152
LAPORAN TUTORIAL BLOK VII Disusun Oleh : KELOMPOK 5 Anggota Kelompok Lismya Wahyu Ningrum 04111001023 Mentari Indah sari 04111001024 Tiara Eka M 04111001035 Mary Gisca Theressi 04111001036 Vindy Cesariana 04111001037 R. A. Delila Tsaniyah 04111001043 Dwi Novia Putri 04111001053 Dwi Jaya Sari 04111001056 Fatty Maulidira 04111001068 Liliana Surya Fatimah 04111001080 Bellinda Dwi Priba 04111001098 Auliya Bella Oktarina 04111001099 Tutor : drg. Nursiah Nasution, M.Kes

7. Hipoksia-skenario b

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skenario B blok 7

Citation preview

Page 1: 7. Hipoksia-skenario b

LAPORAN

TUTORIAL BLOK VII

Disusun Oleh :

KELOMPOK 5

Anggota Kelompok

Lismya Wahyu Ningrum 04111001023

Mentari Indah sari 04111001024

Tiara Eka M 04111001035

Mary Gisca Theressi 04111001036

Vindy Cesariana 04111001037

R. A. Delila Tsaniyah 04111001043

Dwi Novia Putri 04111001053

Dwi Jaya Sari 04111001056

Fatty Maulidira 04111001068

Liliana Surya Fatimah 04111001080

Bellinda Dwi Priba 04111001098

Auliya Bella Oktarina 04111001099

Tutor : drg. Nursiah Nasution, M.Kes

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2011

Page 2: 7. Hipoksia-skenario b

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya Laporan

Tutorial Skenario A Blok 7 ini dapat terselesaikan dengan baik.

Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari

skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam

pembuatan laporan ini.

Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan

laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca

akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Tim Penyusun

Page 3: 7. Hipoksia-skenario b

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri

I. Skenario 1

II. Klarifikasi Istilah 1

III. Identifikasi Masalah 5

IV. Analisis Masalah 6

V. Hipotesis …………………………………………………….26

VI. Keterkaitan Antar Masalah 27

VII. Identifikasi Topik Pembelajaran 27

VIII. Sintesis 29

IX. Simpulan 103

Daftar Pustaka

Page 4: 7. Hipoksia-skenario b

I. SKENARIO B (BLOK 7) Tahun 2012

Setelah pensiun sebagai Direktur PT. Batubara Palembang, Ir. Cek Nang (56 tahun), ingin memenuhi cita-cita masa kecilnya yaitu berlibur ke pegunungan Alpen di Swiss. Ia pergi ke resort “Verbier Les-Quartre” di dekat kota St-Bernard yang memiliki ketinggian 3200 meter di atas permukaan laut.

Setelah 1 hari sampai di sana, ia mengeluh mengalami sesak nafas, sakit kepala, terasa melayang, serta susah tidur. Sesak tetap terjadi meski sedang duduk dan bertambah berat bila berjalan/naik tangga. Ia juga mengeluh mual.

Selama ini ia tidak pernah mengalami gangguan respirasi ataupun gangguan kardiovaskular. Ir. Cek Nang pergi ke klinik resort.

Pemeriksaan Vital Sign menunjukkan :

Temp. 36,3’C, HR : 101 kali/menit, RR : 36 kali/menit, TD : 110/80 mmHg

Pemeriksaan fisik :

Tampak pernafasan cepat dan pendek (tachypneu) dan terlihat kebiruan pada kuku jari

Hasil pemeriksaan lab :

EKG : Tampak normal

Tekanan gas arteri : PO2 : 60 mmHg, PCO2 : 30 mmHg

Dokter yang merawat menyatakan bahwa Ir. Cek Nang tidak mengidap penyakit jantung/paru-paru dan hanya tidak terbiasa dengan ketinggian.

II. KLARIFIKASI ISTILAH

a. Pegunungan : Terdiri dari gunung dengan ketinggian >600 m

b. Ketinggian : Pengukuran tinggi dari kota St. Bernard dari permukaan laut

c. Sesak Nafas : RR > normal

d. Terasa melayang : Perasaan tidak seimbang, seperti mau jatuh

e. Mual : Perasaan ingin muntah

f. Vital Sign : Tanda – tanda berupa HR, RR, TD

g. Respirasi : Sistem yang mengatur pertukaran gas dalam tubuh

h. Kardiovaskular : Sistem yang mengatur jantung dan pembuluh darah

i. Temperatur : Suhu tubuh

j. HR : Frekuensi kontraksi jantung dihitung per menit

Page 5: 7. Hipoksia-skenario b

k. RR : Frekuensi siklus respirasi dihitung per menit

l. TD : Pengukuran tekanan pada dinding arteri

m. Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan yang dilakukan pada tubuh sebelah luar

n. Tachypneu : Pernafasan cepat dan pendek

o. EKG : Alat untuk memeriksa jantung

p. Tekanan gas arteri : Tekanan gas di dalam arteri

q. PO2 : Tekanan parsial O2

r. PCO2 : Tekanan Parsial CO2

III. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Ir. Cek Nang (56 Tahun) yang tinggal di Palembang berlibur ke Pegunungan dengan

ketinggian 3.200 meter

2. Ir. Cek Nang setelah 24 jam mengalami : a. Sesak Nafas

b. Sakit Kepala

c. Terasa Melayang

d. Susah Tidur

e. Mual

3. Ir. Cek Nang sesak nafasnya meningkat bila berjalan

4. Hasil Vital Sign Ir. Cek Nang : a. Temp : 36,3 C

b. HR : 101 kali/menit

c. RR : 36 kali/menit

d. TD : 110/80 mmHg

5. Hasil pemeriksaan fisik Ir. Cek Nang : a. Tachypneu

b. Kebiruan pada kuku jari

6. Hasil Lab : a. EKG : Normal

b. Tekanan Gas arteri : 1. PO2 : 60 mmHg

2. PCO2 : 30 mmHg

Page 6: 7. Hipoksia-skenario b

IV. ANALISIS MASALAH

1. Ir. Cek Nang (56 Tahun) yang tinggal di Palembang berlibur ke Pegunungan dengan

ketinggian 3.200 meter

a. Bagaimana kondisi lingkungan di daerah dengan ketinggian 3200 meter antara lain :

1. Suhu

Setiap kenaikan ketinggian 100 meter di atas permukaan laut maka suhu berkurang 0,65

°C

0 meter = ± 27 °C

1000 meter = ± 20,5 °C

2000 meter = ± 14 °C

3000 meter = ± 7,5 °C

3200 meter = ± 6,2 °C

2. Tekanan Parsiil gas (O2, CO2, N2, dll)

a. O2

0 meter = 150 mmHg

3000 meter = 110 mmHg

6000 meter = 73 mmHg

9000 meter = 47 mmHg

b. CO2

0 meter = 40 mmHg

3000 meter = 33 mmHg

6000 meter 24 mmHg

b. Bagaimana fisiologi tubuh pada ketinggian 3200 meter dan hipoksia pada :

1. Sistem respirasi

Ketinggian menyebabkan penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) inspirasi.

Penurunan tekanan parsial oksigen menyebabkan penurunan tekanan oksigen kapiler

Page 7: 7. Hipoksia-skenario b

alveolar. Seiring dengan penurunan PO2, tubuh akan mengkompensasinya dengan

meningkatkan ventilasi. Respons ventilasi merupakan keadaan fisiologi yang terjadi akibat

ketinggian. Bila tekanan barometer  menurun, ventilasi meningkat untuk meminimalkan

penurunan PO2.

PO2 darah yang rendah pada keadaan normal tidak akan meningkatkan ventilasi alveolus

secara bermakna sampai tekanan oksigen alveolus turun hampir separuh dari normal. Sebab

dari berkurangnya efek perubahan tekanan oksigen pada pengaturan pernapasan berlawanan

dengan yang disebabkan oleh mekanisme yang mengatur karbondioksida dan ion hidrogen.

Peningkatan ventilasi yang benar-benar terjadi bila PO2 turun mengeluarkan karbondioksida

dari darah dan oleh karena itu mengurangi tekanan PCO2. Penyebab langsung penurunan

PCO2 adalah selalu hiperventilasi alveolar(ventilasi alveolus dalam keadaan kebutuhan

metabolisme yang berlebihan). Hiperventilasi menyebabkan alkalosis respiratorik dan

kenaikan pH darah. Hiperventilasi menggambarkan usaha tubuh untuk meningkatkan PO2

dengan usaha membuang CO2 yang berlebihan dari paru sehingga menimbulkan gejala sesak

napas.

2. Sistem Kardiovaskular

Otot jantung seperti halnya otot rangka, menggunakan energy kimia untuk

menyebabkan kontraksi. Energy ini dihasilkan terutama dari metabolisme oksidatif asam

lemak dan sebagian kecil dari bahan makanan yang lain, khususnya laktat dan glukosa.

Karena itu, semakin berkurang kandungan oksigen di udara, maka proses pembentukan

energy pun akan terganggu, dan suplai ke jantung pun akan ikut berkurang.

3. Sistem Aliran darah

Pada penderita hipoksia (hipoksia hipotoksik), aliran darah juga terganggu akibat dari

kompensasi tubuh tehadap sistem cardiovascular. Mula-mula takikardi; kemudian bradikardia

jika otot jantung tidak cukup mendapat oksigen. Peningkatan tekanan darah yang diikuti

dengan penurunan tekanan darah jika hipoksia tidak diatasi.

4. Sistem Eskresi

Perubahan fungsi sistem ekskresi, seperti ginjal pada ketinggian 3200 m sebagai efek

langsung hipoksia sejalan dengan mekanisme kompensasi adaptasi sistem lainnya.

Page 8: 7. Hipoksia-skenario b

Pengeluaran urin dan ekskresi sodium ini juga berhubungan dengan penurunan tekanan

parsial Oksigen (PO2). Diuresis dan natriuresis disertai ekskresi bikarbonat dan kalium

sejalan dengan penurunan inspirasi oksigen yang akut dan dimediasi oleh kemoreseptor

perifer sensitive oksigen. Ketika respon hiperventilasi hipoksia dimediasi oleh kemoreseptor

perifer, respon diuresis dan natriuresis hipoksia akan muncul selama 24-48 jam pertama

bervariasi setiap individu hingga dampaknya bisa menyebabkan dua sampai tiga kali

peningkatan ekskresi protein dan urin yang mekanismenya melibatkan perubahan

permeabilitas kapiler. Dalam hal PO2 yang rendah pun, sel kortikal intestitial meningkatkan

produksi eritropoietin guna membantu oksigenasi ke jaringan, yang dilepaskan sejak 1-2 jam

pertama setelah paparan hipoksia dengan puncak pada 24-48 jam dan menurun setelah

beberapa minggu dan terjadi penekanan feedback.

5. Sistem saraf

Apabila sistem syaraf kekurangan suplai oksigen dapat menyebabkan ischemic pada

jaringan, bila berkelanjutan dapat menyebakan nekrosis dan kemudian sel mengalami

degenerasi. Kekurangan oksigen pada kelenjar juga dapat menyebabkan kurangnya produksi

cairan endolimfe dan perolimfe yang mengatur keseimbangan tubuh.

c. Bagaimana mekanisme terjadinya hipoksia ?

Pada saat berada di tempat ketinggian:

1) Ventilasi paru yang mendadak menghilangkan sejumlah besar CO2, sehingga Pco2 turun

dan menyebabkan pertukaran gas CO2 dan O2 menjadi lebih sulit menyebabkan O2 susah

masuk ke paru-paru.

2) Tekanan atmosfer menurun menyebabkan Po2 udara menurun, sehingga Po2 dalam

alveoli juga menurun.

3) Kadar uap air yang meningkat dapat mengencerkan O2 di dalam paru-paru sehingga

kadar O2 menurun.

Ketiga hal tersebut menyebabkan terjadinya hipoksia karena kurangnya oksigen pada

jaringan.

d. Bagaimana fisiologi tubuh pada keadaan normal antara lain :

1. Sistem Respirasi

Page 9: 7. Hipoksia-skenario b

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :

1.Ventilasi

2.Difusi

3.Transportasi

Ventilasi

Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses

ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari

paru-paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat

inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari

atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan

intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari

paru-paru.

Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume

thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi

kontraksi dari otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)sehingga

terjadi elevasi dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax

(rongga dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan

intra pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.

Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam

(menarik nafas dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan isnpirasi

yaitu muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.

Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum

thorax akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah

ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-

dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan

muskulus abdominis.

Difusi

Page 10: 7. Hipoksia-skenario b

Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan.

Saat inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi

karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses

pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida

antara alveoli dan kapiler paru. Terjadinya difusi O2 dan CO2 ini karena adanya perbedaan

tekanan parsial. Tekanan udara luar sebesar 1 atm (760 mmHg), sedangkan tekanan parsial

O2 di alveolus sebesar ± 104 mmHg. Tekanan parsial pada kapiler darah arteri pulmonales ±

104 mmHg, dan di vena pulmonales ± 40 mmHg. Hal ini menyebabkan O2 dari alveolus

berdifusi ke dalam vena pulmonales. Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vena ± 45

mmHg, tekanan parsial CO2 dalam arteri ± 40 mmHg, dan tekanan parsial CO2 dalam

alveolus ± 40 mmHg. Adanya perbedaan tekanan parsial tersebut menyebabkan CO2 dapat

berdifusi dari vena pulmonales ke alveolus.

Transportasi

Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang

membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke

kapiler paru. Sekitar 97 – 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan Hb

(HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7% karbondioksida larut

dalam plasma, 23 – 30% berikatan dengan Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 –

70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat).

Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada

sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2

kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial

karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel

sebagai sisa metabolisme. Difusi oksigen keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan

jaringan dapat terjadi, karena tekanan oksigen di dalam cairan jaringan lebih rendah

dibandingkan di dalam darah. Hal ini disebabkan karena sel-sel secara terus menerus

menggunakan oksigen dalam respirasi selular. Perlu diketahui bahwa tekanan parsial O2 pada

kapiler darah nadi ± 95 mmHg dan tekanan parsial O2 dalam jaringan tubuh <40 mmHg.

Sebaliknya tekanan karbon dioksida tinggi, karena karbon dioksida secara terus menerus

dihasilkan oleh sel-sel tubuh. Tekanan parsial CO2 dalam jaringan ± 46 mmHg dan dalam

Page 11: 7. Hipoksia-skenario b

kapiler darah ± 40 mmHg. Hal inilah yang menyebabkan O2 dapat berdifusi ke dalam

jaringan dan CO2 berdifusi ke luar jaringan.

2. Sistem Kardiovaskular

Ukuran denyut jantung normal orang dewasa berkisar 60-100 kali per menit. Untuk atlet

terlatih, detak jantung normal saat istirahat akan lebih rendah berkisar 40 kali per menit.

Untuk orang dewasa sehat, denyut jantung yang lebih rendah saat istirahat umumnya

menyiratkan fungsi jantung yang efisien dan tingkat kebugaran yang baik, mereka yang

kurang berolahraga memiliki denyut jantung 80 per menit. Denyut jantung rata-rata adalah 70

per menit.

Arti Heart Rate meningkat : Detak jantung meningkat karena otot dalam tubuh memproduksi

lebih banyak karbon dioksida yang terdeteksi sebagai peningkatan dari normal di medula

yang mengirim sinyal melalui sistem saraf parasimpatetik ke nodus sinuatrialis

memberitahukannya untuk meningkatkan gelombang Eksitasinya, yang mana inturn

meningkatkan gelombang ke nodus atrioventricularis sehingga semua otot pada jantung

berkontraksi lebih sering.

Akibat heart rate menurun:

- Merasa pusing

- Sesak nafas dan sulit beraktivitas

- Mudah lelah

- Terasa sakit di dada

- Susah berkonsentrasi

- Penurunan tekanan darah

3. Sistem Aliran darah

Jantung memompa darah secara kontinu ke dalam aorta , tekanan rata-rata di aorta

menjadi lebih tinggi , sekitar 100 mmHg. Karena pemompaan oleh jantung bersifat pulsatil,

tekanan arteri berganti-ganti antara nilai tekanan sistolik 120 mmHg dan nilai tekanan

diastolik 80 mmHg.

Selama darah mengalir melalui sirkulasi sistemik, tekanan rata-rata menurun secara

progressif sampai kira-kira 0 mmHg pada waktu mencapai ujung vena cava yang merupakan

saat pengosongan darah ke dalam atrium dextrum jantung.

Page 12: 7. Hipoksia-skenario b

Tekanan dalam kapiler sistemik bervariasi dari setinggi 35 mmHg di dekat ujung

arteriol sampai serendah 10 mmHg di dekat ujung vena, tetapi tekanan “fungsional” rata-rata

sebagian besar pembuluh darah hanya 17 mmHg.

Pada sirkulasi pulmonalis, tekanan arteri pulmonalis juga bersifat pulsatil, tetapi

tekanannnya jauh lebih rendah daripada tekanan aorta. Tekanan sistolik arteri pulmonalis

rata-rata sekitar 25 mmHg dan tekanan diastolik 8 mmHg, dengan tekanan rata-rata arteri

pulmonalis hanya 16 mmHg. Tekanan kapiler paru rata-rata hanya 7 mmHg.

Pada kenyataannya, total aliran darah yang melalui paru setiap menitnya sama dengan

yang melalui sirkulasi sistemik. Tekanan yang rendah di sistem paru sesuai dengan

kebutuhan paru, karena semuanya diperlukan agar darah di kapiler paru terpajan dengan

oksigen dan gas-gas lain dalam alveoli paru.

4. Sistem Ekskresi

Sistem ekskresi yang terkait dengan ketinggian tempat adalah sistem ekskresi

pernapasan dan kulit.

a. Ekskresi Pernapasan

Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru, paru itu

sendiri, dan struktur-struktur toraks (dada) yang terlibat menimblkan gerakan udara masuk-

keluar paru melalui salurn pernapasan. Saluran pernapasan adalah saluran yang mengangkut

udara antara atmosfer dan alveolus, tempat terakhir yang merupakan satu-satunya tempat

pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat berlangsung (Sherwood, Lauralee, 2001:

412).

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung

(oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida sebagai

sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan

menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifufddin, 2006: 192).

Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan: (1) vantilasi paru-paru, yang berarti

pemasukan dan pengeluaran udara di atmosfir dan alveolus paru-paru, (2) difusi oksigen dan

karbon dioksida di antara alveolus dan darah, (3) transpor oksigen dan karbon dioksida di

dalam darah dan cairan tubuh ke sel dan dari sel, dan (4) pengaturan ventilsai dan segi

respirasi lainnya (Guyton, Arthur C, 1996: 343).

Tujuan akhir dari bernapas adalah secara terus-menerus menyediakan pasokan O2 segar

Page 13: 7. Hipoksia-skenario b

untuk diserap oleh darah dan mengeluarkan CO2 dari darah. Udara atmosfer normal yang

kering adalah mengandung sekitar 79% nitrogen (N2) dan 21% O2, dengan presentase CO2,

uap H2O, gs lain, dan polutan hampir dapat diabaikan. Secara bersama-sama, gas-gas ini

menghasilkan tekanan atmosfer total sebesar 760 mmHg pada ketinggian permukaan laut.

Jika oksigen mewakili 21% dari tekanan atmosfer 760 mmHg, maka tekanan oksigen adalah

160 mmHg. Dengan demikian tekanan parsial oksigen di udara atmosfer, Po, dalam keadaan

normal adalah 160 mmHg. Tekanan parsial CO2 di atmosfer, PCO2, dapat diabaikan, yaitu

0,3 mmHg. Gas yang dapat larut dalam cairan misalkan darah dan cairan tubuh lainnya

dianggap memiliki tekanan parsial. Karena daya larut O2 dan CO2 konstan, jumlah O2 dan

CO2 yang larut dalam darah kapiler paru akan berbanding lurus dengan PO2 dan PCO2

alveolus. Komposisi udara alveolus tidak sama dengan udara atmosfer yang dihirup karena

dua alasan. Pertama, segera setelah udara atmosfer memasuki saluran pernapasan, udara

tersebut mengalami kejenuhan H2O akibat perjalanan ke saluran pernapasan yang lembab.

Uap air juga menimbulkan tekanan parsial seperti gas lainnya. Pada suhu tubuh, tekanan

parsial uap H2O adalah 47 mmHg. Kedua, PO2 alveolus juga lebih rendah daripada PO2

atmosfer karena udara inspirasi segar tercampur dengan sejumlah besar udara lama yang

berada di paru dan ruang mati pada akhir ekspirasi sebelumnnya (kapsitas residual

fungsional) (Sherwood, Lauralee, 2001: 435).

b. Kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah

memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi,

mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme (Perdanakusuma,

David S, 2008). Kulit tidak sepenuhnya impermeable terhadap air. Sejumlah kecil air akan

mengalami evaporasi secara terus menerus dari permukaan kulit. Evaporasi yang dinamakan

perspirasi tidak kasat mata (insensible perspiration) berjumlah kurang-lebih 600 ml per hari

untuk orang dewasa yang normal. Kehilangan air yang tidak kasat mata (insensible water

loss) bervariasi menurut suhu tubuh. Pada penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat

(Brunner & Suddart, 2002: 1828).

Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Pengendalian

persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler

melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga

terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah

Page 14: 7. Hipoksia-skenario b

mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatsai, dan panas tubuh tidak

dikeluarkan). Kulit melakukan perannya ini dengan megeluarkan keringat, kontraksi otot, dan

pembuluh darah kulit. Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi

atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia. Sebum

yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan

berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak

menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit

(Syaifuddin, 2006: 315).

5. Sistem saraf

Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta

terdiriterutama dari jaringan saraf.Sistem persarafan merupakan salah satu organ yang

berfungsi untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan koordinasi

kegiatan tubuh. Terjadinya impuls listrik pada saraf sama dengan impuls listrik yg

dibangkitkan dalam serabutototSebuah neuron yg tdk membawa impuls dikatakan dalam

keadaan polarisasi, dimana ion Na+ lebih banyak diluar sel dan ion K+ dan ion negative lain

lebih banyak dalam selSuatu rangsangan (ex: neurotransmiter) membuat membrane lebih

permeable terhadap ion Na+ yang kan masuk ke dalam sel, keadaan ini menyebabkan

depolarisasi dimana sis luar akan bermuatan negative dan sisi dalam bermuatan positif.Segera

setelah depolarisasi terjadi, membrane neuron menjadi lbih permeable terhadap ion.

K+,yg akan segera keluar dari sel. Keadaan ini memperbaiki muatan positif diluar sel

dan muatannegatif di dalam sel, yg disebut repolarisasi. Kemudian pompa atrium dan kalium

mengmbalikan Na+ keluar dan ion K+ ke dalam, dan neuron sekarang siap merespon

stimulus lain dan mengahantarkan impuls lain.

e. Bagaimana hubungan parsiil gas (O2, CO2) terhadap : 1. Alveoli

2. Pembuluh Darah

3. Jaringan

Page 15: 7. Hipoksia-skenario b

Difusi netto: ditentukan oleh perbedaan antara kedua tekanan parsial

- Respirasi intrasel

Pada saat alveolus fase inspirasi:

Tekanan parsial oksigen pada alveolus (104 mmHg) lebih tinggi dari pembuluh

kapiler arteri pulmonalis (40 mmHg). Sehingga terjadi difusi oksigen dari alveolus ke

pembuluh darah arteri pulmonalis. Difusi terus berlangsung hingga terjadi

keseimbangn PO2 diantara keduanya.

Pada saat alveolus fase ekspirasi:

PCO2 pada alveolus (40 mmHg) lebih rendah dari PCO2 kapiler vena pulmonalis (45

mmHg). Sehingga terjadi difusi CO2 dari kapiler ke alveolus.

- Respirasi ekstrasel : Difusi ke jaringan

PO2 dalam kapiler (95 mmHg) melewati cairan interstitial menjadi PO2: 40 mmHg

dan dalam jaringan PO2: 23 mmHg. Sehingga terjadi difusi oksigen ke jaringan

PCO2 jaringan: 46 mmHg, PO2 cairan interstitial: 45 mmHg, berdifusi ke pembuluh

darah yang memiliki PCO2: 40 mmHg

f. Bagaimana mekanisme difusi gas eksterna dan interna ?

a. Pernapasan luar (Eksterna)

Page 16: 7. Hipoksia-skenario b

Pernapasan luar merupakan pertukaran gas di dalam paru paru. Oleh karena itu,

berlangsung difusi gas dari luar masuk ke dalam aliran darah. Dengan kata lain, pernapasan

luar merupakan pertukaran gas (O2 dan CO2) antara udara dan darah. Pada pernapasan luar,

darah akan masuk ke dalam kapiler paru-paru yang mengangkut sebagian besar karbon

dioksida sebagai ion bikarbonat (HCO3-) dengan persamaan reaksi seperti berikut :

(H+)+(HCO3–)=>H2CO3

Sisa karbon dioksida berdifusi keluar dari dalam darah dan melakukan reaksi sebagai berikut:

H2CO3=>H2O+CO2

Enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel-sel darah merah dapat

mempercepat reaksi. Ketika reaksi berlangsung, hemoglobin melepaskan ion - ion hidrogen

yang telah diangkut; HHb menjadi Hb. Hb merupakan singkatan dari haemoglobin, yaitu

jenis protein dalam sel darah merah. Selanjutnya, hemoglobin mengikat oksigen dan menjadi

oksihemoglobin(HbO2).

Hb+O2=>HbO2

Selama pernapasan luar, di dalam paru-paru akan terjadi pertukaran gas yaitu CO2

meninggalkan darah dan O2 masuk ke dalam darah secara difusi. Terjadinya difusi O2 dan

CO2 ini karena adanya perbedaan tekanan parsial. Tekanan udara luar sebesar 1 atm (760

mmHg), sedangkan tekanan parsial O2 di paru-paru sebesar ± 160 mmHg. Tekanan parsial

pada kapiler darah arteri ± 100 mmHg, dan di vena ± 40 mmHg. Hal ini menyebabkan O 2

dari udara berdifusi ke dalam darah. Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vena ± 47

mmHg, tekanan parsial CO2 dalam arteri ± 41 mmHg, dan tekanan parsial CO2 dalam

alveolus ± 40 mmHg. Adanya perbedaan tekanan parsial tersebut menyebabkan CO2 dapat

berdifusi dari darah ke alveolus.

b. Pernapasan Dalam (Internal)

Pada pernapasan dalam (pertukaran gas di dalam jaringan tubuh) darah masuk ke

dalam jaringan tubuh, oksigen meninggalkan hemoglobin dan berdifusi masuk ke dalam

cairan jaringan tubuh. Reaksinya sebagai berikut :

HbO2=>Hb+O2

Difusi oksigen keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan jaringan dapat terjadi,

karena tekanan oksigen di dalam cairan jaringan lebih rendah dibandingkan di dalam darah.

Page 17: 7. Hipoksia-skenario b

Hal ini disebabkan karena sel-sel secara terus menerus menggunakan oksigen dalam respirasi

selular.

Dari proses pernapasan yang terjadi di dalam jaringan menyebabkan terjadinya

perbedaan komposisi udara yang masuk dan yang keluar paru-paru.

Perlu diketahui bahwa tekanan parsial O2 pada kapiler darah nadi ± 100 mmHg dan tekanan

parsial O2 dalam jaringan tubuh kurang dari 40 mmHg. Sebaliknya tekanan karbon dioksida

tinggi, karena karbon dioksida secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel tubuh. Tekanan

parsial CO2 dalam jaringan ± 60 mmHg dan dalam kapiler darah ± 41 mmHg. Hal inilah

yang menyebabkan O2 dapat berdifusi ke dalam jaringan dan CO2 berdifusi ke luar jaringan.

Dalam keadaan biasa, tubuh kita menghasilkan 200 ml karbon dioksida per hari.

Pengangkutan CO2 di dalam darah dapat dilakukan dengan tiga cara berikut :

1) Sekitar 60-70% CO2 diangkut dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3-) oleh plasma darah.

Setelah asam karbonat yang terbentuk dalam darah terurai menjadi ion hydrogen (H+) dan ion

bikarbonat (HCO3-). Ion H+ bersifat racun, oleh sebab itu ion ini segera diikat Hb, sedangkan

ion (HCO3-) meninggalkan eritrosit masuk ke plasma darah. Kedudukan ion (HCO3

-) dalam

eritrosit diganti oleh ion klorit. Persamaan reaksinya sebagai berikut :

H20+CO2=>H2CO3=>(H+)+(HCO3-)

2) Lebih kurang 25% CO2 diikat oleh hemoglobin membentuk karboksihemoglobin. Secara

sederhana, reaksi CO2 dengan Hb ditulis sebagai berikut : .

CO2+Hb=>HbCO2

Karboksihemoglobin disebut juga karbokminohemoglobin karena bagian dari hemoglobin

yang mengikat CO2 adalah gugus asam amino. Reaksinya sebagai berikut :

CO2+RNH2=>RNHCOOH

3) Sekitar 6-10% CO2 diangkut plasma darah dalam bentuk senyawa asam karbonat

(H2CO3).

Tidak semua CO2 yang diangkut darah melalui paru-paru dibebaskan ke udara bebas.

Darah yang melewati paru-paru hanya membebaskan 10% CO2. Sisanya sebesar 90% tetap

Page 18: 7. Hipoksia-skenario b

bertahan di dalam darah dalam bentuk ion-ion bikarbonat. Ion-ion bikarbonat dalam darah ini

sebagai buffer atau penyangga karena mempunyai peran penting dalam menjaga stabilitas Ph

darah. Apabila terjadi gangguan pengangkutan CO2 dalam darah, kadar asam karbonat

(H2CO3) akan meningkat sehingga akan menyebabkan turunnya kadar alkali darah yang

berperan sebagai larutan buffer. Hal ini akan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologis

yang disebut asidosis.

2. Ir. Cek Nang setelah 24 jam mengalami : a. Sesak

Nafas

b. Sakit Kepala

c. Terasa Melayang

d. Susah Tidur

e. Mual

a. Bagaimana patofisiologi :

Page 19: 7. Hipoksia-skenario b

1. Sesak Nafas

a. Oksigenasi jaringan menurun. (Penyakit/keadaan yang menyebabkan kecepatan 

pengiriman oksigen  ke jaringan berkurang seperti hipoksia)

Penyakit atau keadaan tertentu secara akut dapat menyebabkan kecepatan

pengiriman oksigen ke seluruh jaringan menurun. Penurunan oksigenasi jaringan ini

akan meningkatkan sesak napas. Karena transportasi oksigentergantung dari sirkulasi

darah dan kadar hemoglobin, maka beberapa keadaan seperti perdarahan, animea

(hemolisis), perubahan hemoglobin (sulfhemoglobin, methemoglobin,

karboksihemoglobin) dapat menyebabkan sesak napas.

b. Kebutuhan oksigen meningkat. (Peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba –  tiba

akan  memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk proses   metabolism)

Penyakit atau keadaan yang sekonyong-konyong meningkat kebutuhan oksigen

akan memberi sensasi sesak napas. Misalnya, infeksi akut akan membutuhkan oksigen

lebih banyak karena peningkatan metabolisme. Peningkatan suhu tubuh karena bahan

pirogen atau rangsang pada saraf sentral yang menyebabkan kebutuhan oksigen

meningkat dan akhirnya menimbulkan sesak napas. Begitupun dengan penyakit

tirotoksikosis, basal metabolic rate meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga

meningkat. Aktivitas jasmani juga membutuhkan oksigen yang lebih banyak sehingga

menimbulkan sesak napas.

c. Kerja pernapasan meningkat. (Otot pernafasan dipaksa bekerja  lebih kuat karena

adanya penyempitan saluran pernafasan)

Penyakit perenkim paru seperti pneumonia, sembab paru yang menyebabkan

elastisitas paru berkurang serta penyakit yang menyebabkan penyempitan saluran

napas seperti asma bronkial, bronkitis dan bronkiolitis dapat menyebabkan ventilasi

paru menurun. Untuk mengimbangi keadaan ini dan supaya kebutuhan oksigen juga

tetap dapat dipenuhi, otot pernapasan dipaksa bekerja lebih keras atau dengan

perkataan lain kerja pernapasan ditingkatkan. Keadaan ini menimbulkan metabolisme

bertambah dan akhirnya metabolit-metabolit yang berada di dalam aliran darah juga

meningkat. Metabolit yang terdiri dari asam laktat dan asam piruvat ini akan

Page 20: 7. Hipoksia-skenario b

merangsang susunan saraf pusat. Kebutuhan oksigen yang meningkat pada obesitas

juga menyebabkan kerja pernapasan meningkat.

d. Rangsang pada sistem saraf pusat.

Penyakit yang menyerang sistem saraf pusat dapat menimbulkan serangan sesak

napas secara tiba-tiba. Bagaimana terjadinya serangan ini, sampai sekarang belum

jelas, seperti pada meningitis, cerebrovascular accident dan lain-lain. Hiperventilasi

idiopatik juga dijumpai, walaupun mekanismenya belum jelas.

e. Penyakit neuromuskuler.

Cukup banyak penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem

pernapasan terutama jika penyakit tadi mengenai diagfragma, seperti miastenia gravis

dan amiotropik leteral sklerosis.

Pada kasus cek nang ini, sesak napas cenderung disebabkan oleh poin a.

Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang

fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada pertukaran gas

antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat

sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah

sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada

saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi

peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga

dapat menyebabkan dispnea.

2. Sakit kepala

Terinduksi nya vasodilatasi cerebral dan efektornya seperti NO dianggap mnjadi

penyebab timbulnya sakit kepala mlalui aktivasi sistem trigeminovaskular

Ray dan Wolf (1940) menyimpulkan nyeri kepala disebabkan oleh:

a .T raks i vena -vena dengan d i sp l acemen t s i nus venosus be sa r  

b . T r a k s i a r t e r i m e n i n g e a m e d i a

c .T raks i a r t e r i be sa r pada da sa r o t ak  

d .D i s t ens i dan d i l a t a s i a r t e r i i n t r a dan eks t r ak ran i a l

Page 21: 7. Hipoksia-skenario b

e.inflamasi pada struktur peka nyeri dikepala atau daerah sekitarnya

f . p e n e k a n a n l a n g s u n g o l e h t u m o r p a d a s a r a f c r a n i a l

d a n s e r v i k a l y a n g mengandung serabut aferen nyeri dari kepala.

Nyeri kepala timbul karena perangsangan terhadap bangunan-bangunan di daerah

kepalad a n l e h e r y a n g p e k a t e r h a d a p n y e r i . N y e r i k e p a l a a k i b a t

p e r a n g s a n g a n b a n g u n a n intracranial akan diproyeksikan kepermukaan dan

dirasakan di daerah distribusi saraf   bersangkutan. Perangsangan bangunan

supratentorial akan dirasakan sebagai nyeri didae rah f ron t a l , d i da l am a t au d i

be l akang bo l a ma t a , dan d i dae r ah t empora l bawah . Sedangkan

perangsangan bangunan infratentorial dan fosa superior akan dirasakan di daerah

retroaurikuler dan oksipitonukhal. Rasa nyeri dapat mengalami perluasan karenarangsang

yang tiba juga menjalar ke nucleus-nukleus lain

3. Terasa melayang

Rasa melayang timbul karena dipemgaruhi oleh 3 sistem keseimbangan yaitu visual, otot dan

sendi, dan vestibule. Efek utama terjadi pada otot dan sendi. Pasien dalam kasus ini

mengalami hipoksi hipoksia yaitu kekurangan oksigen untuk jaringan yang diakibatkan oleh

tekanan parsial O2 di dalam arteri menurun sehingga aliran oksigen di dalam tubuh tidak

lancar, sehingga asupan oksigen untuk otot dan sendi pun menurun.

4. Susah Tidur

Pendaki yang tidur pada ketinggian di atas 3000 m umumnya mengalami pernapasan

periodik. Pernapasan periodik ditandai dengan periode hiperpnea kemudian diikuti dengan

apnea selama 3 – 10 detik.

Selama periode apnea, orang sering menjadi lelah dan terbangun karena perasaan

seperti tercekik. Pernapasan periodik dapat berkurang pada aklimatisasi, akan hilang bila

turun dari ketinggian.

Pernapasan periodik bervariasi pada tiap individu, mungkin berhubungan dengan

fungsi kemosensitivitas terhadap keadaan hipoksia. Individu dengan respons tinggi terhadap

hipoksia mempunyai ketidakstabilan interaksi antara oksigen dengan karbondioksida di

daerah sentral dan perifer yang mengakibatkan periodisitas saat tidur, walaupun mekanisme

pastinya belum jelas. Penyebab apnea saat tidur adalah kegagalan kontraksi otot genioglosus

sewaktu inspirasi sehingga lidah jatuh kebelakang dan menyumbat jalan napas.

Page 22: 7. Hipoksia-skenario b

5.Mual

Beberapa mekanisme patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui.

Koordinator utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf – saraf yang berlokasi di medulla

oblongata. Saraf –saraf ini menerima input dari :

Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema

Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual karena penyakit

telinga tengah)

Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)

Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan dengan cedera fisik)

Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks)

Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik dari usus

berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus. Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di

medula oblongata, memperantarai refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus

tractus solitarius dan area postrema. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area

postrema. Rangsangan perifer dan sentral dapat merangsang kedua pusat muntah dan CTZ.

Afferent dari faring, GI tract, mediastinum, ginjal, peritoneum dan genital dapat merangsang

pusat muntah. Sentral dirangsang dari korteks serebral, cortical atas dan pusat batang otak,

nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat

juga merangsang pusat muntah. Karena area postrema tidak efektif terhadap sawar darah

otak, obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan otak dapat langsung merangsang CTZ.

Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang berhubungan

dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang tidak nyaman.Nukleus

traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah dengan perangsangan simpatis dan

parasimpatis melalui perangsangan jantung, saluran billiaris, saluran cerna dan saluran

kemih.Sistem vestibular dapat dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan

gangguan pada vestibular telinga tengah.

Page 23: 7. Hipoksia-skenario b

Reseptor seperti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1 (NK-1) dapat

dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai konsentrasi yang tinggi pada

enkepalin, histaminergik, dan reseptor muskarinik kolinergik. Reseptor-reseptor ini mengirim

pesan ke pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan

di pusat muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal,

pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan refleks muntah.

b. Bagaimana kompensasi sistem dibawah ini terhadap ketinggian agar kembali

homeostasis?

1. Sistem respirasi

Efek fisiologis pada paru-paru berupa bertambah besarnya ventilais paru-paru seiring dengan

bertambahnya ketinggian tempat. Volume respirasi per menit pada ketinggian 5000 m naik

sekitar 45-69% daripada di daerah permukaan laut. Menurut hasil penelitian saat ini,

kenaikan ventilasi paru-paru disebabkan oleh stimulasi badan varoid dan kemoreseptor

lainnya oleh hipoksemia. Sebagai akibat dari kenaikan ventilasi pembuangan karbondioksida

juga meningkat, yang menyebabkan terjadinya alkalosis respiratorik.

2. Sistem Kardiovaskular

Dengan bertambahnya hipoksia kecepatan denyut jantung bertambah dari rerata 70

detak per menit menjadi sekitar 105 per menit pada ketinggian 4500 m. Jam-jam pertama

setelah tiba pada ketinggian tertentu, denyut nadi saat istirahatmenurun dan kemudian

meningkat, pada ketinggian 2000 m peningkatan adalah 10% dan pada ketinggian 4500 m

adalah 50%.

3. Sistem Aliran darah

Meliputi kenaikan produksi sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin, kenaikan

volume darah serta aktivitas erythropoietik. Pada ketinggian 5000 m jumlah sel darah merah

naik dari 5 juta menjadi 7 juta per mm3, kenaikan terjadi pada hari ke 7-14 setelah berada

pada ketinggian tersebut. Volume darah bertambah dari 40ml/kg menjadi 50 ml/kg pada

ketinggian 4540 m selama 1-3 minggu. Kenaikan produksi sel darah merah tersebut

disebabkan oleh kenaikan aktivitas erythropoietik.

Page 24: 7. Hipoksia-skenario b

4. Sistem Eskresi

alkalosis respiratorik disebabkan oleh ventilasi paru yangberlebihan

sehingga menurunkan PCO2 . Kondisi ini lebih jarang terjadi dibandingkan asidosis

respiratorik.Terdapat mekansime fisiologis yang mendasari terjadinya alkalosis

respiratorik, misalnya pada orang-orang yangberada pada ketinggian. Rendahnya

kadar O2 menyebabkan stimulasi pernafasan sehingga terjadilah kondisi

ini.Mekanisme kompensasi tubuh adalah melalui peningkatan ekskresi HCO 3-

melalui ginjal, ginjal akan mengekskresikan bikarbonat untuk mengembalikan pH ke

kisaran normal.

5. Sistem saraf

Sistem saraf vagal akan merangsang sistem gastrointestinal untuk melakukan gerak

peristaltic untuk mengeluarkan gas yang terdapat di lambung yang disebabkan karena PO2 di

luar tubuh lebih rendah daripada di dalam tubuh.

c. Mengapa gejala ini timbul setelah 24 jam ?

Karena pada saat berada di ketinggian terjadi proses aklimatisasi yang merupakan

proses membaiknya toleransi dan penampilan individu setelah beberapa jam sampai beberapa

minggu berada di ketinggian. Kompensasi ginjal untuk alkalosis respiratorik terjadi mulai

hari pertama berada di ketinggian. Mekanisme kompensasi lainnya yaitu eritropoesis. Sel

darah merah baru akan diproduksi dalam 3 sampai 5 hari sehingga meningkatkan hematokrit

dan kapasitas pengangkutan oksigen. Respons pernapasan juga meningkat setelah beberapa

hari di ketinggian akibat perubahan keseimbangan asam basa. Curah jantung, frekuensi

jantung dan tekanan darah sistemik kembali normal setelah sebulan berada diketinggian. Hal

ini terjadi mungkin karena penurunan aktivitas simpatis atau perubahan dalam reseptor

simpatis. Itulah mengapa individu yang melakukan perjalanan ke ketinggian dalam beberapa

jam mengalami gejala-gejala seperti didalam skenario, karena tubuh memerlukan waktu

untuk beradaptasi terhadap kondisi yang tidak biasa.

d. Bagaimana cara mengatasi gejala ini ?

Page 25: 7. Hipoksia-skenario b

Cara mengatasi hipoksia yang disebabkan karena ketinggian adalah dengan terapi

oksigen. Terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan cara:

a. Meletakkan kepala pasien di dalam suatu “tenda” (tempat tertutup) berisi udara yang

mengandung oksigen.

b. Pasien bernapas pada oksigen murni atau okesigen dengan konsentrasi tinggi dari sebuah

masker, atau

c. Pemberian oksigen melalui selang internasal.

d. Atau bisa juga dengan membawa pasien turun agar oksigen yang didapat lebih banyak

sehingga kembali normal.

Untuk gejala-gejala yang muncul, pasien harus beristirahat dengan baik.

e. Apa akibat dari gejal;a ini jika tidak diatasi ?

Ada dua kondisi serius yang berhubungan dengan ketinggian AMS parah apabila tidak diatasi

: High Altitude Cerebral Edema (HACO) dan High Altitude Edema Paru (HAPO). Yang

kedua yang lebih sering terjadi, terutama bagi mereka yang mampu beradaptasi terhadap

iklim.

High Altitude Edema Paru (HAPO)

HAPO hasil dari cairan yang terbentuk di paru-paru. Cairan ini mencegah pertukaran oksigen

yang efektif. Ketika kondisi menjadi lebih parah, tingkat oksigen dalam aliran darah

berkurang, yang menyebabkan sianosis, gangguan fungsi otak, dan kematian.

Gejala HAPO meliputi :

Sesak napas pada saat istirahat

Sesak di dada, dan batuk terus-menerus membesarkan cairan putih, berair, atau

berbusa

Ditandai kelelahan dan kelemahan

Perasaan sesak napas yang akan datang di malam hari

Kebingungan, dan perilaku irasional

Kebingungan, dan perilaku irasional adalah tanda-tanda bahwa oksigen tidak cukup mencapai

otak. Salah satu metode untuk pengujian diri sendiri untuk HAPO adalah untuk memeriksa

Page 26: 7. Hipoksia-skenario b

waktu pemulihan kita setelah pengerahan tenaga. Dalam kasus HAPO, turun ke tempat yang

lebih rendah secepatnya sekitar 600 meter dpl adalah diperlukan untuk menyelamatkan

nyawa. Siapapun yang menderita HAPO harus dievakuasi ke fasilitas medis untuk tindak

lanjut yang tepat pengobatan.

Cerebral Edema Tinggi Ketinggian (HACO)

HACO adalah hasil dari pembengkakan jaringan otak dari kebocoran cairan.

Gejala HACO meliputi:

Sakit kepala

Kelemahan

Disorientasi

Kehilangan koordinasi

Penurunan tingkat kesadaran

Kehilangan memori

Halusinasi & perilaku psikosis

Coma.

Ini umumnya terjadi setelah seminggu atau lebih pada ketinggian tinggi. Kasus berat

dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat. Turun ke tempat yang lebih

rendah dengan segera sekitar 600 meter dpl adalah upaya menyelamatkan nyawa yang

diperlukan. Ada beberapa obat yang dapat digunakan untuk pengobatan di lapangan, tapi ini

memerlukan pelatihan yang tepat dalam penggunaannya. Siapapun yang menderita HACO

harus dievakuasi ke fasilitas medis untuk tindak lanjut pengobatan.

f. Bagaimana seharusnya melakukan perjalanan ke tempat dengan ketinggian 3.200 meter?

1. Sebelum melakukan perjalanan ke daerah yang lebih tinggi sebaiknya memastikan

bahwa kondisi fisik dan kesehatan baik. Lakukan latihan fisik secara rutin untuk

meningkatkan stamina jauh-jauh hari sebelum melakukan perjalanan tersebut.. Jogging,

berenang, atau bersepeda secara taratur sangat membantu meningkatkan stamina.

2. Saat melakukan perjalanan di atas 3.000 meter / high altitude, jangan melakukan

perpindahan tempat untuk bermalam dengan ketinggian lebih dari 450 meter / hari,

meskipun tidak merasakan perubahan kondisi tubuh apa pun.

Page 27: 7. Hipoksia-skenario b

3. Ir. Cek Nang sesak nafasnya meningkat bila berjalan

Mengapa sesak nafas meningkat ketika berjalan ?

Ketika berjalan dibutuhkan energi yang lebih agar otot-otot dapat berfungsi. Energi

diperoleh dari produksi ATP. Untuk memproduksi ATP di mitokondria dibutuhkan oksigen,

sedangkan pada ketinggian tersebut tekanan oksigen berkurang. Sehingga untuk mendapatkan

energi, Ir. Cek Nang harus mengambil oksigen dari atmosfer lebih banyak lagi dengan

meningkatkan hiperventilasi yang menimbulkan peningkatan sesak nafas.

4. Hasil Vital Sign Ir. Cek Nang : a. Temp : 36,3 C

b. HR : 101 kali/menit

c. RR : 36 kali/menit

d. TD : 110/80 mmHg

Bagaimana interpretasi normal vital sign (Temperatur, HR, RR, TD) ?

Tekanan darah pada dewasa ( JNC VII : JAMA 289:2560-72, 2003) :

•Normal: < 120 mmHg / <80 mmHg

•Prehipertensi: 120-139 mmHg / 80-89 mmHg

•Hipertensi stadium 1: 140-159 mmHg / 90-99 mmHg

•Hipertensi stadium 2: >160 mmHg / >100mmHg

Tekanan darah pada anak-anak adalah :

•Pada umur 1 tahun: 102 mmHg / 55 mmHg

•Pada umur 5 tahun: 112 mmHg / 69 mmHg

•Pada umur 10 tahun: 119 mmHg / 78 mmHg

b. RR

12-20 kali/menit atau 8-16 kali/menit. >20 kali/menit tachpneu , 12 kali/ menit hipokapnia

Page 28: 7. Hipoksia-skenario b

c. Temperature normal 36,6˚C – 37,2 ˚C

d. HR

Takikardia ( > 100 kali / menit ), brakikardi (<60 kali/menit)

5. Hasil pemeriksaan fisik Ir. Cek Nang : a. Tachypneu

b. Kebiruan pada kuku jari

Bagaimana interpretasi normal pemeriksaan fisik (Tachypneu dan kebiruan pada kuku) ?

Tachypneu: RR lebih dari 18 kali per menit

Sianosis: Ditemukan adanya kebiruan pada kulit terutama ujung kuku dan bibir

6. Hasil Lab : a. EKG : Normal

b. Tekanan Gas arteri : 1. PO2 : 60 mmHg

2. PCO2 : 30 mmHg

Bagaimana interpretasi hasil lab (EKG dan tekanan gas arteri) ?

Tekanan gas normal :

- PaO2 80 – 100 mmHg

- PaCO2 35 – 45 mmHg

Kategori abnormal :

a. Hipoksia

· Ringan PaO2 50 – 80 mmHg

· Sedang PaO2 30 – 50 mmHg

· Berat PaO2 20 – 30 mmHg

b. Hiperkapnia

· Ringan PaCO2 45 – 60 mmHg

· Sedang PaCO2 60 – 70 mmHg

· Berat PaCO2 70 – 80 mmHg

c. Hipokapnia

PaCO2 >35mmHg

Page 29: 7. Hipoksia-skenario b

EKG normal

Interpretasi apabila ada kelainan

V. HIPOTESIS

Ir. Cek Nang (56 Tahun) menderita hipoksia yang disebabkan oleh tekanan parsiil O2 yang

menurun akibat menurunnya tekanan O2 di atmosfer.

Page 30: 7. Hipoksia-skenario b

VI. KETERKAITAN ANTARMASALAH

Ir. Cek Nang (56 Tahun) tinggal di Palembang

Pergi ke tempat dengan ketinggian 3.200 meter

Setelah 24 jam

Vital Sign Pemeriksaan Fisik Anamnesa Hasil Lab

1. Temp : 36,3 C 1.Tachypneu 1. Sesak nafas 1. EKG normal2. HR : 101 x/menit 2. Sianosis 2. Sakit kepala 2. P O2 : 60 mmHg3. RR : 36 X/menit 3. Terasa Melayang 3. P O2 : 30 mmHg4. TD : 110/80 mmHg 4. Susah tidur

5. Mual

HIPOKSIA

VII.IDENTIFIKASI TOPIK PEMBELAJARAN

Pokok Bahasan What I knowWhat I don’t

know

What I have to

prove

How I will

learn

Hipoksia Definisi, gejala

Penyebab, dampak,

mekanisme, tata

laksana

Perubahan yang

terjadi pada

sistem di dalam

tubuh ketika

terjadi hipoksia

Internet,

textbook,

journal.

Fisiologi Sistem

Terkait

(respirasi,

kardiovaskular,

aliran darah,

Definisi Efek fisiologis

yang ditimbulkan

pada sistem tubuh

Cara mengatasi

abnormalitas

yang

ditimbulkan

Page 31: 7. Hipoksia-skenario b

eskresi, saraf)

Anatomi dan

Histologi sistem

terkait (respirasi,

kardiovaskular,

aliran darah,

eskresi, saraf)

Definisi, struktur

makroskopis dan

mikroskopis

secara umum

Struktur

makroskopis dan

mikroskopis sistem

terkait

Perubahan yang

terjadi pada

struktur sistem

tersebut ketika

terjadi hipoksia

Patofisiologi Definisi

Hubungan gejala

yang muncul

dengan respon

fisiologi tubuh

Faktor yang

mempengaruhi

Kondisi

pegunungan

Definisi

Kondisi alam,

komposisi gas,

tekanan parsial,

suhu, intensitas

cahaya, dan

kelembaban udara

Pengaruh

kondisi

pegunungan

terhadap

respirasi interna

dan eksterna

Kompensasi

sistem terkait

(respirasi,

kardiovaskular,

aliran darah,

eskresi, saraf)

Definisi

Pengaruh

kompensasi sistem

yang terkait

Hubungan

peningkatan

(kompensasi)

sistem dengan

tingkat keakutan

hipoksia

Terapi

penyembuhanDefinisi

Tata laksana yang

tepat yang harus

diberikan

Keefektifan

terapi oksigen

bagi pasien

hipoksia

Interpretasi hasil

Vital Sign,

Laboratorium

dan Pemeriksaan

fisik

Definisi Interpretasi normal

dan abnormal

Perhitungan

hasil vital sign,.

Pemeriksaan

fisik, dan hasil

laboratorium dan

keterkaitannya

dengan hipoksia

Page 32: 7. Hipoksia-skenario b

pada ketinggian

VIII. SINTESIS

Kerangka Konsep

Ketinggian 3.200 meter

Temperatur meningkat PO2 atmosfer menurun Kelembaban udara meningkat Intensitas cahaya menurun

PO2 darah menurun

PO2 jaringan menurun

Hipoksia

Kompensasi sistem

S.Respirasi S.Integumen S.Keseimbangan S.Kardiovaskular S.Gastrointestinal S.Saraf S.Eskresi S.Aliran darah

RR meningkat Sianosis HR meningkat Diuresis meningkat

Tachypneu Tachycardi 1)Gerak peristaltik meningkat

Terasa melayang 2)perbedaan tekanan udara 1) Iskemik otak

2) Tekanan intra cranial meningkat

mual 1) PO2 arteri meningkat

Sakit kepala 2) PC O2 arteri menurun

Terapi Oksigen 12 L dan pengobatan

HIPOKSIA

Hipoksia adalah keadaan tubuh kekurangan oksigen untuk menjamin keperluan

hidupnya.Dengan menipisnya udara pada ketinggian, maka tekanan parsiil oksigen dalam

udaramenurun atau mengecil. Mengecilnya tekanan parsiil oksigen dalam udara pernapasan

akan berakibat terjadinya hipoksia.

Sifat-sifat hipoksia :

Page 33: 7. Hipoksia-skenario b

1. Tidak terasa datangnya, sehingga orang awam tidak tahu bahwa bahaya hipoksia ini

telahmenyerangnya.

2. Tidak memberikan rasa sakit pada seseorang, bahkan sering memberikan rasa

gembira(euphoria) pada permulaan serangan- nya, kemudian timbul gejala-gejala lain

yang lebih berat sampai pingsan dan bila dibiarkan dapat menyebabkan kematian.

Macam-macam hipoksia :

Menurut sebabnya hipoksia ini dibagi menjadi 4 macam, yaitu .

1) Hypoxic-Hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena menurunnya tekanan parsiil

oksigendalam paru-paru atau karena terlalu tebalnya dinding paru-paru. Hypoxic-

Hypoxia inilah yangsering dijumpai pada penerbangan, karena seperti makin tinggi

terbang makin rendah tekanan barometernya sehingga tekanan parsiil oksigennyapun

akan makin kecil.

2) Anaemic-Hypoxia, yaitu hipoksia yang disebabkan karena berkurangnya

hemoglobindalam darah baik kanena jumlah darahnya sendiri yang kurang

(perdarahan) maupun karenakadar Hb dalam darah menurun (anemia).

3) Stagnant-Hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena adanya bendungan sistem

peredarandarah sehingga aliran darah tidak lancar, maka jumlah oksigen yang

diangkut dari paru-parumenuju sel persatuan waktu menjadi kurang. Stagnant

hipoksia ini sering terjadi pada penderita penyakit jantung.

4) Histotoxic-Hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena adanya bahan racun dalam

tubuhsehingga mengganggu kelancaran pemapasan dalam.

Gejala-gejala hipoksia :

Gejala yang timbul pada hipoksia sangat individual, sedang berat ringannya gejala

tergantung pada lamanya berada di daerah itu, cepatnya mencapai ketinggian tersebut,

kondisi badanorang yang menderitanya dan lain sebagainya.Gejala-gejala ini dapat

dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu :

1) Gejala-gejala Obyektif, meliputi :

a) Air hunger, yaitu rasa ingin menarik napas panjang terus- menerus

b) Frekuensi nadi dan pernapasan naik

Page 34: 7. Hipoksia-skenario b

c) Gangguan pada cara berpikir dan berkonsentrasi

d) Gangguan dalam melakukan gerakan koordinatif misalnya memasukkan paku ke dalam

lubang yang sempit

e) Cyanosis, yaitu warna kulit, kuku dan bibir menjadi biru

f) Lemas

g) Kejang-kejang

h) Pingsan dan sebagainya.

2) Gejala-gejala Subyektif, meliputi :

a)Malas

b)Ngantuk

c)Euphoria yaitu rasa gembira tanpa sebab dan kadang-ka-dang timbul rasa sok jagoan.

Akibat hipoksia

Gangguan pada susunan saraf pusat khususnya di pusat-pusat yang lebih tinggi, adalah akibat

hipoksia yang penting. Hipoksia akut menyebabkan gangguan pertimbangan, inkoordinasi

motorik, dan gambaran klinis menyerupai alkoholisme akut. Bila hipoksia terjadi untuk

waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan, mengantuk, apatis, kurang mampu memusatkan

perhatian, lambat berpikir, dan menurunnya kapasitas kerja.

Ketika hipoksia menjadi makin berat, pusat-pusat di batang otak akan dipengaruhi, dan

kematian terjadi karena gagal nafas. Akibat berkurangnya PaO2, resistensi serebrovaskuler

menurun dan aliran darah ke otak meningkat, sebagai mekanisme kompensasi untuk

meningkatkan oksigen ke otak. Namun bila turunnya PaO2 disertai hiperventilasi dan

turunnya PaCO2, resistensi serebrovaskular meningkat dan aliran darah ke otak menurun,

sehingga hipoksia makin luas. Hipoksia juga menyebabkan konstriksi arteri pulmoner, yang

selanjutnya mengakibatkan shunt darah dari daerah yang miskin ventilasi ke daerah paru

yang ventilasinya lebih baik. Namun hipoksia juga meningkatkan resistensi vascular paru dan

afterload ventrikel kanan.

Page 35: 7. Hipoksia-skenario b

Glukosa secara normal akan dipecah menjadi asam piruvat. Selanjutnya pemecahan piruvat

dan pembentukan ATP (Adenosin trifosfat) membutuhkan oksigen, keadaan hipoksia

meningkatkan piruvat yang diubah menjadi asam laktat yang selanjutnya tidak dapat diubah

lagi, mengakibatkan asidosis metabolic. Energi total yang dihasilkan dari pemecahan

karbohidrat akan banyak berkurang dan jumlah energi yang dibutuhkan untuk produksi ATP

menjadi tidak cukup.

Komponen penting dari sistim respirasi dalam merespon hipoksia terdapat di sel-sel

kemosensitif di carotid dan aortic bodies, dan di pusat respirasi batang otak. Stimulasi sel-sel

ini karena hipoksia akan meningkatkan ventilasi dengan pelepasan CO2 dan pada akhirnya

terjadi alkalosis respiratorik. Ketika alkalosis respiratorik terjadi bersamaan dengan asidosis

respiratorik karena produksi asam laktat, bikarbonat serum akan menurun.

Berkurangnya PaO2 jaringan menyebabkan vasodilatasi local dan vasodilatasi difus yang

terjadi pada hipoksia menyeluruh, meningkatkan cardiac output. Pada pasien dengan didasari

penyakit jantung , kebutuhan jaringan perifer untuk meningkatkan cardiac output dalam

keadaan hipoksia dapat mencetuskan gagal jantung kongestif. Pada pasien dengan penyakit

jantung iskemik, PaO2 yang menurun akan memperberat iskemi miokard dan selanjutnya

memperburuk fungsi ventrikel kiri.

Salah satu dari mekanisme kompensasi yang penting pada hipoksia kronik adalah

meningkatnya konsentrasi Hb dan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi, dalam hal ini

terjadi polisitemia sekunder karena produksi eritropoetin.

Terapi Pengobatan

Cara mengatasi hipoksia yang disebabkan karena ketinggian adalah dengan terapi oksigen.

Terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan cara:

a. Meletakkan kepala pasien di dalam suatu “tenda” (tempat tertutup) berisi udara

yang mengandung oksigen.

b. Pasien bernapas pada oksigen murni atau okesigen dengan konsentrasi tinggi dari

sebuah masker, atau

c. Pemberian oksigen melalui selang internasal.

d. Atau bisa juga dengan membawa pasien turun agar oksigen yang didapat lebih banyak

sehingga kembali normal.

Untuk menghilangkan gejala-gejala yang dialami pasien, pasien harus beristirahat.

Page 36: 7. Hipoksia-skenario b

Tetapi, pada hipoksia yang disebabkan oleh anemia, kelainan transpor oksigen oleh

hemoglobin, defisiensi sirkulasi, maka terapi oksigen nilainya jauh lebih rendah. Karena

oksigen yang tersedia cukup, namun penangkutan oksigen ke jaringan berkurang. Oksigen

tambahan yang dapat diangkut pada kasus ini hanya sekitar 7 sampai 30 persen.

Selain itu, pada hipoksia akibat penggunaan oksigen jaringan yang tidak adekuat,

abnormalitas yang terjadi bukan pada pengambilan oksigen oleh paru ataupun transpornya ke

jaringan, tetapi karena sistem enzim yang ada pada jaringan tidak mampu menggunakan

oksigen tersebut dengan baik. Sehingga, terapi oksigen pun masih diragunkan untuk hipoksia

jenis ini.

ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF

Sistem Saraf merupakan sistem jaringan komunikasi yang menghubungkan setiap

bagian dari tubuh kita, berfungsi dalam proses menanggapi rangsangan dari luar serta

mengendalikan otot-otot kita.

Sistem saraf terbahagi kepada dua, yaitu:

• Sistem Saraf Pusat (Otak)

• Sistem Saraf Tepi (Perifer)

Page 37: 7. Hipoksia-skenario b
Page 38: 7. Hipoksia-skenario b

Menurut Fungsinya:

• Neuron Sensorik: Neuron sensorik yaitu neuron yang badan selnya bergerombol

membentuk ganglia, aksonnya pendek, sedangkan dendritnya panjang.

• Neuron Intermediet (Konektor): Neuron ini memiliki dendrit yang pendek. Aksonnya

ada yang panjang dan ada yang pendek.

• Neuron Motorik: Neuron ini memiliki dendrit pendek dan akson panjang

OTAK

12 pasang saraf otak31 pasang saraf sumsum tulang belakang

Page 39: 7. Hipoksia-skenario b

Mengatur dan mengkordinir sebagian besar,  gerakan, perilaku dan fungsi

tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu

tubuh. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi pengenalan, emosi, ingatan, pembelajaran

motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya.

1. OTAK DEPAN

Terdiri dari: Otak besar (Serebrum)

Thalamus

Hipotalamus

Infundibulum

Fungsinya:

• Mengatur gerakan

• Pusat pernapasan, kesadaran, ingatan (memori), keinginan, kecerdasan atau

kepandaian, kepribadian, daya cipta, dan daya khayal

• Pusat bicara

• Pusat penglihatan

• Pusat pendengaran

• Mengatur suhu tubuh

2. OTAK TENGAH (MESENSEFALON)

Terletak di depan otak kecil, memiliki bagian dorsal yang disebut atap (rektum).

Terdiri atas empat bagian yang menonjol ke atas, dua di disebelah atas (korpus

kuadrigemius superior), dua di sebelah bawah (korpus kuadrigeminus inferior).

Berfungsi untuk mengangkat kelopak mata dan memutar bola tengah mata, dan

sebagai pusat pergerakan mata.

3. OTAK BELAKANG

Terdiri dari: Otak Kecil (Cerebellum)

Jembatan varol

Sumsum lanjutan.

Fungsinya:

Page 40: 7. Hipoksia-skenario b

• Mengatur keseimbangan kerja otot rangka

• Mengatur gerakan pernapasan dan refleks

• Mengatur denyut jantung

• Mengatur pelebaran dan penyempitan pembuluh darah

• Mengatur pernapasan, mengatur suhu tubuh

• Merangsang otot-otot antar tulang rusuk dan diafragma.

SUMSUM TULANG BELAKANG (MEDULA SPINALIS)

- Terletak di dalam kanalis vertebralis bersama ganglion radik posterior.

- Berfungsi sebagai pusat gerakan otot-otot tubuh terbesar di kornu motorik atau kornu

ventralis, menguras kegiatan reflek-reflek spinalis serta reflek lutut, menghantarkan

rangsangan kordinasi dari otot dan sendi ke serebelum, sebagai penghubung antar

segmen medulla spinalis, mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian

tubuh

SISTEM SARAF TEPI (PERIFER)

• Saraf tepi terbagi menjadi 12 pasang saraf otak dan 31 pasang saraf sumsum tulang

belakang.

• Berdasarkan kerja:

- Saraf somatis (saraf sadar)

Saraf somatis adalah saraf yang rangsangannya disampaikan ke pusat reseptor, yaitu

ke pusat motoris pada serebrum.

- Saraf otonom (saraf tak sadar)

Saraf otonom adalah saraf yang rangsangannya tidak disampaikan ke otak.

Berdasarkan sifat kerja:

Saraf simpatis

Page 41: 7. Hipoksia-skenario b

Saraf parasimpatis.

Saraf Simpatis dan Parasimpatis

Stimulasi dari sistem saraf simpatis pada umumnya merangsang kerja organ.

Sebaliknya, stimulasi oleh saraf parasimpatis pada umumnya bersifat menghambat kerja

organ. Jadi, kedua sistem saraf ini bersifat antagonis.

GERAK REFLEKS

Merupakan gerak spontan yang tidak melibatkan kerja otak. Gerak ini dilakukan tanpa

kesadaran, berguna untuk mengatasi kejadian yang tiba-tiba.

Jalur yang dilalui oleh rangsangan saat terjadi gerak reflex:

Reseptor Neuron Sensorik Sumsum Tulang Belakang

Neuron Motorik Efektor

Page 42: 7. Hipoksia-skenario b

ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI SISTEM EKSKRESI

Ekskresi adalah sistem pengeluaran zat-zat sisa metabolisme yang tidak berguna bagi

tubuh dari dalam tubuh, seperti:

- Menghembuskan gas CO2 ketika kita bernafas

- Berkeringat

- Buang air kecil (urine)

Alat ekskresi manusia terdiri dari hati, ginjal, kulit dan paru-paru.

A. Ekskresi Pernapasan

System pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru, paru itu

sendiri, dan struktur-struktur toraks (dada) yang terlibat menimblkan gerakan udara

masuk-keluar paru melalui salurn pernapasan. Saluran pernapasan adalah saluran

yang mengangkut udara antara atmosfer dan alveolus, tempat terakhir yang

merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat

berlangsung (Sherwood, Lauralee, 2001: 412). Saluran pernapasan terdiri dari:

1.Hidung, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung

(septum nasi).di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara,

Page 43: 7. Hipoksia-skenario b

debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung (Syaifuddin, 2006: 193).

2.Nasofaring, terletak tepat di belakang cavum nasi, di bawah basis cranii dan di

depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka di bagian depan ke dalam

cavum nasi dank e bawah ke dalam orofaring. Eustacius membuka ke dalam dinding

lateralnya pada setiap sisi (Gibson, John, 2003: 138).

3.Orofaring, dipisahkan dari nasoparing oleh palatum lunak muscular, suatu

perpanjangan palatum keras tulang (Setiadi, 2007:45).

4.Laring, terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula

thyroidea, dan beberapa otot kecil dan di depan laringofaring (Gibson, John, 2003:

139).

5.Trakea, merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin

kartilago yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti C (Setiadi,

2007: 47).

6.Bronkus, merupakan percabangan trakea. Setiap bronkus primer bercabang 9-12

kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin

kecil. Struktur mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronchial yang

selanjutnya secara berurutan adalah bronki, bronkiolus, bronkioliu terminalis,

bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli (Setiadi, 2007: 48).

7.Paru-paru, yang terdiri dari paru kanan dan kiri. Paru kanan terbagi menjadi dua

fisura menjadi tiga lobus: superior, media, inferior. Paru kiri dibagi oleh sebuah fisura

menjadi dua lobus: superior, inferior. Pleura adalah membran tipis transparan yang

malapisi paru dalam dua lapis: lapisan viserale, yang merekat erat pada paru, dan

lapisan pariteale yang melapisi permukaan dinding dalam dada. Cavum pleura adalah

rongga di antara kedua lapisan tersebut (Gibson, John, 2003: 145).

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung

(oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida

seagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan

menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifufddin, 2006: 192).

Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan: (1) vantilasi paru-paru, yang

berarti pemasukan dan pengeluaran udara di atmosfir dan alveolus paru-paru, (2)

difusi oksigen dan karbon dioksida di antara alveolus dan darah, (3) transpor oksigen

dan karbon dioksida di dalam darah dan cairan tubuh ke sel dan dari sel, dan (4)

pengaturan ventilsai dan segi respirasi lainnya (Guyton, Arthur C, 1996: 343).

Page 44: 7. Hipoksia-skenario b

Tujuan akhir dari bernapas adalah secara terus-menerus menyediakan pasokan O2

segar untuk diserap oleh darah dan mengeluarkan CO2 dari darah. Udara atmosfer

normal yang kering adalah mengandung sekitar 79% nitrogen (N2) dan 21% O2,

dengan presentase CO2, uap H2O, gs lain, dan polutan hampir dapat diabaikan.

Secara bersama-sama, gas-gas ini menghasilkan tekanan atmosfer total sebesar 760

mmHg pada ketinggian permukaan laut. Jika oksigen mewakili 21% dari tekanan

atmosfer 760 mmHg, maka tekanan oksigen adalah 160 mmHg. Dengan demikian

tekanan parsial oksigen di udara atmosfer, Po, dalam keadaan normal adalah 160

mmHg. Tekanan parsial CO2 di atmosfer, PCO2, dapat diabaikan, yaitu 0,3 mmHg.

Gas yang dapat larut dalam cairan misalkan darah dan cairan tubuh lainnya dianggap

memiliki tekanan parsial. Karena daya larut O2 dan CO2 konstan, jumlah O2 dan

CO2 yang larut dalam darah kapiler paru akan berbanding lurus dengan PO2 dan

PCO2 alveolus. Komposisi udara alveolus tidak sama dengan udara atmosfer yang

dihirup karena dua alasan. Pertama, segera setelah udara atmosfer memasuki saluran

pernapasan, udara tersebut mengalami kejenuhan H2O akibat perjalanan ke saluran

pernapasan yang lembab. Uap air juga menimbulkan tekanan parsial seperti gas

lainnya. Pada suhu tubuh, tekanan parsial uap H2O adalah 47 mmHg. Kedua, PO2

alveolus juga lebih rendah daripada PO2 atmosfer karena udara inspirasi segar

tercampur dengan sejumlah besar udara lama yang berada di paru dan ruang mati

pada akhir ekspirasi sebelumnnya (kapsitas residual fungsional) (Sherwood, Lauralee,

2001: 435).

Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih

tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernapasan terjadi

di membran kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan

membran. Makin tebal membran, maka akan semakin memerlukan waktu yang lebih

lama untuk melewati membran tersebut (Potter, Patricia A, 2006:1558).

Transpor oksigen System pengangkut oksigen di tubuh terdiri atas paru dan system

kardiovaskular. Pengangkutan jumlah oksigen tergantung pada jumlah oksigen yang

masuk ke dalam paru-paru, adanya pertukara gas di paru yang adekuat, aliran darah

yang menuju jaringan, dan kapasitas darah untuk mengengkut oksigen (Ganong,

William F, 2008: 689).

Kapasitas darah untuk membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut

dalam plasma, jumlah haemoglobin, dan kecenderungan haemoglobin untuk berikatan

dengan oksigen. Jumlah oksigen yang larut dalam plasma relatif kecil, yakni hanya

Page 45: 7. Hipoksia-skenario b

sekitar 3%.sebagian oksigen ditransportasi oleh haemoglobin, dan membantuk

oksihemoglobin yang sifatnya reversible, sehinnnga mamungkinkan hemoglobin dan

oksigen berpisah, membuat oksigen menjadi bebas. Sehingga oksigen bisa masuk ke

dalam jaringan (Potter, Patricia A, 2006:1558)

Transpor karbondioksida

Sewaktu darah arteri mengalir melalui kapiler jaringan, CO2 berdifusi mengikuti

penurunan gradien tekanan parsialnya dari sel jaringan ke dalam darah.

Karbondioksida diangkut dalam darah dengan tiga cara: (1) terlarut secara fisik, (2)

terikat ke Hb, dan (3) sebagai bikarbonat ((Sherwood, Lauralee, 2001: 445).

Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali lebih besar daripada kelarutan O2;

karena itu, pada tekanan-telanan parsialyang sama didapatkan jeuh lebih abanyak

CO2 dibandingkan O2 dalam larutan sederhana. CO2 yang berdifusi ke dalam sel

darah merah terhidrasi dengan cepat menjadi H2CO3 karena adanya karbonat

anhidrase. H2CO3 akan berdisosisasi menjadi H+ dan HCO3- memasuki plasma.

Karena hemoglobin terdeoksigenasi mengikat lebih banyak H+ daripada yang diikat

dengan oksigehoglobin dan lebih mudah membentuk senyawa karbamino, pengikatan

oksigen pada hemoglobin akan menurunkan afisitasnya terhadap CO2 (efek

Haldane).akibatnya darah vena lebih banyak mengangkut CO2 daripada darah arteri,

dan pada penyerapan CO2 di jaringan dan pelepasan O2 di paru berlangsung lebih

mudah (Ganong, William F, 2008: 693).

B. Ekskresi Kulit

Page 46: 7. Hipoksia-skenario b

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan

organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat tubuh,

pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5-1,9 meter persegi.

Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan

jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit

bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak

kaki, punggung, bahu dan bokong (Perdanakusuma, David S, 2008).

Sebagai system organ tubuh yang paling luas, kulit tidak bisa terpisahkan dari

kehidupan manusia. Kulit membangun sebuah barrier yang memisahkan organ-organ

internal dengan lingkungan luar, dan turut berpartisipasi dalam banyak fungsi tubuh

yang vital. Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu: epidermis, dermis, dan jaringan

subkutan (Brunner & Suddart, 2002: 1824).

Epidermis merupakan lapisan kulit terluar (kulit ari). Epidermis terdiri dari lima

lapisan (dari yang paling atas sampai yang terdalam), yaitu (Perdanakusuma, David S,

2008):

1.Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.

2.Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal

telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

3.Stratum Granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya

ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula

keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.

4.Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,

dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk

mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada

tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum

dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai

lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.

5.Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan

bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis

diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia

dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.

Page 47: 7. Hipoksia-skenario b

Dermis, merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh

membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini

tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak

(Syaifuddin, 2006: 311). Lapisan ini mengandung akar rambut, pembuluh darah,

kelenjar, dan saraf. Kelenjar yang terdapat dalam lapisan ini adalah kelenjar keringat

(glandula sudorifera) dan kelenjar minyak (glandula sebasea). Kelenjar keringat

menghasilkan keringat yang di dalamnya terlarut berbagai macam garam. terutama

garam dapur. Keringat dialirkan melalui saluran kelenjar keringat dan dikeluarkan

dari dalam tubuh melalui poripori. Di dalam kantong rambut terdapat akar rambut dan

batang rambut. Kelenjar minyak berfungsi menghasilkan minyak yang berfungsi

meminyaki rambut agar tidak kering. Rambut dapat tumbuh terus karena mendapat

sari-sari makanan pembuluh kapiler di bawah kantong rambut. Di dekat akar rambut

terdapat otot penegak rambut (Crayonpedia, 2009).

Jaringan subkutan atau hypodermis, merupakan lapisan kulit yang paling dalam.

Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara

lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Maka yang berlebihan akan

meningkatatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringan subkutan dan jumlah

lemak yang tertimbun merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh

(Brunner & Suddart, 2002: 1825).

Dalam setiap lapisan kulit tersebut terdapat beberapa bagian dari kulit seperti rambut,

kuku, kelenjar kulit, dan kelenjar keringat. Rambut terdiri atas akar rambut yang

terbentuk dalam dermis dan batang rambut yang menjulur ke luar dari dalam kulit

(Brunner & Suddart, 2002: 1825). Rambut tumbuh dari folikel rambut di dalam

epidermis. Folikel rambut dibatasi oleh epidermis sebelah atas, dasarnya terdapat

papil tempat rambut tumbuh. Akar berada di dalam folikel pada ujung paling dalam

dan bagian paling luar disebut batang rambut (Syaifuddin, 2006: 312).

Kuku merupakan sebuah lempeng keratin yang keras dan transparan yang melapisi

kulit daerah permukaan dorsal ujung distal jari-jari tangan dan kaki. Pertumbuhan

kulit berlangsung terus sepanjang hidup dengan pertumbuhan rata-rata 0,1 mm per

hari. (Brunner & Suddart, 2002: 1827).

Kelenjar kulit mempunyai lobulus yang bergulung-gulung dengan saluran keluar lurus

merupakan jalan untuk mengeluarkan berbagai zat dari badan (kelenjar keringat)

(Syaifuddin, 2006: 313). Kelenjar sebasea berkaitan dengan folikel rambut. Saluran

ke luar (duktus) kelenjar sebasea akan mengosongkan secret minyaknya ke dalam

Page 48: 7. Hipoksia-skenario b

ruangan antara folikel rambut dengan batang rambut. Untuk selembar rambut terdapat

sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya akan melumasi rambut dan membuat rambut

menjadi lunak serta lentur. Kelenjar keringat ditemukan pada kulit di sebagian besar

permukaan tubuh (Brunner & Suddart, 2002: 1827). Kelenjar keringat adalah alat

utama untuk mengendalikan suhu tubuh, bekurang pada waktu iklim dingin dan

meningkat pada waktu suhu panas (Syaifuddin, 2006: 314).

Fungsi Kulit Sebagai Sistem Ekskresi

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah

memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi,

mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme

(Perdanakusuma, David S, 2008). Kulit tidak sepenuhnya impermeable terhadap air.

Sejumlah kecil air akan mengalami evaporasi secara terus menerus dari permukaan

kulit. Evaporasi yang dinamakan perspirasi tidak kasat mata (insensible perspiration)

berjumlah kurang-lebih 600 ml per hari untuk orang dewasa yang normal. Kehilangan

air yang tidak kasat mata (insensible water loss) bervariasi menurut suhu tubuh. Pada

penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat (Brunner & Suddart, 2002: 1828).

Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Pengendalian

persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler

melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat

sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi

(pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat

dibatsai, dan panas tubuh tidak dikeluarkan). Kulit melakukan perannya ini dengan

megeluarkan keringat, kontraksi otot, dan pembuluh darah kulit. Kelenjar-kelenjar

kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolisme dalam

tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit

berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak yang

melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi

kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit

(Syaifuddin, 2006: 315).

C. Ekskresi Ginjal

Page 49: 7. Hipoksia-skenario b

Di dalam tubuh kita ada sepasang ginjal, terletak disebelah kiri dan kanan ruas

tulang pinggang di dalam rongga perut. Letak ginjal kiri lebih tinggi daripada ginjal

kanan, karena di atas ginjal kanan terdapat hati yang banyak mengambil ruang. Ginjal

berfungsi menyaring darah.

Ginjal terdiri atas tiga bagian yaitu:

a. Kulit Ginjal (korteks)

b. Sumsum ginjal (medula)

c. Rongga ginjal (pelris)

Pada bagian kulit ginjal terdapat alat penyaring darah yang disebut nefron. Setiap

nefron tersusun dari badan Malpighi dan saluran panjang (tubula) yang bergelung.

Badan Malpighi tersusun dari glomerolus dan simpai Bowman. Glomerulus berupa

anyaman pembuluh kapiler darah, sedangkan simpai Bowman berupa cawan

berdinding tebal yang mengelilingi glomerulus. Sumsum ginjal merupakan tempat

berkumpulnya pembuluh-pembuluh halus dari simpai Bowman. Pembuluh-pembuluh

halus tersebut mengalirkan urine ke saluran yang lebih besar dan bermuara di rongga

ginjal. Selanjutnya urine dialirkan melalui saluran ginjal (ureter) dan ditampung di

dalam kantong kemih. Jika kantong kemih banyak mengandung urine, dinding

kantong tertekan sehingga otot melingkar pada pangkal kantong meregang. Akibatnya

timbul rasa buang air kecil. Selanjutnya urine dikeluarkan melalui saluran kemih

(uretra).

Cara Kerja Ginjal

Page 50: 7. Hipoksia-skenario b

Darah yang banyak mengandung sisa metabolisme masuk ke ginjal melalui

pembuluh nadi ginjal. Cairan yang keluar dari pembuluh darah masuk ke nefron. Air,

gula, asam amino dan urea terpisah dari darah kemudian menuju simpai Bowman.

Proses ini disebut filtrasi. Dari sekitar 180 liter air yang disaring oleh simpai Bowman

setipa hari, hanyau liter yang diekskresikan sebagai urine. Sebagian besar air diserap

kembali di dalam pembuluh halus. Cairan dari simpai Bowman menuju ke saluran

pengumpul. Dalam perjalanan tersebut terjadi penyerapan kembali glukosa dan bahan-

bahan lain oleh aliran darah. Peristiwa ini disebut reabsorpsi. Bahan-bahan seperti

urea dan garam tidak direabsorpsi bergabung dengan air menjadi urine.

Dalam keadaan normal, urine mengandung: air, urea dan ammonia yang

merupakan sisia perombakan protein. Garam mineral, terutama garam dapur. Zat

warna empedu yang memberi warna kuning pada urine. Zat yang berlebihan dalam

darah seperti vitamin, obat-obatan pada hormone. Jika dalam urine terdapat protein,

hal itu menunjukkan adanya kerusakan di dalam ginjal.

D. Ekskresi Bowel

System gastrointestinal merupakan pintu gerbang masuknya bahan makanan, vitamin,

mineral, dan cairan ke dalam tubuh (Ganong, William F, 2008). Fungsi utama system

pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi ata nutrien (setelah

memodifikasinya), air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam

lingkungan internal tubuh (Sherwood, Lauralee, 2001: 538). Saluran pencernaan

makanan (tractus digesti) merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan

mempersiapkanya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan

(pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzym dan zat cair yang

terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus (Setiadi, 2007: 62).

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus, usus

besar, dan rectum. Selain itu juga terdapat organ aksesori pencernaan seperti hati,

pancreas, dan empedu.

Mulut, secara umum mulut terdiri atas 2 bagian, yaitu (Setiadi, 2007: 64): 1.) Bagian

luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir, dan pipi. 2.) Bagian

rongga mulut (bagian dalam), yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang

Page 51: 7. Hipoksia-skenario b

maksilaris, palatum, dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring.

Di mulut ada beberapa bagian yang perlu diketahui, antara lain: pallatum, gigi, lidah,

dan kelenjar saliva. Di mulut makanan akan dihancurkan dan ducamour dengan saliva

untuk memecah pilosakarida menjadi karbohidrat yang lebih sederhana.

Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus dan berjalan memanjang di antara

faring dan lambung. Menelan dimulai ketika sutu bolus atau bola makanan secara

sengaja didorong oleh lidah ke bagian belakang mulut menuju faring. Gelombang

peristaltik primer dari pusat kontrol menelan akan mengalir dari pangkal ujung

esophagus, mendorong bolus di depannya melewati esophagus ke lambung

(Sherwood, Lauralee, 2001: 548-549).

Lambung merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J yang terletak di antara

esophagus dan usus halus (Sherwood, Lauralee, 2001: 551). Penyerapan hanya

dilakukan beberapa menit saja, karena penyerapan akan dilakukan lebih lanjut di usus

halus. Fungsi kedua lambung adalah menghasilkan HCl dan enzim-enzim yang

memulai pencernaan protein. Kemudian makanan akan dihaluskan dan dicampur

dengan bahan-bahan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran kental yang

dikenal dengan kimus.

Usus halus adalah suatu saluran dengan panjang sekitar 6.3m (21 kaki) dengan

diameter kecil 2.5 cm (1 inchi). Usus ini berada dalam keadaan bergelung di dalam

rongga abdomen dan terentang dari lambung sampai usus besar. Secara sewenang-

wenang, usus halus dibagi menjadi tiga ,2.5m (8 kaki), jejunum 20 cm (80 inchi)

pertamasegmen; duodenum (Sherwood, Lauralee, 2001: 570).3.6m (12 kaki)ileum

Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rectum. Sekum membentuk

kantung buntu di bawah taut antara usus halus dan usus beasr di katup ileoselum.

Tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum adalah apendiks, jaringan limfoid yang

mengandung limfosit. Kolon, yang membentuk sebagian besar usus besar, tidak

berglung-gelung seperti usus halus, tetapi terdiri dari tiga bagia yang relatif lurus:

kolon asendens, kolon tranfersum, dan kolon desendens. Bagian akhir kolon

desendens berbentuk huruf “S”, yaitu kolon sigmoid (sigmoid berarti berbentuk “S”),

dan kemudian berbentuk lurus yang disebut rectum (rectum berarti lurus) (Sherwood,

Lauralee, 2001: 582).

Defekasi

Page 52: 7. Hipoksia-skenario b

Peregangan rectum oleh feses akan mencetuskan kontraksi refleks otot-otot rectum

dan keinginan buang air besar. Pada manusia, persarafan simpatis ke sfingter ani

internus (involunter) bersifat aksitatorik. Keinginan defekasi pertama kali muncul saat

tekanan rectum meningkat sampai sekitar 18 mmHg. Apabila tekanan ini mencapai 55

mmHg, sfingter internus maupun eksternus melemas dan isi rectum terdorong keluar

(Ganong, William F, 2008: 491).

Biasanya defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refleks-refleks ini

adalah refleks intrisik yang diperantarai oleh system saraf enteric setempat. Ketika

feses memasuki rectum, peregangan dinding rectum menimbulkan sinyal-sinyal

aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang

peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rectum, mendorong feses ke arah

anus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi (Potter & Perry, 2005)

Umur. Perubahan perkembangan yang mempengaruhi eliminasi terjadi di sepanjang

hidup. Makanan melewati usus infant lebih cepat daripada orang dewasa. Infant

belum dapat mengontrol defekasi karena organ-organ yang belum begitu sempurna.

Infeksi. Beberapa penelitian membuktikan bahwa etiologi dari 95% ulcerasi

duodenum berhubungan dengan enfeksi bakteri Helicobakter pylori. Namun ulcer ini

dapat diterapi menggunakan antibiotik dengan hasil yang sangat sukses.

Diet. Intake makanan reguler sehari-hari membantu mengatur pola peristaltik di

colon. Fiber, sisa pencernaan dalam diet, menghasilkan bagian terbesar dalam

material fekal. Beberapa makanan seperti susu dan produk-prosuk susu sulit atau

hampir tidak mungkin dicerna. Ini dapat dikarenakan oleh intoleransi laktosa.

Intake cairan. Suatu keadaan inadekuat intake cairan atau gangguan keseimbangan

cairan akan sangat mempengaruhi dalam karakter dari feses. Cairan mencairkan

komponen intestinal dan memudahkan jalannya melalui colon.

Aktivitas fisik. Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik, sedangkan imobilisasi akan

menurunkan peristaltik. Ambulsi dini setelah pembedahan dapat mendorong

pengaturan peristaltik dan eliminasi normal.

Faktor psikologi. Hampir semua fungsi dari system organ dapat terganggu oleh stress

emosional yang berkepanjangan. Jika seseorang menjadi cemas, takut, atau marah,

respon stersnya akan dimulai, yang mana membuat tubuh menyimoan lebih lama.

Proses digesti akan dipercepat, dan peristaltis ditingkatkan untuk menyediakan nutrisi

Page 53: 7. Hipoksia-skenario b

yang diperlukan untuk bertahan.

Kehamilan. Ukuran fetus akan terus meningkat, dan akan terus menekan rectum.

Obstruksi yang sifatnya sementara ini akan mengganggu jalan feses.

Karakteristik feses normal

Inspeksi karakter dari feses dapat membarikan informasi mengenai kealamian dari

pergantian eiminasi. Warna feses normal umumnya adalah berwarna kuning,

terkadang juga bervariasi tergantung diet yang sedang dijalani. Wujudnya berupa

semipadat, menibulkan bau yang khas, dan biasanya akan mengapung di air. Pada

penderita diare, komposisi fesesnya akan lebih cair dan warnanya akan lebih terang.

Beda bila penderita konstipasi, fesesnya akan lebih gelap dan lebih keras.

ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

Anatomi

Sistem respirasi manusia terdiri dari bagian superior dan bagian inferior. Bagian superior

yaitu hidung dan faring, sedangkan bagian inferior yaitu laring, trakea, bronkus dan alveolus.

NASI

Nasi (hidung) dibentuk oleh os nasale dan tulang rawan. Terdapat nares anterior yang

menghubungkan rongga hidung atau cavum nasi dengan dunia luar dan akan bermuara

Page 54: 7. Hipoksia-skenario b

menuju vestibulum nasi. Cavum nasi dilapisi selaput lendir yang sangat kaya pembuluh

darah, dan berhubungan dengan pharynx dan selaput lendir pada sinus yang mempunyai

lubang yang berhubungan dengan rongga hidung. Septum nasi memisahkan cavum nasi

menjadi dua. Struktur tipis ini terdiri dari tulang keras dan tulang rawan, dapat membengkok

ke satu sisi lain, dan kedua sisinya dilapisi oleh membran mukosa. Di bagian posterior

septum nasi, terdapat os ethmoidale di superior dan vomer di inferiornya.

Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh os maxilla, os palatinum, sebagian os frontale, dan

sebagian os sphenoidale. Terdapat tiga tulang yang melengkung halus dan melekat pada

dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : (1) concha superior (2) concha media,

dan (3) concha inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membran mukosa.

Dasar cavum nasi dibentuk oleh os maxilla dan os palatinum sedangkan atapnya merupakan

celah sempit yang dibentuk oleh sebagian os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa

olfactorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf

khusus yang mendeteksi bau yaitu nervus olfactorius. N. olfactorius ini melewati lamina

cribrosa os frontale dan ke dalam bulbus olfactorius nervus cranialis I.

Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam

cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum

nasi. Lubang yang membuka ke dalam cavum nasi : (1) nares anterior (2) sinus sphenoidalis,

diatas concha superior (3) sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior

dan media dan diantara concha media dan inferior (4) sinus frontalis, diantara concha media

dan superior (5) ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior. Pada bagian belakang,

cavum nasi membuka kedalam nasopharynx melalui apertura nasalis posterior.

Pharynx

Pharynx adalah saluran berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya

dengan oesophagus sebatas tulang rawan cricoid. Pharynx terletak antara internal nares

sampai kartilago krikoid dan memiliki panjang kurang kebih 13 cm dan berfungsi sebagai

saluran respirasi dan saluran pencernaan. Pharynx terdiri dari:

Nasopharynx adalah pharynx yang berbatasan dengan rongga hidung,mempunyai 4

saluran (2 saluran ke internal nares dan 2 saluran ke tuba eustachius). Nasopharynx

adalah tempat bertukarnya partikel udara melalui tuba eustachius untuk 

keseimbangan tekanan udara faring dan telinga tengah.

Page 55: 7. Hipoksia-skenario b

Oropharynx adalah pharynx yang  berbatasan dengan mulut. Terletak dibelakang

rongga mulut dekat soft palate.

Laryngopharyngeal  adalah faring yang berbatasan dengan laring. Letaknya dimulai

dari hyoid bone ke esophagus dan laring.

Larynx

Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula thyroidea, dan

beberapa otot kecil, dan didepan larynxopharynx dan bagian atas oesophagus. Membrana

mukosa

larynx sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang

bersilia.

Larynx merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:

1. Cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan dua cartilago

arytenoidea.

2. Membrana yang menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os hyoideum,

membrana mukosa, plika vocalis, dan otot yang bekerja pada plica vocalis.

Cartilago thyroidea berbentuk “V” yang menonjol ke depan leher membentuk jakun. Ujung

batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen

thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat berartikulasi dengan

bagian luar cartilago cricoidea.

Membrana thyroidea menghubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum.

Page 56: 7. Hipoksia-skenario b

Membrana cricothyroideum menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.

Epiglottis adalah cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah.

Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica,

berjalan ke belakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea,

membentuk batas jalan masuk larynx. Cartilago cricoidea adalah cartilago berbentuk cincin

signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago thyroidea,

berhubungan melalui membrana cricothyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea

berartikulasi dengan cartilago thyroidea pada setiap sisi. Membrana cricothyroideus

menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea.

Cartilago arytenoidea adalah dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis

cartilago cricoidea. Plica vocalis pada tiap sisi melekat dibagian posterior sudut piramid yang

menonjol kedepan. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.

Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamentum

vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian

depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua lipatan

membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi

suara.

Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang

dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot

tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).

Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-

masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar. Fonasi suara dihasilkan oleh

vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan

palatum molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.

Page 57: 7. Hipoksia-skenario b

TRACHEA

Trachea adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm.

Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan di belakang

manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni)

atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata thoracicae V dan bercabang menjadi dua

bronchus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 cincin terbuka yang terbentuk dari tulang

rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkarannya di

sebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

BRONCHUS

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrae

thoracicae V, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang

sama. Bronchi (jamak) berjalan ke bawah dan menyamping, ke arah hilus pulmonalis.

Bronchus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit

lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama di bawah arteri,

disebut bronchus lobus inferior. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang

kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang

yang berjalan ke lobus pulmo atas dan bawah.

Cabang utama bronchus principalis dextra et sinistra bercabang menjadi bronchus lobaris

sesuai dengan banyak lobus yang ada di pulmo dextra ataupun sinistra, kemudian menjadi

lobus segmentalis sesuai dengan banyak segmen yang ada. Percabangan ini berjalan terus

menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus

terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).

Bronchiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronchiolus tidak diperkuat

oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat

berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronchiolus terminalis berfungsi

utama sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas pulmo.

Page 58: 7. Hipoksia-skenario b
Page 59: 7. Hipoksia-skenario b

Alveolus

Alveolus yaitu tempat pertukaran gas asinus terdiri dari bronchiolus dan respiratorius yang

terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris

seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir pulmo,

asinus memiliki tangan kira-kira 0,5-1 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari

trachea sampai saccus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori

kohn. Didalam alveoli terdapat cairan alveolar yang di sebut surfaktan. Dinding alveoli terdiri

dari 2 tipe sel epitel alveolar, yaitu:

Tipe I : sel epitel simple squamosa sebagai pusat petukaran gas

Tipe II : sel septal yang terdiri dari mukrofili dan secret alveolar untuk menjaga

permukaan antara sel dan udara tetap lembab.

Page 60: 7. Hipoksia-skenario b

PULMO

Pulmo terdapat dalam rongga thorax kiri dan kanan. Pulmo memilki :

1.Apex, apex pulmo meluas ke dalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula

2.Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada

3.Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung

4.Basis, berhadapan dengan diafragma

Pulmo dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura

terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi dan mencegah uap-uap H2O yang

ada di alveolus saling tarik-menarik. Pulmo kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior,

medius dan inferior sedangkan pulmo kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior

dan satu lingula pulmo sebagai bakal lobus media yang tidak sempurna. Tiap lobus

dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula,

bronchial venula, ductus alveolar, saccus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap

pulmo mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk

tempat permukaan/pertukaran gas. Pulmo mendapat suplai darah dari arteri pulmonalis dan

arteri bronchialis yang bercabang-cabang sesuai segmennya. Serta diinnervasi oleh saraf

parasimpatis melalui nervus vagus dan simpatis melalui truncus simpaticus.

Page 61: 7. Hipoksia-skenario b

Histologi

Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan

mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan

homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga

hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan

karbondioksida dengan pembuluh darah.

Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:

1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,

bronkiolus dan bronkiolus terminalis

2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

Page 62: 7. Hipoksia-skenario b

saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris

bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5

macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells),

sel basal, dan sel granul kecil.

epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet

Rongga hidung

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares

terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan

Page 63: 7. Hipoksia-skenario b

epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi

dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada

masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi,

sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi

menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler,

sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius

dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron

olfaktorius otak),  sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria.

Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga

memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi

yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan,

pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

epitel olfaktori, khas pada konka superior.

Sinus paranasalis

Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya

berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel

respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria

yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan

periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

Faring

Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole,

sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Laring

Page 64: 7. Hipoksia-skenario b

Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria

laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang

mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis

merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan

laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan

permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di

bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring:

pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari

epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang

terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis

(otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi

yang berbeda-beda.

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa

epitel respiratori

Trakea

Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina

propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya

berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel

kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel

asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka.

Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut

Page 65: 7. Hipoksia-skenario b

terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan

lumen dan mencegah distensi berlebihan.

epitel trakea dipotong memanjang epitel trakea, khas adanya tulang rawan hialin yang

berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

Bronkus

Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria

yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang

rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang

lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya

garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.

epitel bronkus

Bronkiolus

Page 66: 7. Hipoksia-skenario b

Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria

mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel

goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat

silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis

silindris bersilia atauselapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat

sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang  memiliki granul

sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel

yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.

epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada

lamina propria

Bronkiolus respiratorius

Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus

terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus

respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus,

epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya

semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot

polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.

Duktus alveolaris

Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara

alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris.

Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada

segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus

alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat

elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli

memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada

Page 67: 7. Hipoksia-skenario b

waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan

pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.

bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli

Alveolus

Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida

antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan,

septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin,

retikulin, matriks dan sel jaringan ikat. 

Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk

membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya

mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang

dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel

alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan

cairan dari jaringan ke ruang udara.

Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut

kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan

dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri

mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan

tegangan alveolus paru.

Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan,

fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi

kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.

Page 68: 7. Hipoksia-skenario b

alveolus

Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina

basalis, dan sitoplasma sel endothel.

sawar udara-kapiler

Pleura

Page 69: 7. Hipoksia-skenario b

Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri

atas dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang

berada di atas serat kolagen dan elastin.

Fisiologi

Fungsi utama sistem respirasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen jaringan tubuh dan

membuang karbondioksida sebagai sisa metabolisme serta berperan dalam menjaga

keseimbangan asam dan basa.

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :

1.Ventilasi

2.Difusi

3. Transportasi

Ventilasi

Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses ini

terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari paru-

paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi

tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan

terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi

lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru.

Page 70: 7. Hipoksia-skenario b

Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax

akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi kontraksi dari

otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)sehingga terjadi elevasi

dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax (rongga

dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan intra

pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.

Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam (menarik

nafas dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan isnpirasi yaitu

muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.

Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum thorax

akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah

ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-

dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan

muskulus abdominis.

Page 71: 7. Hipoksia-skenario b

Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat pernafasan

(medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi dan

ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi pada neuron-

neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga terjadilah peristiwa

inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area ekspirasi ini terdapat

pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan irama pernafasan

berjalan teratur dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi).

Ventilasi dipengaruhi oleh :

1.Kadar oksigen pada atmosfer

2.Kebersihan jalan nafas

3.Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru

4. Pusat pernafasan

Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh

surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli

pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang

disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara

membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.

Page 72: 7. Hipoksia-skenario b

Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 – 3% energi total yang dibentuk oleh tubuh.

Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali lipat.

Saat terjadi ventilasi maka volume udara yang keluar masuk antara atmosfer dan paru-paru

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam pernafasan normal.

IRV (volume cadangan inspirasi) adalah volume udara yang masih bisa dihirup paru-paru

setelah inspirasi normal. ERV (volume cadangan ekspirasi) adalah volume udara yang masih

bisa diekshalasi setelah ekspirasi normal. Sedangkan RV (volume sisa) adalah volume udara

yang masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat.

Difusi

Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada

kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi

ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.

Page 73: 7. Hipoksia-skenario b

Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis

dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat

banyak dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila

dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal.

Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat

inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida

akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas

tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara alveoli

dan kapiler paru. Terjadinya difusi O2 dan CO2 ini karena adanya perbedaan tekanan parsial.

Tekanan udara luar sebesar 1 atm (760 mmHg), sedangkan tekanan parsial O2 di alveolus

sebesar ± 104 mmHg. Tekanan parsial pada kapiler darah arteri pulmonales ± 104 mmHg,

dan di vena pulmonales ± 40 mmHg. Hal ini menyebabkan O2 dari alveolus berdifusi ke

dalam vena pulmonales.

Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vena ± 45 mmHg, tekanan parsial CO2 dalam

Page 74: 7. Hipoksia-skenario b

arteri ± 40 mmHg, dan tekanan parsial CO2 dalam alveolus ± 40 mmHg. Adanya perbedaan

tekanan parsial tersebut menyebabkan CO2 dapat berdifusi dari vena pulmonales ke alveolus.

Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan

tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam

keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini

juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dDilatasi kapiler yang

menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi karbondioksida

saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit.

Difusi dipengaruhi oleh :

1. Ketebalan membran respirasi

2. Koefisien difusi

3. Luas permukaan membran respirasi

4. Perbedaan tekanan parsial

Transportasi

Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang

membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke

kapiler paru. Sekitar 97 – 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan Hb

(HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7% karbondioksida larut

dalam plasma, 23 – 30% berikatan dengan Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 –

70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat).

Page 75: 7. Hipoksia-skenario b

Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah

jantung 5000 ml/menit maka jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar 250

ml/menit. Saat olah raga berat dapat meningkat 15 – 20 kali lipat.

Transportasi gas dipengaruhi oleh :

1.CardiacOutput

2.Jumlaheritrosit

3.Aktivitas Hematokrit darah

Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada sel/jaringan

terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler

karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida

(PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa

metabolisme. Difusi oksigen keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan jaringan dapat

terjadi, karena tekanan oksigen di dalam cairan jaringan lebih rendah dibandingkan di dalam

darah. Hal ini disebabkan karena sel-sel secara terus menerus menggunakan oksigen dalam

respirasi selular. Perlu diketahui bahwa tekanan parsial O2 pada kapiler darah nadi ± 95

mmHg dan tekanan parsial O2 dalam jaringan tubuh <40 mmHg. Sebaliknya tekanan karbon

dioksida tinggi, karena karbon dioksida secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel tubuh.

Tekanan parsial CO2 dalam jaringan ± 46 mmHg dan dalam kapiler darah ± 40 mmHg. Hal

inilah yang menyebabkan O2 dapat berdifusi ke dalam jaringan dan CO2 berdifusi ke luar

jaringan.

Tabel Tekanan PO2 di udara dalam berbagai ketinggianKetinggian PO2 di Menghirup Udara

Page 76: 7. Hipoksia-skenario b

(m)Udara

(mmHg)

PCO2 dalam Alveoli

(mmHg)

PO2 dalam Alveoli

(mmHg)0 159 40 104

3048 110 36 676096 73 24 409144 47 24 18

12192 2915240 18

Sumber: Fisiologi Guyton halaman 564 Satu kaki = 30,48 cm

ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULAR

Anatomi

1. Pericardium

Pericardium membungkus jantung dan pangkal pembuluh darah besar yang terletak di

dalam mediastinum medium. Pericardium terdiri dari dua bagian yaitu pericardium fib

rosum pada lapisan luar dan pericardium serosum pada lapisan dalam.

a. Pericardium Fibrosum

Pericardium fibrosum adalah bagian fibrosa yang kuat dari kantong pericardium.

Pericardium terikat kuat di bawah centrum tendineum diaphragma. Percardium

fibrosa bersatu dengan selubung luar pembuluh darah besar yang berjalan melalui

pericardium yaitu aorta, truncus pulmonalis, vena cava superior dan inferior, dan

vena pulmonales. Pericardium fibrosum terpisah dari os sternum dan cartilago

costae II-VI oleh pulmo dan pleura, kecuali pada garis tengah dimana pericardium

melekat pada permukaan belakang os sternum melalui ligamen sternopericardiaca.

b. Pericardium Serosum

- Lamina parietalis

Melekat erat pada pericardium fibrosum dan melipat di sekeliling pangkal

pembuluh darah besar untuk melanjut menjadi lamina visceralis pericardium

serosum yang meliputi permukaan jantung

- Lamina visceralis

Meliputi bagian luar jantung dan sering dinamakan epicardium. Ruang seperti

celah diantara lamina parietalis dan lamina visceralis pericardium serosum

disebut cavitas pericardiaca. Normalnya, cavitas ini berisi sedikit cairan,

Page 77: 7. Hipoksia-skenario b

cairan pericardial yang berfungsi sebagai pelumas untuk memudahkan

pergerakan jantung.

2. Cor (Kardia)

a. Apex dan facies jantung

- Apex cordis

Dibentuk oleh ujung ventriculus sinister yang mengarah ke bawah, ke depan,

dan ke kiri. Umumnya terletak pada intercosta V sinister, tapi letaknya dapat

bervariasi tergantung posisi tubuh dan fase respirasi.

- Facies Posterior

Biasa disebut basis cordis, dibentuk oleh kedua atria terutama atrium

sinistrum. Basis cordis terletak paling tinggin dan dari bagian ini muncul

aorta, truncus pulmonalis, dan vena cava superior. Basis cordis terpisah dari

facies diaphragmatica oleh bagian belakang sulcus coronarius

- Facies Anterior

Bisa disebut facies sternocostalis, dibentuk terutama oleh ventriculus dextrum

dan atrium dextrum. Ventriculus sinistrum dan atrium sinistrum letaknya lebih

ke belakang dan hanya membentuk sebagian kecil permukaan ini.

- Facies inferior

Bisa disebut facies diaphragmatica, dibentuk oleh kedua ventriculi terutama

oleh ventriculus sinister.

b. Margo jantung

- Margo dexter

Dibentuk oleh atrium dextrum dan berbentuk agak konvex.

- Margo sinister

Disebut margo obtusus, dibentuk oleh ventriculus sinister dan sedikit oleh

auricular sinistra

- Margo Inferior

Disebut juga margo acutus, dibentuk oleh ventriculus dexter dan sebagian oleh

ventriculus sinister.

- Margo superior

Dibentuk oleh atrium dextrum dan atrium sinistrum

c. Ruang jantung

Page 78: 7. Hipoksia-skenario b

- Atrium dextrum

Membentuk batas kanan jantung di antara vena cava superior dan inferior.

Atrium dextrum menerima darah dari pembuluh-pembuluh darah tersebut dan

dari sinus coronarius yang terdapat di dalam sulcus coronarius. Atrium

dextrum terdiri dari dinding belakang yang memiliki permukaan dalam licin

yang disebut sinus venarum cavarum. Sedangkan dinding depan mempunyai

permukaan yang kasar karena adanya musculi pectinati. Pada permukaan

jantung pada tempat pertemuan atrium dextrum dan auricula dextrum terdapat

sebuah sulcus vertikal, sulcus terminalis, yang pada permukaan dalamnya

berbentuk rigi disebut crista terminalis. Septum interatriale terdapat pada

dinding posteromedial dan pada septum ini tampak suatu cekungan dangkal

yang disebut fossa ovalis. Vena cava superior bermuara ke dalam bagian atas

atrium dextrum, muara ini tidak mempunyai katup. Vena cava inferior lebih

besar dari vena cava superior bermuara ke bagian bawah atrium dextrum

dilindungi oleh valvula venae cavae. Sinus coronarius yang mengalirkan

sebagian besar darah dari dinding jantung bermuara ke dalam atrium dextrum,

di antara vena cava inferior dan ostium atrioventriculare dextrum. Muara ini

dilindungi oleh katup rudimenter yang tidak berfungsi. Ostium

atrioventriculare dextrum terletak anterior terhadap vena cava inferior dan

dilindungi oleh vulva tricuspidalis.

- Atrium Sinistrum

Atrium sinistrum mempunyai auricula sinistra yang agak memanjang pada

bagian atas batas kiri jantung. Empat buah venae pulmonales memasuki sisi

belakang dari atrium sinistrum. Dindingnya lebih tebal daripada atrium

dextrum dengan permukaan yang lebih halus kecuali ada sedikit musculi

pectinati di dalam auricula. Antara atrium sinistrum dan ventriculus sinister

terdapat ostium atrioventricularis sinistrum yang merupakan tempat lekat dari

valve mitralis. Ostium ini lebih kecil dibandingkan dengan ostium

atrioventricularis dextrum yang merupakan tempat lekat valve tricuspidalis.

- Ventriculus dexter

Page 79: 7. Hipoksia-skenario b

Ventriculum dexter berhubungan dengan atrium dextrum melalui ostium

atriovemtriculare dextrum dan dengan truncus pulmonalis melalui ostium

trunci pulmonalis. Waktu rongga mendekati ostium trunci pulmonalis

bentuknya berubah menjadi seperti corong tempat ini disebut infundibulum.

Dinding ventriculus dexter jauh lebih tebal dibandingkan dengan atrium

dextrum dan menunjukkan beberapa rigi yang menonjol ke dalam, yang

dibentuk oleh berkas-berkas otot. Rigi yang menonjol ini menyebabkan

dinding ventrikel terlihat seperti busa dan dikenal sebagai trabeculae carneae.

Trabeculae carnae terdiri atas 3 jenis :

a. Jenis pertama terdiri atas musculi papilares, yang menonjol ke dalam,

melekat melalui basisnya pada dinding ventrikel, puncaknya dihubungkan

oleh tali fibrosa (chordae tendineae  ke cuspis valva tricuspidalis.

b.  Jenis kedua yang melekat dengan ujungnya pada dinding ventrikel, dan

bebas pada bagian tengahnya. Salah satu di antaranya adalah trabecula

septomarginalis, menyilang rongga ventrikel dari septa ke dinding anterior.

Trabecula ini membawa fasciculus atrioventricularis crus dextrum yang

merupakan bagian dari sistem konduksi jantung.

c.       Jenis ketiga hanya terdiri atas rigi-rigi yang menonjol

Vulva tricuspidalis melindungi ostium atrioventiculare dan terdiri atas 3 cuspis

yang dibentuk dari lipatan endocardium disertai sedikit jaringan fibrosa yang

meliputinya. Cuspis anterior, cuspis septalis, dan cuspis inferior. Chorda

tendineae menghubungkan cuspis dengan musculi papillares.

Vulva trunci pulmonalis melindungi ostium trunci pulmonalis dan terdiri atas

3 valvula semilunaris yang dibentuk dari lipatan endocardium disertai sedikit

jaringan fibrosa yang   meliputinya dan tersusun sebagai satu yang terletak

posterior (sinistra) dan 2 yang terletak anterior (anterior & dextra). Pinggir

bawah dan samping setiap cuspis yang melengkung melekat pada dinding

arteri. Mulut muara cuspis mengarah ke atas, masuk ke dalam truncus

pulmonalis. Tidak ada chordae tendineae atau musculi papillares yang

berhubungan dengan cuspis ini, perlekatan sisi cuspis pada dinding arteri

mencegah cuspis turun masuk ke dalam ventrikel. Pada pangkal truncus

Page 80: 7. Hipoksia-skenario b

pulmonalis terdapat 3 pelebaran yang dinamakan sinus, dan masing-masing

terletak di luar dari setiap cuspis.

- Ventriculus sinister

Ventriculus ini berhubungan dengan atrium sinistrum melalui ostium

atrioventriculare dan dengan aorta melalui ostium aortae. Dinding ventriculus

sinister tiga kali lebih tebal daripada dinding ventriculus dexter. (tekanan

darah di dalam ventriculus sinister 6 kali lebih tinggi dibandingkan tekanan

darah di dalam ventriculus dexter). Pada penampang melintang, ventriculus

sinister berbentuk sirkular. Terdapat trabeculae carneae yang berkembang

baik, dua musculi papilares yang besar tetapi tidak terdapat trabecula

septomarginalis. Bagian ventrikel di bawah ostium aortae disebut vestibulum

aortae.

Valva mitralis melindungi ostium atrioventriculare. Valva ini terdiri atas 2

cuspic, cuspis anterior dan posterior yang strukturnya sama dengan cuspis

pada valva tricuspidalis. Cuspis anterior lebih besar dan terletak antara ostium

atrioventriculare dan ostium aortae. Perlekatan chordae tendineae juga sama

seperti valva tricuspidalis.

Valva aortae melindungi ostium aortae dan mempunyai struktur yang sama

dengan struktur valva trunci pulmonalis. Satu cuspis terletak di anterior (valva

semilunaris dextra) dan 2 cuspis terletak di dinding posterior ( sinistra &

posterior). Di belakang setiap cuspis dinding aorta menonjol membentuk sinus

aortae. Sinus aortae anterior merupakan tempat asal arteria coronaria dextra

dan sinus posterior sinistra tempat asal arteri coronaris sinistra.

- Septum interventriculare

Terletak miring di antara kedua ventriculus, terdiri dari pars muscularis dan

pars membranacea. Pinggir septum interventriculare letaknya sesuai dengan

letak sulcus interventricularis anterior dan posterior. Pars muscularis lebih

tebal dan kuat serta menonjol ke dalam ventriculus. Pars membranacea lebih

kecil, berbentuk oval, dan lebih tipis. Letaknya tepat di bawah perlekatan

pinggir valvula semilunaris dextra dan posterior dari valve aortae. Septum ini

Page 81: 7. Hipoksia-skenario b

menonjol ke arah ventriculus dexter sehingga ventriculus dexter berbentuk

kresentik pada penampang melintang.

3. Sistem konduksi jantung

a. Nodus sinuatrialis (SA) memulai impuls untuk kontraksi jantung sehingga disebut

sebagai pacu jantung. Letaknya pada bagian anterolateral dari tempat pertemuan

vena cava superior dan atrium dextrum di dekat ujung atas sulcus terminalis.

b. Nodus atrioventricularis (AV) terletak pada bagian posteroinferior septum

interatriale, sedikit di atas muara sinus coronarius.

c. Berkas his (berkas atrioventrikel) sua tu j a r a s s e l - s e l khusus

yang  berasal dari nodus AV dan masuk ke septum interventriculare, tempat

berkas t e r s ebu t be r cabang memben tuk c ru s dex t rum dan

s i n i s t rum yang be r j a l an ke bawah melalui septum, melingkari ujung bilik

septum, melingkari ujung bilik ventrikel, dan kembali ke atrium di sepanjang

dinding luar.

d. Serat purkinje, serat-serat terminal halus yang berjalan dari berkas his

dan menyeba r ke s e lu ruh mioka rd ium ven t r i ke l s epe r t i r an t i ng -

r an t i ng  pohon.

4. Pembuluh darah jantung

a. Arteri Coronaria Dextra

Pembuluh darah ini muncul dari sinus aortae dextra, berjalan ke kanan di antara

truncus pulmonalis dan auricular dextra, kemudian berjalan dalam sulcus

coronarius. Selanjutnya menuju pinggir bawah jantung dan member cabang besar

yang disebut ramus marginalis yang berjalan menuju apex cordis. Di bagian

belakang jantung, pembuluh darah ini menuju ke kiri dan memberi cabang ramus

interventricularis posterior yang berjalan di dalam sulcus interventricularis

posterior. Cabang ini akan beranastomosis dengan cabang ramus interventricularis

anterior dari arteria coronaria sinistra di apex cordis.

Sebelum mempercabangkan ramus interventricularis posterior, pembuluh darah

ini memberi cabang ramus nodi atrioventricularis yang memberi darah AV dan

fasciculus atrioventricularis (kumpulan serabut purkinye). SA biasanya mendapat

darah dari arteria coronaria dextra tetapi SA dapat pula muncul dari arteria

coronaria sinistra. Arteria coronaria dextra memberi darah pada atrium dextrum,

ventriculus dexter, dan sebagian dari atrium sinistrum serta ventriculus sinister

Page 82: 7. Hipoksia-skenario b

b. Arteria Coronaria Sinistra

Pembuluh darah ini muncul dari sinus aorta sinistra, berjalan di antara truncus

pulmonalis dan auricula sinistra untuk mencapai sulcus coronarius. Pada daerah

ini akan bercabang menjadi ramus interventricularis anterior yang berjalan di

dalam sulcus interventricularis anterior menuju apex cordis, dan ramus

circumflexus yang berjalan mengikuti sulcus coronarius pada sisi kiri jantung

menuju permukaan belakang, memberi cabang untuk ventriculus sinister dan

atrium sinistrum. Ramus circumflexus member cabang ramus marginalis yang

memperdarahi atrium sinistrum, permukaan kiri jantung, dan basis dari

ventriculus sinister. Ramus interventricularis anterior memberi cabang untuk

kedua ventriculus dan cabang ramus interventricularis septalis untuk septum

interventricularis. Arteria coronaria sinistra kadang-kadang memberi cabang arteri

dari Kugel yang kemudian member cabang untuk SA.

c. Vena jantung

Darah vena sebagian besar akan mengalir terutama ke dalam sinus coronarius dan

sebagian lagi sebagai vena-vena kecil yang disebut venae cordis minimae dan

venae cordis anteriores, yang bermuara langsung ke dalam ruangan jantung kanan.

Sinus coronarius merupakan vena utama yang lebar dan pendek, yang berjalan

dari kiri ke kanan dalam sulcus coronarius bagian belakang. Pembuluh darah ini

menerima semua darah vena dari jantung kecuali yang mengalir melalui venae

cordis minimae dan venae cordis anteriores. Sinus coronarius akhirnya bermuara

ke dalam atrium dextrum.

5. Persarafan jantung.

persarafan motoris untuk denyut jantung dan kontraksi ventriculus diatur oleh

saraf otonom. Serabut parasimpatis dari nervus vagus menuju permukaan jantung,

daerah SA serta AV, melalui plexus cardiacus. Rangsangan dari nervus vagus

akan memperlambat denyut jantung dan menurunkan stroke volume. Serabut

simpatis juga akan menuju SA dan AV. Saraf berasal dari medulla spinalis

segmenta thoracicae I-II, menuju ganglion cervicale superius, ganglion cervical

medium, dan ganglion cervicale inferius, kemudian melalui nervus cardiacus

cervicalis menuju plexus cardiacus. Sebagian lagi berasal dari segmenta

thoracicae I-IV akan melalui nervus cardiacus thoracicus menuju plexus

Page 83: 7. Hipoksia-skenario b

cardiacus. Rangsangan saraf simpatis akan mempercepat denyut jantung dan

meningkatkan stroke volume.

Serabut sensoris dari jantung akan berjalan melalui system simpatis menuju

medulla spinalis segmenta thoracicae I-IV. Setelah melalui nervus cardiacus

cervical dan nervus cardiacus thoracicus, kemudian melalui ramus communicans

albus sampai mencapai nervus spinalis sesuai dengan segmennya. Rasa nyeri dari

jantung berasal dari insufisiensi arteria coronaria yang akan dirasakan atau

dijalarkan pada daerah precordium, pundak dan lengan kiri. Sensasi nyeri ini

berjalan melalui serabut aferen viceral menuju medulla spinalis pada level yang

sesuai, kemudian dijalarkan pada dermatome yang berhubungan.

Histologi

Dind ing j an tung t e rd i r i da r i 3 l ap i s an ya i t u endoka rd ium,

mioka rd ium dan ep ika rd ium.

1. Endokardium, merupakan bagian dalam dari atrium dan ventrikel.

Endokarium homolog dengan tunika intima pada pembuluh darah. Endokardium

terdiri dari endotelium dan lapisan subendokardial. Endo t e l i um pada

endoka rd ium merupakan ep i t e l s e l ap i s p ip ih d imana t e rdapa t tight /

occluding  junction dan gap junction. Lap i s an subendoka rd i a l t e rd i r i da r i

j a r i ngan i ka t l ongga r . D i l ap i s an subendokardial terdapat vena, saraf, dan

sel purkinje.

2. Miokardium, terdiri dari otot polos. Miokardium pada ventrikel kiri lebih tebal

dibandingkan pada ventrikel kanan. Sel otot yang khusus pada atrium dapat

menghasilkan atriopeptin, ANF ( Atrial  Natriuretic Factor ) , k a r d i o d i l a t i n

d a n k a r d i o n a t r i n y a n g b e r f u n g s i u n t u k

m e m p e r t a h a n k a n keseimbangan cairan dan elektrolit. Miokardium terdiri dari 2

jenis serat otot yaitu serat kondukdi danserat kontraksi.

a. Serat konduksi pada jantung merupakan modifikasi dari serat otot jantung

dan menghasilkanimpuls. Serat konduksi terdiri dari 2 nodus di dinding

atrium yaitu nodus SA dan AV, bundle of His d a n s e r a t p u r k i n j e .

Se l pu rk in j e mengandung s i t op l a sma yang be sa r , s ed ik i t

m io f ib r i l , k aya akan mitokondria dan glikogen serta mempunyai 1

atau 2 nukleus yang terletak di sentral.

Page 84: 7. Hipoksia-skenario b

b. Serat kontraksi merupakan serat silindris yang panjang dan

bercabang. Setiap serat terdiri hanya 1 atau 2 nukleus di sentral.

Serat kontraksi mirip dengan otot lurik karena memiliki striae.

Sarkoplasmanya banyak mengandung mitokondria yang besar.

Ikatan antara dua serat otot adalah melalui fascia adherens, macula

adherens (desmosom), dan gap junctions.

3. Epikardium selubung luarnya (disebut juga pericardium visceral) berupa suatu

membrane serosa. Permukaan luarnya diliputi selapis sel mesotel. Di bawah mesotel

terdapat lapisan tipis jaringan ikat yang mengandung banyak serat elastin. Suatu

lapisan subperikardial terdiri atas jaringan ikat longgar mengandung buluh darah,

banyak elemen saraf, dan lemak, menyatukan epikardium dengan miokardium

Fisiologi

Ukuran denyut jantung normal orang dewasa berkisar 60-100 kali per menit. Untuk atlet

terlatih, detak jantung normal saat istirahat akan lebih rendah berkisar 40 kali per menit.

Untuk orang dewasa sehat, denyut jantung yang lebih rendah saat istirahat umumnya

menyiratkan fungsi jantung yang efisien dan tingkat kebugaran yang baik, mereka yang

kurang berolahraga memiliki denyut jantung 80 per menit. Denyut jantung rata-rata adalah 70

per menit.

Arti Heart Rate meningkat:

detak jantung meningkat karena otot dalam tubuh memproduksi lebih banyak karbon

dioksida yang terdeteksi sebagai peningkatan dari normal di medula yang mengirim sinyal

melalui sistem saraf parasimpatetik ke nodus sinuatrialis memberitahukannya untuk

meningkatkan gelombang Eksitasinya, yang mana inturn meningkatkan gelombang ke nodus

atrioventricularis sehingga semua otot pada jantung berkontraksi lebih sering.

Akibat heart rate menurun:

-merasa pusing

-sesak nafas dan sulit beraktivitas

-mudah lelah

-terasa sakit di dada

-susah berkonsentrasi

Page 85: 7. Hipoksia-skenario b

-penurunan tekanan darah

Otot jantung seperti halnya otot rangka, menggunakan energy kimia untuk menyebabkan

kontraksi. Energy ini dihasilkan terutama dari metabolisme oksidatif asam lemak dan

sebagian kecil dari bahan makanan yang lain, khususnya laktat dan glukosa. Karena itu,

semakin berkurang kandungan oksigen di udara, maka proses pembentukan energy pun akan

terganggu, dan suplai ke jantung pun akan ikut berkurang.

ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI SISTEM ALIRAN DARAH

Anatomi

Berbagai macam ukuran pembuluh darah.

Page 86: 7. Hipoksia-skenario b

Sistem Arteri Sistem Vena

Histologi

Struktur umum dinding pembuluh darah secara mikroskopis terdiri dari:

1. TUNICA INTIMA (lamina elastica interna) yang merupakan lapisan terdalam dari

dinding pembuluh darah dan langsung berhubungan dengan lumen pembuluh darah.

Tunica intima disusun oleh lapisan endothel.

2. TUNICA MEDIA (lamina elastica eksterna) merupakan intermediate layer dinding

pembuluh darah yang disusun oleh otot polos circumferensial.

3. TUNICA ADVENTITIA terdiri dari fibroblasts serat collagen (longitudinal)

Page 87: 7. Hipoksia-skenario b

Fisiologi

Luas penampang dan kecepatan aliran darah

Kecepatan aliran darah berbanding terbalik dengan luas penampang pembuluh darah. Jadi,

dalam keadaan istirahat, kecepatan rata-rata sekitar 33 cm/detik di aorta, tetapi hanya 1/1000

kecepatannya di kapiler, sekitar 0,3 mm/detik. Hal itu terjadi karena luas penampang aorta

lebih kecil daripada luas penampang kapiler, sehingga kecepatan aliran darah di aorta lebih

Page 88: 7. Hipoksia-skenario b

cepat daripada di kapiler. Tetapi karena panjang kapiler hanya 0,3-1 mm, darah hanya berada

di kapiler selama 1-3 detik.

Teori dasar fungsi sirkulasi

Tiga prinsip dasar yang mendasari keseluruhan dari sistem sirkulasi:

1. Kecepatan aliran darah ke setiap jaringan tubuh hampir selalu diatur sesuai dengan

kebutuhan jaringan

2. Curah jantung terutama dikendalikan oleh penjumlahan seluruh aliran darah setempat

3. Pada umumnya, tekanan arteri dikendalikan secara mandiri baik dengan pengaturan

aliran darah setempat atau pengaturan curah jantung

Macam Peredaran Darah

Darah dari jantung menyebar ke tubuh melalui tiga jaluru t ama , ya i t u j a l u r s i r ku l a s i

pu lmona l i s , s i s t emik , dan koronaria.

1. Sirkulasi pulmonalis (peredaran darah kecil)

S i r k u l a s i p u l m o n a l i s a d a l a h a l i r a n d a r a h m e l a l u i  jantung, paru-paru,

dan kembali ke jantung. Darah dari sel-sel tubuh yang mengandung banyak karbondioksida masuk ke

atrium dextrum jantung melalui vena cava. Ketika atrium dextrum berkontraksi,darah ini

didorong ke ventriculus dexter. Ventriculus dexter kemudian berkontraksi, dan darah

meninggalkan jantung melalui arteri pulmonalis ke paru-paru. Saat darah melalui pembuluh

darah di dalam paru-paru,karbondioksida ditukar dengan oksigen melalui proses difusi di kapiler. Darah

kaya oksigen kembali ke jantung melalui vena pulmonalis, dan masuk ke atrium sinistrum.

Vena pulmonalis adalah satu-satunya pembuluh balik di dalam tubuh yang membawa darah

kaya oksigen. Saat atrium sinistrum penuh d a r a h k a y a o k s i g e n , a t r i u m

s i n i s t r u m b e r k o n t r a k s i d a n mendorong darah ke dalam ventriculus

sinister. Tahap akhir dari jalur ini adalah saat ventriculus sinister berkontraksi dan

mendorong darah naik dan keluar jantung ke dalam pembuluh nadi terbesart ubuh , ya i t u

ao r t a . Aor t a membawa da rah ke lua r da r i   j an tung ke banyak pe rcabangan

pembu luh nad i yang menyebarkannya ke seluruh bagian-bagian tubuh.

2. Sirkulasi sistemik (peredaran darah besar)

S i r k u l a s i s i s t e m i k m e n g a l i r k a n d a r a h k e s e l u r u h  jaringan

tubuh kecuali jantung dan paru-paru. Jalur ini merupakan jalur terpanjang di antara

Page 89: 7. Hipoksia-skenario b

jalur lain. Sirkulasi s i s t e m i k m e m b a w a d a r a h k a y a o k s i g e n v e n t r i c u l u s

s i n i s t e r melalui aorta ke arteri dan kapiler di seluruh organ dan jaringan tubuh. Nutrien

(zat makanan) dan oksigen ditukar dengan karbondioksida dan zat-zat sampah di dalam kapiler. Darah

kembali ke jantung di dalam pembuluh balik dari kepala dan leher melalui vena cava

superior. Darah kembali ke jantung dari daerah a b d o m e n e k s t r i m i t a s

i n f e r i o r m e l a l u i vena cava inferior ke atrium dextrum. Kemudian, darah miskin

oksigen dikirim ke paru-paru melalui sirkulasi pulmonalis.

3. Sirkulasi koronaria

Sirkulasi koronaria adalah aliran darah ke jaringan jantung. Di dinding jantung terdapat

p e m b u l u h d a r a h u n t u k m e m a s o k n u t r i e n d a n o k s i g e n

d a n mengeluarkan zat-zat sampah. Pembuluh-pembuluh darah ini adalah arteri dan vena

ko rona r i a .

Aliran dan tekanan darah

Pasokan darah secara tetap penting bagi seluruh bagian t u b u h . P e m o m p a a n d a r a h

o l e h j a n t u n g m e n g h a s i l k a n tekanan darah yang diperlukan untuk mendorong darah

dalam pembuluh darah. Agar tekanan darah terjaga tetap, maka pembuluh harus terisi penuh

oleh darah. Bila terjadi kehilangan darah akibat kecelakaan atau penyakit, tekanan dapat

hilang. Darah tidak dapat bergerak ke tempat yang d i i ng inkan . Sebaga i ak iba tnya

s e l - s e l t ubuh akan ma t i ( nek ros i s ) . Karena itulah, mengapa para tenaga medis

menginjeksikan plasma pada orang yang mengalami pendarahan hebat.Plasma juga

mengangkut senyawa kimia penting lain yang disebut hormon , untuk dibawa dari satu bagian

tubuh ke bag i an t ubuh yang l a i n . Hormon menga tu r be rmacam- macam fungsi

tubuh seperti pertumbuhan dan cara tubuh menggunakan makanan. Ketika jantung memompa

darah melalui sistem kardiovaskular, darah memiliki tekanan yang disebut tekanan darah di dinding

p e m b u l u h d a r a h . T e k a n a n d a r a h t e r t i n g g i b e r a d a d i arteri.

Timbulnya tekanan ini seperti keadaan air yang keluar dari botol plastik bersaluran yang ditekan

dengan tangan. Tepat setelah air masuk ke dalam saluran, darah didorong ke da l am

pembu luh nad i . Dorongan da rah ke d ind ing p e m b u l u h d a r a h

d i s e b u t t e k a n a n d a r a h . T e k a n a n i n i m e m u n g k i n k a n d a r a h

m e n g a l i r d i d a l a m p e m b u l u h - pembuluh darah. Tekanan darah diukur di dalam aorta

dan diwujudkan dalam dua angka, biasanya120 sampai 80. Angka pertama menunjukkan

Page 90: 7. Hipoksia-skenario b

tekanan saat ventrikel berkontraksi dan darah ditekan keluar jantung, disebut angka sistol. Tekanan darah

turun saat ventrikel relaksasi. Angka kedua, yaitu yang lebih rendah adalah hasil pengukuran

tekanan saat ventrikel relaksasi dan mengisi darah, tepat sebelum bilik-bilik ini berkontraksi lagi,

disebut angka diastole.

KOMPENSASI/ADAPTASI

Adaptasi dilakukan untuk menghadapi stress lingkungan, yaitu suatu kondisi yang

mengganggu fungsi normal organisme. Fungsi dari adaptasi adalah kesesuaian manusia

dengan lingkungannya, terjadi melalui hubungan yang kompleks diantara mereka sendiri

dengan lingkungan fisik, biologi, dan sosial, serta meliputi indikasi fisiologis, psikologis,

sosial, dan genetik. Jadi dalam menghadapi tekanan lingkungan bentuk fungsional organisme

dapat bersifat temporal atau permanen melalui proses yang pendek atau seumur hidup

meliputi fisiologis, struktural, tingkah laku dan perubahan budaya.

Berdasarkan sifatnya, secara garis besar, adaptasi dibedakan dalam adaptasi biologi

dan adaptasi budaya. Adaptasi biologhi adalah adaptasi yang terjadi pada keseluruhan tubuh

atau bagian tubuh manusia dalam mempertahankan fungsi normalnya sehingga ada yang

lebih menyukai dengan menyebutnya sebagai adaptasi fungsional. Sedang adaptasi budaya

meliputi adaptasi dalam tingkah laku, sosial serta peralatan yang merupakan respon non

biologis. Baik adaptasi biologi maupun budaya keduanya bertujuan untuk tercapainya

keadaan homeostasis, yaitu kemampuan organisme untuk menjaga kestabilan lingkungan.

Pada tingkat fungsional, semua respon adaptasi organisme atau individu dilakukan untuk

mengembalikan homeostatis internal, sehingga terjaganya keseimbangan dinamis.

Homeostatis merupakan fungsi dari interaksi dinamis, mekanisme umpan balik, dimana

stimulus yang diberikan memberikan respon yang bertujuan mengembalikan keseimbangan

awal. Keperluan untuk terpeliharanya homeostatis didasrakan pada kenyataan bahwa fungsi

seluler terbatas untuk variasi yang lebih kecil. Kegagalan untuk mengaktivasi proses adaptasi

fungsional akan menyebabkan kegagalan untuk mengembalikan homeostatis yang akan

menghasilkan maladaptasi organisme dan kadang mengurangi kapasitas individu.

1.      Adaptasi Fungsional

Adaptasi fungsional meliputi perubahan dalam fungsi sistem organ, fisiologi,

histologi, morfologi, dan komposisi biokimia, hubungan anatomi, dan komposisi

badan, baik bebas ataupun menyatu dengan organisme secara keseluruhan Perubahan

ini dapat terjadi melalui

Page 91: 7. Hipoksia-skenario b

a.       Aklimatisasi

Yaitu perubahan yang terjadi dalam hidup suatu organisme yang mengurangi

ketegangan yang disebabkan oleh perubahan tekanan pada iklim alam atau stress

lingkungan yang kompleks. Jika ciri adaptif menyertai selama periode pertumbuhan

organisme, proses ini disebut adaptasi perkembangan atau aklimatisasi

perkembangan.

b.      Akllimasi

Yaitu perubahan biologis adaptif yang terjadi sebagai respon terhadap stress induksi

eksperimental tunggal daripada stress kompleks sebagaimana terjadi pada

aklimatisasi.

c.       Habituasi

Yaitu reduksi gradual dari respon terhadap atau persepsi dari stimulasi yang berulang-

ulang. Dalam waktu lama, habituasi merupakan penurunan respon syaraf yang

normal, misalnya pengurangan sensasi nyeri. Perubahan dapat terjadi untuk

keseluruhan organisme (habituasi umum), ataupun dapat spesifik untuk bagian

tertentu dalam organisme (habituasi spesifik). Habituasi tergantung pada

pembelajaran dan pengkondisian yang memungkinkan organisme untuk memudahkan

respon yang telah ada terhadap stimulus baru.

Perubahan fisiologis terjadi lebih cepat daripada perubahan genetik dan lebih sering

reversible, perubahan ini membentuk sistem respon yang bertingkat dimana

penyesuaian jangka pendek dan jangka panjang pada jenis yang berbeda dilakukan

oleh individu yang bervariasi dalam kemampuan genbetiknya untuk membuat

penyesuaian yang sukses. Terdapat tiga tingkatan adaptasi fisiologis, yaitu aklimasi,

merupajan penyesuan jangka pendek terhadap stress lingkungan yang terjadi secara

cepat ; aklimatisasi, penyesuaian lebih jauh tetapi masih merupakan respon reversible

terhadap perubahan untuk jangka waktu yang lebih lama ; dan aklimatisasi lanjut yang

sifatnya radikal dan hasilnya reversible selama pertumbuhan.

2.      Adaptasi Budaya

Adaptasi budaya yaitu respon nonbiologis individu atau populasai untuk

memodifikasi atau mengurangi stress lingkungan. Adaptasi budaya merupakan

mekanisme penting yang mempermudah adaptasi biologi manusia. Melalui adaptasi

budaya manusia dapat bertahan hidup dan mendiami jauh ke daerah dengan

lingkungan yang ekstrem. Manusia adalah hewan yang mempunyai kebudayaan, yang

membuat alat-alat untuk mengeksploitasi lingkungan, mempunyai bahasa untuk

Page 92: 7. Hipoksia-skenario b

komunikasi, serta mempunyai organisasi sosial sebagai alat untuk menghadapi

lingkungan. Tidak seperti hewan lain yang mengeksploitasi dan beradaptasi terhadap

lingkungan dengan biologi dan raganya, maka manusia melakukannya terutama

dengan budaya, jadi secara ekstrabiologis dan supraorganis.

Wujud adaptasi budaya manusia misalnya dalam konstruksi rumah, penggunaan

bermacam-macam pakaian pada iklim yang berbeda, pola tingkah laku tertentu, dan

kebiasaaan kerja yang menunjukkan adaptasi terhadap stress iklim. Perkembangan

pengobatan dari cara primitif sampai modern dan kenaikan produksi energi yang

menyertai revolusi industri dan pertanian, juga menunjukkan adaptasi budaya manusia

terhadap lingkungan fisik.

3.      Adaptasi Genetik

Adaptasi genetik menunjukkan ciri pewarisan yang mempermudah toleransi dan

survival suatu individu atau populasi padasebagian lingkungan total. Adaptasi genetik

dibentuk melalui aksi seleksi alam yaitu mekanisme dimana genotip individu tersebut

menunjukkan adaptasi terbesar (fitness). Kisaran panjang keberhasilan bergantung

pada stabilitas dan variabilitas genetiknya. Lebih besar adaptasi maka lebih lama

individu atau populasi akan survive. Perubahan genetik merupakan mekanisme

adaptasi yang paling lambat dan paling sedikit dapat kembali lagi. Karena individu

memiliki potensial genetik untuk adaptasi fisiologis, sangat sulit untuk memisahkn

bentuk fisiologis dan genetik dari adaptasi, misalnya toleransi laktosa pada populasi

yang mengkonsumsi susu.  

Adaptasi Terhadap Ketinggian

- Adaptasi manusia terhadap ketinggian meliputi relatif sebagian kecil dari populasi

dunia, hanya sekitar 25 juta orang (kurang dari 1 % masyarakat di dunia) tinggal di

tempat yang tinggi.

Penduduk yang mendiami daerah tinggi menunjukkan tiga modal utama dalam adaptasi, yaitu

:

1.      Perubahan fisiologis jangka pendek

2.      Modifikasi selama pertumbuhan dan perkembangan

3.      Modifikasi unggun gena

Penduduk yang tinggal di pegunungan tinggi menggunakan obat-obatan seperti

alkohol dan coca (tanaman yang menghasilkan narkotika kokain). Untuk mengurangi beban

psikologisnya. Penduduk pada tempat tinggi membuat penyesuaian anatomis dan fisiologis

Page 93: 7. Hipoksia-skenario b

yang khas, yang memberinya kapasitas untuk dapat bekerja pada udara pegunungan yang

tipis. Mereka cenderung mempunyai kaki pendek, tumbuh lebih lambat dan volume thoraks

yang besar, dada yang membulat dan tulang sternum yang panjang mengakomodasi paru-paru

yang lebih besar di dalam costae dan sternum. 

Stress Lingkungan pada Tempat Tinggi

Lingkungan dataran tinggi mempunyai kondisi yang berbeda dengan dataran rendah,

baik dalam komposisi udara, tekanan oksigen, topografi, cuaca, jenis dan komposisi tanah,

habitat, dan sebagainya yang kesemuanya menuntut jenis dan besar aktivitas fisik yang

berbeda. Phyle dalam Janatin Hastuti (2005) menyatakan bahwa perbedaan dalam ketinggian

mempunyai perbedaan dalam ekologi. Hidup pada tempat tinggi akan menerima stress

ekologis yang kompleks, diantaranya sebagai berikut :

1.    Hipoksia

2.    Barometer rendah

3.    Radiasi matahari tinggi

4.    Suhu udara dingin

5.    Kelembaban udara rendah

6.    Angin kencang

7.    Nutrisi terbatas

8.    Medan yang terjal

Dengan bertambahnya ketinggian maka tekanan barometer menurun dan kepadatan

udara juga menurun. Lingkungan udara pada tempat tinggi dengan tekanan dan kadar oksigen

rendah merupakan faktor yang berpengaruh besar dalam adaptasi fisik maupun fisiologis

manusia yang tinggal di tempat tinggi. Udara yang tipis (tekanan oksigen atmosfer yang

rendah) pada tempat tinggi menimbulkan permasalahan lingkungan yang tidak dapat

dimodifikasi oleh campur tangan manusia hingga abad ini.

Hipoksia Ketinggian

Dari segi fisiologis, stress lingkungan yang paling penting adalah hipoksia. Telah

diketahui pula secara alami terjadi proses adaptasi fisiologis terhadap kondisi lingkungan

pada tempat yang tinggi. Dimana adaptasi ini adalah konsekuensi terjadinya hipoksia karena

pengurangan jumlah molekul oksigen yang dihirup pada waktu bernapas. Hipoksia

merupakan keadaan dimana terjadi defisiensi oksiegn yang mengakibatkan kerusakan sel

akibat penurunan respirasi oksidatif aerob sel. Hipoksia merupakan penyebab penting dan

Page 94: 7. Hipoksia-skenario b

umum dari cedera dan kematian sel. Tergantung pada beratnya hipoksia sel dapat mengalami

adaptasi, cedera atau kematian. Hipoksia merupakan keadaan dimana terjadi kekurangan

oksigen yang mencapai jaringan, gejala yang tampak antara lain mual, nafas pendek, dan

pusing. Hipoksia pada tempat tinggi merupakn stress yang tidak mudah dimodifikasi oleh

manusia dengan respon budaya maupun tingkah laku dan lebih jauh, semua sistem organ

dipengaruhi oleh hipoksia.

Adaptasi biologis terhadap hipoksia tertutama tergantung pada tekanan parsial

oksigen di atmosfer, yang secara proporsional menurun dengan bertambahnya ketinggian.

Udara mengandung 78,08 % nitrogen, 0,03 % CO2, 20,95 % O2, dan 0,01 % unsur lain. Gas

ini bersama-sama mempunyai tekanan 760 mmHg pada 0 dpl dan disebut dengan tekanan

barometer. Tekanan tiap-tiap gas berhubungan secara proporsional dengan jumlahnya,

sehingga tekanan oksigen sebesar 159 mmHg. Pada ketinggian 3500 m tekanan barometer

berkurang menjadi 493 mmHg dan tekanna oksigen berkurang hingga 35% dibandingkan

dengan permukaan laut, dan pada ketinggian 4500 m tekanan parsial oksigen menjadi 91

mmHg atau turun sebesar 40 %. Turunnya tekanan oksigen pada tempat tinggi menyebabkan

berkurangnya saturasi oksigen darah arteri karena proporsi pembentukan oksihemoglobin

dalam darah tergnatung pada tekanan parsial oksigen dalam alveoli.

Manusia sendiri baru mengenal kehidupan di ketinggian yang direkayasa setelah

mampunya dibuat pesawat terbang pertama kalinya dengan ketinggian jelajah di atas 10.000

kaki, terutama pesawat militer untuk peperangan. Pada manusia yang mencapai ketinggian

lebih dari 3.000 m (10.000 kaki) dalam waktu singkat, tekanan oksigen intra alveolar (PO2)

dengan cepat turun hingga 60 mmHg dan gangguan memori, serta gangguan fungsi serebri

mulai bermanifestasi. Pada ketinggian yang lebih saturasi O2 arteri (Sat O2) menurun dengan

cepat dan pada ketinggian 5.000 m (15.000 kaki), individu yang tidak teraklimatisasi

mengalami gangguan. Resiko klinis hipoksia akut pada ketinggian di atas 10.000 kaki juga

kemudian diketahui terutama pada penerbangan unpressured cabin (kabin tanpa rekayasa

udara). Kondisi-kondisi tersebut diantaranya (pada yang ringan) : penurunan kemampuan

terhadap adaptasi gelap, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan denyut jantung,

tekanan sistolik, dan curah jantung (cardiac output). Sedangkan jika berlanjut terus akan

terjadi gangguan yang lebih berat seperti berkurangnya pandangan sentral dan perifer,

termasuk ketajaman penglihatan, dan pendengaran yang terganggu. Demikian juga

kemampuan koordinasi psikomotor akan berkurang. Pada tahapan yang kritis setelah

terjadinya sianosis dan sindroma hiperventilasi berat, maka tingkat kesadaran akan

Page 95: 7. Hipoksia-skenario b

berlangsung hilang dan pada tahaop akhir dapat terjadi kejang dilanjutkan dengan henti

napas.

Seseorang yang belum lama berada pada tempat tinggi akan mengalami adaptasi

fisiologis yang merupakan efek permulaan dan respon cepat terhadap hipoksia. Menurut

Frisancho (1979) dalam Tutiek Rahayu, efek fisiologis hipoksia sangat kompleks dan

bermacam-macam, yang meliputi :

1.         Fungsi Paru-Paru

Efek fisiologis pada paru-paru berupa bertambah besarnya ventilais paru-paru seiring dengan

bertambahnya ketinggian tempat. Volume respirasi per menit pada ketinggian 5000 m naik

sekitar 45-69% daripada di daerah permukaan laut. Menurut hasil penelitian saat ini,

kenaikan ventilasi paru-paru disebabkan oleh stimulasi badan varoid dan kemoreseptor

lainnya oleh hipoksemia. Sebagai akibat dari kenaikan ventilasi pembuangan karbondioksida

juga meningkat, yang menyebabkan terjadinya alkalosis respiratorik.

2.         Fungsi Sirkulasi pada Jantung

Dengan bertambahnya hipoksia kecepatan denyut jantung bertambah dari rerata 70 detak per

menit menjadi sekitar 105 per menit pada ketinggian 4500 m. Jam-jam pertama setelah tiba

pada ketinggian tertentu, denyut nadi saat istirahat menurun dan kemudian meningkat, pada

ketinggian 2000 m peningkatan adalah 10% dan pada ketinggian 4500 m adalah 50%.

3.         Darah

Meliputi kenaikan produksi sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin, kenaikan volume

darah serta aktivitas erythropoietik. Pada ketinggian 5000 m jumlah sel darah merah naik dari

5 juta menjadi 7 juta per mm3, kenaikan terjadi pada hari ke 7-14 setelah berada pada

ketinggian tersebut. Volume darah bertambah dari 40ml/kg menjadi 50 ml/kg pada ketinggian

4540 m selama 1-3 minggu. Kenaikan produksi sel darah merah tersebut disebabkan oleh

kenaikan aktivitas erythropoietik

4.         Sirkulasi Retinal

Setelah 2 jam berada di ketinggian 5330 m diameter arteri dan vena retinal akan naik sekitar

seperlimanya.

5.         Sensitivitas Cahaya

Semakin tinggi tempat semakin besar penurunan sensitivitas cahya. Pada ketinggian diatas

4500 m, dibutuhkan sekitar 2,5 kali intensitas normal pada dpl untuk cahaya agar bisa

nampak.

6.         Memori dan Pembelajaran

Memori akan menurun dengan bertambahnya ketinggian terutama diatas 3660 m.

Page 96: 7. Hipoksia-skenario b

7.         Pendengaran

Mempunyai sensitivitas paling rendah terhadap hipoksia. Penurunan ketajaman pendengaran

dapat terjadi pada ketinggian lebih dari 6000 m.

8.         Fungsi Motorik

Pada ketinggian lebih dari 4500 m dilaporkan terdapat gejala kelemahan dan inkoordinasi

muskuler yang belum jelas disebabkan oleh penurunan kapasitas fungsional otot itu sendiri

atau ketiadaan stimulasi otot.

9.         Perasa dan Pengecap

Berada pad atempat tinggi mempengaruhi pemilihan makanan, pada umumnya lebih suka

memilih gula dan keinginan untuk lemak menurun. Rasa manis gula berkurang pada tempat

tinggi dan dibutuhkan sekitar dua kali jumlah normal untuk rasa manis yang sama di daerah

rendah.

10.     Anoreksia dan Kehilangan Berat Badan

Penurunan berat badan disebabkan oleh penurunan konsumsi makanan dan juga oleh

kehilangan air badan. Salah satu akibat utama anoreksia adaah ketidakseimbangan antara

energi yang masuk dengan energi yang keluar.

11.     Aktivitas Ginjal

Terjadi kenaikan aktivitas pada korteks dan medulla ginjal, reduksi sekresi aldosteron dan

kenaikan kadar renin dalam plasma

12.     Fungsi Tiroid

Berada pada tempat tinggi menyebabkan penurunan fungsi tiroid serta retensi iodium.

13.     Sekresi Testosteron

Berada pada ketinggian 4250 m selama 3 hari pertama menyebabkan penurunan sekresi

testosteron lebih dari 50% yang disebabkan oleh turunnya Luiteinizing Hormon dalam

plasma

14.     Fungsi Seksual

Meliputi penurunan spermatogenesis, perubahan histologis pada testis, terganggunya seklus

estrus dan meningkatnya gangguan menstruasi

Toleransi terhadap tempat tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu

umur, ketahanan fisik, dan jenis kelamin. Individu yang masih muda lebihbaik dalam

melakukan adaptasi daripada yang sudah tua, ini disebabkan karena fungsi metabolisme

tubuh pada usia muda masih baik juga mobilisasi air plasma dalam ruang interstitial atau

ekstraseluler. Individu dengan ketahanan fisik yang tinggi memberi toleransi terhadap stress

Page 97: 7. Hipoksia-skenario b

hipoksia lebih baik. Perempuan melakukan adaptasi terhadap ketinggian dengan lebih baik

daripada laki-laki. 

Mekanisme Adaptasi Terhadap Ketinggian

1.      Adaptasi Biologi

a.      Adaptasi Fungsional

Setelah efek permulaan dan respon terhadap stress ketinggian, biasanya dicirikan

dengan menghilangnya gejala mountain sickness akut terjadi respon adaptasi yang

berkembang secara gradual kadang membutuhkan waktu beberapa bulan hingga beberapa

tahun untuk perkembangan yang lengkap. Frisancho  (1979) menyebutkan beberapa

mekanisme adaptasi fungsional terjadi melalui aklimatisasi berhubungan langsung dengan

ketersediaan oksigen dan tekanan oksigen pada jaringan, terjadi melalui modifikasi :

a.    Ventilasi paru-paru.

b.    Volume paru-paru dan kapasitas difusi pulmoner.

c.     Transport oksigen dalam darah.

d.    Difusi oksigen dari darah ke jaringan.

e.     Penggunaan oksigen pada tingkat jaringan.

Penduduk asli kota pada tempat tinggi beraklimatisasi terhadap tempat tinggi sejak lahir

atau selama pertumbuhan mempunyai kapasitas aerobic yang lebih tinggi daripada subjek

yang beraklimatisasi pada saat dewasa. Diantara subjek yang beraklimatisasi pada tempat

tinggi selama masa pertumbuhan hampir 25% variabilitas dalam kapasitas aerobic dapat

dijelaskan dengan faktor perkembangan dan dengan faktor genetis 20-25 % (Frisancho et al

1995 dalam Tutiek Rahayu). Hubungan antara tingkat aktivitas pekerjaan dan aktivitas

aerobic yang lebih besar diantara subjek yang beraklimatisasi pada tempat tinggi sebelum

umur 10 tahun daripada setelah umur tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa kapasitas

aerobik normal pada tempat tinggi berhubungan dengan aklimatisasi perkembangan dan fakor

genetik tetapi ekspresinya dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti aktivitas pekerjaan dan

komposisi badan.

Kapasitas untuk beradaptasi pada tempat yang tinggi bervariasi pada tiap individu.

Beberapa orang tidak pernah beraklimatisasi dengan sukses sementara lainnya dapat

menyesuaikan diri tetapi tidak dapat bekerja dengan penuh.

Salah satu penyebab stress lingkungan di ketinggian untuk manusia yakni tekanan

udara yang rendah yang menjadi faktor keterbatasan signifikan dalam daerah ketinggian.

Page 98: 7. Hipoksia-skenario b

Gambar 1. Tekanan udara menurun ketika ketinggian meningkat.

Presentase oksigen di udara pada ketinggian 2 mil (3,2 km) sama seperti sea level

(21%). Namun tekanan udara lebih rendah 30 % pada ketinggian yang lebih jauh disebabkan

molekul pada atmosfer lebih jarang sehingga letak molekul-molekul tersebut saling

berjauhan. Ketika kita menghirup udara pada sea level, tekanan atmosfer sekitar 1,04 kg per

cm2 yang menyebabkan oksigen dengan mudah melewati membrane permeable selektif paru

menuju darah. Pada ketinggian tekanan udara yang lebih rendah membuat oksigen sulit untuk

memasuki sistem vascular tubuh. Hasilnya berdampak pada hipoksia atau kekurangan

oksigen.

Ketika kita bepergian ke daerah yang lebih tinggi tubuh kita mulai membentuk respon

fisiologis yang efisien. Terdapat kenaikan frekuensi pernapasan dan denyut jantung hingga

dua kali lipat walapun saat istirahat. Denyut nadi dan tekanan darah meningkat karena

jantung memompa lebih kuat untuk mendapatkan lebih banyak oksigen. Kemudian tubuh

mulai membentuk respon efisien secara normal yaitu aklimatisasi. Sel darah merah lebih

banyak diproduksi untuk membawa oksigen lebih banyak. Paru-paru akan lebih mengembang

untuk memfasilitasi osmosis oksigen dan karbondioksida. Terjadi pula peningkatan

vaskularisasi otot yang memperkuat transfer gas.

Gambar 2. Proses aklimatisasi terhadap tekanan oksigen

 yang rendah.

Ketika kembali pada level permukaan laut setelah terjadi aklimatisasi yang sukses

terhadap ketinggian, tubuh akan mempunyai lebih banyak sel darah merah dan kapasitas paru

yang lebih besar. Berdasarkan hal ini, Amerika dan beberapa Negara lain sering melatih para

atletnya di pegunungan. Akan tetapi, perubahan fisiologik ini hanya berlangsung singkat.

Pada beberapa minggu tubuh akan kembali pada kondisi normal.

Page 99: 7. Hipoksia-skenario b

Gambar 3. Kondisi tubuh yang menguat untuk waktu singkat setelah kembali dari

ketinggian.

b.      Adaptasi Biokimia

Pada ketinggian didapati terjadinya stress reduktif yang juga mengakibatkan

peningkatan produksi radikal bebas oleh sistem transport electron mitokondria terutama pada

kompleks I dan III. Pada hipoksia, terjadi penurunan jumlah oksigen yang tersedia untuk

direduksi menjadi H2O pada sitokrom oksidase. Terjadilah akumulasi ekuivalen pereduksi

yang menginduksi auto oksidasi kompleks mitokondria dan membangkitkan spesies oksigen

reaktif. Hipoksia ini dapat menyebabkan peningkatan produksi spesies oksigen reaktif seperti

anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (-OH), dan hydrogen peroksida (H2O2) dari sel

parenkim dan endotel vaskuler yang hipoksik. Maka dari itu, sel memiliki mekanisme

pertahanan terhadap radikal bebas yakni berupa sistem antioksidan sebagai adaptasi biokimia

dengan memiliki enzim-enzim antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), glutation

peroksidase, dan katalase.

c.       Adaptasi Genetik

Faktor genetik berperan dalam adaptasi terhadap ketinggian dengan ditemukannya gen

yang selektif pada lingkungan hipoksia. Individu dengan alel dominan untuk saturasi oksigen

lebih tinggi mempunyai keuntungan selektif pada lingkungan tinggi yang hipoksia.

Belum banyak penelitian yang menghubungkan antara faktor genetik dengan ketinggian

geografis. Gelvis meneliti manusia yang tinggal di dataran tinggi Tibet untuk mengetahui

bagaimana protein melindungi enzim yang berperan dalam mekanisme perlindungan otot dari

bahaya oksidatif. Hasil penelitian mereka menyebutkan adanya adaptasi pada tingkat protein

yang menyebabkan orang Tibet mampu hidup di ketinggian. Simonson juga menemukan

adanya bukti genetik adaptasi orang Tibet di dataran tinggi. Hasil penelitian mereka

menunjukkan dengan akurat ternyata DNA orang Tibet tidak sama dengan orang yang hidup

di dataran tinggi Tiongkok. Mereka menemukan dua gen yaitu EGLN 1 dan PPARA yang

terletak pada kromosom manusia 1 dan 22. Peranan gen tersebut dalam adaptasi di dataran

tinggi tidak jelas, baik EGLN1 dan PPARA dapat menyebabkan penurunan konsentrasi

Page 100: 7. Hipoksia-skenario b

hemoglobin. Seluruh manusia mempunyai gen EPAS1, tetapi orang-orang Tibet mempunyai

versi gen yang spesial. Melalui proses evolusi yang panjang, individu-individu yang mewarisi

jenis gen ini mampu bertahan dan menurunkannya pada anak-anak mereka, sehingga jenis

gen spesial ini menjadi sesuatu yang sudah lumrah di seluruh penduduk. Penelitian yang

berhubungan dengan ketinggian untuk daerah ATPase6 mtDNA manusia sudah pernah

dilakukan oleh Ariningtyas dan Humayanti. Mereka meneliti variasi mutasi pada populasi

dataran rendah Cirebon dan dataran tinggi Kuningan. Hasil penelitian mereka belum

ditemukannya mutasi spesifik untuk populasi dataran rendah dan dataran tinggi, karena

mutasi A8701G dan A8860G yang ditemukan terdapat pada dua populasi yang diteliti.

2.      Adaptasi Budaya

Adaptasi ini adalah kebiasaan-kebiasaan penduduk untuk menyikapa keadaan alamnya

sehingga terbentuk lah kebudayaan-kebudayaan. Dengan kata lain, adaptasi budaya yaitu

respon nonbiologis individu atau popilasi untuk memodifikasi atau mengurangi stess

lingkungan. Adaptasi budaya merupakan mekanisme penting yang mempermudah adaptasi

biologi manusia. Melalui adaptasi budaya manusia dapat bertahan hidup dan mendiami jauh

ke kondisi lingkungan yang ekstrim. Manusia adalah hewan yang mempunyai kebudayaan,

yang mebuat alat-alat untuk mengeksploitasi lingkungan, mempunyai bahasa untuk

berkomunikasi,  serta mempunyai organisasi sosial sebagai alat untuk menghadapi

lingkungan. Tidak seperti hewan lain yang mengeksploitasi dan beradaptasi trhadap

lingkungan dengan biologi dan raganya, maka manusia melakukannya teruyama dengan

budaya, jadi secara ekstrabiologis atau supraorganis. Wujud adaptasi budaya manusia

misalnya :

a.       Konstruksi rumah

Konstruksi rumah di dataran tinggi biasanya dibangun dengan tembok yang lebih tebal atau

dari kayu untuk menjaga kehangatan suhu ruangan. Ventilasi dan jendela besar, kadang

banyak agar sirkulasi udara baik mengingat tekanan oksigen di daerang tinggi relatif kecil.

Page 101: 7. Hipoksia-skenario b

   (sumber: adhvara.com)   (sumber: denyrendra.net)

Gambar 4 Contoh rumah kayu di dataran tinggi

(sumber: pricearea.com)

Gambar 5 Contoh rumah tembok di dataran tinggi

b.      Penggunaan pakaian pada bermacam-macam iklim

Penduduk yang tinggal di daerah tinggi dengan hawa dingin menggunakan pakaian yang

tebal untuk menghindari hilangnya pengeluaran panas yang berlebihan dari tubuhnya.

c.       Pola tingkah laku tertentu

Penduduk di daerah tinggi cenderung lebih sering berjalan kaki jauh daripada yang tinggal di

daerah perkotaan sehingga lebih kuat berjalan kaki.

d.      Pengobatan dari cara primitif sampai cara modern

Penggunaan informasi budaya yang dilakukan oleh kelompok sosial dan ditransformasikan

melalui pembelajaran pada tiap generasi merupakan salah satu bentuk respon adaptif yang

berkembang pesat pada manusia, contoh salah satu aspeknya adalah perkembangan sistem

medis.

e.       Kebiasaan kerja yang menunjukkan adaptasi terhadap stress iklim

Kenaikan produksi energi yang menyertai revolusi industri dan pertanian. Budaya dan

teknologi mempermudah adaptasi biologi, tetapi juga menciptakan dan terus menciptakan

kondisi stress baru yang membutuhkan respon adaptasi baru pula. Suatu modifikasi kondisi

lingkungan dapat dihasilkan oleh perubahan yang lainnya, misalnya kemajuan dalam ilmu

pengetahuan kedokteran dengan sukses mengurangi kematian bayi dan orang dewasa pada

tingkat di mana populasi dunia tumbuh pada kecepatan eksplosif dan meskipun sumber

makanan bertambah, tetap akan terjadi kelaparan.

Page 102: 7. Hipoksia-skenario b

Teknologi barat meskipun menaikkan standar hidup juga menciptakan polusi

lingkungan yang menjadikan hidup dan kesehatan tidak bagus lagi. Jika proses ini

berlangsung terus tanpa kontrol, polusi lingkungan akan menjadi suatu kekuatan selektif lain

yang menuntut manusia harus beradaptasi melalui proses biologis atau budaya atau akan

mengalami kemusnahan. Adaptasi yang dilakukan manusia pada dunia sekarang mungkin

tidak sesuai lagi dengan bentuk pertahanan hidup di dunia pada masa yang akan datang,

kecuali manusia belajar untuk menyesuaikan budaya dengan kapasitas biologisnya.

KOMPENSASI SISTEM-SISTEM

1. Sistem Respirasi

a. Peningkatan Ventilasi Paru (HIPERVENTILASI)

Kompensasi untuk memperoleh lebih banyak O2.

Mekanismenya sebagai berikut:

Penurunan oksigen secara mendadak akan merangsang pernafasan

menggunakan kemoreseptor pernafasan perifer di badan karotid dan badan

aortik. Hal ini akan meningkatkan ventilasi alveolus menjadi 1,65 diatas

normal. Kompensasi ini terjadi dalam hitungan detik dari pajanan. Kenaikan

ventilasi dadakan akan menimbulkan alkalosis, karena CO2 pembentuk asam

dikeluarkan lebih cepat daripada pembentukan. Hal ini akan menghambat

respon sementara. Tetapi karena kompensasi ginjal yg mengekskresikan

bikarbonat akan meningkatkan pH sehingga meningkatkan aktivitas di pusat

pernaasan sehingga ventilasi dapat meningkat 5 kali. Hal ini menyebabkan

Tachypnea, yakni pernafasan yang cepat dan pendek.

2. Sistem Ekskresi:

a. Ekskresi bikarbonat untuk menyeimbangkan asam basa karena alkalosis

respiratorik.

Mekanisme:

Penyebab alkalosis adalah penurunan PCO2 plasma, yang disebabkan oleh

hipeventilasi.Pengurangan PCO2menurunkan kecepatan sekresi H+ oleh tubulus

ginjal. Akibatnya jumlah H+ tidak cukup untuk bereaksi dengan semua HCO3-

yang difiltrasi. Sehingga HCO3 tidak di reabsorpsi dan diekskresikan dalam urin.

Hal ini menyebabkan penurunan konsentrasi HCO3 plasma oleh peningkatan

ekskresi HCO3 dan koreksi terhadap alkalosis.

Page 103: 7. Hipoksia-skenario b

3. Kardiovaskular

a. Jantung

- Volume darah yg berlebihan akan menyebabkan curah jantung meningkat dan

menghasilkan tekanan arteri yg lebih besar . Peningkatan tekanan dan volume

atrium juga menyebabkan tekanan peningkatan frekuensi jantung (takikardia).

b. Sirkulasi

- Penurunan O2 di jantung dilepaskannya zat vasodilator (adenosin) dilatasi

arteriol. Sebagian ATP dipecah jadi adenosin mono fosfat.

- Jumlah kapiler dlm jaringan meningkat, mengurangi jarak yang harus ditempuh O2

ketika berdifusidari darah u/ mencapai sel. Serta peningkatan kapilaritas jaringan.

Teori kekurangan osigen untuk pengaturan darah lokal.

- Vasodilatasi Arteri sistemik: Oksigen dibutuhkan dalam metabolisme untuk

menimbulksn kontraksi otot vaskular. Jadi kalo kurang O2, pembuluh ga bisa

berkontaksi jadi vasodilatasi.

- Vasokontriksi Arteri pulmonal yang melayani fungsi penting darah yang dipintas

menjauhi area yang diventilasi buruk ke arah bagian paru yang diventilasi baik.

Pengurangan O2 menyebabkan dikeluarkannya zat vasokontriksi tertentu dari

jaringan paru.

Kerugian:

a. Peningkatan resistensi vaskular pulmoner lebih dari 5 kali lipat

b. Peningkatan afterload ventrikel kanan

4. Sistem darah

- Peningkatan produksi sel darah merah dikompensasi oleh ginjal dengan produksi

eritropoetin dari aparatus  jukstaglomerular yang merangsang sumsum tulang untuk

membentuk sel darah merah.

- Hematokrit meningkat dari normal 40-45 jadi kurang lebih 60

- Peningkatan kadar Hb dari normal 15 g/dl jadi 20 g/dl, peningkatan hemoglobin

agar darah dapat lebih banyak menangkap O2

- Volume darah bertambah 20 -30 % dikali peningkatan konsentrasi Hb darah jadi

pengkatan total Hb jadi 50%.

- Sintesis BPG dlm sel darah merah sehingga O2 lebih mudah dibebaskan dari Hb

5. Sistem Gastro Intestinal

- Perangsangan saraf simpatis yang meningkatkan kontraksi otot lambung.

Page 104: 7. Hipoksia-skenario b

- Perbedaan tekanan udara di dalam gaster yang tinggi sedangkan tekanan udara

lingkungan yang rendah menyebabkan terjadinya desakan udara dari lambung ke

luar sehingga menimbulkan rasa mual.

6. Sistem saraf

- Otak kekurangan Oksigen menyebabkan iskhemik jaringan sehingga timbul sakit

kepala

- Kekurangan oksigen di kelenjar menyebabkan penurunan produksi cairan pada

vestibulum sehingga mengganggu keseimbangan.

Kompensasi : peningkatan aktivitas saraf simpatik untuk meningkatkan tekanan

darah.

KONDISI PEGUNUNGAN

Suhu

Setiap kenaikan ketinggian 100 meter di atas permukaan laut maka suhu berkurang 0,65

°C

0 meter = ± 27 °C

1000 meter = ± 20,5 °C

2000 meter = ± 14 °C

3000 meter = ± 7,5 °C

3200 meter = ± 6,2 °C

Tekanan Parsiil gas (O2, CO2, N2, dll)

O2

0 meter = 150 mmHg

3000 meter = 110 mmHg

6000 meter = 73 mmHg

9000 meter = 47 mmHg

CO2

0 meter = 40 mmHg

3000 meter = 33 mmHg

6000 meter 24 mmHg

Page 105: 7. Hipoksia-skenario b

IX. KESIMPULAN

Ir. Cek Nang menderita Hypoxic Hipoxia yang disebabkan karena PO2 arteri menurun

dikarenakan PO2 lingkungan yang menurun.

Page 106: 7. Hipoksia-skenario b

DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C dan John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:

EGC.

Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta:

EGC.

Leeson, C. Roland, Leeson, Thomas S., Paparo, Anthony A.. 1990. Buku Ajar Histologi.

Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC.

Setiadi, 2007.Anatomi dan Fisiologi Manusia.Graha Ilmu:Yogyakarta.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC.

Snell, Richard.2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. EGC: Jakarta

Wibowo, Daniel S., Paryana, Widjaya. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Indonesia: Graha Ilmu.

Wilson. 2006. Patofisiology. Edisi 6. EGC: Jakarta

http://blog.uad.ac.id/adikirawan/2011/12/09/fisiologi-ekskresi/

Crayonpedia, 2009, SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI),

http://www.crayonpedia.org/mw/Sistem_Ekskresi_Pada_Manusia_Dan_Hubungannya_Deng

an_Kesehatan_9.1

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/197003311997022-

HERNAWATI/FILE_14.pdf

http://www.scribd.com/doc/53490282/3/Letak-dan-Posisi-Jantung

http://www.sentra-edukasi.com/2011/08/mekanisme-pertukaran-gas-o2-dan-co2.html

Page 107: 7. Hipoksia-skenario b