25
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN STATUS EKONOMI ORANG TUA DENGAN PERTUMBUHAN FISIK ANAK BALITA, KELURAHAN PAMPANG, MAKASSAR TAHUN 2013” ABSTRAK Background: Estimated more than 200 million children in failure developing countries of optimal growth potency [of] him because poorness problem, malnutrisi, or environment which do not support. Target of Research: Knowing [relation/link] mount economic status and education [of] old fellow with growth of physical of balita [in] sub-district Shown, Makassar Year 2013. Type Research: Analytic with sectional cross desain, with technique of simple sampling random, research sampel counted 86 children under five years old. Result Research: Storey;Level education of majority old fellow have low education [to]. Father 48.8% and mother 52.3%. Economic status [of] majority family earn to lower 55,8%. Balita pertained growth below par [at] mother have low education [to] 77,8% and family earn to lower 62,5%. From result test chi-square [among/between] education with growth of children under five years old obtained [by] p = 0,005 and [among/between] earnings of family with growth of children under five years old obtained [by] p = 0,852. Conclusion : There [is] [relation/link] which isn't it [among/between] education with growth of baby and [there] no [relation/link] which isn't it [among/between] economic status [of] family with growth of children under five years old.

3.Bab II, III, IV Jurnal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 3.Bab II, III, IV Jurnal

“HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN STATUS EKONOMI ORANG TUA DENGAN PERTUMBUHAN FISIK ANAK BALITA,

KELURAHAN PAMPANG, MAKASSAR TAHUN 2013”

ABSTRAK

Background: Estimated more than 200 million children in failure developing countries of optimal growth potency [of] him because poorness problem, malnutrisi, or environment which do not support.

Target of Research: Knowing [relation/link] mount economic status and education [of] old fellow with growth of physical of balita [in] sub-district Shown, Makassar Year 2013.

Type Research: Analytic with sectional cross desain, with technique of simple sampling random, research sampel counted 86 children under five years old.

Result Research: Storey;Level education of majority old fellow have low education [to]. Father 48.8% and mother 52.3%. Economic status [of] majority family earn to lower 55,8%. Balita pertained growth below par [at] mother have low education [to] 77,8% and family earn to lower 62,5%. From result test chi-square [among/between] education with growth of children under five years old obtained [by] p = 0,005 and [among/between] earnings of family with growth of children under five years old obtained [by] p = 0,852.

Conclusion : There [is] [relation/link] which isn't it [among/between] education with growth of baby and [there] no [relation/link] which isn't it [among/between] economic status [of] family with growth of children under five years old.

Keyword : Education, Economic, Growth of physical, children under five years old.

Page 2: 3.Bab II, III, IV Jurnal

“HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN STATUS EKONOMI ORANG TUA DENGAN PERTUMBUHAN FISIK ANAK BALITA,

KELURAHAN PAMPANG, MAKASSAR TAHUN 2013”

ABSTRAK

Radiatul Indatil dan Rezki Hidayat, “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi Orang Tua dengan Pertumbuhan Fisik Anak Balita, Kelurahan Pampang, Makassar tahun 2013”, dibimbing oleh Sri Juliani dan Ida Royani.

Latar Belakang. Diperkirakan lebih dari 200 juta anak balita di negara berkembang gagal mencapai potensi perkembangan optimalnya karena masalah kemiskinan, malnutrisi, atau lingkungan yang tidak mendukung.

Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan status ekonomi orang tua dengan pertumbuhan fisik balita di kelurahan Pampang, Makassar tahun 2013.

Jenis Penelitian: Analitik dengan desain cross sectional, dengan teknik simple random sampling, sampel penelitian sebanyak 86 anak balita .

Hasil Penelitian: Tingkat pendidikan orang tua mayoritas berpendidikan rendah. Ayah 48.8% dan ibu 52.3%. Status ekonomi keluarga mayoritas berpendapatan rendah 55,8%. Balita tergolong pertumbuhan tidak normal pada ibu berpendidikan rendah 77,8% dan keluarga berpendapatan rendah 62,5%. Dari hasil uji chi-square antara pendidikan dengan pertumbuhan balita diperoleh p = 0,005 dan antara pendapatan keluarga dengan pertumbuhan balita diperoleh p = 0,852.

Kesimpulan : Ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pertumbuhan bayi dan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga dengan pertumbuhan balita.

Kata Kunci : Pendidikan, Ekonomi orang tua, Pertumbuhan fisik, Anak balita.

Page 3: 3.Bab II, III, IV Jurnal

PENDAHULUAN

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan sumber daya

manusia (SDM) yang dilakukan dengan berkelanjutan. Mengukur tingkat

pencapaian hasil pembangunan suatu negara, termasuk pembangunan bidang

kesehatan digunakan suatu indikator yang dikenal dengan Indeks Pembangunan

Manusia (Human Development Indext). Indeks Pembangunan Manusia ditentukan

oleh beberapa indikator yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.1

Untuk membentuk SDM yang berkualitas perlu didukung dengan

kecukupan gizi untuk menjamin kesehatannya. Kecukupan gizi manusia

diperlukan dari janin dalam kandungan melalui peran ibu dan pola asuh yang baik

hingga lanjut usia. Pada masa bayi untuk proses pertumbuhan dan perkembangan

membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah cukup dan memadai. Anak

bayi merupakan salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap masalah gizi.

Pada masa bayi apabila mengalami kekurangan gizi dapat menimbulkan gangguan

tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial, dan intelektual yang sifatnya

menetap dan terus dibawa samapai anak menjadi dewasa. Secara lebih spesifik,

kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan, lebih

penting lagi keterlambatan perkembangan otak dan dapat pula terjadinya

penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.2

Laporan global United Nations Children's Fund mengenai kemajuan dunia

untuk gizi ibu dan anak tercatat bahwa Indonesia menempati urutan sebagai

negara kelima di dunia dengan jumlah terbesar balita pendek atau terhambat

pertumbuhannya yakni 7,8 juta anak balita pendek. Sejak terjadinya krisis

Page 4: 3.Bab II, III, IV Jurnal

multidimensi yang melanda Indonesia, hingga saat ini masalah gizi penduduk

masih cukup memprihatinkan. Bahkan 75% dari total kabupaten di Indonesia

berada dengan kondisi masalah gizi kurang pada balita di atas 20 persen. Hal ini

akan berpengaruh terhadap perkembangan sumber daya manusia Indonesia ke

depannya. Dampak krisis yang ditimbulkan gizi buruk menyebabkan biaya subsidi

kesehatan semakin meningkat.3

Penilaian tumbuh kembang perlu dilakukan untuk menentukan apakah

tumbuh kembang anak berjalan normal atau tidak. Anak yang sehat akan

menunjukkan tumbuh kembang yang optimal. Masa balita merupakan periode

terpenting dalam tumbuh kembang anak.4

Jumlah Balita yang mencapai 10% dari penduduk Indonesia, menjadikan

tumbuh kembang balita ini sangat penting untuk diperhatikan karena menyangkut

kualitas generasi masa depan bangsa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan

menurut Depkes (2006), meliputi gizi yang baik, stimulasi yang memadai dan

terjangkaunya pelayanan kesehatan berkualitas termasuk deteksi dini dan

intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang.5

Gizi kurang pada balita dapat menyebakan gangguan pertumbuhan fisik

dan perkembangan mental. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2010

menunjukkan, prevalensi gizi buruk balita di Indonesia masih 4,9 persen,

meskipun angka ini sudah menurun dari 2007 yang mencapai 5,4 persen. Anak

balita yang masuk dalam kategori gizi kurang menurut Riskesdas 2010 masih

bertahan pada angka 13 persen. Sedangkan prevalensi tubuh pendek (stunting)

Page 5: 3.Bab II, III, IV Jurnal

pada balita mencapai 35,7 persen atau mengalami penurunan dibanding 2007

(36,7 persen).6

Upaya pemantauan terhadap pertumbuhan balita dilakukan melalui

kegiatanpenimbangan di Posyandu secara rutin setiap bulan. Menurut hasil

pengumpulandata/indikator kinerja SPM bidang kesehatan kab./kota di Sulsel

tahun 2008 tercatat jumlahbalita yang ditimbang sebanyak 372.649 jiwa. Hasil

penimbangan menunjukkan bahwa74,40% balita dengan berat badan yang naik.

Adapun kab./kota dengan persentase tertinggiadalah di Kab. Sinjai (89,72%) dan

yang terendah di Kab. Luwu Utara (58,65%). Sementara itu, persentase balita

dengan berat badan di bawah garis merah (BGM) sebesar 3,38% tahun 2008 dan

bila dibandingkan dengan persentase 2007 (5,32%) makaterjadi penurunan

persentase balita BGM. Adapun kab./kota dengan persentase tertinggiBGM

adalah di Pangkep (7,42)%) dan yang terendah BGM-nya adalah di Kab.

Luwu(1,13%).1

Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang adalah kebutuhan fisik-

biomedis (asuh), kebutuhan emosi/kasih sayang (asih), dan kebutuhan akan

stimulasi mental (asah). Salah satu faktor yang mempengaruhinyameliputi kondisi

sosial ekonomi dan budaya keluarga. Sosial ekonomi dapat diukur melalui

variabel-variabel pendapatan keluarga, tingkat pendidikan dan pekerjaan.

Pemeliharaan oleh orang tua yang memadai merupakan hal yang menunjang bagi

peningkatan kualitas pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita. sebaliknya

pemeliharaan yang kurang memadai dapat mengakibatkan gagal tumbuh, anak

Page 6: 3.Bab II, III, IV Jurnal

merasa kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan dan keterlambatan

perkembangan.4

Salah satu wilayah di kota Makassar yakni Kelurahan Pampang,

kecamatan Panakukang, terletak di tengah-tengah kota Makassar dengan luas

wilayah 0,57 Ha dan jumlah penduduk sebesar 15.946 jiwa mempunyai

permasalahan dalam aspek kehidupan sosial ekonomi, pemukiman,

kependudukan, sarana dan prasarana dasar. Lembaga Penelitian dan Pengabdian

Masyarakat (LP2M) Universitas Hasanuddin, 2010, mendeskripsikan tentang

pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat pemukiman kumuh di kelurahan

Pampang merupakan hasil dari proses adaptasi terhadap lingkungan fisik dan

sosial warga agar tetap bertahan hidup, yakni dengan melakukan pekerjaan

sebagai tukang becak, buruh bangunan, pemulung dan jual-jualan. Sedangkan

akses masyarakat kawasan pemukiman kumuh terhadap beberapa fasilitas sosial,

nampaknya kurang terjangkau seperti akses terhadap perumahan yang layak,

akses terhadap pelayanan kesehatan, akses terhadap air bersih, dan akses terhadap

jamban keluarga, serta akses terhadap kesehatan lingkungan.7

Berdasarkan hasil survei, tidak terdapat data awal mengenai tingkat

pendidikan dan status ekonomi warga kelurahan Pampang secara statistik.

Kelurahan Pampang adalah wilayah pemukiman padat penduduk yang secara

umum dilingkupi oleh permasalahan lingkungan permukiman dan latar belakang

pendidikan, ekonomi, dan sosial orang tua rata-rata menengah ke bawah dan hal

ini tentu akan mempengaruhi pola pengasuhan orang tua terhadap anaknya,

khususnya terhadap anak balita. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk

Page 7: 3.Bab II, III, IV Jurnal

melakukan penelitian tentang “Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Status

Ekonomi Orang Tua dengan Pertumbuhan fisik anak balita di kelurahan

Pampang, Makassar, Sulawesi Selatan”.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan yaitu analitik dengan desain cross

sectional yang bertujuan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel

penelitian melalui pengujian hipotesis

Populasi penelitian ini adalah semua orang tua yang memiliki anak balita

0-59 bulan di kelurahan Pampang, bulan September-November tahun 2013, yakni

berjumlah 648 orang (Puskesmas Pampang, 2013).36Sampel penelitian ini adalah

86 balita yang diasuh oleh orang tua kandung dan tinggal bersama dalam satu

rumah.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara SimpleRandom

Sampling,yaitu mengambil sample dengan cara acak atau undian sampai

memenuhi jumlah sample yang diinginkan.

Metode Pengumpulan Data adalah dengan menggunakan data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari responden (sampel) secara langsung

dengan wawancara dan pengambilan databerat badan (BB) balita melalui KMS.

Data sekunder diperoleh dari catatan atau dokumen puskesmas, catatan

pertumbuhan balitadi Posyandu dan data dari kelurahan Pampang.

Metode analisis data digunnakan metode analisa univariat dan

bivariatdengan menggunakan software computer Statistic Package for Social

Science (SPSS) versi 16

Page 8: 3.Bab II, III, IV Jurnal

HASIL

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orang tua

menunjukkan mayoritas kepala keluarga berada pada tingkat pendidikan rendah

(tidak sekolah, SD, SMP/ SLTP) yaitu 48.8%. Dan ibu rumah tangga juga

mayoritas tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah, SD, SMP/SLTP) yaitu

52.3%. Status ekonomi berdasarkan pendapatan keluarga mayoritas tingkat

pendapatan rendah (≤ UMR Rp 1.440.000) yaitu 55,8%.

Balita yang tergolong pertumbuhan tidak normal lebih banyak pada ibu

yang berpendidikan rendah yaitu 77,8%. Dari hasil analisis statistik dengan uji

chi-square antara pendidikan dengan pertumbuhan bayi diperoleh p = 0,005. Hal

ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan

pertumbuhan bayi.

Berdasarkan pendapatan keluarga, pertumbuhan bayi yang tergolong tidak

normal lebih banyak pada keluarga yang pendapatan rendah (≤UMR

Rp 1.440.000) yaitu 62,5%. Dari analisis statistik dengan uji chi-square antara

pendapatan keluarga dengan pertumbuhan balita diperoleh p = 0,852. Hal ini

menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga

dengan pertumbuhan balita.

DISKUSI

Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Pertumbuhan Fisik Anak Balita

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kelurahan Pampang, kecamatan

Panakukang, Makassar bahwa tingkat pendidikan orang tua yang dihubungkan

dengan perrtumbuhan balita adalah tingkat pendidikan ibu, sebagai orang tua

Page 9: 3.Bab II, III, IV Jurnal

yang merawat secara langsung anak balita di rumah, sebagai mana yang

didapatkan di lapangan adalah hampir semua ibu tidak bekerja atau hanya

melakukan pekerjaan di rumah sebagai IRT.

Tingkat pendidikan ibu, mayoritas berpendidikan rendah (tidak sekolah,

SD, SMP) diperoleh anak balita yang mengalami pertumbuhan terganggu/tidak

normal sebesar 77,8%, dan anak balita mengalami pertumbuhan normal sebesar

22%. Sedangkan ibu dengan tingat pendidikan menengah (SMA/sederajat)

diperoleh anak balita yang mengalami gangguan pertumbuhan (tidak normal)

sebesar 44,7% dan anak balita mengalami pertumbuhan normal sebesar 55,3%.

Dan berpendidikan tinggi (PT/Akademi) diperoleh anak balita yang mengalami

gangguan pertumbuhan sebesar 33,3% dan anak balita mengalami pertumbuhan

normal 66,7%.

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa pertumbuhan balita yang

terganggu lebih banyak pada ibu berpendidikan rendah yaitu 77,8%. Dari hasil uji

chi-square didapatkan nilai p sebesar = 0,005, menunjukkan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara pendidikan ibu dengan pertumbuhan balita.

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Yamnur Mahlia (2008) yang

meneliti Pengaruh Karakteristik Ibu dan Pola Asuh Makan Terhadap

Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi di Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten

Langkat, memperlihatkan hasil bahwa lebih banyak bayi yang tergolong

perkembangan baik pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan menengah yaitu

53,4%.8

Page 10: 3.Bab II, III, IV Jurnal

Sesuai pula dengan penelitian Puji Astutik (2011) tentang Hubungan Tipe

Pola Asuh dan Tingkat Pendidikan Orang Tua dengan Status Gizi Balita di Desa

Sumber Kepuh Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Nganjuk memperoleh hasil

bahwa pola asuh dan tingkat pendidikan orang tua ada hubungan dengan status

gizi balita. Tingkat pendidikan menengah ke atas menunjukan status gizi yang

baik pada balita.9

Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Susilowati Andajani (2010) yang

meneliti HubunganAntara Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dan Pemberian Asi

Eksklusif Dengan Status Gizi Anak Usia 7 – 36 Bulan Di Posyandu Delima 2

Dusun Sanan Desa Watugede Kecamatan Singosari Kabupaten Malang yang

memperlihatkan data penelitian bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang gizi

mayoritas rendah yakni sebesar 52,5%, ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif

yaitu sebesar 63,3%, dan data status gizi balita mayoritas baik yaitu sebesar

59,0%. Sehingga dinyatakan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu

dengan status gizi balita dan tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif

dengan status gizi balita.10

Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu adalah salah satu faktor

yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan berat badan balita. Pendidikan formal

ibu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan gizi, semakin tinggi pendidikan ibu,

maka semakin tinggi kemampuan untuk menyerap pengetahuan praktis dan

pendidikan formal terutama melalui masa media.Sebagian besar kenyataan

dilapangan dijumpai kebanyakan ibu kurang dapat memahami apabila diberikan

konseling mengenai masalah pertumbuhan balita. Ketidaktahuan kandungan gizi

Page 11: 3.Bab II, III, IV Jurnal

sumber makanan yang dikonsumsi oleh anaknya, sehingga para ibu-ibu lebih

mementingkan rasa, meskipun bahan makanan tersebut mengandung unsur yang

merusak tubuh, misalnya MSG, bahan pewarna makanan, dll. Selain itu, sesuai

dengan pendapat Swellen (1990) bahwa pendidikan orang tua akan berpengaruh pada

pola pengasuhan dan perkembangan anak. berdasarkan hasil pengkajian Yamnur

Mahlia (2008), beberapa penelitian berkesimpulan bahwa status pendidikan seorang

ibu sangat menentukan kualitas pengasuhannya. Ibu yang berpendidikan tinggi dalam

mengasuh anak tentunya akan berbeda dengan ibu yang berpendidikan rendah.

Semakin tinggi pendidikan ibu, maka pola pengasuhannya semakin baik.8

Hubungan Status Ekonomi Orang tua dengan Pertumbuhan Anak Balita

Berdasarkan hasil penelitian di kelurahan Pampang, Kecamatan

Panakukang, Makassar terlihat bahwa pertumbuhan balita yang tergolong

pertumbuhan tidak normal lebih banyak pada keluarga yang berpendapatan

dibawah standar Upah Minimal Regional (UMR) wilayah Sulawesi Selatan yaitu

≤Rp 1.440.000 sebesar 55,8%, dan memiliki anak balita yang mengalami

gangguan pertumbuhan sebanyak 62,5% dan pertumbuhan normal sebesar 37,5%.

Sedangkan orang tua yang mempunyai pendapatan keluarga tiap bulan >Rp

1.440.000 sebesar 44,2% dan memiliki anak balita yang mengalami gangguan

pertumbuhan sebesar 60,5% dan pertumbuhan normal sebesar 39,5%.

Hasil uji statistik chi-square didapatkan p value = 0,852. Hal ini berarti p

value >0,005, yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara pendapatan keluarga dengan pertumbuhan anak balita.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yamnur Mahlia (2008)

menunjukkan bahwa pertumbuhan balita tidak terlalu berpengaruh dengan

Page 12: 3.Bab II, III, IV Jurnal

pendapatan keluarga. Secara teori, salah satu faktor yang berperan dalam

menentukan status kesehatan adalah status sosial ekonomi, dalam hal ini daya beli

keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain

tergantung besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri,

serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan. Keluarga dengan

pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dalam memenuhi kebutuhan

makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya.8

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Hendra Yudi (2007) tentang

Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Status Gizi Anak Usia 6-24 bulan di

Kecamatan Medan Area, kota Medan yang menunjukkan sebanyak 28 responden

yang berpendapatan tinggi dengan status gizi baik sebanyak 53,6% dan berstatus

gizi tidak baik 46,4%. Sedangkan dari 79 responden yang berpenghasilan rendah

dengan status gizi baik sebanyak 67,1% dan berstatus gizi tidak baik sebanyak

32,9%. 11

Hasil penelitian Anisatulafifa (2011) tentang Hubungan Tingkat

Pendapatan Orang tua dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Kartasura,

Surakarta. Berdasarkan uji korelasi Spearman’s rho antara tingkat pendapatan

orang tua dengan BB/U didapat nilai signifikansi sebesar 0,431. Sedangkan hasil

untuk tingkat pendapatan orang tua dengan TB/U didapat nilai signifikansi

sebesar 0,159. Oleh karena p > 0,05, maka tidak ada hubungan antara tingkat

pendapatan orang tua dengan status gizi balita di Kecamatan Kartasura.12

Berdasarkan hasil penelitian terhadap penduduk di Pampang bahwa faktor

ekonomi tidak cenderung mempengaruhi pola asuh orang tua dalam hal

Page 13: 3.Bab II, III, IV Jurnal

pemenuhan gizi balita. Tetapi kecenderungan tingkat pendidikan dan pengetahuan

orang tua yang mempengaruhi secara signifikan pemilihan bahan makanan tanpa

mempertimbangkan kandungan gizi makanan tersebut. Dan beberapa faktor lain

yang mempengaruhi pertumbuhan balita yang belum sempat penulis teliti pada

kesempatan ini. Hal ini sesuai dengan analisis Suhardjo (2003) bahwa para ahli

ekonomi beranggapan dengan perbaikan taraf ekonomi maka tingkat gizi akan

meningkat. Namun ahli gizi dapat menerima dengan catatan bila tidak hanya

faktor ekonomi saja yang merupakan penentu status gizi. Kenyataannya masalah

gizi bersifat multikompleks karena tidak hanya faktor ekonomi yang berperan

tetapi faktor-faktor lain ikut menentukan. Oleh karena itu perbaikan gizi dapat

dianggap sebagai alat maupun sebagai sarana dari pada pembangunan.13

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa

1. Semakin tinggi tingkat pedidikan orang tua, maka semakin baik pertumbuhan

fisik anak balita. Dan hal ini ditunjukkan secara statistik bahwa terdapat

hubungan bermakna antara tingkat pendidikan orang tua dengan pertumbuhan

fisik anak balita.

2. Semakin tinggi status ekonomi keluarga, maka semakin baik pemenuhan

kebutuhan zat gizi untuk pertumbuhan fisik anak balita meskipun secara

statistik tidak ada hubungan bermakna antara status ekonomi, dalam hal ini

pendapatan keluarga dengan pertumbuhan fisik anak balita.

Saran

Page 14: 3.Bab II, III, IV Jurnal

Berdasarkan hasil penelitiaan, maka disarankan :

1. Diperlukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan orang tua terhadap

pentingnya pemenuhan gizi anak balita demi pertumbuhan dan

perkembangannya. Salah satunya dengan peran aktif dari puskesmas dalam

memberikan penyuluhan kepada masyarakat.

2. Pembukaan lapangan kerja alternatif untuk meningkatkan sumber pendapatan

keluarga sehingga dapat memenuhi kebutuhan sumber makanan bergizi demi

pertumbuhan dan perkembangan anak balita.

3. Dinas kesehatan agar lebih memperhatikan masalah status pertumbuhan anak

balita di kelurahan Pampang. Harus dilakukan pendataan dan pemantauan di

puskesmas dan posyandu sehingga pemberian solusi dapat dengan tepat

mengatasi masalah yang ada.

Page 15: 3.Bab II, III, IV Jurnal

DAFTAR PUSTAKA

1. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Profil Kesehatan Sulawesi

Selatan 2008. Makassar; 2009

2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang

Balita. Jakarta. 2005

3. Parlin Alin. Pertumbuhan Fisik Balita. [internet] 2011.Diakses tanggal 22

Februari 2013. Tersedia: http://www.bascommetro.com/

4. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 1995

5. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan

Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan

Kesehatan Dasar. Jakarta; 2006

6. Asep Candra. Saatnya Penuhi Hak Kesehatan Anak. [internet] 2012.

Diakses tanggal 27 Agustus 2012. Tersedia: http://health.kompas.com/

7. Muhammad Basir Said. Pengembangan Model Lembaga Inovatif pada

Lingkungan Pemukiman Kumuh di Kota Makassar. Makassar: LP2M

UNHAS. [internet] 2010. Diakses Tanggal 5 Mei 2013. Tersedia:

http://www.unhas.ac.id/lppm

8. Yamnur Mahlia. Pengaruh Karakteristik Ibu dan Pola Asu Makan

Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi di Kecamatan

Page 16: 3.Bab II, III, IV Jurnal

Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Tahun 2008. Medan: Universitas

Sumatra Utara; 2008

9. Puji Astutik. Hubungan Tipe Pola Asuh dan Tingkat Pendidikan Orang

Tua dengan Status Gizi Balita di Desa Sumber Kepuh Kecamatan

Tanjunganom Kabupaten Nganjuk [tesis]. Surakarta: Universitas Sebelas

Maret; 2011

10. Susilowati Andajani.,dr,MS,DR. 2010. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu

Tentang Gizi Dan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Status Gizi Anak

Usia 7 – 36 Bulan Di Posyandu Delima 2 Dusun Sanan Desa Watugede

Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. Universitas Airlangga; 2010

11. Hendra Yudi. Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Status Gizi Anak

Usia 6-24 bulan di Kecamatan Medan Area, kota Medan. Universitas

Sumatra Utara; 2007

12. Anisatulafifa. Hubungan Tingkat Pendapatan Orang tua dengan Status

Gizi Balita di Kecamatan Kartasura, Surakarta. Fakultas Kedokteran,

Universitas Muhammadiah Surakarta; 2011

13. Suhardjo. Perencanaan Pangan Dan Gizi. Bogor: BumiAksara; 2003