat pendidikan terkemuka di Irak dan Negara-negara tetangga Arab

    lainnya, rasa hausnya terhadap pengetahuan tetap tidak terpuaskan.

    Meskipun melakukan perjalanan mengelilingi dunia Arab, Al-Mas’udi

    tidak melakukannya demi melancong semata. Faktanya, perjalanannya

    dimotivasi oleh sebuah tujuan yang lebih tinggi. Kemanapun pergi, dia

  • 37

    mengamati susunan geografis dan demografis tempat tersebut dengan cermat.

    Dia membuat banyak catatan mengenai penduduk setempat, kebudayaan, tradisi-

    tradisi, dan kebiasaan-kebiasaan mereka (Khan, 2012: 457).

    Al-Mas’udi dikenal sebagai sejarawan dan ahli geografi Arab. Ia

    mengembara dari satu Negara ke Negara lain mulai Persia, Istakhr, Multan,

    Manura, Ceylon, Madagaskar, Oman, Caspia, Tiberias, Damaskus, Mesir dan

    berakhir di Suriah. Dalam pengembaraannya ia mempelajari ajaran Kristen dan

    Yahudi serta sejarah Negara-negara Barat dan Timur (Wahyu, 2008:207).

    Manakala perjalanan dari satu kota ke kota lain masih dianggap hal yang

    berbahaya, Al-Mas’udi menjadi salah satu pelancong paling produktif dalam

    sejarah. Tiga abad sebelum Marco Polo dan Ibnu Batuttah dilahirkan, dia

    berkelana sendirian melintasi banyak bagian dunia. Dari kampung halamannya di

    Baghdad, dia berangkat melintasi Persia dan mencapai India saat dia masih

    berusia dua puluhan tahun.

    Dari India, Al-Mas’udi meneruskan perjalanannya ke Ceylon (sekarang

    Srilanka) dan seterusnya mengarungi Samudera Hindia,hingga mencapai

    Zanzibar dan Madagaskar. Setelah menetap sebentar di Madagaskar, dia pergi

    menuju daerah yang kini disebut sebagai Oman, via Basrah. Kemudian dia

    berlayar di sepanjang pesisir Laut Kaspia, serta mengunjungi sejumlah wilayah

    Asia Tengah, Suriah, dan Palestina sebelum akhirnya pulang ke Baghdad.

  • 38

    Karena ingin belajar lebih lanjut, Al-Mas’udi bepergian ke Timur Tengah

    dan Asia dalam rangka mengejar pengetahuan. Dalam prosesnya, dia menjadi

    perintis penjelajah budaya dan ahli geografi yang hebat. Dia tidak hanya

    mengamati semua tempat yang dikunjunginya dengan seksama, tetapi yang

    paling penting juga mencatat pandangan-pandangan dan pendapat-pendapatnya

    mengenai semua tempat ini dalam bentuk sebuah buku, yang masih ada sampai

    saat ini (Khan, 2012: 457-458).

    Menurut Husayn (2003:132-133), al-Mas’udi termasuk pembaharu dalam

    model tulisan sejarah sekaligus model tulisan geografi. Dalam bidang sejarah, dia

    mengubah tulisan kronologis per tahun yang dilakukan oleh pendahulunya, al-

    Thabari. Dia tidak menuliskan sejarah dari tahun per tahun, tetapi dalam model

    tulisan satu kisah bersambung, yang memiliki kelebihan dari segi sastranya. Dia

    tidak memerlukan rangkaian mata rantai sumber sejarah yang ditilisnya.

    Dalam tulisannya, al-Mas’udi jarang mencantumkan sumber-sumber atau

    rujukan sejarahnya. Dia seperti halnya al-Ya’qubi melakukan pengecekan

    penulisan sejarah dari sudut tinjauan Agama, dan menjadikannya sebagai ilmu

    yang berdiri sendiri. Kalau sebelumnya al-Thabari mencurahkan perhatian

    kepada sejarah bangsa Arab dan bangsa Persia kuno, al-Mas’udi memperluasnya

    dengan menambahkan kajian sejarah Iran, sejarah Yunani, sejarah Romawi,

    sejarah Byzantium, bahkan sejarah gereja Kristen.

  • 39

    Dalam geografi, al-Mas’udi juga menempati barisan kedelapan, tanpa ada

    tandingannya pada abad kesepuluh Miladi. Karena, dia beralih dari tradisi

    penulisan geografi yang hanya diigunakan untuk kepentingan aturan pos dan

    perhubungan, serta penarikan pajak. Dia menulis geografi seperti halnya bangsa

    Yunani, yang memasukkan peta laut, sungai, bangsa Arab, Kurdi, Turki, dan

    Bulgaria, serta perpindahan India dan Negro, serta pengaruh iklim terhadap

    akhlaq dan adat istiadat suatu bangsa.

    Bahkan, al-Mas’udi juga menulis dan berbicara tentang pemikiran

    mengenai penyatuan berbagai bangsa yang telah maju, beberapa abad sebelum

    pemikiran seperti ini muncul dan berkembang menjadi teori ilmiah dan Eropa.

    Di Barat, Al-Mas’udi terkenal dengan nama Herodotus. Beliau dikenal

    sebagai Bapak Sejarah, karena telah menulis suatu kumpulan cerita mengenai

    berbagai tempat dan orang yang beliau kumpulkan sepanjang perjalanannya.

    Beliau menulis catatan perjalannya ke berbagai tempat.

    Al-Mas’udi tidak hanya mampu menggabungkan geografi ilmiah dengan

    sejarah. Namun, beliau juga menulis peristiwa-peristiwa sejarah yang beliau

    saksikan dengan kritis. Beliau merupakan sejarawan pertama yang mengawali

    perubahan dalam seni menulis sejarah. Selain itu, beliau juga tercatat sebagai

    sejarawan yang memperkenalkan elemen-elemen analisis, refleksi, dan kritik

    dalam penulisan sejarah.

  • 40

    Beberapa kontribusi Al-Mas’udi dalam bidang ilmu geografi: Al-Mas’udi

    merupakan ilmuwan Arab yang ahli dalam bidang pelayaran. Sebagai seorang

    pelayar beliau memberikan beberapa kontribusi dalam bidang astronomi,

    geografi dan sejarah. Menurut seorang ahli sejarah Barat, G. Sarton, kitab al-

    Masu’di yang berjudul Murujudz Dzahab disusun khusus untuk membicarakan

    aspek geografi. Sehingga kitab tersebut justru dianggap sebagai ensiklopedia

    geografi. Pada tahun yang sama, beliau mencoba menggabungkan disiplin ilmu

    geografi dengan ilmu sejarah untuk menjadikan kajiannya lebih menarik. Dalam

    menggabungkan beberapa disiplin ilmu ini, beliau telah memberikan gambaran

    tentang gempa bumi, perairan laut mati dan tajuk-tajuk geologi yang lain. Beliau

    juga merupakan ilmuwan yang pertama kali menyebutkan tentang kincir angin di

    Sijistan, yang bisa jadi merupakan penemuan baru dikalangan umat Islam.

    Berkat ketekunan beliau dalam melakukan pengamatan dan penyelidikan

    semasa pelayaran menyebabkan beliau memiliki kemahiran serta pengalaman

    penting yang memberika kontribusi dalam bidang pelayaran. Beliau telah

    membuat catatan peristiwa pelayarannya yang amat berguna bagi ilmu pelayaran.

    Al-mas’udi mampu memberikan penyelesaian masalah yang timbul di kalangan

    pelaut dan ahli pelayaran yang keliru tentang nama-nama sungai yang mereka

    lalui sewaktu melakukan pelayaran. Beliau memberikan gambaran yang jelas

    mengenai lautan dan jalur dari teluk Parsi ke Laut Cina. Sungai pertama yang

    disebut adalah Bahr al-Fars atau Khasybah al-Basrah.

  • 41

    Beliau juga mampu mengatasi belenggu pemikiran masyarakat Arab yang

    mengira bahwa setiap laut saling terpisah. Beliau memberikan penjelasan bahwa

    semua laut merupakan suatu kumpulan air besar yang bersambung. Beliau

    menyatakan bahwa Laut Hindi, Laut Cina, Laut Parsi, Laut Rom dan Laut Syria

    saling bersambung.

    Selain seorang penjelajah perintis, ahli geologi berbakat, dan ahli geografi

    yang luar biasa, al-Mas’udi juga seorang sejarawan caliber tertinggi. Selain Al-

    Baladzuri, Al-Tabari, Al-Isfahani, Ibnu Al-Atsir, dan Ibnu Khaldun, dia kini

    dianggap sebagai salah satu sejarawan terbesar dalam dunia Islam. Terinspirasi

    oleh Rasulullah Saw., umat Islam awal memelihara sebanyak mungkin informasi

    mengenai kehidupan dan masa-masa Rasulullah Saw (sirah), para sahabatnya,

    dan para penerus mereka (tabi’un) demi kepentingan generasi mendatang. Al-

    Mas’udi mengikuti jejak mereka dengan menjadi seorang penulis dan sejarawan

    yang produktif.

    Dia sangat arif tentang tingginya nilai pengetahuan geografi pada

    zamannya. Khususnya buku yang dia tulis, yang berjudul al-Tanbih wa al-Isyraf.

    Adapun buku Muruj al-Dzahab, merupakan buku yang memuat bentuk

    kehidupan sosial dan budayanya, pada zaman kekhalifahan Islam yang sangat

    baik (Husayn, 2003:133).

  • 42

    B. Karya-karya Hafidz Hasan al-Mas’udi

    Syaikh Hafidz Hasan al-Mas’udi merupakam ulama yang ahli dalam

    berbagai bidang ilmu, seperti geografi, pelayaran, sampai dalam bidang ilmu

    keAgamaan. Diantara karya-karyanya dalam bidang akhlaq adalah kitab Taisirul

    Kholaq, dalam ilmu hadis beliau berhasil menulis sebuah kitab yang berjudul

    Minhah al-Mugis, sedangkan kitab Akhbar az-Zaman dan al-Ausat adalah

    karyanya dalam bidang sejarah.

    Kitab Akhbar az-Zaman termasuk salah satu karya Al-Mas’udi yang

    terdiri dari 30 jilid. Buku tersebut berisi uraian sejarah dunia. Kitabul Ausat yang

    berisi kronologi sejarah umum. Tahun 947 M, kedua karya tersebut digabungkan

    menjadi satu dalam sebuah buku yang berjudul Muruj adz-Dzahah wa Ma’adin

    atau Meadows of Gold and Mines of Precious Stones (Padang Rumput Emas dan

    Tambang Batu Mulia). Tahun 956 M, karya tersebut direvisi kembali dan

    diberikan sejumlah tambahan oleh penulisnya (Abdurrahman, 2013:239).

    Muruj adz-Dzahah wa Ma’adin (Padang Rumput Emas dan Tambang

    Batu Mulia) yang ditulis pada 943, merupakan himpunan kisah perjalanan dan

    pembelajarannya. Ia menyentuh aspek sosial dan kesusasteraan sejarah,

    perbincangan mengenai Agama dan penerangan geografi. Dia juga menulis buku

    Tanbih Wal Isyraf yang berisi ringkasan koreksi terhadap tulisannya yang lain.

    Buku ini juga memaparkan garis besar pandangan filsafat Al-Mas’udi tentang

    alam dan sejumlah pemikiran evolusinya. Dikemudian hari, buku ini diedit oleh

  • 43

    M.J. de Geoje sebelum diterjemahkan dalam bahasa Prancis oleh Carra de Vaux

    tahun 1896 M (Ratna, 2014:70).

    C. Kandungan atau Isi Kitab Taisirul Kholaq

    Kitab Taisirul Kholaq merupakan kitab yang ringkas dari bagian ilmu

    akhlaq. Kitab yang disusun untuk para pelajar yang mendalami ilmu-ilmu

    Agama. Hafidz Hasan Al-Mas’udi menamakan kitabnya dengan judul “Taisirul

    Kholaq” berisikan akhlaq-akhlaq mulia yang dipaparkan secara ringkas dan

    mudah dipahami. Dibagi menjadi 31 bagian ini terlebih menjelaskan mengenai

    apa itu akhlaq. Al-Mas’udi menuliskan dalam kitabnya pengertian ilmu akhlaq

    yaitu: ilmu yang membahas perbaikan hati dan seluruh indra seseorang.

    Motivasinya adalah untuk menjalankan segala moral yang baik dan menjauhi

    segala perbuatan yang buruk. Dan hasilnya adalah perbaikan hati dan seluruh

    indra manusia di dunia dan mendapat tingkat tertinggi di akhirat (Hafidz, tt:3).

    Kemudian isinya akan dijelaskan secara singkat seperti demikian:

    1. Takwa

    Takwa adalah menjalankan semua perintah Allah swt. Dan

    menjauhi semua larangan-Nya yang rahasia maupun yang terang.

    Takwa tidak akan sempurna, kecuali jika seorang telah meninggalkan

    segala bentuk perbuatan dosa dan melakukan segala perbuatan yang

  • 44

    baik. Takwa adalah jalan menuju petunjuk bagi yang menjalankannya

    dan tali bagi yang berpegang teguh padanya.

    Adapun sebab-sebabnya ialah:

    Seseorang hendaknya mengerti bahwa dirinya adalah seorang

    hamba yang hina dan ia mempunyai Tuhan yang maha mulia.

    Hendaknya seseorang selalu mengingat kebaikan Allah dalam segala

    kondisinya. Hendaknya seorang selalu meyakini adanya kematian

    dan meyakini adanya surga dan neraka.

    Adapun hasil dari takwa ialah mencapai kebahagiaan dunia dan

    akhirat. Saat didunia kedudukannya mulia dan diakhirat ia akan

    masuk surga (Hafidz, tt:3-4).

    2. Tata Krama Seorang Guru

    Seorang guru adalah pemberi petunjuk bagi seorang murid

    tentang berbagai ilmu pengetahuan. Hendaknya ia mempunyai sifat

    yang terpuji. Maka hendaknya seorang guru itu bertakwa, rendah

    hati, ramah tamah, sabar, dan rendah diri. Seorang guru hendaknya

    mempunyai sifat kasih sayang dan lemah lembut kepada murid-

    muridnya, agar mereka bergairah menerima petunjuknya. Seorang

    guru hendaknya selalu menasehati dan mendidik muridnya dengan

    baik, janganlah ia membebani mereka segala sesuatu yang mereka

    belum mengerti (Hafidz, tt:4).

  • 45

    3. Tata Krama Seorang Murid

    Seorang murid harus bertata krama terhadap dirinya, gurunya

    dan saudara-saudaranya. Tata krama dengan diri sendiri diantaranya:

    Hendaknya dia tidak sombong, bersikap rendah hati, jujur, rendah

    diri dan tidak memandang yang diharamkan, jujur terhadap apa yang

    tidak diketahui.

    Cara bertata krama dengan gurunya diantaranya: yakin bahwa

    kebaikan gurunya lebih besar karena dia mendidik jiwanya, bersikap

    tunduk saat dihadapan gurunya, duduk dengan baik saat guru

    mengajar, tidak bergurau, tidak memuji kelebihan guru lain dan tidak

    malu bertanya tentang apa yang belum dimengerti.

    Cara bertata krama dengan saudara-saudaranya diantaranya:

    menghormati dan tidak menghina seorangpun dari mereka, tidak

    bersikap sombong, tidak meremehkan kawannya yang belum

    mengerti dan tidak bergembira saat guru marah pada kawannya yang

    belum mengerti (Hafidz, tt:5-6).

    4. Hak Asasi Ibu Bapak

    Ibu bapak adalah penyebab kelahiran seorang. Jika tidak karena

    perjuangan keduanya, maka seorang anak tidak akan tumbuh dengan

    baik. Jasa seorang ibu adalah mengandungnya selama sembilan bulan

    dan melahirkannya dalam keadaan sulit. Jasa seorang ayah adalah

  • 46

    usahanya sekuat tenaga untuk memberi kebaikan bagi pertumbuhan

    jasmani dan rohani anaknya.

    Hendaknya seorang anak tidak menentang perintah ibu

    bapaknya, kecuali diperintah untuk maksiat. Hendaknya duduk

    dihadapan keduanya sambil menundukkan kepala dan menutup

    pandangan matanya dari berbagai kekurangan keduanya. Tidak

    menyakiti ibu bapaknya apa lagi membantah. Tidak berjalan di depan

    keduanya, kecuali untuk mengabdi kepada keduanya. Hendaknya

    selalu memohonkan ampunan untuk ibu bapaknya (Hafidz, tt:6).

    5. Hak Asasi Kaum Kerabat

    Kaum kerabat ialah siapapun yang masih mempunyai hubungan

    silaturrahmi dengannya. Allah memerintahkan menyambung

    silaturrahmi dan melarang memutuskannya. Maka hendaklah seorang

    peduli kepada hak asasi kaum kerabatnya dan menjaganya baik-baik,

    tanpa menyakiti seorangpun diantara mereka dengan tutur kata

    maupun dengan perbuatannya.

    Hendaknya seorang bersikap rendah hati kepada kaum

    kerabatnya, bersabar terhadap keburukan mereka, walaupun mereka

    sudah melampaui batas terhadapnya. Hendaknya ia menanyakan

    ketidakhadiran salah seorang di antara mereka. Hendaknya ia

    menolong semampunya seorang dari kaum kerabatnya untuk

  • 47

    mencapai keinginannya dan menjauhkan mereka dari segala

    kejahatan serta selalu menjenguknya (Hafidz, tt: 7).

    6. Hak Asasi Tetangga

    Seorang tetangga adalah orang-orang yang berada di sebelah

    rumahnya sebanyak empat puluh rumah dari segala pejurunya.

    Tetangga mempunyai hak darimu, diantaranya: engkau memberi

    salam kepadanya. Engkau berbuat kebajikan kepadanya dan

    membalas kebajikannya jika telah berbuat kebajikan pada kamu.

    Hendaknya engkau mengembalikan hak-hak keuangannya

    kepadanya. Handaknya mengunjungi jika ia sakit.

    Hendaknya memberi ucapan selamat jika ia bergembira dan

    ucapan takziah saat kesusahan.hendaknya engkau tidak memandang

    kaum wanitanya dengan sengaja. Hendaknya engkau menutupi segala

    kekurangannya. Hendaklah engkau menghadapinya dengan senyum

    dan penuh hormat (Hafidz, tt:8).

    7. Tata Krama Pergaulan

    Hendaknya seorang selalu berwajah senyum kepada orang lain.

    Hendaknya seorang bersikap lemah lembut terhadap orang lain.

    Hendaknya seorang mau mendengarkan ucapan orang lain.

    Hendaknya seorang bersikap rendah hati dan tidak sombong terhadap

    orang lain. Hendaknya seorang berdiam diri ketika bergurau dengan

  • 48

    orang lain. Hendaknya seorang memaafkan kekeliruan orang lain.

    Saling menyantuni pada yang lain. Tidak membanggakan kedudukan

    dan kekayaan. Menyembunyikan rahasia orang lain (Hafidz, tt:8-9).

    8. Kerukunan

    Kerukunan adalah rasa kebersamaan dan persaudaraan antara

    seorang dengan orang banyak yang mana masing-masing individunya

    saling bergembira ketika bertemu dengan sesamanya. Sebab-

    sebabnya ada lima, yaitu: Agama, nasab atau keturunan, hubungan

    perkawinan, kebaktian dan persaudaraan (Hafidz, tt:9-10).

    9. Persaudaraan

    Persaudaraan adalah ikatan antara dua orang yang didasari kasih

    sayang, keduanya saling membantu dengan harta dan jiwa, saling

    memaafkan kekurangan yang lain, saling ikhlas, setia kawan, saling

    meringankan yang lain, saling mengucapkan kata-kata yang diridhai

    oleh Agama, saling menyuruh yang baik dan mencegah yang munkar

    (Hafidz, tt:10-11).

    10. Tata Krama Menghadiri Majlis

    Seorang yang menghadiri majlis hendaknya ia memberi salam

    lebih dulu keada yang telah hadir disana, duduk di akhir majlis,

    menjauhi percakapan yang tidak berguna. Hendaknya ia tidak

    menganggap remeh seorangpun di majlis itu. Hendaknya ia tidak

  • 49

    mengagungkan seorang diantara mereka karena hartanya. Hendaknya

    merendahkan diri di majlis, karena akan mengundang simpati dan

    kepedulian orang kepadanya (Hafidz, tt: 11).

    11. Tata Krama Makan

    Sebelum makan, seorang harus mencuci tangan terlebih dahulu,

    meletakkan makanan di bawah dan duduk di bawah serta niat takwa

    untuk ibadah dan meninggalkan makan ketika telah kenyang.

    Hendaknya puas dengan makanan yang ada dan tidak mencelanya.

    Mengajak orang lain untuk makan bersama dengannya. Hendaknya ia

    mengucapkan basmalah dengan suara yang jelas agar mengingatkan

    yang ikut makan bersamanya.

    Makan dengan tangan kanan, memperkecil makanannya dan

    mengunyah sebaik-baiknya. Tidak mengulurkan tangannya ketempat

    orang lain sebelum ia selesai. Hendaknya makan yang ada di

    depannya, kecuali buah-buahan. Tidak bernafas di dalam makanan,

    tidak memotong makanan dengan pisau, tidak mengusap tangannya

    dengan makanan. Tidak mengumpulkan buah kurma dengan bijinya

    dalam satu wadah.

    Hendaknya ia tidak minum air, kecuali jika diperlukan dan

    setelah selesai makan. Segera berhenti makan sebelum kekenyangan.

  • 50

    Membasuh kedua tangan setelah makan dan mengucap hamdalah

    (Hafidz, tt: 12).

    12. Tata Krama Minum

    Minum dengan tangan kanan, mengucap basmalah dan duduk

    saat minum. Menghisap minumannya karena meneguknya dapat

    membahayakan hati. Hendaknya ia minum dengan tiga kali nafas

    dalam sekali minum. Mengucap hamdalah setelah selesai minum.

    Tidak bernafas dalam gelas (Hafidz, tt: 13).

    13. Tata Krama Tidur

    Sebelum tidur hendaknya ia bersuci dari hadats terlebih dahulu,

    tidur dilambung sebelah kanannya dan menghadap kiblat. Hendaknya

    ia niat beristirahat untuk menguatkan ibadah-nya. Hendaknya

    berdzikir pada Allah sebelum dan sesudah tidur.

    14. Tata Krama di Dalam masjid

    Masjid adalah salah satu rumah Allah untuk ibadah. Siapa yang

    menyatukan hatinya kepada masjid maka di hari kiamat kelak ia akan

    diberi naungan oleh Allah. Seorang yang hendah ke masjid, maka

    hendaknya ia berjalan dengan perasaan rindu, tenang dan rendah hati.

    Hendaknya ia melangkah masuk dengan kaki kanannya lebih

    dulu setelah melepas kedua sandalnya di luar masjid. Setelah berada

    dalam masjid, sebaiknya melakukan shalat sunnah dua rakaat

  • 51

    tahiyatul masjid. Hendaknya ia memberi salam, meskipun tidak

    seorangpun di dalamnya, karena masjid tidak pernah kosong dari jin

    dan malaikat.

    Hendaknya ia duduk dengan niat i’tikaf dan mendekatkan diri

    kepada Allah dan memperbanyak dzikir. Menahan diri dari nafsu

    permusuhan, tidak pindah dari satu tempat ke tempat yang lain

    kecuai diperlukan. Tidak mencari barang yang hilang di dalam

    masjid, tidak mengeraskan suara di dekat orang-orang yang shalat

    dan tidak lewat di hadapan mereka.

    Hendaknya tidak sibuk mengerjakan sesuatu di dalam masjid dan

    tidak membicarakan masalah duniawi di dalamnya. Jika hendak

    keluar masjid, maka hendaknya ia melangkahkan kaki kirinya lebih

    dulu dan meletakkan di punggung kedua sandalnya, kemudian

    memakai sandalnya sebelah kanan dulu (Hafidz, tt: 14-15).

    15. Kebersihan

    Ketahuilah bahwa syariat menyuruh kita membersihkan badan,

    pakaian dan tempat kita. Karena itu, seorang wajib membersihkan

    badannya dengan cara merawat rambut kepalanya dengan

    menyisirnya dan memberinya minyak. Membersihkan kedua

    telinganya dengan membasuhnya dengan air dan menggosoknya

    dengan tangan.

  • 52

    Membersihkan mulut dengan berkumur dan menggosok giginya.

    Membersihkan hidung dengan menghirup air ke dalam hidung dan

    mengeluarkannya kembali. Membersihkan kukunya dengan

    membasuh apa yang ada di dawahnya dengan air. Hendaknya

    mencuci pakaiannya dengan air saja atau dengan air dan sabun jika

    diperlukan. Demikian dengan tempat tinggalnya dibersihkan, karena

    kebersihan dapat menjaga kesehatan, menghilangkan risau,

    mendatangkan rasa gembira dan pergaulan yang menyenangkan

    (Hafidz, tt: 15-16).

    16. Kejujuran dan Kedustaan

    Jujur adalah memberitakan sesuatu menurut yang sebenarnya.

    Dusta adalah memberitakan sesuatu tidak menurut yang sebenarnya.

    Adapun sebab-sebab jujur adalah adanya akal, Agama dan perasaan

    yang mulia.

    Adapun penyebab kedustaan adalah ingin mencari kebaikan dan

    menolak keburukan, karena ada sebagian orang yang menilai

    kedustaan dapat menyebabkan keselamatan walau sesat. Karena itu ia

    memilih dusta agar selamat.

    17. Amanat

    Amanat adalah memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak para

    hambanya. Hanya dengan amanat, Agama seorang menjadi

  • 53

    sempurna, kehormatannya terlindungi dan hartanya terpelihara.

    Karena dengan memenuhi hah-hak Allah berarti ia menjalankan

    semua perintah dan menjauhi larangan Allah.

    Demikian pula, dengan memenuhi hak-hak para Hamba-Nya,

    berarti ia akan mengembalikan semua titipan kepada yang berhak

    masing-masing, tidak mengurangi timbangan dan tidak membongkar

    rahasia dan kekurangan orang lain, dan ia lebih memilih sesuatu yang

    membahagiakan dirinya di dunia dan di akhirat (Hafidz, tt: 16-17).

    18. Menjaga diri dari perbuatan yang tidak baik

    Menjaga diri adalah menjauhkan diri dari segala yang

    diharamkan dan dari hawa nafsu yang rendah. Sifat ini merupakan

    sifat yang paling tinggi dan mulia. Dan sifat ini akan timbul berbagai

    sifat yang terpuji, seperti sabar, menerima apa adanya, dermawan,

    mengalah, wara’, rendah hati , kasih sayang dan malu. Sifat ini

    merupakan kekayaan, meskipun seorang tidak mempunyai harta.

    Sifat ini merupakan mahkota, meskipun seoang tidak mempunyai

    kedudukan (Hafidz, tt: 18).

    19. Bermoral yang baik

  • 54

    Sifat ini menyuruh seorang berpegang teguh pada moral dan adat

    istiadat yang mulia. Adapun sebabnya adalah adanya kemauan yang

    keras dan jiwa yang mulia. Seorang yang mempunyai kemauan yang

    mulia, maka ia selalu menjaga budi pekerti yang mulia, mengenali

    segala keutamaan, membangun kemuliaan, suka memberi dan

    mencegah keburukan (Hafidz, tt:19).

    20. Menahan Marah

    Al Hilm adalah menahan diri dari marah dan balas dendam

    terhadap orang yang menyakitinya, meskipun ia mampu

    melakukannya. Adapun sebabnya adalah karena merasa sayang

    kepada orang yang berlaku bodoh tidak mau memakinya, tidak mau

    membalas kejahatan karena malu, tidak ingin menyakiti orang yang

    menghinanya, karena menjaga nikmat yang lalu dan tidak mau

    berbuat makar atau menggunakan kesempatan.

    Seseorang yang tidak mau membalas kejahatan orang lain

    dengan kejahatan yang serupa hanyalah seorang yang berhati dan

    kemauan yang mulia (Hafidz, tt:21).

    21. Kedermawanan

    Kedermawanan adalah memberikan harta kepada orang lain

    tanpa diminta dan bukan karena haknya. Kedermawanan adalah sifat

  • 55

    utama, baik dan terpuji, karena sifat ini disenangi orang banyak, dan

    sifat ini banyak kebaikannya dan memperluas pergaulan.

    22. Rendah Hati

    Sifat rendah hati dan bersikap ramah bukan karena hina dan

    rendah. Arti sifat ini adalah memberi haknya masing-masing, tidak

    meninggikan yang rendah lebih dari haknya dan tidak merendahkan

    yang mulia dari kemuliaannya (hafidz, tt:22).

    23. Harga Diri

    Sifat ini mendorong seseorang memuliakan dan menghormati

    dirinya. Adapun sebabnya adalah karena seorang mengetahui harga

    dirinya. Adapun hasilnya adalah seorang akan menghiasi dirinya

    dengan budi pekerti yang mulia, ia akan bersabar menghadapi

    berbagai cobaan, ia tidak ingin menampakkan rasa butuhnya kepada

    orang lain, ia akan dimuliakan dan Allah akan berbuat kebajikan

    kepadanya.

    24. Perasaan Dendam

    Perasaan dendam adalah memendam perasaan buruk terhadap

    orang lain dan ingin menyakitinya. Adapun penyebabnya adalah

    karena ia marah terhadap seorang dan perasaan itu timbul karena

    delapan sifat yang diharamkan yaitu: merasa hasud dan dendam pada

    orang lain, merasa gembira atas musibah yang menimpa orang lain,

  • 56

    merasa dijauhi orang lain, merasa diremehkan, merasa dilukai

    perasaannya, merasa jasadnya disakiti orang, merasa haknya diambil

    orang.

    25. Perasaan Hasud

    Sifat ini adalah perasaan yang menginginkan lenyapnya

    kesenangan orang lain. Penyebabnya ada tiga macam yaitu: merasa

    tidak senang kepada seorang yang diberi kelebihan oleh Allah,

    merasa keunggulan atau kelebihan orang yang dihasudi olehnya,

    sehingga ia tidak dapat mengunggulinya, karena merasa kikir.

    Yang menyebabkan hilangnya perasaan hasud ialah: berpegang

    teguh kepada Agama, mengetahui bahwa perasaan hasud sangat

    berbahaya, merasa ridha dengan takdir Allah (Hafidz, tt: 23-24).

    26. Menggunjing Orang

    Sifat buruk ini adalah ketika engkau menyebutkan sifat yang

    tidak disenangi saudaramu meskipun di depannya. Sebabnya ada

    delapan: perasaan hasud, keinginan melampiaskan kebenciannya,

    ingin menonjol, ingin menyudutkan seorang, membebaskan dirinya,

    ingin mengambil muka dengan kawan-kawannya, ingin bergurau dan

    ingin memperolok seorang.

    27. Mengadukan Kekurangan Orang Lain

  • 57

    Sifat buruk iniadalah mengadukan tutur kata, atau perbuatan,

    atau kekurangan orang kepada orang lain untuk memperburuk, atau

    membangkitkan rasa permusuhan di antara mereka.

    Yang dapat mencegah dari sifat buruk ini hanyalah

    pengetahuannya bahwa sifat buruk ini dapat menimbulkan

    perpecahan dan permusuhan di antara manusia (Hafidz, tt: 25).

    28. Kesombongan

    Sifat buruk ini adalah ketakjuban seorang terhadap diri dan

    kemampuannya yang diniali olehnya lebih unggul dari kemampuan

    orang lain. Kesombongan memiliki keburukan antara lain: suka

    menyakiti orang lain, memutuskan tali persaudaraan, suka memecah

    belah persatuan, menimbulkan kebencian seorang pada kawannya,

    suka sepakat menyakiti hati orang lain, tidak mau tunduk pada

    kebenaran, tidak mau menahan marahnya, tidak mau bersikap lemah

    lembut.

    Siapapun yang mengerti bahwa dirinya hanya makhluk yang

    diciptakan dari sperma dan kelak jadi bangkai maka akan mudah

    baginya meninggalkan perasaan sombong yang menimbulkan

    ketakjuban kepada dirinya (Hafidz, tt: 26).

    29. Tertipu Oleh Kekaguman Terhadap Sesuatu

  • 58

    Sifat ghurur ini adalah kecenderungan seorang kepada hawa

    nafsu dan tabiat yang dipengaruhi oleh setan. Ada dua macam yaitu:

    tertipunya orang-orang kafir terhadap kehidupan dunia, sehingga lupa

    akhirat dan yang kedua ada orang-orang beriman yang suka berbuat

    maksiat tertipu dengan keyakinannya terhadap keluasan ampunan

    Allah.

    30. Kezaliman

    Kezaliman adalah keluar dari batas keadilan, baik kurang atau

    melebihi batas. Kezaliman meliputi segala perbuatan maksiat dan

    segala kelakuan buruk. Pelakunya termasuk menzalimi dirinya atau

    menzalimi orang lain. Menzalimi diri mengandung arti tidak mentaati

    Allah atau tidak beriman. Menzalimi orang lain mempunyai arti

    mengurangi hak asasi orang lain, misalnya menyakiti tetangga,

    menghina tamu, menciptakan kedustaan, menggunjing dan mengadu.

    31. Keadilan

    Keadilan adalah bersikap di tengah dalam segala urusan dan

    berjalan di dalamnya sesuai dengan syariat. Keadilan ada dua

    macam:

    Pertama: keadilan manusia dalam dirinya dengan menempuh jalan

    yang lurus.

  • 59

    Kedua: keadilannya terhadap orang lain. Keadilan ini ada tiga

    macam: keadilan penguasa terhadap rakyatnya, keadilan rakyat

    terhadap penguasa dan murid terhadap gurunya serta anak kepada

    orang tuanya dan keadilan manusia terhadap sesamanya dengan tidak

    bersikap sombong terhadap mereka dan mencegah gangguan dari

    mereka (Hafidz, tt: 27-29).

    D. Akhlaq Pendidik Dalam Kitab Taisirul Kholaq

    Pengajar atau pendidik adalah penunjuk jalan bagi murid untuk mencapai

    kesempurnaan dengan memberinya ilmu dan pengetahuan. Oleh karena itu,

    disyaratkan bahwa pendidik harus memiliki sifat-sifat terpuji, karena jiwa murid

    adalah lemah bila di bandingkan dengan jiwa pendidik. Maka apabila pendidik

    memiliki sifat sempurna, maka murid yang mengikuti petunjuk demikian pula.

    Jika begitu, dia harus seorang yang bertaqwa, rendah hati, dan ramah

    tamah, supaya dicintai oleh murid-murid hingga mereka mendapat faedah

    darinya. Hendaklah dia seorang yang pemaaf dan berwibawa, supaya dijadikan

    teladan dan menampakan kasih sayang kepada para murid, supaya mereka

    bersemangat besar untuk menerima pelajarannya. Hendaklah dia menasihati dan

    mendidik mereka dengan pendidikan yang baik. Janganlah dia memaksa kepada

    mereka arti-arti kata yang sulit mereka pahami.

  • 60

    Seorang guru juga harus membersihkan jiwanya dan menghiasi dirinya

    dengan sifat-sifat terpuji dan meninggkalkan sifat-sifat tercela, agar menjadi

    panutan yang baik untuk muridnya (Hafidz, tt: 4-5).

    E. Akhlaq Peserta Didik Dalam Kitab Taisirul Kholaq

    Dalam kitab Taisirul Kholaq disebutkan bahwa: Seorang murid harus

    bertata krama terhadap dirinya, gurunya dan saudara-saudaranya. Adapun tata

    krama terhadap dirinya ada berbagai macam, diantaranya: Hendaknya tidak

    sombong, hendaknya bersikap rendah hati, hendaknya bersikap jujur, agar

    dicintai dan dipercaya kawan-kawannya. Hendaknya rendah diri ketika berjalan

    dan tidak memandang segala yang diharamkan. Hendaknya bersikap jujur dalam

    pengetahuannya dan tidak menjawab apa yang tidak diketahuinya.

    Adapun cara bertata krama pada gurunya, diantaranya: Hendaknya ia

    yakin bahwa kebaikan gurunya lebih besar dari kebaikan ibu bapaknya, karena

    sang guru mendidik rohaninya, sedangkan ibu bapaknya hanya peduli dengan

    kesehatannya. Hendaknya ia bersikap tunduk ketika dihadapan gurunya.

    Hendaknya ia bersikap tunduk ketika dihadapan gurunya. Hendaknya ia duduk

    dengan tata krama dan mendengar baik-baik ketika gurunya mengajar.

    Hendaknya ia tidak bergurau. Hendaknya ia tidak memuji kelebihan guru