23
9 Universitas Kristen Petra 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Tinjauan Wayang Orang Wayang merupakan salah satu kesenian tradisional Indonesia yang cukup terkenal hingga ke mancanegara. Wayang sendiri memiliki beragam jenis mulai dari Wayang Kulit, Wayang Krucil/Klithik, Wayang Golek, Wayang Gedhog, Wayang Beber hingga Wayang Wong atau Wayang Orang. Wayang Wong dalam istilah harafiah berarti pertunjukan bercerita (wayang) yang dibawakan oleh manusia (wong). Akan tetapi dalam dunia tari Jawa, Wayang Wong adalah drama tari berdialog prosa liris. Wayang orang atau Wayang Wong adalah sebuah drama tari yang terdapat di beberapa daerah Indonesia. Sejarah mengenai drama tari Wayang Orang atau Wayang Wong memiliki usia yang sangat tua. Sebenarnya, pertunjukan drama tari ini pada masa Jawa Kuna sudah ada dan disebut dengan Wayang Wwang dalam bahasa Jawa Kuna (Indonesia Indah : Tari Tradisional Indonesia 156). Pigeud menuliskan bahwa sebuah prasasti yaitu Prasasti Wimalasrama dari tahun 930 A.D. telah menyebut sebuah jenis pertunjukan yang bernama Wayang Wwang, akan tetapi tidak bisa dibayangkan seperti apa pertunjukan itu. Dalam prasasti Balitung (907) yang lebih tua dari Wimalasrama yang juga menunjukkan bahwa pada zaman Mataram Kuna sudah ada pertunjukan yang dinamakan Wayang Wong dengan menampilkan wiracerita Mahabarata (Rustopo 108). Sebuah karya sastra kakawin Sumanasantaka dari Jawa Timur dari abad ke-12 juga menyebut pertunjukan Wayang Wwang ini walaupun juga tidak jelas gambaran dari bentuk drama tari tersebut, namun cerita-cerita yang dibawakan pasti berkisar pada wiracerita Ramayana atau Mahabarata. Dituliskan dalam buku Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi yaitu sejak abad ke-10, ketika pusat kebudayaan Jawa berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur dari pihak sastrawan Jawa mulai menampilkan cerita yang berpijak pada sumber-sumber dari Jawa yaitu Panji dan berusaha tidak menampilkan wiracerita Ramayana dan Mahabarata (Soedarsono 72).

2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

9

Universitas Kristen Petra

2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA

2.1. Tinjauan Teori

2.1.1. Tinjauan Wayang Orang

Wayang merupakan salah satu kesenian tradisional Indonesia yang cukup

terkenal hingga ke mancanegara. Wayang sendiri memiliki beragam jenis mulai

dari Wayang Kulit, Wayang Krucil/Klithik, Wayang Golek, Wayang Gedhog,

Wayang Beber hingga Wayang Wong atau Wayang Orang. Wayang Wong dalam

istilah harafiah berarti pertunjukan bercerita (wayang) yang dibawakan oleh

manusia (wong). Akan tetapi dalam dunia tari Jawa, Wayang Wong adalah drama

tari berdialog prosa liris. Wayang orang atau Wayang Wong adalah sebuah drama

tari yang terdapat di beberapa daerah Indonesia. Sejarah mengenai drama tari

Wayang Orang atau Wayang Wong memiliki usia yang sangat tua. Sebenarnya,

pertunjukan drama tari ini pada masa Jawa Kuna sudah ada dan disebut dengan

Wayang Wwang dalam bahasa Jawa Kuna (Indonesia Indah : Tari Tradisional

Indonesia 156).

Pigeud menuliskan bahwa sebuah prasasti yaitu Prasasti Wimalasrama dari

tahun 930 A.D. telah menyebut sebuah jenis pertunjukan yang bernama Wayang

Wwang, akan tetapi tidak bisa dibayangkan seperti apa pertunjukan itu. Dalam

prasasti Balitung (907) yang lebih tua dari Wimalasrama yang juga menunjukkan

bahwa pada zaman Mataram Kuna sudah ada pertunjukan yang dinamakan

Wayang Wong dengan menampilkan wiracerita Mahabarata (Rustopo 108).

Sebuah karya sastra kakawin Sumanasantaka dari Jawa Timur dari abad ke-12

juga menyebut pertunjukan Wayang Wwang ini walaupun juga tidak jelas

gambaran dari bentuk drama tari tersebut, namun cerita-cerita yang dibawakan

pasti berkisar pada wiracerita Ramayana atau Mahabarata. Dituliskan dalam buku

Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi yaitu sejak abad ke-10, ketika pusat

kebudayaan Jawa berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur dari pihak

sastrawan Jawa mulai menampilkan cerita yang berpijak pada sumber-sumber dari

Jawa yaitu Panji dan berusaha tidak menampilkan wiracerita Ramayana dan

Mahabarata (Soedarsono 72).

Page 2: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

10

Universitas Kristen Petra

Banyak kaidah pertunjukan Wayang Wong atau Wayang Orang diambil dari

Wayang Kulit. Dalam pertunjukannya Wayang Wong terbagi menjadi tiga,

masing-masing ditegaskan oleh hubungan perlambangan nada gamelan: pathet

nem, pathet sanga, dan pathet manyura jika menggunakan laras slendro atau

pathet limo dan pathet barang jika laras pelog yang digunakan. Tata rias, busana

dan perwatakan Wayang Wong juga diambil dari kaidah-kaidah Wayang Kulit.

Selain itu dalam Wayang Wong dikenal beberapa sikap tari, antara lain:

1. Pondhongan (sikap pria yang seakan “memondong” wanita): menggambarkan

keinginan untuk memeluk seorang wanita dan membawanya pergi. Kedua tangan

direntang melebar ke samping dan depan, badan condong ke depan dengan

pandangan dan tangan diarahkan ke depan.

Gambar 2.1. Sikap Tari dalam Wayang Wong

Sumber : Indonesia Herritage, Seni Pertunjukan (2002, p. 96)

2. Nylekenthung (menarik tangan ke dalam): kedua tangan di depan tubuh,

berjarak sekitar dua jengkal dari tubuh. Siku ditekuk, dan telapak tangan ditekuk

ke luar sehingga punggung tangan saling berhadapan.

Page 3: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

11

Universitas Kristen Petra

Gambar 2.2. Sikap Tari dalam Wayang Wong

Sumber : Indonesia Herritage, Seni Pertunjukan (2002, p. 96)

3. Nyuduk nangkis (menyerang dan menangkis): menggambarkan perkelahian,

ketika seorang tokoh mencoba menusuk pasangan mainnya

(Indonesia Herritage, Seni Pertunjukan, 96-7).

Gambar 2.3. Sikap Tari dalam Wayang Wong

Sumber : Indonesia Herritage, Seni Pertunjukan (2002, p. 97)

Page 4: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

12

Universitas Kristen Petra

Gambar 2.4. Gerak Tari Dasar dalam Wayang Wong

Sumber: Indonesia Herritage, Seni Pertunjukan (2002, p. 96)

2.1.1.1. Sejarah Perkembangan Wayang Orang

Wayang Orang atau Wayang Wong yang masih sering dipertunjukkan di

Jawa sekarang ini asal-usulnya berasal dari tradisi pertunjukan di istana-istana

Jawa pada pertengahan abad ke-18, ketika kerajaan Mataram pecah menjadi tiga

yaitu Kasunan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran.

Dari sejarah perkembangannya, di Jawa Tengah (termasuk Daerah Istimewa

Yogyakarta) terdapat dua gaya Wayang Wong, yaitu gaya Yogyakarta dan gaya

Surakarta-Mangkunegaran. Wayang Wong gaya Yogyakarta dimunculkan oleh

Sultan Hamengkubuwana I (1775-1792), sedangkan Wayang Wong gaya

Surakarta-Mangkunegaran dimunculkan oleh Adipati Mangkunegaran I. Dari segi

teknik tari maupun gaya dialognya berbeda, dulu Wayang Wong gaya Yogyakarta

selalu dipertunjukkan untuk kepentingan ritual. Wayang Wong gaya Yogyakarta

mengalami puncak perkembangan yang luar biasa pada masa pemerintahan Sultan

Hamengkubuwana VIII (1921-1939) yang terkenal sebagai maecenas tari. Pada

masa itu Wayang Wong dipertunjukan secara besar-besaran untuk kepentingan

Page 5: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

13

Universitas Kristen Petra

ritual sebanyak sebelas kali. Akan tetapi, sejak tahun 1940 bersamaan dengan

dahsyatnya Perang Dunia II yang menyebar hingga ke Indonesia menyebabkan

pergelaran Wayang Wong secara besar-besaran di istana Yogyakarta mulai

berhenti. Terlebih setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 dan Yogyakarta

menjadi bagian dari Republik Indonesia, istana Yogyakarta sudah tidak lagi

sebagai sentra politik dan budaya. Berbeda dengan Wayang Wong gaya

Yogyakarta, Wayang Wong gaya Surakarta-Mangkunegaran lebih ditekankan

sebagai penyajian estetis atau tontonan sekuler (Indonesia Indah : Tari

Tradisional Indonesia 158).

2.1.1.2. Peranan Etnis Tionghoa Terhadap Perkembangan Wayang Orang

Pada akhir abad ke-19 Wayang Wong gaya Surakarta-Mangkunegaran

mengalami perkembangan menjadi pertunjukan komersial yang dipergelarkan di

gedung-gedung pertunjukan umum dan para penontonnya diwajibkan membeli

karcis jika ingin menyaksikannya. Selanjutnya, pertunjukan Wayang Wong gaya

Surakarta-Mangkunegaran dapat dikenal luas dan tampil di atas panggung

menjadi sebuah acara komersial karena peran seorang yang bernama Gan Kam,

pengusaha batik kaya peranakan Cina yang pertama kali membentuk rombongan

Wayang Orang di Solo pada tahun 1895. Dalam perkembangan selanjutnya

Wayang Wong komersial ini dikenal pula sebagai Wayang Orang atau Wayang

Wong panggung (Indonesia Indah: Tari Tradisional Indonesia 157-58). Apa yang

dilakukan oleh Gan Kam ini tidak dipaparkan dalam buku Indonesia Indah edisi

Tari Tradisional Indonesia dikarenakan buku ini lebih menekankan pada

pembahasan mengenai tari tradisional Indonesia, karena jka dibahas lebih lanjut

tindakan yang dilakukan oleh Gan Kam ini akan menuju pada perkembangan

salah satu teater tradisional di Indonesia.

Kesenian Wayang Wong gaya Surakarta-Mangkunegaran ini dapat

berkembang menjadi sebuah seni komersial dituliskan dalam buku Indonesia

Indah edisi Teater Tradisional Indonesia bahwa Gan Kam memohon dan

menghadap Adipati Mangkunegara V agar berkenan memberikan ijin kepadanya

untuk menyelenggarakan pentas Wayang Wong di luar istana, sehingga mulai saat

Page 6: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

14

Universitas Kristen Petra

itu Wayang Wong untuk pertama kalinya dimainkan di luar tembok istana. Hal

ini berlangsung pada awal abad ke-19, saat berbagai rombongan komersial teater

manusia, seperti Komedi Bangsawan mulai merebak di mana-mana khususnya di

kota-kota besar. Beberapa rombongan melakukan perjalanan keliling dari kota-

kota seperti Surakarta, Semarang, Yogyakarta, Madiun dan Surabaya. Sehingga

tidak mengherankan apabila Gan Kam segera berpikir untuk menyajikan

pertunjukan Wayang Wong di panggung prosenium, seperti halnya teater

komersial lainnya dan bukan lagi di pendapa. Penggunaan panggung prosenium

membawa akibat pada bentuk tarian. Komposisi tari dan beberapa bagian

koreografinya harus diubah disesuaikan dengan bentuk panggung prosenium,

dengan wings yang dipasang di kiri dan kanan pentas. Teknik exit dan entrance

pun harus diubah, sebab ada layar yang turun-naik untuk mengganti adegan-

adegan dan mungkin babak. Warna-warna kostum diberi tekanan lebih meriah :

kuning keemasan, warnanya merah menyala bukan lagi warna subdued sebagai

warna-warna khas Jawa yang kontemplatif. Aksesoris-aksesoris juga

dikembangkan menjadi lebih meriah.

Menurut Hardjonegoro bahwa pertunjukan Wayang Orang panggung

kemasan Gan Kam ini diselenggarakan di sebuah bangunan besar yang mampu

menampung sekitar 200 penonton (Rustopo 122). Seperti halnya setiap

pertunjukan teater manusia di mana-mana, Wayang Orang segera saja

menimbulkan masalah sosial karena pertunjukan ini diusahakan oleh seorang Cina

peranakan dan para penontonnya pun juga datang dari komunitas Cina peranakan.

Wanita yang sudah bersuami maupun perawan ada yang mulai tergila-gila oleh

pemain Wayang Orang, terutama pada pemain yang memerankan tokoh ksatria

halus, misalnya Arjuna, Abimanyu, Wibisana dan sebagainya. Sejak saat itulah

dikenal pemain wanita memerankan tokoh laki-laki yang sering disebut oleh para

ahli dengan istilah transvestite (Indonesia Indah : Teater Tradisional Indonesia

95). Gan Kam dengan kebijakan transvestite-nya merupakan tindakan yang

bersifat persuasif atau antisipasi agar tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.

Transvestite adalah usaha untuk menarik publik seluas-luasnya dengan mengingat

Wayang Orang panggung adalah industri yang memerlukan penonton dengan

Page 7: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

15

Universitas Kristen Petra

jumlah besar. Kayam juga mengutarakan pandangannya bahwa Wayang Orang

komersial adalah salah satu kitsch yang unik. Ia menimba bahan-bahan

kemasannya dari teater klasik dan penghayatan yang unik orang Jawa terhadap

epos Mahabarata dan Ramayana. Wayang Orang klasik yang biasanya dimainkan

di keraton dan pendopo-pendopo oleh para bangsawan. Bapak pendiri Wayang

Orang komersial ini melihat suatu kemungkinan untuk memasyarakatkan teater

yang eksklusif dan sangat elitis itu di mana dia juga yakin bahwa masyarakat kota-

kota Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah masyarakat peralihan yang belum

beranjak jauh dari tradisi, dia tahu bahwa Wayang Orang yang dijual bagi

masyarakat ramai sudah waktunya untuk dikemas dan dijajakan. Apalah yang

lebih menyenangkan bagi rakyat banyak itu daripada mendapat kesempatan untuk

melihat lakon-lakon Wayang yang biasanya hanya mereka lihat lewat Wayang

Kulit, sekarang dipanggungkan dengan kostum dan tarian yang memukau. Bagi

para penghuni kota yang masih sangat dekat dengan jaringan keluarga tradisional

serta melihat kota masih sebagai tangan panjang dari lingkungan budayanya yang

lama, teater seperti Wayang Orang komersial itu adalah format hiburan baru yang

pas dan tepat. Rustopo mengatakan bahwa Wayang Orang komersial pada

hakikatnya adalah sebuah sukses kitsch dari suatu habitat peralihan yang disebut

kota (129).

Sukses dengan adanya pertunjukan Wayang Orang yang diadakan, segera

mendorong warga keturunan Cina lainnya untuk mendirikan usaha tontonan ini

yang kemudian melahirkan beberapa kelompok Wayang Orang di kota Jawa. Di

sini tampak bagaimana orang-orang Cina yang datang dari abad ke-13 hingga

abad ke-18 telah mengambil peran sebagai pendorong hidupnya kembali teater

manusia, yang berarti sedikit banyak juga turut menghidupkan kembali khasanah

sastra Hindhu dari kitab Mahabarata dan Ramayana. Akan tetapi lakon-lakon yang

dimainkan tidak lagi sepenuhnya disebut Hindhuisme sebab di dalamnya sudah

ada ajaran-ajaran Islam yang terjalin dengan indahnya, misalnya dalam lakon

Dewa Ruci. (Indonesia Indah : Teater Tradisional Indonesia 96). Peran sejumlah

warga keturunan Cina dalam mengembangkan kesenian Wayang Wong menjadi

sebuah seni yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas yang mana terlepas dari itu

Page 8: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

16

Universitas Kristen Petra

adakah menyangkut unsur bisnis yang mendatangkan keuntungan tersendiri bagi

mereka atau juga didasari dengan rasa cinta kepada budaya yang mereka anggap

sudah menjadi bagian dari budaya mereka. Anggapan mengenai semua warga

keturunan Cina hanya identik dengan dunia ekonomi itu seakan ditepis dengan

pembuktian sejumlah warga keturunan Cina yang menjadi pemain dan anggota

dari salah satu kelompok dari sekian banyak kelompok Wayang Orang yang ada

saat itu yaitu Wayang Orang Dharma Budaya yang ada di Surakarta.

Gambar 2.5. Seniman-seniwati Wayang Orang Dharma Budaya

Sumber: Rustopo (2007, p.156)

Perubahan pertunjukan Wayang Wong yang merupakan seni adiluhung telah

berubah. Walaupun hal ini tidak berarti Wayang Wong yang dimainkan di istana

dan Wayang Kulit yang digelar untuk tujuan ritual telah punah. Munculnya

Wayang Orang dan pergelaran Wayang Kulit yang menjurus ke arah tontonan

seakan-akan merupakan perintah sejarah. Sebagai suatu ritual, pesan yang

diemban dan disampaikan Wayang Wong pun bergeser arah. Wayang Wong yang

disebut sebagai drama tari upacara kenegaraan pada saat yang sama menjelmakan

bayangannya menjadi Wayang Orang yang sering dimainkan untuk acara hiburan

dan mengisi acara-acara tertentu baik itu yang mengadakan dari kalangan orang

yang berwenang alias pemerintah atau pejabat tinggi negara maupun orang yang

memiliki dana yang cukup. Seni komersial tampaknya memang sudah melebur

Page 9: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

17

Universitas Kristen Petra

dalam citra tradisional sebuah seni, tetapi perlu ditegaskan bahwa bukan karena

adanya suatu citra komersial berarti nilai adiluhung itu hilang akan tetapi masih

tetap ada.

2.1.1.3. Kondisi Wayang Orang Selanjutnya

Pada tahun 1950-an dan awal 1960-an ada sekitar 30 kelompok Wayang

Orang panggung yang besar pertunjukannya mampu menampung 1000 penonton

maupun yang kecil untuk 500 penonton. Konon pada tahun-tahun itu semua

kelompok Wayang Orang panggung selalu dipadati penonton setiap malamnya.

Gedung-gedung pertunjukan tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat

dan Jakarta. Namun, keadaan berubah saat di Indonesia diperkenalkan televisi

dan film-film impor yang akhirnya membanjir dan memadati gedung-gedung

bioskop. Faktor inilah yang kemudian membuat pertunjukan Wayang Orang

terdesak, terlebih dengan beredarnya rekaman video dan laser disc serta

munculnya antena parabola yang mampu meraih siaran-siaran televisi dari

mancanegara, Wayang Orang panggung benar-benar terdesak dan kian merana

(Indonesia Indah : Tari Tradisional Indonesia 159).

Dari tahun ke tahun perjalanan Wayang Orang dapat dikatakan hidup

segan mati tak mau. Kesenian ini masih tetap hidup, meskipun hanya segelintir

orang yang melestarikan dan mengembangkannya di era modernisasi saat ini.

Masyarakat sudah melupakan apa yang dinamakan kesenian tradisional karena

sudah terpengaruh dengan zaman yang dipenuhi dengan kemewahan dan

teknologi canggih. Kehidupan Wayang Orang saat ini berbeda pada zaman dulu

ketika banyak orang amat menyukai dan antusias saat kesenian ini dipertunjukkan.

Sementara itu kemunduran kesenian ini semakin dipercepat dengan keterlambatan

regenerasi. Ibu Rudi selaku pengurus salah satu kelompok kesenian Wayang

Orang di Malang yaitu Wayang Orang Ang Hien Hoo mengatakan bahwa beliau

ingin melakukan regenerasi, di samping itu saat ini sangat sulit untuk mengadakan

suatu pementasan Wayang Orang karena memang untuk kesenian ini

membutuhkan biaya yang tidak kecil dan hal ini sangat disayangkan karena

pemerintah khususnya pemerintah daerah yang masih kurang tanggap dan peduli

Page 10: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

18

Universitas Kristen Petra

terhadap kelangsungan hidup kesenian Wayang Orang dengan mengalokasikan

dana. Istilah penamaan Wayang Wong dan Wayang Orang sebenarnya memiliki

konteks yang sedikit berbeda, Wayang Wong terkesan lebih kontemplatif

dibandingkan dengan Wayang Orang yang terlihat lebih meriah dan menghibur.

Terkait dengan perubahan kondisi kesenian tradisional Wayang Orang yang

memiliki unsur komersial memang harus dilakukan karena mereka yang dimaksud

yaitu seniman dan penari Wayang Orang tidak seperti dulu yang mendapatkan

kedudukan dan pangkat tinggi. Mereka yang hidup saat ini dari kegiatan kesenian

Wayang Orang memang harus melakukan komersialisasi dan melakukan

perubahan untuk menarik penonton, karena dari situlah kehidupan mereka

maupun Wayang Orang akan terus berjalan.

Mereka yang ikut menjadi penari maupun pemain Wayang Orang saat ini

tidak dapat dipaksakan semuanya harus menjadi seorang seniman seutuhnya,

tetapi perlu juga adanya mengenyam pendidikan untuk bekal menjalani

kehidupan. Mungkin hal ini sedikit bertentangan dengan pemikiran para seniman

tradisional yang menganggap bahwa hanya dengan menari dan bermain Wayang

Orang saja sudah cukup, namun jika hidup pada era seperti sekarang, tampaknya

akan sulit mempertahankan pola pikir idealis semacam itu. Darah tari yang

mengalir memang janganlah sampai hilang karena dari situlah terdapat gambaran

dan refleksi jiwa yang sarat makna kehidupan dan munculnya kecintaan pada seni

dan budaya.

2.1.2. Tinjauan Kelompok Wayang Orang Ang Hien Hoo

Ang Hien Hoo adalah sebuah perkumpulan untuk golongan etnis Tionghoa,

berdiri pada tanggal 3 September 1910 yang berfungsi sebagai organisasi untuk

menangani urusan kematian bagi warga keturunan etnis Tionghoa. Seiring dengan

berjalannya waktu berkisar antara tahun 1950-an beberapa anggota yang terlibat

dalam perkumpulan Ang Hien Hoo ingin melakukan sebuah kegiatan yang

berkaitan dengan kesenian. Pada awal mulanya para anggotanya membeli

sejumlah alat-alat musik tradisional gamelan, dari sini ketertarikan pada kesenian

tradisional semakin besar sampai akhirnya mereka membentuk kelompok

Page 11: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

19

Universitas Kristen Petra

kesenian Wayang Orang dengan nama Ang Hien Hoo di bawah kepengurusan

Lim Ting Tjwan.

Kelompok Wayang Orang Ang Hien Hoo pun berkembang dengan dengan

mengadakan pertunjukan keliling dan juga tampil dalam pertunjukan Wayang

Orang yang diadakan di kota Solo. Prestasi yang paling membanggakan adalah

pada waktu itu diundang oleh Presiden Soekarno untuk tampil di Istana Negara.

Salah seorang pemain Wayang Orang Ang Hien Hoo yang terkenal pada saat itu

adalah seorang keturunan etnis Tionghoa dengan nama Indonesia Ratna Juwita,

selain itu seorang pemain Wayang Orang Ang Hien Hoo yang menuai banyak

prestasi di bidang seni tari tradisional dan pada akhirnya keluar dan bergabung

dalam kelompok kesenian Wayang Orang Bara Pra Tama (Budaya Remaja Peraga

Tari Malang) adalah Irene Kartika Wijaya anak dari pasangan Ibu Sita Dewi

Kusuma atau Ibu Rudi dengan Rudianto Rama Wijaya. Dalam perjalanan menuju

rezim Orde Baru, Ang Hien Hoo mengubah namanya menjadi Panca Budhi

karena adanya kebijakan dari pemerintah pada saat itu untuk nama yang berbau

Cina harus diganti dengan bahasa Indonesia. Kegiatan Ang Hien Hoo akhirnya

harus terhenti juga karena adanya tekanan pemerintah Orde Baru dalam kegiatan

berkesenian. Perkembangan kelompok kesenian Wayang Orang Ang Hien Hoo

selanjutnya dibawah kepengurusan Ibu Rudi mulai dijalankan kembali pada

sekitar tahun 2009-an yang dinaungi oleh yayasan Dharma Budaya klenteng Eng

An Kiong dan masih beraktivitas hingga saat ini.

2.1.3. Tinjauan Film

2.1.3.1. Film Dokumenter

Film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan hal-hal secara

nyata. Tema yang diangkat dalam film dokumenter menyajikan fakta mengenai

tokoh atau peristiwa, sosial maupun budaya. Istilah dokumenter diberikan untuk

film pertama karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan

(travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1890-an. Tiga puluh enam tahun

kemudian Istilah „dokumenter‟ kembali digunakan oleh pembuat dan kritikus film

asal Inggris John Grierson untuk film Moana (1926) karya Robert Flaherty yang

Page 12: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

20

Universitas Kristen Petra

diulas oleh John Grierson di surat kabar New York Sun. Oleh karena peran

pentingnya bagi awal perkembangan film dokumenter, para sejarawan sering kali

menobatkan Flaherty sebagai “Bapak Film Dokumenter”.

(“jenis-jenis film,” par. 1).

Film dokumenter merupakan film yang menyajikan realita melalui

berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Dimana film ini tak lepas

dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan, dan propaganda bagi orang atau

kelompok tertentu. Intinya, film dokumenter tetap berpedoman pada hal-hal

senyata mungkin. Dalam perkembangannya muncul ada aliran baru dalm film

dokumenter antara lain yaitu dokudrama, dan profil. Dalam dokudarama terjadi

reduksi realita demi tujuan estetis, agar gambar dan cerita menjadi lebih menarik.

Akan tetapi, jarak antara kenyataan dan hasil yang tersaji lewat dokudrama

biasanya tak berbeda jauh tetap berpengan pada kerealitasan

(jenis-jenis film, par. 2). Berbeda dengan genre video profil, aliran film ini sama

persis seperti dokumenter hanya saja lebih spesifik yaitu dengan mengangkat

profil seseorang atau kelompok dimana isi dari programnya adalah menyoroti

peran seseorang atau kelompok tersebut dalam suatu bidang tertentu misalnya

kesenian dan budaya, politik, entertainer, dll. Contoh program dengan aliran

seperti ini adalah program televisi “Sebuah Nama Sebuah Cerita” dan “Mereka

Kini” yang ditayangkan di Kompas TV.

Dalam perkembangannya kini dokumenter telah menjadi sebuah tren

tersendiri dalam perfilman dunia. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya saluran

televisi seperti program Discovery Channel pun dengan langkah mantap

menjadikan diri sebagai saluran televisi yang hanya menayangkan program

dokumenter tentang keragaman alam dan budaya. Di Indonesia, film dokumenter

telah berkembang dimulai pada akhir tahun 1990-an dengan bergerak secara

dinamis, antara lain mewujud dalam film dalam bentuk film advokasi sosial-

politik, film seni dan eksperimental, film perjalanan dan petualangan, film

komunitas dan terutama sebagai media altenatif di bidang seni audio-visual bagi

pemuda. Film dokumenter menjelma menjadi satu genre seni audio-visual yang

memiliki sifat demokratis sekaligus personal. Film dokumenter di Indonesia yang

Page 13: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

21

Universitas Kristen Petra

pertama dipelopori oleh stasiun televisi pertama di Indonesia yaitu TVRI. Film

dokumenter telah banyak menghasilkan beragam film dokumenter dengan tema-

tema yang berbeda seperti flora-fauna dan kebudayaan. Pada tahun 1990, di mana

stasiun televisi swasta mulai banyak muncul maka pembuatan film dokumenter

tidak lagi dimonopoli oleh TVRI. Salah satu gaya film dokumenter yang banyak

dikenal orang, salah satunya karena ditayangkan secara serentak oleh lima stasiun

swasta dan TVRI adalah Anak Seribu Pulau (Miles Production, 1995).

Dokudrama ini ternyata disukai oleh banyak kalangan sehingga sekitar enam

tahun kemudian program yang hampir sama dengan judul Pustaka Anak

Nusantara (Yayasan SET, 2001) diproduksi untuk konsumsi televisi.

2.1.3.2. Film Dokumenter Sebagai Media Audio-visual

Media audio visual adalah sebuah peralatan yang menyampaikan

informasi melalui suara yang dapat didengar (audible) dan gambar yang dapat

dilihat (visible). Berdasarkan bentuk informasi yang disajikan, film dokumenter

tergolong dalam bentuk media audio visual. Pemberian informasi dengan cara

audio visual dibuktikan dapat membuat proses komunikasi menjadi 25% hingga

50% lebih efektif. Hal ini dikarenakan sebagian besar pengetahuan manusia dapat

sampai ke otaknya melalui indera penglihatan, selebihnya dibantu dengan indera

pendengaran dan indera-indera lainnya (Suleiman 12-3). Dengan melihat gambar

bergerak yang disertai suara, seseorang seolah-olah turut mengalami dan berada di

lokasi. Konsentrasi dan daya serap juga akan meningkat saat indera penglihatan

dan pendengaran dipakai secara bersamaan. Oleh karena itu, media audio visual

sangat cocok digunakan untuk media pembelajaran yang membagi pengetahuan.

Menurut Daryanto, di dalam media audio visual terkandung dua unsur utama,

yaitu :

- Unsur audio

Suara pemain : menyampaikan informasi kepada audience baik secara

monolog atau dialog.

Sound effect : efek-efek suara yang membangun suasana.

Page 14: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

22

Universitas Kristen Petra

Musik : meliputi alunan musik yang muncul di awal dan akhir sebagai

pembuka dan penutup serta musik yang menjadi latar belakang adegan

(background music).

- Unsur visual

Pemain : orang yang berperan dalam film.

Lokasi atau setting tempat pelaksanaan pembuatan film.

Properties : perlengkapan yang digunakan pemain atau ditata di lokasi

untuk memperindah adegan.

Pencahayaan.

Gerak dan gestur tubuh pemain serta kamera (85-7).

Di dalam penerapannya, Nelmes menyebutkan unsur audio dan visual yang biasanya

digunakan di dalam film dokumenter disampaikan dalam bentuk :

- Unsur audio

Overheard exchange, yaitu rekaman pembicaran dari dua orang atau lebih

yang terkesan alami dan direkam tanpa sengaja.

Kesaksian, yaitu rekaman suara yang diungkapkan secara jujur oleh

narasumber berkaitan dengan topik yang dibahas dalam film.

Eksposisi, yaitu orang berbicara langsung di depan kamera (voice over)

untuk mengarahkan penonton.

- Unsur visual

Observasionalisme reaktif, artinya materi film sedapat mungkin diperoleh

langsung di lapangan. Di sini sangat diperlukan pengamatan yang teliti

dari sutradara dan cameraman.

Observasionalisme proaktif, artinya materi film diambil di lapangan

dengan berdasarkan pada pengamatan yang sudah dilakukan sebelumnya

oleh sutradara dan cameraman.

Mode ilustratif, yaitu berusaha menggambarkan secara langsung sesuai

dengan kalimat yang dikatakan oleh narator (yang suaranya direkam

sebagai voice over).

Page 15: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

23

Universitas Kristen Petra

Mode asosiatif, yaitu berusaha memakai potongan-potongan gambar

dengan berbagai cara (189-90).

2.1.3.3. Tahap-tahap Produksi Film Dokumenter

Berikut adalah tahap-tahap dalam proses produksi sebuah film dokumenter

a. Tahap Pra Produksi

Dimulai dengan menentukan tema dan objek yang akan diangkat. Setelah

objek dan tema ditentukan maka dilakukan riset dan observasi lapangan dan

studi literatur, melakukan kontak langsung dengan narasumber-narasumber

yang berhubungan dengan objek yang akan kita angkat sehingga data-data

yang diperlukan dapat diperoleh valid dan akurat. Riset dan pengumpulan data

telah dilakukan kemudian untuk menjadikan semua data tersebut menjadi

sebuah kesatuan cerita maka dilakukan pembuatan sinopsis dalam bentuk

sebuah kerangka pemikiran, storyline. Apabila dibutuhkan juga pencarian

beberapa orang untuk tim dalam membantu pengerjaan di lapangan nantinya.

Proses selanjutnya adalah pembuatan outline, di mana di dalamnya berisi

seluruh perancanaan dan rincian dari tiap scene yang ditulis dengan jelas.

Treatment ini yang nantinya akan dipakai sebagai pedoman dalam

pengambilan gambar di lapangan. Mencatat shooting, dalam langkah ini ada

dua yang harus dicatat yaitu shooting list dan shooting schedule. Shooting list

yaitu catatan yang berisi perkiraan apa saja gambar yang dibutuhkan untuk film

yang kita buat, sedangkan shooting schedule adalah mencatat atau

merencanakan terlebih dahulu jadwal shooting yang akan kita lakukan dalam

pembuatan film. Proses yang juga sangat penting yaitu persiapan dan

memeriksa setiap peralatan yang akan digunakan untuk mengambil gambar

apakah sudah lengkap dan berfungsi dengan baik.

b. Tahap Produksi

Pada tahap ini semua pengambilan gambar sudah dilakukan dan

berpedoman pada treatment atau script dan shooting list yang dibuat.

Page 16: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

24

Universitas Kristen Petra

c. Tahap Paska Produksi

Setelah pengambilan gambar selesai didapatkan, maka dilakukan tahap

seleksi gambar atau logging dan proses offline editing. Hasil dari offline editing

kemudian ditulis dalam naskah, apabila diperlukan adanya narasi maka ditulis

di dalam naskah tersebut, melakukan transkrip wawancara yang menuliskan

dari data wawancara yang kita lakukan dengan subjek secara jelas. Narasi yang

telah lengkap dengan susunan gambar dan narasi disebut dengan script editing.

Proses berikutnya dilanjutkan dengan online editing, yang dilanjutkan

dengan proses mixing yaitu pencampuran antara gambar-gambar yang telah

disusun dengan musik ilustrasi dan narasi. Setelah proses mixing selesai maka

jadilah sebuah film dokumenter.

Dalam sebuah film dokumenter penyampaian sebuah informasi dapat

menggunakan beberapa pendekatan atau cara, seperti berikut:

Narasi

Pengulangan kembali / re-enacment

Cinema truth

Animasi

Pembuat film ikut terlibat dalam cerita yang disampaikan

Wawancara

Dokumen-dokumen dan arsip foto

Dalam setiap cara atau pendekatan ini memiliki kelebihan dan kekurangan

masing-masing yang dapat dikombinasikan atau salah satu saja. Akan tetapi lebih

baik jika sebuah film dokumenter dapat menggabungkan beberapa cara ini agar

penyampaian informasi lebih bervariasi.

2.2. Tinjauan Permasalahan Tentang Objek dan Subjek Perancangan

2.2.1. Tinjauan Permasalahan

Kesenian Wayang Orang yang ada hingga saat ini tetap bertahan walaupun

berbeda dengan zaman dulu yang memiliki banyak penggemar dan merupakan

pertunjukan favorit yang selalu disaksikan oleh banyak orang. Salah satu

kelompok kesenian Wayang Orang Ang Hien Hoo di kota Malang yang tetap ada

Page 17: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

25

Universitas Kristen Petra

dengan segala kelebihan dan kekurangannya karena peran serta warga etnis

Tionghoa yang melestarikan dan mengembangkannya, walaupun misi ini sangat

sulit untuk dijalankan karena masih minimnya kesadaran dari masyarakat dan juga

pemerintah untuk ikut ambil bagian di dalamnya. Hal ini dikarenakan masyarakat

saat ini sudah terseret dalam arus modernisasi sehingga terkadang melupakan seni

budaya tradisional mereka. Di Indonesia apresiasi terhadap kesenian masih sangat

kurang dan sedikit sekali yang peduli terhadap kesenian bahkan pemerintahnya

sendiri. Pelestarian dan pengembangan kesenian Wayang Orang saat ini di kota

Malang tidak lepas dari peran serta warga keturunan etnis Tionghoa. Di balik

motif pelestarian dan pengembangan itu menimbulkan berbagai perspektif yang

berbeda, apakah yang mendasari mereka untuk mau melestarikan bahkan

mengembangkan suatu kesenian tradisional yang tidak berhubungan dengan

budaya nenek moyangnya dan seperti apa usaha yang mereka lakukan untuk

melestarikan dan mengembangkan kesenian yang hampir hilang ini. Sebuah

fenomena yang sangat langka untuk ditemukan, dimana era modernitas seperti

sekarang ada warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa yang melestarikan dan

mengembangkan kesenian tradisional Wayang Orang.

2.2.2. Fakta-fakta Lapangan

Kehidupan kesenian Wayang Orang saat ini disadari atau tidak sangat jauh

berbeda pada masa-masa keemasannya pada era sekitar tahun 1960-an. Namun,

kesenian Wayang Orang ini tetap ada hingga saat ini akan tetapi kelompok

Wayang Orang yang ada saat ini telah banyak berkurang daripada dulu. Banyak

faktor yang menjadi penyebab gugurnya sejumlah kelompok kesenian Wayang

Orang, seperti yang dikatakan oleh Ibu Evi seorang pelatih tari dan sekaligus

anggota kelompok Wayang Orang Ang Hien Hoo bahwa kesenian tradisional itu

dalam pandangan masyarakat saat ini masih untuk kalangan rakyat kelas bawah

dan tak sedikit orang yang memiliki pandangan bahwa pelaku seni tradisional itu

diidentikkan dengan kesan ndeso, selain itu dari pihak pemerintah yang kurang

mendukung kegiatan kesenian ini yang diperkuat dengan kenyataan bahwa untuk

melakukan suatu pementasan Wayang Orang memerlukan biaya yang tidak kecil

Page 18: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

26

Universitas Kristen Petra

oleh karena itu dalam satu tahun mungkin hanya sekali atau bahkan tidak, jika

tidak ada yang mengucurkan dana. Sedikit sekali bahkan mungkin tidak ada pihak

swasta yang mengelola sebuah kelompok kesenian Wayang Orang yang telah

menjadi seni pertunjukan komersial, dimana penampilannya menuntut biaya yang

tidak sedikit. Pihak pemerintahan lah yang menjadi penopang kehidupan kesenian

tradisional ini sekarang yaitu dengan menjadikan kesenian sebagai salah satu

tujuan pariwisata, tetapi mereka melakukannya juga dengan setengah-setengah.

Kesenian tradisional sedikit atau banyak telah mengalami pergeseran kedudukan

yaitu menjadi suatu komoditas yang dapat diperjualbelikan, nilai-nilai yang

terkandung di dalamnya terkadang menjadi bersifat semu walaupun tidak

seluruhnya demikian.

Kesenian tradisional yang lebih banyak dikelola oleh pihak pemerintah

terkadang juga tidak lepas dari peran swasta atau individu tertentu, buktinya ada

warga keturunan etnis Tionghoa yang mau melestarikan dan bahkan

mengembangkan kesenian Wayang Orang ini melalui kelompok Ang Hien Hoo.

Figur Ibu Rudi seolah menghilangkan stereotip masyarakat yang memandang

bahwa warga keturunan etnis Tionghoa selalu diidentikkan dengan kegiatan bisnis

dan berdagang. Beliau melestarikan dan mengembangkan seni budaya tradisional

yang dianggapnya telah menjadi bagian dari budayanya. Selain bergumul dengan

kesenian dalam hidupnya, beliau juga melakukan pekerjaan sampingan dengan

menerima pesanan catering dan juga menyediakan jasa peminjaman kostum untuk

tari maupun Wayang Orang. Koleksi kostum dari beliau dapat dikatakan cukup

lengkap, dan dari koleksi kostum beliau-lah Ang Hien Hoo dapat tampil.

Page 19: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

27

Universitas Kristen Petra

2.2.3. Data-data Visual

Gambar 2.6. Potret Ibu Rudi

Sumber: Kumpulan Dokumentasi Ibu Rudi

Gambar di atas merupakan Ibu Sita Dewi Kusuma atau dikenal dengan

nama Ibu Rudi merupakan seorang keturunan etnis Tionghoa yang mencintai

kesenian tradisional Wayang Orang dan sekaligus sebagai anggota pengurus

kelompok kesenian Wayang Orang Ang Hien Hoo di Malang. Di dalam gambar

tersebut yang didapatkan dari koran Jawa Pos dari kumpulan dokumentasi Ibu

Rudi, yang memaparkan bahwa beliau membuatkan pakaian untuk anaknya yang

dulu adalah seorang penari dan pemain Wayang Orang. Setelah itu lama-kelamaan

pakaian yang dibuat beliau jumlahnya semakin banyak, dan sekarang jika Ang

Hien Hoo mengadakan pementasan Wayang Orang pun juga memakai koleksi

pakaian milik beliau sendiri. Selain itu pakaian ini juga disewakan jika ada ada

orang yang ingin meminjamnya untuk keperluan tari maupun Wayang Orang.

Page 20: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

28

Universitas Kristen Petra

Gambar 2.7. Gambar 2.8.

Suasana latihan di sanggar tari Ang Hien Hoo

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Ini merupakan saat dimana anggota kelompok Ang Hien Hoo yunior

sedang melakukan latihan tari di Klenteng Eng An Kiong yang merupakan

sanggar tari Ang Hien Hoo. Dalam sanggar tari Ang Hien Hoo adanya anggota

yunior ini memang menjadi tujuan Ibu Rudi untuk melakukan regenerasi.

Gambar 2.9. Gambar 2.10.

Cuplikan dari adegan pementasan Wayang Orang Ang Hien Hoo pada tahun 2008

Sumber: Dokumentasi Batu TV

Gambar ini merupakan salah satu cuplikan dari pementasan kelompok

Wayang Orang Ang Hien Hoo dengan membawakan lakon Dewa Ruci, di mana

Dewa Ruci diperankan oleh walikota Malang sendiri yaitu Bpk. Peni Suparto.

Page 21: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

29

Universitas Kristen Petra

Gambar 2.11. Gambar 2.12.

Penampilan sanggar tari Ang Hien Hoo di sebuah acara

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar ini diambil pada saat kelompok sanggar tari Ang Hien Hoo diminta

menampilkan salah satu jenis tarian, yaitu Tari Bhayangkari untuk mengawali

pembukaan suatu acara yang bertempat di hotel Olino Garden Malang. Di sini

yang menjadi penarinya adalah anak-anak remaja.

2.3. Analisis Masalah

Jika melihat kembali sejarah perkembangan Wayang Wong yang berasal dari

dalam istana keraton dan kemudian menjadi sebuah pertunjukan Wayang Orang

komersial, menimbulkan berbagai persepsi yang berbeda. Perubahan besar yang

dilakukan terhadap eksklusivitas kesenian, yang pada waktu itu hanya dinikmati

oleh kalangan atas dan setelah itu menjadi seni rakyat. Yang mana dilakukan oleh

seorang yang akhirnya menjadi pelopor warga keturunan etnis Tionghoa lainnya

untuk ikut melestarikan dan mengembangkan kesenian Wayang Orang. Tidak

dapat dipastikan berdasar faktor apakah mereka melakukannya. Murni karena

adanya rasa memiliki dan cinta terhadap seni budaya yang telah dianggap menjadi

miliknya, ataukah berdasar keuntungan yang mana saat itu kesenian ini

mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi yang mengelolanya. Sebuah

fenomena di mana ada warga keturunan etnis Tionghoa yang masih melestarikan

dan bahkan mengembangkan kesenian tradisional sampai sekarang ini, sangat

sulit untuk ditemukan. Yang mana di negara ini bidang kesenian berada di urutan

nomor kesekian daripada politik dan perekonomian. Latar belakang apakah

Page 22: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

30

Universitas Kristen Petra

sebenarnya pelestarian dan pengembangan yang dilakukan warga keturunan etnis

Tionghoa pada kesenian Wayang Orang sampai saat ini belum diketahui secara

pasti, mungkin dapat dikatakan didasari oleh niat yang tulus mencintai seni

budaya ini atau masih terdapat faktor-faktor yang lainnya.

2.4. Sintesa

Gambar 2.13. Sintesa

Di sini dapat dilihat bahwa adanya kaitan dalam tiga analisis yang telah

dilakukan penulis yaitu antara subjek perancangan, media dan target audiens.

Dimulai dari subjek perancangan yang ditemukan adalah sebuah fenomena adanya

warga keturunan etnis Tionghoa yang melestarikan bahkan mengembangkan

kesenian tradisional Wayang Orang melalui sebuah kelompok Wayang Orang

Ang Hien Hoo yang ada di kota Malang. Hal ini didukung dengan tinjauan teori

yang ada, dimana pelestarian dan pengembangan kesenian tradisional Wayang

Orang memang tidak lepas dari peran serta warga keturunan etnis Tionghoa. Dari

analisis yang telah dilakukan oleh penulis terhadap subjek perancangan

didapatkan media berupa sebuah program audio-visual dengan genre video profil

dokumenter, dimana program ini secara spesifik mengangkat sisi personal warga

keturunan etnis Tionghoa yang melestarikan dan mengembangkan kesenian

tradisional Wayang Orang. Di samping itu, ditampilkan juga beberapa figur-figur

lain yang berperan dalam pelestarian dan pengembangan kesenian tradisional

Wayang Orang dalam satu wadah kelompok kesenian Wayang Orang Ang Hien

Hoo. Program ini ditujukan kepada masyarakat umum usia antara 20-40 tahun

Page 23: 2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Tinjauan Teori 2.1

31

Universitas Kristen Petra

yang tinggal di pulau Jawa serta mengetahui, menyukai dan ingin mengenal seni

budaya Jawa.

Program video profil dokumenter ini dianggap sesuai untuk menyampaikan

pesan yang dimaksud, karena dapat berkomunikasi lebih banyak karena didukung

dengan audio dan visual. Hal ini memudahkan penyampaian informasi serta

memberikan efek kepada audiens yang seakan dapat merasakan dan terlibat lebih

dalam. Dalam program video profil dokumenter ini memaparkan kepada

masyarakat, bagaimana peran serta warga keturunan etnis Tionghoa dalam

melestarikan kesenian tradisional Wayang Orang di kota Malang. Durasi

penayangan program ini berkisar antara 15-20 menit, dengan pertimbangan durasi

yang tidak terlalu lama, maka pesan yang dimaksud dapat ditangkap lebih cepat,

didukung dengan penyampaian informasi yang padat dan jelas. Penentuan durasi

berdasarkan wawancara yang telah dilakukan kepada beberapa target audiens,

bahwa durasi untuk film dokumenter kurang lebih cukup 30 menit saja.

Program video profil dokumenter ini dilihat dari konten-nya yang

memaparkan dan tidak mengutamakan detail-detail pada aspek visual tetapi tetap

memperhatikan kualitas dan clarity, maka tetap menggunakan resolusi high

definition. Untuk memperjelas penyampaian informasi ditambahkan pemakaian

narasi dan pemberian subtitle dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Sifat dari

program video profil dokumenter ini yang bersifat mengajak, memaparkan dan

memberikan pengetahuan maka penayangan dilakukan melalui media sosial

seperti facebook, youtube dan vimeo agar mempermudah masyarakat luas dapat

melihatnya secara bebas dan gratis tanpa terbebani. Mengingat media utama

penayangan dengan lingkup yang luas, tidak menutup kemungkinan bahwa

program ini nantinya akan dapat dilihat lebih dari lingkup nasional. Program ini

nantinya juga akan diserahkan kepada lembaga pelestarian budaya Jawa di

Malang dan Surabaya untuk dapat dijadikan sebagai arsip dokumentasi.

Diharapkan dengan adanya program berupa video profil dokumenter ini

nantinya dapat menjadi motivasi dan inspirasi untuk pelestarian kesenian

tradisional khususnya Wayang Orang sekaligus sebagai kritik sosial terhadap

masyarakat, bahwa tidak ada etnisitas dan eksklusivitas dalam budaya.