Upload
eki1hidayat
View
77
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
“HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN STATUS EKONOMI ORANG TUA DENGAN PERTUMBUHAN FISIK ANAK BALITA,
KELURAHAN PAMPANG, MAKASSAR TAHUN 2013”
ABSTRAK
Background: Estimated more than 200 million children in failure developing countries of optimal growth potency [of] him because poorness problem, malnutrisi, or environment which do not support.
Target of Research: Knowing [relation/link] mount economic status and education [of] old fellow with growth of physical of balita [in] sub-district Shown, Makassar Year 2013.
Type Research: Analytic with sectional cross desain, with technique of simple sampling random, research sampel counted 86 children under five years old.
Result Research: Storey;Level education of majority old fellow have low education [to]. Father 48.8% and mother 52.3%. Economic status [of] majority family earn to lower 55,8%. Balita pertained growth below par [at] mother have low education [to] 77,8% and family earn to lower 62,5%. From result test chi-square [among/between] education with growth of children under five years old obtained [by] p = 0,005 and [among/between] earnings of family with growth of children under five years old obtained [by] p = 0,852.
Conclusion : There [is] [relation/link] which isn't it [among/between] education with growth of baby and [there] no [relation/link] which isn't it [among/between] economic status [of] family with growth of children under five years old.
Keyword : Education, Economic, Growth of physical, children under five years old.
“HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN STATUS EKONOMI ORANG TUA DENGAN PERTUMBUHAN FISIK ANAK BALITA,
KELURAHAN PAMPANG, MAKASSAR TAHUN 2013”
ABSTRAK
Radiatul Indatil dan Rezki Hidayat, “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi Orang Tua dengan Pertumbuhan Fisik Anak Balita, Kelurahan Pampang, Makassar tahun 2013”, dibimbing oleh Sri Juliani dan Ida Royani.
Latar Belakang. Diperkirakan lebih dari 200 juta anak balita di negara berkembang gagal mencapai potensi perkembangan optimalnya karena masalah kemiskinan, malnutrisi, atau lingkungan yang tidak mendukung.
Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan status ekonomi orang tua dengan pertumbuhan fisik balita di kelurahan Pampang, Makassar tahun 2013.
Jenis Penelitian: Analitik dengan desain cross sectional, dengan teknik simple random sampling, sampel penelitian sebanyak 86 anak balita .
Hasil Penelitian: Tingkat pendidikan orang tua mayoritas berpendidikan rendah. Ayah 48.8% dan ibu 52.3%. Status ekonomi keluarga mayoritas berpendapatan rendah 55,8%. Balita tergolong pertumbuhan tidak normal pada ibu berpendidikan rendah 77,8% dan keluarga berpendapatan rendah 62,5%. Dari hasil uji chi-square antara pendidikan dengan pertumbuhan balita diperoleh p = 0,005 dan antara pendapatan keluarga dengan pertumbuhan balita diperoleh p = 0,852.
Kesimpulan : Ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pertumbuhan bayi dan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga dengan pertumbuhan balita.
Kata Kunci : Pendidikan, Ekonomi orang tua, Pertumbuhan fisik, Anak balita.
PENDAHULUAN
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan sumber daya
manusia (SDM) yang dilakukan dengan berkelanjutan. Mengukur tingkat
pencapaian hasil pembangunan suatu negara, termasuk pembangunan bidang
kesehatan digunakan suatu indikator yang dikenal dengan Indeks Pembangunan
Manusia (Human Development Indext). Indeks Pembangunan Manusia ditentukan
oleh beberapa indikator yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.1
Untuk membentuk SDM yang berkualitas perlu didukung dengan
kecukupan gizi untuk menjamin kesehatannya. Kecukupan gizi manusia
diperlukan dari janin dalam kandungan melalui peran ibu dan pola asuh yang baik
hingga lanjut usia. Pada masa bayi untuk proses pertumbuhan dan perkembangan
membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah cukup dan memadai. Anak
bayi merupakan salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap masalah gizi.
Pada masa bayi apabila mengalami kekurangan gizi dapat menimbulkan gangguan
tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial, dan intelektual yang sifatnya
menetap dan terus dibawa samapai anak menjadi dewasa. Secara lebih spesifik,
kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan, lebih
penting lagi keterlambatan perkembangan otak dan dapat pula terjadinya
penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.2
Laporan global United Nations Children's Fund mengenai kemajuan dunia
untuk gizi ibu dan anak tercatat bahwa Indonesia menempati urutan sebagai
negara kelima di dunia dengan jumlah terbesar balita pendek atau terhambat
pertumbuhannya yakni 7,8 juta anak balita pendek. Sejak terjadinya krisis
multidimensi yang melanda Indonesia, hingga saat ini masalah gizi penduduk
masih cukup memprihatinkan. Bahkan 75% dari total kabupaten di Indonesia
berada dengan kondisi masalah gizi kurang pada balita di atas 20 persen. Hal ini
akan berpengaruh terhadap perkembangan sumber daya manusia Indonesia ke
depannya. Dampak krisis yang ditimbulkan gizi buruk menyebabkan biaya subsidi
kesehatan semakin meningkat.3
Penilaian tumbuh kembang perlu dilakukan untuk menentukan apakah
tumbuh kembang anak berjalan normal atau tidak. Anak yang sehat akan
menunjukkan tumbuh kembang yang optimal. Masa balita merupakan periode
terpenting dalam tumbuh kembang anak.4
Jumlah Balita yang mencapai 10% dari penduduk Indonesia, menjadikan
tumbuh kembang balita ini sangat penting untuk diperhatikan karena menyangkut
kualitas generasi masa depan bangsa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
menurut Depkes (2006), meliputi gizi yang baik, stimulasi yang memadai dan
terjangkaunya pelayanan kesehatan berkualitas termasuk deteksi dini dan
intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang.5
Gizi kurang pada balita dapat menyebakan gangguan pertumbuhan fisik
dan perkembangan mental. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2010
menunjukkan, prevalensi gizi buruk balita di Indonesia masih 4,9 persen,
meskipun angka ini sudah menurun dari 2007 yang mencapai 5,4 persen. Anak
balita yang masuk dalam kategori gizi kurang menurut Riskesdas 2010 masih
bertahan pada angka 13 persen. Sedangkan prevalensi tubuh pendek (stunting)
pada balita mencapai 35,7 persen atau mengalami penurunan dibanding 2007
(36,7 persen).6
Upaya pemantauan terhadap pertumbuhan balita dilakukan melalui
kegiatanpenimbangan di Posyandu secara rutin setiap bulan. Menurut hasil
pengumpulandata/indikator kinerja SPM bidang kesehatan kab./kota di Sulsel
tahun 2008 tercatat jumlahbalita yang ditimbang sebanyak 372.649 jiwa. Hasil
penimbangan menunjukkan bahwa74,40% balita dengan berat badan yang naik.
Adapun kab./kota dengan persentase tertinggiadalah di Kab. Sinjai (89,72%) dan
yang terendah di Kab. Luwu Utara (58,65%). Sementara itu, persentase balita
dengan berat badan di bawah garis merah (BGM) sebesar 3,38% tahun 2008 dan
bila dibandingkan dengan persentase 2007 (5,32%) makaterjadi penurunan
persentase balita BGM. Adapun kab./kota dengan persentase tertinggiBGM
adalah di Pangkep (7,42)%) dan yang terendah BGM-nya adalah di Kab.
Luwu(1,13%).1
Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang adalah kebutuhan fisik-
biomedis (asuh), kebutuhan emosi/kasih sayang (asih), dan kebutuhan akan
stimulasi mental (asah). Salah satu faktor yang mempengaruhinyameliputi kondisi
sosial ekonomi dan budaya keluarga. Sosial ekonomi dapat diukur melalui
variabel-variabel pendapatan keluarga, tingkat pendidikan dan pekerjaan.
Pemeliharaan oleh orang tua yang memadai merupakan hal yang menunjang bagi
peningkatan kualitas pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita. sebaliknya
pemeliharaan yang kurang memadai dapat mengakibatkan gagal tumbuh, anak
merasa kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan dan keterlambatan
perkembangan.4
Salah satu wilayah di kota Makassar yakni Kelurahan Pampang,
kecamatan Panakukang, terletak di tengah-tengah kota Makassar dengan luas
wilayah 0,57 Ha dan jumlah penduduk sebesar 15.946 jiwa mempunyai
permasalahan dalam aspek kehidupan sosial ekonomi, pemukiman,
kependudukan, sarana dan prasarana dasar. Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LP2M) Universitas Hasanuddin, 2010, mendeskripsikan tentang
pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat pemukiman kumuh di kelurahan
Pampang merupakan hasil dari proses adaptasi terhadap lingkungan fisik dan
sosial warga agar tetap bertahan hidup, yakni dengan melakukan pekerjaan
sebagai tukang becak, buruh bangunan, pemulung dan jual-jualan. Sedangkan
akses masyarakat kawasan pemukiman kumuh terhadap beberapa fasilitas sosial,
nampaknya kurang terjangkau seperti akses terhadap perumahan yang layak,
akses terhadap pelayanan kesehatan, akses terhadap air bersih, dan akses terhadap
jamban keluarga, serta akses terhadap kesehatan lingkungan.7
Berdasarkan hasil survei, tidak terdapat data awal mengenai tingkat
pendidikan dan status ekonomi warga kelurahan Pampang secara statistik.
Kelurahan Pampang adalah wilayah pemukiman padat penduduk yang secara
umum dilingkupi oleh permasalahan lingkungan permukiman dan latar belakang
pendidikan, ekonomi, dan sosial orang tua rata-rata menengah ke bawah dan hal
ini tentu akan mempengaruhi pola pengasuhan orang tua terhadap anaknya,
khususnya terhadap anak balita. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Status
Ekonomi Orang Tua dengan Pertumbuhan fisik anak balita di kelurahan
Pampang, Makassar, Sulawesi Selatan”.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan yaitu analitik dengan desain cross
sectional yang bertujuan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel
penelitian melalui pengujian hipotesis
Populasi penelitian ini adalah semua orang tua yang memiliki anak balita
0-59 bulan di kelurahan Pampang, bulan September-November tahun 2013, yakni
berjumlah 648 orang (Puskesmas Pampang, 2013).36Sampel penelitian ini adalah
86 balita yang diasuh oleh orang tua kandung dan tinggal bersama dalam satu
rumah.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara SimpleRandom
Sampling,yaitu mengambil sample dengan cara acak atau undian sampai
memenuhi jumlah sample yang diinginkan.
Metode Pengumpulan Data adalah dengan menggunakan data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari responden (sampel) secara langsung
dengan wawancara dan pengambilan databerat badan (BB) balita melalui KMS.
Data sekunder diperoleh dari catatan atau dokumen puskesmas, catatan
pertumbuhan balitadi Posyandu dan data dari kelurahan Pampang.
Metode analisis data digunnakan metode analisa univariat dan
bivariatdengan menggunakan software computer Statistic Package for Social
Science (SPSS) versi 16
HASIL
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orang tua
menunjukkan mayoritas kepala keluarga berada pada tingkat pendidikan rendah
(tidak sekolah, SD, SMP/ SLTP) yaitu 48.8%. Dan ibu rumah tangga juga
mayoritas tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah, SD, SMP/SLTP) yaitu
52.3%. Status ekonomi berdasarkan pendapatan keluarga mayoritas tingkat
pendapatan rendah (≤ UMR Rp 1.440.000) yaitu 55,8%.
Balita yang tergolong pertumbuhan tidak normal lebih banyak pada ibu
yang berpendidikan rendah yaitu 77,8%. Dari hasil analisis statistik dengan uji
chi-square antara pendidikan dengan pertumbuhan bayi diperoleh p = 0,005. Hal
ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan
pertumbuhan bayi.
Berdasarkan pendapatan keluarga, pertumbuhan bayi yang tergolong tidak
normal lebih banyak pada keluarga yang pendapatan rendah (≤UMR
Rp 1.440.000) yaitu 62,5%. Dari analisis statistik dengan uji chi-square antara
pendapatan keluarga dengan pertumbuhan balita diperoleh p = 0,852. Hal ini
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga
dengan pertumbuhan balita.
DISKUSI
Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Pertumbuhan Fisik Anak Balita
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kelurahan Pampang, kecamatan
Panakukang, Makassar bahwa tingkat pendidikan orang tua yang dihubungkan
dengan perrtumbuhan balita adalah tingkat pendidikan ibu, sebagai orang tua
yang merawat secara langsung anak balita di rumah, sebagai mana yang
didapatkan di lapangan adalah hampir semua ibu tidak bekerja atau hanya
melakukan pekerjaan di rumah sebagai IRT.
Tingkat pendidikan ibu, mayoritas berpendidikan rendah (tidak sekolah,
SD, SMP) diperoleh anak balita yang mengalami pertumbuhan terganggu/tidak
normal sebesar 77,8%, dan anak balita mengalami pertumbuhan normal sebesar
22%. Sedangkan ibu dengan tingat pendidikan menengah (SMA/sederajat)
diperoleh anak balita yang mengalami gangguan pertumbuhan (tidak normal)
sebesar 44,7% dan anak balita mengalami pertumbuhan normal sebesar 55,3%.
Dan berpendidikan tinggi (PT/Akademi) diperoleh anak balita yang mengalami
gangguan pertumbuhan sebesar 33,3% dan anak balita mengalami pertumbuhan
normal 66,7%.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa pertumbuhan balita yang
terganggu lebih banyak pada ibu berpendidikan rendah yaitu 77,8%. Dari hasil uji
chi-square didapatkan nilai p sebesar = 0,005, menunjukkan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara pendidikan ibu dengan pertumbuhan balita.
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Yamnur Mahlia (2008) yang
meneliti Pengaruh Karakteristik Ibu dan Pola Asuh Makan Terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi di Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten
Langkat, memperlihatkan hasil bahwa lebih banyak bayi yang tergolong
perkembangan baik pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan menengah yaitu
53,4%.8
Sesuai pula dengan penelitian Puji Astutik (2011) tentang Hubungan Tipe
Pola Asuh dan Tingkat Pendidikan Orang Tua dengan Status Gizi Balita di Desa
Sumber Kepuh Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Nganjuk memperoleh hasil
bahwa pola asuh dan tingkat pendidikan orang tua ada hubungan dengan status
gizi balita. Tingkat pendidikan menengah ke atas menunjukan status gizi yang
baik pada balita.9
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Susilowati Andajani (2010) yang
meneliti HubunganAntara Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dan Pemberian Asi
Eksklusif Dengan Status Gizi Anak Usia 7 – 36 Bulan Di Posyandu Delima 2
Dusun Sanan Desa Watugede Kecamatan Singosari Kabupaten Malang yang
memperlihatkan data penelitian bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang gizi
mayoritas rendah yakni sebesar 52,5%, ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif
yaitu sebesar 63,3%, dan data status gizi balita mayoritas baik yaitu sebesar
59,0%. Sehingga dinyatakan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
dengan status gizi balita dan tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif
dengan status gizi balita.10
Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu adalah salah satu faktor
yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan berat badan balita. Pendidikan formal
ibu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan gizi, semakin tinggi pendidikan ibu,
maka semakin tinggi kemampuan untuk menyerap pengetahuan praktis dan
pendidikan formal terutama melalui masa media.Sebagian besar kenyataan
dilapangan dijumpai kebanyakan ibu kurang dapat memahami apabila diberikan
konseling mengenai masalah pertumbuhan balita. Ketidaktahuan kandungan gizi
sumber makanan yang dikonsumsi oleh anaknya, sehingga para ibu-ibu lebih
mementingkan rasa, meskipun bahan makanan tersebut mengandung unsur yang
merusak tubuh, misalnya MSG, bahan pewarna makanan, dll. Selain itu, sesuai
dengan pendapat Swellen (1990) bahwa pendidikan orang tua akan berpengaruh pada
pola pengasuhan dan perkembangan anak. berdasarkan hasil pengkajian Yamnur
Mahlia (2008), beberapa penelitian berkesimpulan bahwa status pendidikan seorang
ibu sangat menentukan kualitas pengasuhannya. Ibu yang berpendidikan tinggi dalam
mengasuh anak tentunya akan berbeda dengan ibu yang berpendidikan rendah.
Semakin tinggi pendidikan ibu, maka pola pengasuhannya semakin baik.8
Hubungan Status Ekonomi Orang tua dengan Pertumbuhan Anak Balita
Berdasarkan hasil penelitian di kelurahan Pampang, Kecamatan
Panakukang, Makassar terlihat bahwa pertumbuhan balita yang tergolong
pertumbuhan tidak normal lebih banyak pada keluarga yang berpendapatan
dibawah standar Upah Minimal Regional (UMR) wilayah Sulawesi Selatan yaitu
≤Rp 1.440.000 sebesar 55,8%, dan memiliki anak balita yang mengalami
gangguan pertumbuhan sebanyak 62,5% dan pertumbuhan normal sebesar 37,5%.
Sedangkan orang tua yang mempunyai pendapatan keluarga tiap bulan >Rp
1.440.000 sebesar 44,2% dan memiliki anak balita yang mengalami gangguan
pertumbuhan sebesar 60,5% dan pertumbuhan normal sebesar 39,5%.
Hasil uji statistik chi-square didapatkan p value = 0,852. Hal ini berarti p
value >0,005, yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara pendapatan keluarga dengan pertumbuhan anak balita.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yamnur Mahlia (2008)
menunjukkan bahwa pertumbuhan balita tidak terlalu berpengaruh dengan
pendapatan keluarga. Secara teori, salah satu faktor yang berperan dalam
menentukan status kesehatan adalah status sosial ekonomi, dalam hal ini daya beli
keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain
tergantung besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri,
serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan. Keluarga dengan
pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dalam memenuhi kebutuhan
makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya.8
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Hendra Yudi (2007) tentang
Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Status Gizi Anak Usia 6-24 bulan di
Kecamatan Medan Area, kota Medan yang menunjukkan sebanyak 28 responden
yang berpendapatan tinggi dengan status gizi baik sebanyak 53,6% dan berstatus
gizi tidak baik 46,4%. Sedangkan dari 79 responden yang berpenghasilan rendah
dengan status gizi baik sebanyak 67,1% dan berstatus gizi tidak baik sebanyak
32,9%. 11
Hasil penelitian Anisatulafifa (2011) tentang Hubungan Tingkat
Pendapatan Orang tua dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Kartasura,
Surakarta. Berdasarkan uji korelasi Spearman’s rho antara tingkat pendapatan
orang tua dengan BB/U didapat nilai signifikansi sebesar 0,431. Sedangkan hasil
untuk tingkat pendapatan orang tua dengan TB/U didapat nilai signifikansi
sebesar 0,159. Oleh karena p > 0,05, maka tidak ada hubungan antara tingkat
pendapatan orang tua dengan status gizi balita di Kecamatan Kartasura.12
Berdasarkan hasil penelitian terhadap penduduk di Pampang bahwa faktor
ekonomi tidak cenderung mempengaruhi pola asuh orang tua dalam hal
pemenuhan gizi balita. Tetapi kecenderungan tingkat pendidikan dan pengetahuan
orang tua yang mempengaruhi secara signifikan pemilihan bahan makanan tanpa
mempertimbangkan kandungan gizi makanan tersebut. Dan beberapa faktor lain
yang mempengaruhi pertumbuhan balita yang belum sempat penulis teliti pada
kesempatan ini. Hal ini sesuai dengan analisis Suhardjo (2003) bahwa para ahli
ekonomi beranggapan dengan perbaikan taraf ekonomi maka tingkat gizi akan
meningkat. Namun ahli gizi dapat menerima dengan catatan bila tidak hanya
faktor ekonomi saja yang merupakan penentu status gizi. Kenyataannya masalah
gizi bersifat multikompleks karena tidak hanya faktor ekonomi yang berperan
tetapi faktor-faktor lain ikut menentukan. Oleh karena itu perbaikan gizi dapat
dianggap sebagai alat maupun sebagai sarana dari pada pembangunan.13
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa
1. Semakin tinggi tingkat pedidikan orang tua, maka semakin baik pertumbuhan
fisik anak balita. Dan hal ini ditunjukkan secara statistik bahwa terdapat
hubungan bermakna antara tingkat pendidikan orang tua dengan pertumbuhan
fisik anak balita.
2. Semakin tinggi status ekonomi keluarga, maka semakin baik pemenuhan
kebutuhan zat gizi untuk pertumbuhan fisik anak balita meskipun secara
statistik tidak ada hubungan bermakna antara status ekonomi, dalam hal ini
pendapatan keluarga dengan pertumbuhan fisik anak balita.
Saran
Berdasarkan hasil penelitiaan, maka disarankan :
1. Diperlukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan orang tua terhadap
pentingnya pemenuhan gizi anak balita demi pertumbuhan dan
perkembangannya. Salah satunya dengan peran aktif dari puskesmas dalam
memberikan penyuluhan kepada masyarakat.
2. Pembukaan lapangan kerja alternatif untuk meningkatkan sumber pendapatan
keluarga sehingga dapat memenuhi kebutuhan sumber makanan bergizi demi
pertumbuhan dan perkembangan anak balita.
3. Dinas kesehatan agar lebih memperhatikan masalah status pertumbuhan anak
balita di kelurahan Pampang. Harus dilakukan pendataan dan pemantauan di
puskesmas dan posyandu sehingga pemberian solusi dapat dengan tepat
mengatasi masalah yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Profil Kesehatan Sulawesi
Selatan 2008. Makassar; 2009
2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang
Balita. Jakarta. 2005
3. Parlin Alin. Pertumbuhan Fisik Balita. [internet] 2011.Diakses tanggal 22
Februari 2013. Tersedia: http://www.bascommetro.com/
4. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 1995
5. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan
Kesehatan Dasar. Jakarta; 2006
6. Asep Candra. Saatnya Penuhi Hak Kesehatan Anak. [internet] 2012.
Diakses tanggal 27 Agustus 2012. Tersedia: http://health.kompas.com/
7. Muhammad Basir Said. Pengembangan Model Lembaga Inovatif pada
Lingkungan Pemukiman Kumuh di Kota Makassar. Makassar: LP2M
UNHAS. [internet] 2010. Diakses Tanggal 5 Mei 2013. Tersedia:
http://www.unhas.ac.id/lppm
8. Yamnur Mahlia. Pengaruh Karakteristik Ibu dan Pola Asu Makan
Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi di Kecamatan
Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Tahun 2008. Medan: Universitas
Sumatra Utara; 2008
9. Puji Astutik. Hubungan Tipe Pola Asuh dan Tingkat Pendidikan Orang
Tua dengan Status Gizi Balita di Desa Sumber Kepuh Kecamatan
Tanjunganom Kabupaten Nganjuk [tesis]. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret; 2011
10. Susilowati Andajani.,dr,MS,DR. 2010. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu
Tentang Gizi Dan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Status Gizi Anak
Usia 7 – 36 Bulan Di Posyandu Delima 2 Dusun Sanan Desa Watugede
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. Universitas Airlangga; 2010
11. Hendra Yudi. Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Status Gizi Anak
Usia 6-24 bulan di Kecamatan Medan Area, kota Medan. Universitas
Sumatra Utara; 2007
12. Anisatulafifa. Hubungan Tingkat Pendapatan Orang tua dengan Status
Gizi Balita di Kecamatan Kartasura, Surakarta. Fakultas Kedokteran,
Universitas Muhammadiah Surakarta; 2011
13. Suhardjo. Perencanaan Pangan Dan Gizi. Bogor: BumiAksara; 2003