Upload
paramitha-kusuma
View
242
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
1/26
PENDAHULUAN
Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan
kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh,
elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal (filtrasi
glomerulus), penyerapan kembali air dan zat terlarut dari cairan tubulus (reabsorpsi
tubulus), dan sekresi zat terlarut ke dalam cairan tubulus (sekresi tubulus) untuk
membentuk urin yang akan disalurkan ke dalam pelvis renalis. Ginjal juga mengeluarkan
sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin dan asam urat) dan zat kimia asing.
Akhirnya selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin (penting untuk
mengatur tekanan darah), juga bentuk aktif vitamin D (penting untuk mengatur kalsium)
serta eritropoietin (penting untuk sintesis darah).1, 6, 7
Begitu banyak fungsi ginjal, karena itu bila ada kelainan yang mengganggu ginjal,
berbagai penyakit dapat diderita. Kelainan ginjal bisa berupa penyakit ringan seperti
infeksi saluran kemih, atau yang sangat berat seperti gagal ginjal.9
Gambar 1. Gambaran ginjal dan saluran kemih pada laki-laki dan perempuan.
1
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
2/26
ISI
Anatomi dan Fisiologi Ginjal Normal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak retroperitoneal,
di kedua sisi kolumna vertebralis daerah lumbal. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya
terletak setinggi kosta 12, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi kosta 11.
Setiap ginjal terdiri dari kira-kira 1,3 juta nefron.1, 6, 7
Gambar 2. Letak ginjal.
Sebuah nefron merupakan suatu struktur yang menyerupai mangkuk dengan
dinding yang berlubang (kapsula bowman), yang mengandung seberkas pembuluh darah
(glomerulus). Kapsula bowman dan glomerulus membentuk korpuskulum renalis.
Darah yang masuk ke dalam glomerulus memiliki tekanan yang tinggi. Sebagian besar
bagian darah yang berupa cairan disaring melalui lubang-lubang kecil pada dinding
pembuluh darah di dalam glomerulus dan pada lapisan dalam kapsula bowman, sehingga
yang tersisa hanya sel-sel darah dan molekul-molekul yang besar (misalnya protein).
Cairan yang telah disaring (filtrat) masuk ke dalam rongga bowman (daerah yang terletak
diantara lapisan dalam dan lapisan luar kapsula bowman) dan mengalir ke dalam tubulus
kontortus proksimal(tabung/saluran di bagian hulu yang berasal dari kapsula bowman).
Natrium, air, glukosa dan bahan lainnya yang ikut tersaring diserap kembali dan
dikembalikan ke darah.1, 6, 7
2
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
3/26
Ginjal juga menggunakan energi yang secara selektif menggerakkan molekul-
molekul yang besar (termasuk obat-obatan, misalnya penicillin) ke dalam tubulus.
molekul tersebut dibuang ke dalam air kemih meskipun ukurannya cukup besar untuk
dapat melewati lubang-lubang pada penyaring glomerulus.1, 6, 7
Bagian berikutnya dari nefron adalah ansa henle. Ketika cairan melewati ansa
henle, natrium dan beberapa elektrolit lainnya dipompa keluar sehingga cairan yang
tersisa menjadi semakin pekat. Cairan yang pekat ini akan mengalir ke dalam tubulus
kontortus distaldi dalam tubulus kontortus distal, semakin banyak jumlah natrium yang
dipompa keluar.1, 6, 7
Kemudian cairan dari beberapa nefron mengalir ke dalam suatu saluran
pengumpul (duktus koligentes). Di dalam duktus koligentes, cairan terus melewati ginjal
sebagai cairan yang pekat, atau jika masih encer, maka air akan diserap dari air kemih
dan dikembalikan ke dalam darah, sehingga air kemih menjadi lebih pekat.
Tubuh mengendalikan konsentrasi air kemih berdasarkan kebutuhannya terhadap air
melalui hormon-hormon yang kerjanya mempengaruhi fungsi ginjal.1, 6, 7
Selanjutnya air kemih yang terbentuk di ginjal mengalir ke bawah melalui ureter
menuju ke kandung kemih. Ureter adalah pipa/tabung berotot yang mendorong sejumlah
air kemih dalam gerakan bergelombang (kontraksi). Setiap ureter akan masuk ke dalam
kandung kemih melalui suatusfingter. Sfingter adalah suatu strukturmuskuler(berotot)
yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup. Air kemih yang secara
teratur mengalir dari ureter akan terkumpul di dalam kandung kemih. Kandung kemih ini
bisa mengembang, dimana ukurannya secara bertahap membesar untuk menampung
jumlah air kemih yang semakin bertambah. Jika kandung kemih telah penuh, maka akan
dikirim sinyal saraf ke otak, yang menyampaikan pesan untuk berkemih. Selama
berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara kandung kemih dan uretra akan
membuka sehingga air kemih mengalir keluar. Secara bersamaan, dinding kandung
kemih berkontraksi sehingga terjadi tekanan yang mendorong air kemih menuju ke
uretra. Tekanan ini dapat diperbesar dengan cara mengencangkan otot-otot perut.
Sfingter pada pintu masuk kandung kemih tetap menutup rapat untuk mencegah aliran
balik air kemih ke ureter.1, 6, 7
3
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
4/26
Gambar 3. Anatomi ginjal.
4
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
5/26
Gambar 4. Laju filtrasi glomerulus.
Ginjal menerima sekitar 20 % dari aliran darah jantung atau sekitar 1 liter per
menit darah dari 40 % hematokrit, plasma ginjal mengalir sekitar 600 ml/menit.
Normalnya 20 % dari plasma disaring di glomerulus dengan LFG 120 ml/menit atau
sekitar 170 liter per hari. Penyaringan terjadi di tubular ginjal dengan lebih dari 99 %
yang terserap kembali meninggalkan pengeluaran urin terakhir 1-1,5 liter per hari.1, 6, 7
Gambar 5. Pembuluh darah ginjal.
Gagal Ginjal Kronik
I. Definisi
5
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
6/26
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup
lanjut. Gagal Ginjal Kronik sesuai dengan tahapannya, dapat dibagi menjadi 5
stadium (Tabel 1.). Gagal ginjal tahap akhir (end stage) adalah tingkat gagal
ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi
pengganti.2, 3, 4, 8
Insufisiensi ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun
tetapi lebih ringan dari GGK. Perbedaan ini tidak selalu sama di seluruh dunia,
tetapi ada baiknya dibedakan satu sama lain untuk mencegah kesimpang-siuran.
Istilah azotemia menunjukkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, akan
tetapi belum ada gejala gagal ginjal yang nyata. Sedangkan uremia adalah fase
simtomatik gagal ginjal dimana gejala gagal ginjal dapat dideteksi dengan
jelas.2, 3, 4
Tabel 1. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Derajat Deskripsi LFG (ml/menit/1,73 m3) Manifestasi
1
2
3
4
5
Kerusakan ginjal dengan LFG normal
Kerusakan ginjal dengan penurunan
LFG ringan
Kerusakan ginjal dengan penurunan
LFG sedang
Kerusakan ginjal dengan penurunan
LFG berat
Gagal ginjal
> 90
60-89
30-59
15-29
< 15
Tidak ada
Hipertensi, hiperparatiroidisme
sekunder
s.d.a + anemia
s.d.a + retensi air dan garam, mual,
muntah, nafsu makan berkurang,
penurunan fungsi ginjal
s.d.a + edema paru, koma kejang,
hiperkalemia, asidosis, kematian
Penentuan perhitungan LFG dengan kreatinin klirens :
Cratinine Clearance (pria) = (140-umur) X BB (kg) ml/menit
72 X serum cretinine (mg/dl)
Cretinine Clearance (wanita) = 0,85 X CC pria
6
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
7/26
Gambar 6. Keadaan ginjal pada Gagal Ginjal Kronik
II. EpidemiologiKasus gagal ginjal sekarang ini di dunia meningkat lebih dari 50 %. Di
Indonesia sudah mencapai sekitar 20 %. Sedangkan di Amerika Serikat, setiap
tahun ada sekitar 20 juta orang dewasa menderita GGK.9
III.Etiologi
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal
yang progresif dan ireversibel dari berbagai penyebab. Sebab-sebab GGK yang
sering ditemukan dapat dibagi menjadi delapan kelas (Tabel 2.).5, 6, 8
Tabel 2. Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Infeksi Pielonefritis kronik
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vaskular hipertensif Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna, Stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan penyambung SLE, Poliarteritis nodosa, Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik, Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik DM, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik, Nefropati timbal
Nefropati obstruktif Saluran kemih bagian atas : Kalkuli, Neoplasma, Fibrosis retroperitoneal
Saluran kemih bagian bawah : Hipertrofi prostat, Striktur uretra, Anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra
IV.Patofisiologi
7
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
8/26
Menurut hipotesisBricker atau hipotesis nefron yang utuh,bila nefron
terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur namun sisa nefron yang
masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bilamana jumlah nefron
sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak
dapat dipertahankan lagi.5
Meskipun penyakit ginjal kronik terus berlanjut, namun jumlah solut yang
harus diekskresikan oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah
berubah walaupun jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah
menurun secara progresif. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam
usahanya untuk melaksanakan seluruh beban ginjal. Terjadi peningkatan
kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron
meskipun LFG untuk seluruh masa nefron dalam ginjal turun di bawah nilai
normal. Mekanisme ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah.5
Namun bila sekitar 75 % massa nefron sudah hancur, maka kecepatan
filtrasi dan beban solut bagi nefron meningkat sehingga keseimbangan
glomerulus-tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan
reabsorpsi oleh tubulus) tidak dapat dipertahankan lagi. Fleksibilitas baik pada
proses ekskresi maupun proses konservasi solut dan air menjadi berkurang.
Sedikit perubahan pada diet dapat mengubah keseimbangan tersebut, karena
makin rendah LFG semakin besar perubahan kecepatan ekskresi per nefron.
Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan kemih menyebabkan
berat jenis kemih tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsmol (yaitu sama dengan
konsentrasi plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.5
Pada penderita dengan sekitar 90 % massa nefronnya rusak, maka 10 %
sisa nefron dipaksa untuk mengekskresi 10 kali lipat beban solut normal. Nefron-
nefron tersebut tidak dapat mengkompensasi dengan tepat perubahan yang terjadi
melalui reabsorpsi tubulus terhadap kelebihan atau kekurangan natrium atau air.
Kemih menjadi isoosmotis dengan plasma. Penderita biasanya menjadi oliguri
(pengeluaran kemih < 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus. Dan terjadi
8
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
9/26
kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik
yang mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh.5
Pada dasarnya fungsi ginjal adalah menyaring / membersihkan plasma
darah dari bahan-bahan yang terlarut, termasuk disini obat-obatan. Seperti
diketahui pemakaian obat yang nefrotoksik dalam jangka lama dapat
menimbulkan drug induced Nefropati yang akhirnya menjadi GGK terminal.
Termasuk obat yang Nefrotoksik : Aminoglikoside, Betalaktam, Fankomisin,
Sulfonamid, Asiklovir, Rimfampisin, Amphoferisin B, Tetrasiklin, OAINS :
seperti jamu jamuan, Cyclosforin A, Metotrexate. Sebagian besar obat-obatan
akan diekskresikan lewat ginjal (urine), sehingga pemberian obat pada penderita
GGK harus diperhatikan. Dosis obat-obatan yang diekskresikan lewat ginjal yang
bersifat Nefrotoksik harus diperhatikan, karena dapat terjadi komulasi dan
mempercepat kemunduran fungsi ginjal.
V. Patogenesis
Perjalanan umum GGK dibagi menjadi 3 stadium : 5
Stadium I : penurunan cadangan ginjal.
-Kreatinin serum dan kadar BUN normal.
-Penderita asimtomatik.
Stadium II : Insufisiensi ginjal.
-Kadar kreatinin serum dan kadar BUN meningkat melebihi normal.
-Gejala nokturia dan poliuri.
Stadium III : gagal ginjal stadium akhir.
-Kemih isoosmotis dengan plasma.
-Oliguri dan sindrom uremik.
VI.Manifestasi/Gejala Klinis
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik : 2, 3, 4, 6
UmumKulit
Fatique, malaise, gagal tumbuh, debil.Pucat, gatal, ekimosis, urea frost, mudah-lecet, rapuh.
Kardiovaskular Hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis
uremik, efusi perikardial, PJK.
Pernafasan Hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura.
9
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
10/26
Gastrointestinal Anoreksia, nausea, vomitus, foetor uremik, cegukan,
gastritis erosif, ulkus peptikum, kolitis uremik.
Kemih Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjalyang mendasarinya.
Saraf dan Otot Restless leg syndrome, burning feet syndrome,
ensefalopati metabolik, miopati.Tulang Osteodistrofi renal.
Sendi GOUT, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang.Hematologi Anemia, gangguan fungsi lekosit, gangguan fungsi
trombosit dan trombositopenia.
Endokrin Gangguan seksual, gangguan metabolisme glukosa,resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin,
gangguan metabolisme lemak, gangguan metabolisme
vitamin D, hiperparatiroid sekunder.Elektrolit Hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.
VII.Pendekatan Klinis
Anamnesis untuk menentukan adanya GGK diarahkan untuk mencari
beberapa tolok ukur (parameter) yang menunjukkan adanya kemungkinan GGK,
dengan kata lain mengumpulkan data gejala klinis GGK, yang meliputi berbagai
organ dan sistem dalam tubuh.3
Diperlukan data tentang riwayat penyakit pasien. Bila ada data yang
menunjukkan penurunan faal ginjal yang bertahap (LFG yang progresif
menurun) diagnosis tidaklah sulit. Tetapi sering kita dapati pasien yang tidakjelas riwayat, datanya tidak cukup atau tidak ada, tetapi LFG-nya menurun.
Dalam hal seperti ini dibutuhkan anamnesis yang teliti dan terarah untuk
menentukan apakah pasien mengidap Gagal Ginjal Akut (GGA), pada kronik
(acute on chronic renal failure) atau GGK. Beberapa pemeriksaan penunjang
dapat membantu menentukan apakah masih ada faktor yang reversibel (akut)
pada pasien yang diduga GGK.3
Etiologi memegang peranan penting dalam memperkirakan perjalanan
klinis GGK dan terhadap penanggulangannya. Di samping itu penyebab primer
GGK juga akan mempengaruhi manifestasi klinis GGK, dan sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis.3
Berbagai contoh dapat dikemukakan, misalnya riwayat batu menyebabkan
penyakit ginjal obstruktif, edema mengarah ke penyakit ginjal glomerular, gout
10
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
11/26
menyebabkan nefropati gout, DM menyebabkan nefropati diabetik, SLE
menyebabkan nefropati lupus. Adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga
mengarahkan dugaan kepada penyakit ginjal genetik.3
Dalam anamnesis dan pemeriksaan penunjang perlu dicari faktor-faktor
pemburuk pada GGK yang dapat diperbaiki seperti : 3
1. Infeksi traktus urinarius.
2. Obstruksi traktus urinarius.
3. Hipertensi.
4. Gangguan perfusi/aliran darah ginjal.
5. Gangguan elektrolit.
6. Pemakaian obat-obat nefrotoksik, termasuk bahan kimia dan obat
tradisional seperti jamu - jamuan.
VIII.Pemeriksaan Fisik
Perhatian ditujukan pada tekanan darah, funduskopi, pemeriksaan jantung
dan paru, pemeriksaan abdomen terhadap adanya bising dan massa ginjal yang
teraba, edema, pemeriksaan neurologis terhadap kelemahan otot dan neuropati.
Sebagai tambahan, evaluasi ukuran prostat pada pria dan kemungkinan massa
di pelvis pada wanita harus dilakukan.4
IX.Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium 2, 3
Dilakukan untuk menetapkan adanya GGK, menentukan ada tidaknya
kegawatan, menentukan derajat GGK, menetapkan gangguan sistem, dan
membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada tidaknya gagal
ginjal dapat diuji, Laju Filtrasi Glomerulus.
Kreatinin plasma akan meningkat seiring dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus, dimulai bila lajunya kurang dari 60 ml/menit. Pada gagal ginjal
terminal, konsentrasi kreatinin dibawah 1 mmol/liter. Konsentrasi ureum
plasma kurang dapat dipercaya karena dapat menurun pada diet rendah
protein dan meningkat pada diet tinggi protein, kekurangan garam dan
11
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
12/26
keadaan katabolik. Biasanya konsentrasi ureum pada gagal ginjal terminal
adalah 20-60 mmol/liter.
Terdapat penurunan bikarbonat plasma (15-25 mmol/liter), penurunan pH,
dan peningkatan anion gap. Konsentrasi natrium biasanya normal, namun
dapat meningkat atau menurun akibat masukan cairan inadekuat atau
berlebihan. Hiperkalemia adalah tanda gagal ginjal yang berat, kecuali
terdapat masukan berlebihan, asidosis tubular ginjal, atau
hiperaldosteronisme.
Terdapat peningkatan konsentrasi fosfat plasma dan peningkatan kalsium
plasma. Kemudian fosfatase alkali meningkat. Dapat ditemukan peningkatan
parathormon pada hiperparatiroidisme.
Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia normositik normokrom dan
terdapat sel Burr pada uremia berat. Leukosit dan trombosit masih dalam
batas normal. Pemeriksaan mikroskopik urin menunjukkan kelainan sesuai
penyakit yang mendasarinya.
Creatinine Clearancemeningkat melebihi laju filtrat glomerulus dan turun
menjadi kurang dari 5 ml/menit pada gagal ginjal terminal. Dapat ditemukan
proteinuria 200-1000 mg/hari.
Pemeriksaan biokimia plasma untuk mengetahui fungsi ginjal dan
gangguan elektrolit, mikroskopik urin, urinalisa, tes serologi untuk
mengetahui penyebab glomerulonefritis, dan tes-tes penyaringan sebagai
persiapan sebelum dialisis (biasanya hepatitis B dan HIV).
2. Pemeriksaan EKG 2, 3
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolit
(hiperkalemia, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) 2, 3
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang
reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk
12
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
13/26
menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering
dipakai oleh karena non-invasif, tak memerlukan persiapan apapun.
4. Foto Polos Abdomen 2, 3
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto
polos yang disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik.
5. Pielografi Intra-Vena (PIV) 2, 3
Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat
mengeluarkan kontras dan pada GGK ringan mempunyai risiko penurunan
faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut, DM, dan nefropati asam
urat. Saat ini sudah jarang dilakukan pada GGK. Dapat dilakukan dengan
cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai sistem pelviokalises
dan ureter.
6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd 2, 3
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
7. Pemeriksaan Foto Dada 2, 3
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial. Tak jarang
ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
8. Pemeriksaan Radiografi Tulang 2, 3
Mencari osteodistrofi (terutama phalang/jari), dan kalsifikasi metastatik.
X. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis dapat ditemukan kecenderungan diagnosis.
Misalnya bila terdapat riwayat nokturia, poliuria, dan haus, disertai hipertensi, dan
riwayat penyakit ginjal, serta oedem pada seluruh tubuh, mungkin lebih
dipikirkan ke arah GGK. Tanda-tanda uremia klasik dengan kulit pucat atrofi,
dengan bekas garukan tidak terjadi seketika dan jarang ditemukan pada gagal
ginjal akut. Namun pada banyak kasus, gambaran ini tidak ditemukan sehingga
lebih baik menganggap semua pasien azotemia adalah peningkatan BUN dan
ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.6
13
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
14/26
XI. Komplikasi
Komplikasi sistemik yang sering adalah terjadinya anemia. Dimana anemia
yang terjadi dihubungkan dengan GGK melalui beberapa faktor, yaitu : 6
1. Pengurangan masa parenkim ginjal.
2. Eritropoetin yang rendah.
3. Kekurangan vitamin B12 dan asam folat.
Pada uremia masa hidup sel darah merah memendek. Mungkin juga ada
perdarahan dari GIT yang menyebabkan anemia. Penggunaan obat seperti AINS
dan bloker dapat mengurangi kadar eritropoetin dalam darah. Transfusi darah
tidak diberikan bila kadar Hb > 7 g/dl, kecuali bila pasien menunjukkan gejala
klinis. Pada lansia dengan aterosklerosis, penting untuk mempertahankan kadar
Hb 10 g/dl untuk mencegah angina atau gagal jantung kongestif. 6
XII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Konservatif GGK2, 3, 4, 6
Penatalaksanaan konservatif GGK lebih bermanfaat bila penurunan faal
ginjal masih ringan.
1. Memperlambat Progresi Gagal Ginjala. Pengobatan hipertensi. Target penurunan tekanan darah yang
dianjurkan 130/80 mmHg. Bila ada proteinuria tekanan darah yang
dianjurkan 125/75 mmHg. Obat yang diberikan paling aman dan
sedikit efek samping adalah captopril dimulai dari dosis rendah.
b. Pembatasan asupan protein, bertujuan untuk mengurangi
hiperfiltrasi glomerulus dengan demikian diharapkan progresivitas
akan diperlambat.
c. Restriksi fosfor, untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder.
d. Mengurangi proteinuria. Terdapat korelasi antara proteinuria dan
penurunan fungsi ginjal terutama pada glomerulonefritis kronik dan
diabetes. Penghambat ACE dapat mengurangi ekskresi protein.
14
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
15/26
e. Mengendalikan hiperlipidemia. Telah terbukti bahwa
hiperlipidemia yang tidak terkendali dapat mempercepat progresivitas
gagal ginjal. Pengobatan meliputi diet, olahraga. Pada peningkatan
yang berlebihan diberikan obat-obat penurun lemak darah.
2. Mencegah Kerusakan Ginjal Lebih Lanjut
a. Pencegahan kekurangan cairan
Dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat menyebabkan gagal
ginjal pra-renal yang masih dapat diperbaiki. Pada anamnesis perlu
ditanyakan mengenai keseimbangan cairan (keringat, muntah, diare,
pemasukan cairan yang tidak memadai). Pemakaian obat-obatan
terutama diuretik, manitol, fenasetin (nefropati analgesik, digitalis
yang juga dapat menyebabkan muntah) harus ditanyakan. Penyakit
lain yang juga perlu dicari, karena mempengaruhi keseimbangan
cairan adalah kelainan gastrointestinal, alkoholisme, DM, ginjal
polikistik, dan asidosis tubular ginjal.
Diagnosis kekurangan cairan pada insufisiensi ginjal harus
dapat ditegakkan secara klinis. Kelainan yang dapat ditemukan adalah
penurunan turgor kulit, tekanan bola mata yang menurun, kulit dan
mukosa yang kering. Gangguan sirkulasi ortostatik dapat diketahui
bila perbedaan tensi dan nadi sebesar 15 % antara berbaring dan
berdiri, penurunan tekanan vena jugularis dan penurunan tekanan vena
sentral merupakan tanda-tanda yang membantu untuk menegakkan
diagnosis.
b. Sepsis
Dapat disebabkan berbagai macam infeksi, terutama infeksi
saluran kemih. Infeksi saluran kemih akan memperburuk faal ginjal.
Infeksi saluran kemih umumnya mempunyai faktor risiko seperti
adanya batu, striktur, gangguan faal kandung kemih dan hipertrofi
prostat. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengoreksi kelainan urologi
dan antibiotik yang telah terpilih untuk mengobati infeksi.
c. Hipertensi yang tidak terkendali
15
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
16/26
Tekanan darah umumnya meningkat sesuai dengan perburukan
fungsi ginjal. Kenaikan tekanan darah ini akan menurunkan fungsi
ginjal lebih lanjut. Akan tetapi penurunan tekanan darah yang
berlebihan juga akan menyebabkan perfusi ginjal menurun. Prinsip
terapi adalah mencari manfaat terbaik dengan mempertimbangkan
kedua hal di atas. Obat-obat yang dapat diberikan adalah furosemid,
obat penyekat beta, vasodilator, antagonis kalsium, dan penghambat
alfa. Golongan tiasid kurang bermanfaat. Spironolakton tidak dapat
diberikan karena meningkatkan kalium. Dosis obat agar disesuaikan
dengan LFG, karena kemungkinan adanya akumulasi misalnya obat
penyekat beta.
d. Obat-obat nefrotoksik
Obat-obat nefrotoksik seperti amino-glikosid, OAINS (Obat
Anti Inflamasi Non-Steroid), kontras radiologi dan obat-obat yang
dapat menyebabkan nefritis interstisialis akut harus dihindari.
e. Kehamilan
Pada wanita usia produktif yang mengalami gangguan fungsi
ginjal, kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjalnya, memperburuk
hipertensi, meningkatkan kemungkinan terjadinya eklampsia dan
menyebabkan retardasi pertumbuhan intrauterin. Risiko kehamilan
meningkat bila kreatinin serum > 1,5 mg/dl dan apabila kreatinin
serum > 3 mg/dl dianjurkan untuk tidak hamil.
3. Pengelolaan Uremia dan Komplikasinya
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pasien dengan gagal ginjal lanjut sering mengalami
peningkatan jumlah cairan ekstraselular karena retensi cairan dan
natrium. Peningkatan cairan intravaskular menyebabkan hipertensi,
sementara ekspansi cairan ke ruang interstisial akan menyebabkan
edema. Hiponatremia sering pula dijumpai pada GGK lanjut akibat
ekskresi air yang menurun oleh ginjal. Penatalaksanaan meliputi
restriksi asupan cairan dan natrium, serta pemberian terapi diuretik.
16
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
17/26
Asupan cairan dibatasi < 1 liter/hari, pada keadaan berat < 500 ml/hari.
Natrium (NaCl) diberikan < 2-4 gram per hari, tergantung tergantung
dari beratnya edema. Jenis diuretik yang menjadi pilihan adalah
furosemid. Karena efek furosemid tergantung dari sekresi aktifnya di
tubulus proksimal, pasien GGK umumnya membutuhkan dosis yang
tinggi (300-500 mg), namun hati-hati terhadap efek samping ototoksik.
Apabila tindakan di atas tidak membantu, harusnya dilakukan tindakan
dialisis.
b. Asidosis metabolik
Penurunan kemampuan ekskresi beban asam (acid load) pada
GGK menyebabkan terjadinya asidosis metabolik, umumnya
manifestasi timbul bila LFG < 25 ml/menit. Diet rendah protein
0,6 gram/hari membantu mengurangi kejadian asidosis. Bila
bikarbonat serum turun sampai < 15-17 mEq/l, harus diberikan
substitusi alkali (tablet natrium bikarbonat).
c. Hiperkalemia
Kalium sering meningkat pada GGK. Hiperkalemia terjadi
akibat ekskresi kalium melalui urin berkurang, keadaan katabolik,
makanan (pisang, buah-buahan lain) dan pemakaian obat-obat yang
meningkatkan kalium seperti spironolakton. Hiperkalemia dapat
menimbulkan kegawatan jantung dan kematian mendadak akibat
aritmia kordis yang fatal. Penatalaksanaan hiperkalemia meliputi
pembatasan asupan kalium dari makanan. Untuk mengatasi kegawatan
akibat hiperkalemia dapat diberikan obat-obatan di bawah ini :
- Kalsium glukonas 10 %, 10 ml dalam waktu 10 menit intra-vena.
- Bikarbonas natrikus 50-150 mEq intra-vena dalam waktu 15-30
menit.
- Insulin dan glukosa (6 unit insulin insulin dan glukosa 50 g
dalam waktu 1 jam).
- Resin pengikat kalium 25-50 gram oral atau rektal.
17
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
18/26
Bila hiperkalemia tidak dapat diatasi dengan obat-obatan, maka
sudah merupakan indikasi untuk dilakukan dialisis.
d. Diet rendah protein
Diet rendah protein telah terbukti dapat memperlambat
progresivitas gagal ginjal. Gejala-gejala uremia akan hilang bila
protein dibatasi, asalkan keperluan energi dapat dicukupi dengan baik.
Diet rendah protein, dianggap akan mengurangi akumulasi hasil akhir
metabolisme protein, yakni ureum dan toksin uremik yang lain. Selain
itu telah dibuktikan pula bahwa diet tinggi protein akan mempercepat
timbulnya glomerulosklerosis sebagai akibat meningkatnya beban
kerja glomerulus (hiperfiltrasi glomerulus) dan fibrosis interstisial.
Kebutuhan kalori harus dipenuhi guna mencegah terjadinya
pembakaran protein tubuh dan merangsang pengeluaran insulin. Kalori
diberikan sekitar 35 Kal/Kg BB, protein 0,6 gram/Kg BB/hari dengan
nilai biologis tinggi (40 % asam amino esensial).
e. Anemia
Penyebab anemia pada GGK multifaktorial dengan penyebab
utama defisiensi eritropoietin. Penyebab lainnya perdarahan dari
traktus gastrointestinal, umur eritrosit yang pendek serta adanya faktor
penghambat eritropoiesis (toksin uremia), malnutrisi dan defisiensi
besi. Pemeriksaan laboratorium anemia meliputi pemeriksaan darah
perifer lengkap, gambaran eritrosit, dan status besi (SI, TIBC, serum
feritin).
Transfusi darah hanya diberikan bila sangat perlu dan apabila
transfusi tersebut dapat memperbaiki keadaan klinis secara nyata.
Transfusi PRC sebanyak : Delta HB ( HB yang akan dicapai -
HB pasien ) x BB x 4 ml.
Tetapi biasanya terapi yang terbaik apabila hemoglobin < 8 g
% adalah dengan pemberian eritropoietin, tetapi pemakaian obat ini
masih terbatas oleh karena mahal. Bahaya transfusi darah perlu
18
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
19/26
dipertimbangkan seperti hemosiderosis, hepatitis B atau C, HIV, dan
pembentukan antibodi terhadap antigen HLA.
4. Kalsium dan Fosfor
Terdapat 3 mekanisme yang saling berkaitan, yaitu :
1) hipokalsemia dengan hiperparatiroidisme sekunder, 2) retensi fosfor
oleh ginjal, 3) gangguan pembentukan 1,25-dihidroksikalsiferol, metabolit
aktif vitamin D.
Untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, kadar
fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor (terutama
daging dan susu). Apabila LFG < 30 ml/menit, diperlukan pemberian
pengikat fosfor seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat yang
diberikan pada saat makan. Pemberian vitamin D3 diperlukan untuk
mengatasi penurunan produksi 1,25 dihidroksikalsiferol di ginjal,
mekanisme kerjanya dengan cara mengikatkan absorpsi kalsium di usus.
Vitamin D3 ini juga mensupresi secara langsung sekresi hormon
paratiroid.
5. Hiperurisemia
Alopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg, apabila kadar asam
urat > 10 mg/dl atau bila terdapat riwayat gout. Penelitian terhadap pasien
GGK dengan kadar asam urat sampai 10 mg/dl tidak menunjukkan proses
percepatan kemunduran faal ginjal.
Inisiasi Dialisis dan Program Transplantasi 2, 3, 4, 6
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialisis tetap atau transplantasi. Dialisis diperlukan bila ditemukan keadaan
dibawah ini :
- Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
- Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
- Over loadcairan (edema paru).
- Ensefalopati uremik penurunan kesadaran.
- Efusi perikardial.
19
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
20/26
- Sindrom uremia mual, muntah, anoreksia, neuropati yang
memburuk.
Transplantasi ginjal merupakan cara yang paling efektif di dalam
pengobatan GGK, terutama GGK stadium lanjut. Mortalitas rate setelah
transplantasi paling tinggi terjadi pada tahun pertama dan berhubungan juga
dengan faktor usia dimana semakin tua umur seseorang maka mortalitas rate-nya
juga bertambah tinggi. Namun transplantasi pada umumnya memberikan
perbaikan bagi tingkat kehidupan seseorang serta meningkatkan tingkat
kelangsungan hidup jika dibandingkan dengan terapi dialisis.
Gambar 7. Hemodialisis.
20
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
21/26
Gambar 8. Transplantasi ginjal.
XIII.Prognosis
Prognosis gagal ginjal kronik pada usia lanjut kurang begitu baik jika
dibandingkan dengan prognosis gagal ginjal kronik pada usia muda.6
PENUTUP
Penyebab GGK multifaktor, perjalanan penyakit berlangsung menahun, progresif
dan ireversibel yang berakhir dengan fase terminal. Diagnosis gagal ginjal harus
ditegakkan sedini mungkin, termasuk mendeteksi faktor-faktor yang masih dapat
dikoreksi sehingga fungsi ginjal dapat membaik, dan agar progresivitas kerusakan ginjal
dapat diperlambat.3
Penatalaksanaan pasien dengan GGK harus dilakukan seutuhnya dan sekali-kali
tidak boleh hanya mengobati atau mengoreksi nilai-nilai kimiawi saja. Penetapan waktu
untuk memulai pengobatan pengganti (dialisis atau transplantasi) harus atas
pertimbangan yang komprehensif.3
21
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
22/26
LAMPIRAN
Pendekatan Terapi EPO (Eritropoietin) Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik8, 10
Pasien penderita gagal ginjal kronik (GGK) yang mengalami anemia dapat
menggunakan terapi hormon EPO (eritropoietin) untuk memperbaiki kualitas hidup
seperti, aktivitas fisik, fungsi koginitif dan mental, seksual, respon kekebalan, pola tidur,
dan sebagainya.
Menurut Dr. Suharjono, SpPD-KGH, KGER pemberian hormon EPO yang mulai
diujicobakan kepada pasien pada era 1986-88-an ini pada intinya ditujukan untuk
mengatasi rendahnya kadar sel darah merah dalam tubuh yang merupakan penyebab
timbulnya anemia yang dapat memperburuk GGK dengan mempengaruhi kualitas hidup
dan meningkatkan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
Seperti diketahui, dalam produksi sel darah merah di sumsum tulang, banyak
sekali bahan yang dibutuhkan seperti protein, zat besi. EPO adalah salah satu bahan yang
sangat berguna pada tahap pematangan sel. Pada orang dewasa, EPO hampir seluruhnya
dihasilkan oleh jaringan ginjal yang sehat (sel interstisial peritubuler) dan hanya sebagian
kecil dihasilkan oleh liver (hati). Namun, bila fungsi ginjal sebagian sudah rusak,
produksi EPO tidak mencukupi lagi sehingga sel darah yang dihasilkan merah kurang.
Dengan menjalani terapi penggantian hormon ini, menurut Suharjono, pasien
GGK menunjukkan perbaikan dalam beberapa hal secara signifikan. Hal itu diperkuat
dengan hasil penelitian para ahli pada tahun 1989, di mana pasien mengalami
22
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
23/26
peningkatan kualitas hidup sekitar 84 persen, nafsu makan membaik sekitar 81 persen,
kehidupan seksual meningkat 62 persen, kapasitas latihan 78 persen dan pola tidur yang
membaik sekitar 68 persen.
Suharjono menekankan pula, terapi hormon EPO ini tidak selalu dapat
memperbaiki anemia. Banyak faktor yang menyebabkan terapi ini gagal atau tidak tepat
sasaran, misalnya diakibatkan oleh adanya infeksi dan pembedahan. Selain itu, karena
beberapa kelainan atau penyakit seperti kelebihan alumunium, kelainan hemoglobin,
defisiensi asam folat yang kesemuanya dapat menimbulkan resistensi terhadap EPO.
Lebih lanjut Suharjono menambahkan, sebelum era EPO, setiap pasien GGK yang
mempunyai anemia dan gejalanya, harus diberi transfusi darah. Namun oleh karena
transfusi membawa akibat buruk seperti kemungkinan infeksi virus atau kuman lainnya
yang di bawa pasien, maka sistem transfusi ini kurang dianjurkan dan digantikan.
Eritropoietin 10, 11
Eritropoietin endogen adalah faktor pertumbuhan yang merupakan suatu hormon
protein yang disekresikan terutama oleh sel interstisial peritubular ginjal. Pada orang
dewasa, kurang lebih 10 % dari eritropoietin endogen disintesa oleh hati dan juga
beberapa tempat di luar ginjal. Sekresi eritropoietin terjadi akibat suatu mekanisme
umpan balik, yaitu sebagai respon terhadap turunnya tekanan oksigen arterial dan atau
vena dan juga karena penurunan oksigenasi jaringan di ginjal. Pada kondisi dimana
pasokan oksigen menurun, terjadi aktivasi pada sensor oksigen di ginjal yang kemudian
mensintesa protein yang berikatan dengan gugus aktif dari gen eritropoietin dan
merangsang sintesa eritropoietin. Peningkatan produksi sel darah merah pada akhirnya
akan menormalkan kembali oxygen carrying capacity, yang pada akhirnya akan
menormalkan kembali oksigenasi jaringan. Pada penderita penyakit gagal ginjal kronis
atau penyakit ginjal stadium akhir, didapatkan anemia normositik normokromik dan
penurunan jumlah retikulosit yang disebabkan oleh defisiensi eritropoietin. Defisiensi
eritropoietin ini disebabkan karena berkurangnya massa ginjal yang diperlukan untuk
mensintesa hormon.
Indikasi pemberian EPO adalah pengobatan anemia yang berhubungan dengan
gagal ginjal kronik (renal anemia) pada pasien dengan dialisis dan non dialisis.
23
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
24/26
Kontra indikasi pemberian EPO berupa hipertensi berat yang tidak terkontrol,
hipersensitif terhadap produk yang berasal dari sel mamalia., hipersensitif terhadap
human albumin.
Efek samping tersering selama terapi eritropoietin adalah naiknya tekanan darah
atau makin memburuknya hipertensi yang telah ada sebelumnya. Bila kenaikan tekanan
darah tidak dapat dikontrol dengan pemberian obat-obatan, dianjurkan untuk
menghentikan terapi eritropoietin. Lakukan pengawasan secara berkala (terutama pada
awal masa terapi) terhadap kemungkinan timbulnya krisis hipertensi dengan gejala
ensefalopati (seperti sakit kepala, gangguan motor-sensorik, dan lain-lain), karena
keadaan inipun dapat terjadi pada pasien dengan tekanan darah normal atau rendah. Sakit
kepala menyerupai migrain yang timbulnya mendadak perlu mendapat perhatian khusus
karena mungkin merupakan suatu pertanda. Tergantung pada dosis yang diberikan,
pengobatan eritropoietin dapat menyebabkan peningkatan jumlah platelet (meskipun
masih dalam batas-batas normal), khususnya pada pemberian secara IV, dan akan pulih
kembali seiring berlanjutnya terapi. Dianjurkan untuk melakukan pengawasan jumlah
platelet secara berkala dalam 8 minggu pertama terapi. Seringkali diperlukan peningkatan
dosis heparin selama hemodialisis sebagai akibat dari meningkatnya kadar hematokrit.
Pada umumnya, turunnya kadar ferritin dalam serum seiring dengan naiknya kadar
hematokrit, sehingga pada pasien dengan kadar serum ferritin < 100 g/l atau saturasi
transferrin < 20 % dianjurkan untuk diberikan preparat besi 200 mg/hari per oral. Dapat
terjadi peningkatan sementara kadar kalium dan fosfat dalam serum, sehingga sebaiknya
kedua parameter ini juga monitor secara berkala. Meskipun jarang sekali, dapat dijumpai
reaksi kulit seperti rash, pruritus, dan urtikaria; sakit kepala, artralgia, mual, edema,
fatique, diare, muntah ataupun reaksi di tempat injeksi. Pada kasus yang di isolasi,
dilaporkan terjadinya reaksi anafilaktik. Akan tetapi, pada studi klinis terkontrol tidak
ditemukan adanya peningkatan insiden reaksi hipersensitivitas.
Larutan dapat diberikan secara IV atau SC. Dosis awal untuk pasien hemodialisis
adalah 100-150 IU/kg/minggu yang terbagi dalam 2-3 kali pemberian. Jika peningkatan
hematokrit tidak sesuai dengan yang diharapkan (< 0,5 %/minggu), dapat dilakukan
penyesuaian setelah 4 minggu pengobatan dengan meningkatkan dosis
15-30 IU/kg/minggu, tetapi tidak lebih dari 30 IU/kg/minggu. Dosis untuk pasien non
24
7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
25/26
dialisis 100 IU/kg/minggu yang terbagi dalam 3 kali pemberian. Fase Pemeliharaan,
untuk mempertahankan kadar hematokrit 30 %-35 %, sebaiknya diberikan dosis
50-150 IU/kg/minggu yang terbagi dalam 2-3 kali pemberian (dosis berkurang menjadi
2/3 dosis semula). Sebaiknya kadar hematokrit dimonitor setiap 2-4 minggu sehingga
dapat dilakukan penyesuaian dosis secara berkala untuk mempertahankan kadar Ht yang
optimum dan mencegah eritropoiesis yang terlalu cepat. Pada umumnya terapi EPO
adalah terapi jangka panjang, akan tetapi pengobatan ini dapat dihentikan setiap saat.
Dosis untuk pasien gagal ginjal kronis non dialisis sebaiknya dipertimbangkan secara
individual.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong W. Bagian VIII Pembentukan dan Ekskresi Kemih (Fungsi Ginjal
dan Miksi). Dalam :Buku ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN. Edisi 17. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998 : 682-712.
2. Skorechi K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. In :
Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA : 1653-1663.
3. Suhardjono, Aida L, E J Kapojos, dkk. Bab IV Ginjal-Hipertensi (Gagal Ginjal
Kronik). Dalam : Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. Jilid II Edisi ketiga.Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2001 : 427-434.
4. Santoso M. Gagal Ginjal Kronik. Dalam : KAPITA SELEKTA ILMU
PENYAKIT DALAM. Jakarta : Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes Indonesia,
2004 : 77-79.
5. Wilson L. Bagian VIII Patofisiologi Ginjal (Bab 46 Gagal Ginjal Kronik).
Dalam :PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 2 Edisi
4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995 : 813-882.
6. WWW.emedicine.com/interna/topic374,1595,1612.htm
7. WWW.cybermed.cbn.net.idGinjal dan Saluran Kemih.
8. WWW.pikiran.rakyat.com Gagal Ginjal Bisakah Pulih?.
9. WWW.cbn.netBila Ginjal Menjadi Aus.
25
http://www.emedicine.com/interna/topic374,1595,1612.htmhttp://www.cybermed.cbn.net.id/http://www.pikiran.rakyat.com/http://www.cbn.net/http://www.emedicine.com/interna/topic374,1595,1612.htmhttp://www.cybermed.cbn.net.id/http://www.pikiran.rakyat.com/http://www.cbn.net/7/22/2019 52740900-44041134-Ginjal-Hen
26/26
10. WWW.jaga-jaga.com Terapi EPO Perbaiki Kualitas Hidup Penderita Gagal
Ginjal Kronik.
11. WWW.kalbefarma.com Hemapo.
http://www.jaga-jaga.com/http://www.kalbefarma.com/http://www.jaga-jaga.com/http://www.kalbefarma.com/