72
BAB I PENDAHULUAN SKENARIO I Kasus Malaria di Indonesia Masih Tinggi JAKARTA — Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Kementerian Kesehatan Andi Muhadir mengatakan prevalensi penyakit malaria di Indonesia masih tinggi, mencapai 417.819 kasus positif pada 2012. Andi mengatakan saat ini 70 persen kasus malaria terdapat di wilayah Indonesia Timur, terutama di diantaranya Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Wilayah endemik malaria di Indonesia Timur, ujar Andi, tersebar di 84 kabupaten/kota dengan jumlah penduduk berisiko 16 juta orang. Andi menjelaskan faktor geografis yang sulit dijangkau dan penyebaran penduduk yang tidak merata merupakan beberapa penyebab sulitnya pengendalian malaria di wilayah itu. Untuk itu, menurut Andi, pihaknya terus melakukan terobosan untuk mengatasi malaria di wilayah tersebut, diantaranya dengan melakukan pemeriksaan darah massal dan membagikan kelambu 1

243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO I

Kasus Malaria di Indonesia Masih Tinggi

JAKARTA — Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang

Kementerian Kesehatan Andi Muhadir mengatakan prevalensi penyakit malaria di

Indonesia masih tinggi, mencapai 417.819 kasus positif pada 2012. Andi mengatakan

saat ini 70 persen kasus malaria terdapat di wilayah Indonesia Timur, terutama di

diantaranya Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi dan Nusa

Tenggara. Wilayah endemik malaria di Indonesia Timur, ujar Andi, tersebar di 84

kabupaten/kota dengan jumlah penduduk berisiko 16 juta orang. Andi menjelaskan

faktor geografis yang sulit dijangkau dan penyebaran penduduk yang tidak merata

merupakan beberapa penyebab sulitnya pengendalian malaria di wilayah itu. Untuk

itu, menurut Andi, pihaknya terus melakukan terobosan untuk mengatasi malaria di

wilayah tersebut, diantaranya dengan melakukan pemeriksaan darah massal dan

membagikan kelambu berinsektisida kepada masyarakat. Selain itu, pihaknya juga

melakukan pemberdayaan masyarakat dengan pembentukan pos malaria desa yang

jumlahnya kini mencapai 1.325 pos, ujar Andi.

“Jadi kalau dulu kita hanya menunggu penderitanya di puskesmas, sekarang

kita aktif surveillance dan kemudian kita langsung layani dan diberikan pengobatan.

Perlu dicatat obatnya sendiri gratis, jadi tidak ada persoalan. Jadi kita akan

melakukan pemeriksaan seluruhnya,” ujarnya di Kementerian Kesehatan, Selasa

(23/4). “Yang kedua, kita kampanyekan ke semua masyarakat yang masih ada

penularan harus menggunakan kelambu.”

1

Page 2: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

Satu-satunya daerah bebas malaria di Indonesia adalah Kepulauan Seribu.

Pada peringatan Hari Malaria Sedunia yang jatuh tanggal 25 April ini, Menteri

Kesehatan Nafsiah Mboi memberikan sertifikat bebas malaria untuk Kepulauan

Seribu di Balai Kartini, Jakarta. Syarat sebuah daerah bebas malaria adalah Annual

Parasite Incident (API), atau insiden parasit tahunan, di bawah satu per 1.000

penduduk dan tidak terdapat kasus malaria pada penduduk lokal selama tiga tahun

berturut-turut.

Kepulauan Seribu pada 2001 menghadapi kejadian luar biasa (KLB) malaria.

Saat itu tercatat 427 jumlah kasus malaria positif dan 10 persen penderitanya

meninggal. Akan tetapi KLB tersebut cepat dapat ditangani dengan melakukan

langkah investigasi dan pengendalian wabah. Kepala Seksi Pengendalian Masalah

Kesehatan Kepulauan Seribu, Suhendro mengatakan, saat ini pihaknya melakukan

surveillance migrasi dengan penegakan diagnosa dan pengobatan. Hal ini untuk

mencegah adanya kembali malaria di Kepulauan Seribu, ujarnya. “Jadi kita pastikan

dulu warga pulau sendiri yang baru pulang dari daerah endemis karena kan mayoritas

nelayan dan juga wisatawan yang dari daerah endemis. Kalau wisatawan inap dan

demam, maka pihak pemilik penginapan akan melaporkan ke dinas kesehatan

setempat lalu dinas kesehatan akan langsung mengambil sampel darahnya untuk

diperiksa,” ujarnya. Pemerintah menargetkan Indonesia bebas malaria pada 2030.

Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium

yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia yang ditularkan

oleh nyamuk malaria betina.

.

2

Page 3: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Seven Jump

1. Langkah I: Klarifikasi istilah dan konsep

Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut:

a. Prevalensi adalah jumlah total kasus penyakit tertentu yang terjadi pada

waktu tertentu di wilayah tertentu.

b. Endemik adalah penyakit dengan morbiditas rendah yang secara konstan

ada pada komunitas manusia, tapi hanya beberapa kasus yang dapat

diketahui secara klinis.

c. Kelambu berinsektisida adalah kelambu yang sudah dilapisi dengan

insektisida piretroid yang berfungsi mencegah tergigit nyamuk Anopheles,

vektor penyebab malaria.

d. Pos malaria desa adalah wadah prmberdayaan masyarakat dalam

pencegahan dan penanggulangan malaria yang dibentuk dari, oleh dan

untuk masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan.

e. Surveillance adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus-

menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan)

kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit

dan masalah kesehatan lainnya.

f. Annual Parasite Incident (API) adalah jumlah penderita malaria positif per

seribu penduduk yang dibandingkan dengan jumlah penduduk yang

berisiko terkena malaria di wilayah yang sama.

g. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian

kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu

daerah dalam kurun waktu tertentu.

3

Page 4: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

h. Surveillance migrasi adalah melakukan pengawasan terus menerus terhadap

perpindahan penduduk terutama dari daerah endemis.

2. Langkah II: Menetapkan/mendefinisikan permasalahan

Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut:

a. Apa saja kriteria dan langkah investigasi KLB dan wabah?

b. Di mana wilayah endemik malaria di Indonesia dan bagaimana

pengendaliannya?

c. Apa saja macam surveilans dan bagiamana alur pelaporan kasus surveilans?

d. Bagaimana perhitungan dan tingkatan Annual Paracite Incidence (API)?

e. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam pos malaria?

f. Apa saja kriteria penyakit yang perlu screening?

g. Bagaimana perjalanan penyakit menular (trias epidemiologi) & multi causa

faktor yang mempengaruhi?

h. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi

i. Apakah yang dimaksud sporadik, endemik, epidemik, dan pandemik?

j. Apa saja perbedaan KLB dan wabah serta perbedaan surveilans dan

screening?

3. Langkah III: Analisis masalah

Berikut analisa dan pernyataan sementara dari masalah yang telah ditetapkan:

a. Penjelasan mengenai sporadik, endemik, epidemik, dan pandemik

Sporadik adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya

penyakit) yang ada di suatu wilayah tertentu frekuensinya berubah-ubah

menurut perubahan waktu (Azwar, 1988).

4

Page 5: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

Contoh :

Polio meilitis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus polio. Virus ini

menginfeksi saraf pada tulang belakang sehingga menimbulkan

kelumpuhan. Penyakit polio paling sering menyerang anak di bawah lima

tahun (balita). Virus polio sangat menular dan menginfeksi manusia lewat

mulut dan berkembangbiak di usus halus. Penyakit ini sering menyerang

suatu wilayah salah satunya di Sukabumi Kabupaten Garut.

Endemi adalah adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan

(umumnya penyakit) frekuensinya pada suatu wilayah tertentu menetap

dalam waktu yang lama (Azwar, 1988). Penyakit menular dikatakan

endemik apabila penyakit ini timbul secara konstan pada suatu daerah dan

populasi tertentu dengan tingkat prevalensi serta insiden yang relatif tinggi

(Bonita, 2006).

Contoh :

a) Penyakit Demam Berdarah di tiga wilayah Kecamatan Pemalang,

Jawa Tengah yaitu Kebon dalem, Mulyoharjo, dan Sugihwaras. Daerah

tersebut merupakan daerah rawan banjir yang memungkinkan munculnya

jentik-jentik nyamuk Aedesaegpty .Hal serupa juga terjadi di Kelurahan

Kandang Panjang, Kecamatan Kota Pekalongan Utara.

b) Malaria

Malaria adalah penyakit menular yang ditularkan oleh nyamuk Aedes

Aegypti betina.Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang

berkembangbiak di tubuh nyamuk lalu menularkannya pada manusia

melalui darah. Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh Plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.

Penyakit malaria ini dapat menyerang siapa saja terutama penduduk yang

tinggal di daerah di mana tempat tersebut merupakan tempat yang sesuai 5

Page 6: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

dengan kebutuhan nyamuk untuk berkembangbiak. Malaria menjadi

penyakit endemik di beberapa daerah di dunia, seperti Afrika, India,

Bangladesh dan juga di Indonesia. Di Indonesia, malaria menjadi endemik

di Papua dan Mamuju, Sulawesi Selatan.

c) Flu Burung

Flu burung merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus

influenza tipe A strain H5N1 yang berasal dari kotoran dan cairan sekreta

burung dan unggas. Pada Januari 2004, di beberapa provinsi di Indonesia

terutama Bali, Botabek, JawaTimur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan

Kalimantan Barat, dilaporkan kejadian kematian ayam ternak yang sangat

besar.

d) Leptospirosis

Suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospirain terrogans dan

bias menyerang hewan dan manusia. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia,

tetapi lebih banyak di Negara beriklim tropis dan bersuhu

panas. Di Indonesia, Jakarta merupakan kota yang pernah terserang wabah

ini pada tahun 2002, setelah banjir besar mulai surut.

e) Meliodosis

Meliodosis merupakan suatu penyakit infeksi pada manusia dan hewan

yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia ( Pseudomonas ) pseudomallei.

Binatang yang mengandung kuman tersebut yaitu biri – biri , kuda, domba,

babi, kelinci , anjing dan kucing. Manusia tertular kuman melalui kontak

langsung kulit dengan air dan tanah yang tercemar kuman dari binatang

tersebut. Binatang tersebut mencemari air dantahan, terutama lahan

pertanian, lalu kuman masuk melalui kulit yang lecet atau luka tembak,

misalnya penularan pada pasukan tentara yang menjelajahi hutan

berlumpur setiap hari. Meliodosis termasuk penyakit endemis di Negara

6

Page 7: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

beriklim tropis seperti ASEAN. Penyakit ini banyak dilaporkan di Vietnam,

Laos, Thailand, Malaysia dan Myanmar.

Epidemi adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya

penyakit) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang

singkat berada dalam frekuensi yang meningkat (Azwar, 1988). Epidemik

adalah timbulnya suatu penyakit atau kondisi tertentu yang melebihi

perkiraan pada suatu daerah dan waktu tertentu. batas yang melebihi

perkiraan berbeda pada tiap penyakitnya. Hal ini bisa dibandingkan dengan

angka kejadian pada bulan atau tahun sebelumnya. Epidemik yang

menyebar luas ke daerah lain bisa disebut dengan pandemik (Bonita, 2006)

Contoh :

Flu babi telah menyita perhatian warga dunia setelah menyerang

sejumlah warga Meksiko. Berdasarkan laporan Associated Press (AP),

hingga 27 April telah meninggal dunia sebanyak 103 orang dari 1.614

orang di Meksiko. Laporan AP juga menyebutkan suspect flu babi telah

menyebar pada sedikitnya delapan negara, diantaranya Kanada, Amerika

Serikat, Prancis, dan Selandia Baru. Pemerintah Kanada telah mendapatkan

kasus flu babi pertama pada 27 April lalu, sedang Amerika Serikat, Prancis

dan Selandia Baru telah melaporkan kasus serupa beberapa hari

sebelumnya.

Para pengidap flu babi di Kanada ternyata sebelumnya telah

mengadakan kontak dengan sejumlah orang yang baru datang dari

Mexico.Demikian halnya dengan kasus di Selandia Baru yang menimpa

beberapa pelajar di Rangitoto College, sebelumnya melakukan aktifitas

belajar (study tour) di Mexico dan telah dinyatakan positif flu babi. Kasus

di Selandia Baru mirip dengan kasus di Amerika Serikat karena sama-sama

menimpa para pelajar. Di AS, dari sekitar 100 pelajar di sekolah swasta 7

Page 8: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

Saint Francis di wilayah Queen, 11 kasus diantaranya positif flu babi. Dari

laporan pemerintah Meksiko, virus flu babi telah menyerang sedikitnya

1.300 orang, sedang 900 orang diantaranya dinyatakan sembuh. Sementara

empat daerah pada Negara tersebut dinyatakan rawan flu babi, termasuk

Meksiko City. Berdasarkan data KBRI di Meksiko, dari 90 orang WNI

yang bermukim di Mexico, 70 orang diantaranya berada di Ibukota

Meksiko itu.

Fenomena flu babi yang menyebar secara cepat ke berbagai negara

dapat menyebabkan terjadinya pandemi yakni penyebaran virus flu babi

secara global.Organisasi kesehatan dunia (WHO) pun menggelar

pertemuan dengan ahli kesehatan guna membahas kasus flu babi yang telah

menjadi ancaman baru kesehatan masyarakat dunia.

Pandemi adalah adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan

(umumnya penyakit) frekuensinya dalam waktu yang singkat

memperlihatkan peningkatan yang amat tinggi serta penyebarannya telah

mencakup suatu wilayah yang amat luas (Azwar, 1988).

Contoh :

Pada pertengahan Maret 2009, kasus-kasus individu dan kelompok yang

tidak biasa seperti influenza – penyakit ( ILI ) dilaporkan di Meksiko dan

Amerika Serikat . Uji laboratorium menunjukkan bahwa etiologi dari

infeksi adalah strain baru influenza A ( H1N1 ) virus . Virus baru ini pada

awalnya bernama Flu Babi , kemudian Meksiko Flu , novel influenza A

( H1N1 ) 2009, dan akhirnya secara resmi disebut sebagai Pandemi

Influenza Virus A ( H1N1 ) 2009 oleh WHO . Virus ini mampu

mentransmisikan secara efektif dari manusia ke manusia , dan menyebar ke

lebih dari 80 negara dalam waktu yang relatif singkat , mendorong WHO

untuk meningkatkan tingkat kesiapan pandemi 3-4 , lima , dan akhirnya 8

Page 9: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

enam , yang berarti ditiup pandemi penuh. Untuk mengantisipasi

penyebaran virus baru di Indonesia , Departemen Kesehatan telah memulai

dengan strategi tujuh langkah , yaitu , pemindaian termal di bandara

internasional , mengaktifkan influenza dan surveilans sentinel

pneumonia,penimbunan obat antivirus , menyiapkan dan mengaktifkan

rumah sakit dan laboratorium , penyebaran informasi dan persiapan Desa

Siaga ,dan simulasi pandemi . Namun, dengan terus menyebarnya virus di

beberapa provinsi di Indonesia , pemerintah perlu mengubah strategi ke

dalam upaya mitigasi ( Sedyaningsih, 2009).

b. Perbedaan KLB dan wabah serta perbedaan surveilans dan screening

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian

kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu

daerah dalam kurun waktu tertentu (PP Menkes RI

No.949/MENKES/SK/VII/2004).

Wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat

yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada

kejadian yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat

menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan mencabut daerah

tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah

wabah (PP Menkes RI No.949/MENKES/SK/VII/2004).

Kriteria KLB (Keputusan Dirjen PPM No.451/91):

Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau

tidak dikenal.

Peningkatan kejadian penyakit terus menerus selama 3 kurun waktu

berturut- turut menurut penyakitnya (jam, hari, minggu).

Peningkatan kejadian penyakit/ kematian 2 kali lipat atau lebih

dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, tahun).9

Page 10: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

Jumlah penderita baru dalam satu bulan naik 2 kali lipat/ lebih

dibandingkan angka rata- rata perbulan tahun sebelumnya.

Wabah harus mencakup (UU Wabah 1969):

Jumlah kasus yang besar

Derah yang luas

Waktu yang lebih lama

Dampak yang ditimbulkan berat

Menurut UU No.6 Tahun 1962 tentang Wabah. Wabah meliputi:

1) Penyakit-penyakit karantina berdasarkan Undang-undang No.1 tahun

1962 tentang

Karantina Laut dan Undang-undang No.2 tahun 1962 tentang Karantina

Udara.

2)

a. Tifus perut (Typhus abdominalis)

b. Para-tifus A, B dan C,

c. Disentri (mejan) basili (Dycenteriabacillaris),

d. Radang hati menular (Hepatitisinfectiosa),

e. Para-cholera Eltor,

f. Diphtheria,

g. Kejang tengkuk (Meningitiscerebrospinalis epidemica),

h. Lumpuh kanak-kanak (Poliomyelitisanterior acuta).

3) Penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan

analisis data secara terus menerus dan sistematis yang kemudian

didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang

bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan

lainnya (DCP2, 2008). Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan 10

Page 11: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada

populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan

reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut

kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah

pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001). Kadang digunakan

istilah surveilans epidemiologi. Baik surveilans kesehatan masyarakat

maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab

menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi adalah untuk

mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi

dikenal sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science of public

health).

Sedangkan screening atau skrining memilah orang-orang yang terlihat

sehat untuk dikelompokkan menjadi kelompok orang yang mungkin

memiliki penyakit dan kelompok orang yang mungkin tidak. Sebuah tes

skrining ini tidak dimaksudkan untuk menjadi diagnostik. Orang dengan

temuan positif atau mencurigakan harus dirujuk ke dokter untuk diagnosis

dan pengobatan yang diperlukan. Inisiatif untuk skrining biasanya berasal

dari penyidik atau orang atau badan kesehatan dan bukan dari keluhan

pasien. Skrining biasanya berkaitan dengan penyakit kronis dan bertujuan

untuk mendeteksi penyakit yang belum umum dalam pelayanan medis.

Screening dapat mengidentifikasi faktor - faktor risiko, kecenderungan

genetik , dan pencetus , atau bukti awal penyakit (Unit Pengkajian

Teknologi Kesehatan, 2008).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi

Prevalensi adalah jumlah orang dalam suatu populasi yang menderita suatu

penyakit atau kondisi tertentu pada jangka waktu tertentu. prevalensi 11

Page 12: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

dipengaruhi banyak hal sehingga angka prevalensi dapat berubah-ubah.

Berikut hal yang dapat mempengaruhi angka prevalensi :

1. Faktor yang meningkatkan angka prevalensi

a. Durasi penyakit lebih lama

b. Banyak pasien yang tidak sembuh

c. Peningkatan kejadian atau penyakit baru

d. Orang sakit atau kondisi tertentu yang migrasi masuk ke suatu

wilayah

e. Orang sehat migrasi keluar dari suatu wilayah

f. Fasilitas diagnostik lebih baik sehingga banyak kasus yang

terdeteksi

2. Faktor yang menurunkan angka prevalensi

a. Durasi penyakit yang pendek

b. Tingkat kematian yang tinggi dari suatu penyakit

c. Sedikit atau menurunnya kejadian atau penyakit baru

d. Orang sehat yang migrasi masuk ke suatu wilayah

e. Orang sakit yang migrasi keluar dari suatu wilayah

f. Peningkatan jumlah kasus yang sembuh (Bonita, 2006).

4. Langkah IV: Menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan

yang didapatkan pada langkah 3

5. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran pada skenario ini yaitu sebagai berikut:

a. Menjelaskan kriteria dan langkah investigasi KLB dan wabah.

b. Mengidentifikasi wilayah endemik malaria di Indonesia dan

pengendaliannya.

c. Menjelaskan surveilens dan alur pelaporan kasus surveilens.12

Page 13: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

d. Menjelaskan perhitungan dan tingkatan API

e. Menjelaskan pemberdayaan masyarakat dalam pos malaria.

f. Menjelaskan kriteria penyakit yang perlu discreening.

g. Menjelaskan perjalanan penyakit menular (trias epidemiologi) dan multi

causa faktor yang mempengaruhi.

6. Langkah VI: Belajar mandiri

Mahasiswa mengumpulkan informasi dari sumber-sumber ilmiah.

7. Langkah VII: Melakukan sintesis dan pengujian informasi yang telah

terkumpul

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari sumber-sumber ilmiah, maka

penyelesaian dari masalah pada tujuan pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Menjelaskan kriteria dan langkah investigasi KLB dan wabah

1. Kriteria KLB

Dalam menentukan KLB perlu batasan yang jelas tentang komunitas, daerah,

dan waktu terjadinya peningkatan kasus. Untuk dapat dikatakan KLB, jumlah

kasus tidak harus luar biasa banyak dalam arti absolut, melainkan luar biasa

dalam arti relatif, ketika dibandingkan dengan insidensi biasa pada masa yang

lalu, disebut tingkat endemis (Greenberg et al, 2005). Segelintir kasus bisa

merupakan KLB jika muncul pada kelompok, tempat dan waktu yang tidak

biasa. Ditemukannya dua kasus penyakit yang telah lama absen (misalnya,

variola) atau pertama kali invasi di suatu populasi atau wilayah (misalnya

HIV/AIDS), dapat dikatakan KLB, dan otoritas kesehatan dapat memulai

melakukan penyelidikan dan pengendalian terhadap KLB itu (Last, 2001).

Deteksi Dini KLB Deteksi dini KLB merupakan kewaspadaan terhadap

timbulnya KLB dengan mengidentifikasi kasus berpotensi KLB, pemantauan

wilayah setempat terhadap penyakit-penyakit berpotensi KLB dan penyelidikan

dugaan KLB.

13

Page 14: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

a. Identifikasi Kasus Berpotensi KLB.

Setiap kasus berpotensi KLB yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan,

diwawancarai kemungkinan adanya penderita lain di sekitar tempat tinggal,

lingkungan sekolah, lingkunganperusahaan atau asrama yang kemudian dapat

disimpulkandugaan adanya KLB. Adanya dugaan KLB pada suatu lokasi

tertentu diikuti dengan penyelidikan.

b. Pemantauan Wilayah Setempat Penyakit Berpotensi KLB

Setiap Unit Pelayanan Kesehatan merekam data epidemiologi penderita

penyakit berpotensi KLB menurut desa atau kelurahan. Setiap Unit Pelayanan

Kesehatan menyusun tabel dan grafik pemantauan wilayah setempat KLB.

Setiap Unit Pelayanan Kesehatan melakukan analisis terusmenerus dan

sistematis terhadap perkembangan penyakit yang berpotensi KLB di daerahnya

untuk mengetahui secara diniadanya KLB. Adanya dugaan peningkatan

penyakit dan faktor risiko yang berpotensi KLB diikuti dengan penyelidikan.

c. Penyelidikan Dugaan KLB Penyelidikan dugaan KLB

Hal ini dilakukan dengan cara :

1) Di Unit Pelayanan Kesehatan, petugas kesehatan menanyakan setiap

pengunjung Unit Pelayanan Kesehatan tentang kemungkinan adanya

peningkatan sejumlah penderita penyakit yang diduga KLB pada lokasi

tertentu.

2) Di Unit Pelayanan Kesehatan, petugas kesehatan meneliti register

rawat inap dan rawat jalan terhadap kemungkinan adanya peningkatan kasus

yang dicurigai pada lokasi tertentu berdasarkan alamat penderita, umur dan

jenis kelamin atau karakteristik lain.

3) Petugas kesehatan mewawancarai kepala desa, kepala asrama dan

setiap orang yang mengetahui keadaan masyarakat tentang adanya peningkatan

penderita penyakityang diduga KLB.

14

Page 15: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

4) Membuka pos pelayanan di lokasi yang diduga terjadi KLB dan

menganalisis data penderita berobat untuk mengetahui kemungkinan adanya

peningkatan penyakit yang dicurigai.

5) Mengunjungi rumah-rumah penderita yang dicurigai atau kunjungan

dari rumah ke rumah terhadap semua penduduk tergantung pilihan tim

penyelidikan

Langkah investigasi KLB

a. Identifikasi outbreak

Outbreak adalah peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak

daripada ekspektasi normaldi di suatu area atau pada suatu kelompok tertentu,

selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang potensi outbreak

biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus

indeks), keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi,

informasi tentang potensi outbreak bisa juga berasal dari petugas kesehatan,

hasil analisis data surveilans, laporankematian, laporan hasil pemeriksaan

laboratorium, atau media lokal (surat kabar dan televisi).Hakikatnya outbreak

merupakan deviasi (penyimpangan) dari keadaan rata-rata insidensi yang

konstan dan melebihi ekspektasi normal Karena itu outbreak ditentukan dengan

cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan

variasinya di masa lalu (minggu, bulan, kuartal, tahun). Besar deviasi yang

masih berada dalam “ekspektasi normal” bersifat arbitrer, tergantung dari

tingkat keseriusan dampak yang diakibatkan bagi kesehatan masyarakat dimasa

yang lalu. Sebagai ancar-ancar kuantitatif, pembuat kebijakan dapat

menggunakan mean+3SD sebagai batas untuk menentukan keadaan outbreak.

Batas mean+/- 3SD lazim digunakan dalam biostatistik untuk menentukan

observasi ekstrim yang disebut outlier (Greenberg et al, 2005), jadi suatu

kondisi yang sesuai dengan definisi epidemi/ outbreak. Sumber data kasus 15

Page 16: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

untuk menenetukan terjadinya outbreak: (1) Catatan surveilans dinaskesehatan;

(2) Catatan morbiditas dan mortalitas di rumah sakit; (3) Catatan morbiditas

danmortalitas di puskesmas; (4) Catatan praktik dokter, bidan, perawat; (5)

Catatan morbiditas upaya kesehatan sekolah (UKS).

b. Investigasi kasus

Peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah

didiagnosisdengan benar (valid). Peneliti outbreak mendefinisikan kasus

dengan menggunakan seperangkatkriteria sebagai berikut: (1) Kriteria klinis

(gejala, tanda, onset); (2) Kriteria epidemiologis (karakteris-tik orang yang

terkena, tempat dan waktu terjadinya outbreak); (3) Kriteria laboratorium (hasi

lkultur dan waktu pemeriksaan) (Bustan, 2006). Definisi kasus harus valid

(benar), baku, dan sebaiknya seragam. Definisi kasus yang bakudan seragam

penting untuk memastikan bahwa setiap kasus didiagnosis dengan cara yang

sama,konsisten, tidak tergantung pada siapa yang mengidentifikasi kasus,

maupun di mana dan kapankasus tersebut terjadi. Definisi kasus yang baku

memungkinkan dilakukannya perbandingan jumlahkasus penyakit yang terjadi

di suatu waktu atau tempat dengan jumlah kasus yang terjadi di waktuatau

tempat lainnya. Sebagai contoh, dengan definsi kasus baku dapat dibandingkan

jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi pada Januari 2010

di Surakarta dengan jumlah kasuspada Februari 2010 di kota itu. Demikian pula

dapat dibandingkan jumlah kasus DBD yang terjadipada Januari 2010 di

Surakarta dengan jumlah kasus pada Januari 2010 di Jakarta. Dengan

definisikasus standar, maka jika ditemukan perbedaan jumlah kasus maka

merupakan perbedaan yang sesungguhnya, bukan karena perbedaan dalam

mendiagnosis (Greenberg et all, 2005). Penggunaan definisi kasus seperti yang

direkomendasikan Standar Surveilans WHO memungkinkan pertukaran

informasi tentang kejadian penyakit-penyakit secara internasional. Dengan

menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit 16

Page 17: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

akan dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat

ketidakpastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi: (1) kasus

suspek (suspected case, syndromic case), (2) kasus mungkin (probable case,

presumptive case), dan (3) kasus pasti (confirmed case, definite case)

c. Investigasi kausa

Intinya, tujuan wawancara dengan kasus dan nara sumber terkaitkasus adalah

untuk menemukan kausa outbreak. Dengan menggunakan kuesioner dan

formulir baku, peneliti mengunjungi pasien (kasus), dokter, laboratorium,

melakukan wawancara dan doku-mentasi untuk memperoleh informasi berikut:

(1) Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jikaada); (2) Demografis (umur,

seks, ras, pekerjaan); (3) Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa; (4) Faktor-

faktor risiko; (5) Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat

tanggal onset gejalauntuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan

kematian akibat penyakit); (6) Pelapor (berguna untuk mencari informasi

tambahan dan laporan balik hasil investigasi). Pemeriksaan klinisulang perlu

dilakukan terhadap kasus yang meragukan atau tidak didiagnosis dengan

benar(misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium). Informasi

tentang masing-masing kasus yang diwawancara/ ditemui dimasukkan dalam

“tabel outbreak” (line listing). Dalam tabel outbreak, variabel-variabel tentang

informasi kasusdiletakkan pada kolom, sedang urutan kasus diletakkan pada

baris. Ikhtisar informasi tentang kasusyang dicatat dalam tabel outbreak

berguna untuk merumuskan teori/ hipotesis tentang sumber,kausa, dan cara

penyebaran penyakit.

d. Melakukan pencegahan dan pengendalian

Bila investigasi kasus dan kausa telah memberikan fakta di pelupuk mata

tentang kausa, sumber, dancara transmisi, maka langkah pengendalian

hendaknya segera dilakukan, tidak perlu melakukan studi analitik yang lebih

formal. Prinsipnya, makin cepat respons pengendalian, makin besar peluang 17

Page 18: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

keberhasilan pengendalian. Makin lambat repons pengendalian, makin sulit

upaya pengendalian, makin kecil peluang keberhasilan pengendalian, makin

sedikit kasus baru yang bisa dicegah. Prinsip intervensi untuk menghentikan

outbreak sebagai berikut: (1) Mengeliminasi sumber patogen; (2) Memblokade

proses transmisi; (3) Mengeliminasi kerentanan (Greenberg et al., 2005).

Sedang eliminasi sumber patogen mencakup: (1) Eliminasi atau inaktivasi pato-

gen; (2) Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction); (3)

Pengurangan kontakantara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi

(karantina kontak, isolasi kasus, dan seba-gainya); (4) Perubahan perilaku

penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan, memasak daging dengan benar,

dan sebagainya); (5) Pengobatan kasus. Blokade proses transmisi mencakup:

(1) Penggunaan peralatan pelindung perseorangan (masker, kacamata, jas,

sarung tangan, respirator); (2) Disinfeksi/ sinar ultraviolet; (3) Pertukaranudara/

dilusi; (4) Penggunaan filter efektif untuk menyaring partikulat udara; (5)

Pengendalianvektor (penyemprotan insektisida nyamuk Anopheles, pengasapan

nyamuk Aedes aegypti, penggunaan kelambu berinsektisida, larvasida, dan

sebagainya). Eliminasi kerentanan penjamu (host susceptibility) mencakup: (1)

Vaksinasi; (2) Pengobatan(profilaksis, presumtif); (3) Isolasi orang-orang atau

komunitas tak terpapar (reverse isolation); (4) Penjagaan jarak sosial

(meliburkan sekolah, membatasi kumpulan massa).

e. Melakukan studi analitik (jika perlu)

Dalam investigasi outbreak, tidak jarang peneliti dihadapkan kepada teka-teki

menyangkut sejumlahkandidat agen penyebab. Fakta yang diperoleh dari

investigasi kasus dan investigasi kausa kadangbelum memadai untuk

mengungkapkan sumber dan kausa outbreak. Jika situasi itu yang terjadi,maka

peneliti perlu melakukan studi analitik yang lebih formal. Desain yang

digunakan lazimnyaadalah studi kasus kontrol atau studi kohor retrospektif.

Seperti desain studi epidemiologi analitiklainnya, studi analitik untuk 18

Page 19: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

investigasi outbreak mencakup: (1) pertanyaan penelitian; (2) signi-fikansi

penelitian; (3) desain studi; (4) subjek; (5) variabel-variabel; (6) pendekatan

analisis data; (7)interpretasi dan kesimpulan.Contoh, 75 orang menghadiri

sebuah acara kenduri di sebuah desa. Terdapat 5 jenismakanan dihidangkan.

Esok harinya mulai berjatuhan sejumlah kasus penyakit, sehingga disimpul-kan

terjadi outbreak karena makanan terkontaminasi (foodborne disease). Makanan

mana dari ke 4 jenis tersebut yang mengandung agen kausal dan merupakan

penyebab outbreak? Karena sebagian besar kasus telah terjadi, maka peneliti

melakukan studi kohor retrospektif untuk menjawab perta-nyaan tersebut. Data

yang dikumpulkan disajikan dalam

f. Mengkomunikasikan temuan

Temuan dan kesimpulan investigasi outbreak dikomunikasikan kepada

berbagai pihak pemangkukepentingan kesehatan masyarakat. Dengan tingkat

rincian yang bervariasi, pihak-pihak yang perludiberitahu tentang hasil

penyelidikan outbreak mencakup pejabat kesehatan masyarakat setempat,

pejabat pembuat kebijakan dan pengambil keputusan kesehatan, petugas

fasilitas pelayanan kesehatan, pemberi informasi peningkatan kasus, keluarga

kasus, tokoh masyarakat, dan media. Penyajian hasil investigasi dilakukan

secara lisan maupun tertulis (laporan awal dan laporan akhir). Pejabat dinas

kesehatan yang berwewenang hendaknya hadir pada penyajian hasil

investigasioutbreak. Temuan-temuan disampaikan dengan bahasa yang jelas,

objektif dan ilmiah, dengan kesimpulan dan rekomendasi yang dapat

dipertanggungjawabkan. Peneliti outbreak memberikan laporan tertulis dengan

format yang lazim, terdiri dari: (1) introduksi, (2) latar belakang, (3) metode,

(4) hasil-hasil, (5) pembahasan, (6) kesimpulan, dan (7)rekomendasi. Laporan

tersebut mencakup langkah pencegahan dan pengendalian, catatan

kinerjasistem kesehatan, dokumen untuk tujuan hukum, dokumen berisi

rujukan yang berguna jika terjadisituasi serupa di masa mendatang19

Page 20: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

g. Mengevaluasi dan meneruskan surveilans

Pada tahap akhir investigasi outbreak, Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten dan

peneliti outbreak perlumelakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi

berbagai kelemahan program maupun defisiensi infrastruktur dalam sistem

kesehatan. Evaluasi tersebut memungkinkan dilakukannya perubahan-

perubahan yang lebih mendasar untuk memperkuat upaya program, sistem

kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri. Investigasi outbreak memungkinkan

identifikasi populasi-populasi yang terabaikan atau terpinggirkan, kegagalan

strategi intervensi, mutasi agen infeksi, ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi

di luar kelaziman dalam program kesehatan. Evaluasi kritis terhadap kejadian

outbreak memberi kesempatan kepada penyelidik untuk mempelajari

kekurangan-kekurangan dalam investigasi outbreak yang telah dilakukan, dan

kelemahan-kelemahan dalam sistemkesehatan, untuk diperbaiki secara

sistematis di masa mendatang, sehingga dapat mencegah terulangnya outbreak.

Kriteria KLB Malaria :

1. Terdapat kasus positif malaria dua kali lebih banyak atau lebih daripada

kasus di tahun sebelumnya dan terjadi peningkatan.

2. Hasil Mass Fever Survey (MFS) menyatakan terdapat penderita positif

Plasmodium Falciparum dominan

3. Ada kasus bayi positif malaria

4. Ada kematian karena/diduga malaria

5. Terjadi keresahan masyarakat karena malaria (Bustan, 2006).

20

Page 21: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

b. Mengidentifikasi wilayah endemik malaria di Indonesia dan

pengendaliannya

Daerah endemis malaria di Indonesia :

a. Daerah endemis tinggi ( API 5 per 1000 penduduk)

Provinsi : Sumatera Utara khusus Kabupaten Nias dan Nias Selatan),

Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Papua dan NTT.

b. Daerah endemis sedang (API = 1-5 per 1000 penduduk)

21

Page 22: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

Provinsi : Aceh (kabupaten Simeuleu, Bangka Belitung, Kepulauan

Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,

NTB, Jawa Tengah (Kab/Kota Wonosobo, Banjarnegara, Banyumas,

Pekalongan dan Sragen), Jawa Barat.

c. Daerahendemis rendah (API >0 s/d 1 per 1000 penduduk)

Sebagian Pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.

d. Daerah non endemis malaria ( API = 0)

Provinsi DKI Jakarta, Bali, Kepri (Kemenkes RI, 2010).

Pengendalian malaria menurut Depkes RI (2010), pengendalian vektor

terpadu dilakukan secara bersama dari beberapa metode, meliputi

pengendalian fisik, biologi, kimia dan pemberdayaan masyarakat.

a) Pengendalian fisik

Pengendalian fisik dapat berupa penimbunan kolam, pengangkatan

tumbuhan air, pengeringan sawah secara berkala setidaknya setiap dua

minggu sekali dan pemasangan kawat kasa jendela.

b) Pengendalian biologi

Pengendalian biologi dapat berupa penebaran ikan dan Bacillus

thuringiensis serta predator larva lainnya.

c) Pengendalian kimia

Pengendalian kimia dapat menggunakan kelambu berinsektisida,

indoor residual spray, repellent, insektisida rumah tangga dan penaburan

larvasida.

d) Pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya menumbuhkan

kesadaran, kemauan, kemampuan masyarakat dalam upaya Eliminasi

malaria. Setelah masyarakat memperoleh pengetahuan yang cukup tentang

penyakit malaria dan pencegahannya, maka diharapkan muncul kegiatan

mobilisasi masyarakat untuk melakukan penemuan dini kasus Malaria di 22

Page 23: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

masyarakat melalui kegiatan Pos Malaria Desa (POSMALDES) dan

pemberantasan vektor malaria (Depkes RI, 2010).

c. Menjelaskan surveilans dan alur pelaporan kasus surveilans

Dikenal beberapa jenis surveilans: (1) Surveilans individu; (2) Surveilans

penyakit; (3) Surveilans sindromik; (4) Surveilans Berbasis

Laboratorium; (5) Surveilans terpadu; (6) Surveilans kesehatan

masyarakat global.

1. Surveilans Individu

Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan

memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit

serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis.

Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional

segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat

dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi institusional

yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang sehat

tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode

menular. Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama

masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last, 2001).

2. Surveilans Penyakit

Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan

terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit,

melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-

laporan penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus

perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu.

Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung

melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program surveilans 23

Page 24: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari sistem surveilans

vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak terpelihara

dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan biaya.

Banyak program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel

antara satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi

penunjang masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumberdaya

masing-masing, dan memberikan informasi duplikatif, sehingga

mengakibatkan inefisiensi (Murti, 2008).

3. Surveilans Sindromik

Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan

pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala)

penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik

mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun

populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans

sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola

perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat

ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium

tentang suatu penyakit.

Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit

tertentu dari fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas,

pada lokasi tertentu, disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui

sistem surveilans sentinel merupakan cara yang baik untuk memonitor

masalah kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas

(DCP2, 2008; Erme dan Quade, 2010).

4. Surveilans Berbasis Laboratorium

Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan

menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang 24

Page 25: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah

laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu

memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera dan

lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari

klinik-klinik (DCP2, 2008).

5. Surveilans Terpadu

Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan

semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/

kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersa-ma. Surveilans

terpadu menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama,

melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan

pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap

memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus penyakit-penyakit

tertentu (WHO, 2001, 2002; Sloan et al., 2006).

Karakteristik pendekatan surveilans terpadu: (1) Memandang

surveilans sebagai pelayanan bersama (common services); (2)

Menggunakan pendekatan solusi majemuk; (3) Menggunakan pendekatan

fungsional, bukan struktural; (4) Melakukan sinergi antara fungsi inti

surveilans (yakni, pengumpulan, pelaporan, analisis data, tanggapan) dan

fungsi pendukung surveilans (yakni, pelatih-an dan supervisi, penguatan

laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya); (5) Mendekatkan

fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun menggunakan

pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang penyakit yang

berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda (WHO, 2002).

6. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global

Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi

manusia dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit 25

Page 26: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi

negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan

bergayut. Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut

dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh dunia, yang

manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi

internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang

melintasi batas-batas negara.

Ancaman aneka penyakit menular merebak pada skala global, baik

penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-emerging diseases),

maupun penyakit-penyakit yang baru muncul (new-emerging diseases),

seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS. Agenda surveilans global yang

kompre-hensif melibatkan aktor-aktor baru, termasuk pemangku

kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi (DCP2, 2008).

7. Surveilans Migrasi

Surveilans Migrasi adalah kegiatan pengambilandarah orang-orang

yangyang baru datang dari daerahendemis malaria dalam rangka

mencegahmasuknya kasus impor. Kasus impor adalah kasus malaria yang

berasal dari luar daerah. Tatalaksana pengawasan masuknya malariadari

luar daerah/surveilans migrasi dilakukandengan memeriksa sediaan darah

dari seluruhpendatang dari luar daerah atau penduduk

setempat yang datang setelah berkunjung kedaerah malaria, baik yang

menunjukkan gejalamalaria atau tidak (Perbup Kulon Progo, 2013).

Sedangkan berdasarkan cara pendekatan surveilans dibagi menjadi

surveilans pasif dan surveilans aktif. Surveilans pasif memantau penyakit

secara pasif, dengan menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan

(reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan.

26

Page 27: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan.

Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit

infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat

dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan

surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan

penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak

semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kese-hatan formal. Selain itu,

tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena

waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan

pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk

mengatasi problem tersebut, instrumen pelaporan perlu dibuat sederhana

dan ringkas.

Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk

kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter

dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan

tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut

penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks.

Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab

dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan

tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi

outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit

untuk dilakukan daripada surveilans pasif.

Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut

community surveilance. Dalam community surveilance, informasi

dikumpulkan langsung dari komunitas oleh kader kesehatan, sehingga

memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan. Definisi

kasus yang sensitif dapat membantu para kader kesehatan mengenali dan

merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat 27

Page 28: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan

definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi laboratorium.

Community surveillance mengurangi kemungkinan negatif palsu (JHU,

2006).

Berikut alur pelaporan kasus surveillance dalam skema di bawah ini

Bagan 1 Sistem surveillance. Sumber: http://fk.uns.ac.id/static/materi/Surveilans_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf. Diakses tanggal 4 September 2014.

d. Menjelaskan perhitungan dan tingkatan API

API (Annual Parasite Incidence) merupakan jumlah kasus malaria tiap

1.000 populasi per tahun. API menggambarkan ukuran yang paling dapat

dipakai untuk mengukur risiko infeksi. Banyak kebijakan yang didasarkan

pada API dalam menghitung risiko infeksi yang ada. Dalam statistik sering

digunakan untuk membandingkan risiko infeksi antara komunitas populasi

tertentu, daerah, provinsi, dan negara.

Cara pengukuran API sebagai berikut:

28

Page 29: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

API = Kasus infeksi yang dilaporkan x 1.000

Jumlah penduduk

Dengan hasil pengolahan data, maka selanjutnya dibuat data stratifikasi

dengan wilayah puskesmas dengan batas desa. Kemudian dibagi daerah itu

berdasarkan reseptivitas, infrastruktur data entomologi, pemberantasan

vektor, dan API per desa. API dikelompokkan sebagai berikut :

- HCI (High Case Incidence) API > 5 %o

- MCI (Moderate Case Incidence) API 1 - < 5 %o

- LCI (Low Case Incidence) API < 1 %o (Doolan, 2002).

e. Menjelaskan pemberdayaan masyarakat dalam pos malaria

Bentuk pemberdayaan masyarakat dalam rangka mewujudkan surveilans

berbasis masyarakat tentang kondisi kesehatan/penyakit serta faktor risiko

penyakit malaria yg ada di masyarakat & lingkungannya.

Kegiatannya meliputi:

1. Pengamatan/pemantauan

2. Pelaporan

3. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan terkait

prinsipnya yaitu:

• Pemberdaayaan: pemberdayaan masyarakat setempat dalam upaya

mencegah muncul dan berkembangnya penyakit malaria melalui

pengamatan & pemantauan secara terus menerus.

29

Page 30: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

• Kemandirian: masyarakat mengupayakan pencegahan &

penanggulangan penyakit malaria sec. mandiri sesuai kemampuan yg

dimiliki, di bantu petugas kesehatan/ terkait.

Tujuan umum:

• terselenggaranya surveilans penyakit malaria berbasis masyarakat

• dgn upaya kewaspadaan & kesiapsiagaan thd kemungkinan terjadinya

penyakit yg akan mengancam & merugikan masyarakat itu sendiri.

Tujuan khusus:

Masyarakat mengetahui:

tanda2 penyakit malaria sec.dini dan melaporkannya ke petugas

kesehatan/petugas terkait.

faktor risiko muncul/ berkembangnya penyakit malaria.

upaya penanggulangan secara sederhana (Riyadi, 2011)

f. Menjelaskan kriteria penyakit yang perlu di-screening

Menurut Komisi Penyakit Kronis AS (1951) dalam kamus

Epidemiologi (A Dictionary of Epidemiology), skrining didefinisikan

sebagai "identifikasi dugaan penyakit atau kecacatan yang belum

dikenali dengan menerapkan pengujian, pemeriksaan atau prosedur lain

yang dapat diterapkan dengan cepat. Tes skrining memilah orang-

orang yang terlihat sehat untuk dikelompokkan menjadi kelompok

orang yang mungkin memiliki penyakit dan kelompok orang yang

30

Page 31: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

mungkin tidak. Sebuah tes skrining ini tidak dimaksudkan untuk menjadi

diagnostik. Orang dengan temuan positif atau mencurigakan harus

dirujuk ke dokter untuk diagnosis dan pengobatan yang diperlukan.

Skrining juga merupakan pemeriksaan untuk membantu mendiagnosa

penyakit (atau kondisi prekursor penyakit) dalam fase awal riwayat alamiah

atau di ujung kondisi yang belum parah dari spektrum dibanding yang

dicapai dalam praktek klinis rutin. Sedangkan menurut Bonita et.al

(2006) skrining adalah proses menggunakan tes dalam skala besar

untuk mengidentifikasi adanya penyakit pada orang sehat. Tes skrining

biasanya tidak menegakkan diagnosis, melainkan ada atau tidak adanya

faktor risiko yang diidentifikasi, sehingga individu membutuhkan tindak

lanjut dan pengobatan. Sebagai penerima skrining biasanya orang-

orang yang tidak memiliki penyakit adalah penting bahwa tes skrining itu

sendiri sangat mungkin untuk menyebabkan kerusakan.

Prinsip Dalam Skrining

Untuk menghasikan program skrining yang bermanfaat bagi masyarakat

luas, harus ada kriteria tertentu dalam memilih penyakit apa yang akan

diskrining. Berikut beberapa katrakteristik penyakit yang harus

dipertimbangkan dalam memutuskan kebijkan skrining:

1. Jenis penyakit harus termasuk jenis penyakit yang parah, yang relatif

umum dan dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat oleh

masyarakat

2. Harus mengerti riwayat alamiah penyakit dengan baik dan percaya

bahwa dengan melakukan skrining maka akan menghasilkan outcome

yang jauh lebih baik.

31

Page 32: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

Misalnya pada Kanker Prostat, secara biologis penderita kanker tidak

bisa dibedakan, namun kemungkinan banyak pria yang kanker bisa

terdeteksi oleh pemeriksaan ini (PSA Test). Meskipun dmeikian,

skrining kanker prostat juga berbahaya sehingga umumnya skrining ini

tidak dianjurkan, meskipun dapat digunakan. Penelitian sedang

dilakukan di sejumlah negara dalam upaya untuk menjelaskan dilema

ini dan memungkinkan lebih banyak informasi

3. Pada umumnya memiliki prevalensi yang tinggi pada tahap pra-

klinis. Hal ini berkaitan dengan biaya relatif dari program skrining

dalam kaitannya dengan jumlah kasus yang terdeteksi dan nilai

prediksi positif. Pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk kegiatan

skrining harus dipertanggungjawabkan dengan menghilangkan atau

mengurangi konsekuensi kesehatan yang merugikan. Namun kriteria ini

menjadi kurang penting karena keparahan dari suatu penyakit.

Contohnya skrining Fenilketouria atau Phenylketouria (PKU) pada

bayi baru lahir. Fenilketouria adalah gangguan desakan autosomal

genetik yang dikenali dengan kurangnya enzim fenilalanin hidroksilase

(PAH). Enzim ini sangat penting dalam mengubah asam amino

fenilalanina menjadi asam amino tirosina. Jika penderita mengkonsumsi

sumber protein yang mengandung asam amino ini, produk akhirnya akan

terakumulasi di otak, yang mengakibatkan retardasi mental. Meskipun

hanya satu dari 15.000 bayi yang terlahir dengan kondisi ini, karena

faktor kemudahan, murah dan akurat maka skrining ini sangat bermanfaat

untuk dilakukan kepada setiap bayi yang baru lahir.

4. Skrining akan sangat bermanfaat jika dilakukan pada saat yang

tepat. Periode antara kemungkinan diagnosis awal dapat dilakukan dan

periode kemunculan gejala merupakan waktu yang sangat tepat (lead 32

Page 33: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

time). Namun jika penyakit berkembang dengan cepat dari tahap pra-

klinis ke tahap klinis maka intervensi awal kurang begitu manfaat, dan

akan jauh lebih sulit untuk membuat penyakit tersebut jauh lebih jinak.

Selanjutnya, Syarat untuk program skrining adalah harus melakukan tes

yang akan memungkinkan kita untuk mendeteksi penyakit sebelum

waktu biasa dari diagnosis. setiap tes seperti yang gunakan harus

memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Skrining harus akurat dan reliable. Tingkat akurasi menggambarkan

sejauh mana hasil tes sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dari

fenomena yang diukur. Sedangkan reliabilitas biasanya berhubungan

salah satu dengan standardisasi atau kalibrasi peralatan pengujian atau

keterampilan dan keahlian dari orang-orang menafsirkan tes.

2. Skrining harus aman dan dapat diterima oleh masyarakat luas.

Karena kita menyarankan orang yang tampaknya cocok untuk menjalani

pemeriksaan, tidak harus menawarkan mereka sebuah tes yang

mungkin mempengaruhi kesehatan mereka.

3. Proses skrining harus mudah dan murah. Jika kita akan melakukan

skrining dalam jumlah proporsi yang besar maka skrining harus murah

dan mudah untuk diselenggarakan.

g. Menjelaskan perjalanan penyakit menular (trias epidemiologi) dan

multi causa faktor yang mempengaruhi

Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya intereaksi antara “agen”

atau faktor penyebab penyakit, manusia sebagai “pejamu” atau host, dan

faktor lingkungan yang mendukung. Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai

trias penyebab penyakit.

33

Page 34: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

I. Host

a. Manusia (Host Intermediate)

Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria, tetapi kekebalan yang

ada pada manusia merupakan perlindungan terhadap infeksi plasmodium

malaria. Kekebalan adalah kemampuan tubuh manusia untuk

menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi

perkembangannya. Keadaan manusia dapat menjadi pengandung

gametosit yang dapat meneruskan daur hidup nyamuk. Manusia ada yang

rentan yaitu yang dapat ditular malaria, tapi ada juga yang kebal dan tidak

mudah ditular malaria. Faktor manusia yang dapat mempengaruhi

terjadinya penyakit malaria yaitu :

a. Umur

Anak-anak lebih rentan terhadap penyakit malaria dibandingkan orang

dewasa. Anak-anak usia kurang dari 5 tahun adalah kelompok terbanyak

yang berisiko terhadap malaria. Pertahanan tubuh terhadap malaria yang

diturunkan penting untuk melindungi anak kecil atau bayi karena sifat

khusus eritrosit yang relative resisten terhadap masuk dan berkembang

biaknya parasit malaria.

b. Jenis Kelamin

Infeksi parasit plasmodium dapat menyerang semua masyarakat dari

segala golongan termasuk golongan yang paling rentan seperti wanita

hamil. Hasilpenelitian Gomes (2001) menyatakan bahwa ibu hamil yang

anemia kemungkinan8,56 kali menderita malaria falsiparum dibandingkan

dengan ibu hamil yang tidak anemia.

c. Pekerjaan

Pekerjaan yang tidak menetap atau mobilitas yang tinggi berisiko lebih

besar terhadap penyakit malaria, seperti tugas-tugas dinas di daerah

endemis untuk jangka waktu yang lama sampai bertahun-tahun misalnya 34

Page 35: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

petugas medis, petugas militer, misionaris, pekerja tambang, dan lain-lain.

Pekerjaan sebagai buruh perkebunan yang datang dari daerah yang non

endemis ke daerah yang endemiss belum mempunyai kekebalan terhadap

penyakit di daerah yang baru tersebut

sehingga berisiko besar untuk menderita malaria. Begitu pula pekerja-

pekerja yang didatangkan dari daerah lain akan berisiko menderita

malaria. Menurut penelitian Dasri (2005) dengan desain penelitian case

control penderita malaria kemungkinan 4 kali bekerja di luar rumah

malam hari dibandingkan dengan tidak penderita malaria.

d. Ras

Berbagai bangsa atau ras mempunyai kerentanan yang berbeda-beda

(faktor rasial) terhadap penyakit malaria. Individu yang tidak mempunyai

determinangolongan darah Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika)

mempunyai resistensi alamiah terhadap Plasmodium vivax.

e. Riwayat malaria

Kekebalan residual adalah kekebalan terhadap reinfeksi yang timbul

akibat infeksi terdahulu dengan strain homolog spesies parasit malaria.

Kekebalan ini menetap hanya untuk beberapa waktu.

f. Cara Hidup

Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria, seperti tidur

tidak memakai kelambu, tidak menggunakan repelen nyamuk pada saat

melakukanaktivitas di luar rumah dan pada saat sore hari, dan penggunaan

insektisida yang tidak teratur di dalam rumah.

Menurut penelitian Dasri (2005) dengan desain penelitian case control

menyatakan bahwa penderita malaria kemungkinan 3,2 kali tidak

memakai repelen dibandingkan dengan tidak penderita malaria.

g. Imunitas

35

Page 36: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria memiliki kekebalan

alami terhadap penyakit malaria. Di daerah endemi dengan transmisi

malaria yang tinggi hampir sepanjang tahun, penduduknya sangat kebal

dan sebagian besardalam darahnya terdapat parasit malaria dalam jumlah

kecil. Selain itu, di daerah endemis malaria terdapat kekebalan kongenital

(atau neonatal) pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan kekebalan

tinggi.

h. Status gizi

Seorang penderita malaria yang mengalami gizi buruk akan

mempengaruhi kerja farmakokinetik obat anti malaria seperti diare dan

muntah menurunkan absorpsi obat. Selain itu, disfungsi hati menyebabkan

metabolism obat menurun. Anak yang bergizi baik dapat mengatasi

malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi buruk.

i. Sosial Budaya

Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, dimana

vektornya lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah

gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan

pengguna zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai dengan

perbedaan status sosial masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan

malaria.

b. Nyamuk Anopheles sp. (Host Defenitive)

Nyamuk Anopheles sp. sebagai penular penyakit malaria yang menghisap

darah hanya nyamuk betina yang diperlukan untuk pertumbuhan dan

mematangkan telurnya. Jenis nyamuk Anopheles sp. di Indonesia lebih

dari 90 macam. Dari jenis yang ada hanya beberapa jenis yang mempunyai

potensi untuk menularkan malaria (vektor). Menurut data di Subdit SPP,

penular penyakit malaria di Indonesia berjumlah 18 species. Di Indonesia

dijumpai beberapa jenis Anopheles36

Page 37: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

sp. sebagai vektor Malaria, antara lain : An, sundaicus sp, An. Maculates

sp, An. Balabacensis sp, An, Barbnirostrip sp (Depkes RI, 2005). Di setiap

daerahdimana terjdi transmisi malaria biasanya hanya ada 1 atau paling

banyak 3 spesiesAnopheles sp. yang menjadi vektor penting. Vektor-

vektor tersebut memilikihabitat mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah,

pantai dan lain-lain (Achmadi,2008).

II. Agent

Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia, family plasmodiidae

dan ordo Coccidiidae. Jenis parasit (plasmodium) sampai saat ini dikenal

empat macam (species) parasit malaria yaitu:

a. Plasmodium vivax

Plasmodium vivax akan memberikan intensitas serangan dalam bentuk

demam setiap 3 hari sekali sehingga sering dikenal dengan istilah malaria

tertian (malariabenigna). Jenis malaria ini tersebar di seluruh kepulauan di

Indonesia dan pada umumnya di daerah endemis mempunyai frekuensi

tertinggi diantara spesies yang lain.

Eritrosit yang dihinggapi parasit P. vivax mengalami perubahan yaitu

menjadi besar, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus berwarna merah

yang bentuk dan besarnya sama (titik Schuffner). Masa tunas intrinsik

berlangsung 12-17 hari.

b. Plasmodium malariae

Plasmodium malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria

kuartana

karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Penyakit malaria

kurtana meluas meliputi daerah tropik maupun daerah subtropik.

Frekuensi penyakit ini di beberapa daerah cenderung menurun. Eritrosit

yang dihinggapi Plasmodium malariae tidak membesar atau ukuran dan

37

Page 38: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

bentuk eritrosit normal. Masa tunas intrinsik berlangsung 18 hari dan

kadang-kadang sampai 30-40 hari.

c. Plasmodium ovale

Plasmodium ovale mempunyai waktu demam yang lebih pendek dan

biasanya bisa sembuh spontan. Masa tunas intrinsik sama seperti

Plasmodium vivax, yaitu 12-17 hari. Plasmodium ovale dapat ditemukan

di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan beberapa

lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah

selatan Biak Irian Jaya dan di Pulau Timor. Perubahan eritrosit yang

terjadi yaitu eritrosit tampak oval dengan tepi bergerigi. Titik Schuffner

menjadi lebih banyak.

d. Plasmodium falciparum

Parasit ini ditemukan di daerah tropik terutama di Afrika dan Asia

Tenggara sehingga disebut dengan penyebab malaria tropika (malaria

maligna). DiIndonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan. Spesies ini

merupakan palingberbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat

menjadi berat. Pada malaria falciparum, eritrosit yang terinfeksi tidak

membesar selama stadium perkembangan parasit. Namun, terjadi

perubahan yang menyerupai bentuk pisang.

III. Lingkungan (Environment)

Menurut Mukono (2000) yang dikutip oleh Ririh (2011) menyebutkan

bahwa bahwa lingkungan adalah sebagai faktor ekstrinsik yang terdiri dari

lingkungan fisik, biologis dan sosial yang dapat menyebakan penyakit

termasuk penyakit malaria.

1. Lingkungan Fisik

a. Suhu

Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sporogami atau

masa inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat 38

Page 39: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

masuknyagametosit ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium

sporogami dalam nyamuk yaitu terbentuknya sporozoit yang kemudian

masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi suhu maka makin pendek masa

inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap species pada suhu

26,7oC. Masa inkubasi Ekstrinsik

untuk setiap species sebagai berikut:

1. Parasit falciparum : 10 – 12 hari

2. Parasit vivax : 8 – 11 hari

3. Parasit malariae: 14 hari

4. Parasit ovale : 15 hari

Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoit darah

sampai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah

dalam tubuh penderita. Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap species :

1. Plasmodium falciparum : 10 – 14 hari (12)

2. Plasmodium vivax : 12 – 17 hari (13)

3. Plasmodium malariae : 18 – 40 hari (28)

4. Plasmodium ovale : 16 – 18 hari (7)

b. Curah Hujan

Selama musim kemarau, jumlah kasus malaria umumnya menurun,

sedangkan setelah hujan beberapa minggu jumlah kasus malaria mulai

menanjak sampaimencapai puncaknya. Air hujan yang menyebabkan

genangan-genangan air merupakan tempat perindukan nyamuk sehingga

dengan bertambahnya tempatperindukan populasi nyamuk juga akan

bertambah penularannya.

c. Kelembaban

Perkembangan Plasmodium dan penularan infeksi terjadi ketika

kelembaban paling rendah 60%. Kelembaban yang relatif tinggi akan

39

Page 40: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

memperpanjang hidup nyamuk dan juga akan memperpanjang penularan

infeksi ke orang lain.

d. Angin

Kecepatan angin akan mempengaruhi jarak terbang nyamuk. Nyamuk

Anopheles biasanya tidak ditemukan dalam jumlah besar lebih dari 2-3 km

dari tempat perindukannya. Normalnya, nyamuk betina menyebar lebih

jauh dari nyamuk jantan dan pengaruh angin bisa membawa nyamuk

sejauh 30 km dari tempat perindukan

e. Sinar Matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-

beda. An. sundaicus lebih suka tempat teduh, sebaliknya An. hyrcanus

lebih menyukaitempat terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik di tempat

yang teduh maupun ditempat yang terang.

f. Arus Air

An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau

mengalir sedikit. An. minimus menyukai tempat perindukan yang aliran

airnya cukup deras dan An. sundaicus di tempat yang airnya tergenang.

2. Lingkungan Biologi

Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan

berbagai jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva

nyamuk, karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau

menghalangi dariserangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air

merupakan indikator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu.

Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga

menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak

ditemui lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut sutera

(Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus.

Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah 40

Page 41: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

(Plocheilus panchax Panchax sp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila

merah),Oreochromis mossambica (mujair), akan mempengaruhi populasi

nyamuk disuatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi dan

kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila

kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah, tetapi tidak jauh dari

rumah atau cattle barrier.

3. Lingkungan Sosial Budaya

Faktor ini terkadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor

lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut

malam, dimana vektornya lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan

memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa

pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk/repellen yang

intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat

akan mempengaruhi angka kesakitan malaria.

Penelitian oleh Zaluchu (2007) di Kecamatan Gunungsitoli, Kabupaten

Nias, menemukan ternyata malaria yang telah sekian lama menjadi suatu

penyakit masyarakat dianggap tidak lagi menjadi penyakit yang berbahaya

atau penyakit biasa dan bahkan menyatakan malaria bukan penyakit

menular yang harus dikhawatirkan (Chahaya, 2014).

41

Page 42: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

BAB IIIPENUTUP

A. Simpulan

1. Prevalensi Malaria di Indonesia masih tinggi dan Indonesia bagian timur (

Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi dan Nusa tenggara)

termasuk daerah Endemis Malaria.

2. Berbagai Upaya telah dilakukan guna mencegah timbulnya peningkatan

kejadian malaria mulai dari pembagian kelambu berinsteksida kepada

masyarakat, deteksi dini sampai pembentukan pemberdayaan masyarakat

berupa posmalindes.

3. Guna mengendalikan dan menanggulangi Kejadian Luar Biasa (KLB)

diperlukan Surveilans dan Penyelidikan Epidemiologi.

B. Saran

1. Diharapkan mahasiswa lebih aktif dalam kegiatan tutorial sehingga semua

tujuan pembelajaran bisa terccapai.

2. Diharapkan Program Pemberantasan Penyakit Malaria di daerah endemis

(Indonesia bagian timur) bekerja sama dengan linta sektoral terkait

mengingat kendala pengendalian malaria di daerah endemis berupa faktor

geografis yang sulit dijangkau dan penyebaran penduduk yang tidak

merata.

3. Diharapkan mahasiwa lebih memahami langkah-langkah seven jump agar

tutorial belajar lebih efektif dan efisien.

42

Page 43: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

DAFTAR PUSTAKA

Azwar , Azrul (1988). Pengantar Epidemiologi. Jakarta : P.T. Binarupa Aksara..

Bhopal, R.S. Concepts of Epidemiology: An integrated introduction to the ideas, theories, principles and methods of epidemiology. 2002: Oxford University Press.

Bonita R, Beaglehole R, Kjellsrom T (2006). Basic Epidemiology (2nd ed). Geneva:

WHO.

Bustan, M.N (2006). Pengantar Epidemiologi, Edisi Revisi. Rineka Cipta: Jakarta.

Chahaya, Indra (2014) Epidemiologi Malaria di Indonesia. Medan: Universitas

Sumatera Utara.

DCP2 (2008). Public health surveillance. The best weapon to avert epidemics. Disease Control Priority Project. www.dcp2.org/file/153/dcpp-surveillance.pdf

Depkes RI (2010). Rencana Operasional Promosi Kesehatan untuk Eliminasi

Malaria. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan RI.

Doolan, D L (2002). Malaria methods and protocols. New Jersey: Humana Press Inc.

Erme MA, Quade TC (2010). Epidemiologic surveillance. Enote. www.enotes.com/public-health.../ epidemiologic-surveillance.Diakses 21 Agustus 2010.

43

Page 44: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

Giesecke, J (2002). Modern Infection Disease Epidemiology. Oxford University Press Inc.: USA.

Greenberg RS, Daniel SR, Flanders WD, Eley JW, Boring JR (2005). Medical

Epidemiology. New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill.

JHU (=Johns Hopkins University) (2006). Disaster epidemiology. Baltimore, MD: The Johns Hopkins and IFRC Public Health Guide for Emergencies.

Last, JM (2001). A dictionary of epidemiology. New York: Oxford University Press, Inc.

Marchand, R., Tousignant, and H. Chang, Cost-effectiveness of screening compared to case-finding approaches to tuberculosis in long-term care facilities for the elderly. International Journal of Epidemiology, 1999. 28: p. 563-570.

Murti, B., Validitas dan Realibilitas Pengukuran. 2011, Universitas Negeri Solo: Semarang.

_____ (2008). Surveilans. http://fk.uns.ac.id/static/materi/Surveilans_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf. Diakses tanggal 4 September 2014

Perbup Kulon Progo (2013). Peraturan Bupati Kulon Progo No. 67 Tahun 2013 tentang Eliminasi Malaria di Daerah.

Ryadi, S. and Wijayanti (2011). Dasar- Dasar Epidemiologi. Jakarta: Salemba Medika.

Sedyaningsih, Endang R dan Vivi Setiawaty (2009). Awal Pandemi Influenza

A(H1N1), Jurnal Penyakit Menular .http://www.litbang.depkes.go.id/. diunduh

pada tanggal 18 Maret 2014.

Sloan PD, MacFarqubar JK, Sickbert-Bennett E, Mitchell CM, Akers R, Weber DJ, Howard K (2006). Syndromic surveillance for emerging infections in office practice using billing data. Ann Fam Med 2006;4:351-358.

44

Page 45: 243547889 laporan-kedokteran-komunitas-skenario-1-docx

Unit Pengkajian Teknologi Kesehatan, Skrining Kanker Leher Rahim dengan Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA). 2008, Departemen Kesehatan: Jakarta.

Webb, P., C. Bain, and S. Pirozzo, Essential Epidemiology, An Introduction for Students and Health Professionals. 2005, New York: Cambridge University Press.

WHO (2001). An integrated approach to communicable disease surveillance. Weekly epidemiological record, 75: 1-8. http://www.who.int/wer. Diakses tanggal 4 September 2014.

_____ (2002). Surveillance: slides. http://www.who.int. Diakses tanggal 4 September 2014.

45