10
LAPORAN PRAKTIKUM PEMETAAN KEBENCANAAN (GKP 0110) ACARA 3A PEMETAAN BAHAYA BANJIR DISUSUN OLEH: Nama : Lilik Andriyani NIM : 13/348106/GE/07576 Jadwal Praktikum : Kamis, 09.00 – 11.00 WIB Asisten : 1. Dian Resti Mawarni 2. M. Radito Pratomo LABORATURIUM KARTOGRAFI DIGITAL FAKULTAS GEOGRAFI

ACARA 3a

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pemetaan bencana

Citation preview

Page 1: ACARA 3a

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMETAAN KEBENCANAAN (GKP 0110)

ACARA 3A

PEMETAAN BAHAYA BANJIR

DISUSUN OLEH:

Nama : Lilik Andriyani

NIM : 13/348106/GE/07576

Jadwal Praktikum : Kamis, 09.00 – 11.00 WIB

Asisten : 1. Dian Resti Mawarni

2. M. Radito Pratomo

LABORATURIUM KARTOGRAFI DIGITAL

FAKULTAS GEOGRAFI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2016

Page 2: ACARA 3a

Analisis 3DDigitasi

Data

sungai

curah hujantekstur tanah

Buffer radius 300, 500, dan

600 meter

Kemiringan lereng

Peta bahaya banjir dengan

buffer

Intersect

Skoring

Klasifikasi interval teratur

Peta bahaya banjir hasil pemodelan spasial

konturcitra Kota Semarang

bentuk lahan

ACARA 3APEMETAAN BAHAYA BANJIR

I. LANGKAH KERJA

II. HASIL PRAKTIKUM1. Diagram alir pembuatan peta bahaya (terlampir)2. Peta bahaya banjir dengan buffer (terlampir)3. Peta bahaya banjir dengan pemodelan spasial (terlampir)

III. PEMBAHASANPeta bahaya sangat berperan dalam pemetaan kebencanaan. Peta bahaya dapat

mempertimbangkan dan menjadi bahan identifikasi awal dalam menilai seberapa besar tingkat bahaya yang akan dialami suatu daerah. Peta bahaya bencana kemudian dapat menjadi referensi bagi pemetaan risiko suatu bencana (Saptadi, 2004). Peta kerawanan bencana kemudian tidak hanya mempertimbangkan bahaya bencana, namun juga kerugian ekonomi, risiko keselamatan jiwa, dan kerugian sarana prasarana. Bencana banjir adalah salah satu bencana yang dapat disebabkan oleh luapan sungai, curah hujan yang tinggi, kemiringan lereng, tekstur tanah, bentuk lahan, hingga disebabkan oleh manusia.

Input Proses Output

Page 3: ACARA 3a

Banjir yang terjadi di Kota Semarang merupakan salah satu jenis banjir rob. Jenis banjir rob merupakan jenis banjir yang diakibatkan oleh air laut yang pasang dan menggenangi daratan yang lebih rendah dari muka air laut. Banjir rob berbeda dengan banjir limpasan ataupun banjir genangan yang biasanya lebih banyak disebabkan oleh tingginya curah hujan dan bendungan atau sungai yang tidak mampu lagi menahan debit air. Walaupun banjir rob dan banjir limpasan merupakan satu tipe bahaya yang sama, namun karakternya sangat berbeda.

Peta bahaya dengan menggunakan pemodelan spasial dinilai lebih baik untuk pemetaan kebencanaan banjir rob di Kota Semarang. Hal tersebut dikarenakan pemodelan spasial menggunakan berbagai parameter, yaitu curah hujan, kemiringan lereng, tekstur tanah, dan bentuk lahan untuk memperkirakan bahaya. Pemetaan bahaya dengan beragam parameter menandakan bahwa karakteristik bahaya yang akan dipetakan harus diketahui terlebih dahulu, sehingga penentuan daerah yang berada di tingkat bahaya rendah, sedang dan tinggi lebih akurat.

Proses pembuatan peta bahaya dengan pemodelan spasial memiliki proses yang lebih panjang dan lebih rumit, namun menghasilkan hasil yang lebih akurat dan cocok untuk banjir rob. Peta bahaya banjir dengan buffer hanya mampu menunjukkan daerah bahaya banjir yang ada di sekitar sungai, padahal penyebab utama banjir rob di Kota Semarang adalah air laut yang pasang. Peta bahaya banjir dengan buffer sungai memiliki proses yang lebih mudah dan singkat, namun lebih cocok bila digunakan untuk jenis banjir limpasan.

Kecamatan-kecamatan di Kota Semarang yang memiliki curah hujan tinggi, kemiringan lereng yang rendah, jenis tanah clay loam (lempung berliat), dan bentuk lahan yang berupa dataran banjir, teras sungai, dataran aluvial, dan dataran aluvial pantai menjadi daerah yang memiliki bahaya banjir yang tinggi. Kecamatan di Kota Semarang dengan tingkat bahaya tinggi diperkirakan seluas 12 km2. Kecamatan dengan tingkat bahaya sedang seluas 173 km2. Kecamatan dengan tingkat bahaya rendah diperkirakan seluas 173 km2.

Kecamatan dengan tingkat bahaya yang tinggi yaitu Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Candisari, Kecamatan Gajahmungkur, Kecamatan Padurungan, Kecamatan Ngaliyan, Kecamatan Semarang Barat, Kecamatan Semarang Selatan, Kecamatan Semarang Tengah, dan Kecamatan Tugu. Sembilan kecamatan yang memiliki bahaya tertinggi dalam banjir rob tersebut berada cukup dekat dengan kawasan pesisir, sehingga dampak dari bahaya banjir rob diperkirakan lebih buruk dibanding kecamatan lainnya.

Penentuan parameter yang berpengaruh terhadap bencana banjir rob memang cukup subjektif, terlebih ditambah dengan fakta ketersediaan data di semua tempat belum tentu sama. Parameter curah hujan biasa digunakan dalam analisis bahaya banjir karena paling berpengaruh. Curah hujan yang tinggi dapat memperparah kondisi genangan banjir, namun fenomena banjir rob di Kota Semarang menunjukkan curah hujan bukanlah faktor yang paling berpengaruh. Banjir rob lebih disebabkan oleh pengaruh jarak bulan yang lebih dekat dengan bumi dan menyebabkan air laut pasang.

Kecamatan dengan kemiringan lereng yang rendah, seperti pada kecamatan dengan bahaya banjir tinggi lebih berpotensi mengalami banjir rob. Kondisi muka air laut yang lebih tinggi menyebabkan dataran rendah lebih cepat tergenang. Kecamatan yang berada di tingkat bahaya tinggi akan mengalami kondisi yang lebih buruk karena memiliki jenis tanah lempung berliat sehingga menyebabkan genangan banjir rob terjadi dalam waktu yang lebih lama. Jenis tanah tersebut memiliki permeabilitas yang rendah sehingga cenderung cepat jenuh dan sulit mengalirkan air saat jenuh.

Page 4: ACARA 3a

Banjir rob yang terjadi di wilayah pesisir khususnya di Pantai Utara Jawa, telah membawa dampak signifikan terhadap aktivitas di wilayah perkotaan sehingga dibutuhkan suatu analisis spasial di dalam penanganannya (Marfai, dkk, 2013). Peta bahaya banjir rob di Kota Semarang yang dibuat dengan berbagai parameter diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi penanganan bahaya banjir rob di kota tersebut. Peta tersebut juga dapat dijadikan evaluasi bagi pemerintah dalam memperbaiki tata ruang Kota Semarang agar dapat dibangun dengan memperhatikan jenis bentuk lahan dan segala bahaya bencana yang terkandung, Permukiman yang masih berada di kawasan bahaya tingkat tinggi sebaiknya segera direlokasi. Hal tersebut berkaitan dalam rangka mengurangi risiko bencana yang dapat dialami masyarakat yang ada di permukiman tersebut.

IV. KESIMPULAN1. Peta bahaya sangat berperan dalam pemetaan kebencanaan karena dapat

mempertimbangkan dan menjadi bahan identifikasi awal dalam menilai seberapa besar tingkat bahaya yang akan dialami suatu daerah.

2. Parameter yang digunakan dalam pembuatan peta buffer adalah sungai, sedangkan pada pembuatan peta menggunakan pemodelan spasial menggunakan parameter curah hujan, kemiringan lereng, tekstur tanah, dan bentuk lahan.

3. Pembuatan peta bahaya bencana banjir rob di Kota Semarang lebih baik menggunakan pemodelan spasial, sebab mempertimbangkan karakteristik penyebab banjir rob yang lebih kompleks dibanding banjir limpasan yang memungkinkan untuk pemetaan dengan satu parameter.

Page 5: ACARA 3a

DAFTAR PUSTAKA

Marfai Muh Aris, dkk. 2013. Pemodelan Spasial Bahaya Banjir Rob Berdasarkan Skenario Perubahan Iklim dan Dampaknya di Pesisir Pekalongan. Jurnal Bumi Lestari, 13(2), 244 – 256.

Saptadi, Benyamin. 2004. Pembuatan Peta Zonasi Daerah Bahaya Gerakan Tanah Berdasarkan Analisis Kestabilan Lereng dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Page 6: ACARA 3a

Analisis 3D

Digitasi

Data

curah hujan tekstur tanah

Kemiringan lereng

Intersect

Skoring total

Klasifikasi interval teratur

Peta bahaya banjir hasil pemodelan spasial

kontur citra Landsat Kota Semarang

bentuk lahan

sungai dan batas admin

Dissolve

Simbologi dan layouting

HP 1: Diagram alir pembuatan peta bahaya dengan pemodelan spasial

Page 7: ACARA 3a

TUGAS1. Penentuan risiko suatu daerah sebaiknya tidak hanya memperhatikan faktor bahaya

saja, namun juga memperhatikan distribusi spasial bencana dan kerentanan yang dimiliki masyarakat yang ada di daerah rawan bencana. Penentuan risiko juga harus memperhatikan karakteristik masyarakat dan objek lainnya yang berpotensi terkena bencana (Element at risk). Distribusi spasial bencana dapat memetakan lokasi mana saja yang memiliki risiko dan bahaya yang tinggi. Pada lokasi tersebut pun harus ditinjau bagaimana karakteristik masyarakatnya untuk menilai sejauh mana kerentanan masyarakatnya. Analisis kerentanan selanjutnya dapat digunakan untuk menilai kerugian yang mungkin dialami oleh masyarakat di lokasi bencana, serta kerugian yang dapat dialami suatu daerah karena terjadi suatu bencana.

2. Kerugian (Damage and Loss Assessment/DLA) dalam konsep kebencanaan adalah dampak negatif yang ditimbulkan pascabencana. Kerugian yang ditimbulkan pascabencana dapat berupa kerugian langsung yang meliputi aspek ekonomi, disik, dan korban jiwa yang merupakan inti dari pengkajian dampak bencana. Ketiga aspek kerugian langsung tersebut juga dapat menimbulkan kerugian tidak langsung, seperti hilangnya waktu produksi, hilangnya pangsa pasar. Kerugian sekunder lainnya meliputi meningkatnya beban anggaran dan inflasi dari aspek perekonomian regional atau nasional.

Page 8: ACARA 3a