22
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Bab ini memuat uraian teori-teori yang mendukung penelitian ini. Teori- teori yang digunakan sebagai acuan dalam memecahkan permasalahan ini adalah Teori Agensi, Pengertian Pajak, Tax Avoidance, Leverage, Intensitas Aset Tetap, Ukuran Perusahaan, dan Koneksi Politik. Bab ini juga membahas tentang penelitian sebelumnya untuk membangun rumusan hipotesis. 2.1.1 Teori Agensi Teori Agensi menyatakan hubungan kontrak antara agen (manajemen suatu usaha) dan prinsipal (pemilik usaha). Agen melakukan tugas-tugas tertentu untuk prinsipal, prinsipal mempunyai kewajiban untuk memberi imbalan pada si agen (Hendriksen dan Breda, 1992 dalam Maria dan Kurniasih, 2013). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan sebagai kontrak antara satu atau beberapa orang (pemberi kerja atau principal) yang mempekerjakan orang lain (agen) untuk melakukan sejumlah jasa dan memberikan wewenang dalam pengambilan keputusan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemegang saham (principal). Hubungan keagenan tersebut terkadang menimbulkan masalah antara manajer dan pemegang saham atau biasanya disebut konflik kepentingan. Masalah itu timbul karena pemegang saham dan manajer berusaha untuk memaksimalkan

13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Bab ini memuat uraian teori-teori yang mendukung penelitian ini. Teori-

teori yang digunakan sebagai acuan dalam memecahkan permasalahan ini adalah

Teori Agensi, Pengertian Pajak, Tax Avoidance, Leverage, Intensitas Aset Tetap,

Ukuran Perusahaan, dan Koneksi Politik. Bab ini juga membahas tentang

penelitian sebelumnya untuk membangun rumusan hipotesis.

2.1.1 Teori Agensi

Teori Agensi menyatakan hubungan kontrak antara agen (manajemen

suatu usaha) dan prinsipal (pemilik usaha). Agen melakukan tugas-tugas tertentu

untuk prinsipal, prinsipal mempunyai kewajiban untuk memberi imbalan pada si

agen (Hendriksen dan Breda, 1992 dalam Maria dan Kurniasih, 2013). Jensen dan

Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan sebagai kontrak antara

satu atau beberapa orang (pemberi kerja atau principal) yang mempekerjakan

orang lain (agen) untuk melakukan sejumlah jasa dan memberikan wewenang

dalam pengambilan keputusan.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan

adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemegang saham

(principal). Hubungan keagenan tersebut terkadang menimbulkan masalah antara

manajer dan pemegang saham atau biasanya disebut konflik kepentingan. Masalah

itu timbul karena pemegang saham dan manajer berusaha untuk memaksimalkan

Page 2: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

14

kepentingan masing-masing. Pemegang saham selaku pemilik atau prinsipal

menginginkan pengembalian yang lebih besar dan secepat-cepatnya atas investasi

yang mereka investasikan sedangkan manajer menginginkan pemberian

kompensasi atau insentif yang sebesar-besarnya atas kinerjanya dalam

menjalankan perusahaan.

Kondisi perusahaan yang sesungguhnya terkadang hanya diketahui oleh

manajer karena manajer berada didalam perusahaan untuk mengelola perusahaan

sehingga mempunyai banyak informasi mengenai perusahaan sedangkan prinsipal

bisa dikatakan jarang datang langsung ke perusahaan sehingga informasi yang

dimiliki lebih sedikit dibandingkan manajer. Keadaan tersebut dikenal sebagai

asimetri informasi. Asimetri informasi adalah keadaan dimana informasi yang

diberikan kepada principal berbeda dengan yang diberikan kepada agent untuk

melakukan tindakan yang oportunistik. Tindakan yang oportunistik (opportunistic

behaviour) adalah tindakan yang tujuannya mementingkan kepentingan diri

sendiri (Rahmawati, 2015).

Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen dapat memengaruhi

berbagai hal menyangkut kinerja perusahaan salah satunya kebijakan perusahaan

terkait pajak. Manajer sebagai agen mempunyai kepentingan untuk memperoleh

kompensasi atau insentif sebesar-besarnya melalui laba yang tinggi atas

kinerjanya dan pemegang saham ingin menekan pajak yang dibayarkan melalui

laba yang rendah. Maka dari itu, tindakan penghindaran pajak dapat digunakan

untuk mengatasi perbedaan kedua kepentingan tersebut (Martini dan Rusydi,

2014).

Page 3: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

15

2.1.2 Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut Undang-undang No. 16 Tahun 2009 tentang

perubahan keempat atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah

kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

Beberapa pendapat para pakar pajak dalam mendefinisikan pajak sebagai

berikut (Burton dan Ilyas, 2010: 6).

1) Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rachmat Soemitro, SH.

Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-

Undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik secara langsung yang

dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

2) Pengertian pajak menurut Prof. Dr. M.J.H. Smeets.

Pajak merupakan prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui

norma-norma umum dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi

yang ditunjukan dalam hak individual untuk membiayai pengeluaran rutin

pemerintah.

3) Pengertian pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja.

Pajak merupakan iuran wajib masyarakat berupa barang yang dipungut

oleh penguasa berdasarkan norma hukum yang berguna menutupi biaya

produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Page 4: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

16

Dari pendapat yang diberikan oleh pakar pajak tersebut mengenai definisi

pajak, terdapat beberapa unsur yang melekat dalam pengertian pajak, yaitu.

a. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-undang.

b. Sifatnya dapat dipaksakan.

c. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh

pembayar pajak.

d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat

maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh pihak swasta).

e. Pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah (rutin

dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.

Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat dan definisi terkait

pajak, ada pula dua fungsi utama pajak yaitu fungsi penerimaan (budgeter) dan

fungsi mengatur (reguler). Fungsi budgeter adalah pajak berfungsi sebagai

sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran

pemerintah, misalnya dimasukkan sebagai penerimaan dalam negeri di dalam

APBN. Fungsi reguler adalah pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi (Waluyo, 2013).

Menurut Burton dan Ilyas (2010: 30) sistem pemungutan pajak dibagi

menjadi empat macam yaitu.

1) Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan

besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.

Page 5: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

17

2) Semiself assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang pada fiskus dan WP untuk menentukan besarnya

pajak seseorang yang terutang.

3) Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang penuh kepada WP untuk menghitung,

memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang

pajak.

4) Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya

pajak yang terutang.

2.1.3 Tax Avoidance

Pajak dapat diartikan sebagai sesuatu yang membebani atau sesuatu yang

dapat mengurangi kemampuan atau daya beli masyarakat. Melihat dari sisi ini

saja, pajak dapat dipandang sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan. Sesuatu

yang tidak menguntungkan biasanya mendorong adanya upaya untuk melakukan

penghindaran atau perlawanan pajak (Mulyani, 2014).

Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah self

assessment system. Sistem tersebut memberikan wewenang penuh kepada wajib

pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan

sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) dan Surat Setoran Pajak (SSP) ke kantor pajak

(Ilyas dan Burton, 2010). Secara eksplisit, self assessment system merupakan

sistem perpajakan yang sangat rentan menimbulkan penyelewengan dan

pelanggaran. Penyelewengan dan pelanggaran tersebut merupakan suatu bentuk

Page 6: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

18

dari penghindaran atau perlawanan pajak (Mulyani, 2014). Penghindaran pajak

tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

a. Perlawanan Pasif

Perlawanan pajak secara pasif diakibatkan oleh adanya hambatan-

hambatan yang mempersukar pemungutan pajak. Perlawanan ini tidak

dilakukan secara aktif apalagi agresif oleh para wajib pajak.

b. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif mancakup ruang lingkup semua usaha dan perbuatan

yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dengan tujuan

menghindari pajak.

Menurut Lim (2011) mendefinisikan tax avoidance sebagai penghematan

pajak yang timbul dengan memanfaatkan ketentuan perpajakan yang dilakukan

secara legal untuk meminimalkan kewajiban pajak. Tax avoidance bukan

pelanggaran undang-undang perpajakan karena usaha wajib pajak untuk

mengurangi, menghindari, meminimumkan atau meringankan beban pajak

dilakukan dengan cara yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Pajak (Maria

dan Kurniasih, 2013).

Penghindaran pajak yang bersifat legal disebut tax avoidance, sedangkan

penyelundupan pajak yang bersifat ilegal disebut juga dengan tax evasion.

Menurut Robert H. Anderson dalam Lumbantoruan (2008) penyelundupan pajak

(tax evasion) adalah penyelundupan pajak yang melanggar undang-undang pajak,

sedangkan penghindaran pajak (tax avoidance) adalah cara meminimalisasi

Page 7: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

19

besarnya pembayaran pajak yang masih dalam batas ketentuan perundang-

undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak.

Penghindaran pajak bukannya bebas biaya. Beberapa biaya yang harus

ditanggung yaitu pengorbanan waktu dan tenaga untuk melakukan penghindaran

pajak, dan adanya risiko jika penghindaran pajak terungkap. Risiko ini mulai dari

yang dapat dilihat, yaitu bunga, denda dan yang tidak terlihat, yaitu kehilangan

reputasi perusahaan yang berakibat buruk untuk kelangsungan usaha jangka

panjang perusahaan (Harto dan Puspita, 2014).

Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara (Merks, 2007

dalam Prakosa, 2014) sebagai berikut.

a. Memindahkan subjek pajak dan/atau objek pajak ke negara-negara yang

memberikan perlakuan pajak khusus atau keringanan pajak (tax haven

country) atas suatu jenis penghasilan (substantive tax planning)

b. Usaha penghindaran pajak dengan mempertahankan substansi ekonomi

dari transaksi melalui pemilihan formal yang memberikan beban pajak

yang paling rendah (formal tax planning)

c. Ketentuan anti avoidance atas transaksi transfer pricing, thin

capitalization, treaty shopping, dan controlled foreign corporation

(Specific Anti Avoidance Rule), serta transaksi yang tidak mempunyai

substansi bisnis (General Anti Avoidance Rule).

2.1.4 Leverage

Leverage merupakan tingkat hutang yang digunakan perusahaan dalam

melakukan pembiayaan. Menurut Wiagustini (2010: 76) leverage adalah

Page 8: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

20

kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya baik dalam

jangka pendek maupun jangka panjang atau mengukur sejauh mana perusahaan

dibiayai dengan hutang. Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan

kepada pihak lain yang belum terpenuhi, di mana hutang ini merupakan sumber

dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditur (Munawir, 2004 dalam

Darmadi 2013). Hutang tersebut harus dikelola dengan baik oleh manajemen

perusahaan sehingga tujuannya melakukan hutang tersebut dapat menguntungkan

dan menghindari kerugian. Jensen (1986) menyatakan bahwa dengan adanya

hutang akan dapat mengendalikan penggunaan secara berlebihan oleh free cash

flow manajemen sehingga menghindari investasi yang sia-sia.

Leverage diukur dengan membandingkan total hutang dengan total aset

perusahaan yang digunakan untuk sumber pendanaan perusahaan. Total hutang

yang digunakan untuk menghitung rasio hutang adalah total hutang perusahaan

yang tertera dalam neraca baik hutang jangka pendek dan jangka panjang.

Semakin tinggi tingkat leverage maka perusahaan mempunyai ketergantungan

pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya, sedangkan perusahaan yang

mempunyai tingkat leverage rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan

modal sendiri (Yulfaida dan Zhulaikha, 2012). Tingkat leverage perusahaan

dengan demikian menggambarkan risiko keuangan perusahaan (Sembiring, 2005)

Perusahaan dalam membiayai asetnya dengan menggunakan hutang akan

menimbulkan adanya bunga yang harus dibayar akibat dari peminjaman dana

yang berasal dari pihak ketiga atau kreditur (Hendy dan Sukartha, 2014). Pada

peraturan perpajakan, yaitu UU No. 36 tahun 2008 tentang PPh, bunga

Page 9: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

21

pinjaman merupakan komponen dari deductible expense atau biaya yang dapat

dikurangkan terhadap penghasilan kena pajak. Beban bunga tersebut akan

mengurangi jumlah pajak yang terutang oleh perusahaan karena berkurangnya

laba kena pajak perusahaan sehingga utang dapat memengaruhi secara langsung

effective tax rate perusahaan (Mulyani, 2014). Pernyataan tersebut sejalan

dengan pendapat dari Noor, et al., (2010) yang menyebutkan bahwa perusahaan

dengan jumlah utang yang lebih banyak memiliki nilai effective tax rate (ETR)

yang lebih rendah dan tax avoidance akan meningkat karena pengeluaran biaya

bunga akan mengurangi biaya pajak yang akan dikeluarkan oleh perusahaan.

2.1.5 Intensitas Aset Tetap

Intensitas aset tetap perusahaan menggambarkan banyaknya investasi

perusahaan terhadap aset tetap perusahaan. Aset tetap dalam hal ini mencakup

bangunan, pabrik, peralatan, mesin, dan berbagi properti lainnya. Aset tetap

berfungsi untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan, digunakan untuk

penyediaan barang dan jasa maupun disewakan kepada pihak lain dimana

penggunaannya lebih dari satu periode. Aset tetap memiliki nilai ekonomis yang

akan terus menyusut nilainya sesuai dengan umur ekonomis yang ditetapkan

UU No. 36 Tahun 2008. Perpajakan di Indonesia membagi aset tetap

perusahaan ke dalam 2 jenis yaitu kelompok bangunan dan bukan bangunan.

Kelompok bangunan dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu.

1) Permanen dengan umur ekonomis 20 tahun

2) Tidak permanen dengan umur ekonomis 10 tahun

Page 10: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

22

Sementara untuk kelompok bukan bangunan dibagi ke dalam 4

kelompok yaitu.

1) Kelompok 1 dengan umur ekonomis 4 tahun

2) Kelompok 2 dengan umur ekonomis 8 tahun

3) Kelompok 3 dengan umur ekonomis 16 tahun

4) Kelompok 4 dengan umur ekonomis 20 tahun

Intensitas aset tetap didefinisikan sebagai rasio antara aset tetap terhadap

total aset (Noor et al., 2010). Intensitas aset tetap dapat mengurangi

pembayaran pajak karena kepemilikan aset tetap akan timbul biaya depresiasi

atau penyusutan. Biaya depresiasi yang bersifat deductible expense dapat

digunakan untuk mengurangi laba kena pajak perusahaan sehingga nantinya

akan mengurangi jumlah pembayaran pajak (Mulyani, 2014).

2.1.6 Ukuran Perusahaan

Machfoedz (1994) dalam Suwito dan Herawati (2005) menyatakan bahwa

ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat mengklasifikasikan perusahaan

menjadi perusahaan besar dan kecil menurut berbagai cara seperti total aktiva atau

total aset perusahaan, nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan, dan jumlah

penjualan. Ukuran perusahaan umumnya dibagi dalam 3 kategori, yaitu large

firm, medium firm, dan small firm.

Tahap kedewasaan perusahaan ditentukan berdasarkan total aset, semakin

besar total aset menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek baik dalam

jangka waktu yang relatif panjang. Hal ini juga menggambarkan bahwa

perusahaan lebih stabil dan lebih mampu dalam menghasilkan laba dibanding

Page 11: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

23

perusahaan dengan total aset yang kecil (Indriani, 2005 dalam Rachmawati dan

Triatmoko, 2007). Ukuran perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi

rendahnya aktivitas operasi suatu perusahaan. Pada umumnya semakin besar suatu

perusahaan maka akan semakin besar pula aktivitasnya (Hartadinata dan Tjaraka,

2013).

Nicodeme, (2007) dalam Darmadi, (2013) berpendapat bahwa perusahaan

berskala kecil tidak dapat optimal dalam mengelola pajak dikarenakan kekurangan

ahli dalam perpajakan. Banyaknya sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan

berskala besar maka akan semakin besar biaya pajak yang dapat diminimalisir

oleh perusahaan (Hendy dan Sukartha, 2014)

Richardson dan Lanis (2007) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa

semakin besar ukuran perusahaan maka semakin kecil rasio antara beban pajak

yang harus dibayar terhadap laba bersih sebelum pajak atau dikenal dengan proxy

Effective Tax Rate. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan perusahaan besar

memiliki sumber daya yang terkelola dengan perencanaan pajak yang baik

(political power theory), namun perusahaan tidak selalu dapat menggunakan

power yang dimilikinya untuk melakukan perencanaan pajak karena adanya

batasan berupa kemungkinan menjadi sorotan dan sasaran dari keputusan

regulator (political cost theory) (Watts dan Zimmerman, 1986).

Ada dua teori yang dapat digunakan sebagai dasar analisis pengaruh

ukuran perusahaan terhadap tarif pajak efektif (TPE), yaitu.

1) Teori biaya politik (political cost theory) menyatakan bahwa tingkat

visibilitas yang tinggi dari perusahaan yang besar dan sukses

Page 12: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

24

menyebabkan mereka menjadi korban peraturan dan transfer kekayaan,

karena pajak merupakan salah satu elemen biaya politik yang dilahirkan

oleh perusahaan. Sehingga perusahaan besar akan cenderung memiliki

TPE yang besar (Zimmerman dan Watts, 1983 dalam Lestari, 2010)

2) Teori kekuasaan politik (political power theory) menjelaskan hubungan

antara perusahaan besar dengan sumber daya yang dimilikinya untuk

memanipulasi proses politik dalam melakukan tax planning untuk

mencapai penghematan pajak yang optimal (Richardson dan Lanis, 2007

dalam Ardyansah, 2014). Dengan adanya teori tersebut, perusahaan besar

akan memiliki TPE yang lebih rendah.

2.1.7 Koneksi Politik

Koneksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

hubungan yang dapat memudahkan (melancarkan) segala urusan (kegiatan),

sedangkan politik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

(pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tata sistem

pemerintahan, dasar pemerintahan). Menurut Agustino (2007:4-5) dalam

Hardianti (2015), dalam kehidupan sehari-hari hubungan antara ilmu politik dan

ilmu ekonomi tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain karena

keduanya akan tetap saling memengaruhi, jadi apabila ingin memisahkan antara

ilmu politik dan ilmu ekonomi dalam kehidupan sehari-hari, hal ini hanya dapat

dilihat secara analisis.

Perusahaan berkoneksi politik merupakan perusahaan yang dengan cara-

cara tertentu mempunyai ikatan secara politik atau mengusahakan adanya

Page 13: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

25

kedekatan dengan politisi atau pemerintah (Purwoto, 2011). Faccio (2006)

menjelaskan bahwa perusahaan dianggap memiliki koneksi secara politik jika

setidaknya salah satu pemegang saham yang besar (seseorang yang

mengendalikan setidaknya 10% dari total saham dengan hak suara) atau salah satu

pimpinan perusahaan (CEO, presiden, wakil presiden, ketua atau sekretaris)

adalah anggota parlemen, menteri, atau orang yang berkaitan erat dengan politikus

atas atau partai politik. Koneksi politik juga dapat dilihat dari ada atau tidaknya

kepemilikan langsung oleh pemerintah pada perusahaan (Fatharani, 2012).

Perusahaan dengan koneksi politik merupakan perusahaan risk taker.

Perusahaan ini disebut perusahaan risk taker karena sering menggunakan

pengaruhnya untuk mendapatkan akses yang lebih mudah untuk memperoleh

pinjaman lunak (Yoshihara, 1988, dalam Wahab, 2011a). Pinjaman lunak ini

digunakan perusahaan untuk mengatasi krisis yang sedang terjadi karena

perusahaan yang mempunyai koneksi politik kemungkinan mengalami kegagalan

yang lebih besar (Johnson dan Milton, 2003, dalam Gul, 2006).

Penelitian ini dalam menilai ada tidaknya koneksi politik suatu perusahaan

menggunakan proksi ada atau tidaknya kepemilikan langsung oleh pemerintah

pada perusahaan. Kepemilikan pemerintah atas perusahaan akan memberikan

pengaruh terhadap beban pajak perusahaan yang dinilai dari tarif pajak efektif

karena adanya peran pemerintah dalam membuat kebijakan atau peraturan

perpajakan (Handayani, 2013). Pemerintah sebagai pemilik perusahaan

berkepentingan atas perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam

bentuk pengembalian investasi atas perusahaan tersebut dengan salah satu cara

Page 14: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

26

menekan pajak yang terutang (Handayani, 2013). Pemerintah juga berperan

sebagai pelaksana kegiatan negara memiliki kewajiban untuk meningkatkan

penerimaan negara yang digunakan untuk pembangunan negara, memberikan

pelayanan sosial kepada masyarakat, mensejahterakan warga negaranya, dan

sebagainya. Borisova et al (2012) menemukan bahwa kepemilikan pemerintah

atas perusahaan berpengaruh terhadap rendahnya kualitas tata kelola perusahaan.

Wu et al (2012) menemukan bahwa perusahaan besar di China yang dimiliki

pemerintah memiliki beban pajak lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan

besar yang kepemilikan pemerintahnya kecil.

2.1.8 Penelitian Sebelumnya

Hendy dan Sukartha (2014) meneliti mengenai pengaruh penerapan

corporate governance diukur menggunakan penilaian dalam CGPI, leverage,

return on assets dan ukuran perusahaan pada penghindaran pajak. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa corporate governance, return on assets dan

ukuran perusahaan memiliki pengaruh pada penghindaran pajak sedangkan

leverage tidak memiliki pengaruh pada penghindaran pajak. Persamaan penelitian

sebelumnya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti variabel leverage

dan ukuran perusahaan. Penelitian ini memiliki tahun amatan yang berbeda dari

penelitan sebelumnya yakni dengan meneliti tiga (3) tahun terbaru yaitu tahun

2012-2014. Pengukuran variabel tax avoidance pada penelitian sebelumnya

menggunakan selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal dibagi dengan total aset

perusahaan, sedangkan penelitian ini menggunakan rumus ETR.

Page 15: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

27

Maria dan Kurniasih (2014) meneliti tentang pengaruh return on assets,

leverage, corporate governance (diproksikan dengan komposisi komisaris

independen dan keberadaan komite audit), ukuran perusahaan dan kompensasi

rugi fiskal pada tax avoidance. Hasil penelitianya menunjukkan bahwa return on

assets, ukuran perusahaan dan kompensasi rugi fiskal berpengaruh signifikan

secara simultan, namun secara parsial leverage dan corporate governance tidak

berpengaruh signifikan. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini

adalah sama-sama meneliti variabel leverage dan ukuran perusahaan. Penelitian

ini memiliki tahun amatan yang berbeda dari penelitan sebelumnya yakni dengan

meneliti tiga (3) tahun terbaru yaitu tahun 2012-2014. Pengukuran variabel tax

avoidance pada penelitian sebelumnya menggunakan rumus Cash Effective Tax

Rate (CETR), sedangkan penelitian ini menggunakan rumus ETR.

Ardyansah dan Zulaikha (2014) melakukan penelitian mengenai faktor -

faktor yang memengaruhi effective tax rate (ETR). Berdasarkan dari hasil

pengujian hipotesis yang dilakukan diketahui bahwa size, leverage dan komisaris

independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap effective tax rate (ETR)

sedangkan profitability dan capital intensity ratio tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap effective tax rate (ETR). Persamaan penelitian sebelumnya

dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti variabel leverage, ukuran

perusahaan, dan capital intensity ratio. Penelitian ini memiliki tahun amatan yang

berbeda dari penelitan sebelumnya yakni dengan meneliti tiga (3) tahun terbaru

yaitu tahun 2012-2014.

Page 16: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

28

Mulyani (2014) meneliti mengenai pengaruh pengaruh karakteristik

perusahaan (diproksikan dengan leverage dan intensitas modal), koneksi politik

dan reformasi perpajakan terhadap penghindaran pajak. Hasil penelitannya

menunjukkan bahwa leverage dan koneksi politik memiliki pengaruh negatif

terhadap penghindaran pajak. Variabel intensitas modal dan reformasi perpajakan

tidak memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak. Persamaan penelitian

sebelumnya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti variabel leverage,

intensitas modal, dan koneksi politik. Penelitian ini memiliki tahun amatan yang

berbeda dari penelitan sebelumnya yakni dengan meneliti tiga (3) tahun terbaru

yaitu tahun 2012-2014. Pengukuran variabel penghindaran pajak pada penelitian

sebelumnya menggunakan rumus book tax gap, sedangkan penelitian ini

menggunakan rumus ETR.

Swingly dan Sukartha (2015) meneliti mengenai pengaruh karakteristik

eksekutif, komite audit, ukuran perusahaan, leverage dan sales growth pada tax

avoidance. Hasil penelitannya menunjukkan bahwa karakteristik eksekutif dan

ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif pada tax avoidance, leverage

memiliki pengaruh negatif pada tax avoidance dan sales growth tidak memiliki

pengaruh pada tax avoidance. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian

ini adalah sama-sama meneliti variabel ukuran perusahaan dan leverage.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yakni memiliki tahun

amatan yang berbeda dengan meneliti tiga (3) tahun terbaru yaitu tahun 2012-

2014. Perbedaan lain dalam penelitian ini adalah adanya penggunaan variabel

baru yang belum pernah dikaitkan dengan tax avoidance yakni variabel intensitas

Page 17: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

29

aset tetap dan koneksi politik. Berikut adalah ringkasan hasil penelitian

sebelumnya pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Pembahasan Penelitian Sebelumnya

No Nama

Peneliti

dan Tahun

Judul Teknik

Analisis Data

Hasil Penelitian

1 Hendy dan

Sukartha

(2014)

Pengaruh Penerapan

Corporate

Governance,

Leverage, Return On

Assets dan Ukuran

Perusahaan Pada

Penghindaran Pajak

Analisis

Regresi Linear

Berganda

Corporate Governance

berpengaruh terhadap

penghindaran pajak, Leverage

tidak berpengaruh terhadap

penghindaran pajak, ROA

berpengaruh terhadap

penghindaran pajak, dan

ukuran perusahaan

berpengaruh terhadap

penghindaran pajak.

2 Maria dan

Kurniasih

(2014)

Pengaruh Return On

Assets, Leverage,

Corporate

Governance, Ukuran

Perusahaan dan

Kompensasi Rugi

Fiskal Pada Tax

Avoidance

Analisis

Regresi Linear

Berganda

Melalui Model

Ordinary Least

Square (OLS)

Return On Assets, Ukuran

Perusahaan dan Kompensasi

Rugi Fiskal berpengaruh

signifikan secara simultan,

namun secara parsial Leverage

dan Corporate Governance

tidak berpengaruh signifikan.

3 Ardyansah

dan

Zulaikha

(2014)

Pengaruh Size,

Leverage,

Profitability, Capital

Intensity Ratio dan

Komisaris

Independen

Terhadap Effective

Tax Rate (ETR)

Analisis

Multivariate

dengan

Menggunakan

Regresi

Berganda

Size memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap effective

tax rate (ETR), Leverage tidak

memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap effective

tax rate (ETR), Profitability

tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap effective

tax rate (ETR), Capital

Intensity Ratio tidak memiliki

pengaruh yang signifikan

terhadap effective tax rate

(ETR), Komisaris Independen

memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap effective

tax rate (ETR).

Page 18: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

30

4 Mulyani

(2014)

Pengaruh

Karakteristik

Perusahaan, Koneksi

Politik, dan

Reformasi

Perpajakan terhadap

Penghindaran Pajak

Uji Analisis

Regresi Linear

Berganda

Leverage dan Koneksi Politik

memiliki pengaruh negatif

terhadap Penghindaran Pajak.

Variabel Intensitas Modal dan

Reformasi Perpajakan tidak

berpengaruh terhadap

Penghindaran Pajak.

5 Swingly

dan

Sukartha

(2015)

Pengaruh

Karakteristik

Eksekutif, Komite

Audit, Ukuran

Perusahaan,

Leverage dan Sales

Growth pada Tax

Avoidance

Uji Analisis

Regresi Linear

Berganda

Karakter Eksekutif dan Ukuran

Perusahaan berpengaruh positif

pada Tax Avoidance sedangkan

Leverage berpengaruh negatif

pada Tax Avoidance. Variabel

Komite Audit dan Sales

Growth tidak berpengaruh

pada Tax Avoidance.

Sumber: Data diolah, 2015

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Leverage terhadap Tax Avoidance

Kebijakan pendanaan suatu perusahaan akan memengaruhi tarif pajak

efektif karena memiliki perlakuan yang berbeda terkait dengan struktur modal

suatu perusahaan (Gupta dan Newberry, 1997 dalam Lestari 2010). Karena tarif

pajak efektif juga merupakan proksi pengukuran penghindaran pajak, maka

kebijakan pendanaan pun berpengaruh pada penghindaran pajak yang dilakukan

perusahaan.

Salah satu kebijakan pendanaan adalah dengan hutang atau leverage

merupakan tingkat utang yang digunakan perusahaan dalam melakukan

pembiayaan. Perusahaan yang menggunakan utang pada komposisi pembiayaan,

maka akan ada beban bunga yang harus dibayar. Semakin tinggi nilai rasio

leverage maka semakin tinggi pula jumlah pendanaan dari utang pihak ketiga

yang digunakan perusahaan dan semakin tinggi pula biaya bunga yang timbul dari

Page 19: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

31

utang tersebut. Biaya bunga yang semakin tinggi akan memberikan pengaruh

berkurangnya beban pajak perusahaan. Semakin tinggi nilai utang perusahaan

maka nilai ETR perusahaan akan semakin rendah (Richardson dan Lanis, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian

sebagai berikut.

H1: Leverage berpengaruh positif terhadap tax avoidance.

2.2.2 Pengaruh Intensitas Aset Tetap terhadap Tax Avoidance

Intensitas aset tetap perusahaan menggambarkan banyaknya investasi

perusahaan terhadap aset tetap perusahaan. Kepemilikan aset tetap dapat

mengurangi pembayaran pajak yang dibayarkan perusahaan karena adanya

biaya depresiasi yang melekat pada aset tetap. Biaya depresiasi dapat

dimanfaatkan oleh manajer sebagai agen untuk meminimumkan pajak yang

dibayarkan perusahaan. Manajemen akan melakukan investasi aset tetap dengan

cara menggunakan dana mengganggur perusahaan untuk mendapatkan

keuntungan berupa biaya depresiasi yang berguna sebagai pengurang pajak

(Darmadi, 2013). Dengan biaya depresiasi ini, manajemen dapat meningkatkan

pemberian kompensasi karena telah meningkatkan kinerja perusahaan.

Rodiguez dan Arias (2012) menyebutkan bahwa aset tetap yang dimiliki

perusahaan memungkinkan perusahaan untuk memotong pajak akibat depresiasi

dari aset tetap setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan

tingkat aset tetap yang tinggi memiliki beban pajak yang lebih rendah

dibandingkan perusahaan yang mempunyai aset tetap yang rendah. Perusahaan

Page 20: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

32

yang lebih menekankan pada investasi berupa aset tetap akan memiliki tarif

pajak efektif yang rendah (Gupta dan Newberry, 1997).

Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang dapat dirumuskan dalam

penelitian ini adalah.

H2: Intensitas aset tetap berpengaruh positif terhadap tax avoidance.

2.2.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Tax Avoidance

Perusahaan yang termasuk dalam skala perusahaan besar akan mempunyai

sumber daya yang berlimpah yang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu.

Tahap kedewasaan perusahaan ditentukan berdasarkan total aset, semakin besar

total aset menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek baik dalam jangka

waktu yang relatif panjang. Hal ini juga menggambarkan bahwa perusahaan lebih

stabil dan lebih mampu dalam menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan

total aset yang kecil (Indriani, 2005 dalam Rachmawati dan Triatmoko, 2007).

Berdasarkan teori agensi, sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dapat

digunakan oleh agent untuk memaksimalkan kompensasi kinerja agent, yaitu

dengan cara menekan beban pajak perusahaan untuk memaksimalkan kinerja

perusahaan. Teori biaya politik menjelaskan bahwa perusahaan besar cenderung

untuk tidak melakukan penghindaran pajak karena perusahaan besar akan menjadi

sorotan pemerintah. Teori kekuasaan politik memberikan arti yang berlawanan,

yakni perusahaan besar akan lebih agresif untuk melakukan penghindaran pajak

agar mencapai penghematan beban pajak yang optimal.

Derashid dan Zhang (2003) menyatakan bahwa perusahaan yang termasuk

dalam skala besar membayar pajak lebih rendah dibandingkan perusahaan yang

Page 21: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

33

berskala kecil. Semakin besar perusahaan maka akan semakin besar juga

sumber daya yang dimilikinya, sehingga perusahaan besar lebih mampu untuk

membuat suatu perencanaan pajak yang baik dan lobi politik. Sama seperti

penelitian yang dilakukan oleh Rodriguez dan Arias (2012) menyatakan bahwa

perusahaan besar cenderung memiliki ruang lebih besar untuk perencanaan

pajak yang baik dan mengadopsi praktek akuntansi yang efektif untuk

menurunkan ETR perusahaan.

Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang dapat dirumuskan dalam

penelitian ini adalah.

H3: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap tax avoidance.

2.2.4 Pengaruh Koneksi Politik terhadap Tax Avoidance

Faccio (2006) menjelaskan bahwa perusahaan dianggap memiliki koneksi

secara politik jika setidaknya salah satu pemegang saham yang besar (seseorang

yang mengendalikan setidaknya 10% dari total saham dengan hak suara) atau

salah satu pimpinan perusahaan (CEO, presiden, wakil presiden, ketua atau

sekretaris) adalah anggota parlemen, menteri, atau orang yang berkaitan erat

dengan politikus atas atau partai politik. Koneksi politik juga dapat dilihat dari

ada atau tidaknya kepemilikan langsung oleh pemerintah pada perusahaan

(Fatharani, 2012). Penelitian ini dalam menilai ada tidaknya koneksi politik suatu

perusahaan menggunakan proksi ada atau tidaknya kepemilikan langsung oleh

pemerintah pada perusahaan.

Perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah akan terdapat hubungan yang

sangat dekat antara pemerintah dengan perusahaan. Pemerintah sebagai pemilik

Page 22: 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

34

perusahaan berkepentingan atas perusahaan untuk meningkatkan kinerja

perusahaan dalam bentuk pengembalian investasi atas perusahaan tersebut

dengan salah satu cara menekan pajak yang terutang (Handayani, 2013).

Pemerintah juga berperan sebagai pelaksana kegiatan negara memiliki

kewajiban untuk meningkatkan penerimaan negara yang digunakan untuk

pembangunan negara, memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat,

mensejahterakan warga negaranya, dan sebagainya. Berdasarkan dua kondisi

tersebut, akan muncul konflik pada diri pemerintah itu sendiri, yaitu dari sisi

peran pemerintah sebagai pemilik dan perannya sebagai penyelenggara kegiatan

negara. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani dan Wulandari (2014)

tentang pengaruh kepemilikan pemerintah terhadap tarif pajak efektif

perusahaan. Mayoritas saham perusahaan yang dimiliki pemerintah

berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif. Semakin tinggi kepemilikan

pemerintah maka akan semakin rendah tarif pajak efektif perusahaan.

Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang dapat dirumuskan dalam

penelitian ini adalah.

H4: Koneksi politik berpengaruh positif terhadap tax avoidance.