59

4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 2: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

36

4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log)

Dalam analisa ini, digunakan 8 sumur, yaitu KRN-01, JT-04, JT-03, ADL-01,

YN-05, YN-02, KML-02, dan KEM-01, dimana sebagai data pembantu dalam

penentuan marker – marker pada well dan horizon pada seismik. Analisa ini berupa

penentuan composite dari suatu well dan hasil korelasi antar sumur.

Analisa dan interpretasi data sumur dilakukan dengan membaca marked log

pada sumur-sumur acuan. Adapun jenis log yang digunakan yaitu log Gamma Ray,

log Spontaneous Potensial (SP), log Resisitivitas, log Densitas dan Porositas. Log

Gamma Ray digunakan untuk untuk menentukan jenis litologi yang ada dan log

Spontaneous Potensial (SP) yang memperlihatkan tipe fluida yang ada pada formasi

dan dapat membantu juga dalam menentukan jenis litologi. Log Resistivitas

digunakan untuk menentukan jenis fluida dalam batuan yang memiliki porositas yang

tinggi berdasarkan besar kecilnya nilai resistivitas, bila nilainya besar (>10 Ohm)

maka kemungkinan batuan mengandung minyak atau gas, tetapi bila nilai

resistivitasnya kecil (<10 Ohm) maka kemungkinan batuan tersebut mengandung air.

Log Densitas dan Porositas menentukan besar kecilnya nilai densitas porositas pada

batuan, semakin besar nilai porositas dan densitas semakin banyak fluida yang

dikandung batuan tersebut dimana kurva pada kedua log tersebut membentuk

bentukan cross over yang mana biasanya memperlihatkan kehadiran minyak atau gas

dalam suatu sumur, dimana biasanya nilai densitas lebih besar dibandingkan nilai

porositas.

Hasil interpretasi marker – marker pada lapangan Seribu North dari bawah ke

atas adalah :

� Bsmt

Marker ini merupakan top batuan dasar dari daerah penelitian ini, yaitu

top basement, dimana terlihat dari penampakan log gamma ray yang tidak

beraturan.

� L_Bnwt

Marker ini merupakan top dari formasi Banuwati bagian bawah. Marker

ini terletak di bagian atas dari kurva log gamma ray yang berbentuk blocky,

dimana menunjukkan litologi batupasir (Gambar 4.2). Karena nilai gamma ray

Page 3: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

37

yang sangat kecil, dan dilihat dari deskripsi data sampel log lumpur dan conto inti

batuan, menunjukkan jenis litologi yang lebih spesifik, yaitu konglomerat.

� LM_Bnwt

Marker ini merupakan top dari Formasi Banuwati bagian tengah ke bawah

(lower-middle). Marker ini terletak di atas bagian dari kurva log gamma yang

yang berbentuk blocky, dimana menunjukkan litologi batupasir (Gambar 4.2).

Dilihat dari log Densitas dan Porositas yang membentuk bentukan cross over,

maka dapat disimpulkan bahwa lapisan ini diperkirakan sebagai suatu reservoir

daerah prospek.

� M_Bnwt

Marker ini merupakan top dari Formasi Banuwati bagian tengah. Marker

ini ditunjukkan oleh nilai log gamma ray yang tinggi dan rendah secara berurutan

yang menunjukkan perselingan litologi batupasir dan serpih (Gambar 4.2).

Beberapa batupasir pada lapisan ini, dilihat dari log Densitas dan Porositas yang

membentuk bentukan cross over, maka dapat disimpulkan bahwa lapisan ini

diperkirakan sebagai suatu reservoir.

� U_Bnwt

Marker ini merupakan top dari formasi Banuwati itu sendiri, yang

ditunjukkan dengan bentukan log gamma ray yang blocky dan memiliki nilai yang

rendah. Tetapi jika dibandingkan dengan data sampel lumpur, lapisan ini memiliki

jenis litologi serpih, yaitu serpih hitam yang merupakan batuan induk dari daerah

prospek (Gambar 4.2).

� TAF

Marker ini merupakan top dari Formasi Talang Akar. Dilihat dari bantuan

deskripsi sampel log lumpur dan conto inti batuan, formasi ini memiliki litologi

batupasir, serpih dan batubara. Pada daerah penelitian ini, marker TAF dibedakan

menjadi 2, atas dasar kandungan batubara yang dicirikan dengan kurva log gamma

ray dan log densitas yang ekstrim, yaitu :

Page 4: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

38

� TAF_Zelda

Marker ini merupakan top Formasi Talang Akar dimana penampakan batubara

pada kurva log gamma ray menipis dan sedikit.

� TAF_Gita

Marker ini merupakan top Formasi Talang Akar. Marker ini terletak diatas

bentukan kurva log gamma ray ekstrim untuk pertama kalinya, dimana

kandungan batubara lebih banyak dan tebal dibandingkan dengan TAF_Zelda.

� BRF

Marker ini merupakan top dari Formasi Baturaja. Marker ini terletak di atas

bentukan kurva log gamma ray yang memiliki nilai rendah dan kurva resistivitas

yang tinggi dan membentuk bentukan runcing (spiky). Lapisan ini memiliki

litologi batugamping dan perselingan batupasir dan serpih yang dilihat dari

deskripsi sampel log lumpur dan log gamma ray.

� F_Gumai

Marker ini merupakan top dari Formasi Gumai. Marker ini terletak di atas

bentukan kurva log gamma ray dan Spontaneous Potensial yang memiliki nilai

yang tinggi, dan juga log resistivitas dengan nilai yang rendah, yang mencirikan

litologi serpih.

Karena keterbatasan data wireline log, interpretasi data sumur dan pembuatan

marker hanya hingga top Formasi Gumai. Daerah fokus penelitian terletak pada

batuan dasar hingga top Formasi Banuwati .

Page 5: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 6: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

40

Untuk mengkorelasi sumur–sumur yang ada, terkadang terdapat ketidaksesuaian

dengan pola seismik yang ada serta tidak mencerminkan pola log yang sama antara

satu sumur dengan sumur lainnya, maka dari itu dilakukan pengecekan ulang dengan

membandingkan top formasi pada data sumur dengan refleksi seismik yang ada, serta

dengan melihat konsistensi pola log untuk setiap formasi pada setiap sumur.

Tebal dari setiap formasi di daerah penelitian ini cukup beragam. Tebal

formasi yang beragam ini bisa diakibatkan oleh struktur geologi yang berkembang

seperti terdapatnya aktifitas sesar yang ada atau memang pada saat pengendapan

formasi itu tidak pada suatu dasar yang horizontal.

Gambar 4.3 Perbedaan ketebalan pada Formasi Banuwati Atas

JT-4

YN-5

Page 7: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 8: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 9: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

43

4.1.2 Analisa Seismik

Interpretasi seismik dilakukan dengan menggunakan software IESX,

Geoframe. Data seismik yang digunakan dalam interpretasi berupa data seismik tiga

dimensi (3D seismik). Interpretasi seismik dalam penelitian ini digunakan untuk

menentukan struktur geologi, geometri reservoir dan penyebaran lapisan pada daerah

penelitian.

Langkah pertama adalah melakukan pengikatan sumur pada seismik dengan

syntetics, untuk mendapatkan kepastian dalam picking horizon sesuai dengan marker

– marker yang ada pada sumur. Dengan menggunakan survei check shot untuk

mendapatkan kurva kedalaman-waktu yang lebih lanjut dapat dimanfaatkan untuk

pengikatan data seismik dan sumur dalam pembuatan seismogram sintetik yang

ditunjukkan pada gambar 4.6 :

Gambar 4.6 Hasil sintetik dengan menggunakan survei checkshot dari sumur

YN-05

Page 10: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

44

Langkah selanjutnya adalah menarik horizon – horizon dengan menggunakan

batuan data log sumur – sumur, Penentuan atau Picking dilakukan pada sayatan

seismik secara inline dan crossline serta arah lainnya untuk mendapatkan data yang

akurat, yang berguna untuk analisa selanjutnya. Lalu dilanjutkan dengan

menginterpretasi sesar – sesar yang menembus basement. Sesar – sesar diberikan

penamaan yang terpisah – pisah sesuai hubungannya dengan sesar yang lain serta

memudahkan interpretasi. Setelah semua sesar yang ada dan terlihat selesai

diinterpretasikan, selanjutnya melakukan picking kontak atas dan kontak bawah sesar

–sesar yang ada terhadap suatu level horizon yang ada, yang selanjutnya digunakan

untuk melihat seberapa besar pergeseran sesar – sesar tersebut.

Hasil yang didapat dari interpretasi di atas, dapat dilihat pada gambar 4.7 dan

gambar 4.9 :

Gambar 4.7 Hasil interpretasi pada salah satu garis penampang seismik

Selanjutnya pembuatan batas sesar untuk melihat bentukan sesar dan

hubungan antara sesar yang satu dengan sesar yang lain. Hasil dari griding dari peta

dasar dapat membuat peta struktur.

Page 11: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 12: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 13: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

47

4.1.3 Stratigrafi Daerah Penelitian

Stratigrafi daerah penelitian didasarkan pada data log dan beberapa analisis

core dari sumur JT-04 dan YN-02. Tetapi karena keterbatasan data log, tidak semua

formasi terlihat.

Berdasarkan analisa data log sumur acuan dan seismik, daerah penelitian

terdiri dari beberapa formasi. Secara umum urutan formasi berdasarkan data sumur

YN-05 adalah batuan dasar yang terdiri atas batuan metamorf tingkat rendah berupa

sekis, gneiss, dan kuarsit, serta batuan beku, serta batuan ektrusif berupa basalt,

andesit dan trachyte, Formasi Banuwati, Formasi Talang Akar yang terdiri dari dua

kelompok, yaitu Kelompok Zelda dan Kelompok Gita, Formasi Baturaja, dan Formasi

Gumai. Formasi yang difokuskan pada daerah penelitian adalah Formasi Banuwati.

Berdasarkan data log dan data sampel lumpur, Formasi Banuwati dapat dibagi

menjadi 4 kelompok, yaitu Formasi Banuwati Bawah, Formasi Banuwati Tengah-

Bawah, Formasi Banuwati Tengah, dan Formasi Banuwati Atas.

a) Formasi Banuwati Bawah – Kipas Aluvial

Fasies ini terdiri dari tumpukan konglomerat berselang seling dengan

serpih berwarna merah-coklat. Ketebalan kipas aluvial pada formasi ini bisa

lebih dari 1500 kaki. Berdasarkan korelasi sumur dan interpretasi seismik

menyatakan bahwa fasies kipas aluvial ini berada di bawah fasies fluvial dan

karenanya berumur lebih tua. Jika hasil penentuan umur menyatakan bahwa

Serpih Banuwati memiliki umur Oligosen, maka fasies ini diperkirakan

berumur Eosen dan bukan Paleosen.

Menurut hasil dari pengamatan conto inti batuan yang diambil pada

kedalaman 9552 kaki pada sumur JT-04, batuan pada Formasi Banuwati

Bawah memiliki ciri-ciri batuan konglomerat, sangat kompak, berwarna ciklat

muda, butiran kasar hingga kerikil dengan fragmen batuan beku, semen silika,

porositas buruk (Gambar 4.10)

Jika dilihat dari penampang seismik berarah baratlaut-tenggara, terlihat

bentukan kipas aluvial pada posisi flatening horizon BRF (Formasi Baturaja)

(Gambar 4.10).

Page 14: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 15: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

49

Menurut hasil dari pengamatan conto inti batuan yang diambil pada

kedalaman 10.250-10.251 kaki pada sumur YN-02, batuan pada Formasi

Banuwati Tengah-Bawah ini memiliki ciri-ciri batuan, batupasir, berwarna

coklat keabu-abuan, butiran kasar hingga sangat kasar, butiran subrounded

hingga subangular, pemilahan buruk, porositas cukup baik, non calcareous,

terdapat jejak hidrokarbon sangat sedikit (Gambar 4.11).

Gambar 4.11 Conto Inti Batuan (core) pada kedalaman 10250-10251 pada kaki sumur YN-02

b) Formasi Banuwati Tengah

Penyusun utama fasies ini adalah perselingan batupasir dan

batulempung. Ada tiga unit yang dapat dibedakan secara jelas pada fasies ini

berdasarkan korelasi log yaitu unit bawah, tengah dan atas. Unit bawah

tersusun atas endapan channel sehingga didominasi oleh batupasir. Batupasir

ini memperlihatkan urutan vertikal yang menipis dan menghalus ke atas,

mengindikasikan peristiwa transgresi pada saat pengendapannya. Semua unit

batupasir penyusun Formasi Banuwati Tengah memiliki besar butir halus

sampai sedang dan tebal lapisan antara 5-20 kaki. Fasies ini diendapkan pada

lingkungan fluvial – laut dangkal.

Berdasarkan sampel log lumpur, secara umum, pada formasi ini

terdapat perselingan antara batulempung dan batupasir. Batulempung,

berwarna keabu-abuan hingga kecoklatan, terdapat jejak fosil foraminifera,

Page 16: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

50

karbonan, lanauan. Sedangkan batupasir, berwarna putih hingga coklat muda,

butiran halus hingga sedang, terpilah baik, porositas baik hingga buruk,

terkadang terdapat jejak hidrokarbon, semen silika, terdapat sedikit fosil

rombakan.

c) Formasi Banuwati Atas

Fasies ini merupakan representasi dari puncak transgresi di Cekungan

Sunda yang tersusun atas serpih dan dibeberapa sumur ditemukan sisipan

batubara. Batuan serpih pada fasies ini memiliki ciri-ciri berwarna coklat

kehitaman dan sangat carbonan. Warna coklat gelap menunjukkan kondisi

pengendapan yang kurang akan kandungan oksigen (anoxic). Maka dapat

disimpulkan bahwa fasies ini masuk dala lingkungan pengendapan danau

dalam (deep lacustrine). Kombinasi antara lingkungan yang anoxic dan besar

butir yang halus dari serpih menyebabkan material organik dapat terawetkan

dengan baik sehingga fasies ini menjadi batuan induk yang sangat baik.

Menurut Noble et al. (1997) op. cit. Jiafu et al, (2005), Cekungan Sunda

termasuk dalam jenis oil prone yang biasanya berasal dari endapan serpih

danau.

Berdasarkan sampel log lumpur, secara umum, batuan yang ada pada

formasi ini merupakan batulempung dengan ciri-ciri coklat hingga coklat tua

kehitaman, sangat carbonan, terdapat sisipan batubara.

Page 17: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

51

4.1.4 Struktur Geologi Daerah Penelitian.

Gambar 4.12 Peta dasar dan lintasan seismik daerah penelitian yang memperlihatkan bentukan sesar-sesar yang ada

Cekungan Sunda adalah cekungan dengan bentukan half – graben pada batuan

dasar berumur Tersier yang sudah aktif dalam bentukan back – arc basin pada

Oligosen Awal. Terlihat pada gambar 4.12, bahwa terdapat sesar – sesar dengan arah

utara – selatan, relatif barat – timur dan baratlaut – tenggara (NW-SE). Semua

karakteristik sesar yang terlihat pada daerah ini merupakan sesar normal dengan

bentukkan beberapa sesar normal miring dan half graben system yang terlihat dari

seismik dengan arah barat – timur maupun utara – selatan.

NE SW

Page 18: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

52

Setelah melakukan interpretasi menggunakan data seismik, maka tahap

selanjutnya adalah menyajikan hasil interpretasi tadi ke dalam bentuk peta struktur,

Sehingga akan terlihat bentukan morfologi bawah permukaan dari daerah penelitian

pada saat ini, serta penyebaran sesar yang ada di daerah penelitian, dalam kaitannya

dengan analisis struktur yang akan dilakukan. Untuk mengetahui pola tektonik dari

daerah penelitian ini maka penulis melihat perkembangan orientasi sesar mulai dari

basement hingga Formasi Banuwati Atas. Sehingga dari peta tersebut diharapkan

akan mendapatkan evolusi struktur semenjak Kapur Akhir sampai pada kala Oligosen

Akhir.

Page 19: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

53

Gambar 4.13 peta struktur pada batuan dasar

Dari peta struktur batuan dasar (Gambar 4.13), bagian yang berwarna biru

merupakan daerah yang rendah, sedangkan yang berwarna pink tua merupakan daerah

yang tinggi. Terlihat pada peta struktur, seluruhnya merupakan sesar-sesar normal dan

memiliki Orientasi sesar dengan arah rata-rata baratlaut – tenggara dan utara - selatan

Page 20: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

54

Gambar 4.14 peta struktur pada Formasi Banuwati Tengah-Bawah

Sama halnya dengan peta struktur kedalaman dari batuan dasar, seluruhnya

merupakan sesar-sesar normal dan arah orientasi sesar pada Formasi Banuwati

Tengah – Bawah masih berarah baratlaut – tenggara dan utara - selatan

Page 21: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

55

Gambar 4.15 peta struktur dan arah orientasi sesar pada Formasi Banuwati Tengah

Sama halnya dengan peta struktur kedalaman dari Formasi Banuwati Tangah-

Bawah, seluruhnya merupakan sesar-sesar normal dan arah orientasi sesar pada

Formasi Banuwati Tengah masih berarah baratlaut – tenggara dan utara - selatan

Page 22: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

56

Gambar 4.16 peta struktur dan arah orientasi sesar pada Formasi Banuwati Atas

Sama halnya dengan peta struktur dari batuan dasar, seluruhnya merupakan

sesar-sesar normal dan arah orientasi sesar pada Formasi Banuwati Atas masih

berarah baratlaut – tenggara dan utara - selatan

Page 23: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

57

4.1.4.1 Pembahasan

Terbentuknya sebagian besar sesar-sesar yang berarah NW-SE dan U-S ini

bukan hanya dikontrol oleh subduksi antara Lempeng Samudera Hindia dan Lempeng

Eurasia saja, namun pembentukan sesar-sesar normal ini dipengaruhi oleh aktifitas

dua sesar mendatar besar dari Sumatera yaitu Sesar Semangko dan Sesar Malacca

(Darman & Sidi, 2000).

Gambar 4.17 Bentukan negative flower structure pada penampang seismik pada lintasan berarah NE-SW beserta perbandingan model gambar negative flower

structure (Davis dan Reynolds, 1996)

�1

�3

�3

NE SW

Page 24: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

58

Seperti yang terlihat pada gambar 4.17, Pada bagian tengah cekungan yang

ada di daerah penelitian ini membentuk struktur strike slip dengan bentukan flower

structure (struktur bunga) yang lebih dikenal dengan struktur tulip (Twiss dan

Moores, 1992 op.cit. Davis dan Reynolds, 1996)

Bentukan flower structure yang ada berupa negative flower structure dimana

suatu sesar geser memicu terbentuknya sesar-sesar normal disekelilingnya. Pada

daerah penelitian, dilihat dari penampang seismik berarah baratlaut – tenggara (NW-

SE), terlihat bentukan negative flower structure yang membelah batuan dasar hingga

Formasi Banuwati Atas.

Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa bentukan sesar – sesar normal, yang

berarah baratlaut – tenggara (NW – SE) merupakan kejadian yang dipengaruhi oleh

strike slip system. Bentukan sesar geser yang terjadi pada batuan dasar ikut

mempengaruhi lapisan batuan diatasnya, sehingga pada lapisan batuan diatas batuan

dasar terbentuk sesar-sesar normal sebagai hasil dari pergerakan sesar geser tersebut.

Dilihat dari bentukan sesar-sesar normal yang rata-rata berarah baratlaut – tenggara

dan bentukan en echelon pada sesar-sesar minor menandakan bahwa terjadi

pergerakan di tengah sub-cekungan pada daerah penelitian. Jika dilihat dari peta dasar

daerah penelitian, dapat disimpulakn bahwa pergerakan sesar geser yang ada adalah

menganan (gambar 4.18). Sedangkan sesar besar berarah utara-selatan

diinterpretasinya sebagai akibat lanjut dari pergerakan sesar-sesar normal yang ada.

Gambar 4.18 Model struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian

Page 25: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

59

Jika dibandingkan dengan sistem simple shear dapat kita interpretasikan

bahwa untuk analisa model mekanika, dimana oblique - slip fault system ini

pergerakannya menganan.

Batuan yang paling tua dalam Cekungan Sunda adalah batuan dasar yang

terdiri dari batuan metamorf berupa sekis, gneiss, dan kuarsit, serta batuan beku, yang

terdiri dari batuab beku intrusif, berupa granit dan granodiorit, serta batuan ektrusif

berupa basalt, andesit dan trachyte. Struktur batuan dasar ini sendiri pembentukannya

juga dipengaruhi dua kejadian tektonik utama, yaitu tumbukan lempeng Sunda

dengan lempeng kecil Kangean pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal dan

Tumbukan antara lempeng Sunda dengan lempeng India-Australia pada masa Tersier

Awal.

Awal mula E-W extensional graben system kemungkinan merupakan suatu

atribut patahan batuan dasar yang diiringi dengan kolisi pada Tersier Awal pada

lempeng India dan Eurasia (Taponier, 1982 op.cit. Jiafu et al, 2005), yang mana

menghasilkan NW – SE zona shear utama yang memanjang disepanjang Sumatra.

Sedangkan sesar dengan arah utara – selatan merupakan bentukkan dari tumbukan

lempeng antara Lempeng Sunda dengan Lempeng India – Australia pada masa Tersier

juga. Semua sesar-sesar ini diperkirakan bahwa struktur sesar-sesar ini sudah ada pada

batuan dasar, sebelum proses sedimentasi pertama, yaitu Awal Tersier atau sebagai

akibat lanjut dari subduksi di selatan Jawa pada kala Eosen hingga Oligosen

(Clements dan Hall, 2007). Namun Menurut Koesoemadinata (2004), kedua sesar

dengan arah yang berbeda tetapi terbentuk dalam kurun waktu yang bersamaan

tersebut kemungkinan akibat lanjutan dari pergerakan wrench fault dengan arah NW –

SE yang memunculkan hasil patahan normal pada batuan dasar dengan arah N – S

yang mengontrol pengendapan syn – rift pada rift-valley basin.

Page 26: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

60

4.2 Analisa Sekatan SesarUntuk analisa sekatan sesar daerah Utara Cekungan Sunda secara detail,

penulis hanya menggunakan empat buah sesar, yaitu sesar F1, F4. F6 dan F15,

dimana sesar-sesar tersebut berbatasan langsung dengan area yang produktif , yaitu

lapangan Seribu North.

Maksud adanya penelitian di daerah ini adalah untuk mengetahui properti –

properti patahan disekitar Lapangan Seribu North, serta jika dilihat dari migrasi

hidrokarbon dari arah selatan, tempat pusat sedimentasi berada dan apakah sesar-sesar

tersebut dapat menjadi perangkap atau hanya menjadi kompartemen atau pembatas

dari reservoar yang ada saja.

Tahap awal pengerjaan adalah membuat bidang sesar (fault plane) dari

segmen-segmen sesar yang ada. Biasanya horizon pada seismik dipetakan sebagai

polygon pada patahan yang mana harus di pick pada sumur – sumur sebelum atribut

dari kurva yang ingin dipetakan dimodelkan. Selanjutnya membuat fault polygon

(gambar 4.19), dimana sesar tersebut telah dimasukkan data seismic slice, agar dapat

membandingkan antara horizon yang ada pada footwall maupun hangingwall . Lalu

membuat suatu framework pada sesar-sesar yang ada untuk melihat bentuk sebaran

sesar-sesar yang ada di daerah penelitian (gambar 4.20). Hasil akhir dari pembuatan

fault polygon berupa proyeksi jurus dari bidang patahan atau dikenal sebagai Peta

bidang patahan atau Allan Map. Allan Map memperlihatkan displacement horizon

akibat sesar yang ada. Garis tegas mewakili horizon foot-wall dan garis putus-putus

mewakili horizon hanging-wall (gambar 4.21 dan gambar 4.22).

Page 27: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 28: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 29: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 30: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

64

Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai kandungan serpih rata–rata pada

tiap sumur untuk masing-masing lapisan batuan, baik reservoar maupun non –

reservoar. Nilai dari kandungan serpih tersebut di interpolasi ke bidang sesar

sehingga didapatkan atribut kandungan serpih sepanjang permukaan footwall dan

hangingwall sesar (Yielding, 1999). Atribut kandungan serpih bersama-sama besar

throw di gunakan untuk menghitung nilai SGR. Perhitungan V-shale dilakukan

berdasarkan persamaan sebagai berikut :

dimana, Vsh adalah volume serpih, GR adalah nilai gamma ray yang direkam

pada alat logging GR sumur disetiap titik kedalaman, GRmin adalah nilai gamma ray

minimum dan GRmax adalah nilai gamma ray maksimum.

Gambar 4.23 kurva Vshale (berwarna ungu) pada beberapa sumur

Page 31: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

65

Gambar 4.23 merupakan kurva Vclay, dimana terkadang suatu proses patahan

menghasilkan yang dinamakan membrane seal dimana akan membuat suatu patahan

tersebut bersifat sebagai perangkap. Untuk melihatnya menggunakan kurva Vshale

atatu Vclay untuk melihat seberapa besar kandungan serpih atau lempung yang ada,

untuk memprediksi properti komposisi batuan pada suatu zona patahan.

Gambar 4.24 kurva Vshale (berwarna ungu) beserta hasil Vshale rata-rata dari tiap marker

0.4073

0.4207

0.1485

0.5505

0.1469

0.5483

Page 32: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

66

Gambar 4.24 memperlihatkan dasar penentuan marker dan hasil perhitungan

vsh tiap kedalaman dan rata-rata tiap lapisan berdasarkan data log. Garis-garis

horizontal mewakili batas-batas lapisan, harga vsh rata-rata ditunjukkan oleh angka.

4.2.1 Peta Penyebaran Throw

Langkah selanjutnya adalah pembuatan model fault surface attribute dimana

untuk menggabungkan tampilan semua atribut – atribut untuk fault surface, yaitu

menentukan throw patahan. Throw patahan dihitung dari perbedaan kedalaman

horizon foot-wall dan hanging-wall di sepanjang bidang sesar. Perbedaan kedalaman

tersebut didapatkan dari perpotongan antara bidang sesar dengan horizon pada foot-

wall dan hanging-wall.

Page 33: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 34: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 35: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 36: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 37: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

71

Throw dari sesar dihitung dari dari perbedaan kedalaman horizon footwall dan

hangingwall di sepanjang bidang sesar (Yielding, 1999). Perbedaan kedalaman

tersebut didapatkan dari perpotongan antara bidang sesar dengan horizon pada

footwall dan hangingwall. Peta throw menunjukkan dengan jelas distribusi besar

pergerakan vertikal dari horizon-horizon yang terdapat di daerah penelitian yang

terpotong oleh bidang sesar.

Dari empat buat sesar yang dianalisis, hasil analisis peta trow menunjukkan

bahwa pada sesar F1, terlihat distribusi trow yang membesar (berwarna merah)

terdapat pada marker batuan dasar (polygon berwarna oranye) dan Banuwati Bawah

(L_Bnwt, polygon berwarna hijau muda), dimana diperkirakan nilai trow sekitar 100

kaki lebih (gambar 4.25)

Pada sesar F4 (gambar 4.26), distribusi trow lebih terlihat fariatif pada marker-

marker diatas batuan dasar. Terlihat bahwa trow pada marker Banuwati Tengah dan

reservoar 1 (berwarna hitam dan biru) membesar pada bagian barat laut dan bagian

tengah dari sesar. Sama halnya dengan sesar F1, trow paling besar terdapat pada

marker batuan dasar (polygon berwarna oranye).

Pada sesar F6 dan F15, (gambar 4.27 dan 4.28) sama halnya dengan sesar F1

dan F4, memiliki trow terbesar pada marker batuan dasar (polygon berwarna oranye),

tetapi mengecil ke arah baratlaut.

Dari semua gambaran peta throw diatas (gambar 4.25 – 4.28), terlihat bahwa

yang berwarna merah merupakan throw dengan displacement yang paling besar.

Terlihat marker batuan dasar (polygon berwarna oranye) memiliki throw yang paling

besar pada semua sesar-sesar yang ada.

4.2.2 Peta Penyebaran Vshale

Selanjutnya pembuatan model fault surface attribute yang lain, yaitu Vshale.

Interpolasi Vshale pada permukaan sesar berbeda-beda pada tiap sesar-sesar yang ada.

Hal ini dikarenakan kandungan Vshale dari tiap sumur-sumur terdekat dari sesar-sesar

yang ada selalu berbeda-beda. Dibawah ini merupakan salah satu contoh peta

penyebaran Vshale pada foot-wall dan hanging-wall pada sesarF1.

Page 38: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

72

Foot-wall hanging-wall

Gambar 4.29 Vshale di FootWall dan HangingWall pada patahan F1

Terlihat pada gambar 4.29, Vshale rata-rata pada marker Banuwati Tengah-

Bawah (LM_Bnwt, polygon berwarna ungu) memiliki rata-rata Vshale yang paling

kecil dari lainnya, karenanya terbukti bahwa Banuwati Tengah-Bawah dapat

bertindak sebagai reservoar .

4.2.3 Peta sebaran Litologi Juxtaposition Berdasarkan Kualitas Reservoar

Sama halnya dengan membuat Vshale pada sesar, untuk membuat stratigrafi

pada sesar adalah dengan membuat suatu framework pada patahan dengan

menggunakan fault polygon. Biasanya disebut dengan peta litologi juxtaposition

(Yielding 1997). Peta Allan secara memperlihatkan bagian dari sesar dimana

reservoar berpotensi saling berkomunikasi. Sifat menyekat dapat terjadi karena

terjadinya juxtaposition litologi reservoar dan litologi non-reservoar. Hasil yang

didapat adalah :

Page 39: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 40: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 41: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 42: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 43: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

77

Juxtaposition atau fault plane diagrams (Allan Diagrams) hanya menunjukkan

pola dari litologi pada setiap sisi, didalam sebuah sesar. Biasanya batupasir dengan

batupasir bertemu selalu di asumsikan bocor, yang ditunjukkan oleh warna merah.

Peta litologi juxtaposition untuk sesar-sesar diatas, memperlihatkan bagian dari sesar-

sesar yang menyebabkan litologi batupasir berhadapan dengan litologi batupasir

(berwarna merah), litologi batupasir lempungan berhadapan dengan litologi batupasir

lempungan (berwarna kuning tua) dan litologi serpih berhadapan dengan litologi

serpih (berwarna hitam).

Pada sesar F1 (gambar 4.30), terlihat juxtaposition antara litologi serpih

dengan serpih pada bagian atas (berwarna hitam), yaitu horizon Banuwati Atas,

dimana merupakan litologi non-reservoar. Pada bagian tengah sesar terlihat kontak

horizon yang berwarna kuning tua mendominasi horizon-horizon pada kedalaman

tersebut, yaitu horizon Banuwati Tengah dengan horizon Reservoar 1 (polygon biru)

dan Reservoar 2 (polygon putih). Hal itu menandakan bahwa kontak reservoar pada

kedalaman tersebut mempunyai kualitas yang buruk dikarenakan litologinya berupa

batupasir serpihan. Sedangkan bagian bawah pada sesar, terlihat kesehadapan antara

horizon Banuwati Tengah – Bawah yang merupakan reservoar utama dengan horizon

Banuwati Bawah yang memiliki litologi batupasir (berwarna merah). Pada kontak ini

nantinya akan dilakukan analisis dari nilai SGR sehingga dapat diketahui potensi

sekatnya.

Sama halnya seperti sesar F1, sesar F4 (gambar 4.31) terlihat juxtaposition

antara litologi serpih dengan serpih pada bagian atas, yaitu horizon Banuwati Atas,

tetapi penyebarannya tidak sebesar sesar F1. Pada bagian tengah sesar terlihat kontak

horizon yang berwarna kuning tua mendominasi horizon-horizon pada kedalaman

tersebut, yaitu horizon Banuwati Tengah dengan horizon Reservoar 1 (polygon biru)

dan Reservoar 2 (polygon putih), tetapi penyebarannya tidak sebesar sesar F1. Bagian

bawah pada sesar, terlihat kesehadapan antara horizon Banuwati Tengah – Bawah

yang merupakan reservoar utama dengan horizon Banuwati Bawah yang memiliki

litologi batupasir (berwarna merah). Pada kontak ini nantinya akan dilakukan analisis

dari nilai SGR sehingga dapat diketahui potensi sekatnya.

Pada sesar F6 (gambar 4.32) dan sesar F15 (gambar 4.33) terlihat

juxtaposition antara litologi serpih dengan serpih pada bagian atas, yaitu horizon

Banuwati Atas, dengan besar penyebaran yang hampir sama antara kedua sesar. Pada

Page 44: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

78

bagian tengah sesar terlihat kontak horizon yang berwarna kuning tua mendominasi

horizon-horizon pada kedalaman tersebut, yaitu horizon Banuwati Tengah dengan

horizon Reservoar 1 (polygon biru) dan Reservoar 2 (polygon putih). Bagian bawah

pada sesar, terlihat kesehadapan antara horizon Banuwati Tengah – Bawah yang

merupakan reservoar utama dengan horizon Banuwati Bawah yang memiliki litologi

batupasir (berwarna merah). Pada kontak ini nantinya akan dilakukan analisis dari

nilai SGR sehingga dapat diketahui potensi sekatnya.

4.2.4 Analisa Shale Gouge Ratio (SGR)

Dari hasil gambaran Vshale pada sesar, seperti pada gambar 4.29, kita dapat

menghitung SGR (Shale Gouge Ratio). Gouge ratio adalah perkiraan perbandingan

masuknya material halus yang bersifat impermeabel (sebagai contoh : lempung) dari

batuan samping ke dalam bidang patahan terhadap kandungan lempung dari batuan

samping tersebut. Nilai SGR ini dihitung berdasarkan nilai kandungan serpih yang

terdapat pada interval tertentu, dengan pergerakan vertikal tertentu pula.

Yang dimaksud dengan Vcl adalah kandungan serpih yang terdapat dalam zona

patahan, �Z adalah ketebalan dari lapisan yang dilalui oleh sesar tersebut, baik itu

lapisan reservoir maupun lapisan non-reservoir, dan Throw adalah pergerakan vertikal

dari sesar tersebut. Berdasarkan rumus di atas maka nilai SGR ini berkisar antara 0 –

100 %, dimana semakin kecil nilai SGR maka sifat dari sesar itu adalah sebagai jalur

migrasi dari fluida, sedangkan semakin tinggi nilai SGR maka sifat dari sesar tersebut

adalah sebagai penahan dari laju fluida.

SGR tinggi biasanya menunjukkan lebih banyak lempung dan phylloclastics

pada zona patahan. Asumsi utama adalah material pasir dan shale dimasukkan ke

dalam fault gouge dalam proporsi (ratio) yang sama seperti yang terjadi pada dinding

batuan dalam slipped interval. Setelah di proses lebih lanjut dalam sofware Trap

Tester, hasil yang di dapat pada gambar di bawah ini, dimana terdapat juga tabel

pesentasi SGR. Warna hijau menunjukkan SGR yang sangat rendah dan sangat

berpotensi untuk bocor. Hasil analisis adalah sebagai berikut:

(Yielding et al., 1997)

Page 45: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 46: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 47: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 48: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 49: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 50: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 51: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 52: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 53: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 54: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 55: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 56: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data
Page 57: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

91

Salah satu tujuan utama dari analisis sekatan sesar adalah penentuan nilai SGR pada daerah

penelitian. Hasil dari perhitungan SGR dapat divalidasikan dengan membandingkan hasil

perhitungan dengan data-data lain seperti data Original Water Contact, RFT, atau data sejarah

produksi. Semakin banyak data penunjang yang tersedia, maka akan semakin valid hasil analisis

sesar tersebut. Karena tidak adanya data tambahan untuk kalibrasi dan validasi data SGR lebih

lanjut, maka hasil analisis mengacu pada hasil studi Yielding et al. (1997), Sehingga jika dilihat

kembali pada Allan Map, maka daerah yang kemungkinan bersifat bocor adalah daerah yang

berwarna hijau, sedangkan daerah yang bersifat sebagai penyekat adalah daerah yang berwarna

kuning tua hingga merah.

Untuk analisis sesar-sesar yang ada digunakan perbandingan probabilitas dari batas leaking

pada SGR dengan nilai 10% hingga 30%.

Untuk Batas probabilitas SGR sebesar 10%, terlihat horizon reservoar Banuwati Tengah-

Bawah, pada sesar F1 (gambar 4.34), terlihat terdapatnya kebocoran yang cukup menyeluruh

(berwarna hijau), yaitu sekitar 75% dari lebar posisi kesehadapan antara horizon reservoar utama

Banuwati Tengah – Bawah (LM_Bnwt) dengan horizon Banuwati Bawah (L_Bnwt). Dapat

disimpulkan bahwa shale gouge yang terdapat pada posisi kesehadapan antara horizon reservoar

utama Banuwati Tengah – Bawah (LM_Bnwt) dengan horizon Banuwati Bawah (L_Bnwt)

memiliki besar komposisi yang berbeda-beda ditiap titik pada bidang sesar tersebut. Sedangkan

pada horizon reservoar 1 dan reservoar 2 terlihat tersekat cukup baik.

Pada sesar F4 (gambar 4.35), terlihat pada bagian tenggara dari sesar , terdapat kebocoran

pada reservoar Banuwati Tengah - Bawah, dan sedikit pada bagian tengah sesar terdapat reservoar

Banuwati Tengah-Bawah tidak tersekat dengan baik. Sedangkan pada bagian baratlaut tersekat

cukup baik. Reservoar horizon revervoar 1 (Res_1) dan reservoar 2 (Res_2) tersekat dengan baik

pada seluruh bidang sesar.

Pada sesar F6 (gambar 4.36), terlihat bahwa reservoar Banuwati Tengah - Bawah, reservoar

1 dan reservoar 2, pada seluruh bidang sesar tersekat cukup baik. Sama halnya dengan sesar F15

(gambar 4.37), terlihat bahwa reservoar Banuwati Tengah - Bawah, reservoar 1 dan reservoar 2,

pada seluruh bidang sesar tersekat cukup baik.

Untuk batas probabilitas SGR sebesar 20%, pada sesar F1 (gambar 4.38), terlihat

terdapatnya kebocoran yang semakin meluas (berwarna hijau), yaitu sekitar 90% dari dari lebar

Page 58: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

92

posisi kesehadapan antara horizon reservoar utama Banuwati Tengah – Bawah (LM_Bnwt) dengan

horizon Banuwati Bawah (L_Bnwt). Hal ini dapat disimpulkan bahwa besar nilai Vshale pada titik

tersebut sudah terlampaui oleh batas SGR 20%, dimana menunjukkan sedikitnya lempung dan

phylloclastics pada zona patahan sehingga membran seal yang terbentuk pada zona patahan tidak

mampu menyekat reservoar dengan baik. Sedangkan reservoar pada horizon reservoar 1 dan

reservoar 2 masih tersekat cukup baik.

Pada sesar F4 (gambar 4.39), terlihat kebocoran semakin meluas pada reservoar Banuwati

Bawah-Tengah, reservoar 1 dan reservoar 2 pada bagian tenggara dari sesar. Pada bagian tengah

sesar kebocoran semakin meluas pada reservoar Banuwati Tengah-Bawah.Sedangkan pada bagian

baratlaut mulai terlihat adanya kebocoran pada reservoar Banuwati Tengah-Bawah. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa besar nilai Vshale pada titik tersebut sudah terlampaui oleh batas SGR 20%.

Pada sesar F6 (gambar 4.40), terlihat bahwa reservoar Banuwati Bawah-Tengah, reservoar 1

dan reservoar 2, pada seluruh bidang sesar tersekat cukup baik. Sama halnya dengan sesar F15

(gambar 4.41), terlihat bahwa reservoar Banuwati Bawah-Tengah, reservoar 1 dan reservoar 2, pada

seluruh bidang sesar tersekat cukup baik. Hal ini diinterpretasikan bahwa nilai Vshale pada

reservoar Banuwati Tengah-Bawah, reservoar 1, resevoar 2 masih lebih besar dari batas probabilitas

SGR 20%, dimana menunjukkan lebih banyak lempung dan phylloclastics pada zona patahan,

sehingga masih mampu menyekat reservoar-reservoar yang ada.

Untuk batas probabilitas SGR sebesar 30%, pada sesar F1 (gambar 4.42), terlihat

terdapatnya kebocoran yang semakin meluas (berwarna hijau) yaitu sekitar 98% dari dari lebar

posisi kesehadapan antara horizon reservoar utama Banuwati Tengah – Bawah (LM_Bnwt) dengan

horizon Banuwati Bawah (L_Bnwt). Hasil posisi kesehadapan antara horizon reservoar 1 (Res_1)

dengan horizon reservoar 2 (Res_2) mengalamai kebocoran pada bagian tengah bidang sesar.

Pada sesar F4 (gambar 4.43) kebocoran semakin meluas pada reservoar Banuwati Bawah-

Tengah, reservoar 1 dan reservoar 2 pada bagian tenggara hingga tengah dari bidang sesar dan

mulai meluas dibagian baratlaut.

Pada sesar F6 (gambar 4.44), kebocoran mulai terjadi pada posisi kesehadapan antara

horizon Banuwati Tengah (M_Bnwt), reservoar 1 (Res_1) dan reservoar 2 (Res_2), sedangkan pada

resevoar horizon Banuwati Tengah – Bawah (LM_Bnwt) masih tetap tersekat dengan baik. Sama

halnya dengan sesar F15 (gambar 4.45), pada posisi kesehadapan antara horizon Banuwati Tengah

(M_Bnwt), reservoar 1 (Res_1) dan reservoar 2 (Res_2) terlihat adanya kebocoran, dan pada

resevoar horizon Banuwati Tengah – Bawah (LM_Bnwt) masih tetap tersekat dengan baik.

Page 59: 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian · 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, ... dengan melihat konsistensi pola log untuk ... batuan data

93

Mengacu pada hasil studi Yielding et al. (1997), pada batuan silisiklastik di beberapa

lapangan dunia menghasilkan batas SGR 10-20% untuk kapasitas menyekat sesar. Dari acuan

tersebut maka hanya sesar F6 dan F15 berpotensi untuk menjadi perangkap (seal) untuk reservoar

Banuwati Tengah – Bawah (LM_Bnwt). Hal ini diinterpretasikan bahwa nilai Vshale dari sumur

terdekat yang diinterpolasikan pada bidang sesar F6 dan F15 pada reservoar Banuwati Tengah-

Bawah, masih lebih besar dari batas probabilitas SGR 10% hingga 30%, dimana menunjukkan lebih

banyak lempung dan phylloclastics pada zona patahan, sehingga masih mampu menyekat reservoar-

reservoar yang ada.