52740900-44041134-Ginjal-Hen

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    1/26

    PENDAHULUAN

    Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan

    kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh,

    elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal (filtrasi

    glomerulus), penyerapan kembali air dan zat terlarut dari cairan tubulus (reabsorpsi

    tubulus), dan sekresi zat terlarut ke dalam cairan tubulus (sekresi tubulus) untuk

    membentuk urin yang akan disalurkan ke dalam pelvis renalis. Ginjal juga mengeluarkan

    sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin dan asam urat) dan zat kimia asing.

    Akhirnya selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin (penting untuk

    mengatur tekanan darah), juga bentuk aktif vitamin D (penting untuk mengatur kalsium)

    serta eritropoietin (penting untuk sintesis darah).1, 6, 7

    Begitu banyak fungsi ginjal, karena itu bila ada kelainan yang mengganggu ginjal,

    berbagai penyakit dapat diderita. Kelainan ginjal bisa berupa penyakit ringan seperti

    infeksi saluran kemih, atau yang sangat berat seperti gagal ginjal.9

    Gambar 1. Gambaran ginjal dan saluran kemih pada laki-laki dan perempuan.

    1

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    2/26

    ISI

    Anatomi dan Fisiologi Ginjal Normal

    Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak retroperitoneal,

    di kedua sisi kolumna vertebralis daerah lumbal. Ginjal kanan sedikit lebih rendah

    dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya

    terletak setinggi kosta 12, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi kosta 11.

    Setiap ginjal terdiri dari kira-kira 1,3 juta nefron.1, 6, 7

    Gambar 2. Letak ginjal.

    Sebuah nefron merupakan suatu struktur yang menyerupai mangkuk dengan

    dinding yang berlubang (kapsula bowman), yang mengandung seberkas pembuluh darah

    (glomerulus). Kapsula bowman dan glomerulus membentuk korpuskulum renalis.

    Darah yang masuk ke dalam glomerulus memiliki tekanan yang tinggi. Sebagian besar

    bagian darah yang berupa cairan disaring melalui lubang-lubang kecil pada dinding

    pembuluh darah di dalam glomerulus dan pada lapisan dalam kapsula bowman, sehingga

    yang tersisa hanya sel-sel darah dan molekul-molekul yang besar (misalnya protein).

    Cairan yang telah disaring (filtrat) masuk ke dalam rongga bowman (daerah yang terletak

    diantara lapisan dalam dan lapisan luar kapsula bowman) dan mengalir ke dalam tubulus

    kontortus proksimal(tabung/saluran di bagian hulu yang berasal dari kapsula bowman).

    Natrium, air, glukosa dan bahan lainnya yang ikut tersaring diserap kembali dan

    dikembalikan ke darah.1, 6, 7

    2

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    3/26

    Ginjal juga menggunakan energi yang secara selektif menggerakkan molekul-

    molekul yang besar (termasuk obat-obatan, misalnya penicillin) ke dalam tubulus.

    molekul tersebut dibuang ke dalam air kemih meskipun ukurannya cukup besar untuk

    dapat melewati lubang-lubang pada penyaring glomerulus.1, 6, 7

    Bagian berikutnya dari nefron adalah ansa henle. Ketika cairan melewati ansa

    henle, natrium dan beberapa elektrolit lainnya dipompa keluar sehingga cairan yang

    tersisa menjadi semakin pekat. Cairan yang pekat ini akan mengalir ke dalam tubulus

    kontortus distaldi dalam tubulus kontortus distal, semakin banyak jumlah natrium yang

    dipompa keluar.1, 6, 7

    Kemudian cairan dari beberapa nefron mengalir ke dalam suatu saluran

    pengumpul (duktus koligentes). Di dalam duktus koligentes, cairan terus melewati ginjal

    sebagai cairan yang pekat, atau jika masih encer, maka air akan diserap dari air kemih

    dan dikembalikan ke dalam darah, sehingga air kemih menjadi lebih pekat.

    Tubuh mengendalikan konsentrasi air kemih berdasarkan kebutuhannya terhadap air

    melalui hormon-hormon yang kerjanya mempengaruhi fungsi ginjal.1, 6, 7

    Selanjutnya air kemih yang terbentuk di ginjal mengalir ke bawah melalui ureter

    menuju ke kandung kemih. Ureter adalah pipa/tabung berotot yang mendorong sejumlah

    air kemih dalam gerakan bergelombang (kontraksi). Setiap ureter akan masuk ke dalam

    kandung kemih melalui suatusfingter. Sfingter adalah suatu strukturmuskuler(berotot)

    yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup. Air kemih yang secara

    teratur mengalir dari ureter akan terkumpul di dalam kandung kemih. Kandung kemih ini

    bisa mengembang, dimana ukurannya secara bertahap membesar untuk menampung

    jumlah air kemih yang semakin bertambah. Jika kandung kemih telah penuh, maka akan

    dikirim sinyal saraf ke otak, yang menyampaikan pesan untuk berkemih. Selama

    berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara kandung kemih dan uretra akan

    membuka sehingga air kemih mengalir keluar. Secara bersamaan, dinding kandung

    kemih berkontraksi sehingga terjadi tekanan yang mendorong air kemih menuju ke

    uretra. Tekanan ini dapat diperbesar dengan cara mengencangkan otot-otot perut.

    Sfingter pada pintu masuk kandung kemih tetap menutup rapat untuk mencegah aliran

    balik air kemih ke ureter.1, 6, 7

    3

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    4/26

    Gambar 3. Anatomi ginjal.

    4

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    5/26

    Gambar 4. Laju filtrasi glomerulus.

    Ginjal menerima sekitar 20 % dari aliran darah jantung atau sekitar 1 liter per

    menit darah dari 40 % hematokrit, plasma ginjal mengalir sekitar 600 ml/menit.

    Normalnya 20 % dari plasma disaring di glomerulus dengan LFG 120 ml/menit atau

    sekitar 170 liter per hari. Penyaringan terjadi di tubular ginjal dengan lebih dari 99 %

    yang terserap kembali meninggalkan pengeluaran urin terakhir 1-1,5 liter per hari.1, 6, 7

    Gambar 5. Pembuluh darah ginjal.

    Gagal Ginjal Kronik

    I. Definisi

    5

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    6/26

    Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan

    penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup

    lanjut. Gagal Ginjal Kronik sesuai dengan tahapannya, dapat dibagi menjadi 5

    stadium (Tabel 1.). Gagal ginjal tahap akhir (end stage) adalah tingkat gagal

    ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi

    pengganti.2, 3, 4, 8

    Insufisiensi ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun

    tetapi lebih ringan dari GGK. Perbedaan ini tidak selalu sama di seluruh dunia,

    tetapi ada baiknya dibedakan satu sama lain untuk mencegah kesimpang-siuran.

    Istilah azotemia menunjukkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, akan

    tetapi belum ada gejala gagal ginjal yang nyata. Sedangkan uremia adalah fase

    simtomatik gagal ginjal dimana gejala gagal ginjal dapat dideteksi dengan

    jelas.2, 3, 4

    Tabel 1. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK)

    Derajat Deskripsi LFG (ml/menit/1,73 m3) Manifestasi

    1

    2

    3

    4

    5

    Kerusakan ginjal dengan LFG normal

    Kerusakan ginjal dengan penurunan

    LFG ringan

    Kerusakan ginjal dengan penurunan

    LFG sedang

    Kerusakan ginjal dengan penurunan

    LFG berat

    Gagal ginjal

    > 90

    60-89

    30-59

    15-29

    < 15

    Tidak ada

    Hipertensi, hiperparatiroidisme

    sekunder

    s.d.a + anemia

    s.d.a + retensi air dan garam, mual,

    muntah, nafsu makan berkurang,

    penurunan fungsi ginjal

    s.d.a + edema paru, koma kejang,

    hiperkalemia, asidosis, kematian

    Penentuan perhitungan LFG dengan kreatinin klirens :

    Cratinine Clearance (pria) = (140-umur) X BB (kg) ml/menit

    72 X serum cretinine (mg/dl)

    Cretinine Clearance (wanita) = 0,85 X CC pria

    6

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    7/26

    Gambar 6. Keadaan ginjal pada Gagal Ginjal Kronik

    II. EpidemiologiKasus gagal ginjal sekarang ini di dunia meningkat lebih dari 50 %. Di

    Indonesia sudah mencapai sekitar 20 %. Sedangkan di Amerika Serikat, setiap

    tahun ada sekitar 20 juta orang dewasa menderita GGK.9

    III.Etiologi

    Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal

    yang progresif dan ireversibel dari berbagai penyebab. Sebab-sebab GGK yang

    sering ditemukan dapat dibagi menjadi delapan kelas (Tabel 2.).5, 6, 8

    Tabel 2. Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik (GGK)

    Klasifikasi Penyakit Penyakit

    Infeksi Pielonefritis kronik

    Penyakit peradangan Glomerulonefritis

    Penyakit vaskular hipertensif Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna, Stenosis arteria renalis

    Gangguan jaringan penyambung SLE, Poliarteritis nodosa, Sklerosis sistemik progresif

    Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik, Asidosis tubulus ginjal

    Penyakit metabolik DM, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidosis

    Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik, Nefropati timbal

    Nefropati obstruktif Saluran kemih bagian atas : Kalkuli, Neoplasma, Fibrosis retroperitoneal

    Saluran kemih bagian bawah : Hipertrofi prostat, Striktur uretra, Anomali

    kongenital pada leher kandung kemih dan uretra

    IV.Patofisiologi

    7

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    8/26

    Menurut hipotesisBricker atau hipotesis nefron yang utuh,bila nefron

    terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur namun sisa nefron yang

    masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bilamana jumlah nefron

    sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak

    dapat dipertahankan lagi.5

    Meskipun penyakit ginjal kronik terus berlanjut, namun jumlah solut yang

    harus diekskresikan oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah

    berubah walaupun jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah

    menurun secara progresif. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam

    usahanya untuk melaksanakan seluruh beban ginjal. Terjadi peningkatan

    kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron

    meskipun LFG untuk seluruh masa nefron dalam ginjal turun di bawah nilai

    normal. Mekanisme ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan

    cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah.5

    Namun bila sekitar 75 % massa nefron sudah hancur, maka kecepatan

    filtrasi dan beban solut bagi nefron meningkat sehingga keseimbangan

    glomerulus-tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan

    reabsorpsi oleh tubulus) tidak dapat dipertahankan lagi. Fleksibilitas baik pada

    proses ekskresi maupun proses konservasi solut dan air menjadi berkurang.

    Sedikit perubahan pada diet dapat mengubah keseimbangan tersebut, karena

    makin rendah LFG semakin besar perubahan kecepatan ekskresi per nefron.

    Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan kemih menyebabkan

    berat jenis kemih tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsmol (yaitu sama dengan

    konsentrasi plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.5

    Pada penderita dengan sekitar 90 % massa nefronnya rusak, maka 10 %

    sisa nefron dipaksa untuk mengekskresi 10 kali lipat beban solut normal. Nefron-

    nefron tersebut tidak dapat mengkompensasi dengan tepat perubahan yang terjadi

    melalui reabsorpsi tubulus terhadap kelebihan atau kekurangan natrium atau air.

    Kemih menjadi isoosmotis dengan plasma. Penderita biasanya menjadi oliguri

    (pengeluaran kemih < 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus. Dan terjadi

    8

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    9/26

    kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik

    yang mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh.5

    Pada dasarnya fungsi ginjal adalah menyaring / membersihkan plasma

    darah dari bahan-bahan yang terlarut, termasuk disini obat-obatan. Seperti

    diketahui pemakaian obat yang nefrotoksik dalam jangka lama dapat

    menimbulkan drug induced Nefropati yang akhirnya menjadi GGK terminal.

    Termasuk obat yang Nefrotoksik : Aminoglikoside, Betalaktam, Fankomisin,

    Sulfonamid, Asiklovir, Rimfampisin, Amphoferisin B, Tetrasiklin, OAINS :

    seperti jamu jamuan, Cyclosforin A, Metotrexate. Sebagian besar obat-obatan

    akan diekskresikan lewat ginjal (urine), sehingga pemberian obat pada penderita

    GGK harus diperhatikan. Dosis obat-obatan yang diekskresikan lewat ginjal yang

    bersifat Nefrotoksik harus diperhatikan, karena dapat terjadi komulasi dan

    mempercepat kemunduran fungsi ginjal.

    V. Patogenesis

    Perjalanan umum GGK dibagi menjadi 3 stadium : 5

    Stadium I : penurunan cadangan ginjal.

    -Kreatinin serum dan kadar BUN normal.

    -Penderita asimtomatik.

    Stadium II : Insufisiensi ginjal.

    -Kadar kreatinin serum dan kadar BUN meningkat melebihi normal.

    -Gejala nokturia dan poliuri.

    Stadium III : gagal ginjal stadium akhir.

    -Kemih isoosmotis dengan plasma.

    -Oliguri dan sindrom uremik.

    VI.Manifestasi/Gejala Klinis

    Manifestasi klinis gagal ginjal kronik : 2, 3, 4, 6

    UmumKulit

    Fatique, malaise, gagal tumbuh, debil.Pucat, gatal, ekimosis, urea frost, mudah-lecet, rapuh.

    Kardiovaskular Hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis

    uremik, efusi perikardial, PJK.

    Pernafasan Hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura.

    9

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    10/26

    Gastrointestinal Anoreksia, nausea, vomitus, foetor uremik, cegukan,

    gastritis erosif, ulkus peptikum, kolitis uremik.

    Kemih Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjalyang mendasarinya.

    Saraf dan Otot Restless leg syndrome, burning feet syndrome,

    ensefalopati metabolik, miopati.Tulang Osteodistrofi renal.

    Sendi GOUT, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang.Hematologi Anemia, gangguan fungsi lekosit, gangguan fungsi

    trombosit dan trombositopenia.

    Endokrin Gangguan seksual, gangguan metabolisme glukosa,resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin,

    gangguan metabolisme lemak, gangguan metabolisme

    vitamin D, hiperparatiroid sekunder.Elektrolit Hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

    VII.Pendekatan Klinis

    Anamnesis untuk menentukan adanya GGK diarahkan untuk mencari

    beberapa tolok ukur (parameter) yang menunjukkan adanya kemungkinan GGK,

    dengan kata lain mengumpulkan data gejala klinis GGK, yang meliputi berbagai

    organ dan sistem dalam tubuh.3

    Diperlukan data tentang riwayat penyakit pasien. Bila ada data yang

    menunjukkan penurunan faal ginjal yang bertahap (LFG yang progresif

    menurun) diagnosis tidaklah sulit. Tetapi sering kita dapati pasien yang tidakjelas riwayat, datanya tidak cukup atau tidak ada, tetapi LFG-nya menurun.

    Dalam hal seperti ini dibutuhkan anamnesis yang teliti dan terarah untuk

    menentukan apakah pasien mengidap Gagal Ginjal Akut (GGA), pada kronik

    (acute on chronic renal failure) atau GGK. Beberapa pemeriksaan penunjang

    dapat membantu menentukan apakah masih ada faktor yang reversibel (akut)

    pada pasien yang diduga GGK.3

    Etiologi memegang peranan penting dalam memperkirakan perjalanan

    klinis GGK dan terhadap penanggulangannya. Di samping itu penyebab primer

    GGK juga akan mempengaruhi manifestasi klinis GGK, dan sangat membantu

    dalam menegakkan diagnosis.3

    Berbagai contoh dapat dikemukakan, misalnya riwayat batu menyebabkan

    penyakit ginjal obstruktif, edema mengarah ke penyakit ginjal glomerular, gout

    10

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    11/26

    menyebabkan nefropati gout, DM menyebabkan nefropati diabetik, SLE

    menyebabkan nefropati lupus. Adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga

    mengarahkan dugaan kepada penyakit ginjal genetik.3

    Dalam anamnesis dan pemeriksaan penunjang perlu dicari faktor-faktor

    pemburuk pada GGK yang dapat diperbaiki seperti : 3

    1. Infeksi traktus urinarius.

    2. Obstruksi traktus urinarius.

    3. Hipertensi.

    4. Gangguan perfusi/aliran darah ginjal.

    5. Gangguan elektrolit.

    6. Pemakaian obat-obat nefrotoksik, termasuk bahan kimia dan obat

    tradisional seperti jamu - jamuan.

    VIII.Pemeriksaan Fisik

    Perhatian ditujukan pada tekanan darah, funduskopi, pemeriksaan jantung

    dan paru, pemeriksaan abdomen terhadap adanya bising dan massa ginjal yang

    teraba, edema, pemeriksaan neurologis terhadap kelemahan otot dan neuropati.

    Sebagai tambahan, evaluasi ukuran prostat pada pria dan kemungkinan massa

    di pelvis pada wanita harus dilakukan.4

    IX.Pemeriksaan Penunjang

    1. Pemeriksaan Laboratorium 2, 3

    Dilakukan untuk menetapkan adanya GGK, menentukan ada tidaknya

    kegawatan, menentukan derajat GGK, menetapkan gangguan sistem, dan

    membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada tidaknya gagal

    ginjal dapat diuji, Laju Filtrasi Glomerulus.

    Kreatinin plasma akan meningkat seiring dengan penurunan laju filtrasi

    glomerulus, dimulai bila lajunya kurang dari 60 ml/menit. Pada gagal ginjal

    terminal, konsentrasi kreatinin dibawah 1 mmol/liter. Konsentrasi ureum

    plasma kurang dapat dipercaya karena dapat menurun pada diet rendah

    protein dan meningkat pada diet tinggi protein, kekurangan garam dan

    11

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    12/26

    keadaan katabolik. Biasanya konsentrasi ureum pada gagal ginjal terminal

    adalah 20-60 mmol/liter.

    Terdapat penurunan bikarbonat plasma (15-25 mmol/liter), penurunan pH,

    dan peningkatan anion gap. Konsentrasi natrium biasanya normal, namun

    dapat meningkat atau menurun akibat masukan cairan inadekuat atau

    berlebihan. Hiperkalemia adalah tanda gagal ginjal yang berat, kecuali

    terdapat masukan berlebihan, asidosis tubular ginjal, atau

    hiperaldosteronisme.

    Terdapat peningkatan konsentrasi fosfat plasma dan peningkatan kalsium

    plasma. Kemudian fosfatase alkali meningkat. Dapat ditemukan peningkatan

    parathormon pada hiperparatiroidisme.

    Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia normositik normokrom dan

    terdapat sel Burr pada uremia berat. Leukosit dan trombosit masih dalam

    batas normal. Pemeriksaan mikroskopik urin menunjukkan kelainan sesuai

    penyakit yang mendasarinya.

    Creatinine Clearancemeningkat melebihi laju filtrat glomerulus dan turun

    menjadi kurang dari 5 ml/menit pada gagal ginjal terminal. Dapat ditemukan

    proteinuria 200-1000 mg/hari.

    Pemeriksaan biokimia plasma untuk mengetahui fungsi ginjal dan

    gangguan elektrolit, mikroskopik urin, urinalisa, tes serologi untuk

    mengetahui penyebab glomerulonefritis, dan tes-tes penyaringan sebagai

    persiapan sebelum dialisis (biasanya hepatitis B dan HIV).

    2. Pemeriksaan EKG 2, 3

    Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda

    perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolit

    (hiperkalemia, hipokalsemia).

    3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) 2, 3

    Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim

    ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta

    prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang

    reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk

    12

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    13/26

    menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering

    dipakai oleh karena non-invasif, tak memerlukan persiapan apapun.

    4. Foto Polos Abdomen 2, 3

    Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.

    Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto

    polos yang disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik.

    5. Pielografi Intra-Vena (PIV) 2, 3

    Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat

    mengeluarkan kontras dan pada GGK ringan mempunyai risiko penurunan

    faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut, DM, dan nefropati asam

    urat. Saat ini sudah jarang dilakukan pada GGK. Dapat dilakukan dengan

    cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai sistem pelviokalises

    dan ureter.

    6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd 2, 3

    Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.

    7. Pemeriksaan Foto Dada 2, 3

    Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid

    overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial. Tak jarang

    ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.

    8. Pemeriksaan Radiografi Tulang 2, 3

    Mencari osteodistrofi (terutama phalang/jari), dan kalsifikasi metastatik.

    X. Diagnosis

    Berdasarkan anamnesis dapat ditemukan kecenderungan diagnosis.

    Misalnya bila terdapat riwayat nokturia, poliuria, dan haus, disertai hipertensi, dan

    riwayat penyakit ginjal, serta oedem pada seluruh tubuh, mungkin lebih

    dipikirkan ke arah GGK. Tanda-tanda uremia klasik dengan kulit pucat atrofi,

    dengan bekas garukan tidak terjadi seketika dan jarang ditemukan pada gagal

    ginjal akut. Namun pada banyak kasus, gambaran ini tidak ditemukan sehingga

    lebih baik menganggap semua pasien azotemia adalah peningkatan BUN dan

    ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.6

    13

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    14/26

    XI. Komplikasi

    Komplikasi sistemik yang sering adalah terjadinya anemia. Dimana anemia

    yang terjadi dihubungkan dengan GGK melalui beberapa faktor, yaitu : 6

    1. Pengurangan masa parenkim ginjal.

    2. Eritropoetin yang rendah.

    3. Kekurangan vitamin B12 dan asam folat.

    Pada uremia masa hidup sel darah merah memendek. Mungkin juga ada

    perdarahan dari GIT yang menyebabkan anemia. Penggunaan obat seperti AINS

    dan bloker dapat mengurangi kadar eritropoetin dalam darah. Transfusi darah

    tidak diberikan bila kadar Hb > 7 g/dl, kecuali bila pasien menunjukkan gejala

    klinis. Pada lansia dengan aterosklerosis, penting untuk mempertahankan kadar

    Hb 10 g/dl untuk mencegah angina atau gagal jantung kongestif. 6

    XII. Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan Konservatif GGK2, 3, 4, 6

    Penatalaksanaan konservatif GGK lebih bermanfaat bila penurunan faal

    ginjal masih ringan.

    1. Memperlambat Progresi Gagal Ginjala. Pengobatan hipertensi. Target penurunan tekanan darah yang

    dianjurkan 130/80 mmHg. Bila ada proteinuria tekanan darah yang

    dianjurkan 125/75 mmHg. Obat yang diberikan paling aman dan

    sedikit efek samping adalah captopril dimulai dari dosis rendah.

    b. Pembatasan asupan protein, bertujuan untuk mengurangi

    hiperfiltrasi glomerulus dengan demikian diharapkan progresivitas

    akan diperlambat.

    c. Restriksi fosfor, untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder.

    d. Mengurangi proteinuria. Terdapat korelasi antara proteinuria dan

    penurunan fungsi ginjal terutama pada glomerulonefritis kronik dan

    diabetes. Penghambat ACE dapat mengurangi ekskresi protein.

    14

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    15/26

    e. Mengendalikan hiperlipidemia. Telah terbukti bahwa

    hiperlipidemia yang tidak terkendali dapat mempercepat progresivitas

    gagal ginjal. Pengobatan meliputi diet, olahraga. Pada peningkatan

    yang berlebihan diberikan obat-obat penurun lemak darah.

    2. Mencegah Kerusakan Ginjal Lebih Lanjut

    a. Pencegahan kekurangan cairan

    Dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat menyebabkan gagal

    ginjal pra-renal yang masih dapat diperbaiki. Pada anamnesis perlu

    ditanyakan mengenai keseimbangan cairan (keringat, muntah, diare,

    pemasukan cairan yang tidak memadai). Pemakaian obat-obatan

    terutama diuretik, manitol, fenasetin (nefropati analgesik, digitalis

    yang juga dapat menyebabkan muntah) harus ditanyakan. Penyakit

    lain yang juga perlu dicari, karena mempengaruhi keseimbangan

    cairan adalah kelainan gastrointestinal, alkoholisme, DM, ginjal

    polikistik, dan asidosis tubular ginjal.

    Diagnosis kekurangan cairan pada insufisiensi ginjal harus

    dapat ditegakkan secara klinis. Kelainan yang dapat ditemukan adalah

    penurunan turgor kulit, tekanan bola mata yang menurun, kulit dan

    mukosa yang kering. Gangguan sirkulasi ortostatik dapat diketahui

    bila perbedaan tensi dan nadi sebesar 15 % antara berbaring dan

    berdiri, penurunan tekanan vena jugularis dan penurunan tekanan vena

    sentral merupakan tanda-tanda yang membantu untuk menegakkan

    diagnosis.

    b. Sepsis

    Dapat disebabkan berbagai macam infeksi, terutama infeksi

    saluran kemih. Infeksi saluran kemih akan memperburuk faal ginjal.

    Infeksi saluran kemih umumnya mempunyai faktor risiko seperti

    adanya batu, striktur, gangguan faal kandung kemih dan hipertrofi

    prostat. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengoreksi kelainan urologi

    dan antibiotik yang telah terpilih untuk mengobati infeksi.

    c. Hipertensi yang tidak terkendali

    15

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    16/26

    Tekanan darah umumnya meningkat sesuai dengan perburukan

    fungsi ginjal. Kenaikan tekanan darah ini akan menurunkan fungsi

    ginjal lebih lanjut. Akan tetapi penurunan tekanan darah yang

    berlebihan juga akan menyebabkan perfusi ginjal menurun. Prinsip

    terapi adalah mencari manfaat terbaik dengan mempertimbangkan

    kedua hal di atas. Obat-obat yang dapat diberikan adalah furosemid,

    obat penyekat beta, vasodilator, antagonis kalsium, dan penghambat

    alfa. Golongan tiasid kurang bermanfaat. Spironolakton tidak dapat

    diberikan karena meningkatkan kalium. Dosis obat agar disesuaikan

    dengan LFG, karena kemungkinan adanya akumulasi misalnya obat

    penyekat beta.

    d. Obat-obat nefrotoksik

    Obat-obat nefrotoksik seperti amino-glikosid, OAINS (Obat

    Anti Inflamasi Non-Steroid), kontras radiologi dan obat-obat yang

    dapat menyebabkan nefritis interstisialis akut harus dihindari.

    e. Kehamilan

    Pada wanita usia produktif yang mengalami gangguan fungsi

    ginjal, kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjalnya, memperburuk

    hipertensi, meningkatkan kemungkinan terjadinya eklampsia dan

    menyebabkan retardasi pertumbuhan intrauterin. Risiko kehamilan

    meningkat bila kreatinin serum > 1,5 mg/dl dan apabila kreatinin

    serum > 3 mg/dl dianjurkan untuk tidak hamil.

    3. Pengelolaan Uremia dan Komplikasinya

    a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

    Pasien dengan gagal ginjal lanjut sering mengalami

    peningkatan jumlah cairan ekstraselular karena retensi cairan dan

    natrium. Peningkatan cairan intravaskular menyebabkan hipertensi,

    sementara ekspansi cairan ke ruang interstisial akan menyebabkan

    edema. Hiponatremia sering pula dijumpai pada GGK lanjut akibat

    ekskresi air yang menurun oleh ginjal. Penatalaksanaan meliputi

    restriksi asupan cairan dan natrium, serta pemberian terapi diuretik.

    16

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    17/26

    Asupan cairan dibatasi < 1 liter/hari, pada keadaan berat < 500 ml/hari.

    Natrium (NaCl) diberikan < 2-4 gram per hari, tergantung tergantung

    dari beratnya edema. Jenis diuretik yang menjadi pilihan adalah

    furosemid. Karena efek furosemid tergantung dari sekresi aktifnya di

    tubulus proksimal, pasien GGK umumnya membutuhkan dosis yang

    tinggi (300-500 mg), namun hati-hati terhadap efek samping ototoksik.

    Apabila tindakan di atas tidak membantu, harusnya dilakukan tindakan

    dialisis.

    b. Asidosis metabolik

    Penurunan kemampuan ekskresi beban asam (acid load) pada

    GGK menyebabkan terjadinya asidosis metabolik, umumnya

    manifestasi timbul bila LFG < 25 ml/menit. Diet rendah protein

    0,6 gram/hari membantu mengurangi kejadian asidosis. Bila

    bikarbonat serum turun sampai < 15-17 mEq/l, harus diberikan

    substitusi alkali (tablet natrium bikarbonat).

    c. Hiperkalemia

    Kalium sering meningkat pada GGK. Hiperkalemia terjadi

    akibat ekskresi kalium melalui urin berkurang, keadaan katabolik,

    makanan (pisang, buah-buahan lain) dan pemakaian obat-obat yang

    meningkatkan kalium seperti spironolakton. Hiperkalemia dapat

    menimbulkan kegawatan jantung dan kematian mendadak akibat

    aritmia kordis yang fatal. Penatalaksanaan hiperkalemia meliputi

    pembatasan asupan kalium dari makanan. Untuk mengatasi kegawatan

    akibat hiperkalemia dapat diberikan obat-obatan di bawah ini :

    - Kalsium glukonas 10 %, 10 ml dalam waktu 10 menit intra-vena.

    - Bikarbonas natrikus 50-150 mEq intra-vena dalam waktu 15-30

    menit.

    - Insulin dan glukosa (6 unit insulin insulin dan glukosa 50 g

    dalam waktu 1 jam).

    - Resin pengikat kalium 25-50 gram oral atau rektal.

    17

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    18/26

    Bila hiperkalemia tidak dapat diatasi dengan obat-obatan, maka

    sudah merupakan indikasi untuk dilakukan dialisis.

    d. Diet rendah protein

    Diet rendah protein telah terbukti dapat memperlambat

    progresivitas gagal ginjal. Gejala-gejala uremia akan hilang bila

    protein dibatasi, asalkan keperluan energi dapat dicukupi dengan baik.

    Diet rendah protein, dianggap akan mengurangi akumulasi hasil akhir

    metabolisme protein, yakni ureum dan toksin uremik yang lain. Selain

    itu telah dibuktikan pula bahwa diet tinggi protein akan mempercepat

    timbulnya glomerulosklerosis sebagai akibat meningkatnya beban

    kerja glomerulus (hiperfiltrasi glomerulus) dan fibrosis interstisial.

    Kebutuhan kalori harus dipenuhi guna mencegah terjadinya

    pembakaran protein tubuh dan merangsang pengeluaran insulin. Kalori

    diberikan sekitar 35 Kal/Kg BB, protein 0,6 gram/Kg BB/hari dengan

    nilai biologis tinggi (40 % asam amino esensial).

    e. Anemia

    Penyebab anemia pada GGK multifaktorial dengan penyebab

    utama defisiensi eritropoietin. Penyebab lainnya perdarahan dari

    traktus gastrointestinal, umur eritrosit yang pendek serta adanya faktor

    penghambat eritropoiesis (toksin uremia), malnutrisi dan defisiensi

    besi. Pemeriksaan laboratorium anemia meliputi pemeriksaan darah

    perifer lengkap, gambaran eritrosit, dan status besi (SI, TIBC, serum

    feritin).

    Transfusi darah hanya diberikan bila sangat perlu dan apabila

    transfusi tersebut dapat memperbaiki keadaan klinis secara nyata.

    Transfusi PRC sebanyak : Delta HB ( HB yang akan dicapai -

    HB pasien ) x BB x 4 ml.

    Tetapi biasanya terapi yang terbaik apabila hemoglobin < 8 g

    % adalah dengan pemberian eritropoietin, tetapi pemakaian obat ini

    masih terbatas oleh karena mahal. Bahaya transfusi darah perlu

    18

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    19/26

    dipertimbangkan seperti hemosiderosis, hepatitis B atau C, HIV, dan

    pembentukan antibodi terhadap antigen HLA.

    4. Kalsium dan Fosfor

    Terdapat 3 mekanisme yang saling berkaitan, yaitu :

    1) hipokalsemia dengan hiperparatiroidisme sekunder, 2) retensi fosfor

    oleh ginjal, 3) gangguan pembentukan 1,25-dihidroksikalsiferol, metabolit

    aktif vitamin D.

    Untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, kadar

    fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor (terutama

    daging dan susu). Apabila LFG < 30 ml/menit, diperlukan pemberian

    pengikat fosfor seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat yang

    diberikan pada saat makan. Pemberian vitamin D3 diperlukan untuk

    mengatasi penurunan produksi 1,25 dihidroksikalsiferol di ginjal,

    mekanisme kerjanya dengan cara mengikatkan absorpsi kalsium di usus.

    Vitamin D3 ini juga mensupresi secara langsung sekresi hormon

    paratiroid.

    5. Hiperurisemia

    Alopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg, apabila kadar asam

    urat > 10 mg/dl atau bila terdapat riwayat gout. Penelitian terhadap pasien

    GGK dengan kadar asam urat sampai 10 mg/dl tidak menunjukkan proses

    percepatan kemunduran faal ginjal.

    Inisiasi Dialisis dan Program Transplantasi 2, 3, 4, 6

    Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan

    dialisis tetap atau transplantasi. Dialisis diperlukan bila ditemukan keadaan

    dibawah ini :

    - Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.

    - Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.

    - Over loadcairan (edema paru).

    - Ensefalopati uremik penurunan kesadaran.

    - Efusi perikardial.

    19

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    20/26

    - Sindrom uremia mual, muntah, anoreksia, neuropati yang

    memburuk.

    Transplantasi ginjal merupakan cara yang paling efektif di dalam

    pengobatan GGK, terutama GGK stadium lanjut. Mortalitas rate setelah

    transplantasi paling tinggi terjadi pada tahun pertama dan berhubungan juga

    dengan faktor usia dimana semakin tua umur seseorang maka mortalitas rate-nya

    juga bertambah tinggi. Namun transplantasi pada umumnya memberikan

    perbaikan bagi tingkat kehidupan seseorang serta meningkatkan tingkat

    kelangsungan hidup jika dibandingkan dengan terapi dialisis.

    Gambar 7. Hemodialisis.

    20

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    21/26

    Gambar 8. Transplantasi ginjal.

    XIII.Prognosis

    Prognosis gagal ginjal kronik pada usia lanjut kurang begitu baik jika

    dibandingkan dengan prognosis gagal ginjal kronik pada usia muda.6

    PENUTUP

    Penyebab GGK multifaktor, perjalanan penyakit berlangsung menahun, progresif

    dan ireversibel yang berakhir dengan fase terminal. Diagnosis gagal ginjal harus

    ditegakkan sedini mungkin, termasuk mendeteksi faktor-faktor yang masih dapat

    dikoreksi sehingga fungsi ginjal dapat membaik, dan agar progresivitas kerusakan ginjal

    dapat diperlambat.3

    Penatalaksanaan pasien dengan GGK harus dilakukan seutuhnya dan sekali-kali

    tidak boleh hanya mengobati atau mengoreksi nilai-nilai kimiawi saja. Penetapan waktu

    untuk memulai pengobatan pengganti (dialisis atau transplantasi) harus atas

    pertimbangan yang komprehensif.3

    21

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    22/26

    LAMPIRAN

    Pendekatan Terapi EPO (Eritropoietin) Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik8, 10

    Pasien penderita gagal ginjal kronik (GGK) yang mengalami anemia dapat

    menggunakan terapi hormon EPO (eritropoietin) untuk memperbaiki kualitas hidup

    seperti, aktivitas fisik, fungsi koginitif dan mental, seksual, respon kekebalan, pola tidur,

    dan sebagainya.

    Menurut Dr. Suharjono, SpPD-KGH, KGER pemberian hormon EPO yang mulai

    diujicobakan kepada pasien pada era 1986-88-an ini pada intinya ditujukan untuk

    mengatasi rendahnya kadar sel darah merah dalam tubuh yang merupakan penyebab

    timbulnya anemia yang dapat memperburuk GGK dengan mempengaruhi kualitas hidup

    dan meningkatkan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).

    Seperti diketahui, dalam produksi sel darah merah di sumsum tulang, banyak

    sekali bahan yang dibutuhkan seperti protein, zat besi. EPO adalah salah satu bahan yang

    sangat berguna pada tahap pematangan sel. Pada orang dewasa, EPO hampir seluruhnya

    dihasilkan oleh jaringan ginjal yang sehat (sel interstisial peritubuler) dan hanya sebagian

    kecil dihasilkan oleh liver (hati). Namun, bila fungsi ginjal sebagian sudah rusak,

    produksi EPO tidak mencukupi lagi sehingga sel darah yang dihasilkan merah kurang.

    Dengan menjalani terapi penggantian hormon ini, menurut Suharjono, pasien

    GGK menunjukkan perbaikan dalam beberapa hal secara signifikan. Hal itu diperkuat

    dengan hasil penelitian para ahli pada tahun 1989, di mana pasien mengalami

    22

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    23/26

    peningkatan kualitas hidup sekitar 84 persen, nafsu makan membaik sekitar 81 persen,

    kehidupan seksual meningkat 62 persen, kapasitas latihan 78 persen dan pola tidur yang

    membaik sekitar 68 persen.

    Suharjono menekankan pula, terapi hormon EPO ini tidak selalu dapat

    memperbaiki anemia. Banyak faktor yang menyebabkan terapi ini gagal atau tidak tepat

    sasaran, misalnya diakibatkan oleh adanya infeksi dan pembedahan. Selain itu, karena

    beberapa kelainan atau penyakit seperti kelebihan alumunium, kelainan hemoglobin,

    defisiensi asam folat yang kesemuanya dapat menimbulkan resistensi terhadap EPO.

    Lebih lanjut Suharjono menambahkan, sebelum era EPO, setiap pasien GGK yang

    mempunyai anemia dan gejalanya, harus diberi transfusi darah. Namun oleh karena

    transfusi membawa akibat buruk seperti kemungkinan infeksi virus atau kuman lainnya

    yang di bawa pasien, maka sistem transfusi ini kurang dianjurkan dan digantikan.

    Eritropoietin 10, 11

    Eritropoietin endogen adalah faktor pertumbuhan yang merupakan suatu hormon

    protein yang disekresikan terutama oleh sel interstisial peritubular ginjal. Pada orang

    dewasa, kurang lebih 10 % dari eritropoietin endogen disintesa oleh hati dan juga

    beberapa tempat di luar ginjal. Sekresi eritropoietin terjadi akibat suatu mekanisme

    umpan balik, yaitu sebagai respon terhadap turunnya tekanan oksigen arterial dan atau

    vena dan juga karena penurunan oksigenasi jaringan di ginjal. Pada kondisi dimana

    pasokan oksigen menurun, terjadi aktivasi pada sensor oksigen di ginjal yang kemudian

    mensintesa protein yang berikatan dengan gugus aktif dari gen eritropoietin dan

    merangsang sintesa eritropoietin. Peningkatan produksi sel darah merah pada akhirnya

    akan menormalkan kembali oxygen carrying capacity, yang pada akhirnya akan

    menormalkan kembali oksigenasi jaringan. Pada penderita penyakit gagal ginjal kronis

    atau penyakit ginjal stadium akhir, didapatkan anemia normositik normokromik dan

    penurunan jumlah retikulosit yang disebabkan oleh defisiensi eritropoietin. Defisiensi

    eritropoietin ini disebabkan karena berkurangnya massa ginjal yang diperlukan untuk

    mensintesa hormon.

    Indikasi pemberian EPO adalah pengobatan anemia yang berhubungan dengan

    gagal ginjal kronik (renal anemia) pada pasien dengan dialisis dan non dialisis.

    23

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    24/26

    Kontra indikasi pemberian EPO berupa hipertensi berat yang tidak terkontrol,

    hipersensitif terhadap produk yang berasal dari sel mamalia., hipersensitif terhadap

    human albumin.

    Efek samping tersering selama terapi eritropoietin adalah naiknya tekanan darah

    atau makin memburuknya hipertensi yang telah ada sebelumnya. Bila kenaikan tekanan

    darah tidak dapat dikontrol dengan pemberian obat-obatan, dianjurkan untuk

    menghentikan terapi eritropoietin. Lakukan pengawasan secara berkala (terutama pada

    awal masa terapi) terhadap kemungkinan timbulnya krisis hipertensi dengan gejala

    ensefalopati (seperti sakit kepala, gangguan motor-sensorik, dan lain-lain), karena

    keadaan inipun dapat terjadi pada pasien dengan tekanan darah normal atau rendah. Sakit

    kepala menyerupai migrain yang timbulnya mendadak perlu mendapat perhatian khusus

    karena mungkin merupakan suatu pertanda. Tergantung pada dosis yang diberikan,

    pengobatan eritropoietin dapat menyebabkan peningkatan jumlah platelet (meskipun

    masih dalam batas-batas normal), khususnya pada pemberian secara IV, dan akan pulih

    kembali seiring berlanjutnya terapi. Dianjurkan untuk melakukan pengawasan jumlah

    platelet secara berkala dalam 8 minggu pertama terapi. Seringkali diperlukan peningkatan

    dosis heparin selama hemodialisis sebagai akibat dari meningkatnya kadar hematokrit.

    Pada umumnya, turunnya kadar ferritin dalam serum seiring dengan naiknya kadar

    hematokrit, sehingga pada pasien dengan kadar serum ferritin < 100 g/l atau saturasi

    transferrin < 20 % dianjurkan untuk diberikan preparat besi 200 mg/hari per oral. Dapat

    terjadi peningkatan sementara kadar kalium dan fosfat dalam serum, sehingga sebaiknya

    kedua parameter ini juga monitor secara berkala. Meskipun jarang sekali, dapat dijumpai

    reaksi kulit seperti rash, pruritus, dan urtikaria; sakit kepala, artralgia, mual, edema,

    fatique, diare, muntah ataupun reaksi di tempat injeksi. Pada kasus yang di isolasi,

    dilaporkan terjadinya reaksi anafilaktik. Akan tetapi, pada studi klinis terkontrol tidak

    ditemukan adanya peningkatan insiden reaksi hipersensitivitas.

    Larutan dapat diberikan secara IV atau SC. Dosis awal untuk pasien hemodialisis

    adalah 100-150 IU/kg/minggu yang terbagi dalam 2-3 kali pemberian. Jika peningkatan

    hematokrit tidak sesuai dengan yang diharapkan (< 0,5 %/minggu), dapat dilakukan

    penyesuaian setelah 4 minggu pengobatan dengan meningkatkan dosis

    15-30 IU/kg/minggu, tetapi tidak lebih dari 30 IU/kg/minggu. Dosis untuk pasien non

    24

  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    25/26

    dialisis 100 IU/kg/minggu yang terbagi dalam 3 kali pemberian. Fase Pemeliharaan,

    untuk mempertahankan kadar hematokrit 30 %-35 %, sebaiknya diberikan dosis

    50-150 IU/kg/minggu yang terbagi dalam 2-3 kali pemberian (dosis berkurang menjadi

    2/3 dosis semula). Sebaiknya kadar hematokrit dimonitor setiap 2-4 minggu sehingga

    dapat dilakukan penyesuaian dosis secara berkala untuk mempertahankan kadar Ht yang

    optimum dan mencegah eritropoiesis yang terlalu cepat. Pada umumnya terapi EPO

    adalah terapi jangka panjang, akan tetapi pengobatan ini dapat dihentikan setiap saat.

    Dosis untuk pasien gagal ginjal kronis non dialisis sebaiknya dipertimbangkan secara

    individual.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Ganong W. Bagian VIII Pembentukan dan Ekskresi Kemih (Fungsi Ginjal

    dan Miksi). Dalam :Buku ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN. Edisi 17. Jakarta :

    Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998 : 682-712.

    2. Skorechi K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. In :

    Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA : 1653-1663.

    3. Suhardjono, Aida L, E J Kapojos, dkk. Bab IV Ginjal-Hipertensi (Gagal Ginjal

    Kronik). Dalam : Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. Jilid II Edisi ketiga.Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

    2001 : 427-434.

    4. Santoso M. Gagal Ginjal Kronik. Dalam : KAPITA SELEKTA ILMU

    PENYAKIT DALAM. Jakarta : Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes Indonesia,

    2004 : 77-79.

    5. Wilson L. Bagian VIII Patofisiologi Ginjal (Bab 46 Gagal Ginjal Kronik).

    Dalam :PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 2 Edisi

    4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995 : 813-882.

    6. WWW.emedicine.com/interna/topic374,1595,1612.htm

    7. WWW.cybermed.cbn.net.idGinjal dan Saluran Kemih.

    8. WWW.pikiran.rakyat.com Gagal Ginjal Bisakah Pulih?.

    9. WWW.cbn.netBila Ginjal Menjadi Aus.

    25

    http://www.emedicine.com/interna/topic374,1595,1612.htmhttp://www.cybermed.cbn.net.id/http://www.pikiran.rakyat.com/http://www.cbn.net/http://www.emedicine.com/interna/topic374,1595,1612.htmhttp://www.cybermed.cbn.net.id/http://www.pikiran.rakyat.com/http://www.cbn.net/
  • 7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen

    26/26

    10. WWW.jaga-jaga.com Terapi EPO Perbaiki Kualitas Hidup Penderita Gagal

    Ginjal Kronik.

    11. WWW.kalbefarma.com Hemapo.

    http://www.jaga-jaga.com/http://www.kalbefarma.com/http://www.jaga-jaga.com/http://www.kalbefarma.com/