57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Selayar adalah pulau kecil yang berada di antara gugusan Pulau Lingga dan Pulau Singkep dengan luas daratan 40 km 2 . Secara administratif terletak di Kecamatan Singkep, Kabupaten Lingga, sedangkan secara geografis terletak antara 104 o 23’ 15,23” BT - 104° 29’ 31,41” BT dan 0° 16’ 40,78” LS - 0° 19’ 44,49” LS; Pulau Selayar memiliki morfologi yang bervariatif dari dataran hingga perbukitan dan pegunungan. Potensi lain yang dapat dimanfaatkan dengan ekosistem kawasan pesisir mencakup pantai, muara sungai dan perairan dekat pantai. Berdasarkan Ranperda RTRW Kabupaten Lingga 2011-2031, Kecamatan Singkep merupakan pusat perikanan, kehutanan, pertambangan dan pariwisata sebagai orientasi pengembangan wilayahnya. Pengembangan dan pemanfaatan lahan yang dapat diterapkan di pulau Selayar dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Pada bagian timur Pulau Selayar pada umumnya diperuntukkan sebagai : 40

10. BAB IV

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tesis

Citation preview

42

43

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi PenelitianPulau Selayar adalah pulau kecil yang berada di antara gugusan Pulau Lingga dan Pulau Singkep dengan luas daratan 40 km2. Secara administratif terletak di Kecamatan Singkep, Kabupaten Lingga, sedangkan secara geografis terletak antara 104o 23 15,23 BT - 104 29 31,41 BT dan 0 16 40,78 LS - 0 19 44,49 LS;Pulau Selayar memiliki morfologi yang bervariatif dari dataran hingga perbukitan dan pegunungan. Potensi lain yang dapat dimanfaatkan dengan ekosistem kawasan pesisir mencakup pantai, muara sungai dan perairan dekat pantai. Berdasarkan Ranperda RTRW Kabupaten Lingga 2011-2031, Kecamatan Singkep merupakan pusat perikanan, kehutanan, pertambangan dan pariwisata sebagai orientasi pengembangan wilayahnya. Pengembangan dan pemanfaatan lahan yang dapat diterapkan di pulau Selayar dibagi menjadi 3 yaitu :1. Pada bagian timur Pulau Selayar pada umumnya diperuntukkan sebagai : Koleksi dan distribusi hasil perikanan dan kelautan Kawasan pertanian, perkebunan dan perikanan Perumahan dan permukiman.2. Pada bagian barat Pulau Selayar pada umumnya diperuntukkan sebagai : Pengembangan kegiatan pertanian Kawasan pertanian, perkebunan dan perikanan Perumahan dan permukiman

3. Pada bagian selatan Pulau Selayar pada umumnya diperuntukkan sebagai : Koleksi dan distribusi hasil perikanan dan kelautan Kawasan pertanian, perkebunan dan perikanan Simpul pelayanan transportasi lokal Kegiatan pertambangan Perumahan dan permukimanPertambangan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan yang ada di Pulau Selayar. Potensi area pemanfaatan untuk tambang di Pulau Selayar berdasarkan Ranperda RTRW Kabupaten Lingga 2011-2031 adalah seluas 1.866 ha. Usaha penambangan yang saat ini telah dilakukan oleh beberapa perusahaan lokal. Jenis bahan tambang yang ditambang dari pulau Selayar yaitu bijih besi dan bijih bauksit. Kegiatan pertambangan bijih bauksit merupakan kegiatan yang aktif di pulau Selayar.Kegiatan lain yang dialokasikan di Pulau Selayar adalah kegiatan budidaya laut. Sebagian penduduk Pulau Selayar merupakan pembudidaya yang menggantungkan hidupnya dari usaha budidaya laut. Jenis budidaya laut yang ada di Kabupaten Lingga adalah keramba jaring apung (KJA) dan keramba jaring tancap (KJT). Jenis ikan yang dibudidayakan antara lain ikan kerapu tikus, kerapu macan, kerapu sunu dan ikan singarat. Produktivitas budidaya laut yang di terapkan di sekitar Pulau Selayar dengan metode keramba jaring apung mencapai 183,177 ton/tahun. Perairan di sekitar Pulau Selayar merupakan perairan cenderung kurang dinamis, karena perairan tersebut terlindung oleh pulau-pulau. Sehingga arus terutama terjadi sebagai akibat arus pasang surut (pasut), yaitu saat air datang pada waktu pasang dan saat air meninggalkan pantai pada saat surut. Saat menjelang pasang arus menuju ke darat, sebaliknya menjelang surut arus menuju ke laut. Secara umum arah gelombang dominan pada bulan April sampai Mei terjadi dari timur laut dengan presentase frekuensi 16,5%, dengan variasi gelombang dari barat daya 11,9% dan barat laut 10,1%. Tinggi gelombang rata-rata 0,1 m sampai 1,0 m, terjadi dari arah utara dengan presentase frekuensi 0,1%. Keadaan tenang (calm) presentase frekuensi 27,6%.Di Kabupaten Lingga hampir sebagian besar dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pola pasang surut cenderung semi diurnal (mixed tide prevailing semidiurnal), terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Tinggi pasang surut di wilayah kajian sekitar 0,7 sampai 3 m. Kedalaman laut dilokasi penelitian berkisar antara 10 20- meter. Lokasi penelitian termasuk dalam satuan perbukitan bergelombang lemah-terjal dengan puncak tertinggi memiliki elevasi 100 m dpl dan terendah memiliki elevasi 4 m. Wilayah pulau Selayar memiliki banyak aliran anak sungai, dengan satu daerah aliran sungai (DAS) yaitu DAS selayar.

4.2. Hasil4.2.1. Kualitas Air dan Daya Dukung LingkunganAnalisis kualitas air berfungsi sebagai referensi kelayakan kualitas lingkungan perairan berdasarkan standar baku mutu yang berlaku untuk kegiatan budidaya laut. Data-data kualitas lingkungan perairan yang diamati dalam penelitian meliputi: suhu, pH, salinitas, DO, kedalaman, arus dan TSS. 4.2.1.1. Parameter FisikaParameter lingkungan fisika perairan yang diamati dalam penelitian ini meliputi: suhu, total disolved solid (TDS), total suspended solid (TSS), kekeruhan dan kecerahan. Hasil analisis terhadap sampel air yang diambil di lokasi wilayah kajian disajikan pada Tabel 4.1.Tabel 4.1. Data Parameter Fisika Perairan Lokasi PenelitianTitikSuhu (C)TDS (mg/l)TSS (mg/l)

130,036,5124,5

229,541,386,7

329,538,763,2

429,532,850,3

528,544,148,7

629,037,885,7

729,022,264,5

829,027,082,5

928,023,542,4

1028,021,333,7

1128,022,719,4

1229,021,819,2

Sumber : Data Penelitian

Suhu perairan merupakan parameter lingkungan yang memiliki pengaruh yang besar terhadap ikan. Suhu yang melebihi atau kurang dari batas optimum dapat mempengaruhi hewan, memberikan pengaruh pada nafsu makan, pertumbuhan, reproduksi dan serangan penyakit.Pengukuran suhu air laut pada lokasi penelitian menunjukkan kisaran antara 28,0 30C dengan rerata (28,92 SD 0,66). Nilai tersebut menggambarkan bahwa di lokasi penelitian tidak terdapat variasi suhu yang tinggi, atau dapat dikatakan suhu perairan relatif seragam. Peta sebaran suhu dapat dilihat pada Gambar 4.1.Pengukuran nilai TSS air laut pada lokasi penelitian menunjukkan kisaran antara 19,2 124,5 mg/l dengan rerata (60,07 SD 31,05). Nilai TSS tertinggi ditemukan pada titik 1 dan terendah pada titik 12. Nilai TSS perairan memiliki kecenderung lebih tinggi pada lokasi yang berdekatan dengan muara sungai dan berangsur menurun seiring dengan meningkatnya jarak pengambilan sampel dari muara sungai. Semakin dekat dengan muara sungai maka semakin banyak masukan bahan anorganik akibat aktivitas di darat. Peta sebaran TSS dapat dilihat pada Gambar 4.2.Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Pengukuran Nilai TDS air laut pada lokasi penelitian menunjukkan kisaran antara 22,2 44,1 mg/l dengan rerata (30,81 SD 8,6). Sama halnya dengan nilai TSS, nilai TDS perairan cenderung mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya jarak lokasi pengambilan sampel dari muara sungai. Semakin dekat dengan muara sungai maka semakin banyak masukan bahan anorganik akibat aktivitas di darat. Peta sebaran TDS dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Peta Kesesuain Parameter Suhu

Gambar 4.2. Peta Kesesuain Parameter TSS

Gambar 4.3. Peta Kesesuain Parameter TDS

4.2.1.2. Parameter KimiaParameter lingkungan kimia perairan yang diamati meliputi pH, salinitas, DO, BOD, COD dan Nitrat perairan. Hasil pengukuran parameter kimia perairan didisajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Data Pengamatan Parameter Kimia TitikpHSalinitas ()DO (mg/l)

16,132,34,5

26,232,04,7

36,130,04,5

46,231,85,1

56,132,05,3

66,232,05,3

76,032,06,0

86,131,55,8

96,132,06,1

106,231,66,1

116,132,26,0

126,231,46,1

Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan, pH yang cocok untuk semua jenis ikan berkisar antara 6,5 8,5 (Hartami, 2008). Akan tetapi, ada jenis ikan yang karena lingkungan hidupnya di perairan rawa, sehingga ikan ini mampu bertahan hidup pada kisaran pH 4 9. Derajat kemasaman (pH) perairan mempengaruhi daya tahan organisme, pada pH yang rendah, penyerapan oksigen terlarut oleh organisme akan terganggu, setiap organisme mempunyai pH yang optimum bagi kehidupannya. Pengukuran nilai pH air laut menunjukkan kisaran antara 6,0 6,22 dengan rerata (6,15 SD 0,075). Nilai pH pada lokasi penelitian cenderung basa dan cukup bervariasi, perubahan pH perairan, baik kearah asam akan mengganggu kehidupan ikan dan organisme akuatik lainnya. Nilai ini diduga dikarenakan perairan yang menerima limbah organik dalam jumlah yang besar. Peta sebaran pH dapat dilihat pada Gambar 4.7.Pengukuran nilai DO air laut menunjukkan kisaran antara 4,52 6,12 mg/l dengan rerata (5,47 SD 0,63). Kandungan DO perairan cenderung mengalami peningkatan pada lokasi yang lebih jauh dari muara sungai. Perbedaan kadar oksigen ini lebih dipengaruhi oleh angin dan pergerakan arus sehingga berkemungkinan kandungan oksigen menjadi lebih tinggi. Peta sebaran DO dapat dilihat pada Gambar 4.8.Salinitas merupakan parameter penting yang bersama-sama dengan parameter lainnya untuk menduga kawasan yang sesuai untuk pertumbuhan ikan dan organisme akuatik lainnya. Berdasarkan hasil pengukuran salinitas perairan menunjukkan kisaran antara 30,0 32,3 dengan rerata (31,73 SD 0,609). Keadaan kisaran perubahan salinitas tersebut relatif normal karena sejumlah besar organisme yang hidup di laut dapat bertahan pada batas toleransi kisaran salinitas berkisar antara 30 40. Peta sebaran salinitas dapat dilihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4.9. Peta Kesesuain Parameter pH

Gambar 4.10. Peta Kesesuain Parameter DO

Gambar 4.12. Peta Kesesuain Parameter Salinitas

4.2.1.3. Parameter BiologiKomponen biologi perairan yang diamati dalam penelitian inimeliputi: plankton, bentos dan nekton (ikan). Hasil analisis dan identifikasi plankton dan benthos dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.Tabel 4.3. Jenis, Kelimpahan, Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman Plankton di Lokasi Penelitian OrganismeStasiun Pengamatan

12345678

Protozoa

Codonellopsis sp34600016342941200

Vorticella sp00212420277780044145

Zootamnion sp000110160000

Tintinnopsis sp00001634000

Copepoda

Nauplius (stadia)3461632571965283513114706024488175

Calanus sp081604088172614416321635

Corycaeous sp346081701634000

Oncaea sp008174080000

Microsetella sp0000004080

Oithona sp000016341960812241635

Copellata

Oikopleura sp34608170245104081635

Pelecypoda

Larva000011438001635

Individu13842448294121836084151222224612058860

Spesies42549556

Keragaman (H)1.40.630.840.731.460.991.230.89

Keseragaman (E)10.90.520.520.660.620.770.5

Dominasi (ID)0.250.020.560.490.30.480.280.58

Tabel 4.4.Jenis, Kelimpahan, Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman Bentos di Lokasi PenelitianOrganismeStasiun Pengamatan

12345678

Protozoa

Ganiada sp0000220022

Paraonis sp00220002222

Notomastus sp002200000

Arenicola sp002200000

Maldane sp0022004400

Onophis sp0176440022660

Magelona sp000220220

Lumbrineris sp000222222660

Nephtys sp000022000

Pista sp000002200

Aricidae sp000002200

Drilonereis sp000002200

Cirratulus sp000002200

Glycera sp000002200

Potamilla sp000006600

Aglaophamus sp0000022220

Prinospio sp000000220

Crustaceae

Alpheus sp000220000

Callianassa sp000220000

Oratosquilla sp000000220

Sipuncula00000

Golfingia sp000004400

Palecypoda

Tellina sp000002200

Polymesoda sp1100000000

Yoldia sp000220000

Barbatia sp000002200

Nemertina

Tubulanus sp000220000

Lineus sp000000440

individu1101761321546637428666

Spesies115741393

Keragaman (H)001.571.91.12.441.11.1

Keseragaman (E)000.9810.790.940.51

Dominasi ( C )1.0001.0000.2220.1430.330.0930.1610.006

Hasil analisis plankton menunjukkan kisaran indeks keanekaragaman antara 0,63 1,46. Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon Wiener indeks keanekaragaman tersebut menunjukan stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang.Hasil analisis benthos menunjukkan kisaran indeks keanekaragaman antara 0 2,44 dengan rata-rata 1,15. Indeks keanekaragaman tertinggi pada titik 6 dan terendah pada titik 5 dan 8. Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon Wiener indeks keanekaragaman tersebut menunjukan kualitas perairan tercemar sedang.Tingginya indeks keanekaragaman plankton maupun benthos pada titik 6 diduga karena lokasi dekat dengan muara sungai yang menjadi sumber nutrient bagi kesuburan perairan pada titik tersebut.

4.2.1.4. Kesesuaian Perairan untuk Budidaya LautBerdasarkan hasil analisis spasial dan survey lapangan (ground chek) diperoleh total luasan area penelitian di kawasan Pulau Selayar sebesar 510.468,9 m2 atau 51,04 Ha.Hasil interpolasi parameter salinitas, perairan wilayah penelitian dapat dikategorikan dalam kriteria tidak sesuai (S2) seluas 510.460 m2 (51,05 ha). Hasil interpolasi kandungan TSS, perairan wilayah penelitian dapat dikategorikan dalam kriteria sangat sesuai (S1) seluas 74.587 m2 (7,46 ha), cukup sesuai (S2) seluas 285.311 m2 (28,53 ha) dan tidak sesuai (N1) seluas 150.563 m2 (15,06 ha). Hasil interpolasi suhu perairan, wilayah penelitian dapat dikategorikan dalam kriteria cukup sesuai (S2) seluas 173.021 m2 (17,30 ha) dan kriteria tidak sesuai (N1) seluas 337.440 m2 (33,74 ha). Hasil interpolasi kandungan DO, perairan wilayah penelitian dapat dikategorikan sangat sesuai (S1) seluas 6.071 m2 (0,6 ha), cukup sesuai (S2) seluas 378.295 m2 (37,82 ha), dan tidak sesuai (N1) seluas 126.095 m2 (12,62 ha). Hasil Interpolasi pH, perairan wilayah penelitian dapat dikategorikan sangat sesuai (S1), yaitu seluas 510.460 m2 (51,04 ha). Hasil Interpolasi arus, perairan wilayah penelitian dapat dikategorikan sangat sesuai (S1) seluas 10.539 m2 (1,05 ha), cukup sesuai (S2) seluas 384.359 m2 (38,43ha) dan tidak sesuai (N1) seluas 115.569 m2 (11,6 ha). Hasil Interpolasi kedalaman, perairan wilayah penelitian dapat dikategorikan sangat sesuai (S1) seluas 510.460 m2 (51,04 ha). Hasil analisis indeks kesesuaian perairan untuk budidaya laut di lokasi penelitian berkisar antara > 2,3 3 indeks tersebut menunjukkan bahwa lokasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 kelas kesesuaian lahan untuk budidaya laut yaitu kelas sangat sesuai (S1) dengan luas 11.365,95 m2 (1,14 ha); sesuai (S2) dengan luas 354.158,08 m2 (35,41 ha), dan kelas tidak sesuai (N1) dengan luas 144.964,16 m2 (14,50 ha). Peta kesesuaian lahan untuk kegiatan budidaya dapat dilihat pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13 . Peta Kesesuaian Lahan untuk Budidaya

4.2.2. Distribusi Spasial PolutanKegiatan pertambangan merupakan suatu kegiatan yang mempunyai daya ubah lingkungan yang besar. Daya ubah lingkungan tersebut berupa polutan yang dihasilkan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan parameter Nitrat, BOD, COD serta logam berat terdiri dari timbal (Pb) dan Zenk (Zn) untuk menggambarkan polutan yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan bauksit. Hasil analisis unsur logam berat di wilayah kajian tersebut disajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil analisis logam berat lokasi penelitianTitikNitrat (NO3-N)BODCODTimbal (Pb)Seng (Zn)

10,00415,529,20,06200,0011

20,00514,728,50,05400,0005

30,00614,229,70,07100,0006

40,00415,118,2ttdttd

50,00317,718,1ttdttd

60,00411,026,80,04400,0002

70,00312,818,90,00120,0002

80,00311,226,10,00080,0004

90,00614,518,7ttd0,0002

100,00415,719,70,00020,0001

110,00316,818,60,0001ttd

120,00515,518,50,00010,0002

Parameter yang dapat digunakan untuk menggambarkan keberadaan polutan berupa bahan organik diperairan adalah BOD. Semakin tinggi nilai BOD maka semakin tinggi pula aktivitas organisme untuk menguraikan bahan organik atau dapat dikatakan pula semakin besar kandungan polutan berupa bahan organik diperairan tersebut. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yag sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara kualitatif dengan melihat jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik. Kandungan bahan organik yang tinggi ditunjukkan dengan semakin sedikitnya sisa oksigen terlarut. Pengukuran nilai BOD air laut pada lokasi penelitian menunjukkan kisaran antara 11,04 16,80 mg/l dengan rerata sebesar (14,57 SD 2,03). BOD perairan cenderung mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya jarak lokasi pengamatan terhadap muara sungai. Semakin dekat dengan muara sungai maka semakin banyak masukan bahan organik akibat aktivitas di darat dan semakin tinggi kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik tersebut. Hasil interpolasi kandungan BOD, perairan wilayah penelitian dapat dikategorikan dalam kriteria tidak tercemar seluas 510.460 m2 (51,04 ha). Peta sebaran BOD dapat dilihat pada Gambar 4.14.COD digambarkan sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi polutan bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis.Hasil pengukuran nilai COD air laut pada lokasi penelitian berkisar antara 18,12 29,71 mg/l dengan rerata (22,58 SD 4,92). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa COD perairan cenderung mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya jarak lokasi pengamatan terhadap garis pantai (muara sungai). Semakin dekat dengan muara sungai maka semakin banyak masukan polutan bahan organik akibat aktivitas di darat dan semakin tinggi kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi. Kisaran COD masih berada di bawah baku mutu kualitas air laut 50 mg/l (Kepmen LH 51, 2004). Hasil interpolasi kandungan COD, perairan wilayah penelitian dapat dikategorikan dalam kriteria tidak tercemar seluas 510.460 m2 (51,04 ha). Peta sebaran COD dapat dilihat pada Gambar 4.14.Nitrat (NO3-N) adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan nutrien yang diperlukan bagi organisme nabati perairan. Namun demikian apabila konsentrasinya sangat tinggi dapat menyebabkan eutrifikasi dan merangsang pertumbuhan biomassa algae tertentu yang tidak terkendali. Pengukuran nilai nitrat (NO3-N) air laut di lokasi penelitian menunjukkan kisaran antara 0,0032 0,0058 mg/l dengan rerata (0,004 SD 0,0009). Hasil interpolasi kandungan Nitrat (NO3-N) menunjukan perairan wilayah penelitian dapat dikategorikan dalam kriteria tidak tercemar seluas 435.560 m2 (43,5 ha) dan tercemar seluas 75.498 m2 (7,55ha). Peta sebaran (NO3-N) dapat dilihat pada Gambar 4.14.Logam timbal (Pb) bersifat racun bagi kehidupan organisme perairan. Logam ini dapat bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa PbO yang dapat merusak hemoglobin dalam darah.Konsentrasi Timbal ditemukan di hampir semua titik pengamatan. Konsenterasi tidak terdeteksi pada titik pengamatan 4, 5 dan 9. Konsenterasi logam berat Timbal (Pb) tertinggi ditemukan pada titik 3 sebesar 0,071 mg/l, sedangkan konsenterasi terendah ditemukan pada titik 12 sebesar 0,00016 mg/l. Hasil pengukuran pada titik pengamatan 1, 2, 3 dan 5 konsenterasi timbal (Pb) telah melebihi baku mutu, sedangkan pada titik lainnya konsenterasi masih berada dibawah baku mutu berdasarkan Kepmen LH no 51 tahun 2004 sebesar 0,008 mg/l.Ion seng (Zn) dalam air berasal dari limbah industri maupun pertambangan. Logam ini bersifat racun pada konsentrasi yang tinggi. Pada lokasi penelitian seng (Zn) terdeteksi hampir di semua titik pengamtan. Keberadaan konsentrasi seng tidak terdeteksi pada titik 4, 5 dan 11. Konsentrasi tertinggi terdapat pada titik 1 sebesar 0,0011 mg/l sementara konsenterasi terendah terdapat pada titik 10 sebesar 0,00014 mg/l. Namun demikian konsenterasi seng (Zn) yang ditemukan belum melampaui baku mutu Kepmen LH no 51 Tahun 2004 sebesar 0,05 mg/l.

Gambar 4.13 . Peta Sebaran Polutan BOD

Gambar 4.13 . Peta Sebaran Polutan COD

Gambar 4.13 . Peta Sebaran Polutan Nitrat (NO3-N)53

40

Gambar 4.13 . Peta Sebaran Polutan Timbal (Pb)66

40

Gambar 4.13 . Peta Sebaran Polutan Senk (Zn)

4.2.3. Kesesuaian Lokasi Budidaya Laut Berdasarkan Distribusi Polutan

41

40

4.3. Pembahasan4.3.1. Kualitas Air Laut Berdasarkan hasil pengukuran nilai suhu menunjukkan kisaran antara 28,0 30C. Nilai tersebut masih berada berada pada kisaran baku mutu kualitas air laut (Kepmen LH 51, 2004). Kisaran suhu tergolong layak digunakan dalam kegiatan budidaya. Menurut Prasetyarto dan Suhendar (2010), keadaan suhu perairan laut banyak ditentukan oleh penyinaran matahari dan pola suhu di perairan laut pada umumnya makin ke bawah makin dingin. Ikan laut dan ikan karang suhu perairan ideal berkisar antara 28 30oC (Ghufron dan Kordi, 2005). Hardjojo dan Djokosetiyanto (2005) menyatakan bahwa suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembangbiak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air, karena bersama-sama dengan zat/unsur yang terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis air, dan bersama-sama dengan tekanan dapat digunakan untuk menentukan densitas air. Perubahan suhu mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat organisme akuatik, karena setiap organisme akuatik mempunyai batas kisaran maksimum dan minimum (Erlangga, 2009). Ikan merupakan hewan poikiloterm, yang mana suhu tubuhnya naik turun sesuai dengan suhu lingkungan, sebab itu semua proses fisiologis ikan dipengaruhi oleh suhu lingkungan..Berdasarkan hasil pengukuran, nilai TSS pada lokasi penelitian berada pada kisaran 31,2 124,5 mg/l. Nilai tersebut telah melebihi baku mutu kualitas air laut sebesar 20 mg/l (Kepmen LH 51, 2004). Kisaran TSS tergolong kurang optimal sebagai lokasi budidaya laut. Untuk usaha perikanan yang baik Sutisna (2007) menganjurkan agar kadar muatan padatan tersuspensi di dalam perairan tidak boleh melebihi 1000 mg/L. Sedang (Kangkan, 2006) menganjurkan agar kandungan tersebut kurang dari 25 mg/l. Tingginya nilai TSS ini diduga akibat kegiatan eksploitasi tambang yang dilakukan. Kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan ekosistem hutan. Indikasi awal kerusakan yang dimaksud adalah banyaknya lahan yang dibiarkan terbuka tanpa vegetasi. Keadaan ini mengakibatkan berkurangnya laju infiltirasi tanah. Jika kondisi ini didukung oleh curah hujan yang tinggi, dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas tanah untuk menyimpan air. Akibatnya tanah tererosi dan sebagian besar hujan menjadi aliran permukaan. Intensitas aliran permukaan yang tinggi akan membawa partikel-partikel tanah ke dalam aliran sungai (Kamlasi, 2008).

Gambar 4.16. Kondisi Lahan Pertambangan di Lokasi Penelitian

Berdasarkan hasil pengukuran, nilai TDS pada lokasi penelitian berada pada kisaran 22,2 44,1 mg/l. Nilai tersebut masih di bawah baku mutu kualitas air laut sebesar 1000 mg/l (Kepmen LH 51, 2004). Nilai ini menunjukkan kisaran TDS tergolong optimal sebagai lokasi budidaya laut. Kisaran nilai TDS perairan tergolong rendah dan optimal sebagai lokasi budidaya laut. TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. Menurut Kamlasi (2008), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air, sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosisntesis dan kekeruhan air juga semakin meningkat. Ditambahkan oleh Marganof (2007), peningkatan kandungan padatan tersuspensi dalam air dapat mengakibatkan penurunan kedalaman eufotik, sehingga kedalaman perairan produktif menjadi turun.Berdasarkan hasil pengukuran, nilai pH pada lokasi penelitian berada pada kisaran 7,00 7,2. Nilai tersebut berada pada kisaran baku mutu kualitas air laut sebesar 7,0 8,5 (Kepmen LH 51, 2004). Kisaran nilai pH tergolong optimal untuk kegiatan budidaya. Peningkatan nilai pH menunjukkan kecenderungan perairan memiliki tingkat keasaman yang tinggi disebabkan masuknya limbah organik dalam jumlah besar. Beberapa biota memiliki toleransi tertentu pada kondisi perairan yang asam maupun basa. Pada ikan laut dan ikan karang pH optimal berkisar antara 6,5 8,5 (Radisho, 2009).Berdasarkan hasil pengukuran, kandungan DO pada lokasi penelitian berada pada kisaran 4,52 6,12 mg/l. Nilai tersebut menunjukkan kisaran sesuai baku mutu pada titik 4 - 12, serta di bawah baku mutu pada titik 1 - 3 berdasarkan Kepmen LH 51 tahun 2004 sebesar 5 mg/l. Kisaran nilai DO tergolong optimal untuk kegiatan budidaya laut. Pada perairan yang terbuka, oksigen terlarut berada pada kondisi alami, sehingga jarang dijumpai kondisi perairan terbuka yang miskin oksigen (Radisho, 2009). Walaupun pada kondisi terbuka, kandungan oksigen perairan tidak sama dan bervariasi berdasarkan siklus, tempat dan musim. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian, musiman, pencampuran masa air, pergerakan masa air, aktifitas fotosintesa, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai dua kepentingan yaitu : kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan (Ghufron dan Kordi, 2005).Berdasarkan hasil pengukuran, nilai salinitas pada lokasi penelitian berada pada kisaran 30,0 32,3 . Kisaran tersebut masih sesuai baku mutu kualitas air laut 34 mg/l (Kepmen LH 51, 2004). Nilai ini tergolong optimal untuk budidaya laut. Menurut Radisho (2009), tinggi rendahnya kadar garam (salinitas) sangat tergantung kepada banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi. Menurut Radisho (2009) salinitas mempunyai peranan penting untuk kelangsungan hidup dan metabolisme ikan, disamping faktor lingkungan maupun faktor genetik spesies ikan tersebut. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai. Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen sampai kira-kira setebal 50-70 meter atau lebih tergantung dari intensitas pengadukan. Lapisan dengan salinitas homogen, maka suhu juga biasanya homogen, selanjutnya pada lapisan bawah terdapat lapisan pekat dengan degradasi densitas yang besar yang menghambat pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan bawah.Berdasarkan hasil pengukuran, nilai BOD pada lokasi penelitian berada pada kisaran 11,04 16,80 mg/l. Hasil tersebut menunjukkan bahwa BOD perairan masih di bawah baku mutu kualitas air laut berdasarkan Kepmen LH 51 tahun 2004 sebesar 20 mg/l. Nilai ini tergolong optimal untuk budidaya laut. Menurut Marganof (2007) yang menyatakan bahwa BOD merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menggambarkan keberadaan bahan organik di perairan.BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air Marganof (2007). Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005).Perairan pulau Selayar dengan nilai BOD yang rendah lebih dikarenakan nilai TSS yang cukup tinggi. Nilai TSS yang tinggi ini akan menghambat mikroba melakukan oksidasi aerobik dan anaerobik. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai COD pada lokasi penelitian berada pada kisaran 18,12 29,71 mg/l. Hasil tersebut menunjukkan kisaran COD masih berada di bawah baku mutu kualitas air laut (Kepmen LH 51, 2004). Nilai tergolong optimal untuk kegiatan budidaya. Pada perairan yang belum tercemar berat nilai COD berkisar antara 20 mg/l, sedangkan pada perairan tercemar nilai COD di atas 20 mg/l atau mencapai 200 mg/l. Beberapa biota atau tumbuhan memiliki toleransi berbeda terhadap tingginya nilai COD suatu perairan. Menurut Boyd (1990) COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Sedangkan menurut Effendy (Erlangga, 2009) yang menyatakan bahwa keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga dan industri. Nilai COD pada perairan tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/l/. Nilai Perairan pulau Selayar dengan nilai COD yang rendah lebih dikarenakan nilai TSS yang cukup tinggi. Nilai TSS yang tinggi ini akan menghambat mikroba melakukan aktivitas oksidasi. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai nitrat pada lokasi penelitian berada pada kisaran 0,0032 0,0058 mg/l. Nilai kandungan nitrat tersebut menunjukkan kisaran melebihi baku mutu kualitas air laut (Kepmen LH 51, 2004). Nilai tergolong optimal untuk kegiatan budidaya.Hasil analisis kuantitatif plankton menunjukkan kisaran indeks keanekaragaman antara 0,63 1,46 dengan rata-rata 1,02. Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon Wiener indeks keanekaragaman tersebut penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang, dan jika ditinjau dari segi lingkungan mengindikasikan kondisi tercemar ringan. Hasil analisis kuantitatif pada biota benthos menunjukkan kisaran indeks keanekaragaman antara 0 2,44 dengan rata-rata 1,15. Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon Wiener indeks keanekaragaman tersebut menunjukan kualitas perairan tercemar sedang.Berdasarkan analisis STORET, perairan lokasi penelitian dalam kategori tercemar sedang dengan indeks -14 (skala (-11 sd/ -30). Pencemaran ini diduga akibat kegiatan pertambangan mengingat sungai-sungai yang bermuara pada perairan lokasi penelitian berada di lokasi pertambangan. Sumber pencemarnya diduga diakibatkan oleh aktivitas pembukaan lahan, penambangan (eksploitasi), limbah domestik dari emplasemen serta limbah pencucian.

4.3.2. Daya Dukung Perairan untuk Budidaya LautDari hasil analisis kesesuaian lahan yang telah dilakukan diketahui bahwa luas wilayah potensial untuk dilakukannya kegiatan budidaya laut seluas 510.468,9 m2 atau 51,04 Ha yang terdiri dari kelas sangat sesuai (S1), sesuai (S2) dan cukup sesuai (S3). Perairan dengan kategori sangat sesuai memiliki kisaran indeks kesesuaian antara >4,4 5 merupakan wilayah yang secara umum tidak memiliki faktor penghambat dan memenuhi kriteria kelas tertinggi. Perairan dengan kategori sesuai memiliki kisaran indeks antara >3,8 4,4. Kelas perairan dengan kategori tersebut merupakan wilayah perairan yang memiliki sedikit faktor penghambat. Parameter-parameter yang memiliki tingkat kesesuaian sedang pada perairan kategori sesuai meliputi parameter TSS, kedalaman, dan DO. Hal ini dapat dilihat dari beberapa parameter yang berada pada kelas-kelas menengah. Perairan dengan kategori cukup sesuai memiliki kisaran indeks antara >3,2 3,8 merupakan wilayah yang berdasarkan analisis peta terdapat beberapa faktor penghambat di dalamnya. Parameter-parameter yang diduga menjadi faktor penghambat antara lain adalah parameter oksigen dan TSS. Penghambat ini cukup berat akan tetapi dapat dihilangkan melalui rekayasa teknologi maupun pengelolaan terhadap sumber penyebab beberapa parameter tersebut berada dibawah baku mutu. Faktor-faktor yang diduga menjadi pemicu rendahnya nilai dari parameter-parameter tersebut antara lain adanya masukan material tanah ke dalam perairan melalui kegiatan pembukaan lahan kegiatan pertambangan bauksit yang dilakukan, selain itu kegiatan pencucian bauksit secara langsung memberikan kontribusi peningkatan material yang masuk ke perairan. Hasil pengukuran kualitas TSS yang dikorelasikan dengan hasil analisis kualitas air memberikan keterangan bahwa kondisi perairan wilayah studi secara reponsif disuplai secara positif dari sedimen. Tingginya kadar TSS ini akan menyebabkan kekeruhan, dimana akan secara tidak langsung akan menurunkan kadar oksigen di perairan lokasi penelitian.Perairan dengan kategori kurang sesuai memiliki kisaran indeks antara >2,6 3,2. Kelas perairan dengan kategori tersebut merupakan wilayah perairan yang memiliki banyak faktor penghambat.

4.3.3. Daya Asimilasi LingkunganHasil perhitungan beban pencemaran dengan kapasitas asimilasi disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Hubungan beban pencemaran dan kapasitas asimilasiNoParameterBeban Pencemaran(BP)(ton/bulan)Kapasitas Asimilasic(KA)(ton/bulan)Keterangan

1TSS2676,2618812,70BP < KA

2BOD467,41579,53BP < KA

3Nitrat50,58156,00BP < KA

4Timbal (Pb)0,210,64BP < KA

5Zenk (Zn)0,012,03BP < KA

Hasil regresi tiap paramater menunjukkan beban pencemaran yang terjadi di perairan pulau Selayar masih berada dibawah kemampuan asimilasi perairan. Hal ini diduga karena beban limbah pencemar yang masuk ke perairan yang berasal dari akitivitas pertambangan dapat ternetralisir oleh aktivitas hidrodinamika perairan.

4.3.4. Pengelolaan Sumberdaya yang Optimal dan BerkelanjutanPada dasarnya kualitas sifat fisik perairan di lokasi pertambangan sangat terpengaruh besar tidaknya sedimen yang masuk dalam perairan. Sehingga tingkat keberhasilan pengelolaan kualitas air sangat tergantung pada keberhasilan pengendalian erosi dan produksi sedimen. Atas dasar hal tersebut, maka upaya-upaya pengelolaan yang harus dilakukan secara dua arah. Pengelolaan dilakukan terhadap sumber penyebab dampak, selain itu pengelolaan juga dilakukan dengan memodifikasi kegiatan budidaya laut.Pengelolaan terhadap sumber dampak dari kegiatan pertambangan di pulau Selayar dapat dilakukan dengan cara :1. Menata areal penambangan. Penataan areal penambangan meliputi menyediakan tempat penampungan tanah penutup yang ditempatkan pada areal yang terbebas dari pengaruh limpasan aliran permukaan. Untuk menghindari erosi pada waktu hujan yang dapat mengganggu kegiatan di hilirnya. 2. Melakukan revegetasi pada areal bekas kegiatan pembukaan dan penggalian tanah untuk mengurangi kontak langsung air hujan dengan lapisan tanah. Sebagai dengan adanya kegiatan pertambangan vegetasi penutup lahan yang berupa jenis-jenis flora akan hilanh dan lahan terbuka tanpa vegetasi sehingga nilai infiltrasi tanah akan menurun. Kondisi ini akan semakin memburuk apabila curah hujan yang terjadi semakin meningkat Oleh sebab itu, upaya revegetasi lahan pasca tambang menjadi kebutuhan untuk meminimalisir terjadinya erosi dan sedimentasi.3. Membangun saluran drainase keliling bukaan pit tambang, timbunan sementara overburden dan topsoil. Pembuatan saluran ini ditujukan agar air limpasan terkonsentrasi melewati parit-parit drainase sehingga sangat mudah mengontrol jalannya aliran permukaan dan muatan sedimennya. Saluran drainase ini dilengkapi perangkap sedimen (sedimen trap) agar muatan sedimen yang terangkut melalui parit-parut drainase dapat tertampung di dalamnya.4. Melengkapi Lokasi pengolahan bauksit dan pelabuhan bauksit dengan kolam pengendap (settling pond/sediment pond/kolam cegat) dibuat agar material tanah yang tererosi dan tersuspensi pada air dapat dialirkan pada saluran drainase dan tidak terbawa badan air penerima yaitu sungai yang bermuara pada laut lokasi penelitian. 5. Melakukan recycle (penggunaan kembali) saat pencucian bauksit dengan kolam pengendapan dan membuat system sirkulasi tertutup sehingga air hasil pencucian tidak masuk ke badan air. 6. Perangkap sedimen (sedimen trap) dibuat dengan tujuan agar muatan sedimen yang terangkut melalui parit-parut drainase dapat tertampung di dalamnya. Perangkap sedimen tersebut dibuat dalam jumlah dan tergantung kondisi lapangan.Pengelolaan dengan memodifikasi kegiatann budidaya dapat dilakukan dengan cara pemilihan kultivan yang disesuaikan dengan kondisi dilapangan. Dimana pada perairan yang memiliki kadar TSS yang cukup tinggi organisme yang cocok dipelihara diperairan ini adalah dari jenis kerang-kerangan seperti kerang hijau (Perna viridis), Kerang Darah (Anadara granosa) serta kerang gonggong (Strombus canurium) yang memang merupakan organisme khas yang ada di pulau Selayar.

42