22
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pengendalian Internal Pada dasarnya sistem pengendalian internal merupakan kebijakan- kebijakan dan prosedur yang diciptakan untuk memberikan keyakinan bahwa tujuan suatu perusahaan atau organisasi akan tercapai. Selain itu, dengan adanya sistem pengendalian internal dapat dipastikan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan atau organisasi terjamin kehandalannya. Pengendalian internal tidak hanya dibutuhkan oleh organisasi yang tujuan utamanya mencari laba, tetapi juga oleh organisasi pemerintah yang tujuannya mensejahterakan masyarakat. Seperti yang tertulis di Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008, “Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah”. Pengendalian memberikan pihak manajemen informasi tentang resiko, salah penafsiran materi laporan keuangan dan fraud (kecurangan yang disengaja). 2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal Terdapat beberapa pendapat dari beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian sistem pengendalian internal, tetapi pada prinsipnya pengertian-pengertian tersebut memiliki kesamaan satu sama lain. Model COSO (The Commite of Sponsoring Organisation) yang diuraikan oleh Gondodiyoto dalam bukunya yang berjudul Audit Sistem Informasi

2.1 Sistem Pengendalian Internaldigilib.polban.ac.id/files/disk1/92/jbptppolban-gdl-widinugrah...Pengendalian memberikan pihak manajemen informasi tentang resiko, ... Internal Control

  • Upload
    vohanh

  • View
    212

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pengendalian Internal

Pada dasarnya sistem pengendalian internal merupakan kebijakan-

kebijakan dan prosedur yang diciptakan untuk memberikan keyakinan bahwa

tujuan suatu perusahaan atau organisasi akan tercapai. Selain itu, dengan adanya

sistem pengendalian internal dapat dipastikan bahwa laporan keuangan yang

dihasilkan oleh perusahaan atau organisasi terjamin kehandalannya.

Pengendalian internal tidak hanya dibutuhkan oleh organisasi yang tujuan

utamanya mencari laba, tetapi juga oleh organisasi pemerintah yang tujuannya

mensejahterakan masyarakat. Seperti yang tertulis di Peraturan Pemerintah No. 60

Tahun 2008, “Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat

SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara

menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah”.

Pengendalian memberikan pihak manajemen informasi tentang resiko, salah

penafsiran materi laporan keuangan dan fraud (kecurangan yang disengaja).

2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal

Terdapat beberapa pendapat dari beberapa ahli yang mengemukakan

pendapatnya mengenai pengertian sistem pengendalian internal, tetapi pada

prinsipnya pengertian-pengertian tersebut memiliki kesamaan satu sama lain.

Model COSO (The Commite of Sponsoring Organisation) yang diuraikan

oleh Gondodiyoto dalam bukunya yang berjudul Audit Sistem Informasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

9

(2007:266) menjelaskan bahwa sistem pengendalian internal dapat didefinisikan

sebagai berikut :

Internal Control : a process, effected by an entity’s board of directors,

management, and other personel, designef to provide reasonable

assurance regarding the achievement of objectives in following categories

:

1. Effectiveness and efficiency of operations

2. Reability of financial reporting

3. Compliance with applicable laws and regulations

Model COSO adalah salah satu model pengendalian internal yang banyak

digunakan oleh para auditor sebagai dasar untuk mengevaluasi dan

mengembangkan pengendalian internal. COSO adalah komite yang diorganisir

oleh lima organisasi profesi, yaitu IIA, AICPA, IMA, FEI dan AAA.

Sementara itu dalam buku yang berjudul Accounting Information System

yang diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari dan Deny Arnos K, menyatakan bahwa :

“Pengendalian internal adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang

dipergunakan untuk menjaga aset, memberikan informasi yang akurat dan

andal, mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta

mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan”

(Romney dan Steinbart, 2004:229)

Pernyataan-pernyataan dari para ahli tersebut dipertegas oleh pernyataan

Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Profesi Akuntansi Publik (2001:319)

yaitu :

“Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan

komisaris dan personel entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan

memadai tentang pencapaian tugas golongan tujuan berikut ini : (a)

keandalan pelaporan keuangan, (b) efektifitas dan efisiensi operasi dan (c)

kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”.

Dari beberapa pengertian mengenai sistem pengendalian internal diatas

dapat dipahami bahwa sistem pengendalian internal adalah rencana, metode,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

10

prosedur dan kebijakan yang didesain oleh manajemen untuk memberi jaminan

yang memadai atas tercapainya efisiensi dan efektifitas operasional, kehandalan

pelaporan keuangan, pengamanan terhadap aset, ketaatan dan kepatuhan terhadap

undang-undang, kebijakan dan peraturan lain yang ditetapkan oleh pimpinan

perusahaan atau organisasi.

2.1.2 Manfaat Sistem pengendalian Internal

Faktor-faktor yang menyebabkan makin pentingnya sistem pengendalian

internal antara lain adalah :

a. Perkembangan aktivitas dan skalanya menyebabkan kompleksitas

struktur, sistem dan prosedur suatu organisasi makin rumit.

b. Tanggung jawab utama untuk melindungi aset organisasi, mencegah

dan menemukan kesalahan-kesalahan serta kecurangan-kecurangan

terletak pada manajemen.

c. Pengawasan oleh satu orang (saling cek) merupakan cara yang tepat

untuk menutup kekurangan-kekurangan yang bisa terjadi pada

manusia.

d. Pengawasan yang “built-in” langsung pada sistem berupa

pengendalian internal yang baik dianggap lebih tepat daripada

pemeriksaan secara langsung dan detail oleh pemeriksa (khususnya

dari luar organisasi).

(Gondodiyoto, 2007:249)

Selain itu, Susanto (2004:98) juga menjelaskan mengenai pentingnya

sistem pengendalian internal antara lain :

a. Untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan dari setiap

aktivitas akan dicapai.

b. Untuk mengurangi resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan karena

kejahatan, bahaya atau kerugian yang disebabkan oleh penipuan,

kecurangan atau penggelapan.

c. Untuk memberikan jaminan yang meyakinkan dan dapat dipercayakan

bahwa semua tanggung jawab hukum telah dipenuhi.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat dipahami bahwa pengendalian

internal merupakan sebuah payung bagi organisasi itu sendiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

11

2.1.3 Tujuan Sistem Pengendalian Internal

Untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik, tentu saja

pengendalian internal memiliki beberapa tujuan. Sistem pengendalian internal

diperlukan agar pihak manajemen dapat meyakini bahwa semua pekerjaan yang

berlangsung di organisasi tersebut senantiasa berada dalam aturan yang telah

ditetapkan.

Hall James (2001:150) menyebutkan tujuan utama sistem pengendalian

internal antara lain :

a. Untuk menjaga aktiva perusahaan.

b. Untuk memastikan akurasi dan dapat diandalkannya catatan dan

informasi akuntansi.

c. Untuk mempromosikan efisiensi operasi perusahaan.

d. Untuk mengukur kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur yang

telah ditetapkan oleh manajemen.

Sama halnya seperti yang diutarakan oleh Mulyadi (2001:163), tujuan

sistem pengendalian internal adalah sebagai berikut :

a. Menjaga kekayaan organisasi

b. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi

c. Mendorong efisiensi

d. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen

Penjelasan dari tujuan pengendalian internal menurut Mulyadi adalah sebagai

berikut :

a. Menjaga kekayaan organisasi

1) Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang

telah ditetapkan

a) Pembatasan akses langsung terhadap kekayaan

b) Pembatasan akses tidak langsung terhadap kekayaan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

12

2) Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan

dengan kekayaan yang sesungguhnya ada

a) Pembandingan secara periodik antara catatan akuntansi dengan

kekayaan yang sesungguhnya ada

b) Rekonsiliasi antara akuntansi yang diselenggarakan

b. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi

1) Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan

a) Pemberian otorisasi oleh pejabat yang berwenang

b) Pelaksanaan transaksi sesuai dengan otorisasi yang diberikan oleh

pejabat yang berwenang

2) Pencatatan transaksi yang terjadi dalam catatan akuntansi

a) Pencatatan semua transaksi yang terjadi

b) Transaksi yang dicatat adalah benar-benar terjadi

c) Transaksi yang dicatat adalah jumlah yang benar

d) Transaksi dicatat dalam periode akuntansi yang seharusnya

e) Transaksi dicatat dengan penggolongan yang seharusnya

f) Transaksi dicatat dan diringkas dengan teliti

c. Mendorong efisiensi

Pengawasan dalam suatu organisasi berarti mencegah adanya duplikasi yang

tidak perlu, mencegah terjadinya pemborosan-pemborosan pada setiap aspek

perusahaan dan mencegah pemakaian sumber-sumber secara tidak efisiensi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

13

d. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen

Manajemen menetapkan prosedur dan aturan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Pengendalian internal dapat dipakai untuk menjamin bahwa

prosedur dan aturan yang telah ditetapkan itu sudah ditaati oleh seluruh

karyawan.

Sedangkan model COSO menjelaskan bahwa pengendalian internal

memiliki tiga tujuan utama yaitu efektifitas operasi, mendorong kehandalan

lapuran keuangan dan dipatuhinya hukum dan peraturan yang ada.

Berdasarkan penjelasan mengenai tujuan sistem pengendalian internal

dapat diketahui bahwa tujuan sistem pengendalian internal tidak hanya

mengamankan harta perusahaan, tetapi juga untuk menghindari kemungkinan-

kemungkinan yang menyebabkan kerugian atau penyimpangan terhadap prosedur

yang ditetapkan organisasi serta untuk mendorong efektifitas dan efisiensi

organisasi. Oleh karena itu, ketelitian dan keakuratan akan data-data dan

dipatuhinya kebijakan organisasi secara keseluruhan akan sangat membantu

dalam tercapainya suatu tujuan sistem pengendalian internal.

2.1.4 Elemen-elemen Sistem Pengendalian Internal

Sistem pengendalian internal dapat berjalan dengan baik apabila didukung

oleh unsur-unsur yang baik pula. Unsur-unsur sistem pengendalian internal sangat

penting karena sistem mempunyai beberapa unsur dan sifat-sifat tertentu yang

dapat meningkatkan kemungkinan dapat dipercayainya data-data akuntansi serta

tindakan pengamanan terhadap aktiva dan catatan organisasi. Setiap unsur

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

14

mempunyai kaitan langsung dengan tujuan pengendalian internal serta langkah-

langkah yang ditempuh organisasi untuk memenuhinya.

Pada Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008, dijelaskan bahwa terdapat

lima unsur sistem pengendalian internal pemerintah yang saling berhubungan,

antara lain :

a. Lingkungan Pengendalian

b. Penilaian Risiko

c. Kegiatan Pengendalian

d. Informasi dan Komunikasi

e. Pemantauan Pengendalian Internal

Penjelasan dari kelima komponen sistem pengendalian internal pemerintah

tersebut adalah sebagai berikut :

a. Lingkungan Pengendalian

Komponen yang berperan dalam membangun atmosfer (iklim) yang kondusif

bagi para karyawan mengenai kesadaran pentingnya kontrol sehingga

menciptakan suasana yang dapat membuat karyawan dapat menjalankan dan

menyelesaikan tugas kontrol dan tanggung jawabnya masing-masing. Sub-

komponen dari lingkungan pengendalian antara lain :

1) Penegakan integritas dan nilai etika

a) Menyusun dan menerapkan aturan perilaku yang berisi standar etika

dan pedoman perilaku bagi pegawai Instansi Pemerintah.

b) Memberikan keteladanan (dalam bentuk tindakan dan ucapan)

pelaksanaan aturan perilaku.

c) Menegakan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap

kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap aturan perilaku.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

15

2) Komitmen terhadap kompetensi

a) Menyusun standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada

masing-masing posisi dalam Instansi Pemerintah.

b) Menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan untuk membantu

pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi

pekerjaannya.

c) Memilih pimpinan Instansi Pemerintah yang memiliki kemampuan

manajerial dan pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaan

Instansi Pemerintah.

3) Kepemimpinan yang kondusif

a) Pimpinan Instansi Pemerintah mengambil keputusan setelah dengan

cermat menganalisis risiko terkait dan menentukan bagaimana risiko

tersebut diminimalkan.

b) Menerapkan manajemen berbasis kinerja.

c) Mendukung fungsi pencatatan dan pelaporan keuangan, sistem

manajemen informasi, pengelolaan sumber daya manusia, dan

pengawasan baik intern maupun ekstern.

4) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan

a) Memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam

Instansi Pemerintah.

b) Memberikan kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern dalam

Instansi Pemerintah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

16

c) melaksanakan evaluasi dan penyesuaian periodic terhadap struktur

organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis.

d) Menetapkan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi

pimpinan.

5) Kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia

a) Penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan

pemberhentian pegawai.

b) penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen.

c) supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai.

6) Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif

a) memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan,

efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas

dan fungsi Instansi Pemerintah.

b) Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas

manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi

Pemerintah.

c) Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan

tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.

b. Penilaian Risiko

Merupakan proses identifikasi dan analisis risiko yang dapat menghambat

atau berhubungan dengan pencapaian tujuan Instansi, serta cara berhubungan

risiko tersebut ditangani. Aspek-aspek dari penaksiran risiko tersebut adalah

sebagai berikut :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

17

1) Penetapan tujuan Instansi

a) Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan tujuan Instansi

Pemerintah dalam bentuk misi, tujuan dan sasaran dengan

berpedoman pada peraturan perundang-undangan sebagaimana

dituangkan dalam rencana strategis dan rencana kinerja tahunan.

b) Seluruh tujuan Instansi Pemerintah secara jelas dikomunikasikan

pada semua pegawai sehingga pimpinan Instansi Pemerintah

mendapatkan umpan balik, yang menandakan bahwa komunikasi

tersebut berjalan secara efektif.

2) Identifikasi risiko

Pimpinan Instansi Pemerintah menggunakan metodologi identifikasi

risiko yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada

tingkatan kegiatan secara komprehensif. Hal-hal yang perlu

dipertimbangkan adalah sebagai berikut :

a) Metode kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi

risiko dan menentukan peringkat risiko relatif secara terjadwal dan

berkala.

b) Cara suatu risiko diidentifikasi, diperingkat, dianalisis, dan diatasi

telah dikomunikasikan kepada pegawai yang berkepentingan.

c) Pembahasan identifikasi risiko dilakukan pada rapat tingkat

pimpinan Instansi Pemerintah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

18

c. Kegiatan Pengendalian

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan

pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas dan sifat dari tugas dan

fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Kegiatan pengendalian terdiri

dari :

1) Reviu atas kinerja

Reviu atas kinerja dilaksanakan dengan membandingkan kinerja dengan

tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan.

2) Pembinaan sumber daya manusia

Pimpinan Instansi wajib melakukan pembinaan sumber daya manusia.

Dalam melakukannya, pimpinan harus :

a) Mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, nilai dan strategi instansi

kepada pegawai

b) Membuat strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia

yang mendukung visi dan misi.

c) Membuat uraian jabatan, prosedur rekrutmen, program pendidikan

dan pelatihan pegawai, sistem kompensasi, program kesejahteraan

dan fasilitas pegawai serta rencana pengembangan karir.

3) Pengendalian atas sistem informasi

Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi dilakukan untuk

memastikan akurasi dan kelengkapan informasi. Pengendalian dilakukan

melalui pengendalian umum dan pengendalian aplikasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

19

a) Pengendalian umum

Instansi Pemerintah secara berkala melaksanakan penilaian risiko

secara periodik yang komprehensif. Penilaian risiko dilaksanakan

dan didokumentasikan secara teratur dan pada saat sistem, fasilitas,

atau kondisi lainnya berubah.

b) Pengendalian aplikasi

Instansi Pemerintah mengendalikan dokumen sumber dengan cara

akses ke dokumen sumber yang masih kosong dibatasi dan dokumen

sumber diberikan nomor urut tercetak (prenumbered). Transaksi

yang dientri dan diproses komputer adalah seluruh transaksi yang

telah diotorisasi.

4) Pengendalian fisik atas aset

Instansi menetapkan, mengimplementasikan dan mengkomunikasikan

rencana identifikasi, kebijakan dan prosedur pengamanan fisik kepada

seluruh pegawai. Selain itu, Instansi juga menetapkan,

mengimplementasikan dan mengkomunikasikan rencana pemulihan

setelah bencana kepada seluruh pegawai.

d. Informasi dan Komunikasi

Unsur pengendalian intern keempat adalah informasi dan komunikasi.

Instansi Pemerintah harus memiliki informasi yang relevan dan dapat

diandalkan baik informasi keuangan maupun nonkeuangan, yang

berhubungan dengan peristiwa-peristiwa eksternal serta internal. Informasi

tersebut harus direkam dan dikomunikasikan kepada pimpinan Instansi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

20

Pemerintah dan lainnya di seluruh Instansi Pemerintah yang memerlukannya

dalam bentuk serta dalam kerangka waktu, yang memungkinkan yang

bersangkutan melaksanakan pengendalian intern dan tanggung jawab

operasional.

e. Pemantauan

Pemantauan merupakan unsur pengendalian intern yang kelima atau terakhir.

Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan

berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan

reviu lainnya. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan

pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain

yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi terpisah diselenggarakan

melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas Sistem

Pengendalian Intern yang dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern

pemerintah atau pihak eksternal pemerintah dengan menggunakan daftar uji

pengendalian intern.

Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera

diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian

rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan.

2.2 Sistem Penerimaan Pendapatan (Kas)

2.2.1 Pengertian Pendapatan

Halim menyatakan pengertian pendapatan yang dikutip dari IASC

Framework adalah sebagai berikut :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

21

“Pendapatan adalah penambahan dalam manfaat ekonomi selama periode

akuntansi dalam bentuk arus masuk atau peningkatan aset aktiva, atau

pengurangan utang/ kewajiban yang mengakibatkan penambahan ekuitas

dana. Selain penambahan ekuitas dana yang berasal dari kontribusi peserta

ekuitas dana”.

(Halim, 2002:64)

Menurut Bastian (2002:49) pendapatan adalah “peningkatan aktiva atau

penurunan utang/ kewajiban yang berasal dari berbagai kegiatan di dalam periode

akuntansi atau periode anggaran tertentu”.

Sedangkan menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi

Keuangan mendefinisikan pendapatan sebagai berikut :

“Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul

dari aktivitas normal perusahaan selam satu periode bila arus masuk itu

mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi

penanam modal”.

(IAI, 2004:23)

Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa

pendapatan merupakan aktiva atau penurunan kewajiban yang berasal dari

kegiatan-kegiatan dalam satu periode akuntansi.

2.2.2 Klasifikasi Pendapatan

Halim (2002:64-65) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

menyatakan bahwa pendapatan dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu :

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal

dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok pendapatan asli daerah

dipisahkan menjadi empat jenis yaitu : pajak daerah, bagian laba usaha daerah

dan lain-lain PAD.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

22

b. Dana Perimbangan

Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepala

daerah untuk membiayai kebutuhan daerah.

c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

2.2.3 Pendapatan Asli Daerah

Halim (2002:64) menyatakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan

semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.

Siregar Baldic dan Siregar Bonni (2001:395) menyatakan pengertian

pendapatan daerah sebagai berikut :

“Pendapatan asli daerah merupakan sumber utama penerimaan bagi daerah

dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan, pinjaman

daerah dan penerimaan lain merupakan sumber pendapatan tambahan

untuk mendukung PAD. PAD suatu daerah meliputi : pajak daerah,

retribusi daerah, hasil BUMD dan pengelolaan kekayaaan daerah serta

pendapatan lain”.

Pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi 4 jenis, yaitu pajak daerah,

retribusi daerah, bagian laba usaha daerah dan pendapatan daerah lainnya.

2.2.4 Pajak daerah

Pajak daerah merupakan salah satu pendapatan daerah dan merupakan

sumber keuangan pokok bagi daerah di samping retribusi daerah. Dalam undang-

undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah retribusi

daerah, disebutkan pengertian pajak daerah sebagai berikut :

“Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang

dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala Daerah tanpa imbalan

langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

23

(UU No. 34 Th.2000 : Pasal 1, ayat 6)

Pandiangan menyatakan pengertian pajak daerah sebagai berikut :

“Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber penerimaan

Pemerintah Daerah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan tugas-tugas rutin

pemerintahan dan pembangunan daerah”.

(Pandiangan, 2002:380)

Halim (2002:64) menyatakan bahwa penerimaan daerah yang berasal dari

pajak daerah meliputi Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Kendaraan di Atas Air,

Pajak Air di Bawah Tanah dan Pajak Air Permukaan.

2.2.5 Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak Kendaraan Bermotor merupakan salah satu jenis pajak provinsi.

Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah pajak atas kepemilikan

atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air (UU No. 34 Th.

2000:Pasal 2 ayat 1 huruf a).

Pajak kendaraan bermotor dipungut di wilayah daerah tempat kendaraan

bermotor terdaftar. Pajak kendaraan bermotor dikenakan untuk masa pajak 12

(dua belas) bulan terhitung mulai saat pendaftaran kendaraan bermotor. Pajak

kendaraan bermotor dibayar sekaligus di muka. Pajak kendaraan bermotor yang

karena suatu niat dan lain hal masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan,

maka dapat dilakukan restitusi ditetapkan oleh Gubernur.

2.2.5.1 Prosedur Penerimaan Pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor

Pada dasarnya setiap daerah memiliki prosedur pendapatan Pajak

Kendaraan Bermotor yang berbeda, tergantung pada kebijakan pemerintahan

daerahnya masing-masing. Untuk daerah-daerah yang berada dalam wilayah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

24

provinsi Jawa Barat, prosedur penerimaan pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor

mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 tahun 2001, yaitu :

a. Prosedur pendaftaran dan pendataan

1) Untuk mendapatkan data dan atau informasi mengenai obyek dan subyek

pajak kendaraan bermotor, dilaksanakan pendaftaran dan atau pendataan

terhadap obyek pajak dan subyek pajak yang berdomisili di daerah

dengan menggunakan formulir SPPKB.

2) Pendaftaran dan atau pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

pasal ini dilaksanakan terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di daerah

dan memiliki obyek pajak di daerah.

3) Formulir SPPKB yang telah diterima Wajib Pajak harus diisi dengan

jelas, lengkap dan benar serta ditandatangani Wajib Pejak atau kuasanya

dan disampaikan kepada dinas sesuai jangka waktu yang ditentukan,

yaitu :

a) Untuk kendaraan bermotor baru, bukan baru (BBNKB II) dan mutasi

masuk, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak saat kepemilikan.

b) Untuk kendaraan bukan baru atau daftar ulang, sampai dengan

berakhirnya masa pajak, tidak termasuk hari besar dan hari libur.

c) Bagian dari bulan yang melebihi 14 (empat belas) hari dihitung satu

bulan penuh dengan dasar perhitungan dari tanggal yang tercantum

dalam faktur, kuitansi pembelian atau kuitansi pembayaran, tanggal

jatuh tempo untuk daftar ulang dan Surat Fiskal Daerah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

25

d) Apabila kewajiban mengisi SPPKB tidak dipenuhi dan atau

disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi

administrasi berupa dengan sebesar 25% dari pokok pajak terutang.

b. Prosedur perhitungan dan penetapan

1) Berdasarkan SPPKB, Dinas menetapkan pajak terutang dengan

menerbitkan SKPD yang diberi nomor kohir dan dibubuhi paraf petugas

penetapan dan petugas korektur pada kolom yang telah disediakan.

2) Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak

dengan dasar pengenaan pajak yang merupakan perkalian NJKB dari

bobot.

c. Prosedur pembayaran dan penagihan

1) Pajak terutang yang tercantum dalam STPD dan SKP atau SKPD harus

dilunasi sekaligus di muka pada saat pendaftaran untk masa 12 (dua

belas) bulan.

2) Sanksi terlambat membayar sanksi berupa bunga sebesar 2% sebulan

dihitung dari PKB terutang, untuk jangka waktu paling lama 24 (dua

puluh empat) bulan atau paling banyak 48%.

3) Pembayaran dianggap sah apabila bulti penerimaan SKP atau SKPD

dibubuhi validasi tapak Kas Register.

4) Ketetapan yang belum dibayar setiap hari diserahkan oleh Petugas Loket

Pembayaran kepada TUPP untuk diproses lebih lanjut.

5) Apabila sampai dengan 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal jatuh tempo

pembayaran, ketetapan yang tercantum dalam SKPD dan atau STPD atau

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

26

yang dipersamakan dengan itu belum bayar lunas oleh Wajib Pajak,

maka Kepala CPDP menyampaikan peringatan kepada Wajib Pajak agar

segera melunasi tunggakan PKB-nya.

6) Apabila sampai dengan 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal

jatuh tempo pembayaran, ketetapan yang tercantum dalam SKPD dan

atau STPD yang dipersamakan dengan itu belum dibayar lunas, maka

Kepala CPDP mengeluarkan Surat Teguran kepada Wajib Pajak.

d. Prosedur penyetoran

1) Pembantu Pemegang Kas PKB dalam waktu selambat-lambatnya 1x24

jam menyetorkan semua hasil penerimaan pembayaran PKB ke Kas

Daerah Provinsi Jawa Barat melalui Bank Jabar dengan nomor rekening/

kode anggaran yang telah ditentukan.

2) Pembantu Pemegang Kas PKB wajib menghimpun semua bukti setor dan

disusun menurut jenis atau kode anggarannya dan

mengadministrasikannya dengan baik.

3) Pembantu Pemegang Kas PKB setiap bulan selambat-lambatnya tanggal

5 bulan berikutnya wajib melaporkan semua hasil penerimaan dan

penyetoran PKB kepada Gubernur Jawa Barat s.q Kepala Biro Keuangan

Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat dengan tembusan kepada Kepala

Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat yang dilampiri bukti-bukti.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

27

2.2.5.2 Unit Terkait

Bastian (2002:60) mengemukakan bahwa unit yang terkait dalam prosedur

penerimaan pendapatan adalah sama dengan unit dan fungsi pelaksana pekerjaan

pada sistem penerimaan kas, yaitu :

a. Pembantu Pemegang Kas (PPK) – Setiap Unit Kerja

Bagian ini berada pada setiap unit kerja, berfungsi sebagai penerimaan

pembayaran dan menyetorkannya kepada pemegang kas (pemegang kas

khusus penerima/ BKP). Pada hakikatnya, bagian ini berfungsi sebagai kasir

pada setiap unit kerja.

b. Pemegang Kas (BKP) – Setiap Unit Kerja

Bagian ini berfungsi menerima penyetoran dari setiap pembantu pemegang

kas (PPK) yang berada pada unit kerjanya dan menyetorkan penerikmaan

tersebut ke rekening kas daerah.

c. Bank

Berfungsi menerima setoran dan dokumen dari pemegang kas (BKP) dan

mengkredit rekening Kasda serta mengirimkan rekening koran (RC) kepada

kas daerah.

d. Kas Daerah (Kasda)

Kantor/ Bagian ini berfugsi untuk menerima setoran kas (rekening koran) dari

Pembantu Pemegang Kas setiap unit kerja melalui Bank.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

28

2.2.5.3 Dokumen dan Formulir yang Digunakan

Menurut Bastian (2002:61-62) dokumen dan formulir yang digunakan

dalam prosedur penerimaan pendapatan adalah sama dengan dokumen atau

formulir yang digunakan oleh sistem penerimaan kas, yaitu :

a. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

Formulir ini digunakan untuk menyetorkan pajak daerah dari Wajib Pajak

kepada Pembantu Pemegang Kas di setiap unit kerja.

b. Tanda Bukti Penerimaan (TBP)

Dokumen ini digunakan untuk mencatat setiap penerimaan Pembantu

Pemegang Kas setiap unit kerja dari pihak eksternal.

c. STS

Formulir ini digunakan untuk menyetorkan penerimaan daerah dari Pembantu

Pemegang Kas ke Pemegang Kas setiap unit kerja

d. Slip Setoran

Formulir ini digunakan untuk menyetorkan penerimaan daerah dari

Pemegang Kas ke rekening Kas Daerah.

e. RPH – Pemegang Kas

Dokumen ini digunakan oleh Pemegang Kas setiap unit kerja untuk merekap

penerimaan dan penyetoran setiap hari kerja berdasarkan STS dari Pembantu

Pemegang Kas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

29

2.3 Sistem Pengendalian Internal Sistem Penerimaan

Pendapatan

Untuk menjain terciptanya suatu sistem yang baik maka dibutuhkan suatu

sistem pengendalian internal yang baik pula. Hal ini berlaku pula pada sistem

penerimaan pendapatan.

Sistem pengendalian internal pada sistem penerimaan pendapatan sangat

diperlukan untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan dan penyelewengan-

penyelewengan yang terjadi baik sengaja maupun tidak sengaja.

Aktivitas pengendalian atas penyelenggaraan pengelolaan peneriman

pendapatan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar

penyelenggaraan pengelolaan pendapatan berjalan secara efisien dan efektif sesuai

dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Buku Sistem Akuntansi Sektor Publik menyatakan bahwa :

a. Penggunaan STS yang telah diotorisasi dan diperiksa oleh fungsi

penerima untuk setiap penyetoran pendapatan pajak.

b. Pengecekan secara acak setiap SKD atau SKRD yang masuk, apakah

nilai yang tertera sama dengan nilai uang yang disetorkan.

c. Pengecekan apakah setiap pencatatan atas transaksi pendapatan yang

telah dilandasi bukti pendukung yang lengkap. Aktivitas ini untuk

menjamin pernyataan keberadaan, keterjadian, hak dan kewajiban,

serta penilaian transaksi pendapatan.

d. Pengecekan secara independen terhadap posting transaksi pendapatan

ke dalam catatan akuntansi.

(Bastian, 2006 : 150-151)