103
RESIKO PERTANIAN INDONESIA: PERSEPSI PETANI TERHADAP RESIKO PERTANIAN (Studi Kasus: Petani Tanaman Pangan di Wilayah Bogor) A N D I Y O N O AGROCAMPUS OUEST RENNES - SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2012

Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

RESIKO PERTANIAN INDONESIA:

PERSEPSI PETANI TERHADAP RESIKO PERTANIAN

(Studi Kasus: Petani Tanaman Pangan di Wilayah Bogor)

A N D I Y O N O

AGROCAMPUS OUEST RENNES -

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

B O G O R

2012

Page 2: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

dalam Laporan Tugas Akhir yang berjudul :

Resiko Pertanian Indonesia:

Persepsi Petani Terhadap Resiko Pertanian

(Studi Kasus: Petani Tanaman Pangan di Wilayah Bogor)

merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan dari

komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas

akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di

perguruan tinggi lainnya.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Laporan ini.

Bogor, Januari 2012

A n d i y o n o

P054090205

Page 3: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

ABSTRACT

Andiyono. Agricultural Risks in Indonesia: Farmers’ Perception on

Agricultural Risks (A Case Study: Farmers of Food Crops in Bogor Areas)

Supervised by Rizal Syarief and Nora H. Pandjaitan from Bogor Agricultural

University (Indonesia), Jean Cordier and Catherine Laroche Dupraz from

Agrocampus Ouest Rennes (France).

Agricultural risks are a serious matter faced by farmers. The objectives of

this study were to identify agricultural risks and risks scores at farm households

based on the perception of food crop farmers and to develop effective strategies to

deal with agricultural risks. The study was conducted from May to September

2011 in Bogor areas. The analysis methods used in this study were qualitative-

descriptive, FGD, SWOT, IE and QSPM. The results showed that based on

farmers' perceptions, the agricultural risks included production risks, market risks,

human risks, institutional risks and financial risks. The highest impact of the risks

on farm was the production risk, mainly influenced by pests and diseases. Risk

management strategies implemented by farmers were through the use of inputs.

Meanwhile, if there was a failure that interfered with family income and the

sustainability of farming, farmers would choose to use the income from off-farm

work, or to borrow from other parties as a manifestation of risk management

strategies. The results of the study also showed that farming activities in Bogor

areas were in a stable position. Alternative strategies that need to be considered in

coping with agriculture risks were that the government should: (1) be consistent

with agricultural policies that had been issued, (2) strengthen the agribusiness

development program, (3) encourage investment in agribusiness of food crops

subsector, (4) perform the intensification and diversification of agricultural

activities, (5) consolidate farmers through institutional development of farmers’

groups and institutional partnership (contract farming), and (6) protect the rights

of farmers by legislation and regulation.

Keywords: farmers, perception, agricultural risks, management, food crops

Page 4: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

RINGKASAN

Andiyono. Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap Resiko

Pertanian (Studi Kasus: Petani Tanaman Pangan di Wilayah Bogor).

Dibawah bimbingan : Rizal Syarief dan Nora H. Pandjaitan dari Institut Pertanian

Bogor (Indonesia), Jean Cordier dan Catherine Laroche Dupraz dari Agrocampus

Ouest Rennes (Prancis).

Berusaha di bidang pertanian diketahui secara umum mempunyai potensi

yang tinggi, namun juga memiliki resiko yang sangat besar. Resiko pertanian

terjadi disebabkan oleh berbagai faktor, dimulai dari keragaman dan perubahan

iklim, terjadinya bencana alam, ketidakpastian dalam produktivitas dan harga,

kelemahan infrastruktur pedesaan, kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan

keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian resiko seperti kredit dan

asuransi, yang masih sedikit sekali menyentuh dunia pertanian.

Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi resiko-resiko pertanian

di wilayah Bogor. 2) Mengidentifikasi tingkat resiko pertanian di wilayah Bogor

berdasarkan persepsi petani. 3) Menyusun strategi yang efektif untuk menghadapi

resiko-resiko pertanian di wilayah Bogor. Penelitian ini merupakan studi kasus

pada petani tanaman pangan di wilayah Bogor.

Data yang dibutuhkan berasal dari data primer dan sekunder. Data primer

bersumber dari wawancara melalui kuesioner dan FGD kepada petani/kelompok

tani, akademisi dan stakeholders terkait serta observasi langsung di lapangan.

Data sekunder didapat dari studi kepustakaan.

Metode pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda deskriptif

kualitatif, FGD, SWOT, IE dan QSPM. Pengolahan data dilakukan dengan

bantuan Microsoft Excel.

Berdasarkan hasil FGD dengan petani/kelompok tani teridentifikasi 5

(lima) resiko pertanian utama yaitu resiko produksi yang disebabkan oleh

serangan hama dan penyakit serta pengaruh dari perubahan iklim, resiko

pemasaran yang mencakup perubahan harga input maupun output serta distribusi

produk, dan resiko keuangan yang disebabkan lemahnya akses terhadap

permodalan. Manajemen strategi utama yang dilakukan di tingkat petani adalah

melalui penggunaan input produksi. Jika terjadi kekurangan pendapatan rumah

tangga dan untuk keberlanjutan usahatani, petani cenderung memilih untuk

menggunakan pendapatan dari usaha off farm, atau meminjam dari pihak lain

seperti teman, tetangga atau tengkulak.

Berdasarkan hasil FGD kepada akademisi dan intansi terkait dapat

teridentifikasi faktor strategi, terdapat lima faktor kunci kekuatan internal yaitu :

jumlah sumberdaya manusia di sektor pertanian, sumberdaya alam yang

mendukung, dukungan dari pemerintah, kerja keras dan pengalaman petani, serta

produk pertanian yang renewable. Enam faktor kunci kelemahan yaitu : lemahnya

keterampilan dan rendahnya pengetahuan petani, penyempitan lahan dan

rendahnya infrastruktur, lemahnya kelembagaan petani, lemahnya permodalan

petani, lemahnya infomasi dan teknologi, serta kurangnya manajemen kerja.

Page 5: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

Lima faktor kunci peluang yaitu : pangsa pasar yang besar, pengembangan

agroindustri, terbukanya kerjasama dengan berbagai pihak, penggunaan hasil riset

dan teknologi, terbukanya kredit dan asuransi pertanian. Lima faktor kunci

ancaman yaitu : besarnya resiko produksi, perdagangan bebas, fluktuasi harga

produk pertanian, produk impor dan monopoli distribusi oleh pengusaha besar.

Hasil matriks IFE dengan skor 2,395 dan matrik EFE dengan skor 2,285,

berarti pertanian tanaman pangan di wilayah Bogor pada matrik IE menempati

posisi kuadran V. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian tanaman pangan di

wilayah Bogor berada pada kuadran pertumbuhan/stabilisasi dan untuk itu perlu

dilakukan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Hasil analisis

dengan metoda QSPM menunjukkan bahwa pertanian tanaman pangan di Bogor

harus dapat menjalankan strategi yang direkomendasikan dengan urutan prioritas :

1) Meningkatkan konsistensi pemerintah dalam kebijakan pertanian, 2) Penguatan

pengembangan agribisnis, 3) Mendorong investasi di sub sektor agribisnis

tanaman pangan, 4) Intensifikasi dan diversifikasi tanaman pangan, 5) Pembinaan

terpadu dan pengembangan kemitraan serta 6) Melindungi hak pelaku agribisnis

melalui legislasi dan regulasi.

Peran konkrit pemerintah sangat diperlukan untuk melindungi hak

kepemilikan pelaku agribisnis melalui legislasi dan regulasi termasuk menjamin

hak-hak dalam kontrak agribisnis antar pelaku; mendorong dan meningkatkan

daya saing dengan memfasilitasi faktor-faktor pendukung kompetisi terhadap

produk bangsa lain; memfasilitasi akses terhadap barang publik seperti riset,

teknologi, informasi dan infrastruktur termasuk peran dalam stabilisasi harga,

serta penyediaan kredit pertanian dengan bunga rendah. Selain itu, perlu juga

dipertimbangkan untuk memberikan subsidi dalam bentuk asuransi kepada petani

sebagai sarana untuk mengatasi resiko-resiko pertanian terutama resiko produksi.

Page 6: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

© Hak Cipta IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah

b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB

2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB

Page 7: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

RESIKO PERTANIAN INDONESIA:

PERSEPSI PETANI TERHADAP RESIKO PERTANIAN

(Studi Kasus: Petani Tanaman Pangan di Wilayah Bogor)

A N D I Y O N O

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

AGROCAMPUS OUEST RENNES -

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

B O G O R

2012

Page 8: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

Penguji Luar Komisi : Dr. Ir. Suryahadi, DEA

Page 9: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

Judul Tugas Akhir : Resiko Pertanian Indonesia:

Persepsi Petani Terhadap Resiko Pertanian

(Studi Kasus: Petani Tanaman Pangan di Wilayah Bogor)

Nama : Andiyono

Nomor Pokok : P054090205

Program : Industri Kecil Menengah

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief, DESS

Ketua

Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA

Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Industri Kecil dan Menengah

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 10 Januari 2012 Tanggal Lulus :

Page 10: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sei. Duri, Kalimantan Barat pada tanggal 16 Maret 1983

sebagai putra sulung dari pasangan Bapak Sulaiman (Alm.) dan Ibu Dahlia.

Tahun 1995, penulis lulus Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Sambas,

kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Sambas

dan lulus tahun 1998. Selanjutnya penulis diterima di Sekolah Menengah Atas

(SMA) Negeri 1 Sambas dan lulus tahun 2001. Gelar sarjana diperoleh penulis

tahun 2007 dari Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian,

Universitas Tanjungpura Pontianak.

Pada tahun 2008 penulis diterima bekerja sebagai Tenaga Pengajar di

Politeknik Terpikat Sambas. Penulis menikah dengan Fitri Yulianti pada tahun

2008 dan dikaruniai 1 (satu) orang putri yaitu Azzia Salsa Abia (2 tahun). Penulis

melanjutkan pendidikan pascasarjana pada Program Studi Industri Kecil

Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 dan

Grand Ecole Agrocampus Ouest Rennes pada tahun 2010, melalui beasiswa

Double Degree Indonesia Perancis (DDIP) yang diselenggarakan oleh Direktorat

Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia dan

Kementerian Pendidikan Tinggi dan Penelitian Prancis dengan tujuan untuk

meningkatkan pengetahuan dan wawasan tenaga pengajar politeknik di Indonesia.

Page 11: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

i

PRAKATA

Segala puji dipanjatkan bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmat-Nya tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir yang berjudul Resiko

Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap Resiko Pertanian (Studi Kasus:

Petani Tanaman Pangan di Wilayah Bogor) ini merupakan salah satu syarat untuk

penyelesaian studi pada Program Studi Magister Profesional Industri Kecil

Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih disampaikan atas bantuan yang diberikan oleh

berbagai pihak sehingga tugas akhir ini bisa terselesaikan. Untuk itu, disampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku pembimbing utama yang telah

memberikan arahan, bimbingan dan dorongan selama kegiatan kajian dan

penulisan tugas akhir ini.

2. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA selaku pembimbing anggota yang juga telah

memberikan pengarahan dan bimbingannya.

3. Jean Cordier, Ph.D dan Dr. Catherine Laroche Dupraz selaku pembimbing

dari Agrocampus Ouest Rennes, Prancis.

4. Seluruh staf administrasi dan dosen pengajar PS MPI IPB yang telah turut

memberi bantuan dan dukungan.

5. Ibuku tercinta atas dukungan, serta dorongan semangat yang luar biasa

sehingga penulis dapat diselesaikan, serta istri dan anakku tersayang atas

pengertian dan cintanya yang selalu memberikan inspirasi bagi penulis untuk

segera menyelesaikan penulisan ini.

6. Kepada seluruh petani, kelompok tani, akademisi dan stakeholders yang

terkait dengan manajemen resiko pertanian yang telah banyak membantu

dalam memberikan informasi yang berharga di lapangan.

7. Teman-teman MPI angkatan ke-12 yang sudah ikut memberikan dorongan dan

bantuan moril dalam penulisan karya akhir ini.

8. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyelesaian tulisan ini.

Page 12: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

ii

Diharapkan tulisan ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi

pembangunan pertanian di Indonesia. Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini

masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik sangat diharapkan untuk

kesempurnaannya. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkannya.

Bogor, Januari 2012

Penulis

Page 13: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

iii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

DAFTAR TABEL...................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. v

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. vi

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 4

C. Tujuan ................................................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5

A. Petani dan Usahatani ............................................................................................ 5

B. Pertanian Tanaman Pangan ..................................................................................... 6

C. Persepsi, Resiko Pertanian dan Tipologi Resiko ..................................................... 7

D. Analisis SWOT dan QSPM .................................................................................. 10

BAB III. METODOLOGI ......................................................................................... 13

A. Lokasi dan Waktu ................................................................................................ 13

B. Pengumpulan Data ................................................................................................ 13

C. Pengolahan dan Analisis Data ............................................................................... 14

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 25

A. Gambaran Umum Wilayah ................................................................................... 25

B. Persepsi Petani terhadap Resiko Pertanian ............................................................ 33

C. Manajemen Resiko di Tingkat Petani ................................................................... 39

D. Analisis Faktor Lingkungan .................................................................................. 42

E. Analisis SWOT ................................................................................................... 52

F. Alternatif Strategi ....................................................................................... 57

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 61

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 61

B. Saran ...................................................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 65

LAMPIRAN .............................................................................................................. 69

Page 14: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Matriks IFE ..................................................................................... 19

Tabel 2. Matriks EFE.................................................................................... 20

Tabel 3. Matriks QSP ................................................................................... 23

Tabel 4. Luas lahan, produksi dan produktivitas tanaman padi,

palawija dan hortikultura (sayuran) di wilayah Bogor .................... 27 Tabel 5. Karakteristik responden ................................................................... 30

Tabel 6. Matriks IFE pertanian tanaman pangan di wilayah Bogor ............. 50

Tabel 7. Matriks EFE pertanian tanaman pangan di wilayah Bogor ............ 51

Tabel 8. Matriks SWOT ............................................................................... 53

Page 15: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Matriks IE ............................................................................... 21

Gambar 2. Matriks SWOT ........................................................................ 22

Gambar 3. Peta daerah kajian ................................................................... 25

Gambar 4. Luasan penggunaan lahan wilayah Bogor............................... 27

Gambar 5. Pemenuhan kebutuhan konsumsi bahan pangan masyarakat

wilayah Bogor tahun 2009 ...................................................... 28

Gambar 6. Pola tanam yang dilaksanakan petani di wilayah Bogor ......... 32

Gambar 7. Biaya produksi dan pendapatan petani responden .................. 33

Gambar 8. Skor resiko berdasarkan persepsi petani tanaman pangan ...... 34

Gambar 9. Perbedaan harga di tingkat petani dan pasar ........................... 36 Gambar 10. Skor manajemen resiko berdasarkan persepsi petani

tanaman pangan ...................................................................... 40

Gambar 11. Matriks IE kegiatan usahatani di wilayah Bogor .................... 52

Gambar 12. Urutan strategi prioritas berdasarkan QSPM .......................... 58

Page 16: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kuesioner penelitian bagi petani/kelompok tani ...................... 69

Lampiran 2. Kuesioner penelitian bagi akademisi dan stakeholder terkait .. 74

Lampiran 3. Skor persepsi terhadap resiko pertanian di tingkat petani ........ 82

Lampiran 4. Skor manajemen resiko pertanian di tingkat petani ................. 83

Lampiran 5. Rekapitulasi bobot faktor internal dan eksternal ...................... 84

Lampiran 6. Rekapitulasi rating faktor internal dan eksternal ..................... 85

Lampiran 7. Perhitungan matriks QSP ......................................................... 86

Lampiran 8. Skor resiko usahatani tanaman pangan: persepsi

akademisi dan stakeholders ..................................................... 87

Page 17: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan

penting di dunia terutama di negara-negara berkembang. Lebih dari 65 %

penduduk di negara-negara berkembang tinggal secara permanen, bahkan turun-

temurun, di perdesaan, sedangkan di negara-negara maju penduduk yang tinggal

di desa kurang dari 27 %. Demikian pula halnya dengan lapangan kerja, yaitu

sekitar 58 % tenaga kerja di negara-negara Dunia Ketiga mencari nafkah di sektor

pertanian, sedangkan di negara maju hanya 5 % (Todaro,2000).

Di Indonesia sektor pertanian secara umum merupakan lapangan kerja

utama. Tercatat lebih dari 50% penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sektor

pertanian bukan hanya menyediakan bahan pangan saja tetapi juga menyediakan

lapangan kerja yang cukup besar. Selain itu sektor pertanian juga menyediakan

bahan baku industri serta bahan baku ekspor baik mentah maupun olahan.

Berusaha di bidang pertanian dapat dikatakan mempunyai potensi yang tinggi,

namun juga memiliki resiko yang sangat besar.

Usaha pertanian memiliki karakteristik sebagai usaha yang penuh resiko

terhadap dinamika alam, bersifat biologis dan musiman, serta rentan terhadap

serangan hama dan penyakit. Faktor-faktor tersebut secara bersama-sama maupun

sendiri-sendiri dapat menyebabkan kerugian bagi petani. Dengan demikian petani

secara terus menerus dihadapkan pada pilihan antara mendapatkan keuntungan

yang besar tapi dengan resiko yang tinggi atau memilih resiko yang lebih rendah

tapi juga dengan keuntungan yang kecil.

Resiko pertanian memainkan peran yang dominan dalam pengambilan

keputusan di tingkat petani, namun perannya lebih penting lagi dalam

pengendalian ketahanan dan keamanan pangan terutama akses makanan ke

masyarakat. Pembuat kebijakan juga dihadapkan kepada tantangan yang besar,

khususnya di negara-negara berkembang, dalam menjamin kemudahan terhadap

akses makanan pada tingkat harga yang terjangkau bagi masyarakat, karena hal ini

1

Page 18: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

2

dipengaruhi oleh ketidakpastian iklim dan perubahan pasar bahan makanan

sebagai hasil dari kebijakan dan produksi dari negara-negara lain.

Resiko pertanian terjadi karena berbagai faktor, seperti keragaman dan

perubahan iklim, bencana alam, ketidakpastian dalam produktivitas dan harga,

kelemahan infrastruktur perdesaan, kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan

keuangan, termasuk terbatasnya span dan model dari instrumen-instrumen

pengendalian resiko seperti kredit dan asuransi yang masih sedikit sekali

menyentuh dunia pertanian. Faktor-faktor ini tidak hanya membahayakan

kehidupan dan pendapatan para petani tetapi juga melemahkan kekuatan dan

potensi sektor pertanian sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kemiskinan

petani dan buruh pertanian.

Sektor pertanian Indonesia sebagaimana negara-negara berkembang

lainnya menghadapi sejumlah masalah/resiko yang umum terjadi. Secara umum,

petani memiliki kontrol (yaitu dengan keamanan yang sangat sedikit atas

kepemilikan) hanya sebagian kecil lahan yang miskin hara atau habis dan sering

terpecah-pecah, mereka memiliki tingkat modal sumberdaya manusia yang sangat

rendah dalam hal pendidikan, pengetahuan dan kesehatan yang digunakan untuk

bekerja, dan mereka menderita utang kronis dan kurangnya aksesibilitas untuk

kredit kelembagaan dan input. Bersamaan, mereka menghadapi pasar dan harga

yang tidak stabil, mereka menerima dukungan ekstensi yang tidak memadai,

mereka memiliki akses yang sedikit terhadap kontrol dan operasi dari lembaga-

lembaga pedesaan, dan mereka tidak memiliki kekuatan sosial ekonomi untuk

mendapatkan akses yang lebih baik ke layanan publik dan lainnya yang tersedia

untuk seluruh anggota masyarakat. Akibatnya, keberadaan petani kecil itu sering

berbahaya dan efek cuaca yang buruk atau harga dapat menjadi bencana bagi

petani dan keluarganya (Dillon dan Hardaker, 1989).

Salah satu penyebab rendahnya pendapatan petani adalah sempitnya lahan

pertanian yang menjadi gantungan hidup mereka. Dengan luas lahan hanya 0,5 ha

atau kurang, hasil panen tanaman pangan tidak mencukupi untuk memenuhi

kebutuhan pokok keluarga, apalagi bila lahan yang dimiliki berupa lahan kering

dan ditanami padi gogo dan atau palawija (Abdurrahman et al., 2009). Kondisi

sekarang banyak lahan pertanian yang beralih fungsi mengikuti pertumbuhan

Page 19: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

3

penduduk dan kebutuhan dalam perkembangan ekonomi (eksternal) dan

berlakunya sistem pewarisan keluarga (internal) (Darwis, 2009). Menurut Irawan

(2009) konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian seperti kompleks

perumahan, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan sarana publik dapat

menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Dengan

lahan yang sempit, efisiensi produksi akan sulit ditingkatkan dan pendapatan total

petani menjadi terbatas.

Menurunnya jumlah produksi merupakan resiko utama yang sering terjadi

akibat pengaruh perubahan alam. Curah hujan yang berlebihan selama musim

hujan kemungkinan akan menimbulkan resiko banjir dan meningkatnya suhu juga

akan menciptakan kekeringan selama musim kemarau (Widiyanti, 2009).

Gabungan kekuatan dari variabilitas iklim dan perubahan iklim dapat memberikan

dampak yang sangat dramatis terhadap produksi pertanian di Indonesia (Naylor et

al., 2007). Selain itu fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin

meningkat mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan hama dan

penyakit tanaman/organisme pengganggu tanaman (OPT). Hal ini merupakan

beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di

Indonesia (Balitklimat, 2011).

Problem mendasar lainnya bagi petani Indonesia adalah ketidakberdayaan

dalam melakukan negosiasi harga hasil produksinya. Posisi tawar petani pada saat

ini umumnya lemah, hal ini merupakan salah satu kendala dalam usaha

meningkatkan pendapatan petani. Lemahnya posisi tawar petani umumnya

disebabkan petani kurang mendapatkan/memiliki akses pasar, informasi pasar dan

permodalan yang kurang memadai (Sesbany, 2011). Permodalan yang kurang

memadai memberikan dampak terhadap pembiayaan terhadap produksi pertanian

yang masih cukup tinggi. Hal ini terlihat dari kecenderungan rasio penerimaan

petani dibanding biaya input produksi yang semakin kecil. Lemahnya permodalan

ini diiringi dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia petani yang mencakup

rendahnya tingkat pendidikan, keterampilan, dan penguasaan teknologi, lemahnya

motivasi untuk berkembang dan mempertahankan hak-hak mereka, serta

kurangnya jiwa kepemimpinan di kalangan para petani itu sendiri (Baga, 2005).

Page 20: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

4

Masalah pemasaran dan harga hasil-hasil pertanian yang cenderung turun

dan mengalami fluktuasi di pasaran domestik maupun dunia (Firdausy, 2005).

Dua faktor yang menyebabkan kecenderungan ini. Pertama hasil pertanian

umumnya tidak tahan lama bahkan mudah rusak, karena itu tidak bisa disimpan

lama tanpa teknologi pengawetan, dan sulit dijual ke tempat yang jauh. Kedua,

produk pertanian bersifat musiman sehingga dalam waktu-waktu tertentu jika

terjadi panen secara serempak, pasokan melimpah dan harga akan turun sesuai

dengan hukum permintaan dan penawaran. Sebenarnya dengan teknologi

pengolahan hasil pertanian, produk pertanian bisa lebih tahan lama dan meningkat

nilai tambahnya. Tetapi industri pengolahan menginginkan harga yang murah dan

dalam jumlah yang besar.

Mengingat banyaknya resiko usaha pertanian, sudah selayaknya usaha

pertanian mendapat perhatian khusus untuk memperkecil resiko. Selain itu juga

diperlukan cara-cara penanganan yang tepat terhadap resiko-resiko pada usaha

pertanian di Indonesia. Berdasarkan pemikiran di atas, maka perlu dilakukan

kajian awal mengenai persepsi petani terhadap resiko pertanian di Indonesia

dengan studi kasus petani tanaman pangan di wilayah Bogor.

B. Rumusan Masalah

1. Resiko-resiko pertanian apa saja yang sering terjadi di wilayah Bogor?

2. Bagaimana tingkat resiko-resiko pertanian di wilayah Bogor berdasarkan

persepsi petani?

3. Bagaimanakah bentuk strategi yang dapat dilaksanakan untuk menghadapi

resiko-resiko pertanian di wilayah Bogor?

C. Tujuan

1. Mengidentifikasi resiko-resiko usaha pertanian di wilayah Bogor.

2. Mengidentifikasi tingkat resiko pertanian di wilayah Bogor berdasarkan

persepsi petani.

3. Menyusun strategi yang efektif untuk menghadapi resiko-resiko pertanian di

wilayah Bogor.

Page 21: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Petani dan Usahatani

Petani menurut Mosher (1984), dikategorikan memegang dua peranan

yaitu sebagai juru tani (cultivator) dan sekaligus sebagai seorang pengelola

(manager) dalam usahataninya. Peranan pertama dari petani adalah memelihara

tanaman dan hewan guna mendapatkan hasil-hasilnya dan berfaedah pada

tanaman. Pemeliharaan ini mencakup menyiapkan persemaian, menyebarkan

benih, penyiangan, mengatur kelembaban tanah serta melindungi tanaman

terhadap hama penyakit. Peranan lain yang dilakukan petani dalam usahataninya

adalah sebagai pengelola. Apabila keterampilan bercocok tanam sebagai juru tani

pada umumnya adalah keterampilan tangan, otot dan mata, maka keterampilan

pengelola mencakup kegiatan pikiran yang didorong oleh kemauan juga tercakup

didalamnya terutama pengambilan alternatif-alternatif yang ada ataupun

keputusan-keputusan.

Langkah-langkah yang diambil petani (Mosher, 1984) sangat dipengaruhi

oleh sikap dan hubungan dalam masyarakat setempat dimana ia hidup. Bagi

seorang petani, masyarakat itulah yang merupakan sumber pokok

kesejahteraannya.

Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani,

sebagai contoh "petani padi" atau "petani jagung". Pelaku budidaya hewan ternak

secara khusus disebut sebagai peternak. Pertanian sendiri dapat diartikan sebagai

kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia sebagai

budidaya tanaman atau bercocok tanam serta pembesaran hewan ternak untuk

menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk

mengelola lingkungan hidupnya.

Keadaan luas lahan pemilikan usahatani di perdesaan sangat bervariasi.

Menurut Sayogyo (1990), berdasarkan luas lahannya petani dibedakan kedalam 3

(tiga) kategori yaitu (1) petani lapis bawah yang memiliki luas lahan garapan

kurang dari 0,5 ha, (2) petani lapisan menengah yang memiliki luas lahan garapan

5

Page 22: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

6

antara 0,5 ha sampai 1,0 ha, (3) petani lapisan atas yang memiliki luas lahan

garapan lebih dari 1,0 ha.

Wahyu (1985) mengemukakan bahwa petani lapisan atas mempunyai

motivasi dan empati yang tinggi, fatalisme yang kurang dan jaringan hubungan

yang luas. Mereka menerima banyak unsur teknologi pertanian baru,

memperhatikan segi pemasaran dan hidup hemat sehingga mereka mempunyai

investasi yang lebih besar pula dalam mencari nafkah.

Menurut Sayogyo (1990), bahwa petani lapisan bawah mempunyai

motivasi dan empati yang rendah serta fatalisme yang tinggi. Mereka merupakan

lapisan petani yang paling lemah dalam hal modal kerja. Disamping itu petani

lapisan menengah mempunyai sifat di antara kedua sifat lapisan-lapisan di atas.

Usahatani adalah suatu jenis kegiatan pertanian rakyat yang diusahakan

oleh petani dengan mengkombinasikan faktor alam, tenaga kerja, modal dan

pengelolaan yang ditujukan pada peningkatan produksi (Agung et. al.1999).

Usaha tani dapat diartikan juga sebagai bagian inti dari pertanian karena

menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya.

B. Pertanian Tanaman Pangan

Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang bersumber dari sumber

hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah. Pangan diperuntukkan

bagi konsumsi manusia sebagai makanan atau minuman, termasuk bahan

tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lain yang digunakan

dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman

(Purnomo dan Purnamawati, 2007).

Komoditas pangan harus mengandung zat gizi yang terdiri atas

karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi

pertumbuhan dan kesehatan manusia. Kelompok tanaman budidaya yang

tergolong komoditas ini meliputi kelompok tanaman pangan, tanaman hortikultura

non tanaman hias, dan kelompok tanaman lain penghasil bahan baku produk yang

memenuhi batasan pangan.

Batasan untuk tanaman pangan adalah kelompok tanaman sumber

karbohidrat dan protein. Namun, secara sempit, tanaman pangan biasanya dibatasi

Page 23: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

7

pada kelompok tanaman yang berumur semusim. Batasan ini di masa mendatang

harus diperbaiki karena akan menyebabkan sumber karbohidrat menjadi terbatas.

Tanaman pangan sebaiknya memasukkan jenis tanaman lain yang dapat menjadi

sumber karbohidrat tanpa dibatasi pada kelompok tanaman semusim. Dengan

perbaikan batasan ini, tanaman umbian selain ubi kayu, ubi jalar dan talas dapat

masuk ke dalam kelompok tanaman pangan misalnya garut, ganyong dan kimpul.

Demikian juga dengan buah yang merupakan sumber karbohidrat dapat masuk ke

dalam tanaman pangan, misalnya sukun.

Kajian ini membahas resiko pertanian pada petani tanaman pangan unggul

yang termasuk kelompok serealia (padi dan jagung), legum pangan (kacang tanah,

kedelai dan kacang hijau), umbi-umbian (ubi kayu dan ubi jalar). Alasan

pemilihan komoditas tersebut adalah peranannya sebagai sumber karbohidrat dan

sumber protein bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sehingga disebut

sebagai tanaman pangan utama. Komoditas tanaman pangan memiliki peran

penting dalam ketahanan nasional, untuk mewujudkan ketahanan pangan,

pembangunan wilayah, penyerapan tenaga kerja, serta menjadi penarik bagi

pertumbuhan industri hulu dan pendorong pertumbuhan untuk industri hilir yang

memberikan kontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Selain itu komoditas tanaman pangan sangat dipengaruhi oleh resiko-resiko

pertanian.

C. Persepsi, Resiko Pertanian dan Tipologi Resiko

Dalam Kamus Inggris-Indonesia, perception atau persepsi diartikan

sebagai tanggapan, atau menanggapi sesuatu (Echols dan Shadily, 1982). Persepsi

adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat,

1994). Menurut Walgito (1997) persepsi merupakan suatu proses yang didahului

oleh penginderaan yang merupakan proses yang berujud diterimanya stimulus

oleh individu melalui alat reseptornya.

Persepsi merupakan proses kognitif yang dialami setiap orang dalam

memahami informasi tentang ligkungannya, baik melalui penglihatan,

pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Persepsi tersebut

Page 24: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

8

merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi, bukan pencatatan yang benar

terhadap situasi (Thoha dalam Suthedja, dkk., 1982). Menurut Bernhardt dalam

Sarwono (1991) persepsi adalah pengetahuan mengenai sesuatu objek dalam

kaitannya dengan usaha-usaha penyesuaian, sedangkan menurut Karn, persepsi

merupakan suatu kesadaran yang terpilih dan terorganisasi terhadap rangsangan

yang muncul dari luar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, persepsi

adalah tanggapan yang mengandung makna yang terorganisasi tentang suatu

rangsangan setelah melalui proses memahami, menafsirkan, menginterpretasikan,

dan memikirkan secara sadar.

Munculnya persepsi masyarakat berkaitan dengan munculnya suatu

program, kegiatan ataupun masalah-masalah yang timbul di masyarakat maupun

suatu kelompok masyarakat. Munculnya resiko-resiko pertanian dan cara-cara

mengatasinya, menimbulkan berbagai bentuk respon atau tanggapan berupa

pernyataan, penilaian, komentar, argumentasi dari petani atau masyarakat yang

disebut persepsi. Kualitas persepsi yang muncul tergantung dari kemampuan

petani menafsirkan, menginterpretasikan, dan memahami informasi resiko-resiko

pertanian yang diterima. Bentuk persepsi yang muncul dianggap sah, karena

persepsi bukan pencatatan yang benar atas suatu rangsangan, tetapi hasil dari

menafsirkan, menginterpretasikan, dan kemampuan memahami melalui proses

berpikir atas suatu rangsangan.

Kegiatan ekonomi pada usaha tani beresiko tinggi dan sangat tidak pasti.

Kurangnya kapasitas untuk mengantisipasi resiko dan ketidakpastian telah

menyebabkan kerugian besar akibat rendahnya produksi (Pasaribu et al., 2010).

Menurut Bodie dan Merton (1998) resiko adalah ketidakpastian yang

mempengaruhi kesejahteraan individu, dan sering dikaitkan dengan kesulitan dan

kerugian. Resiko adalah ketidakpastian yang "penting," dan mungkin melibatkan

probabilitas kehilangan uang, bahaya yang mungkin terjadi terhadap kesehatan

manusia, dampak yang mempengaruhi sumber daya dan jenis lain dari peristiwa

yang berpengaruh terhadap kesejahteraan seseorang (Harwood et al. 1999).

Lee et al. (1980) mengklasifikasikan ketidak pastian di bidang pertanian

menjadi enam tipe yaitu: (1) ketidakpastian produksi yang penyebabnya terkait

dengan faktor alam (kekeringan akibat kemarau yang berkepanjangan, serangan

Page 25: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

9

hama/penyakit); (2) resiko bencana yang sulit diprediksi misalnya kebanjiran,

kebakaran, tanah longsor, letusan gunung berapi, dan sebagainya; (3)

ketidakpastian harga masukan maupun keluaran, (4) ketidak pastian yang terkait

dengan ketidak-tepatan teknologi sehingga produktivitas jauh lebih rendah dari

harapan; (5) ketidakpastian akibat tindakan pihak lain (sabotase, penjarahan,

ataupun adanya peraturan baru yang menyebabkan usahatani tak dapat

dilanjutkan; dan (6) ketidakpastian yang sifatnya personal, misalnya

petani/anggota keluarganya sakit atau meninggal dunia. Resiko yang terkait tipe

(1) dan (2) kadangkala bersifat katastropik dan dapat menyebabkan gagal panen

dalam skala yang luas.

Menurut Iturrioz (2009) produksi pertanian menghadapi berbagai resiko.

Namun, dua resiko utama yang menjadi perhatian, adalah resiko harga pertanian

yang disebabkan oleh volatilitas potensial dari harga dan resiko produksi yang

disebabkan oleh ketidakpastian tentang tingkat produksi yang dapat dicapai

produsen primer dari kegiatan mereka saat ini. Kemungkinan besar akan terjadi

peningkatan resiko di masa depan pada resiko harga akibat liberalisasi

perdagangan dan resiko produksi yang disebabkan oleh efek dari perubahan iklim.

Hardaker et al (1997) membagi resiko di perusahaan-perusahaan pertanian

sebagai resiko bisnis dan resiko keuangan. Manajemen resiko berarti

mengidentifikasi resiko dan berbagai pilihan, kemudian mengevaluasi, memilih

dan menerapkan tindakan. Manajemen resiko bisnis berarti "mengetahui bisnis,"

dan melakukannya dengan cara yang terampil. Yang termasuk resiko bisnis adalah

resiko produksi; resiko harga atau pasar, resiko kelembagaan; dan resiko manusia

atau pribadi.

1. Resiko produksi terlihat dari ketidakpastian proses perkembangan alami

tanaman pangan dan peternakan. Resiko produksi timbul dari ketidakpastian

tentang cuaca termasuk kekeringan, beku, curah hujan yang berlebihan pada

saat panen, hama, penyakit, dan banyak faktor-faktor tak terduga lainnya yang

mempengaruhi jumlah dan kualitas produksi.

2. Resiko harga atau pemasaran terjadi karena ketidakpastian harga yang

diterima setiap menghasilkan produk pertanian atau harga yang harus dibayar

petani untuk mendapatkan input. Sumber resiko pemasaran meliputi: resiko

Page 26: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

10

harga akibat kenaikan pasokan, atau permintaan berubah; hilangnya akses

pasar karena relokasi atau penutupan pabrik pengolahan; dan kehilangan

tenaga pemasaran karena ukurannya yang kecil.

3. Resiko institusional atau kelembagaan timbul karena ketidakpastian kebijakan

pemerintah. Perubahan dalam aturan, hukum pajak, peraturan yang

berhubungan dengan penggunaan bahan kimia, peraturan-peraturan tentang

limbah peternakan, dan tingkat harga atau dukungan pendapatan merupakan

contoh-contoh dari keputusan pemerintah yang dapat memberikan dampak

yang besar terhadap usaha pertanian.

4. Resiko sumberdaya manusia mencakup beberapa kemungkinan seperti

masalah pada kesehatan manusia atau hubungan pribadi yang dapat memberi

pengaruh kepada usaha pertanian. Kecelakaan, sakit, kematian dan cerai juga

merupakan contoh-contoh dari krisis personal yang dapat mengancam usaha

pertanian.

Resiko finansial atau keuangan, berbeda dengan resiko bisnis. Resiko

keuangan lebih menekankan pada masalah modal, penggunaan dana pinjaman,

asuransi, dan kewajiban.

D. Analisis SWOT dan QSPM

Analisis matriks Strenghts, Weaknesses, Opportunities dan Threats

(SWOT) merupakan salah satu alat analisis yang dapat menggambarkan secara

jelas keadaan yang dihadapi oleh perusahaan. Menurut Rangkuti (2010), analisis

SWOT dapat digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang secara

sistematis untuk merumuskan strategi. Rumusan strategi tersebut didasarkan pada

logika untuk memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dan peluang yang ada, serta

secara bersamaan mampu meminimalkan kelemahan dan ancaman yang timbul

yang berasal dari internal maupun eksternal perusahaan.

Analisis SWOT, diawali dengan melakukan analisis lingkungan. Setiap

unit bisnis akan selalu mengamati kondisi lingkungannya, baik lingkungan makro

maupun lingkungan mikro, terutama dalam lingkungan pemasaran yang secara

terus menerus memunculkan kesempatan dan ancaman baru. Hal ini dilakukan

Page 27: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

11

dengan tujuan untuk memonitor dan beradaptasi secara kontinyu dan terus

menerus terhadap lingkungan, baik lingkungan internal dan lingkungan eksternal.

Menurut Jauch dan Glueck (1999), strategi merupakan rencana yang

disatukan secara menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan suatu

perusahaan dengan tantangan dan lingkungan. Strategi dirancang untuk

memastikan agar tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat.

Secara umum, manajemen strategi diawali dari tahap perumusan strategi,

tahap implementasi dan selanjutnya tahap evaluasi strategi (David, 2006). Tahap

perumusan strategi meliputi pernyataan misi, penetapan tujuan, identifikasi

peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan.

Lingkungan eksternal adalah segala kekuatan yang ada di luar

organisasi/perusahaan, pengaruh perusahaan tidak terlihat sama sekali.

Lingkungan eksternal sangat mempengaruhi kinerja perusahaan dalam suatu

industri. Lingkungan eksternal tersebut terdiri atas lingkungan umum dan

lingkungan industri.

Lingkungan internal suatu organisasi adalah hasil analisis dari nilai atau

identifikasi segala faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi. Kumpulan

sumberdaya, kapasitas dan kompetensi yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga

mampu memanfaatkan peluang dengan cara efektif dan secara bersama mampu

mengatasi ancaman.

Setelah melakukan analisis faktor internal dan eksternal perusahaan, maka

langkah selanjutnya adalah menyusun matriks Internal Factor Evaluation (IFE)

dan External Factor Evaluation (EFE) yang kemudian diberikan rating.

Penentuan rating oleh pakar atau manajemen di perusahaan dilakukan terhadap

peubah-peubah hasil analisis dan memberikan peringkat dengan skala yang

ditetapkan, misalnya 1, 2, 3, dan 4.

Matriks IFE dan EFE selanjutnya diberi bobot dan dikalikan dengan

peringkat pada setiap faktor untuk menghasilkan skor. Dari skor yang diperoleh

kemudian dapat diketahui posisi organisasi atau perusahaan pada matriks Internal

dan Eksternal (IE). Hal ini penting dilakukan agar strategi yang diterapkan

mampu mengembangkan usaha dengan baik. Pemberian bobot dan rating pada

Page 28: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

12

matriks IFE dan EFE didasari atas kuesioner yang diberikan kepada para pakar

atau manajemen di perusahaan/organisasi yang dapat dilihat pada lampiran 2.

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis strategi dengan analisis

SWOT, yaitu analisis kekuatan-kelemahan (Strenghts-Weaknesses) dan peluang-

ancaman (Opportunities-Threats). Matriks SWOT akan menghasilkan empat tipe

strategi yaitu; (a) strategi Strenghts-Opportunities, (b) strategi Strenghts-Threats,

(c) strategi Weaknesses-Opportunities dan (d) strategi Weaknesses-Threats.

Setelah ditentukan strategi-strategi terpilih, maka perusahaan dapat

memilih alternatif strategi yang tepat untuk menjalankan usahanya dengan

memanfaatkan kekuatan dan peluangnya untuk mengurangi kelemahan dan

ancaman.

Tahap terakhir adalah penggunaan Quantitative Strategic Planning Matrix

(QSPM). QSPM digunakan untuk merumuskan strategi mana yang terbaik sebagai

strategi alternatif, yang obyektif, berdasarkan faktor-faktor sukses internal dan

eksternal yang telah dikenali sebelumnya (David, 2006).

Page 29: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

13

BAB III

METODOLOGI

A. Lokasi dan Waktu

Kegiatan ini dibatasi sebagai studi kasus pada komoditas pertanian sub

sektor tanaman pangan di wilayah Bogor Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

dilakukan secara purposive, yaitu didasarkan pertimbangan bahwa 1) adanya

keterbatasan terutama dana dan waktu dalam pelaksanaan penelitian, 2) lokasi

kajian merupakan salah satu sentra produksi tanaman pangan Indonesia. Selain itu

penelitian ini lebih bersifat deskriptif kualitatif untuk menggambarkan resiko

pertanian yang berlaku di Indonesia. Namun diharapkan hasil penelitian ini dapat

menjadi salah satu acuan untuk penelitian yang lebih luas dan mendalam tentang

resiko pertanian terutama di Indonesia.

Kegiatan ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai September 2011.

Mengingat luasnya wilayah kajian serta terbatasnya waktu pelaksanaan, maka

responden yang dipilih sebanyak 59 orang, terdiri dari para petani, kelompok tani,

akademisi serta stakeholder yang terkait dengan manajemen resiko pertanian.

B. Pengumpulan Data

Untuk analisis data pada kajian ini dibutuhkan data yang terdiri dari dua

sumber data, yaitu:

1. Data primer, merupakan data utama yang diperoleh langsung dari lapangan.

Untuk mendapatkan data tersebut digunakan kuesioner, dan pengumpulan data

dilakukan melalui :

a. Wawancara langsung

Wawancara langsung dalam hal ini dilakukan melalui Focus Group

Discussion (FGD) dengan 59 responden yang terdiri dari 49 responden dari

para petani, kelompok tani atau gapoktan di wilayah Bogor, dan 10 responden

dari akademisi serta stakeholder yang terkait dengan manajemen resiko

pertanian (3 responden dari dosen Institut Pertanian Bogor, 2 responden dari

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2 responden dari Dinas

Agribisnis Kota Bogor, 1 responden dari peneliti bidang agribisnis Bogor, 1

responden dari pengusaha, dan 1 responden dari penyuluh pertanian lapangan

wilayah Bogor).

13

Page 30: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

14

b. Observasi

Teknik ini digunakan untuk melakukan pencatatan secara teliti dan

sistematis terhadap obyek kajian yang langsung diamati di lapangan guna

melengkapi teknik wawancara.

2. Data sekunder, merupakan data pendukung yang diperoleh melalui

penelusuran studi kepustakaan berupa literatur, dokumen, jurnal dan laporan

penelitian, majalah dan karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah

penelitian dan juga melalui media internet.

C. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Analisis

dapat dibedakan atas analisis kualitatif dan kuantitatif. Apabila data yang

terkumpul hanya sedikit, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus (sehingga

tidak dapat disusun ke dalam suatu struktur klasifikatoris), maka yang digunakan

adalah analisis kualitatif (Priadana dan Muis, 2009).

1. Analisis Statistik Deskriptif

Statistika deskriptif adalah metode statistika yang digunakan untuk

menggambarkan atau mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan menjadi

sebuah informasi (Suharyadi dan Purwanto, 2008). Sugiyono (2004),

menambahkan bahwa statistik deskriptif mendeskripsikan atau menggambarkan

data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat

kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Walpole (1993),

memberikan contoh statistika deskriptif yang sering muncul adalah tabel, diagram,

dan grafik. Dengan Statistika deskriptif maka kumpulan data yang diperoleh akan

tersaji dengan ringkas dan rapi serta dapat memberikan informasi inti dari

kumpulan data yang ada.

Data yang telah diperoleh dalam kajian ini, baik primer maupun sekunder

diolah secara deskriptif dalam bentuk frekuensi, persentase, rataan skor, dan

tabulasi silang. Kajian strategi dengan analisa SWOT bertujuan untuk

mengevaluasi kinerja petani dengan alat analisis yang sederhana dan cukup baik,

efektif dan efisien dalam memisahkan masalah-masalah utama yang dihadapi

petani baik berupa faktor internal dan eksternal.

Page 31: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

15

2. Analisis Focus Group Discussion (FGD)

Focus Group Discussion (FGD) merupakan diskusi kelompok yang

dilakukan secara sistematis dan terarah atas suatu isu atau masalah tertentu. FGD

dirancang sedemikian rupa untuk mendapatkan informasi tertentu. FGD

merupakan salah satu bentuk riset dalam penelitian sosial dan pelaksanaannya

dilakukan dengan prosedur tertentu. Penyelenggara menentukan tujuan riset dan

merumuskan tujuan tersebut ke dalam tahapan-tahapan FGD (Lingkaran Survei

Indonesia, 2006).

Adapun ciri-ciri penting dari FGD adalah terfokus dan terarah. FGD

dikatakan sebuah diskusi yang terfokus dan terarah karena: 1) Topik ataupun

materi yang akan didiskusikan telah ditentukan oleh penyelenggara, dan 2) Peserta

FGD sudah ditentukan ataupun diseleksi sedemikian rupa sesuai dengan tujuan

dan target informasi yang ingin didapat dari sebuah FGD.

FGD memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1) berupa format diskusi, 2)

peserta FGD berjumlah antara 6 – 12 orang, 3) panjang/lama diskusi yang

dilakukan antara 1,5 – 2 jam per sesi, 4) peserta diskusi sudah diseleksi atau

ditentukan berdasarkan karakteristik atau ciri yang sama oleh penyelenggara

sesuai dengan tujuan riset, 5) bentuk data berupa percakapan (termasuk intonasi

atau mimik muka) dan gerak tubuh dan bahasa non verbal, 6) pengambilan data

dapat dilakukan melalui rekaman diskusi baik audio maupun video serta transkrip

hasil diskusi, 7) moderator menggunakan petunjuk pelaksanaan diskusi yang

dilengkapi dengan topik-topik yang akan didiskusikan termasuk alokasi waktu

dari masing-masing topik, 8) bentuk serta format laporan berupa deskripsi dan

narasi dengan pengutipan pilihan komentar atau pendapat. Analisis ditujukan pada

aspek yang banyak dibicarakan seperti argumentasi yang banyak muncul, dan

sudut pandang yang banyak keluar dari peserta (Lingkaran Survei Indonesia,

2006).

FGD merupakan salah satu bentuk penelitian sosial. FGD dilakukan untuk

mengetahui pendapat, persepsi dan pengalaman individu. FGD tidak memiliki

pretensi untuk melakukan generalisasi atau menggambarkan pendapat atau

persepsi masyarakat secara akurat. Tujuan dari FGD adalah untuk pendalaman

(insight) terhadap suatu isu, masalah atau topik tertentu. Peserta FGD yang

Page 32: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

16

diseleksi adalah homogen, yaitu peserta yang dipilih berdasarkan karakteristik dan

latar belakang yang sama. Pengambilan data FGD bersifat sosial, artinya peserta

FGD saling berinteraksi dalam menyampaikan, mendengarkan maupun dalam

mendebat pendapat orang lain.

Dalam penelitian ini dilakukan FGD terhadap 59 responden yang terdiri

dari 49 responden petani/kelompok tani, serta 10 responden dari akademisi dan

instansi teknis yang terkait dengan manajemen resiko pertanian di Wilayah Bogor

Provinsi Jawa Barat. Peserta FGD melakukan diskusi mengenai beberapa topik

untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang dapat digunakan untuk mengetahui

persepsi ataupun pandangan terhadap resiko pertanian yang berlaku di Indonesia.

Wawancara dalam FGD dilakukan secara langsung dan dibantu dengan

memberikan pertanyaan dalam bentuk kuesioner.

3. Analisis SWOT

Analisis kasus secara keseluruhan dapat dirumuskan sebagai berikut

(Rangkuti, 2010):

Tahap 1: memahami situasi dan informasi yang ada.

Tahap 2: memahami permasalahan yang terjadi, baik masalah yang bersifat umum

maupun spesifik.

Tahap 3: menganalisis dan memberikan berbagai alternatif pemecahan masalah.

Tahap 4: evaluasi pilihan alternatif dan pilih alternatif yang terbaik.

Pemilihan alternatif dilakukan dengan membahas sisi pro maupun kontra.

Setelah itu diberikan bobot dan skor untuk masing-masing alternatif dan

menyebutkan kemungkinan yang akan terjadi.

Berikut adalah petunjuk untuk memahami masalah yang ada.

1. Mengetahui tujuan analisis

a. Ke arah mana perusahaan ingin dibawa?

b. Faktor-faktor kunci apa yang harus diperhatikan?

c. Kapan tujuan tersebut harus dicapai?

2. Mengidentifikasi deskripsi mengenai bisnis

a. Bagaimana posisi produk yang dihasilkan?

b. Bagaimana posisi harga?

Page 33: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

17

c. Bagaimana keahlian manajemen yang dimiliki?

d. Bagaimana kondisi persaingan yang ada?

e. Siapa pemain yang paling kuat di industri ini?

3. Mengidentifikasi deskripsi organisasi

a. Bagaimana struktur organisasi yang dimiliki?

b. Bagaimana mengenai perencanaan, pengendalian, dan sistem yang

dimiliki?

c. Bagaimana mengenai keahlian sumber daya manusia?

d. Bagaimana dengan gaya manajemen?

4. Mengevaluasi secara keseluruhan

a. Bagaimana peluang yang ada?

b. Bagaimana dengan kekuatan yang dimiliki?

c. Bagaimana dengan masalah yang dihadapi?

d. Bagaimana kelemahan yang ada?

5. Menganalisis alternatif kunci

a. Bagaimana caranya menggunakan seluruh kekuatan untuk merebut

peluang dan mengatasi ancaman?

b. Bagaimana mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan peluang dan

menghindari ancaman?

c. Bagaimana prioritas ditentukan?

6. Memilih alternatif

a. Alternatif apa yang terbaik?

b. Alternatif apa yang dapat memperbaiki situasi?

c. Alternatif apa yang dapat meningkatkan kegiatan operasional?

d. Perubahan apa yang bersifat kritis?

e. Sumber daya apa yang bersifat kritis?

f. Bagaimana dengan penjadwalan yang bersifat kritis?

Dengan menjawab semua pertanyaan di atas merupakan langkah untuk

dapat memahami perusahaan yang akan dianalisis secara menyeluruh, termasuk

kondisi lingkungan eksternal serta kekuatan dan kelemahan yang dihadapi oleh

perusahaan. Selain itu, misi, strategi, tujuan serta semua permasalahan yang

dihadapi perusahaan juga dievaluasi. Kadang-kadang masalah yang dihadapi

Page 34: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

18

dalam membuat analisis adalah strategi telah berubah, manajemen sangat lemah,

struktur organisasi sudah tidak sesuai, perencanaan yang sangat tidak efektif, dan

sebagainya. Isu yang berkaitan dengan semua permasalahan di atas perlu

dirumuskan mengingat setiap saat lingkungan berubah. Dengan demikian,

pengenalan terhadap pasar baru dan peluang pemasaran diperlukan. Selain itu,

pemahaman mengenai perubahan internal perusahaan, seperti perubahan

teknologi, perubahan produk, dan perubahan struktur biaya, juga diperlukan.

Berbagai model dan konsep dapat digunakan sebagai alat analisis. Dalam

analisis kasus yang bersifat strategis, tidak ada jawaban yang benar atau salah. Ini

disebabkan karena setiap kasus yang berhasil diselesaikan diikuti oleh pendekatan

baru dan pencarian masalah baru yang muncul dari permasalahan sebelumnya.

Tahap akhir analisis kasus adalah memformulasikan keputusan yang akan

diambil. Keputusannya didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara kualitatif

maupun kuantitatif, terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dengan

menggunakan model yang tercanggih maupun tradisional. Keputusan yang

berbobot hanya dapat dibuktikan oleh waktu. Artinya keputusan yang diambil

akan benar-benar terbukti setelah periode waktu tertentu.

Langkah selanjutnya adalah analisis matriks SWOT untuk memilih

alternatif strategi yang tepat dalam menghadapi resiko-resiko pertanian. Analisis

ini terdiri dari kekuatan, yaitu sumber daya, keterampilan atau keunggulan lain

relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar. Kelemahan yaitu keterbatasan atau

kekurangan dalam sumber daya, keterampilan dan kapabilitas yang secara serius

menghambat kinerja efektif. Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan

dalam lingkungan, sedangkan ancaman adalah situasi penting yang tidak

menguntungkan dalam lingkungan.

Penilaian internal ditujukan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan

kelemahan yang dimiliki oleh usaha pertanian. Langkah yang ringkas dalam

melakukan penilaian internal adalah menggunakan matriks IFE. Untuk

mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang menyangkut persoalan ekonomi, sosial,

budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi dan

persaingan di pasar industri, yang dapat mempengaruhi perusahaan digunakan

matriks EFE (Umar, 2005).

Page 35: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

19

1. Matriks IFE

Matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal

perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting.

Data dan informasi aspek internal perusahaan dapat diperoleh dari beberapa

data/informasi fungsional perusahaan, misalnya dari aspek manajemen, keuangan,

SDM, pemasaran, sistem informasi dan produk/operasi (Hamdi, 2011).

Tabel 1. Matriks IFE

Faktor strategis internal Bobot (a) Rating (b) Skor (a x b)

A. Kekuatan

1.

10.

Jumlah (A)

B. Kelemahan

1.

10.

Jumlah (B)

Total (A + B)

2. Matriks EFE

Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal

perusahaan berkaitan dengan peluang dan ancaman eksternal yang dianggap

penting. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal menyangkut

persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah,

hukum, teknologi dan persaingan di pasar industri yang dapat mempengaruhi

perusahaan, beserta data eksternal relevan lainnya. Hal ini penting karena faktor-

faktor eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap

perusahaan.

Page 36: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

20

Tabel 2. Matriks EFE

Faktor strategis eksternal Bobot (a) Rating (b) Skor (a x b)

A. Peluang

1.

10.

Jumlah (A)

B. Ancaman

1.

10.

Jumlah (B)

Total (A + B)

3. Matriks IE

Gabungan kedua matriks IFE dan EFE menghasilkan matriks IE yang

berisikan sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai

terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE. Tujuan penggunaan matriks ini

adalah untuk memperoleh strategi pengembangan yang lebih rinci. Diagram

tersebut dapat mengidentifikasikan sembilan sel strategi perusahaan. Menurut

David (2006), kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi

utama, yaitu.

a. Growth Strategy merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel I, II, dan

IV). Strategi yang cocok digunakan adalah strategi intensif seperti penetrasi

pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk dan integrasi.

b. Stability Strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah

strategi yang sudah ditetapkan (sel III, V dan VII). Strategi yang cocok adalah

penetrasi pasar dan pengembangan produk.

c. Retrenchment Strategy adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha

yang dilakukan perusahaan/divestasi (sel VI, VIII dan IX).

Page 37: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

21

Skor Total IFE

Kuat Rataan Lemah

4,0 3,0 2,0 1,0

I

Growth

II

Growth

III

Stability

IV

Growth

V

Stability

VI

Retrenchment

VII

Stability

VIII

Retrenchment

IX

Retrenchment

Gambar 1. Matriks IE

4. Matriks SWOT

Matriks SWOT adalah alat untuk mencocokkan faktor-faktor penting yang

akan membantu manajer mengembangkan strategi (Hubeis dan Najib, 2008). Ada

4 strategi, yaitu SO (kekuatan-peluang atau strenghts-opportunities), WO

(kelemahan-peluang atau weaknesses-opportunities), Strategi ST (kekuatan-

ancaman atau strenghts-threats), dan WT (kelemahan-ancaman atau weaknesses-

threats).

a. Strategi SO (Strenghts-Opportunities atau kekuatan-peluang) adalah strategi

yang digunakan perusahaan dengan memanfaatkan atau mengoptimalkan

kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan berbagai peluang yang ada.

b. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities atau Kelemahan-Peluang) adalah

strategi yang digunakan perusahaan yang seoptimal mungkin meminimalisir

kelemahan yang ada untuk memanfaatkan berbagai peluang.

c. Strategi ST (Strenghts- Threats atau Kekuatan-Ancaman) adalah strategi yang

menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang ada.

d. Strategi WT (Weaknesses-Threats atau Kelemahan-Ancaman) adalah strategi

untuk mengurangi kelemahan guna meminimalisir ancaman yang ada.

3,0

2,0

1,0

Tinggi

Rataan

Rendah

Skor Total

EFE

Page 38: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

22

Faktor

Internal

Faktor

Eksternal

STRENGHTS-S

Daftar 5-10 faktor-faktor

kekuatan internal

WEAKNESSES-W

Daftar 5-10 faktor-faktor

kelemahan internal

OPPORTUNITIES-O

Daftar 5-10 faktor

peluang eksternal

STRATEGI S-O

Strategi yang

menggunakan kekuatan

untuk memanfaatkan

peluang

STRATEGI W—O

Strategi yang

meminimalkan

kelemahan untuk

memanfaatkan peluang

THREATS-T

Daftar 5-10 faktor

ancaman eksternal

STRATEGI S-T

Strategi yang

menggunakan kekuatan

untuk mengatasi

ancaman

STRATEGI W-T

Strategi yang

meminimalkan

kelemahan dan

menghindari ancaman

Sumber: Rangkuti, 2010

Gambar 2. Matriks SWOT

5. Tahap Keputusan dengan QSPM

Tahap terakhir dari perumusan strategis adalah pengambilan keputusan.

Alat yang digunakan pada tahap ini adalah matriks perencanaan strategis

kuantitatif atau Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Untuk

mengembangkan matriks QSP langkah-langkahnya adalah (David, 2006):

a) Mendaftarkan peluang atau ancaman eksternal dan kekuatan atau kelemahan

internal perusahaan pada kolom kiri matriks QSP;

b) Memberikan bobot untuk setiap faktor eksternal dan internal. Bobot yang

sama dengan yang dipakai dalam matriks IFE dan EFE;

c) Memeriksa tahap kedua (pemaduan) matriks dan mengidentifikasi strategi

alternatif yang dapat dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan;

d) Menetapkan nilai daya tarik (Attractive Score/AS) yang menunjukkan daya

tarik relatif setiap strategi dalam alternatif set tertentu;

e) Menghitung total nilai daya tarik dengan mengalikan bobot dengan nilai daya

tarik;

f) Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Jumlah ini mengungkapkan strategi

mana yang paling menarik dalam setiap strategi. Semakin tinggi nilai

menunjukkan strategi tersebut semakin menarik, serta begitu juga sebaliknya.

Page 39: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

23

Tabel 3. Matriks QSP

Faktor-faktor kunci Bobot

Alternatif strategi

Strategi 1 Strategi 2

AS TAS AS TAS

Peluang

Ancaman

Kekuatan

Kelemahan

Jumlah total nilai daya tarik Keterangan : AS = nilai daya tarik, TAS = total nilai daya tarik

Nilai daya tarik: 1 = tidak menarik/mempengaruhi, 2 = agak mempengaruhi

3 = cukup mempengaruhi, 4 = sangat mempengaruhi

Page 40: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah

1. Wilayah Bogor

Secara geografis wilayah Bogor terletak antara 106o 43’30’’BT - 106

o

51’00’’BT dan 6o 30’30’’LS - 6

o 41’00’’LS. Wilayah Bogor berada di Provinsi

Jawa Barat dan hanya berjarak kurang lebih 56 km dari pusat pemerintahan

Indonesia, Jakarta. Curah hujan rataan Bogor 4.000 mm/tahun.

Sumber: BPTP Bogor, 2012

Gambar 3. Peta daerah kajian

JABAR

Page 41: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

26

Wilayah Bogor yang terdiri dari Kota Bogor dan Kabupaten Bogor

memiliki luas 311.277,94 ha. Wilayah ini pada tahun 2009 dihuni 5.093.047 jiwa

(BPS kota dan kabupaten Bogor, 2009) tersebar di 46 kecamatan, yang mencakup

85 kelurahan dan 411 desa.

Kondisi geografi wilayah Bogor merupakan daerah perbukitan

bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi antara 190 sampai dengan 350

m dpl. Sumber air bagi wilayah Bogor menurut asalnya terdiri dari sungai, air

tanah dan mata air. Sungai utama yang mengalir di wilayah Bogor terdiri dari

sungai Ciliwung dan sungai Cisadane, sungai Cibeureum, sungai Cileungsi,

sungai Cidurian serta beberapa sungai yang lain. Curah hujan rata-rata di wilayah

Bogor berkisar antara 250-335 mm/bulan. Curah hujan minimum terjadi pada

bulan September sekitar 128 mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi pada

bulan Oktober sekitar 346 mm. Temperatur rata-rata wilayah Bogor adalah 260C,

dan temperatur tertinggi sekitar 34,40C. Kelembaban udara rata-rata lebih dari

70% dan kecepatan angin rata-rata adalah 2 km/jam dengan arah timur laut.

a. Penggunaan lahan

Berdasarkan gambar 4, pola penggunaan lahan identik dengan struktur

penggunaan lahan dimana wilayah Bogor terdistribusi ke dalam lahan pertanian

dan lahan non pertanian. Lahan pertanian wilayah Bogor mencapai 147.684,05 ha

atau 47% dari luas wilayah, yang terdiri dari lahan pertanian sawah 16% atau

49.775 ha dan lahan pertanian bukan sawah 31% atau 97.912 ha. Penggunaan luas

lahan ini mengalami penurunan terus menerus akibat dari adanya perubahan

fungsi guna lahan.

Luas lahan non pertanian seluas 163,593.94 ha atau 53% dari luas

wilayah. Lahan non pertanian ini pada umumnya digunakan untuk wilayah

permukiman, fasilitas sosial, industri, perkantoran, perdagangan dan lain-lain

yang berkembang secara linier mengikuti jaringan jalan yang ada, sehingga

berpotensi dalam menambah laju tingkat perkembangan wilayah Bogor.

Page 42: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

27

Sumber: 1. Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman kota Bogor, 2009

2. Dinas Pertanian dan Kehutanan kabupaten Bogor, 2009

Gambar 4. Luasan penggunaan lahan wilayah Bogor

b. Pertanian

Dalam ketersediaan pangan, khususnya aspek produksi (on farm), wilayah

Bogor melaksanakan program intensifikasi pertanian pada tahun 2003 dengan cara

menetapkan sasaran areal tanaman pangan dan tanaman hortikultura. Intensifikasi

tanaman pangan meliputi sub kegiatan perluasan areal tanam dan areal panen

melalui peningkatan indeks pertanaman dan peningkatan mutu intensifikasi serta

pengendalian organisme pengganggu tanaman pada tanaman padi, palawija dan

hortikultura.

Tabel 4. Luas lahan, produksi dan produktivitas tanaman padi, palawija, dan

hortikultura (sayuran) di wilayah Bogor

No Komoditi Luas Panen

(ha)

Produksi

(ton)

Produktivitas

(kw/ha)

1 Padi 89.537 504.089 56,30

2 Jagung 1.183 3.990 33,73

3 Ubi kayu 9.510 184.527 194,04

4 Ubi jalar 3.887 55.688 143,27

5 Kacang Tanah 1.829 2.330 12,74

6 Talas 181 1.231 68,00

7 Sayuran 5.416 59.559 109,97

Jumlah 111.543 811.415 72,74

Sumber: 1. Dinas Pertanian kota Bogor, 2009

2. Dinas Pertanian dan Kehutanan kabupaten Bogor, 2009

Page 43: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

28

Tabel 4 memperlihatkan bahwa dari seluruh luasan lahan pertanian

tanaman pangan dan sayuran pada tahun 2009 yang mencapai luasan panen

sebesar 111,543 ha, luas lahan panen padi mencapai 80,27% dengan produktivitas

56,30 kw/ha. Luas panen ubi kayu sebesar 8,53% dengan produktivitas paling

tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya yaitu 194,04 kw/ha.

Produktivitas terbesar kedua setelah ubi kayu adalah tanaman ubi jalar yaitu

sebesar 143,27 kw/ha dengan luas panen 3,48%. Kacang tanah dengan luas panen

1,64% memiliki produktivitas paling kecil yaitu 12,74 kw/ha. Jagung dan talas

merupakan tanaman pangan yang memiliki luas panen paling kecil pada tahun

2009 dengan luas panen masing-masing 1,06% dan 0,16%. Komoditas

hortikultura terutama sayuran memiliki luas panen 4,86% yang terdiri dari wortel,

bawang daun, ketimun, kacang panjang, cabe, tomat, terung, bayam, kangkung,

buncis, katuk, dan caysin.

Kebutuhan konsumsi bahan pangan masyarakat wilayah Bogor dipenuhi

oleh hasil kegiatan on farm maupun off farm. Hal ini dapat dilihat pada gambar 5

yang menggambarkan pemenuhan kebutuhan konsumsi bahan pangan masyarakat

pada tahun 2009.

Sumber: 1. BPS kota Bogor, 2009

2. BPS kabupaten Bogor, 2009

Gambar 5. Pemenuhan kebutuhan konsumsi bahan pangan masyarakat

wilayah Bogor tahun 2009

Page 44: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

29

Kebutuhan bahan makanan masyarakat wilayah Bogor pada tahun 2009

cukup tinggi yaitu 2.590.450 ton, khusus padi/sereal sebesar 40,92%, umbi-

umbian 13,96%, kacang-kacangan 6,61%, sayur-sayuran 16,56% dan buah buahan

14,45%. Dari Gambar 5 terlihat bahwa ketersediaan pangan lokal (produksi lokal)

belum dapat memenuhi kebutuhan bahan makanan dari tanaman pangan, sayuran

dan buah-buahan yaitu rata-rata masih di bawah 50% dari kebutuhan konsumsi

penduduk yang berjumlah 5.093.047 jiwa. Kekurangannya dipenuhi dengan

mendatangkan dari luar daerah ataupun luar negeri (impor) yaitu sekitar 70,75%.

Adapun persediaan pangan lokal (produksi lokal) berkisar antara 1,74% sampai

dengan 70,73% dari kebutuhan konsumsi penduduk. Kekurangannya dipenuhi

dengan mendatangkan dari luar daerah atau pun luar negeri (impor). Khususnya

untuk pemenuhan kebutuhan beras, wilayah Bogor disuplai dari luar daerah

seperti Indramayu, Karawang dan Cianjur serta dari luar negeri seperti Cina,

Vietnam dan Amerika Serikat.

Mengingat persediaan pangan lokal (produksi lokal) untuk kebutuhan

konsumsi penduduk lebih kecil dibanding suplai dari luar. Untuk itu pemerintah

wilayah Bogor telah melaksanakan kegiatan pemantauan cadangan pangan, baik

cadangan pangan milik pemerintah yang diperuntukkan bagi keluarga miskin

(raskin) maupun cadangan pangan milik masyarakat (ditingkat petani dan pasar).

Selain itu, di wilayah Bogor telah dilakukan peningkatan hasil produksi

padi di daerah sentra-sentra produksi padi, seperti kecamatan Cariu, Pamijahan,

Cibungbulang, Jonggol dan Leuwiliang. Wilayah Bogor juga merupakan salah

satu daerah unggulan dalam produktivitas padi di propinsi Jawa Barat, dalam

rangka memenuhi ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan strategis terutama

beras untuk mewujudkan ketahanan pangan di wilayah Bogor maupun propinsi

Jawa Barat.

Page 45: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

30

2. Karakteristik Responden

Karakteristik petani di wilayah Bogor, sebagaimana petani-petani tanaman

pangan yang ada di Indonesia memiliki karakteristik yang hampir sama

(homogen). Ada beberapa karakteristik yang melekat pada petani tanaman pangan

di wilayah Bogor terutama dilihat dari jenis kelamin, usia, pendidikan, status dan

luas lahan, pengalaman usahatani, pola tanam serta pendapatan petani. Hasil olah

data tentang karakteristik petani responden di wilayah Bogor dapat ditunjukkan

pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Karakteristik responden

Keterangan Kategori Jumlah

(org)

Persentase

(%)

Jenis Kelamin Laki-laki 43 87.76

Perempuan 6 12.24

Usia (tahun) 31-40 7 14.29

41-50 16 32.65

51-60 11 22.45

>60 15 30.61

Pendidikan Tidak sekolah 11 22.45

SD/MI 22 44.90

SMP 7 14.29

SMA 9 18.37

Luas lahan <0,5 ha 31 63.27

0,5 - 1,0 12 24.49

>1,0 ha 6 12.24

Status lahan Sewa 18 36.73

milik sendiri 31 63.27

Pengalaman usahatani <5 tahun 10 20.41

5 - 10 th 17 34.69

>10 th 22 44.90

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat pada umumnya petani di Bogor adalah

laki-laki yaitu 87,76% dari seluruh jumlah responden yang dipilih, namun juga

terdapat 12,24% dari responden adalah perempuan. Hal ini kelihatan tidak lazim,

namun 6 orang perempuan tersebut menjadi petani karena suaminya telah

meninggal dan ada juga yang disebabkan perceraian, namun semua responden

perempuan ini merupakan anggota kelompok tani.

Page 46: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

31

Usia petani responden rata-rata di atas 30 tahun, dimana sekitar 46,93%

berusia kurang dari atau sama dengan 50 tahun, sedangkan sebagian besar petani

responden yaitu 53,07% berusia lebih dari 50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa

pertanian di Indonesia, terutama di Bogor cenderung tidak diminati oleh pemuda.

Ada anggapan bahwa petani atau pertanian itu identik dengan pekerjaan bercocok

tanam dan kemiskinan. Hal ini menyebabkan pemuda lebih cenderung untuk

mencari pekerjaan lain selain bekerja di bidang pertanian.

Dari sisi tingkat pendidikan formal, petani responden di Bogor sebagian

besar hanya sampai sekolah dasar (67,35%), dan sekolah lanjutan (32,65%).

Tingkat pendidikan yang relatif masih rendah, tidak selalu berarti kurang

pengetahuan. Namun demikian, pendidikan formal yang tinggi akan sangat

berperan dalam kemampuan menganalisis berbagai situasi, wawasan berpikir dan

pemanfaatan teknologi terkini. Seperti umumnya ciri petani Indonesia memiliki

lahan rata-rata 0,5 ha, begitu juga petani responden di Bogor dengan pemilikan

lahan rata-rata di Bogor adalah <0,5 ha dengan status kepemilikan lahan tersebut

rata-rata adalah milik petani sendiri (63,27%) meskipun ada juga yang berupa

tanah sewa.

Sebagian besar responden (44,90%) telah melakukan usahatani > 10

tahun, sedangkan yang berpengalaman 5-10 tahun sebanyak 34,69% dan sisanya

baru berpengalaman < 5 tahun. Dilihat dari persentase pengalaman usahatani,

menunjukkan bahwa petani di Bogor sudah memiliki pengalaman yang cukup

dalam usahatani. Sehingga dapat dikatakan petani sudah memiliki pengalaman

serta pengetahuan yang cukup tentang resiko pertanian.

Petani di Bogor melakukan penanaman polikultur yaitu dengan pola tanam

bergantian atau menanam pada saat yang sama pada suatu lahan pertanian antara

tanaman padi, palawija dan sayuran. Pola tanam tanaman pangan di wilayah

Bogor dapat dilihat pada Gambar 6. Dari keseluruhan petani yang menjadi

responden, hanya 1 orang atau 2,04% menanam padi saja. Untuk tanaman padi

yang diikuti dengan tanaman palawija sebanyak 16,33%. Sedangkan untuk

tanaman padi yang diikuti dengan tanaman palawija dan sayur-sayuran sekitar

24,49% dan ini merupakan pola tanam paling tinggi persentasenya dibanding pola

tanam yang lain. Petani responden yang hanya menanam palawija saja sekitar

Page 47: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

32

14,29%. Responden yang melaksanakan pola tanam palawija yang diikuti dengan

padi 12,24%, palawija dan sayuran 20,41%, sedangkan pola tanam palawija, padi

dan sayuran 10,20%.

Gambar 6. Pola tanam yang dilaksanakan petani di wilayah Bogor

Pola tanam padi – palawija – sayur lebih diminati oleh petani

dibandingkan hanya bertanam padi saja, atau palawija saja. Hal ini dikarenakan

menurut pendapat petani bahwa usahatani dengan pola tanam yang demikian lebih

menguntungkan. Keputusan petani untuk melakukan penanaman satu atau

beberapa jenis tanaman pangan serta untuk melakukan polikultur/diversifikasi

usahatani paling dominan didasarkan atas pengetahuan dan pengalaman

berusahatani.

Dari sisi biaya produksi, sebanyak 67% petani mengeluarkan biaya kurang

dari Rp 1 juta selama 1 kali produksi tanaman (Gambar 7). Hal ini dapat dipahami

mengingat rata-rata luasan lahan pertanian adalah < 0,5 Ha. Pendapatan sebagian

besar petani (91,84%) sebesar lebih dari Rp 1.000.000 diperoleh dari hasil

penjualan produk pertanian.

Page 48: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

33

Gambar 7. Biaya produksi dan pendapatan petani responden

Keuntungan petani tanaman pangan di wilayah Bogor Rp 500.000 –

Rp 2.000.000 per satu kali musim tanam. Menurut pengakuan sebagian petani,

terutama petani yang memiliki lahan pertanian kecil, dengan keuntungan yang

demikian kecil tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka. Hal ini

memaksa petani untuk melakukan pekerjaan selain di ladang, yaitu mengerjakan

pengolahan pasca panen, atau kegiatan yang bersifat off farm seperti buruh tani,

buruh di pasar, berjualan, tukang bangunan dan pekerjaan lainnya.

B. Persepsi Petani terhadap Resiko Pertanian

Usahatani di subsektor tanaman pangan termasuk salah satu jenis

usahatani yang memiliki resiko dan ketidakpastian yang tinggi. Resiko-resiko

tersebut dapat disebabkan oleh perubahan lingkungan alam terutama iklim,

bencana alam, ataupun serangan hama dan penyakit; perubahan lingkungan sosial

ekonomi terutama yang terkait dengan perilaku pasar, input maupun output

Page 49: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

34

usahatani, dinamika usaha antara sektor pertanian dan non pertanian, perubahan

kebijakan di bidang ekonomi, konflik sosial dan sebagainya.

Negara berkembang seperti Indonesia sangat rentan terhadap resiko-resiko

pertanian karena masih minimnya instrumen-instrumen pengendalian resiko.

Untuk itu perlu dilakukan kajian awal untuk mengidentifikasi resiko-resiko

tersebut. Berdasarkan hasil FGD dan wawancara dengan sejumlah petani

responden di wilayah Bogor teridentifikasi resiko-resiko pertanian dan tingkat

resiko pertanian seperti yang disampaikan pada Gambar 8 yang merupakan hasil

tabulasi berdasarkan Lampiran 3. Rata-rata skor yang digunakan skala 1-5 yaitu

dari sangat penting (5) hingga tidak penting (1).

Gambar 8. Skor Resiko berdasarkan persepsi petani tanaman pangan

Gambar 8 menunjukkan bagaimana persepsi petani berdasarkan tingkat

kepentingan dari berbagai resiko. Berdasarkan pendapat petani responden di

wilayah Bogor, resiko produksi merupakan resiko yang paling berpengaruh diikuti

dengan resiko pemasaran, resiko finansial, resiko manusia serta resiko sosial dan

institusional. Adapun resiko yang paling sering dihadapi oleh petani adalah resiko

produksi terutama dari serangan hama dan penyakit tanaman atau organisme

pengganggu tanaman (OPT) serta iklim atau cuaca seperti hujan dan kekeringan.

Page 50: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

35

Resiko pemasaran juga merupakan resiko yang dominan, terutama disebabkan

oleh harga produk yang sering berubah serta distribusi komoditas yang selain

mahal karena biaya transportasi tinggi akibat infrastruktur yang tidak memadai,

serta sering juga dimonopoli oleh pengusaha besar. Resiko keuangan didominasi

oleh lemahnya permodalan petani dan lemahnya akses terhadap permodalan

petani.

Berdasarkan persepsi petani di wilayah Bogor, penurunan jumlah produksi

pertanian merupakan hal utama yang dialami oleh petani. Penurunan jumlah

produksi ini terutama disebabkan oleh serangan hama dan penyakit tanaman.

Organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu faktor penghambat

utama usaha peningkatan produksi pertanian. Serangan OPT menyebabkan

penurunan kuantitas hasil dan penurunan kualitas produksi pertanian. Jenis-jenis

Organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang sering menyerang lahan pertanian

tanaman pangan utama di wilayah Bogor adalah : penggerek batang, tikus, tungro,

wereng coklat, blast, kresek, hama putih, ulat grayak, trips, hawar bakteri, lalat

bibit, hama putih palsu, keong mas, BRS dan perikularia. Serangan hama dan

penyakit ini menyerang terutama saat musim hujan yaitu pada bulan Oktober

sampai Maret.

Penurunan pertumbuhan produksi juga disebabkan oleh faktor penting

lainnya yaitu perubahan iklim global yang menyebabkan anomali iklim dan

pemanasan global. Berbagai bentuk anomali iklim seperti curah hujan yang tinggi

saat musim hujan dan kemarau yang panjang hingga menyebabkan kerusakan

pada tanaman. Anomali iklim juga mengganggu jadwal pola tanam petani.

Bencana alam juga sering terjadi seperti banjir dan kekeringan bahkan kebakaran

serta gempa bumi yang berpotensi merusak infrastruktur dan jaringan irigasi yang

akhirnya merusak dan menurunkan produksi tanaman pangan.

Tanaman pangan dengan peranannya yang sangat penting di dalam

konsumsi sehari-hari masyarakat Indonesia perlu mendapatkan perhatian.

Berbagai faktor yang mempengaruhi tanaman pangan baik berupa stok, produksi

nasional dan harga di pasar internasional menjadi faktor kritis bagi ketahanan

pangan Indonesia. Hal ini karena faktor-faktor ini akan berdampak pada harga

domestik tanaman pangan tersebut. Harga domestik yang tinggi akan berakibat

Page 51: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

36

pada daya konsumsi masyarakat menjadi rendah dan dalam jangka waktu panjang

kondisi ini akan melemahkan ketahanan pangan nasional terutama akibat dari

bencana kelaparan. Sedemikian strategisnya komoditas tanaman pangan ini

sehingga memiliki sifat strategis dan politik. (Jatmiko, 2004).

Gambar 9. Perbedaan harga di tingkat petani dan pasar

Selain harga hasil pertanian tanaman pangan yang sering berubah, apalagi

pada saat panen raya menyebabkan harga hasil pertanian akan semakin rendah.

Adanya permainan harga oleh para tengkulak yang menyebabkan harga produk

pertanian jauh berada di bawah harga pasar. Petani tidak mempunyai kekuatan

tawar menawar, karena petani telah menjual produk pertaniannya sebelum panen,

yaitu di saat petani meminjam uang kepada tengkulak untuk keperluan sehari-hari

dan sebagai modal petani untuk membeli input produksi.

Infrastruktur yang masih rendah, merupakan salah satu sebab distribusi

komoditas pertanian semakin panjang. Tidak tersedianya infrastruktur jalan

usahatani menyebabkan biaya transportasi untuk memasarkan produksi tanaman

semakin besar. Hal ini dimanfaatkan oleh pengusaha yang memiliki modal yang

besar untuk membeli produk pertanian dengan harga rendah di tingkat petani dan

menjualnya dengan harga yang tinggi di pasar dengan tujuan untuk mendapatkan

keuntungan yang besar.

Page 52: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

37

Meskipun tidak mengetahui secara rinci pengaruh perubahan ekonomi

nasional oleh petani, namun petani merasakan dampak dari kenaikan harga BBM

yang diikuti oleh kenaikan harga input produksi dan transportasi.

Resiko keuangan utama yang teridentifikasi oleh petani responden di

wilayah Bogor adalah modal. Permodalan petani sangat terbatas, hal ini dilihat

dari kemampuan petani untuk membiayai usahatani sehingga produktivitas yang

dicapai masih di bawah produktivitas potensial.

Kesulitan permodalan yang dialami petani akan mempengaruhi ruang

gerak aktifias produksi usahatani dari petani. Salah satu usaha untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada umumnya dan pertanian pada

khususnya adalah melalui kredit. Kredit adalah salah satu syarat pelancar dalam

pembangunan pertanian, karena tanpa adanya kredit pertanian, pertumbuhan

ekonomi dalam bidang pertanian akan berjalan lambat. Untuk produksi yang lebih

baik, petani harus lebih banyak mengeluarkan uang sarana produksi. Petani

dengan uang banyak akan mampu membeli sarana produksi yang produktif

sehingga akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Namun kenyataannya

kredit dari lembaga keuangan seperti bank tidak menarik untuk digunakan oleh

petani tanaman pangan yang kebanyakan adalah petani berlahan sempit dan

sedang. Hal ini dapat dimaklumi karena selain tingkat bunga yang tinggi juga

diakibatkan oleh administrasi yang berbelit-belit oleh bank. Petani lebih memilih

untuk meminjam kepada tetangga, saudara atau tengkulak. Untuk petani yang

sudah bergabung dengan kelompok tani dan telah membentuk gabungan

kelompok tani serta telah melakukan kegiatan simpan pinjam, maka petani

cenderung meminjam untuk sarana produksi maupun keperluan sehari-hari kepada

kelompok tani dengan tingkat bunga rendah yaitu 2% dengan agunan kartu tanda

penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK).

Resiko finansial penting lainnya di wilayah Bogor adalah lahan, yaitu

pemilikan lahan yang sempit dan terjadinya konversi lahan untuk pembangunan

industri serta pemukiman di lahan pertanian. Peningkatan produksi pangan

memang terjadi walaupun sedikit, namun hal ini tidak seimbang dengan tingginya

peningkatan permintaan pangan daerah dan nasional.

Page 53: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

38

Rata-rata petani responden di Bogor mengusahakan lahan sawah < 0,5 Ha

dan luas lahan tersebut cenderung mengecil karena adanya proses fragmentasi

lahan sebagai akibat dari sistem/pola warisan. Selain itu juga disebabkan oleh alih

fungsi lahan. Luas lahan sawah cendrung berkurang setiap tahunnya akibat adanya

alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian (contohnya untuk

pembangunan industri, pemukiman di lahan pertanian). Penyempitan luas lahan

ini diikuti dengan naiknya harga sewa lahan dan harga lahan itu sendiri.

Resiko manusia dapat dilihat dari tenaga kerja yang merupakan faktor

penting dari kegiatan produksi sektor pertanian. Pada umumnya tenaga kerja di

sektor pertanian memiliki tingkat pendidikan yang rendah, mengandalkan

keterampilan yang terbatas, mengerjakan lahan pertanian milik sendiri atau orang

lain dan merupakan pekerjaan yang dilakukan turun-temurun.

Walaupun jumlah tenaga kerja di sektor pertanian jumlahnya lebih banyak

daripada jumlah tenaga kerja di sektor lain, ada kecenderungan penurunan dari

tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat secara sederhana dari karakteristik

petani. Kecenderungan penurunan ini disebabkan paradigma berpikir masyarakat

bahwa petani identik dengan pekerjaan bercocok tanam, tradisional membuat

masyarakat muda tidak tertarik bekerja di bidang pertanian. Kecenderungan

penurunan jumlah petani ini membuat upah tenaga kerja di bidang pertanian

semakin tinggi.

Melihat kondisi umur petani responden yang sebagian besar berumur lebih

dari 50 tahun, maka tingkat kesehatan petani juga menurun. Hal ini dapat

menurunkan daya konsentrasi waktu bekerja yang akhirnya dapat mengakibatkan

kecelakaan dalam bekerja. Kondisi ini dipersulit lagi dengan tidak adanya jaminan

kesehatan yang memadai dan petani tidak mampu untuk membeli asuransi

kecelakaan.

Dari sisi resiko institusional, sebagian petani responden beranggapan

bahwa kebijakan pemerintah tidak terlalu berpihak kepada pertanian. Hal ini

terlihat dari infrastruktur pendukung pertanian yang belum memadai seperti jalan

dan irigasi. Di sisi lain, karena sebagian besar petani di Bogor adalah petani

dengan tingkat pendidikan yang rendah, kemampuan untuk melakukan

kesepakatan masih kurang. Namun, apabila terjadi kesepakatan antara

Page 54: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

39

petani/kelompok tani dengan pengusaha, maka bargaining power selalu dalam

kondisi merugikan petani.

C. Manajemen Resiko di Tingkat Petani

Di negara-negara berkembang, kegiatan manajemen resiko secara

tradisional dilakukan sebelum (ex-ante) dan setelah (ex-post) resiko itu muncul.

(Siegel dan Alwang, 1999). Contoh strategi ex-ante mencakup akumulasi dari

simpanan cadangan sebagai tabungan pencegahan dan diversifikasi pendapatan

yang menghasilkan kegiatan melalui perubahan alokasi tenaga kerja (bekerja

pada on farm dan usaha kecil off farm, dan migrasi musiman)

atau berbagai praktek tanam (menanam tanaman yang berbeda, seperti varian

tahan kekeringan, penanaman di lahan yang berbeda, tumpang sari, dan

mengandalkan input beresiko rendah). Demikian pula, perusahaan dapat

mengasuransikan diri melalui kapitalisasi tinggi dan diversifikasi kegiatan usaha.

Masyarakat secara kolektif mengurangi resiko cuaca dengan proyek irigasi dan

pengolahan tanah konservasi yang melindungi tanah dan kelembaban. Contoh dari

strategi ex-post adalah dengan petani melakukan pekerjaan yang bersifat off-farm,

menjual hasil ternak atau asset pertanian lainnya, mengajak anak-anak bekerja

sebagai buruh pertanian, dan meminjam uang kepada keluarga, teman atau

tetangga (Hanan and Skoufias, 1998).

Manajemen resiko di tingkat petani di wilayah Bogor lebih difokuskan

kepada pengurangan resiko produksi dan resiko keuangan. Hasil tabulasi

manajemen resiko di tingkat petani berdasarkan Lampiran 4 dapat dilihat pada

Gambar 10. Rata-rata pemberian skor pada skala 1-5 yaitu dari sangat penting (5)

hingga tidak penting (1).

Page 55: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

40

Gambar 10. Skor manajemen resiko berdasarkan persepsi petani tanaman pangan

Manajemen resiko di tingkat petani lebih mengutamakan pada pendekatan

secara teknik ataupun praktis dalam pengendalian resiko pertanian. Untuk

mengurangi resiko produksi atau penurunan jumlah produksi akibat pengaruh

serangan hama dan penyakit, petani lebih cenderung untuk memonitor lebih

dahulu serangan hama dan penyakit untuk mengidentifikasi hama dan penyakit.

Pengendalian yang dilakukan secara umum oleh petani adalah menyemprot

dengan menggunakan pestisida atau insektisida. Penggunaan pestisida untuk

mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanaman pangan relatif sangat

tinggi (Wigenasantana dan Waluyo, 1989). Selain itu petani juga melakukan

penyiangan untuk menghilangkan gulma dari tanaman. Untuk mengurangi

penggunaan pestisida dan insektisida yang mahal, maka petani melakukan

diversifikasi usahatani dengan menanam lebih dari satu tanaman pada suatu lahan.

Perubahan cuaca menyebabkan keterbatasan air dirasakan sangat berkurang

terutama pada saat musim kemarau ditambah lagi dengan kurangnya infrastruktur,

menyebabkan petani harus melakukan pengairan dengan langsung mengambil dari

sumber-sumber air. Antisipasi lain untuk mengatasi berkurangnya jumlah

Page 56: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

41

produksi akibat resiko produksi, petani cenderung untuk menanam tanaman dalam

kapasitas maksimum.

Salah satu ciri pertanian rakyat Indonesia adalah manajemen dan

permodalan yang terbatas. Kebutuhan petani terhadap uang tunai (modal) untuk

membiayai usahataninya sangat menonjol dalam kegiatan pembelian benih

berlabel (mengingat kualitas benih sangat menentukan produktivitas usahatani),

pupuk dan pestisida (obat-obatan pemberantas hama & penyakit).

Masalah keuangan merupakan salah satu masalah utama bagi petani.

Keperluan modal merupakan titik awal bagi petani untuk mengambil keputusan

yang berhubungan dengan penggunaan kredit. Selama petani masih memiliki

modal sendiri, petani cenderung untuk menghindari melakukan peminjaman atau

kredit, kredit dari sumber manapun sangatlah beresiko. Petani lebih tertarik

meminjam/melakukan kredit dari pemerintah dibanding kredit dari sumber yang

lain/swasta. Namun kondisi di lapangan menyatakan kredit yang bersumber dari

perorangan/swasta lebih disukai karena lebih mudah dan cepat didapat. (Sjah,

Russell & Cameron, 2003).

Petani di wilayah Bogor sebagai petani umumnya di Indonesia tidak

terlepas dari beban hutang untuk kehidupan sehari-hari dan untuk biaya produksi.

Hal utama yang dilakukan petani untuk mengatasi resiko keuangan adalah dengan

menjaga agar tidak berhutang terlalu banyak, kemudian mencoba mengatur

pengeluaran. Apabila biaya untuk keperluan sehari-hari dan biaya produksi masih

kurang, sedangkan modal untuk memenuhi keperluan tersebut sedikit atau tidak

ada, petani akan melakukan pinjaman. Pinjaman uang yang dilakukan untuk

modal usaha tani atau untuk keperluan sehari-hari biasanya ditujukan kepada

keluarga terdekat, tentangga dan secara umum kepada tengkulak. Sebagian besar

petani responden meminjam uang kepada tengkulak dan dibayar saat panen,

dimana tengkulak yang akan membeli hasil tersebut, tentunya dengan harga yang

rendah.

Resiko pemasaran terutama harga produk merupakan salah satu masalah

utama. Petani tidak mampu atau tidak mempunyai kekuatan untuk menentukan

harga tanaman pangan. Untuk mengatasi hal tersebut petani umumnya mengikuti

perkembangan harga produk pertanian secara umum. Untuk mengetahui kondisi

Page 57: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

42

pasar terutama harga produk, Pemerintah telah memberikan layanan informasi

harga yang dapat diakses oleh petani langsung melalui sms ke operator Dinas

Agribisnis maupun Dinas Pertanian dan Kehutanan di Wilayah Bogor. Untuk

mengimbangi pendapatan petani apabila tidak mendapatkan hasil atau harga yang

memadai dalam menanam tanaman pangan, maka petani melakukan diversifikasi

usaha terutama pada tanaman palawija dan hortikultura khususnya sayuran. Untuk

meningkatkan pendapatan petani dan mempertahankan harga jual, sebagian petani

mengikuti kelompok tani dan melakukan kesepakatan usaha dengan pengusaha.

Lahan pertanian yang kian hari semakin sempit tidak mencukupi

kebutuhan rumah tangga petani yang bersangkutan. Untuk mendapatkan

pendapatan yang cukup bagi keluarga. Petani responden umumnya melakukan

pekerjaan tambahan di luar usahatani (off farm).

Pekerjaan-pekerjaan di luar sektor pertanian, seperti pekerjaan dalam

industri rumah tangga atau industri kecil, sudah dikenal di daerah pedesaan sejak

lama. Keberadaan pekerjaan di luar sektor pertanian ini penting artinya bagi

rumah tangga petani. Hal ini berkaitan dengan sifat musim kegiatan di bidang

pertanian. Pada umumnya keluarga petani membutuhkan pekerjaan di luar sektor

pertanian untuk menambah penghasilannya. (Mubyarto, 1985).

Demikian pula halnya petani di wilayah Bogor, kepemilikan lahan

pertanian semakin sempit karena berubah menjadi kawasan perumahan.

Kepemilikan lahan rata-rata petani responden adalah 0,5 Ha per kepala keluarga.

Melihat kenyataan yang demikian, pendapatan dari sektor pertanian tidak

memungkinkan lagi sebagai penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan

hidup. Karena itu bukan saja kaum laki-lakinya, kaum wanitanya pun dituntut

untuk mencari nafkah di sektor off farm.

D. Analisis Faktor Lingkungan

1. Faktor Internal dan Eksternal

Berdasarkan hasil analisis lingkungan baik internal maupun eksternal

usahatani tanaman pangan utama wilayah Bogor berupa faktor kekuatan

(strengths) dan kelemahan (weaknesses), serta faktor peluang (opportunities) dan

ancaman (threats) yang berpengaruh terhadap pengembangan usahatani tanaman

Page 58: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

43

pangan dan pembangunan pertanian di Bogor. Pada hasil analisis akan ditetapkan

posisi usahatani saat ini dengan menggunakan matriks IFE dan EFE, kemudian

akan dirumuskan strategik yang akan diterapkan dengan menggunakan analisis

SWOT. Analisis faktor internal dan eksternal usahatani tanaman pangan wilayah

Bogor akan diuraikan sebagai berikut.

a. Analisis Faktor Internal

Analisis lingkungan internal bertujuan untuk mengidentifikasi dan

menjelaskan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan bagi petani

tanaman pangan di Bogor. Kekuatan yang diidentifikasi terdiri dari jumlah

sumberdaya manusia pertanian yang melimpah, sumberdaya alam yang

mendukung, adanya dukungan pemerintah lewat program-program atau kebijakan

pertanian, petani merupakan pekerja keras dan memiliki pengalaman yang cukup,

dan produk pertanian bersifat renewable.

Jumlah sumberdaya manusia pertanian yang banyak merupakan salah satu

kekuatan pertanian Indonesia. Serapan sektor pertanian terhadap tenaga kerja di

Bogor merupakan yang tertinggi dibanding sektor-sektor lain. Banyaknya jumlah

tenaga kerja di sektor pertanian menjadi sebuah kekuatan dan juga sebuah

peluang. Dengan sumber tenaga kerja yang melimpah ini menyebabkan upah

tenaga kerja di sektor pertanian menjadi relatif lebih rendah dan sebagai sumber

inventor dan inovator di bidang pertanian.

Indonesia memiliki sumberdaya alam yang melimpah, yang merupakan aset

utama pengembangan agribisnis. Di antara lima pulau besar, pulau Jawa merupakan

pulau terpadat penduduknya tapi juga memiliki lahan yang subur. Sumberdaya alam

Indonesia sebagian besar dapat dikatakan mendukung kegiatan usahatani terutama

wilayah Bogor. Dengan curah hujan yang tinggi dan lahan pertanian yang subur

dapat mendukung pertanian tanaman pangan di wilayah Bogor.

Besarnya dukungan pemerintah dalam meningkatkan produksi tanaman

pangan serta usaha pemerintah melalui program-program untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat serta petani dengan cara mengentaskan kemiskinan.

Pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah selalu berkomitmen untuk

membantu sektor pertanian lewat program-program maupun kebijakan. Kebijakan

agribisnis di Bogor merupakan salah satu kekuatan yang penting karena arah

Page 59: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

44

kebijakannya bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan

pengembangan sektor pertanian berbasis agribisnis. Hal ini merupakan penjabaran

dari misi pemerintahan Bogor, yakni mengembangkan perekonomian masyarakat

dengan titik berat pada jasa dan pertanian yang mengoptimalkan pemanfaatan

sumberdaya yang ada. Pengembangan pertanian yang terintegrasi dengan

pengembangan masyarakat tani yang dihubungkan dengan seluruh aktivitas

ekonomi dalam kerangka peningkatan produksi, daya saing dan nilai tambah

komoditi pertanian untuk mengentaskan kemiskinan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa petani Indonesia adalah petani yang bekerja

keras serta dapat dikatakan memiliki pengalaman yang cukup dalam pertanian.

Hal ini dapat kita perhatikan dari tabel yang memperlihatkan bahwa 80% petani

responden memiliki pengalaman lebih dari 5 tahun bahkan sudah dilakukan sejak

kecil.

Sifat alami dari produk pertanian adalah renewable. Sumberdaya renewable

adalah semua organisme hidup yang menyediakan makanan, serat, obat-obatan dan

sebagainya bagi manusia (Weiss, 1962). Hal ini merupakan salah satu kekuatan

sektor pertanian.

Kelemahan pertanian antara lain adalah rendahnya tingkat pendidikan dan

keterampilan petani, semakin menyempitnya lahan pertanian dan lemahnya

infrastruktur. Selain itu juga lemahnya kelembagaan petani, lemahnya akses

permodalan petani, lemahnya penguasaan informasi dan teknologi serta lemahnya

manajemen kerja.

Lemahnya pengetahuan dan keterampilan petani menyebabkan rendahnya

tingkat daya saing dan keunggulan kompetitif produk usahatani tanaman pangan

di Bogor. Hal ini juga berdampak pada kelemahan mengelola pengembangan

produk tanaman pangan yang memiliki prospek bisnis dan pertumbuhan pasar

yang tinggi untuk menembus pasar domestik dan luar negeri.

Selain sempitnya luas lahan pertanian yang menyebabkan usahatani menjadi

tidak efisien, status kepemilikan lahan juga menjadi masalah utama di Bogor.

Ketidakjelasan kepemilikan dan status lahan berpengaruh pada investasi dalam

bidang pertanian. petani sangat sulit untuk mendapatkan modal dari perbankan

tanpa ada agunan. Demikian juga para investor sulit untuk melakukan investasi

Page 60: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

45

tanpa ada status dan kepemilikan lahan yang jelas. Rendahnya infrastruktur menjadi

faktor penyebab usahatani tidak maksimal, irigasi yang tidak memadai,

menyebabkan kelangkaan air di satu tempat dan banjir ditempat lain, sehingga

penggunaan air semakin kompetitif. Tidak ada atau belum memadainya jalan

usahatani merupakan masalah yang dihadapi di pedesaan, perlunya infrastruktur

jalan sangat penting untuk meningkatkan efisiensi usahatani terutama dalam hal

pengangkutan sarana produksi dan hasil panen.

Lemahnya kelembagaan dan posisi tawar petani yang berakibat pada

panjangnya tata niaga dan belum adilnya sistem pemasaran. Kelembagaan petani,

baik rendahnya kualitas SDM petani, tidak ada atau tidak berfungsinya lembaga

petani dan lembaga pendukung pertanian di perdesaan telah melemahkan posisi

tawar petani dan mempersulit dukungan pemerintah yang diberikan kepada petani.

Lembaga petani yang dapat menjadi alat untuk meningkatkan skala usaha untuk

memperkuat posisi tawar petani sudah banyak yang tidak berfungsi. Lembaga

pendukung untuk petani terutama lembaga penyuluhan pertanian sudah kurang

berfungsi sehingga menurunkan efektivitas pembinaan, dukungan dan diseminasi

teknologi dalam rangka meningkatkan penerapan teknologi dan efisiensi usaha

petani.

Lemahnya permodalan petani dan akses terhadap permodalan itu sendiri

untuk pembiayaan petani adalah masalah pada petani tanaman pangan terutama

petani menengah kebawah. hal ini disebabkan karena masalah klasik, yaitu tidak

adanya jaminan/agunan yang dipersyaratkan perbankan. Pada kondisi ini petani

terpaksa berhubungan dengan rentenir/tengkulak yang sudah barang tentu dengan

bunga yang sangat tinggi. Lemahnya permodalan pada pengembangan tanaman

pangan karena tidak adanya lembaga keuangan yang khusus menangani

pembiayaan pertanian, realisasi kredit ketahanan pangan (KKP) untuk para petani

masih rendah dan tidak sesuai rencana, serta anggaran pembangunan nasional dan

daerah untuk sektor pertanian masih rendah. Di lain pihak, keberpihakan lembaga

keuangan formal terhadap sektor pertanian juga masih rendah. Bank lebih

memperhatikan sektor industri. Tahun 2000, kredit perbankan kepada sektor

pertanian hanya 6,2% sementara untuk industri 34,2%, perdagangan 14,4% dan

jasa-jasa 37,4%. (Arifin, 2007).

Page 61: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

46

Masih rendahnya penguasaan informasi dan teknologi oleh petani berakibat

pada rendahnya efisiensi petani dalam hal memasarkan produk dan juga rendahnya

produktivitas serta nilai tambah produk pertanian. Nilai tambah komoditas ini

masih rendah karena pada umumnya petani menjual hasil pertanian dalam bentuk

segar (produk primer) dan olahan sederhana. Perkembangan industri hasil pertanian

belum optimal, yang ditunjukkan oleh rendahnya tingkat utilisasi industri hasil

pertanian. Peningkatan nilai tambah produk pertanian melalui proses pengolahan

memerlukan investasi dan teknologi pengolahan yang lebih modern. Kondisi ini

diperberat oleh semakin tingginya persaingan produk dari luar.

Manajemen kerja petani di Indonesia umumnya masih dibilang kurang

profesional. Hal ini dapat dilihat dari jadwal penanaman yang kadang melebihi

jadwal awal musim tanam, tidak tepatnya penggunaan dosis pupuk ataupun obat

pembasmi hama dan penyakit. Kurangnya manajemen kerja ini umumnya

diakibatkan oleh pengetahuan petani yang minim ditambah lagi petani harus bekerja

di luar usahatani untuk mendapatkan tambahan pendapatan bagi pemenuhan

kehidupan sehari-hari keluarga.

b. Analisis Faktor Eksternal

Analisis lingkungan eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi dan

menjelaskan faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman bagi usaha

pertanian di Indonesia terutama pertanian tanaman pangan di Bogor. Peluang yang

diidentifikasi terdiri dari produk tanaman pangan yang selalu diperlukan dan

jumlanya semakin meningkat akibat pertambahan penduduk atau dengan kata lain

besarnya pangsa pasar hasil kegiatan usahatani tanaman pangan, peningkatan nilai

tambah produk melalui pengembangan agroindustri, kemitraan dengan berbagai

pihak, pemanfaatan hasil riset dan teknologi, serta pemanfaatan kredit/asuransi

pertanian. Ancaman yang dihadapi terdiri dari tingginya resiko produksi,

lemahnya akses permodalan, fluktuasi harga produk pertanian, semakin

meningkatnya produk impor dari luar serta monopoli distribusi oleh pengusaha

besar.

Identifikasi dan penyusunan daftar peluang dan ancaman dilakukan

melalui kuesioner serta wawancara. Sebagai suatu wilayah yang terdiri dari

Page 62: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

47

wilayah dan kabupaten, pengembangan usahatani dilakukan dengan

memanfaatkan sebesar-besarnya sumberdaya yang tersedia secara efektif dan

efisien, diharapkan dapat menjawab berbagai resiko-resiko pertanian yang

dihadapi. Dilihat dari peluang pangsa pasar tanaman pangan, posisi wilayah

Bogor sangat strategis. Kawasan andalan botabek merupakan kawasan unggulan

sektor industri manufaktur dan jasa yang mempunyai keterkaitan dengan

sumberdaya lokal, berorientasi ekspor dan ramah lingkungan.

Disamping wilayah Bogor dipandang sebagai perwilayahan dan kabupaten

yang luas, juga memiliki tingkat serapan pasar yang tinggi untuk komoditas

tanaman pangan. Berlangsungnya liberalisasi perdagangan menjadi peluang bagi

wilayah Bogor untuk menjadi pusat perdagangan regional hasil tanaman pangan.

Dengan daya dukung geografis, adanya migrasi dari wilayah luar, lancarnya

transportasi dan aksesibilitas yang cepat serta pelayanan publik yang baik. Sejalan

dengan perkembangan penduduk yang semakin padat, kebutuhan pangan juga

semakin meningkat. Bogor dapat mengembangkan sistem rantai pasok terpadu

dari hasil tanaman pangan sehingga mampu meningkatkan kualitas ketersediaan

dan distribusi pangan ke berbagai daerah di sekitarnya.

Kondisi perekonomian yang sulit saat ini mendorong petani untuk semakin

meningkatkan kemampuan serta keterampilan serta mendorong jiwa wirausaha

dengan pengembangan produk tidak hanya di bidang usahatani tapi juga

menyebar ke bidang pengembangan agroindustri. Lewat jiwa wirausaha

diharapkan dapat memfasilitasi petani dalam penanganan pasca panen dan

pengolahan.

Peluang terbukanya kerjasama ataupun kemitraan antara petani dengan

pengusaha atau pihak lain akan membentuk berbagai pola kemitraan usahatani

tanaman pangan yang dapat dilakukan di Bogor seperti pola kerjasama

operasional usahatani tanaman pangan, pola kerjasama dalam penyediaan modal

melalui koperasi, sistem kontrak pengadaan produk tanaman pangan, kemitraan

antar kelompok tani dan atau pelaku usahatani lainnya, pola kemitraan

perdagangan umum, serta pola kemitraan pemerintah daerah dan pelaku agribisnis

lainnya.

Page 63: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

48

Pemerintah Indonesia telah menyediakan kredit pertanian di tingkat

subsidi untuk membantu petani memperluas kegiatan produksi. Petani kecil,

dengan usahatani berpendapatan rendah merupakan usahatani mayoritas, petani

ini memiliki akses hanya kepada peminjam dengan bunga tinggi, kredit non

lembaga. Usahatani besar dan menengah, merupakan penerima utama kredit

subsidi pemerintah. Dana dari pemerintah semakin sedikit dari sebelumnya dan

membuatnya semakin sulit untuk meningkatkan sektor pertanian yang ditandai

dengan peningkatan jumlah kredit pemerintah. Namun, redistribusi kredit antara

kelompok tani mungkin dapat mencapai tujuan tersebut (Onal et al., 1995). Lewat

kelembagaan petani pemanfaatan kredit pertanian baik dari pemerintah, bank

maupun pihak lain yang memberikan bantuan modal bagi petani membuka

peluang untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Namun, pemanfaatan kredit pertanian informal dikhawatirkan belum

memadai. Sumaryanto dan Nurmanaf (2007) menyatakan bahwa Pendekatan

konvensional melalui penerapan salah satu atau kombinasi strategi produksi,

pemasaran, finansial dan pemanfaatan kredit formal diperkirakan kurang efektif.

Oleh karena itu diperlukan adanya suatu sistem proteksi yang sitstemik dan

sistematis. Dalam konteks ini, pengembangan sistem asuransi pertanian formal

khususnya untuk komoditas strategis layak dipertimbangkan. Bahkan secara

normatif perlu diposisikan sebagai bagian dari strategi pembangunan pertanian

jangka panjang.

Sementara itu, pengurangan resiko pertanian melalui asuransi formal

belum merupakan praktek umum antara petani di Indonesia. Asuransi ini hanya

dilakukan oleh perusahaan perkebunan besar, bukan petani secara individual

(Montgomery et al., 2010). Bahkan, mengingat tingginya tingkat resiko di sektor

pertanian, maka perusahaan asuransi yang ada di Indonesia masih belum berani

untuk mengambil resiko untuk menawarkan asuransi pertanian di tingkat petani,

yang sudah ada sekarang baru taraf asuransi pada perusahaan perkebunan

terutama sawit dan karet. Oleh sebab itu sistem asuransi pertanian tanaman

pangan terutama padi lebih sesuai dilaksanakan oleh sektor publik. Hasil

penelitian Nurmanaf et al. (2007) menunjukkan bahwa secara finansial binis

asuransi pertanian untuk usahatani padi hanya akan layak jika disubsidi. Dengan

Page 64: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

49

catatan bahwa sejumlah asumsi yang dipergunakan dalam analisis finansial dapat

dibuat lebih longgar.

Di Indonesia, resiko pertanian yang paling tinggi adalah resiko produksi.

Teridentifikasi bahwa ancaman yang paling mempengaruhi bagi produksi

tanaman pangan adalah pengaruh perubahan iklim, bencana alam, serta serangan

hama dan penyakit.

Meskipun pemerintah telah menyediakan skim perkreditan pertanian

belum berarti bahwa akses permodalan petani terhadap lembaga keuangan sudah

terjalin dengan kuat. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan memperlihatkan

bahwa seluruh petani tidak memanfaatkan kredit pertanian yang ditawarkan, hal

ini disebabkan oleh sistem lembaga keuangan formal yang dinilai berbelit dalam

hal pengajuan kredit tersebut, sehingga petani lebih cenderung meminjam modal

kepada tengkulak atau pengumpul produk.

Fluktuasi harga produk tanaman pangan merupakan ancaman bagi petani.

Dengan ketidak pastian harga produk tanaman, petani sulit mempertahankan

kualitas dan kuantitas produk, biasanya produk pertanian belum layak panen

terpaksa dijual karena harga produk tanaman yang tidak menentu. Petani akan

menjadi pihak yang dirugikan karena biasanya harga akan rendah pada saat

musim panen dan tidak adanya jaminan pasar dengan harga yang diinginkan

petani, menjadi ancaman pada pertumbuhan pasar tanaman pangan.

Ancaman masuknya produk tanaman pangan dari luar daerah baik dari

dalam negeri seperti produk dari kabupaten dan propinsi lain di luar Bogor

maupun dari luar negeri terutama Cina, Vietnam dan Thailand, membuat harga

produk pertanian tanaman pangan jatuh. Masuknya produk tanaman pangan yang

tidak terkendali merupakan dampak liberalisasi perdagangan yang

meminimumkan tarif perdagangan sehingga pasar produk tanaman pangan

semakin terbuka bagi setiap negara, yang akan menyebabkan persaingan produk

pertanian semakin ketat. Bila produk pangan di Bogor tidak mampu bersaing

maka akan kehilangan pangsa pasar di tingkat domestik dan internasional.

Masalah distribusi juga masih menjadi kendala dalam pengembangan

pertanian. Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan kendala utama dalam

kegiatan distribusi. Sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemerintah masih

Page 65: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

50

relatif sedikit, disamping kondisi infrastruktur yang kurang mendukung untuk

kegiatan distribusi. Ketersediaan fasilitas pendukung belum memberikan dampak

yang signifikan terhadap kemampuan distribusi di sektor pertanian. Jangkauan

pemasaran yang relatif sempit merupakan indikator terhambatnya kegiatan

distribusi yang dilaksanakan. Di sinilah kesempatan untuk pengusaha yang

memiliki permodalan yang besar untuk melakukan monopoli distribusi.

2. Analisis Matriks IFE (Internal Faktor Evaluation Matrix) dan Matriks

EFE (External Faktor Evaluation Matrix)

a. Analisis matriks IFE

Hasil analisis matriks IFE terdapat pada Tabel 6. Faktor yang menjadi

kekuatan utama kegiatan usahatani di Bogor adalah dari banyaknya jumlah petani

tanaman pangan di Bogor dan produk pertanian yang bersifat renewable.

Sementara itu kelemahan utama yang dimiliki adalah selain sempit dan status

kepemilikan lahan yang tidak jelas dan lemahnya infrastruktur. Selain itu, faktor

kelemahan lain yang perlu mendapat perhatian adalah juga pengaruh lemahnya

pendidikan serta keterampilan petani di Bogor.

Tabel 6. Matriks IFE pertanian tanaman pangan di wilayah Bogor

Faktor internal Bobot Rating Skor

Kekuatan

A SDM sektor pertanian 0,094 4,000 0,375

B Dukungan sumberdaya alam 0,092 3,600 0,331

C Dukungan pemerintah 0,073 3,000 0,218

D Kerja keras dan pengalaman petani 0,091 3,400 0,309

E Produk pertanian yang renewable 0,092 3,800 0,349

Kelemahan

F Keterampilan & pengetahuan 0,080 1,400 0,112

G Lahan dan infrastruktur 0,086 1,200 0,104

H Kelembagaan petani 0,092 1,400 0,129

I Permodalan 0,083 1,400 0,116

J Informasi dan teknologi 0,103 1,200 0,123

K Manajemen kerja 0,115 2,000 0,231

TOTAL 1,000 2,395

Page 66: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

51

b. Analisis matriks EFE

Hasil analisis matriks EFE terdapat pada Tabel 7. Faktor peluang utama

yang dimiliki oleh pertanian di Bogor adalah pangsa pasar produk pertanian yang

cukup besar akibat dari banyaknya jumlah penduduk yang diikuti oleh

pemanfaatan hasil riset dan teknologi untuk pengembangan agroindustri. Faktor

yang menjadi ancaman utama bagi program ini adalah produk impor dari luar dan

besarnya resiko produksi.

Tabel 7. Matriks EFE pertanian tanaman pangan di wilayah Bogor

Faktor eksternal Bobot Rating Skor

Peluang

A Pangsa pasar 0,130 4,000 0,520

B Pengembangan agroindustri 0,097 2,600 0,251

C Kerjasama dengan berbagai pihak 0,106 3,000 0,317

D Riset dan teknologi 0,098 3,600 0,352

E Kredit/asuransi pertanian 0,071 2,400 0,171

Ancaman

F Resiko produksi 0,102 1,200 0,123

G Perdagangan bebas 0,099 1,400 0,138

H Fluktuasi harga produk pertanian 0,093 1,800 0,168

I Produk impor 0,093 1,200 0,112

J Monopoli distribusi oleh pengusaha besar 0,111 1,200 0,133

TOTAL 1,000 2,285

3. Analisis Matriks Internal-Eksternal (Internal-External Matrix)

Nilai IFE yang diperoleh kegiatan usahatani wilayah Bogor sebesar 2,395

dan nilai EFE sebesar 2,285 (Gambar 11). Perpaduan dari kedua nilai tersebut

menunjukkan bahwa strategi pemasaran program ini terletak pada kluster V, yaitu

sel stabilitas yang dapat dikelola dengan strategi mempertahankan dan

memelihara (hold and maintain) melalui strategi penetrasi pasar dan

pengembangan produk.

Page 67: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

52

Gambar 11. Matriks IE kegiatan usahatani wilayah Bogor

E. Analisis SWOT

Penyusunan strategi pada matriks SWOT dilakukan sesuai dengan hasil

yang diperoleh dari matriks IE, dimana posisi kegiatan usahatani tanaman pangan

di wilayah Bogor terletak pada sel V, yaitu posisi stabil. Pencocokan faktor

strategi internal dan eksternal dalam keadaan saat ini, lingkup strategi yang

diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan. Namun untuk

pengembangan program ke depan dapat dilakukan dengan penetrasi pasar dan

pengembangan produk pertanian tanaman pangan.

Berdasarkan hasil evaluasi matriks I-E, disusunlah matriks SWOT yang

menghasilkan empat tipe strategi yang dapat dilakukan, yaitu strategi S-O, W-O,

S-T, dan W-T. Hasil analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Skor Total

EFE= 2,395

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

IX

Kuat

Tinggi

Rataan

Rataan

Rendah

Lemah

1,0 4,0 2,0 3,0

1,0

2,0

3,0

Skor Total

EFE= 2,285

Page 68: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

53

Tabel 8. Matriks SWOT

Faktor

Internal

Faktor

Eksternal

Kekuatan (S)

1. SDM pertanian

2. Sumberdaya alam yang

mendukung

3. Didukung kebijakan

pemerintah

4. Petani memiliki kerja keras

dan pengalaman yang cukup

5. Produk pertanian renewable

Kelemahan (W)

1. Pendidikan dan skill

2. Lahan pertanian dan infrastruktur

3. Kelembagaan petani

4. Akses permodalan

5. Informasi dan teknologi

6. Manajemen kerja

Peluang (O)

1. Besarnya pangsa pasar

2. Pengembangan agroindustri

3. Kerjasama dengan berbagai

pihak

4. Hasil riset dan teknologi

5. Kredit / Asuransi pertanian

Strategi S-O

a. Penguatan pengembangan

agribisnis (S1, S2, S3, S4, S5,

O1, O2, O3,O4, O5,)

b. Mendorong investasi di sub

sektor agribisnis tanaman

pangan (S1, S2, S3, S4, S5,

O1, O3,O4, O5,)

Strategi W-O

d. Pembinaan Terpadu dan

Pengembangan Kemitraan (W1,

W4,W5, W6, O1, O2, O3,O4,

O5)

Ancaman (T)

1. Resiko produksi

2. Liberalisasi

perdagangan/pasar bebas

3. Fluktuasi harga produk

pertanian

4. Produk impor dari luar

negeri

5. Monopoli distribusi oleh

pengusaha besar

Strategi S-T

c. Meningkatkan konsistensi

pemerintah dalam kebijakan

pertanian (S1, S3, T1, T2, T3,

T4, T5)

Strategi W-T

e. Intensifikasi dan diversifikasi

tanaman pangan (W1, W2,W3,

W4,W5, T1,T2,T3, T4, T5)

f. Melindungi hak pelaku agribisnis

melalui legislasi dan regulasi

(W2,W3,W4, T1,T2,T3, T4, T5)

Alternatif strategi terapan yang muncul dari matriks SWOT terdiri dari 6

jenis alternatif strategi, yaitu:

a. Penguatan Pengembangan agribisnis (S1, S2, S3, S4, S5, O1, O2, O3,O4, O5,)

Strategi pengembangan agribisnis pertanian tanaman pangan merupakan

alternatif strategi strengths-opportunities (S-O). Jumlah penduduk wilayah Bogor

yang mencapai lebih dari 5 juta jiwa ditambah lagi banyaknya jumlah penduduk

Indonesia merupakan peluang pangsa pasar produk-produk pertanian. Banyaknya

jumlah penduduk di sektor pertanian dan didukung oleh sumberdaya alam wilayah

Bogor berupa tanah yang subur dan banyaknya persediaan air merupakan modal

penting untuk menciptakan peningkatan produksi pertanian. Namun peningkatan

Page 69: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

54

produksi pertanian akan sia-sia apabila tidak diikuti oleh peningkatan pendapatan

petani.

Penguatan pengembangan agribisnis tanaman pangan merupakan

kebutuhan kebijakan distribusi produksi yang diarahkan untuk mencapai

pelaksanaan pemasaran yang optimal. Pemerintah harus berorientasi pasar dan

meningkatkan level investasi pada infrastruktur perdesaan, riset dan penyuluhan

pertanian, pendidikan dan kesehatan (Rosengrant dan Hazell, 2001).

b. Mendorong investasi di sub sektor agribisnis tanaman pangan (S1, S2, S3, S4,

S5, O1, O3,O4, O5,)

Strategi yang masih tergolong dalam kategori strategi strengths-

opportunities (S-O) adalah mendorong investasi di bidang tanaman pangan.

Dukungan investasi diperoleh dengan memanfaatkan peluang kerjasama dengan

berbagai pihak melalui kekuatan dukungan pemerintah berupa kebijakan

pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Kerjasama dengan berbagai pihak

luar tentang kelebihan berinvestasi di bidang tanaman pangan di Bogor akan

berpengaruh terhadap seluruh aktivitas agribisnis di wilayah Bogor.

Pengembangan agribisnis di wilayah Bogor perlu mengantisipasi hal ini terutama

jika bergerak kepada pengembangan value added product.

Kondisi perekomian saat ini memberikan peluang yang besar terhadap

investasi ke sektor pertanian. Dampak krisis finansial global merupakan

momentum tepat menarik investasi ke sektor pertanian. Mengingat permintaan

pasar dunia terhadap komoditas-komoditas subsektor tanaman pangan seperti

jagung, padi dan kedelai terus meningkat, sehingga banyak pihak asing yang

tertarik untuk berinvestasi, kondisi ini perlu digalakkan. Namun, seringkali

peluang-peluang tersebut terkendala oleh ketidakjelasan hukum dan peraturan

yang mendukung investasi serta ketidakjelasan regulasi-regulasi terutama yang

menyangkut status lahan.

Page 70: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

55

c. Meningkatkan konsistensi pemerintah dalam kebijakan pertanian (S1, S3, S4,

T1, T2, T3, T4, T5)

Strategi meningkatkan konsistensi pemerintah dalam kebijakan pertanian

merupakan perpaduan antara strategi strengths-threats (S-T). Kebijakan

pemerintah merupakan faktor yang sangat berperan dalam pengembangan

agribisnis. Berbagai bentuk upaya pengembangan agribisnis akan mengalami

kendala dan hambatan tanpa adanya dukungan kebijakan pemerintah. Kebijakan

pemerintah di sektor pertanian sudah banyak dikeluarkan, namun di sisi lain

muncul berbagai permasalahan, bahwa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan

dirasa kurang konsisten penerapannya dan kurang efektif. Sebagai indikator

adalah bahwa kebijakan pemerintah ternyata belum dinikmati oleh petani.

Sosialisasi mengenai kebijakan pemerintah dirasa masih sangat kurang (Suyatno,

2008).

d. Pembinaan terpadu dan pengembangan kemitraan (W1,W2, W3,W4,W5, W6,

O1, O2, O3,O4, O5)

Strategi pembinaan terpadu dan pengembangan kemitraan yang

dilatarbelakangi oleh lemahnya tingkat pendidikan dan keterampilan petani,

diikuti oleh lemahnya akses terhadap permodalan, penguasaan informasi dan

teknologi serta kurangnya manajemen kerja. Strategi ini merupakan jenis strategi

weaknesses-opportunities (W-O) yaitu strategi untuk memperkecil kelemahan

dengan memanfaatkan peluang yang ada. Strategi ini muncul karena adanya

peluang besarnya pangsa pasar untuk produk pertanian, baik mentah maupun

olahan. Selain itu terbukanya peluang kerjasama dengan berbagai pihak terutama

swasta, serta pemanfaatan kredit lewat lembaga keuangan seperti bank, yang

dengan memanfaatkan hasil riset dan teknologi dari perguruan tinggi mendorong

petani melakukan kegiatan agroindustri untuk memberikan nilai tambah pada

produk pertaniannya. Dari sisi internal pertanian di Bogor memiliki kelemahan

utama yaitu pendidikan, keterampilan dan permodalan. Jika tidak ada usaha untuk

melakukan peningkatan kualitas pendidikan serta keterampilan petani dan usaha

peningkatan jumlah modal petani, maka pertanian di Bogor akan sulit

berkembang. Oleh sebab itu perlunya pola pembinaan terpadu setiap subsistem

Page 71: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

56

agribisnis, yaitu pola pembinaan yang mensinergikan subsistem penyedia sarana

produksi, usahatani atau kegiatan on farm (produksi primer), pengolahan

(produksi sekunder), jasa dan pengolahan (produksi tersier), serta pasar atau

konsumen, baik dalam dan luar negeri. Keberhasilan dari pembinaan terpadu

terhadap pelaku dari sistem agribisnis sangatlah ditentukan oleh adanya

koordinasi dan komunikasi antar subsistem dan berfungsinya pembinaan.

Pengembangan kelembagaan kemitraan usaha yang saling menguntungkan

serta menerapkan manajemen yang handal perlu dilakukan untuk mengurangi

resiko pertanian terutama resiko pasar dan resiko keuangan. Adapun komoditas

pertanian tanaman pangan dapat dijadikan sebagai sumber akselerasi untuk

menumbuhkan subsektor agribisnis karena sifat permintaan yang elastis terhadap

pendapatan. Untuk memenuhi permintaan pasar dan preferensi konsumen,

permasalahan, efisiensi, produktivitas dan kualitas harus mendapat perhatian.

Salah satu solusinya adalah dengan membangun kelembagaan kemitraan usaha

(Febriyansyah, 2009).

e. Intensifikasi dan diversifikasi tanaman pangan (W1,W2,W3,W4,W5, W6,

T1,T2,T3, T4, T5)

Dengan kelemahan berupa kurangnya permodalan untuk melakukan

usahatani yang diikuti berkurangnya luas lahan produktif tanaman pangan akibat

konversi lahan serta kurangnya infrastruktur, ditambah rendahnya nilai jual

produk yang menyebabkan banyak petani tanaman pangan yang beralih komoditas

usahatani dari tanaman pangan ke non tanaman pangan maka diperlukan suatu

strategi untuk memperkecil kelemahan tersebut. Strategi tersebut juga harus

mampu semaksimal mungkin menghindari ancaman-ancaman yang ada berupa

resiko produksi, monopoli distribusi produk oleh pengusaha, fluktuasi harga

produk pertanian, adanya produk impor, dan liberalisasi perdagangan/pasar bebas.

Strategi ini termasuk kategori weaknesses-threats (W-T). Strategi yang cocok

untuk menghadapi kondisi seperti ini adalah strategi intensifikasi dan diversifikasi

tanaman pangan yang dikuatkan dengan program diversifikasi pangan.

Intensifikasi bertujuan meningkatkan produksi tanaman pangan dalam

rangka menunjang pelestarian swasembada beras disamping bahan pangan

Page 72: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

57

lainnya.khususnya produksi komoditas prioritas nasional yang meliputi komoditi

padi, jagung dan kedelai disamping juga komoditas prioritas daerah: ubi kayu, ubi

jalar, kacang tanah, kacang hijau, sayur-sayuran serta buah-buahan.

Diversifikasi tanaman pangan dapat dikatakan berhasil bila masyarakat

dapat mengkonsumsi makanan non beras seperti jagung, kedelai, ubi kayu, ubi

jalar dan komoditi lainnya dalam upaya pelestarian swasembada pangan.

Kebijaksanaan ini ditempuh untuk memenuhi kebutuhan akan bahan makanan

juga bertujuan untuk meningkatan pendapatan petani serta memperkecil resiko

bagi petani jika terjadi kegagalan panen atau terjadi pemerosotan harga pada salah

satu komoditi.

f. Melindungi hak pelaku agribisnis melalui legislasi dan regulasi (W2,W3,W4,

T1,T2,T3, T4, T5)

Strategi yang masih tergolong dalam kategori strategi weaknesses-threats

(W-T) adalah melindungi hak pelaku agribisnis melalui legislasi dan regulasi.

Banyaknya kelemahan petani menjadikan ancaman-ancaman dari luar akan

mudah melumpuhkan pembangunan pertanian di Indonesia. Kelemahan-

kelemahan petani tersebut juga menyebabkan pengendalian resiko pertanian

menjadi tidak maksimal. Oleh sebab itu, dalam hal ini pemerintah dituntut

bertanggung jawab melalui peran konkrit untuk melindungi hak kepemilikan

pelaku agribisnis (kecil – menengah – besar) melalui legislasi dan regulasi

termasuk menjamin hak-hak dalam kontrak agribisnis antar pelaku (tanah,

pekerja, pemasaran, supervisi pembiayaan) (Jurnal Ekonomi Rakyat, 2007).

Melindungi hak-hak pelaku agribisnis terutama petani tidak hanya dalam

hal status kepemilikan lahan, namun juga kemudahan dalam akses permodalan,

perlindungan produksi tanaman lewat asuransi hingga kebijakan dalam harga

produk pertanian untuk menguatkan kesejahteraan rumah tangga petani.

F. Alternatif Strategi

1. Analisis QSPM

Tahap akhir dari analisis SWOT adalah penentuan urutan alternatif strategi

sebagai strategi prioritas yang dilakukan dengan menggunakan alat analisis

Page 73: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

58

Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) berdasarkan pengembangan

David (2006). Faktor strategik internal dan eksternal diformulasikan dengan

menentukan tingkat pengaruh setiap strategi yang ada dari hasil SWOT kemudian

dikalikan dengan bobot masing-masing faktor.

Berdasarkan hasil perhitungan matriks QSP sebagaimana terlampir dalam

Lampiran 7, diperoleh urutan strategi penanganan resiko-resiko pertanian untuk

peningkatan pembangunan pertanian. Penilaian daya tarik strategis menunjukkan

bahwa strategi paling menarik untuk diterapkan adalah strategi meningkatkan

konsistensi pemerintah dalam kebijakan pertanian.

Gambar 12. Urutan strategi prioritas berdasarkan QSPM

Berdasarkan hasil QSPM maka urutan strategi prioritas adalah sebagai

berikut :

a) Meningkatkan konsistensi pemerintah dalam kebijakan pertanian.

b) Penguatan pengembangan agribisnis.

c) Mendorong investasi di sektor agribisnis tanaman pangan.

d) Intensifikasi dan diversifikasi tanaman pangan.

e) Pembinaan terpadu dan meningkatkan kemitraan.

f) Melindungi hak pelaku agribisnis melalui legislasi dan regulasi.

Page 74: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

59

2. Implikasi hasil kajian

Implikasi hasil kajian perlu diterapkan dan dilaksanakan agar upaya

menangani resiko pertanian tanaman pangan di wilayah Bogor dapat tercapai.

Manajemen resiko pertanian melibatkan semua orang, baik petani, stakeholder,

akademisi, kalangan pemerintah, pengusaha dan masyarakat pada umumnya.

Implikasi yang harus dilakukan oleh pelaku-pelaku di sektor pertanian dalam

penanganan yang tepat terhadap resiko pertanian untuk mencapai tujuan dari

pembangungan pertanian. Implikasi dari hasil kajian yang telah dihasilkan, harus

diwujudkan dalam berbagai aspek, yaitu :

a. Aspek teknik ekonomi

Implikasi penerapan strategi pengendalian resiko pertanian dalam aspek

teknis ekonomi di tingkat petani adalah petani harus mampu bekerjasama dalam

bentuk wadah kelembagaan petani yang nantinya akan mengembangkan

kerjasama dengan pihak pemerintah lewat ekstensi dan pihak swasta lewat

kemitraan usaha atau contract farming. Lewat kelembagaan ini, petani harus bisa

memanfaatkan hasil riset dan pengembangan teknologi di sektor pertanian untuk

peningkatan produksi usahatani maupun untuk peningkatan pendapatan rumah

tangga petani.

Di tingkat pemerintah, harus dimulainya langkah untuk melakukan Good

Governance Practices. Hal ini tidak lain untuk menghindari tumpang tindih

kebijakan yang tidak saling mendukung dan menciptakan koordinasi yang terarah

antara departemen dalam pemerintahan.

Untuk melindungi kepentingan dan hak-hak pelaku agribisnis, pemerintah

dituntut untuk mengeluarkan kebijakan yang melindungi dan menjamin hak-hak

tersebut melalui legislasi dan regulasi.

b. Aspek sosial

Dengan adanya pembinaan terpadu dan pengembangan kemitraan untuk

penguatan kelembagaan petani, maka diharapkan akan tercipta kegiatan

agroindustri yang mendukung pengembangan agribisnis tanaman pangan. Hal ini

bukan hanya akan berdampak pada peningkatan pendapatan petani namun juga

akan meningkatakan serapan tenaga kerja dari on farm maupun off farm yang

menggunakan bahan baku dari produk pertanian tersebut.

Page 75: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

60

c. Aspek lingkungan

Analisis lingkungan merupakan salah satu strategi intensif yang harus

dilakukan agar pelaku-pelaku di sektor pertanian mampu menilai pada posisi

mana kondisi pertanian saat ini. Perubahan-perubahan lingkungan perlu

diantisipasi karena sering kali terjadi perubahan yang tidak terduga dan dapat

menyebabkan kondisi pertanian berada dalam posisi yang semakin lemah dan

kesulitan.

Eksistensi pertanian itu sendiri juga harus ditunjukkan dengan kinerja

pelaku-pelaku di sektor pertanian untuk saling meningkatkan kinerja,

meningkatkan koordinasi dan saling mendukung sehingga tercipta kerjasama yang

maksimal dalam menghadapi resiko-resiko pertanian yang ada.

Page 76: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

61

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil kajian di lapangan terhadap beberapa responden petani tanaman

pangan di wilayah Bogor dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :

1. Resiko-resiko pertanian di wilayah Bogor antara lain: a) resiko produksi

(berupa serangan hama dan penyakit, iklim dan bencana alam); b) resiko

pasar/pemasaran (yaitu perubahan harga input maupun output, lemahnya

distribusi, serta perubahan ekonomi nasional); c) resiko keuangan (mencakup

sulitnya akses permodalan, menyempitnya luas dan tingginya harga lahan,

serta tingkat bunga pinjaman yang tinggi); d) resiko manusia (terdiri dari

tenaga kerja, kecelakaan dan kesehatan, situasi keluarga serta pencurian); dan

e) resiko institusi (mencakup perubahan kebijakan serta ketidakmampuan

petani melakukan kontrak).

2. Berdasarkan persepsi di tingkat petani saat ini terhadap beberapa resiko

pertanian dapat teridentifikasi bahwa resiko produksi merupakan resiko yang

paling dominan diantara resiko yang lain. Resiko produksi ini terutama

diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit serta pengaruh perubahan cuaca.

Resiko penting lainnya adalah resiko pemasaran yang disebabkan oleh

pengaruh perubahan harga output dan input serta distribusi komoditas. Resiko

finansial juga merupakan salah satu resiko yang penting di wilayah Bogor, hal

ini menyangkut lahan (status kepemilikan, penyempitan lahan dan harga).

Resiko manusia umumnya disebabkan oleh pengaruh kesehatan dan

kecelakaan dalam bekerja. Resiko institusional tentunya didominasi oleh

kebijakan pemerintah di sektor pertanian.

3. Adapun manajemen strategi di tingkat petani dalam menghadapi resiko

produksi adalah dengan monitoring terhadap serangan hama dan penyakit

serta melakukan penyemprotan, melakukan diversifikasi serta mengubah pola

tanam yang lebih ekonomis dan adaptif dengan lingkungan, pengairan serta

menanam dalam kapasitas penuh untuk meningkatkan produksi. Resiko

Page 77: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

62

pemasaran dihadapi dengan mencari informasi harga komoditas yang berbeda

di pasar, mengikuti kelompok tani dan melakukan kontrak usaha dengan

pengusaha, serta melakukan diversifikasi usahatani. Resiko keuangan

terutama dihadapi dengan menjaga hutang agar tetap kecil, melakukan

pengaturan pengeluaran, jika modal tidak ada untuk usahatani maupun

keperluan sehari-hari maka petani lebih cenderung meminjam kepada

tetangga, teman ataupun tengkulak. Untuk meningkatkan pendapatan rumah

tangga petani, umumnya petani maupun anggota keluarga petani di wilayah

Bogor melakukan pekerjaan sampingan di luar usahatani seperti buruh pasar,

buruh tani, tukang bangunan, dan lain sebagainya.

4. Adapun alternatif strategi manajemen resiko untuk penanganan resiko

pertanian antara lain ; (a) peningkatan konsistensi pemerintah dalam

kebijakan, (b) penguatan pengembangan agribisnis, (c) mendorong investasi di

subsektor agribisnis tanaman pangan, (d) intensifikasi dan diversifikasi

tanaman pangan (e) pembinaan terpadu dan pengembangan kemitraan, dan (f)

perlindungan hak pelaku agribisnis melalui legislasi dan regulasi.

B. Saran

1. Pemerintah dituntut bertanggung jawab melalui peran konkrit untuk

melindungi hak kepemilikan pelaku agribisnis (kecil – menengah – besar)

melalui legislasi dan regulasi, termasuk menjamin hak-hak dalam kontrak

agribisnis antar pelaku; mendorong dan meningkatkan daya saing (dengan

memfasilitasi faktor-faktor pendukung kompetisi) terhadap produk bangsa

lain; menjaga stabilisasi harga, absorbsi resiko petani dan penyediaan kredit

pertanian berbunga rendah, selain juga memberikan subsidi dalam bentuk

asuransi kepada petani.

2. Melalui pola pembinaan terpadu, maka petani lewat kelembagaan petani,

penyuluh pertanian, pengusaha, lembaga keuangan, institusi teknis maupun

akademis sampai penentu kebijakan harus meningkatkan kinerja untuk

menghadapi resiko-resiko pertanian. Peningkatan kinerja dari masing-masing

pelaku di sektor pertanian harus saling mendukung, terkoordinasi, terarah dan

Page 78: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

63

terkomunikasi dengan baik sehingga tujuan dan sasaran pembangunan

pertanian yang diharapkan dapat tercapai.

3. Penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam mengenai resiko pertanian dan

manajemen resiko pertanian di wilayah Bogor maupun Indonesia secara

umum perlu dilakukan sehingga dapat ditemukan instrumen-instrumen

pengendalian resiko yang tepat, aplikatif, ekonomis, bernilai sosial dengan

pendekatan wilayah atau lingkungan.

Page 79: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

65

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, A., A. Mulyani dan N.L. Nurida. 2009. Kondisi dan Antisipasi

Lahan di Pulau Jawa. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(4), 2009: 283-

285.

Agung, I Dewa Gede, Ni Wayan Putu Artini Dan Nyoman Ratna Dewi. 1999.

“Analisis Usahatani Cabe Merah (Capsicum Annum L) Di Desa Perean

Tengah, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan”. Laporan Penelitian.

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas

Udayana.

Arifin B. 2007. Diagnosis Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. PT. Raja

Grafindo Persada. Jakarta

Baga, Lukman M. 2005. Penguatan Kelembagaan Koperasi Petani untuk

Revitalisasi Pertanian. Makalah disampaikan pada acara Seminar

Revitalisasi Pertanian untuk Kesejahteraan Bangsa yang diselenggarakan

oleh Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI) di Jakarta, 19

Juni 2005.

Bodie, Zvi, and Robert C. Merton. 1998. Finance. Upper Saddle River, NJ:

Prentice Hall.

BPS Kota Bogor. 2009. Kota Bogor Dalam Angka. BPS Kota Bogor. Bogor.

BPS Kabupaten Bogor. 2009. Kabupaten Bogor Dalam Angka. BPS Kabupaten

Bogor. Bogor.

Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman Kota Bogor. 2009. Laporan

Pelaksanaan Kegiatan Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman

Kota Bogor Tahun 2009. Pemerintah Kota Bogor. Bogor.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2009. Laporan Pelaksanaan

Kegiatan Dinas Pertanian Tahun 2009. Bogor.

Dinas Agribisnis Kota Bogor. 2009. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Dinas

Agribisnis tahun 2009. Bogor.

Darwis, Valeriana. 2009. Keragaan Penguasaaan Lahan sebagai Faktor Utama

Penentu Pendapatan Petani. Seminar Nasional Dinamika Pembangunan

Pertanian dan Pedesaan : Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan

Kesejahteraan Petani, Bogor, 19 Nopember 2008. Departemen Pertanian.

Jakarta.

David, F.R. 2006. Strategic Management. Prentice Hall International Inc. New

Jersey.

Dillon, John L. and J.B. Hardaker. 1989. Farm Management Research for Small

Farmer Development. Agricultural Services Bulletin. FAO.

Page 80: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

66

Echols, John M., Hassan Shadily, 1982. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta:

Gramedia.

Febriyansyah. 2009. Strategi Pengembangan Agribisnis berbasis Tanaman

Pangan di Bogor. Thesis. Magister Bisnis-Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Firdausy, Carunia Mulya. 2005. Pengembangan sector pertanian di era

globalisasi : Kondisi dan Posisi Sektor Pertanian dalam Era Globalisasi.

P2E-LIPI hal. 1 – 23.

Hamdi. 2011. Kajian Kegiatan Simpan Pinjam Khusus Perempuan (Kasus Unit

Pengelola Kegiatan Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas). Thesis.

Magister Profesional Industri Kecil Menengah – Institut Pertanian Bogor.

Bogor

Hanan, Jacoby G., and E. Skoufias, 1998, “Testing Theories of Consumption

Behavior Using Information on Aggregate Shocks: Income Seasonality

and Rainfall in Rural India.” American Journal of Agricultural

Economics, 80(1) pp. 1–14.

Hardaker, J. B., R. B. M. Huirne, and J. R. Anderson. 1997. Coping with Risk in

Agriculture. New York: CAB International.

Harwood, Joy, Richard Heifner, Keith Coble, Janet Perry, and Agapi Somwaru.

1999. Managing Risk in Farming: Concepts, Research, and Analysis.

Market and Trade Economics Division and Resource Economics Division,

Economic Research Service, U.S. Department of Agriculture. Agricultural

Economic Report No. 774.

Hubeis, M dan M. Najib. 2008. Manajemen Strategik dalam Pengembangan Daya

Saing Organisasi. Elex Media Computindo. Jakarta.

Irawan, Bambang. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola

Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Publikasi Forum Agro

Ekonomi Vol.23 No.01.

Iturrioz, Ramiro. 2009. Agriculture Insurance, Primer Series on Insurance. World

Bank.

Jatmiko, P. 2004. Analisis Trend dan Respon Penawaran Padi. Skripsi. UMM,

Malang.

Jauch, L.R dan W.F. Glueck. 1999. Manajemen Strategis dan Kebijakan

Perusahaan. Erlangga. Jakarta.

Lee W.F., M.D. Boehlje, A.G. Nelson and W.G. Murray. 1980. Agricultural

Finance. Seventh Edition of the Iowa State University Press Ames.

Lingkaran Survei Indonesia. 2006. Panduan Penyelenggaraan Focus Group

Discussion (FGD). PT. LSI. Jakarta.

Montgomery, Roger, Rohandi & Rilus Kinseng. 2010. Farm Risk Reduction

Assesment for Nusa Tenggara Islands, Indonesia. Working Paper. Asia

Research Centre.

Page 81: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

67

Mosher, A.T. 1984. Menggerakkan dan Membangun Pertanian (Syarat-syarat

Pokok Pembangunan dan Modernisasi). CV. Yasaguna. Jakarta.

Mubyarto. 1985. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. Yogyakarta: BPFE

dan P3PK UGM.

Naylor, R. N., Battisti, D. S., Vimont, D. J., Falcon, W. P., and M. B. Burke,

2007. Assessing risks of climate variability and climate change for

Indonesian rice agriculture. PNAS 104 (19), 7752-7757.

Nurmanaf, A.R., Sumaryanto, Sri Wahyuni, E. Ariningsih, Y. Supriatna. 2007.

Analisis Kelayakan dan Perspektif Pengembangan Asuransi Pertanian

pada Usahatani Padi dan Sapi Potong. Laporan Penelitian. Pusat Analisis

Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Onal, Hayri, Delima H. Darmawan and Sam H. Johnson III. 1995. A Multilevel

Analysis of Agricultural Credit Distribution in East Java, Indonesia.

Pergamon, Computer Ops Res. Vol. 22, No. 2, pp. 227-236.

Pasaribu, Sahat M., Iwan Setiajie A., Nur Khoiriyah Agustin, Erna Maria Lokollo,

Herlina Tarigan, Juni Hestina dan Yana Supriyatna. 2010. Pengembangan

Asuransi Usahatani Padi untuk Menanggulangi Resiko Kerugian 75%

Akibat Banjir, Kekeringan dan Hama Penyakit. Pusat Analilsis Sosial

Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian. Diunduh dari

www.pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/MAKPROP_SHP.pdf pada

tanggal 22 Januari 2011.

Priadana, M.S. dan S. Muis. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis.

Graha Ilmu. Yogyakarta.

Purnomo dan H. Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Rakhmat, J. 1994. Psikologi Komunikasi . Remadja.Karya. Bandung.

Rangkuti, F. 2010. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

Rosengrant, Mark W. and Peter B.R. Hazell. 2001. Transformation the Rural

Asian Economy: the Unfinished Revolution. International Food Policy

Research Institute. Washington DC.

Sarwono, Sarlito Wirawan, 1991. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali

Pers.

Sayogyo. 1990. Sosiologi Pedesaan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Sesbany. 2011. Penguatan Kelembagaan Petani untuk Meningkatkan Posisi

Tawar Petani. STTP Medan. Diunduh dari www.info.stppmedan.ac.id/

pdf/jurnalsesbany1.pdf, Tanggal perolehan: 11 November 2011.

Siegel, P., and J. Alwang, 1999. “An Asset-Based Approach to Social Risk

Management: A Conceptual Framework”, World Bank Social Protection

Discussion Paper 9926, Washington, DC.

Page 82: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

68

Sjah, Taslim., Iean Russell and Donald Cameron. 2003. Acceptance and

Repayment of Agricultural Credit in Lombok Indonesia – Farmers’

Perspectives. Paper provide by International Farm Management

Association in its series 14th

Congress, Perth, Western Australia, August

10-15, 2003 with number 24323.

Sugiyono. 2004. Statistik Nonparametrik untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Suharyadi dan Purwanto. 2008. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern.

Salemba Empat. Jakarta.

Sumaryanto dan A.R. Nurmanaf. 2007. Simpul-Simpul Strategis Pengembangan

Asuransi Pertanian untuk Usahatani Padi di Indonesia. Forum Penelitian

Agro Ekonomi Volume 25 No. 2, 2007 : 89 103.

Suthedja, Made Wahyu, W. Romi Sudhita, G. Anggan Suhandana, N. Wirya,

Moedjiono, G. Sedana Yasa, 1982. “Persepsi Masyarakat terhadap

Pendidikan Formal dan Nonformal di Bali.” Laporan Penelitian.

Singaraja: FKIP UNUD.

Suyatno, Yulistyo. 2008. Penguatan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan

Berbasis Peningkatan Daya Saing Produk Agribisnis Unggulan di Kabupaten

Semarang. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Todaro, M.P. 2000. Pembangunan ekonomi di dunia ketiga. Jakarta: Erlangga.

Umar, H. 2005. Metode Riset Bisnis Dilengkapi Contoh Proposal dan Hasil Riset

Bidang Manajemen dan Akuntansi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wahyu, Deky. 1985. Perbedaan pendapatan petani kentang tiap hektar pada

berbagai stratafikasi lahan yang garapan berbeda. Skripsi Fakultas

Pertanian UNPAD.

Walgito, B. 1997. Pengantar Psikologis Umum. Andi Offset. Yogyakarta.

Walpole, R.E. 1993. Pengantar Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Weiss, Paul. 1962. A report to the Committee on Natural Resources of the

National Academy of Sciences-National Research Council, Volume 1.

National Academies. US.

Widiyanti, W. 2009. Analysis of Climate Scenarios and Their Impacts upon Rice

Production in Main Rice Production Areas of Java, Indonesia. Journal de

Scienca y Tecnologia Agraria. CienciAgro. Vol.1 Nr.4 (2009) 166-177.

Wigenasantana, M.S. dan T. Waluyo. 1989. Prospek pertanian organik untuk

produksi padi di Indonesia. Kyusei Nature Farming: First International

Conference. Proceeding of the Conference of Khon Kaen University,

Thailand, October 17-21 1989. Hal 24-29

www.balitklimat.litbang.deptan.go.id. Tanggal perolehan: 11 November 2011.

www.bptpbogor.litbang.dephut.go.id. Tanggal perolehan: 20 Januari 2012.

www.pustaka.litbang.deptan.go.id. Tanggal perolehan: 20 Januari 2012.

www.ekonomirakyat.org. Tanggal perolehan: 20 Januari 2012.

Page 83: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

69

LAMPIRAN

Page 84: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

69

Lampiran 1. Kuesioner penelitian bagi petani/kelompok tani

Dengan hormat,

Perkenalkan saya Andiyono, Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister

Profesional Industri Kecil Menengah, Institut Pertanian Bogor yang sedang melaksanakan

kajian tentang Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani terhadap Resiko Pertanian

(Studi Kasus: Petani Tanaman Pangan di Wilayah Bogor.

Kiranya Bapak/Ibu berkenan untuk membantu mengisi kuesioner ini. Atas kerjasamanya

diucapkan terima kasih.

a. Data Umum Responden:

Nomor : …………………………………………………

Tanggal : …………………………………………………

Nama : …………………………………………………

Usia : …………………………………………………

Alamat : …………………………………………………

Petunjuk Pengisian

Berilah tanda silang (X) pada salah satu alternatif jawaban yang telah tersedia sesuai

menurut kenyataannya

Data Tentang Karakteristik Petani:

1. Jenis Kelamin : a. Laki laki

b. Perempuan

2. Pendidikan formal yang pernah diikuti:

a. Tidak Sekolah

b. SD

c. SMP

d. SMA

e. Perguruan Tinggi/Akademi

3. Kursus-kursus, pelatihan atau magang

yang pernah diikuti :

a. 0 - 2 kali

b. 3 - 5 kali

c. 6 - 8 kali

d. > 8 kali

4. Pengalaman berusaha tani

a. 1 - 3 tahun

b. 3 - 6 tahun

c. 6 - 10 tahun

d. > 10 tahun

5. Luas lahan usaha tani

a. Kurang dari 0,5 hektar

b. 0,5 sampai 1 hektar

c. 1 sampai 2 hektar

d. Lebih besar dari 2 hektar

6. Jumlah anggota keluarga

a. 1 – 2 orang

b. 3 – 4 orang

c. 5 – 6 orang

d. > 6 orang

7. Modal yang biasa dikeluarkan sekali tanam :

a. Rp100 ribu – Rp700 ribu

b. Rp701 ribu - Rp1,5 juta

c. Rp1, 6 juta - Rp3 juta

d. diatas Rp3 juta

8. Pendapatan usaha tani sekali panen

a. Di bawah Rp 1 juta

b. Rp 1 juta – Rp 2 juta

c. Rp 2 juta – Rp 3 juta

d. Di atas Rp 3 juta

Page 85: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

70

Lampiran 1. Lanjutan

b. Data budidaya tanaman pangan

1. Tanaman apa saja yang anda tanam? (dimulai dari yang berpendapatan paling besar)

………………………………………………………………… ………….………………..

2. Apakah anda yang memasarkan hasilnya?

Sebagian saja, berapa persen? ………………%. semuanya

3. Apakah anda merupakan anggota kelompok tani?

tidak

ya, sebutkan nama kelompok dan jabatan anda…………………………………………….

4. Layanan apa saja yang disediakan oleh kelompok tani? Berikan rangking keefektifan (1=

sangat tidak efektif, 5 = sangat efektif)

- Menyediakan input produksi (pupuk, obat-obatan, dll)

- Melayani simpan pinjam

- Memberikan informasi dan pelatihan

- Layanan penyuluhan

- Lainnya (sebutkan) ……………………………………..

5. Resiko-resiko apa saja yang anda hadapi dalam berusaha tani? (beri rangking kepentingan: 1 =

sangat tidak penting, 5 = sangat penting)

- Perubahan harga jual tanaman

- Perubahan biaya untuk bertani

- Transportasi & Distribusi produk pertanian

- Perubahan ekonomi nasional/sistem pasar dalam negeri

- Tingkat curah hujan

- Tingkat kekeringan ataupun kemarau

- Kondisi alam/bencana, seperti banjir, kebakaran dsb (sebutkan)………………………

…………………………………………………..

Page 86: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

71

Lampiran 1. Lanjutan

- Hama dan penyakit tanaman (sebutkan) ) ………………………….………………………

…………………………………………………..

- Modal serta Akses terhadap permodalan untuk usahatani

- Harga dan luas lahan usahatani

- Tingkat bunga pinjaman

- Perubahan situasi keuangan &kondisi keluarga

- Problem kesehatan dan kecelakaan saat kerja

- Problem tenaga kerja

- Perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah

- Ketidakmampuan mencapai kesepatan usaha dg pihak lain

- Lainnya, sebutkan …………………………………………………………………………

……………………………………………………………………

6. Apakah usaha yang anda lakukan saat ini dapat dibilang stabil dan memberikan keuntungan di

masa mendatang?

sangat tidak stabil sangat stabil

7. Apakah resiko-resiko yang anda hadapi memberikan efek yang permanen atau sementara

terhadap usaha anda? Dalam hal ini, bersediakah anda merubah:

- Pola pemasaran hasil pertanian anda

- Agen penyedia jasa pupuk, benih, dsb.

- Barang-barang yang anda hasilkan

- Cara anda dalam memutuskan jumlah atau tipe barang yang anda hasilkan ataupun cara

berproduksi yang anda tiru?

- Lainnya, sebutkan ……………………………………………………………………………

……………………………………………….

Page 87: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

72

Lampiran 1. Lanjutan

8. Menurut anda, usaha apa saja yang telah anda lakukan dalam mengurangi resiko dalam usaha

anda? (beri rangking keefektifan: 1 = sangat tidak efektif, 5 = sangat efektif)

- Mencari informasi harga jual dan biaya input produk

- Memperbanyak produksi campuran/ diversifikasi usahatani

- Ikut terlibat kelompok tani/kontrak usaha, baik membeli atau menjual input produksi ataupun

hasil pertanian.

- Monitoring dan penyemprotan hama dan penyakit tanaman

- Produksi campuran dan manajemen pola tanam

- Melakukan pengairan

- Memproduksi tanaman dalam kapasitas penuh

- Menjaga simpanan pribadi dan hutang agar tetap kecil.

- Memanajemen pengeluaran keluarga.

- Melakukan peminjaman atau kredit

- Menjual asset

- Melakukan pekerjaan sampingan

- Melakukan pekerjaan sampingan oleh anggota keluarga

- Lainnya, sebutkan ……………………………………………………………………………

…………………………………………….

9. Bagaimana kira-kira anda meningkatkan mekanisme yang masih tidak efektif seperti yang

disebutkan di atas? ……………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………..

………………………………………………………………………………………………..

10. apakah anda memiliki kesepakatan usaha, dalam hal penjualan atau pembelian produk?

tidak

ya, bagaimana anda melakukannya? ……………………………………………………

………………………………………………………………………………………………..

11. apakah anda pernah mempunyai masalah dengan kesepakatan usaha?

tidak

ya, sebutkan kesulitan anda? ……………………………………………………

Page 88: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

73

Lampiran 1. Lanjutan

12. jika anda tidak ada kesepakatan jual/beli produk, apakah menurut anda hal tersebut dapat

berguna dalam mengurangi resiko usaha anda?

tidak ya

13. apakah menurut anda asuransi dapat mengatasi resiko-resiko usaha anda?

tidak ya

14. Tolong sebutkan asuransi apa saja yang sudah anda miliki?

…………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………

15. Apakah menurut anda kredit/modal usaha dapat membantu mengatasi resiko usaha anda?

tidak ya

16. Apakah anda mengambil kredit?

tidak ya

17. Kredit apa saja yang anda ambil? Urutkan dari yang paling sering anda gunakan.

…………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………

18. Kesulitan apa saja yang anda temui dalam mengakses kredit? (Beri rangking kepentingan: 1 =

tidak penting, 5 = sangat penting)

- Tingginya bunga pinjaman

- Kurangnya jaminan/agunan

- Tingginya biaya transaksi

- Kurangnya informasi kredit

- Tingginya resiko kegagalan usaha

- Skala usaha yang relatif kecil

19. Jaminan/agunan apa yang anda berikan? Sebutkan …………………………………………...

20. Saran anda dalam mengatasi resiko usaha tani?

…………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………

= Terima kasih atas kerjasamanya =

Page 89: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

74

Lampiran 2. Kuesioner penelitian bagi akademisi dan stakeholder terkait

Dengan hormat,

Perkenalkan saya Andiyono, Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi

Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Institut Pertanian Bogor yang

sedang melaksanakan kajian tentang Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani

terhadap Resiko Pertanian (Studi Kasus: Petani Tanaman Pangan di Wilayah

Bogor).

Kiranya Bapak/Ibu berkenan untuk membantu mengisi kuesioner ini.

Tujuan:

Bapak/Ibu diharapkan dapat menilai mengenai faktor strategis internal dan

eksternal usaha pertanian Indonesia dengan memberikan bobot terhadap seberapa

besar faktor strategis tersebut mempengaruhi atau menentukan keberhasilan

analisis perumusan strategi antisipasi usaha pertanian terhadap resiko pertanian.

Pendahuluan

Sektor pertanian Indonesia memang menghadapi sejumlah masalah/resiko

yang umum terjadi. Pertama adalah resiko produksi yang terjadi akibat pengaruh

perubahan alam seperti seringnya turun hujan deras sehingga menyebabkan banjir,

kemarau yang berkepanjangan sehingga menyebabkan kekeringan bahkan

kebakaran di beberapa daerah. Selain itu serangan hama dan penyakit beberapa

tahun terakhir menyebabkan produksi pertanian Indonesia menurun terutama pada

pertanian tanaman pangan.

Kedua adalah sempitnya lahan pertanian. Rata-rata penguasaan lahan

pertanian per orang hanya sekitar 0,5 hektar. Ketiga adalah masalah permodalan

yang diiringi dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia.

Keempat adalah rendahnya penguasaan informasi dan teknologi. Kelima,

biaya produksi pertanian masih cukup tinggi, hal ini terlihat dari kecenderungan

rasio penerimaan petani dibanding biaya input produksi yang semakin kecil.

Keenam adalah masalah pemasaran dan harga hasil-hasil pertanian yang

cenderung turun dan mengalami fluktuasi di pasaran domestik maupun dunia. Dua

faktor yang menyebabkan kecenderungan ini. Dan masih banyak resiko-resiko

lain yang dihadapi oleh pertanian Indonesia seperti lemahnya akses terhadap

pasar, serta lemahnya kelembagaan petani.

Hardaker et al (1997) membagi resiko di usaha pertanian sebagai resiko

bisnis dan resiko keuangan. Manajemen resiko berarti mengidentifikasi resiko dan

berbagai pilihan, kemudian mengevaluasi, memilih dan menerapkan tindakan.

Manajemen resiko bisnis berarti "mengetahui bisnis," dan melakukannya dengan

cara yang terampil. Yang termasuk resiko bisnis adalah resiko produksi; resiko

harga atau pasar, resiko kelembagaan; dan resiko manusia atau pribadi.

Page 90: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

75

Lampiran 2. Lanjutan

1. Resiko produksi terlihat dari ketidakpastian proses perkembangan alami

tanaman pangan dan peternakan. Resiko produksi timbul dari ketidakpastian

tentang cuaca termasuk kekeringan, beku, curah hujan yang berlebihan pada

saat panen, hama, penyakit, dan banyak faktor-faktor tak terduga lainnyayang

mempengaruhi jumlah dan kualitas produksi.

2. Resiko harga atau pemasaran terjadi karena ketidakpastian harga yang

diterima setiap menghasilkan produk pertanian atau harga yang mesti mereka

bayar untuk mendapatkan input. Sumber resiko pemasaran meliputi: resiko

harga akibat kenaikan pasokan, atau permintaan berubah; hilangnya akses

pasar karena relokasi atau penutupan pabrik pengolahan; dan kehilangan

tenaga pemasaran karena ukurannya yang kecil.

3. Resiko institusional atau kelembagaan timbul karena ketidakpastian sekitar

kebijakan pemerintah, perubahan dalam aturan, hukum pajak, peraturan yang

berhubungan dengan penggunaan bahan kimia, peraturan-peraturan tentang

limbah peternakan, dan tingkat harga atau dukungan pendapatan merupakan

contoh-contoh dari keputusan pemerintah yang dapat memberikan dampak

yang besar terhadap usaha pertanian.

4. Resiko sumberdaya manusia mencakup kepada beberapa kemungkinan

berdasarkan factor-faktor seperti masalah pada kesehatan manusia atau

hubungan pribadi yang dapat member pengaruh kepada usaha pertanian.

Kecelakaan, sakit, kematian dan cerai juga merupakan contoh-contoh dari

krisis personal yang dapat mengancam usaha pertanian.

5. Resiko financial atau keuangan, berbeda dengan resiko bisnis resiko keuangan

lebih menekankan pada masalah modal, penggunaan dana pinjaman, asuransi,

dan kewajiban.

Oleh karena begitu besar dan banyaknya resiko usaha pertanian, sudah

selayaknya usaha pertanian mendapat perhatian khusus untuk memperkecil resiko.

Selain itu agar dapat diketahui cara-cara penanganan yang tepat terhadap resiko-

resiko pada usaha pertanian di Indonesia, maka diperlukan kajian dari saat ini

untuk mengidentifikasi resiko-resiko usaha pertanian tersebut, mencari

pendekatan-pendekatan dalam mengantisipasi resiko sehingga dapat dirancang

strategi yang tepat berdasarkan kenyataan yang ada. Berdasarkan pemikiran di

atas, maka perlu dilakukan penelitian awal mengenai persepsi petani terhadap

resiko pertanian di Indonesia.

Page 91: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

76

Lampiran 2. Lanjutan

Data Umum Responden

Nomor : …………………………………………………

Tanggal : …………………………………………………

Nama : …………………………………………………

Usia : …………………………………………………

Pendidikan : …………………………………………………

Pekerjaan : …………………………………………………

Alamat Kantor : …………………………………………………

No. Telp/HP : …………………………………………………

Email : …………………………………………………

Petunjuk umum:

1. Pengisian kuesioner dilakukan secara langsung dan tertulis oleh responden.

2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden.

3. Dalam mengisi kuesioner, responden diharapkan melakukannya secara

sekaligus (tidak menunda/sebagian) untuk menghindari inkonsistensi jawaban.

Petunjuk khusus:

1. Pembobotan dengan metode Paired Comparaison yaitu penilaian bobot

(weight) dengan membandingkan setiap faktor strategi internal dan eksternal

usaha, dimana setiap bobot peubah digunakan skala 1, 2, dan 3 dengan

keterangan sebagai berikut:

1 = jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal,

2 = jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal,

3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal,

2. Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap

setiap faktor strategi internal dan eksternal usaha.

Page 92: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

77

Lampiran 2. Lanjutan

Pertanyaan untuk mendapatkan bobot faktor strategis internal

Kekuatan A B C D E F G H I J K Total Bobot

A SDM sektor pertanian

B Dukungan sumberdaya alam

C Dukungan pemerintah

D Kerja keras dan pengalaman petani

E Produk pertanian yang renewable

Kelemahan

F Keterampilan & pengetahuan

G Lahan dan infratruktur

H Kelembagaan petani

I Permodalan

J Informasi dan teknologi

K Manajemen kerja

TOTAL

Contoh pengisian, misalnya:

(A) pada baris/horizontal "Kurang Penting Dari" (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya = 1

(A) pada baris/horizontal "Sama Penting Dengan" (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya = 2

(A) pada baris/horizontal "Lebih Penting Dari" (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya = 3

Pertanyaan untuk mendapatkan bobot faktor strategis internal

Peluang A B C D E F G H I J Total Bobot

A Pangsa pasar

B Pengembangan agroindustri

C Kerjasama dengan berbagai pihak

D Riset dan teknologi

E Kredit/asuransi pertanian

Ancaman

F Resiko produksi

G Perdagangan bebas

H Fluktuasi harga produk pertanian

I Produk impor

J Monopoli distribusi oleh pengusaha besar

TOTAL

Contoh pengisian, misalnya:

(A) pada baris/horizontal "Kurang Penting Dari" (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya = 1

(A) pada baris/horizontal "Sama Penting Dengan" (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya = 2

(A) pada baris/horizontal "Lebih Penting Dari" (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya = 3

Page 93: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

78

Lampiran 2. Lanjutan

Penilaian Peringkat/Rating Terhadap Faktor-Faktor Strategi Internal dan Eksternal

Dengan hormat,

Perkenalkan saya Andiyono, Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi

Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Institut Pertanian Bogor yang

sedang melaksanakan kajian tentang Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani

tentang Resiko Pertanian.

Kiranya Bapak/Ibu berkenan untuk membantu mengisi kuesioner ini.

Menurut Bapak/Ibu, seberapa besar tingkat kepentingan yang diberikan masing-

masing faktor strategi lingkungan internal dan eksternal berdasarkan kategori

tersebut terhadap usaha pertanian.

Petunjuk pengisian kuesioner:

a. Alternatif pemberian angka terhadap faktor-faktor strategi internal yang

tersedia untuk kuesioner ini adalah:

1 = kurang penting

2 = cukup penting

3 = penting

4 = sangat penting

Pemberian angka masing-masing faktor strategi internal dilakukan dengan

pemberian tanda (√) pada tingkat penting (1–4) yang paling sesuai menurut

responden.

Faktor Strategi Internal Peringkat

1 2 3 4

Kekuatan (Strengths)

SDM sektor pertanian

Dukungan sumberdaya alam

Dukungan pemerintah

Kerja keras dan pengalaman petani

Produk pertanian yang renewable

Kelemahan (Weaknesses)

Keterampilan & pengetahuan

Lahan dan infratruktur

Kelembagaan petani

Permodalan

Informasi dan teknologi

Manajemen Kerja

Page 94: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

79

Lampiran 2. Lanjutan

b. Alternatif pemberian angka terhadap faktor-faktor strategi eksternal yang

tersedia untuk kuesioner ini adalah:

1 = sangat lemah

2 = lemah

3 = kuat

4 = sangat kuat

Pemberian angka masing-masing faktor strategi eksternal dilakukan dengan

pemberian tanda (√) pada tingkat lemah - kuat (1–4) yang paling sesuai

menurut responden.

Faktor Strategi Eksternal Peringkat

1 2 3 4

Peluang (Opportunities)

Pangsa pasar

Pengembangan agroindustri

Kerjasama dengan berbagai pihak

Riset dan teknologi

Kredit/asuransi pertanian

Ancaman (Threats)

Resiko produksi

Perdagangan bebas

Fluktuasi harga produk pertanian

Produk impor

Monopoli distribusi oleh pengusaha besar

Page 95: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

80

Lampiran 2. Lanjutan

Isilah dengan ( √ ) table di bawah mengenai pengaruh resiko pertanian terhadap

tanaman yang mempengaruhi pendapatan pertanian. Tambahkan jika ada resiko

lain.

Skala 1 – 5: 1 = tidak penting, 5 = sangat penting

No Resiko 1 2 3 4 5

1 Hujan

2 Kekeringan, kemarau

3 Hujan deras

4 Banjir

5 Kebakaran

6 Bencana alam lain

7 Penyakit dan hama tanaman

8 Biaya input

9 Perubahan harga produk

10 Distribusi

11 Perubahan ekonomi nasional

12 Perubahan ekonomi global

13 Inflasi

14 Modal

15 Akses terhadap modal

16 Sewa lahan

17 Harga lahan

18 Luas lahan

19 Tingkat bunga kredit

20 Perubahan situasi keluarga

21 Problem kesehatan dan kecelakaan kerja

22 Tenaga kerja

23 Perubahan kebijakan dan peraturan

24 Perubahan dalam program pertanian

25 Ketidakmampuan melakukan kontrak

26 …

27 …

28 …

29 …

30 …

Page 96: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

81

Lampiran 2. Lanjutan

Saran-saran anda dalam menghadapi resiko pertanian yang terjadi di Indonesia. ................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

= Terima kasih atas kerjasamanya =

Page 97: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

82

Lampiran 3. Skor persepsi terhadap resiko pertanian di tingkat petani

Hama &

penyakitIklim Bencana

Harga

produkDistribusi

Biaya

input

Ekonomi

nasional

Akses

permodalanLahan

Tingkat

bunga

Tenaga

kerja

Kecelakaan/

kesehatan

Situasi

keluargaPencurian

Perubahan

kebijakan

Ketidakmampuan

kontrak

X1 5 2 1 5 5 5 5 5 5 1 5 5 5 1 5 5

X2 5 4 1 5 5 5 5 5 5 1 5 5 5 1 5 1

X3 5 4 1 5 5 5 5 5 5 1 5 5 5 1 5 1

X4 4 3 1 4 5 1 1 4 5 1 3 4 1 1 1 1

X5 5 4 1 5 4 1 1 5 3 1 4 1 1 1 1 1

X6 5 2 1 1 3 1 1 4 2 1 5 1 1 1 1 1

X7 4 4 3 5 2 4 4 4 3 3 4 3 3 2 4 4

X8 5 4 5 5 1 5 5 4 3 1 4 4 5 3 5 4

X9 4 5 5 4 5 4 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3

X10 5 3 1 4 4 1 1 5 3 1 4 1 1 1 1 1

X11 4 3 1 4 3 1 1 1 3 1 1 3 1 1 1 1

X12 5 4 2 4 2 2 1 2 2 1 3 3 3 3 2 2

X13 5 4 3 4 3 3 2 3 4 1 4 3 3 4 2 2

X14 4 1 1 4 4 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1

X15 5 3 1 4 4 1 1 5 4 1 1 4 1 1 1 1

X16 4 3 1 4 5 1 1 5 5 1 4 4 1 1 1 1

X17 4 4 1 4 4 1 1 5 5 1 4 4 1 1 1 1

X18 5 5 5 5 4 5 1 5 5 5 5 5 5 1 1 5

X19 5 4 1 5 3 1 1 5 2 1 4 1 4 1 1 1

X20 4 3 1 4 3 1 1 4 4 1 4 1 3 1 1 3

X21 5 5 1 5 2 1 1 5 3 1 1 4 4 1 1 4

X22 5 3 1 4 2 1 1 5 2 1 4 4 1 1 4 1

X23 5 4 1 5 2 1 1 5 2 1 1 4 1 1 4 1

X24 5 4 1 5 2 1 1 5 2 1 4 4 4 1 1 1

X25 5 3 1 5 1 3 1 5 1 1 1 4 1 1 1 1

X26 5 4 2 5 4 2 1 5 3 2 1 4 2 2 2 1

X27 5 5 1 5 4 1 1 5 3 1 4 4 1 1 1 1

X28 4 4 1 4 4 1 1 5 3 1 4 1 1 1 1 1

X29 5 5 1 5 4 1 1 5 3 1 5 5 5 1 5 5

X30 5 4 5 4 5 5 4 4 5 5 3 5 3 4 5 3

X31 5 3 1 4 4 1 1 5 3 1 4 4 1 1 1 1

X32 4 4 1 4 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1

X33 5 5 1 5 4 5 1 5 5 5 5 1 5 1 5 5

X34 4 4 1 5 1 4 1 4 2 1 2 1 1 1 2 5

X35 4 4 1 4 4 1 1 5 4 1 4 1 3 1 1 4

X36 4 4 3 4 3 1 1 3 4 1 1 1 1 2 1 4

X37 4 4 3 5 4 4 3 5 4 4 3 2 3 2 3 1

X38 4 4 4 5 2 3 3 2 3 4 4 3 3 3 2 4

X39 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 4 1

X40 5 4 5 5 4 3 3 3 4 3 5 3 3 5 3 2

X41 4 3 1 4 4 1 1 5 3 1 1 1 4 1 3 4

X42 3 1 1 4 4 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1

X43 2 3 2 5 3 3 4 4 3 3 3 3 3 2 4 1

X44 5 5 5 4 5 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4

X45 5 5 1 5 4 5 1 5 5 1 5 5 5 1 5 1

X46 5 5 3 4 2 4 4 4 3 3 4 4 5 3 3 5

X47 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 3 2 2 4 3

X48 5 5 1 5 1 5 3 5 2 3 3 3 2 3 2 1

X49 5 5 1 5 4 5 1 5 5 1 5 5 5 1 5 4

Σ 222 184 93 217 167 124 96 204 156 88 162 149 131 82 121 111

Rata-rata 4.53 3.76 2.44 4.43 3.41 2.53 1.96 4.16 3.17 1.80 3.31 3.04 2.67 1.67 2.47 2.27

Resiko institusi

Responden

Resiko produksi Resiko pasar Resiko keuangan Resiko manusia

Skala 1 – 5 : 1 = tidak penting, 5 = sangat penting

Page 98: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

83

Lampiran 4. Skor manajemen resiko pertanian di tingkat petani

Monitoring &

penyemprotan

Diversifikasi &

pola tanamPengairan

produksi

maksimum

Informasi

pasar

Kelembagaan &

kemitraan

Diversifikasi

usahatani

Menjaga

utang tetap

kecil

manajemen

pengeluaran

Meminjam

uang

kerja off

farm

(pelaku

utama)

kerja off

farm

(anggota

keluarga)

X1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1

X2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1

X3 5 5 5 5 4 4 1 5 5 5 5 1

X4 4 3 4 2 1 1 1 4 4 2 1 5

X5 5 5 1 2 4 4 1 4 1 2 5 1

X6 5 5 1 5 4 4 1 4 1 5 5 1

X7 4 4 5 3 1 1 1 4 4 3 1 5

X8 3 3 5 1 1 2 4 3 2 1 2 4

X9 5 5 1 5 3 5 5 5 5 5 5 1

X10 4 1 4 1 1 1 1 4 4 1 1 5

X11 4 4 4 4 3 1 1 4 3 4 3 3

X12 4 4 1 4 2 1 1 4 3 4 1 5

X13 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 1

X14 2 1 2 1 1 3 1 4 2 1 1 5

X15 5 1 4 4 1 1 1 4 2 4 1 5

X16 5 5 2 5 1 5 5 5 5 5 5 1

X17 4 1 2 1 1 1 1 4 3 1 1 5

X18 5 5 5 1 5 1 5 1 1 1 5 1

X19 4 1 4 3 1 1 1 4 2 3 1 5

X20 4 1 4 1 3 1 1 4 4 1 4 4

X21 4 4 2 3 4 1 1 4 4 3 1 5

X22 5 5 4 4 1 1 1 4 5 4 5 1

X23 5 2 1 1 1 1 1 4 5 1 5 1

X24 5 5 5 3 1 1 1 5 5 3 2 1

X25 5 2 5 4 1 1 1 4 4 4 1 5

X26 5 4 2 3 1 1 4 4 4 3 4 1

X27 5 1 5 1 1 2 1 2 4 1 5 1

X28 5 1 4 3 1 1 1 4 5 3 3 3

X29 5 5 1 1 5 1 5 1 1 1 3 1

X30 3 4 5 4 3 1 1 4 4 4 2 2

X31 4 1 1 3 1 1 1 4 4 3 1 1

X32 1 1 4 1 5 1 1 2 1 1 1 5

X33 5 5 5 1 5 1 5 1 1 1 3 1

X34 4 4 5 4 1 1 1 4 4 4 5 1

X35 4 4 4 1 1 1 1 5 4 1 1 5

X36 1 1 4 1 1 1 1 4 3 1 4 1

X37 3 1 1 1 3 1 1 4 3 1 1 5

X38 5 2 4 4 4 5 2 5 5 4 5 5

X39 1 4 1 3 3 1 1 4 4 3 1 5

X40 4 4 2 3 5 1 1 4 4 3 3 5

X41 4 4 4 4 1 1 1 4 4 4 1 5

X42 4 4 1 1 1 4 1 4 4 1 2 1

X43 1 2 1 1 3 1 1 5 1 1 3 1

X44 4 4 4 1 3 4 1 2 4 1 1 5

X45 5 5 1 3 5 1 5 5 5 3 5 1

X46 5 5 5 5 2 2 2 5 5 5 2 4

X47 5 5 3 5 3 3 3 5 5 5 2 3

X48 4 4 1 5 3 5 5 3 5 5 5 1

X49 5 5 4 5 5 2 5 5 5 5 5 1

Σ 203 167 158 142 124 100 103 193 178 142 144 137

Mean 4.14 3.41 3.22 2.90 2.53 2.04 2.10 3.94 3.63 2.90 2.94 2.80

Respon pasar Respon keuangan Diversifikasi kerja

Responden

Respon produksi

Skala 1 – 5 : 1 = tidak penting, 5 = sangat penting

Page 99: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

84

Lampiran 5. Rekapitulasi bobot faktor internal dan eksternal

Faktor Internal P1 P2 P3 P4 P5 Σ Rataan

A SDM sektor pertanian 0.105 0.118 0.100 0.082 0.064 0.468 0.094

B Dukungan sumberdaya alam 0.095 0.114 0.114 0.073 0.064 0.459 0.092

C Dukungan pemerintah 0.073 0.082 0.059 0.086 0.064 0.364 0.073

D Kerja keras dan pengalaman petani 0.086 0.109 0.105 0.091 0.064 0.455 0.091

E Produk pertanian yang renewable 0.082 0.091 0.095 0.100 0.091 0.459 0.092

F Keterampilan & pengetahuan 0.073 0.068 0.082 0.086 0.091 0.400 0.080

G Lahan dan infrastruktur 0.082 0.050 0.095 0.105 0.100 0.432 0.086

H Kelembagaan petani 0.077 0.118 0.064 0.100 0.100 0.459 0.092

I Permodalan 0.091 0.064 0.073 0.073 0.114 0.414 0.083

J Informasi dan teknologi 0.123 0.073 0.100 0.091 0.127 0.514 0.103

K Manajemen kerja 0.114 0.114 0.114 0.114 0.123 0.577 0.115

Total 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 5.000 1.000

Faktor Eksternal P1 P2 P3 P4 P5 Σ Rataan

A Pangsa pasar 0.106 0.133 0.139 0.122 0.150 0.650 0.130

B Pengembangan agroindustri 0.083 0.111 0.100 0.094 0.094 0.483 0.097

C Kerjasama dengan berbagai pihak 0.100 0.139 0.094 0.100 0.094 0.528 0.106

D Riset dan teknologi 0.072 0.078 0.139 0.106 0.094 0.489 0.098

E Kredit/asuransi pertanian 0.094 0.089 0.056 0.050 0.067 0.356 0.071

F Resiko produksi 0.089 0.117 0.094 0.133 0.078 0.511 0.102

G Perdagangan bebas 0.094 0.083 0.100 0.122 0.094 0.494 0.099

H Fluktuasi harga produk pertanian 0.100 0.100 0.072 0.089 0.106 0.467 0.093

I Produk impor 0.133 0.050 0.078 0.094 0.111 0.467 0.093

J Monopoli distribusi oleh pengusaha besar 0.128 0.100 0.128 0.089 0.111 0.556 0.111

Total 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 5.000 1.000

Page 100: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

85

Lampiran 6. Rekapitulasi rating faktor internal dan eksternal

Faktor Internal P1 P2 P3 P4 P5 Σ Rataan

A SDM sektor pertanian 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 20.000 4.000

B Dukungan sumberdaya alam 3.000 4.000 4.000 4.000 3.000 18.000 3.600

C Dukungan pemerintah 3.000 4.000 1.000 4.000 3.000 15.000 3.000

D Kerja keras dan pengalaman petani 4.000 3.000 3.000 4.000 3.000 17.000 3.400

E Produk pertanian yang renewable 4.000 4.000 3.000 4.000 4.000 19.000 3.800

F Keterampilan & pengetahuan 1.000 2.000 1.000 1.000 2.000 7.000 1.400

G Lahan dan infrastruktur 2.000 1.000 1.000 1.000 1.000 6.000 1.200

H Kelembagaan petani 2.000 1.000 2.000 1.000 1.000 7.000 1.400

I Permodalan 1.000 1.000 2.000 1.000 2.000 7.000 1.400

J Informasi dan teknologi 1.000 1.000 1.000 1.000 2.000 6.000 1.200

K Manajemen kerja 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 10.000 2.000

Total 27.000 27.000 24.000 27.000 27.000 132.000 26.400

Faktor Eksternal P1 P2 P3 P4 P5 Σ Rataan

A Pangsa pasar 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 20.000 4.000

B Pengembangan agroindustri 3.000 3.000 2.000 2.000 3.000 13.000 2.600

C Kerjasama dengan berbagai pihak 3.000 4.000 3.000 2.000 3.000 15.000 3.000

D Riset dan teknologi 3.000 3.000 4.000 4.000 4.000 18.000 3.600

E Kredit/asuransi pertanian 3.000 3.000 1.000 2.000 3.000 12.000 2.400

F Resiko produksi 2.000 1.000 1.000 1.000 1.000 6.000 1.200

G Perdagangan bebas 1.000 1.000 2.000 2.000 1.000 7.000 1.400

H Fluktuasi harga produk pertanian 2.000 2.000 2.000 1.000 2.000 9.000 1.800

I Produk impor 1.000 1.000 2.000 1.000 1.000 6.000 1.200

J Monopoli distribusi oleh pengusaha besar 1.000 2.000 1.000 1.000 1.000 6.000 1.200

Total 23.000 24.000 22.000 20.000 23.000 112.000 22.400

Page 101: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

86

Lampiran 7. Perhitungan matriks QSP

AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS

A SDM sektor pertanian 0.375 4.000 1.498 4.000 1.498 3.000 1.124 3.000 1.124 2.000 0.749 2.000 0.749

B Dukungan sumberdaya alam 0.331 4.000 1.322 4.000 1.322 4.000 1.322 3.000 0.992 4.000 1.322 4.000 1.322

C Dukungan pemerintah 0.218 4.000 0.873 3.000 0.655 3.000 0.655 3.000 0.655 4.000 0.873 4.000 0.873

D Kerja keras dan pengalaman petani 0.309 4.000 1.236 4.000 1.236 3.000 0.927 2.000 0.618 2.000 0.618 4.000 1.236

E Produk pertanian yang renewable 0.349 4.000 1.396 1.000 0.349 4.000 1.396 1.000 0.349 3.000 1.047 3.000 1.047

F Keterampilan & pengetahuan 0.112 4.000 0.448 4.000 0.448 4.000 0.448 3.000 0.336 3.000 0.336 4.000 0.448

G Lahan dan infratruktur 0.104 3.000 0.311 4.000 0.415 4.000 0.415 3.000 0.311 3.000 0.311 2.000 0.207

H Kelembagaan petani 0.129 4.000 0.514 4.000 0.514 4.000 0.514 3.000 0.386 4.000 0.514 4.000 0.514

I Permodalan 0.116 4.000 0.463 3.000 0.347 3.000 0.347 2.000 0.232 4.000 0.463 4.000 0.463

J Informasi dan teknologi 0.123 4.000 0.493 4.000 0.493 3.000 0.370 4.000 0.493 4.000 0.493 4.000 0.493

K Manajemen kerja 0.231 3.000 0.693 4.000 0.924 3.000 0.693 3.000 0.693 3.000 0.693 3.000 0.693

A Pangsa pasar 0.520 4.000 2.080 2.000 1.040 4.000 2.080 4.000 2.080 3.000 1.560 2.000 1.040

B Pengembangan agroindustri 0.251 4.000 1.005 4.000 1.005 4.000 1.005 4.000 1.005 4.000 1.005 4.000 1.005

C Kerjasama dengan berbagai pihak 0.317 4.000 1.267 4.000 1.267 3.000 0.950 4.000 1.267 3.000 0.950 3.000 0.950

D Riset dan teknologi 0.352 3.000 1.056 2.000 0.704 3.000 1.056 2.000 0.704 3.000 1.056 3.000 1.056

E Kredit/asuransi pertanian 0.171 3.000 0.512 2.000 0.341 4.000 0.683 4.000 0.683 3.000 0.512 4.000 0.683

F Resiko produksi 0.123 1.000 0.123 4.000 0.491 4.000 0.491 4.000 0.491 4.000 0.491 2.000 0.245

G Perdagangan bebas 0.138 1.000 0.138 4.000 0.554 4.000 0.554 4.000 0.554 4.000 0.554 2.000 0.277

H Fluktuasi harga produk pertanian 0.168 2.000 0.336 4.000 0.672 4.000 0.672 4.000 0.672 4.000 0.672 1.000 0.168

I Produk impor 0.112 3.000 0.336 4.000 0.448 4.000 0.448 4.000 0.448 3.000 0.336 4.000 0.448

J Monopoli distribusi oleh pengusaha besar 0.133 3.000 0.400 4.000 0.533 4.000 0.533 4.000 0.533 4.000 0.533 4.000 0.533

0.786 0.726 0.794 0.696 0.718 0.688

2 3 1 5 4 6

Faktor penentu Bobot

Strategi alternatif

Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 5 Strategi 6Strategi 4

Strategi prioritas

Kekuatan

Kelemahan

Peluang

Ancaman

Jumlah skor daya tari

Keterangan : AS = nilai daya tarik, TAS = total nilai daya tarik

Nilai daya tarik: 1 = tidak menarik/mempengaruhi, 2 = agak mempengaruhi

3 = cukup mempengaruhi, 4 = sangat mempengaruhi

Page 102: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian
Page 103: Resiko Pertanian Indonesia: Persepsi Petani Terhadap ... · RESIKO PERTANIAN INDONESIA: ... kelemahan pasar dan kurangnya pelayanan keuangan termasuk terbatasnya alat-alat pengendalian

66

Lampiran 8. Skor resiko usahatani tanaman pangan: persepsi akademisi dan stakeholders

Hama &

penyakitIklim

bencana

alam lain

Bencana

alam

Perubahan

harga

produk

DistribusiBiaya

input

Perubahan

ekonomi

nasional

Perubahan

ekonomi

global

InflasiAkses ke

permodalanLahan

Tingkat

bunga

Tenaga

kerja

Kecelakaan &

kesehatan

Situasi

keluargaPencurian

Perubahan

kebijakan

Perubahan

program

pertanian

Ketidakmampuan

kontrak

Lemahnya

infrastruktur

Perubahan

teknologi

P1 5 4.67 5 5.00 4 4 3 3 2 3 4 3.5 3 3 3 3 4 3 4 5 4 4

P2 3 4.00 2 2.00 5 5 4 2 3 2 5 2.5 3 3 3 1 1 3 2 1 2 4

P3 4 3.67 5 4.33 4 5 5 5 4 4 3 4.5 4 4 4 5 4 5 4 1 4 4

P4 4 3.67 4 4.00 5 5 3 4 3 3 4 3.5 3 3 3 2 2 4 3 1 5 3

P5 5 5.00 5 3.67 5 4 5 3 5 3 5 3.5 3 3 3 3 3 3 3 1 4 5

P6 5 4.67 1 1.00 5 3 1 1 1 1 4 2 1 5 1 1 1 1 1 1 3 1

P7 4 4.67 4 4.00 5 2 4 4 3 3 4 3 3 4 4 5 3 3 3 4 2 4

P8 4 4.33 5 4.00 5 5 4 4 4 2 4 4 3 4 3 3 2 4 4 4 4 4

P9 4 4.33 5 5.00 5 5 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3

P10 5 3.33 5 5.00 5 4 5 4 5 5 4 4 5 3 5 3 4 5 3 1 4 3

Jumlah 43 42.33 41 38 48 42 38 34 33 29 40 34.5 31 35 33 29 27 34 30 22 36 35

rata-rata 4.30 4.23 4.10 3.80 4.80 4.20 3.80 3.40 3.30 2.90 4.00 3.45 3.10 3.50 3.30 2.90 2.70 3.40 3.00 2.20 3.60 3.50

Resiko institusi Resiko lain

Responden

Resiko produksi Resiko pasar Resiko keuangan Resiko manusia

Skala 1 – 5 : 1 = tidak penting, 5 = sangat penting

87