Upload
khangminh22
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
MAKNA SIMBOLIK PUSAKA TUA JENIS BADIK DI MUSEUM LA
GALIGO - BENTENG ROTTERDAM KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
ROSDAWIA
NIM. 105381109216
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
2020
iv
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda-tangan di bawah ini:
Nama : ROSDAWIA
Nim : 105381109216
Jenjang : Strata Satu (S1)
Program Studi : Pendidikan Sosiologi
Judul : Makna Simbolik Pusaka Tua Jenis Di Museum La Galigo-Benteng
Rotterdam Kota Makassar
Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikutr:
1. Mulai daripenyusunan proposal sampai selesainya skripsi ini, saya akan menyusunnya
sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).
2. Dalam penyusunan skripsi ini, saya akan melakukan konsultasi dengan pembimbing yang
telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.
3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam menyusun skripsi ini.
4. Apabila saya melanggar perjanjian butir 1, 2 dan 3, maka saya bersedia menerima sanksi
sesuai aturan yang berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, November 2020
Yang membuat Pernyataan,
ROSDAWIA
Nim. 105381109216
v
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda-tangan di bawah ini:
Nama : ROSDAWIA
Nim : 105381115016
Jenjang : Strata Satu (S1)
Program Studi : Pendidikan Sosiologi
Judul : Makna Simbolik Pusaka Tua Jenis Badik Di Museum La Galigo-Benteng
Rotterdam Kota Makassar
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi ini merupakan hasil penelitian,
pemikiran dan pemaparan asli saya sendiri. Saya tidak mencantumkan tanpa pengakuan bahan-
bahan yang telah dipublikasikan sebelumnya atau ditulis oleh orang lain, atau sebagai bahan
yang pernah diajukan untuk gelar atau ijasah pada Unismuh Makassar atau perguruan tinggi
lainnya.
Apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam
pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Unismuh Makassar.
Demikian pernyataan ini saya buat.
Makassar, November 2020
Yang membuat Pernyataan,
ROSDAWIA
Nim. 105381109216
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada kemudahan karena itu lah bila kau telah selesai
(mengerjakan yang lain) dan kepada tuhan, berharaplah
(Q.S Al Insyirah : 6-8)
Janganlah pernah merasa puas atas apa yang telah di dapat, karena kepuasan itu akan membuat
kemunduran dalam suatu pencapaian
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, atas rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Karya kecil ini ku persembahkan untuk:
Bapak dan Ibuku, yang tercinta yang terkhusus yang telah memberikan pendidikan,
kedisiplinan, doa dan yang tak pernah bosan untuk selalu memberiku motivasi dalam
segala hal apapun serta selalu memberikan kasih sayang yang teramat besar yang tak
mungkin bisa ku balas dengan apapun.
Om dan Tantaku, terima kasih atas segala kebaikanmu selama saya berada di dalam
keluargamu dan terima kasih atas apa yang kalian lakukan buat saya selama saya mulai
kuliah hingga sampai selesai ini.
Kakak-Kakak da Adik-Adik Ku, terima kasih atas selama ini kalian selalu menyemangati
dan membantu saya dalam hal apapun itu dan tak pernah henti-hentinya kalian selalu
memberikan nasehat dan motivasi buat saya.
vii
ABSTRAK
Rosdawia. 2020. Makna Simbolik Pusaka Tua Jenis Badik Di Museum La
Galigo-Benteng Rotterdam Kota Makassar. Skripsi. Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing Oleh Kaharuddin
sebagai pembimbing I Dan Hadisaputra sebagai pembimbing II.
Skripsi ini mengkaji tentang makna simbolik pusaka tua jenis badik di
museum la galigo-benteng rotterdam kota makassar. Skripsi ini bertujuan untuk
mengetahui makna simbolik pada pusaka tua jenis badik dan fungsi sosial pada
pusaka tua jenis badik.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan pendekatan Fenomenologi dengan metode pengumpulan data
melalui data yaitu data primer dan data sekunder, data primer dengan observasi
dan wawancaradan data sekunder dengan pengumpulan dari jurnal, skripsi, buku
dan lain-lain. Dengan menggunakan teori interaksionalisme simbolik dan nilai-
nilai budaya sebagai suatu pisau analisis untuk mendapatkan data yang lebih
akurat.
Hasil penelitian ini adalah (1) badik merupakan suatu benda pusaka
tradisional yang memiliki bentuk dan makna yang berbeda-beda dari berbagai
daerah. Makna umum yang dimiliki pada ketiga jenis badik ini yaitu badik lompo
Battang berasal dari daerah Makassar yang memiliki bentuk seperti perut buncit,
badik Gecong dari Bugis yang memiliki bentuk leher yang agak kecil dab badik
Luwu (Lu’) yang memiliki bentuk bilah yang lurus yang mulai dari leher hingga
keujung yang runcingnya dan memiliki makna simbolik badik dalam kedewasaan,
makna simbolik dalam penanda garis keturunan, makna dan makna simbolik
sebagai status dan makna simbolik sebagai aksesoris pelengkap busana. Makna
khusus yang dimiliki ketiga jenis badik tersebut yaitu badik Lompo Battang
memiliki makna yang dapat mengajarkan manusia untuk selalu mencari jalan
yang terbaik disaat dalam keadaan yang sesat, badik Gecong memiliki makna
yaitu untuk jangan terlalu banyak bicara apabila tidak terlalu penting dan badik
Luwu (Lu’) memiliki makna sebagai memperlancar lamaran. Ketiga jeniis badik
ini juga memiliki makna motif pamor yaitu, motif tebba jampu, motif ma’daung
ase, motif sikado’ dan motif mata tedong dan Kaum laki-laki dapat dikatakan
ideal apabila telah memiliki benda pusaka yang berjenis badik. (2) ketiga jenis
badik tersebut juga memiliki fungsi sosial yaitu badik berfungsi sebagai pelindung
diri yang artinya dapat melindungi diri dari berbagai bahaya, badik sberfungsi
sebagai identitas budaya artinya bahwa orang-0rang dapat mengetahui sang
pemilik badik tersebut berasal dari mana dengan hanya melihat badik tersebut dan
badik berfungsi sebagai karya seni karena terbuat dari tangan manusia yang
biasanya dibuat oleh pandai besi dengan menggunakan alat-alat tradisional dan
memiliki nilai seni yang tersendiri.
Kata Kunci : Makna Simbolik, Pusaka, Badik
viii
ABSTRACT
Rosdawia. 2020. Symbolic significance of the ancient relics of a temple in
the la museum the Galigo-fortress to Rotterdam city of Makassar. Thesis. Faculty
of teachery and science Makassar Muhammadiyah university education. Educated
by Kaharuddin As advisers I and Hadisaputra as totors II.
This essay is about the symbolic significance of the ancient ienis badik at
the museum La Galigo- Rotterdam city of Makassar. This thesis is intended for
knowing the symbolic significance of the old tribal heritage and the social
function of the old tribal heritage.
The method of research included in this study is qualitative research with a
phenomenological data collection method through data that is primary data and
secondary data, primary data with data observation and interage and secondary
data with the collection of jumals, scriptions, books dan others using symbolick
interakationalism and cultural hilarity as an analysis knife to get more accurate
data.
The result of this study is (1) that the badik is a traditional heirloom that
contains vang shapes and meaning from different areas. A common sense of these
three types of badik is that the Lompo Battang river comes from the area of
Makassar that has a distended form, the more Gecong of Bugis have a rather small
neckline line Luwu (Lu’) having a straight blade shape running from the neck to
the very end and having a symbolic badik meaning in manhood of the symbolic
significance of the lineage, symbolic meaning and significance of status and
symbolic significance asa fashion complement. The special meaning of the three
types of badik is that badik Lompo Battang has a meaning that can teach humans
always to seek ways best that when under bad circumstances, I feel I have a sense
that is not talk too much when it is not too omportant and to badik Luwu (Lu’) has
the meaning of providing a marriage proposal. These three badik’s sayings also
have the ultimate motive, the powerful ones, moft ma’daung ase, the tongs’ and
the tedong eyes and men have a sayingi ideal for a baited heritage. (2) the three
kinds it also has the social function of a demon that can protect it self from harm,
badik swarks asa cultural identity means that people can identify the owner of art
because it is made of human hands, usually made by a blacksmith using
traditional tools and had a unique art value.
Key Words : symbolic meaning, heirloom, Badik
ix
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT atas berkat
rahmat dan taufiq-Nya sehingga skripsi ini dapat disusun dan diselesaikan sesuai
dengan waktu yang direncanakan. Salam dan shalawat semoga tetap tercurahkan
kepada hamba dan kekasihnya Rasulullah Muhammad SAW, keluarga beliau,
para sahabat dan seluruh umatnya yang tetap istiqomah di atas ajaran Islam
Karena berkat rahmat dan hidayahn-Nya penyusunan skripsi yang berjudul
“MAKNA SIMBOLIK PUSAKA TUA JENIS BADIK DI BENTENG
ROTTERDAM KOTA MAKASSAR” ini dapat diselesaikan guna memenuhi
salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan (S1) pada jurusan
Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa
dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini:
1. Kedua orang tua. Terima kasih banyak yang sebesar-besarnya yang telah
memberikan dukungan serta doa yang tiada henti-hentinya kepada
penulis.
2. Kakak-Kakak Ku, dan Adik-Adikku, terima kasih atas selama ini kalian
selalu menyemangati saya dan tak pernah henti-hentinya kalian selalu
x
memberikan nasehat dan motivasi buat saya dalam menyelesaikan skripsi
ini.
3. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M. Ag. Selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
4. Bapak Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph. D, serta para Wakil Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak Drs. H. Nurdin, M.Si
dan Sekertaris Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak
Kaharuddin,S.Pd., M.Pd., Ph.D, beserta seluruh staffnya.
6. Bapak Kaharuddin,S.Pd., M.Pd., Ph.D, sebagai pembimbing 1(satu) dan
Bapak Hadisaputra, S.Pd. M.Si. selaku pembimbing II (dua) yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Bapak dan ibu dosen program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberkan ilmunya kepada
penulis, Sehingga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat.
8. Kepada Ibu Ernawati Asikin, SE, MM dan Ibu Rita Tutang, S.Sos, terima
kasih banyak atas izin dan menerima saya untuk melalukan penelitin di
Museum La Galigo-Benteng Rotterdam Kota Makassar.
9. Kepada Bapak Muhammad Yusuf, Bapak Sunardi, Ibu Dra. Lenora dan
Ibu Marhaeni Amirullah, S.Sos, terima kasih banyak yang sebesar-
besarnya karena berkat informasi dan penjelasan tentang badik dari
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu saya dapat menyelesaikan Skripsi saya.
xi
10. Buat staff-staff lainnya yang di Museum La Galigo-Benteng Rotterdam
Kota Makassar terima kasih banyak atas kebaikannya selama saya berada
di lingkungan UPT Museum dan Taman Budaya.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Unismuh Makassar, November 2020
ROSDAWIA
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................ iv
SURAT PERJANJIAN ............................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
ABSTRCAT ................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ xii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
E. Definisi Operasional ........................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 9
xiii
A. Tinjauan Konsep ............................................................................... 9
1. Makna Simbolik .................................................................... 9
2. Pusaka ................................................................................... 10
3. Badik ..................................................................................... 11
B. Tinjauan Teori ................................................................................... 13
1. Teori Interaksionalisme Simbolik ......................................... 12
2. Nilai-Nilai Budaya ................................................................ 15
C. Kerangka Pikir .................................................................................. 18
1. Bagan Kerangka Pikir ........................................................... 19
D. Kajian Relevan ................................................................................. 19
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 24
A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian....................................................... 24
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ........................................................... 24
1. Lokasi Penelitian .......................................................................... 25
2. Waktu Penelitian .......................................................................... 26
C. Fokus Penelitian ................................................................................ 27
1. Fokus ............................................................................................ 27
2. Deskripsi Fokus Penelitian .......................................................... 27
D. Informan Penelitian ........................................................................... 27
E. Jenis Dan Sumber Data ..................................................................... 28
1. Data Primer .................................................................................. 28
2. Data Sekunder ............................................................................. 28
xiv
F. Instrumen Penelitian ......................................................................... 28
G. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 29
1. Observasi ...................................................................................... 29
2. Wawancara ................................................................................... 30
3. Dokumentasi ................................................................................. 31
H. Teknik Analisis Data ......................................................................... 31
I. Teknik Keabsahan Data .................................................................... 32
J. Etika Penelitian ................................................................................. 34
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ....................... 35
A. Sejarah Lokasi Penelitian .................................................................. 35
B. Letak Geografis ................................................................................. 37
C. Sejah Badik ....................................................................................... 38
D. Jenis-Jenis Badik Yang Dikoleksi .................................................... 40
1. Deskript Badik ...................................................................... 41
2. Kriteria Badik Yang Dikoleksi ............................................. 45
E. Pengunjung Museum ........................................................................ 46
F. Proses Konservasi ............................................................................. 48
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 50
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 50
1. Makna Simbolik Pusaka Tua Jenis Badik Di Museum La Galigo-
Benteng Rotterdam ............................................................... 50
a. Makna Umum ........................................................... 50
xv
b. Makna Motif Pamor .................................................. 53
c. Makna Khusus .......................................................... 55
2. Fungsi Sosial Pusaka Tua Jenis Badik Di Museum La Galigo-
Benteng Rotterdam ............................................................... 59
a. Badik Berfungsi Sebagai Pelindung Diri .................. 61
b. Badik Berfungsi Sebagai Identitas Budaya ............... 63
c. Badik Berfungsi Sebagai Aksesoris Busana ............. 64
B. Pembahasan ....................................................................................... 66
1. Makna Simbolik Pusaka Tua Jenis Badik Di Museum La Galigo-
Benteng Rotterdam Kota Makassar ...................................... 66
A. Makna Umum .......................................................... 66
B. Makna Motif Pamor .................................................. 67
C. Makna Khusus .......................................................... 67
2. Fungsi Sosial Pusaka Tua Jenis Badik Di Museum La Galigo-
Benteng Rotterdam Kota Makassar ...................................... 69
A. Badik Berfungsi Sebagai Pelindung Diri ................ 70
B. Badik Berfungsi Sebagai Identitas Budaya ............. 70
C. Badik Berfungsi Sebagai Asksesoris Busana .......... 70
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 72
A. Kesimpulan ....................................................................................... 72
B. Saran ................................................................................................. 73
xvi
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Taylor (dalam Basrowi 2003:71) kebudayaan merupakan suatu
keseluruhan kompleks yang meliputi dari berbagai pengetahuan, kepercayaan,
hukum, adat istiadat, seni kesusilaan, serta suatu kesanggupan dan kebiasaan
lainnya yang dipelajari manusia sebagai suatu anggota masyarakat.
Masyarakat yaitu sekumpulan orang yang hidup bersama yang dapat
menghasilkan suatu kebudayaan. Dengan demikian tidak ada suatu
masyarakat yang tidak memiliki suatu kebudayaan dan sebaliknya pula tidak
akan ada kebudayaan tanpa masyarakat yang sebagai wadah dan
pendukungnya.
Masyarakat adat sejak zaman dahulu mereka telah mampu
mengekspresikan potensi cipta, karsa, dan rasa mereka dalam benda-benda
fisik berupa senjata tajam, seperti badik khas masyarakat Sulawesi Selatan. Di
setiap daerah Sulawesi Selatan, yang memiliki beragam suku yaitu Toraja,
Bugis, Makassar, Enrekang, dan Luwu memiliki jenis-jenis badik yang
berbeda-beda dan mengandung makna tersendiri. Pusaka Sulawesi Selatan
jenis badik pada zaman yang memiliki ciri tersendiri dan mengandung makna
secara simbolik bagi pemiliknya. Selain dari itu, pusaka jenis badik yang
bersumber dari Sulawesi Selatan secara umum sangat terkenal dimancanegara.
Namun pusaka tua jenis badik tersebut telah mengalami krisis pembudayaan
dan pengrajin pun sedikit lebih sedikit punah. Bahkan pusaka tua jenis badik
2
dari aspek kekeramatan dan symbol kerajaan tidak terpedulikan lagi (
Pusadan, 2018:251).
Menurut pusadan (2018:251-254), bahwa badik sebagai simbol dan ciri
daerah di Sulawesi Selatan seharusnya dikembangkan dan dibudayakan
sebagai identitas masyarakat Sulawesi Selatan. Bahkan pada zamannya pusaka
badik tidak terlepas bagi pemiliknya karena di anggap bagian dari
kehidupannya, sehingga badik telah menjadi suatu keharusan atau kewajiban
untuk dimiliki bagi setiap orang. Menyatakan bahwa badik merupakan suatu
pusaka yang fundamental bagi masyarakat sulawesi selatan, karena badik
merupakan senjatat radisional yang memiliki fungsi dalam pranata sosial
politik tradisional, sebab telah menjadi simbol atau indentitas kerajaan dan
perdamaian.
Selain itu, badik ini tersebut merupakan senjata khas tradisional
Makassar, Bugis dan tanah Mandar yang berada disuatu kepulauan Sulawesi.
Ukurannya yang pendek dan mudah dibawa kemana-mana, tetapi klau badik
tersebut sudah keluar dari sarungnya sangat pantang untuk dimasukkan
kembali kesarungnya sebelum meminum darah. Biasanya senjata adat
masyarakat Sulawesi tersebut yang bernama badik ini dahulu sangat sering
dipakai oleh suatu kalangan seorang petani untuk digunakan sebagai
pelindung dirinya dari segala bahaya seperti dari serangan binatang melata dan
dapat juga dipakai untuk membunuh hewan hutan yang sedang mengganggu
tanamannya. Selain itu karena orang bugis sangat gemar merantau maka
penyematan badik di pinggangnya sehingga dapat membuat dia merasa sangat
3
terlindungi. Badik memiliki bentuk dan sebutan yang berbeda-beda tergantung
dari daerah mana mereka berasal.
Di Makassar badik dikenal sebagai dengan nama badik Sari/Lompo
Battang yang memiliki kale (bilah) yang pipih, batang (perut) buncit dan tajam
seta cappa dan banong (sarung badik). Sementara itu, badik bugis disebut
kawali, seperti kawali raja (Bone) dan kawali rangkong (luwu). Kawali bone
terdiri dari bessi (bilah) yang pipih, bagian ujung agak melebar serta runcing.
Sedangkan kawali luwu terdiri dari bessi yang pipih dan berbentuk lurus.
Kawali memiliki bagian-bagian yaitu pangulu (ulu), bessi (bilah) dan wanoa
(sarung). Umumnya badik tersebut digunakan untuk membela iri dalam
mempertahankan harga diri seseorang atau keluarga. Hal ini didasarkan pada
budaya siri’ dengan makna untuk mempertahankan martabat suatu keluarga.
Konsep siri’ ini sudah sangat menyatu dalam tingkah laku, sistem sosial
budaya dan cara berpikir masyarakat Bugis, Makassar dan Mandar di
Sulawesi Selatan (Ruwaidah, 2005:251).
Hardjo Suparto (1991) mengatakan bahwa pusaka tua ini jenis badik
juga memiliki fungsi yang lain yaitu bahwa setiap jenis badik memiliki
kekuatan sakti (gaib) yang dapat memengaruhi kondisi, keadaan, dan proses
dalam kehidupan pemiliknya. Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa
badik juga mampu menimbulkan ketenangan, kedamaian, kesejahteraan, dan
kemakmuran ataupun kemelarannya, kemiskinan dan penderitaan bagi yang
menyimpannya. Selain dari pada itu ada pula badik yang yang berfungsi
sebagai benda pusaka, seperti badik saroso yang memiliki nilai sejarah.
4
Menurut Ruwaidah (2018:8-9) Badik/kawali ini bagi masyarakat
sulawesi selatan sangat mempunyai suatu kedudukan yang sangat tinggi.
Badik/kawali bukan hanya berfungsi sekedar sebagai senjata tikam, melainkan
juga dapat berfungsi sebagai melambangkan status, pribadi dan karakter
pembawanya. Kebiasaan membawa badik/kawali dikalangan masyarakat
terutama Suku Bugis dan Makassar merupakan pemandangan yang lazim di
temui sampai saat ini terutama di tanah Bone. Kebiasaan tersebut bukanlah
mencerminkan sebuah bahwa masyarakat Sulawesi Selatan sangat gemar
berperang atau yang sering disebut suka mencari keributan melainkan lebih
menekankan pada makna simbolik yang terdapat pada Badik/Kawali tersebut.
Pentingnya suatu kedudukan badik/kawali tersebut di kalangan makassar
bugis dan makassar membuat masyarakat berusaha membuat atau
mendapatkan badik yang sangat istimewanbaik dari segi pembuatan, bahan
baku, pamor, maupun sisi’ (tuah) yang dangat dipercaya yang dapat
memberikan energi yang positif bagi siapa pun saja yang dapat memiliki atau
membawanya.
Selain itu, dari zaman ke zaman badik sangat berharga apalagi badik ini
merupakan suatu barang antik yang sangat berharga dan banyak diminati
orang-orang. Selain barang antik badik tersebut apabila diperjual belikan
harganya cukup tinggi dan barang antik ini telah menjadi salah satu objek
yang sangat diburu orang, dimana badik ini fungsinya memiliki suatu
kekuatan yang kognitif pada tiap individu yang rentan untuk dimanipulasi.
Sehingga barang antik ini merupakan bagian dari dunia sosial seorang
5
manusia yang tak lepas dari proses kognitif dalam berperilaku dikehidupan
sehari-hari. Bila seseorang telah mengoleksi suatu barang antik, maka pada
dasarnya barang anti tersebut melakukan fungsinya sebagai suatu objek untuk
dimiliki, namun tidak semua yang memiliki barang antik untuk disimpan,
melainkan untuk dipamerkan ataupunakan dipajang. Barang antik tersebut
menyimpang beragam fungsi, yaitu sebagai suatu benda yang sacral yang
memiliki makna dalam bagi yang memilikinya, misalnya saja badik memiliki
fungsi yang khusus. Selain itu, 0rang-orang pun memanfaatkan barang-barang
antik tersebut untuk sebagai suatu mata pencahariannya (Nurhayati, 2014: 4).
Selain itu, tidak semua masyarakat Sulawesi Selatan wajib memiliki
badik hanya orang-orang yang tertentu saja yang dapat memiliki badik
tersebut. Badik ini wajib dimiliki oleh kaum bangsawan atau keluarga yang
terlahir dari keluarga kerajaan dan apabila memiliki keturunan atau seorang
anak laki-laki wajib di wariskan kepada anak laki-laki tersebut karena badik
ini sangat bermanfaat bagi anak laki-laki tersebut. Jadi, telah diketahui bahwa
di Sulawesi Selatan itu terdapat tempat untuk penyimpanan sebuah benda
pusaka yang berjenis badik yaitu tepatnya berada di Museum La Galigo-
Benteng Rotterdam Kota Makassar tempat badik tersebut disimpan untuk
dapat dijaga dan dilestarikan sebaik-baiknya.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis memilih permasalahan yang
berkaitan makna simbolik pusaka tua jenis badik dengan melakukan
penelitian yang berjudul “Makna Simbolik Pusaka Tua Jenis Badik Di
Museum La Galigo- Benteng Rotterdam Kota Makassar”.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah:
1. Apa Makna Simbolik Yang Terkandung Dalam Pusaka Tua Jenis Badik di
Museum La Galigo-Benteng Rotterdam Kota Makassar?
2. Bagaimana Fungsi Sosial Pusaka Tua Jenis Badik di Museum La Galigo-
Benteng Rotterdam Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Makna Simbolik Yang Terkandung Dalam Pusaka
Tua Jenis Badik di Museum La Galigo-Benteng Rotterdam Makassar
2. Untuk Mengetahui Fungsi Sosial Pusaka Tua Jenis Badik di Museum La
Galigo-Benteng Rotterdam Kota Makassar
D. Manfaat Peneliti
1) Manfaat teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan
pengetahuan mengenai kebudayaan Sulawesi Selatan, khususnya
pusaska tua jenis badik.
b. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan
perbandingan bagi penelitian yang lainnya yang berhubungan
dengan makna simbolik senjata-senjata tradisional.
7
2) Manfaat praktis
a. Bagi Masyarakat
Manfaatnya bagi masyarakat dapat memberikan
pemahaman mengenai makna simbolik pusaka tua jenis badik
yang sebenarnya dan supaya dapat mempertahan budayanya
masing-masing mengenai badik.
b. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengetahui dan dapat menambah wawasan
pengetahuan serta pengalaman bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya mengenai ilmu tentang makna simbolik
pusaka tua jenis badik dan dapat memberikan pengalaman dengan
terjun secara langsung di lapangan.
E. Definisi Operasional
Adapun definisi operasional adalah sebagai berikut:
1. Makna simbolik
Makna Simbolik adalah Maksud dari simbolik tersebut yaitu
bahwa perilaku dan interaksi manusia itu dapat dibedakan, yaitu dapat
berinteraksi dengan ditampilkan melalui simbol dan makna. Yang mencari
suatu makna atau permasalahan yang menjadi penting dalam interaksi
simbolik.selain itu mencari sebuah konteks supaya dapat dibuktikan
makna dan simbol yang sebenarnya, karena kalau cumu hanya meremkam
saja yang diandalkan permasalahan tersebut tidak bakalan cepat dibuktikan
maknanya karena simbol itu tidak terlepas dari sikap pribadi sendiri.
8
Selain itu juga Manusia merupakan sebagai suatu mahkluk yang
mengenal yang namanya simbol, menggunakan simbol sebagai suatu
untuk menggungkapkan siapa dirinya. Karena manusia dalam menjalani
suatu proses hidupnya tidak akan mungkin dapat melakukannya dalam
keadaan yang sendirian melainkan secara berkelompok atau sering disebut
dengan masyarakat, mengapa demikian, karena antara yang satu dengan
yang lainnya sangat saling membutuhkan satu sama lain. Simbolik pun
memiliki suatu fungsi yaitu simbol memungkinkan manusia untuk dapat
berhubungan dengan dunia material dan sosial dengan membolehkan
mereka memberi nama, atau bahkan dapat membuat kategori, dan dapat
mengingat suatu objek-objek yang mereka telah temukan dimana saja,
simbol dapat menyempurnakan manusia untuk memahami suatu
lingkungan, dapat menyempurnakan kemampuan manusia untuk berfikir
dan bahkan dapat meningkatkan kemampuan manusia untuk memecahkan
suatu persoalan-persoalan manusia.
2. Pusaka
Pusaka adalah sesuatu benda yang digunakan dan dianggap sakti
atau keramat dan dianggap sebagai harta atau warisan peninggalan dan
sebagai harta yang turun-temurun dari nenek moyang.
3. Badik
Badik merupakan salah satu senjata tradisional yang menjadi suatu
identitas dan sebagai suatu benda budaya dari hasil kebudayaan. Badik
tersebut bukan hanya senjata tradisional tetapi badik tersebut digunakan
9
untuk melumpuhkan lawan bukan hanya melumpuhkan lawan melainkan
terdapat aspek lainnya juga seperti aspek sosial, ekonomi dan politik yang
sangat saling behubungan satu sama lain dan tak dapat dipisahkan. Badik
tersebut sangat berharga dan sangat penting selain dari itu badik tersebut
merupakan sebagai penahan malu karena tidak ada satu nilaipun yang
paling berharga untuk dibela dan dipertahankan di muka bumi ini selain
dari pada malu.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep
1. Makna Simbolik
Makna simbolik seperti Soekanto dalam (Sosiologi Suatu
Pengantar, 2001:187) mengemukakan sebuah pendapat bahwa simbolik
berasal dari Yunani kata symboion dari syimballo (menarik kesimpulan
berarti memberi kesan). Simbol atau lambang merupakan sebagai suatu
sarana atau mediasi yang dapat membuat dan menyampaikan sesuatu
pesan, dan dapat menyusun suatu sistem epistimologi dan suatu keyakinan
yang dapat dilakuka. Simbolik dapat diartikan juga sebagai suatu lambang
yang dapat digunakan sebagai penyampai suatu pesan atau suatu
keyakinan yang telah dapat dilakukan dan memiliki makna yang tertentu.
Maksud dari interaksi simbolik tersebut yaitu bahwa perilaku dan
interaksi manusia itu dapat dibedakan, yaitu dapat berinteraksi dengan
ditampilkan melalui simbol dan makna. Yang mencari suatu makna atau
permasalahan yang menjadi penting dalam interaksi simbolik.selain itu
mencari sebuah konteks supaya dapat dibuktikan makna dan simbol yang
sebenarnya, karena kalau cumu hanya meremkam saja yang diandalkan
permasalahan tersebut tidak bakalan cepat dibuktikan maknanya karena
simbol itu tidak terlepas dari sikap pribadi sendiri.
Makna simbolik itu juga dapat diartikan sebagai suatu simbolik
sering terbatas pada suatu tanda konvensionalnya, mengapa demikian
11
karena sesuatu yang sudah dibangun oleh masyarakat atau individu-
individu dalam arti yang sangat tertentu yang kurang lebih dari suatu
standar yang telah disepakati atau yang telah dipakai suatu anggota
masyarakat tertentu. Didalam kehidupan manusia sehari-hari sangat sering
membicarakan tentang suatu simbolik, begitu pun dengan kehidupan
manusia tidak akan mungkin tidak berurusan dengan suatu hasil
kebudayaan.
Penulis telah dapat mendefinisikan bahwa interaksi simbolik itu
yaitu adalah sebagai sesuatu segala hal yang dapat saling berhungan
dengan suatu pembentukan makna dari suatu benda atau suatu lambang
ataupun simbol, yang baik itu pada suatu benda mati maupun pada suatu
benda hidup melalui proses inilah komunikasi tersebut dapat berjalan
dengan baik sebagai suatu pesan yang verbal ataupun pada suatu non
verbal, dan tujuan akhirnya itu adalah sesuatu yang dapat memaknai suatu
lambang atau simbol tersebut berdasarkan pada suatu kesepakatan yang
bersama-sama yang berlaku di suatu wilayah atau pada suatu kelompok
atau pada suatu komunitas masyarakat.
2. Pusaka Tua
Pusaka tua jenis badik secara filosofi merupakan alat yang
berbentuk pisau belati bermata satu yang merupakan senjata tradisional
orang Bugis-Makassar. Secara manfaat, mempunyai fungsi sosial kurang
lebih sama dengan fungsi tappi’ (keris). Tetapi hanya sedikit yang memliki
suatu perbedaan dalam hal lingkup penggunaannya. Di setiap badik terdiri
12
dari tiga bagian yaitu, bilah dari besi pilihan yang memiliki pamor, gagang
dan sarungnya. Badik yang bersisik tajam tunggal atau ganda, dengan
panjang setengah meter, dan seperti keris, bentuknya asimetris dan
bilahnya kerap kali dihiasi dengan pamor. Keistimewaan suatu badik dapat
dilihat dari pamornya di bilah, karakter (sissik )dan ukurannya yang pas
bagi pemiliknya. Jenis badik bisa dibedakan dari bilahnya dan gagangnya,
gagangnya biasa dibuat dari kayu kemuning atau tanduk dan gading,
sedangkan sarungnya dari kayu cendana (Mudra, 2004:19-20).
Disisi lain pusaka disebut sebagai suatu karya seni yang bernilai
sangat tinggi. Nilainya terletak pada suatu keindahan bentuk dan bahannya
yang dipakai serta proses pembuatannya yang sangat memerlukan waktu
yang cukup lama, ketekunan dan keterampilan yang khusus. Pusaka
tersebut merupakan warisan khas kebudayaan yang lazim dipakai orang-
orang dan bahkan dalam kehidupan modern saat ini pusaka tersebut sangat
di buru untuk dijadikan sebagai benda koleksi hingga sebagai suatu
pemenuhan suatu kebutuhan tertentu dari pemiliknya.
3. Badik
Badik merupakan salah satu senjata tradisional yang menjadi suatu
identitas dan sebagai suatu benda budaya dari hasil kebudayaan. Badik
tersebut bukan hanya senjata tradisional tetapi badik tersebut digunakan
untuk melumpuhkan lawan bukan hanya melumpuhkan lawan melainkan
terdapat aspek lainnya juga seperti aspek sosial, ekonomi dan politik yang
sangat saling behubungan satu sama lain dan tak dapat dipisahkan. Badik
13
tersebut sangat berharga dan sangat penting selain dari itu badik tersebut
merupakan sebagai penahan malu karena tidak ada satu nilaipun yang
paling berharga untuk dibela dan dipertahankan di muka bumi ini selain
dari pada malu (Pusadan, 2018:251-252).
Badik merupakan suatu senjata tradisional yang sangat dikenal dan
dipergunakan orang-orang sejak ratusan tahun yang lalu. Badik terbuat
dari besi yang satu sisi bilahnya tajam dengan ujung runcing. Secara
umum badik terdiri dari yaitu hulu (gagang). Bilah (besi), warangka
(sarung badik) sekap badik sebagai suatu pelengkap badik. Badik adalah
sebagai suatu benda kebudayaan masyarakat sulawesi selatan telah lama
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat,
khususnya bagi kaum laki-laki. Hal ini dilihat dari pada konsep budaya
dan pandangan masyarakat bahwa laki-laki akan dianggap ideal apa bila
telah memiliki badik, rumah dan seorang istri (Ruwaidah, 2018: 3-5).
Selain dari itu badik juga tersebut itu merupakan suatu senjata
tradisional yang sangat dikenal dan sangat dipergunakan oleh masyarakat
sulawesi selatan sejak ratusan tahun yang lalu. Badik tersebut terbuat dari
besi yang satu sisi bilahnya tajam dengan ujung runcing. Arti secara umum
bahwa badik tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu hulu (gagang), bilah
(besi), dan warangka (sarung badik) dan sekap badik digunakan sebagai
pelengkap suatu badik. Badik makassar bentuknya tersebut memiliki kale
(bilah) Yang pipih, batang (perut) yang buncit dan tajam serta cappa
(ujung) yang runcing. Badik yang berbentuk seperti suatu ini disebut badik
14
sari/Lompo Battang. Badik masyarakat suku Bugis memiliki bilah yang
pipih, ujungnya runcing dan berbentuk seperti agak melebar pada bagian
ujung.
B. TINJAUAN TEORI
Interaksi Simbolik dalam konteks dipopulerkan George Herbert
Mead (dalam Wirawan, 2011:114) yaitu interaksi simbolik Sebagai sesuatu
segala hal yang saling berhubungan dengan pembentukan suatu makna dari
suatu benda atau lambang ataupun simbol, baik itu benda mati, maupun suatu
benda hidup, yang melalui suatu proses pada komunikasi baik secara sebagai
suatu pesan verbal maupun secara non verbal, dan tujuan pada akhirnya adalah
untuk suatu memaknai lambang atau suatu simbol tersebut berdasarkan suatu
kesepakatan yang bersama dan yang berlaku di suatu wilayah atau di kalangan
kelompok komunitas masyarat tertentu
Manusia itu mempunyai suatu kemampuan untuk melakukan
sebuah interaksi terhadap kepada pihak-pihak lain. Dengan melalui sebuah
perantaraan yaitu dengan lambang-lambang tersebut, maka dari itu manusia
memberikan arti pada suatu kegiatan-kegiatannya. Mead mengadakan
lambang, terutama itu bahasa tidak hanya merupakan sebuah saran untuk
melakukan sesuatu yang bersifat komunikasi pada antar pribadi tetapi juga
harus berfikir.
Secara definisi interaksi simbolik yaitu sebagai sesuatu segala hal
yang saling berhubungan dengan pembentukan suatu makna dari suatu benda
atau lambang ataupun simbol, baik itu benda mati, maupun suatu benda hidup,
15
yang melalui suatu proses pada komunikasi baik secara sebagai suatu pesan
verbal maupun secara non verbal, dan tujuan pada akhirnya adalah untuk suatu
memaknai lambang atau suatu simbol tersebut berdasarkan suatu kesepakatan
yang bersama dan yang berlaku di suatu wilayah atau di kalangan kelompok
komunitas masyarat tertentu.
Selain itu juga Manusia merupakan sebagai suatu mahkluk yang
mengenal yang namanya simbol, menggunakan simbol sebagai suatu untuk
menggungkapkan siapa dirinya. Karena manusia dalam menjalani suatu proses
hidupnya tidak akan mungkin dapat melakukannya dalam keadaan yang
sendirian melainkan secara berkelompok atau sering disebut dengan
masyarakat, mengapa demikian, karena antara yang satu dengan yang lainnya
sangat saling membutuhkan satu sama lain. Simbolik pun memiliki suatu
fungsi yaitu simbol memungkinkan manusia untuk dapat berhubungan dengan
dunia material dan sosial dengan membolehkan mereka memberi nama, atau
bahkan dapat membuat kategori, dan dapat mengingat suatu objek-objek yang
mereka telah temukan dimana saja, simbol dapat menyempurnakan manusia
untuk memahami suatu lingkungan, dapat menyempurnakan kemampuan
manusia untuk berfikir dan bahkan dapat meningkatkan kemampuan manusia
untuk memecahkan suatu persoalan-persoalan manusia.
Interaksi simbolik seperti George herbert Mead (dalam Ruwaidah,
2018:3-4) telah memusatkan suatu perhatiannya terhadap suatu interaksi antar
individu dan kelompok. Mereka telah menemukan bahwa orang-orang yang
berinteraksi terutama yang menggunakan suatu simbol-simbol yang sangat
16
mencakup tanda, isyarat, dan bahkan yang paling penting itu yang melalui
kata-kata yang secara tertulis dan secara lisan. Sesuatu kata-kata tidak akan
memiliki makna yang sangat melekat dalam kata itu sendiri, akan tetapi
hanyalah suatu yang bunyi, dan akan baru memiliki suatu makna apabila
orang-orang sependapat bahwa bunyi tersebut sangat mengandung arti yang
sangat khusus.
Di dalam bangsa Indonesia tidak akan terlepas yang namanya nilai-
nilai budaya terutama di suku Bugis-Makassar. Budaya ini dapat didefinisikan
bahwa dari seluruh aspek suatu kehidupan manusia di dalam suatu masyarakat
yang bisa didapat yaitu dengan cara belajar dan termasuk juga suatu pikiran
dan tingkah laku itu sangat penting karean suatu budaya yaitu keseluruhan
semua pengetahuan manusia yang sebagai suatu makhluk sosial, yang sangat
diperlukan dan untuk digunakan dalam memahami suatu lingkungan yang
dihadapi, untuk bisa menciptakan dan untuk dapat mendorong suatu wujud
kelakuan (Syarif,dkk, 2016:15).
Di dalam kebudayaan Bugis-Makassar itu yang dimaksud adalah
dapat menghasilkan suatu pemikiran dan tingkah laku yang baik dan dapat
dimiliki masyarakat Bugis-Makassar dan dapat pula diteruskan oleh generasi-
generasi masyarakat Bugis-Makassar untuk masa depan dengan cara melalui
suatu proses belajar, jadi hasil dari suatu pemikiran itu lah merupakan suatu
nilai-nilai pada budaya suku Bugis-Makassar yang sudah diwujudkan dalam
suatu pola tingkah laku pada masyarakat Bugis-Makassar dalam sebuah
kehidupan sehari-harinya. Jadi di dalam suatu nilai-nilai budaya pada
17
masyaarakat suku Bugis-Makassar itu yaitu nilai pada keadilan, nilai suatu
kejujuran, nilai pada kepatutan dan nilai pada suatu kecendekiawanan.
Menurut Sikki 1998 (dalam syarif 2016:15-17) di dalam suatu
kehidupan pada masyarakat suku Bugis-Makassari itu juga terdapat suatu
nilai-nilai sosialnya yang telah dianut dan ikut serta menjadi suatu bagian dari
kehidupan kesehariannya yaitu sebagai berikut:
1. Sipakatau (Saling Menghargai)
Di dalam suku Bugis-Makassar ada namanya nilai budaya
Sipakatau yang artinya itu adalah dapat saling menghargai antar sesama
manusia, yang bermakna bahwa di dalam suatu masyarakat saling
menghargai sebagai suatu individual yang bermartabat. Didalam nilai
sipakatau itu dapat menunjukkan bahwa di dalam budaya suku Bugis-
Makassar itu dapat memposisikan pada manusia sebagai suatu makhluk
ciptaan Tuhan yang sangat mulia, oleh karena itu harus saling menghargai
dan dapat diperlakukan secara sebaik-baiknya.
2. Siri’ (Harga Diri/Rasa Malu)
Siri’ di dalam suku Bugis-Makassar merupakan suatu inti
kebudayaannya. Siri’ dalam suatu sistem budaya merupakan suatu pranata
benteng harga diri karena merupakan suatu nilai utama yang dapat
mempengaruhi dan dapa pula saling mewarnai suatu pikiran, perasaan dan
kemanusiaan, siri’ dalam suatu sistem sosial itu merupakan suatu
dinamisasi pada keseimbangan eksistensi pada hubungan terhadap individu
dalam masyarakat untuk dapat menjaga suatu kekerabatan, sedangkan siri’
18
dalam suatu sistem kepribadian itu adalah akal budi suatu manusia yang
dapat menjunjung tinggi kejujuran dan keseimbangan serta juga dapat
menjaga suatu harkat dan martabat pada manusia.
3. Pacce/Passe (perikemanusiaan)
Di dalam suku Bugis-Makassar ada juga yang namanya budaya
pacce/passe. Di dalam bahasa Makassar istilahnya itu pacce sedangkan
dalam bahasa Bugis itu istilahnya passe yang merupakan suatu hasil nilai
kebudayaan pada Bugis-Makassar yang telah menjadi suatu ciri individu
pada masyarakat Bugis-Makassar yang dapat mempertahankan suatu
keseimbangan antara aib dan pada harga diri. Pacce itu secara harfiah
adalah suatu perasaan yang sedih dan cukup perih yang telah dirasakan dan
hingga sampai kedalam kalbu seseorang.
Peneliti menggunakan teori Interaksi Simbolik dengan adanya
Interaksi Simbolik, Kajian yang dibawakan aktor mengenai tentang Makna
Simbolik Pusaka Tua Jenis Badik otomatis masyarakat akan mengalami
suatu interaksi. Yang dimaksud tersebut adalah Perubahan yang akan
berlangsung terus selama adanya interaksi dalam masyarakat. Perubahan
terjadi lantaran adanya interaksi dan adanya nilai-nilai budaya dalam
masyarakat suku Bugis-Makassar, dalam unsur-unsur yang mempengaruhi
keseimbangan masyarakat. Diantaranya ada unsur ekonomi, kebudayaan,
geografis, dan juga biologis. Interaksi sangat diperlukan agar dapat
menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang semakin dinamis.
19
C. KERANGKA PIKIR
Kerangka pikir atau berpikir merupakan penjelasan sementara
terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan di sebuah topik
penelitian.Yang menjadi kriteria utama dalam membuat suatu kerangka
berpikir agar dapat meyakinkan ilmuwan adalah alur-alur pemikiran yang logis
dalam membuat suatu kerangka berpikir dapat membuahkan kesimpulan yang
berupa hipotesis.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji makna simbolik
pusaka tua jenis badik di Museum La Galigo-Benteng Rotterdam Kota
Makassar, yang diperlukan yaitu untuk mengetahui apa makna simbolik pusaka
tua jenis badik tersebut dengan sesungguhnya, apa fungsi sosialnya dan
bagaimana cara pembuatannya dan bahan-bahan apa saja yang harus digunakn
dalam pembuatan pusaka/badik tersebut di masyarakat Sulawesi Selatan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka pikir sebagai
berikut:
20
Gambar 2.1. Kerangka Pikir
D. PENELITIAN RELEVAN
Penelitian relevan atau penelitian terdahulu yang diuraiakan dalam
penelitian ini pada dasarnya dapat dijadikan acuan untuk mendukung dan
memperjelas penelitian ini. Sehubungan dengan masalah yang akan kita teliti
perlu ada penelitian yang sudah ada yang dianggap relevan dengan penelitian
ini.
Makna Simbolik Pusaka Tua Jenis Badik Di Museum La Galigo-
Benteng Rotterdam Kota Makassar
Pusaka Tua Jenis Badik
Fungsi Sosial Makna Simbolik
1. Makna Umum
2. Makna Motif
3. Makna Khusus
1. Pelindung Diri
2. Identitas Budaya
3. Karya Seni
Hasil
21
Penelitian terdahulu tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Ruwaidah (2018), dalam judul tentang makna badik bagi masyarakat suku
bugis di kelurahan pulau Kijang, kecamatan Reteh dan kabupaten Indragiri
Hilir.
Tujuan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mengetahui
fungsi badik bahwa masyarakat Bugis percaya bahwa jika membawa suatu
badik dapat mendatangkan kewibawaan dan dapat menolong dalam situasi
yang sangat mendesak adapun teori yang digunakannya yaitu teori yang
digunakan interaksionalisme simbol menurut George Herbert Mead.
Dengan metode yang digunakan yaitu analisis data dilakukan dengan cara
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini yaitu
bahwa fungsi badik bagi masyarakat Suku Bugis di kelurahann Pulau
Kijang, kecematan Reteh, dan kabupaten Indragiri Hilir, yaitu sebagai
identitas laki-laki Bugis untuk menjaga harga diri (siri’). Kekuatan yang
terdapat pada badik berasal dari besi tua yang sejak dahulu telah diyakini
mempunyai kekuatan magis yang dapat mempengaruhi kondisi, keadaan
pemiliknya, namun pemahaman masyarakat yang mengenai simbol-simbol
yang terdapat dalam badik sudah berkurang.
2. Zulkarnaim Mappasahi (2017), meneliti tentang proses pembuatan
badik/kawali senjata tradisional bagi suku bugis di desa gunung Perak,
kecamatan Sinjai Barat dan kabupaten Sinjai.
Tujuan dari penelitian tersebut untuk mendeskripsikan proses
pembuatan badik/kawali dan diharapkan dapat memberikan kontribusi
22
terhadap pelestarian budaya nasional pada umumnya, teori yang digunakan
dalam penelitian tersebut yaitu teori tentang kebudayaan. Hasil dari
penelitian tersebut yaitu bahwa dalam proses pembuatan kawali/badik
dimulai dari tahap mempersiapkan alat-alatnya seperti palu besar, palu
kecil, jepitan besi, gerindra, tabung udara, tempat pembakaran besi, tempat
menempah besi, betel paha besi, alat pemotor, stand kikir, kertas gosok,
terus setelah itu tahap pengolahan bahan, tahap gosok, kemudian ke tahap
pemilihan bahan, dan ke tahap pembuatan bilah dan tahap pembuatan
gagang hingga pembuatan sarung. Keunikan-keunikan dan kelebihan yang
dimiliki pengrajin badik yaitu tidak boleh mandi pagi apabila jika ingin
membuat badik, tidak boleh makan beras ketan hitam, tidak boleh membuat
badik pada saat halangan, dan harus mengadakan selamatan keluarga
setelah selesai mencampur besi dan baja atau setelah membuat pamor.
Sedangkan kelebihannya itu yaitu pengrajin perempuan memiliki tenaga
melebihi tenaga laki-laki, tenaga mampu memegang besi dalam keadaan
panas, jika terkena percikan besi, percikannya tersebut tidak meninggalkan
bekas.
3. Heri Sandi (2018), meneliti tentang Eksistensi Badik Dalam Kepercayaan
Masyarakat Bugis Si Dsesa Sanglar Kecamatan Reteh Kabupateen Indragiri
Hilir Provinsi Riau.
Tujuan dari penelitian tersebut yaitu bahwa untuk mengetahui
sebuah fungsi badik, mengapa di desa Sanglar menyakini badik sebagai
benda sakral dan tujuan yang lainnya itu untuk mengetahui perkembangan
23
suatu badik, teori yang digunakannya yaitu kebudayaan dan perspektif
klasik dengan menggunakan metode kajian etnografi yang berbentuk
deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian tersebut yaitu bahwa eksistensi
badik itu diyakini sebagai suatu benda sacral di Desa Sanglar karena faktor
keyakinan masyarakat bugis Desa Sanglar yang mengngagap bahwa selain
memiliki fungsi sebagai senjata tajam untuk membela diri, badik juga
berfungsi sebagai benda spiritual yang berguna untuk membawa
keberuntungan. Oleh sebab itu, untuk menjaga kesakralannya, masyarakat
bugis Desa Sanglar memperlakukan badik dalam masyarakat dengan sangat
hati-hati.
4. Murni Astuti (2013), meneliti tentang Pergeseran Makna dan Fungsi Keris
Bagi Masyarakat Jawa.
Tujuan dari penelitian tersebut yaitu bahwa untuk mendeskripsikan
keris dalam benda budaya Jawa, pergeseran makna keris saat ini dan
pergeseran fungsi keris bagi pecinta keris saat ini, dengan menggunakan
teori budaya dengan menggunakan metode etnografi dengan data-data
etnografi diperoleh dengan melalui teknik wawancara, observasidan studi
pustaka. Hasil dari penelitian tersebut yaitu bahwa pergeseran makna dan
fungsi keris/badik dari zaman dahulu dan saat ini. Kepercayaan akan
kekuatan mistis keris/badik masih melatar belakangi pengkoleksian
keris/nadik saat ini. Pergeseran makna dan fungsi keris/badik disebabkan
oleh suatu perkembangan teknologi modern ilmu pengetahuan, dan sistem
pemerintahan yang ada saat ini.
24
Penelitian ini melengkapi kajian Zulkarnaim (2017), dan studi
Murni dan Ruwaidah (2018), seputar tentang proses pembuatan badik/kawali,
pergeseran makna simbolik badik/keris dan bagaimana cara pembuatannya di
daerah terpencil. Dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana proses dalam
pembuatan badik/kawali, serta makna dan fungsi badi. Perbedaan studi ini
dengan kedua kajian tersebut adalah bahwa penelitian mereka lebih condong
tentang pergeseran makna badik karena diakibatkan oleh teknologi yang
semakin canggih sekarang ini dan si peneliti lebih membahas tentang makna
dan perkembangan badik hanya dalam satu masyarakat saja. Sedangkan
penelitian saya tentang Makna Simbolik Pusaka Tua Jenis Badik Di Benteng
Rotterdam Makassar.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dan
pendekatan Fenomenologis dalam analisis deskriptif. Metode kualitatif adalah
sebuah metode penelitian yang mengungkapakan situasi sosial tertentu dengan
mendeskripsikan kenyataan secara benar.Bogdan mendefinisikan “metode
penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan deskripsi
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang
diamati” (Afrizal, 2015).
Penelitian ini melakukan pengumpulan data analisis informasi, dan
pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang
mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset
selanjutnya. Makna simbolik pusaka tua jenis badik di Museum La Galigo-
Benteng Rotterdam Kota Makassar. Karena penelitian ini membutuhkan data-
data empiris di lapangan untuk memperoleh informasi.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Lokasi Penelitian di lakukan di Museum La Galigo-Benteng
Rotterdam Kota Makassar. Alasan peneliti memilih lokasi di Museum La
Galigo-Benteng Rotterdam Kota Makassar sebagai suatu objek penelitian
karena adanya benda-benda pusaka tua yang berjenis badik.
26
Rancangan Kriteria Pemilihan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian
Penelitian terkait dengan makna
simbolik pusaka tua jenis badik di
Museum La Galigo-Benteng Rotterdam
Kota Makassar Kabupaten Makassar dan
Provinsi Sulawesi Selatan. Saya memilih
meneliti di Museum La Galigo-Benteng
Rotterdam karena saya yakin di Museum
La Galigo-Benteng Rotterdam lah saya
dapat mendapatkan sebuah informasi
yang nyata tentang makna simbolik
pusaka/badik yang sesungguhnya, selain
itu saya ingin mengetahui tentang
kekurangan dan kelebihan pusaka/badik
bagi yang memilikinya tersebut.
27
Peristiwa / Persoalan (issu)
Di Museum La Galigo-Benteng
Rotterdam Kabupaten Makassar dan
Provinsi Sulawesi Selatan ini masih
banyak masyarakat-masyarakat Sulawesi
Selatan yang masih kurang tahu arti
makna simbolik yang sebenar-benarnya
dan apa sebenarnya kekurangan dan
kelebihan pada suatu benda ataupun
senjata tradisional berupa pusaka
ataupun badik maka dari itu peneliti
tertarik untuk menelitinya.
Gambar Tabel 3.1
2. Waktu Penelitian
Peneliti terlebih dahulu menjelaskan waktu pelaksanaan penelitian,
selanjutnya peneliti membuat tabel jadwal penelitian, dengans format sebagai
berikut:
No Jenis Kegiatan Maret Juli September Oktober November
2020 2020 2020 2020 2020
1 Pengajuan Judul
2 Penyusunan Proposal
3 Konsultasi
4 Seminar Proposal
5 Pengurusan Surat Izin Meneliti
6 Menyusun
7 Observasi
8 Wawancara
9 Pengumpulan Dokumen
10 Pengumpulan Data
11 Penyusunan Hasil Penelitian
Gambar Tabel 3.2
28
C. Fokus Dan Deskripsi Fokus Penelitian
Adapaun fokus dan deskripsi fokus penelitian adalah sebagai berikut:
1. Fokus peneltian
fokus penelitian yaitu makna simbolik pusaka tua jenis badik
2. Deskripsi fokus
Deskripsi penelitian adalah apa arti sesungguhnya pada suatu
benda atau senjata berupa pusaka/badik, apa fungsi pusaka tersebut dan apa
makna simbolik dari pusaka/badik tersebut bagi masyarakat-masyarakat
Sulawesi Selatan. Pusaka/badik bukan hanya suatu senjata tetapi
merupakan suatu benda tradisional kebudayaan masyarakat sulawesi
selatan.
D. Informan Penelitian
Informan penelitian yang dimaksud disini yaitu di mana peneliti
diberi informasi oleh informan yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan peneliti itu sendiri dengan menggunakan purposive sumpling.
Penelti memilih informan yang terbagi dua yaitu:
1. Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan
memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.
Dalam hal ini yaitu selaku sebagai seksi koleksi (Yusuf 46 Tahun) di
Museum La Galigo – Benteng Rotterdam Kota Makassar.
2. Informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi
sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah selaku Staff
(Sunardi 41 Tahun) dan (Lenora 55 tahun) selaku sebagai yang
29
bertanggung jawab atas badik dan (Marhaeni 54 tahun) di Museum La
Galigo – Benteng Rotterdam Kota Makassar.
E. Jenis Dan Sumber Data
Adapun sumber data yang dikumpulkan peneliti adalah, sebagai berikut:
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan
yang memenuhi kriteria penelitian melalui teknik wawancara dan interview
secara langsung dan mendalam.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu sumber data yang memberikan informasi
secara tidak langsung. Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini
adalah data yang diperoleh dari laporan-laporan yang berkaitan dengan
penelitian ini, yang berupa buku, teori-teori, jurnal, arsip dan data lain yang
relevan sebagai landasan teoritis mengenai dampak interenet.
F. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian merupakan segala unsur yang digunakan
dalam proses penelitian yang diharapkan akan menunjang keberhasilan
peneliti dalam penelitiaanya. Pada umumnya, penelitian tertentu
membutuhkan beberapa instrumen dan semakin banyak instrument yang
digunakan makan akan besar peluang keberhasilan suatu penelitian.
Adapun instrument penelitian ini adalah, sebagai berikut:
1. Peneliti adalah instrumen utama yang terlibat sangat penting dalam
penelitian
30
2. Penelitian sebagai pengamat penuh dan kehadirannya diketahui statusnya
sebagai peneliti oleh informan.
3. Panduan wawancara sebagai salah satu cara atau metode yang digunakan
dalam pengumpulan data
4. Pedoman Observasi yaitu di Museum La Galigo-Benteng Rotterdam Kota
Makassar
5. Pedoman studi dokumen seperti arsip dan buku panduan badik
6. Kamera ponsel sebagai alat dokumentasi setiap kegiatan peneliti
7. Alat tulis dan laptop sebagai penunjang
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan metode sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara pemusat
perhatian secara teliti terhadap suatu objek yang menggunakan seluruh
indera (pengamatan langsung). Zainal Arifin (dalam Kristanto, 2018:120)
mendefinisikan observasi adalah suatu proses yang didahului dengan
pengamatan kemudian pencatatan yang bersifat sistematis, logis, objektif,
dan rasional terhadap berbagai macam fenomena dalam situasi yang
sebenarnya, maupun situasi buatan. Dan yang dimaksud di observasi adalah
peneliti mengambil data-data tentang apa yang diteliti serta gambar-gambar
yang menunjukkan keakrutan data seperti foto informan peneliti. Kegiatan
observasi yang telah dilakukan oleh peneliti adalah dengan melakukan
31
kunjungan langsung yaitu di Museum La Galigo-Benteng Rotterdam
Kabupaten Makassar dan Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Wawancara
Wawancara ialah interaksi berupa percakapan antara peneliti dan
informan secara langsung. wawancara (interview) adalah suatu kejadian
atau suatu proses interaksi antara pewawancara (interviewer) dan sumber
informasi atau orang yang di wawancarai (interviewee) melalui komunikasi
langsung (Yusuf, 2014). Teknik pewawancara dalam penelitian ini
dilakukan secara terencana atau terstruktur, di mana pewawancara
menyusun secara terperinci dan sistematis pedoman pertanyaan menurut
pola kaidah tertentu dengan menggunakan format yang baku. Peneliti
menanyakan tentang seputar senjata tradisional yakni Makna Simbolik
dan Fungsi Sosial Badik di Museum La Galigo-Benteng Rotterdan Kota
Makassar.
3. Studi Dokumentasi
Dokumentasi menurut Sugiyono (2015:329) adalah suatu cara
yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku,
arsip, dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa laporan serta
keterangan yang dapat mendukung penelitian. Dokumentasi digunakan
untuk mengumpulkan data kemudian ditelaah. Dokumentasi yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi mengumpulkan berbagai sumber-
sumber dari buku referensi tentang sejarah dan buku referensi lainnya
yang dari berbagai pihak yang berhubungan denagan topik penelitian.
32
H. Teknik Analisis Data
Setelah proses memperoleh data-data dari hasil observasi dan
wawancara, langkah selanjutnya adalah membuat transkrip hasil wawancara
dan laporan hasil observasi. Data diklasifikasikan sesuai dengan tema-tema
yang muncul dan permasalahan yang diteliti. Tema-tema yang muncul yaitu
sejarah badik, makna badik Lompo Battang, makna badik Gecong, makna
badik Luwu (LU’), fungsi sosial badik, cara melakukan konservasi.
Alur proses dalam menganalisis data disajikan dalam bentuk
diagram mengikuti contoh model interaktif yang dikemukakan oleh Densi
dan Lincoln (dalam Hadisaputra, 2015 :37), yaitu adalah sebagai berikut:
Gambar 3.3 Teknik/Alur proses Penelitian
I. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data adalah proses mengtriangulasikan tiga
data yang terdiri dari data observasi, wawancara, dan dokumen. Adapun alat
yang digunakan untuk menguji keabsahan data yaitu:
Pengumpulan Data Penyajian Data
Kesimpulan
Penggambaran/Verifikasi
data
Reduksi Data
33
1. Triangulasi sumber adalah dimana peneliti menggali kebenaran informasi
melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Seperti peneliti
melakukan wawancara tentang Makna Simbolik Pusaka Tua Jenis Badik
secara mendalam dan selain melalui wawancara peneliti juga dapat
menggunakan secara observasi, dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah,
catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Masing-
masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang
selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula
mengenai fenomena yang diteliti.
2. Triangulasi waktu, Waktu juga sering mempengruhi kredibilitas data. Data
yang dikumpul dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber
masih segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid
sehingga lebih kredibel. Untuk itu, dalam rangka pengujian kredibilitas data
dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara ,
observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila
hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-
ulang sehingga ditemukan kepastian datanya.
3. Triangulasi teori, yaitu teori yang akan dipakai dilapangan seperti teori
Interaksi Simbolik dan teori nilai-nilai budaya. Teori tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan untuk menghindari bias
individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu,
triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan
34
peneliti mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil
analisis data yang telah diperoleh.
4. Triangulasi teknik, triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu
dicek dengan observasi, dokumentasi. Bila dengan teknik pengujian
kredibilitas data tersebut, menghasilakan data yang berbeda-beda, maka
peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap
benar. Atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandangnya berbeda-
beda.
J. Etika penelitian
Etika penelitian adalah sudut pandang atau ketentuan baik, buruk,
benar atau salah dalam kegiatan penelitian dan tidak memaksa informan
untuk memberi informasi yang diinginkan, tidak melakukan plagiat, santun
dalm melakukan penelitian, dan penerapan etika yaitu:
1. Adanya surat izin melakukan observasi dari pihak kampus untuk pihak
yang bersangkutan.
2. Adanya surat persetujuan oleh informan (informant consent) untuk
melakukan suatu wawancara dan membuat catatan-catatan kecil.
3. Meminta izin informan jika ingin merekam wawancara, atau ambil foto/
video
35
4. Menjaga kerahasiaan identitas informan, jika terkait informasi sensitive
(Pendidikan Sosiologi FKIP UNISMUH Makassar, 2019).
36
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Lokasi Penelitian
Benteng Ujung pandang sebagai cikal bakal Benteng Rotterdam
dibangun pertama kali oleh Raja Gowa VIII Tumapa’risi’ Kallonna (1512-
1548) pada tahun 1545. Benteng Benteng Rotterdam atau yang dikenal juga
dengan nama Benteng Ujung Pandang, merupakan situs masa kolonial yang
terdiri dari struktur dinding benteng dan bangunan bergaya Eropa. Oleh
masyarakat Makassar, benteng ini dikenal sebagai “Benteng Pennyua” yang
artinya benteng yang menyerupai kura-kura, karena bentuknya yang bila
dilihat dari atas nampak seperti kura-kura yang sedang menghadap ke laut.
Keberadaan benteng ini tidak dapat dilepaskan dari konteks kota lama
Makassar, karena merupakan bagian penting dalam menggambarkan
perkembangan Kota makassar dari masa ke masa, dan juga menjadi bukti
perjuangan anak bangsa yang diwakili oleh kerajaan Gowa-Tallo dalam
melawan kolonialisme belanda.
Sebagai bagian dari upaya pelestarian, terutama dalam konteks
perlindungan hukum, upaya pendaftaran sebagai bangunan yang dilindungi
sebenarnya telah dilakukan sejak masa pemerintahan Hindia belanda masih
berkuasa di pengelolaannya diserahkan kepada yayasan Fort rotterdam.
Penetapan ini mengacu pada Monumenten Ordonnantie (MO) Stbl. No. 238
pada tahun 1931 (Supardi, 2013;113). Sementara pemerintah Indonesia
melalui Menteri Kebudayaan dan Pariwisata baru “mempengaruhi”status
37
penetapan ini dengan menetapkan Benteng Ujung Pandang/Fort Rotterdam
sebagai situs Cagar Budaya dengan menggunakan dasar hukum Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, dengan nomor
PM. 59/PW/MKP/2010 pada tanggal 22 Juni 2010. Pada tahun2014, Benteng
Rotterdam ditetapkan kembali sebagai Situs Cagar Budaya Nasional melalui
surat keputusan Menteri pendidikan dan kebudayaan Nomor 025/M/2014,
tanggal 17 Januari 2014 yang ditandatangani Mohammad Nuh. Penetapan
pada tahun 2014 ini telah menggunakan undang-undang nomor 11 tahun 2010
tentang Cagar Budaya sebagai dasar penetapannya.
Rentang waktu penetapan yang cukup signifikan seperti yang
terlihat di atas, yaitu 70 tahun sejak benteng ini pertama kali didaftarkan pada
tahun1940, 18 tahun sejak berlakunya undang-undang No. 5 tahun 1992
tentang benda Cagar Budaya, serta 4 tahun sejak berlakunya undang-undang
Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, menjadi salah satu dari sekian
masalah yang sebenarnya dihadapi sebuah situasi atau benda cagar budaya
dalam melewati waktunya.
Penamaan La Galigo untuk museum ini di benteng Rotterdam yaitu
disarankan oleh seseorang seniman yang diambil dari nama salah satu putra
Sawerigading Opunna Ware yang merpakan tokoh Masyhur dalam mitologi
Bugis. Ia juga dinobatkan menjadi Pajung Lolo atau Raja muda di kerajaan
Luwu, pada abad ke-14. Nama La Galigo juga merupakan nama sebuah karya
sastra klasik dalam bentuk naskah tertulis yang dikenal sebagai Surek La
38
Galigo yang terdiri dari 9.000 halaman yang berhubungan dengan peninggalan
kerajaan Sriwijaya.
Museum La Galigo ini didirikan pada tanggal 1 mei 1970. Pada
tanggal 24 Februari 1974 Direktur jendral kebudayaan departemen pendidikan
dan kebudayaan Republik Indonesia, Prof. I.B. Mantra meresmikan gedung
No.5 dengan luas 2.211 m2 sebagai ruang pameran tetap dan ruang pembinaan
pada museum La Galigo tersebut berada di Benteng Rotterdam.
Semua koleksi benda-benda museum disimpan dalam 2 gedung
secara terpisah dan setiap gedung memiliki beberapa ruangan berdasarkan
tema masing-masing. Letak bangunan utama museum berada di gedung nomer
2 yang yang terdiri dari 12 ruangan dan para pengunjung bisa mulai
berkeliling dari bangunan ini. Terdapat ruangan bernama ruang sejarah
kebudayaan dan lintas peradaban yang terdiri dari beberapa ruangan. Ruangan
ini berisi tentang koleksi benda dari Zaman prasejarah sekitar 1,5 juta tahun
lalu hingga masa teknologi canggih seperti masa kini.
B. Letak Geografis
Benteng Rotterdam terletak di jalan Ujung Pandang No. 1, yang
secara administratif termasuk dalam wilayah kelurahan Bulo Gading,
Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Benteng Rotterdam menghadap ke Selat Makassar (barat) dengan letak
astronomisnya 050
08’10” Lintang Selatan 1190
24’ 30” Bujur Timur.
Batas wilayah sebelah Utara, terdapat jalan Riburane, Kantor
Radio Republik Indonesia Nusantara IV Makassar, Auditorium RRI, dan
39
Bank Danamon. Sebelah timur, terdapat jalan Slamet Riyadi, Kantor Pos dan
Giro, Bank Mandiri, Bank Bukopin, Kantor Garuda Indonesia, Kantor
Indosat dan Pemukiman Penduduk, pedagang kaki lima, penjual benda-benda
pos dan pemukiman penduduk. Sebelah Selatan, terdapat Jalan WR.
Supratman, Kantor Wilayah Departemen Perdagangan dan Perindustrian, dan
Kantor Veteran Republik Indonesia Mesjid, pedangang kaki lima, Ruko dan
penjual makanan dan penjual burung. Sebelah Barat, terdapat Jalan Ujung
Pandang, Tugu, pelabuhan penyebrangan ke pulau kayangan, Kantor Popsa,
Ruko-ruko, Kantor Polairud, Restoran Fast Food dan penjual kelapa muda.
Benteng Rotterdam mempunyai lima bastion dan dua pintu keluar.
Pintu gerbang utama terdapat di sebelah barat benteng yang terbuat dari kayu
yang dilengkapi dengan penutup/daun pintu yang kembar dua, sedangkan
pintu sebelah dalam berukuran lebih kecil dengan pasak-pasak dari besi
(angkur). Adapun pintu gerbang yang kedua merupakan pintu kecil terdapat
di sebelah timur.
C. Sejarah Badik Dalam Persektif Budaya
Secara historis, belum diketahui secara pasti sejak kapan jenis
senjata tajam tradisional badik ini digunakan dalam masyarakat Sulawesi
Selatan. Seperti yang dikemukakan oleh Moebirman pada tahun 1980, bahwa
kebudayaan Dongsong yang diperkirakan dibawa oleh migrasi penduduk
yang berasal dari sungai Mekhong menuju pantai Teluk Siam dalam periode
500 sampai 300 SM, di desa Ban Chiang di dekat perbatasan kamboja dan
Muangthai telah ditemukan beberapa benda yang dibuat dari perunggu
40
seperti tombak yang diperkirakan sudah berumur 5000 tahun yang lalu.
Demikian pula ditemukan 3 bilah badik semahan dari perunggu yang masing-
masing berukiran nama-nama dari nenek moyang dengan tanggal kelahiran
mereka, yaitu pada daun mata yang lurus memanjang (Purmawati, Dkk,
1994:21-23).
Selain itu, Badik yaitu senjata pusaka khas masyarakat Sulawesi
Selatan, setiap daerah di Sulawesi Selatan yang beragam suku yaitu Bugis,
Makassar, dan Luwu yang memiliki jenis badik berbeda-beda. Badik sama
terkenalnya dengan senjata pusaka tradisional nusantara seperti keris dari
suku jawa, Kujang dari Pasundan atau Rencong dari Aceh. Pada zaman
dahulu itu badik wajib dimiliki setiap orang Bugis-Makassar. Dahulu ada
istilah bahwa bukan orang Bugis atau orang Makassar jika tidak memiliki
badik. Tokoh pahlawan dari Sulawesi Selatan itu yaitu Sultan Hasanuddin
terkenal dengan badik yang selalu disematkan di pinggangnya.
Adapun pendapat yang telah dikemukakan oleh narasumber atas
nama Yusuf (46) tahun selaku sebagai seksi Konservasi pada benda tajam
yaitu Badik sebagai berikut:
jadi begini, asal-usul senjata tajam badik ini sampai sekarang
itu memang belum jelas diketahui secara pasti, namun dapat
dikatan bahwa jenis benda tajam ini telah dikenal oleh
masyarakat sejak beraba-abad yang lampau, benda jenis
pusaka ini milik kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan (Yusuf,
14 Oktober 2020).
Oleh karena itu, pada waktu itu masa zaman kerajaan-kerajaan di
Sulawesi Selatan badik tersebut merupakan salah satu jenis senjata yang
sering digunakan oleh suatu angkatan dalam suatu perang kerajaan. Selain itu
41
pula badik, pada zaman pemerintahan kolonial Belanda merupakan suatu
salah satu jenis benda senjata tajam yang sering digunakan oleh rakyat
dalam suatu pertempuran yang melawan kaum penjajah yang memiliki suatu
persenjataan yang lebih modern pada waktu itu. Maka dari itu, badik sangat
tidak bisa dipisahkan dalam suatu kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan.
D. Jenis-jenis Badik yang dikoleksi di Museum La Galigo-Benteng
Rotterdam
Telah diketahui bahwa di Sulawesi Selatan terdapat suatu tempat
peninggalan sejarah-sejarah ataupun barang-barang yang sangat berharga
milik kerajaan-kerajaan Sulawesi Selatan yang telah dijaga dari turun temurun
berada di tempat Museum La Galigo di Benteng Rotterdam Kota Makassar di
tempat museum tersebutlah telah banyak disimpan atau dikoleksi benda-benda
yang bersejarah terutama yang benda sejarah yang berjenis badik.
Adapun pendapat yang telah dikemukakan oleh narasumber atas
nama Sunardi (41) tahun selaku sebagai staf tata usaha Museum pada benda
tajam yaitu badik sebagai berikut:
Jenis badik yang dikoleksi di Museum La Galigo-Beneng
Rotterdam ada 3 jenis yaitu yang pertama badik dari Makassar
yang sering dinamakan badik badik lompo battang, badik dari
Bugis yang biasa dinamakan badik/kawali Gecong dan
sedangkan yang terakhir itu badik yang berasal dari Luwu
atau badik luwu (Lu’), dapat diketahui kegunaannya atau
fungsi cukup kita lihat dari bentuk dan pamornya, namun
sebenarnya kegunaan badik tersebut hampir sama semua
(Sunardi, 14 Oktober 2020).
Oleh karena itu, di Museum La Galigo inilah benda yang berjenis
badik dikoleksi. Di dalam museum tersebut terdapat beberapa kenis-jenis
badik dan berasal dari daerah yang berbeda-beda yaitu yang dikoleksi yaitu
42
apabila ditinjau dari sudut bentuk dan modelnya pada suatu badik yang ada
dan dikenal di Sulawesi Selatan yaitu ada tiga macam jenis badik yaitu badik
makassar yang dinamakan badik Lompo Battang, badik Bugis yang
dinamakan badik/kawali Gecong serta badik Luwu (Lu’) yaitu badik yang
berasal dari daerah Luwu dan memiliki kegunaan masing-masing.
Menurut Purmawati, dkk, (1994:6) bahwa badik dapat dilihat dari
sudut bentuk dan modelnya pada suatu badik yang ada dan yang dikenal di
Sulawesi Selatan yaitu sebenarnya ada tiga macam jenis badik yaitu badik
Makassar yang dinamakan badik Lompo Battang, badik Bugis yang
dinamakan badik/kawali Gecong, serta badik Luwu (Lu’) yaitu badik yang
berasal dari daerah luwu dan memiliki kegunaan masing-masing. Badik
sebagai benda budaya dan hasil kebudayaan masyarakat Sulawesi Selatan
telah lama menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakatnya
khususnya bagi kaum laki-laki. Namun, nama-nama badik yang dikenal oleh
masyarakat cukup beragam, sebab pemberian nama sebuah badik sering
dihubungkan dengan nama daerah tempat badik tersebut diproduksi.
1. Deskripsi Badik
a) Badik Lompo Battang
Badik Lompo Battang tersebut adalah suatu badik yang berasal
dari Suku Makassar yang bernama badik taeng (Lompo Battang). Badik
Taeng (Lompo Battang) tersebut adalah salah satu senjata tajam yang
digunakan para pejuang kerajaan Goa dan Tallo dan kemudian terus di
lestarikan oleh orang-orang Makassar Sulawesi Selatan. Senjata ini
43
bukan hanya sebagai alat untuk bertarung tetapi sudah menjadi bagian
dari jiwa mereka sehingga sering dibawa dalam keseharian. Pemberian
nama badik Lompo Battang tersebut sering dihubungkan dengan nama
daerah tempat tersebut diproduksi, jadi nama tersebut didapat dari Suku
tempat pembuatannya dan selain itu tidak semua masyarakat Makassar
memiliki sebuah benda pusaka yang berjenis badik hanya orang-orang
tertentu saja yang dapat memilikinya. (Purmawati, dkk, 1994:7)
Adapun pendapat yang telah dikemukakan oleh narasumber atas
nama Lenora (55 ) tahun selaku sebagai analisis koleksi Museum pada
benda tajam yaitu sebagai berikut:
Badik lompo battang itu yaitu benda pusaka khas Makassar,
yang memberikan nama itu biasanya dari suku atau tempat
dimana badik tersebut diproduksi. Badik Lompo Battang ini
toh terbuat dari besi baja yang dalam bentuk yang
memanjang dan meruncing ki diujungnya. Dan salah satu
sisinya itu tajam ki, Bagian matanya itu toh berakar-akar ki
dan diantaranya itu ada berlurik tembuski. Gagangnya itu
terbuat dari sebuah kayu, dan di buat atau dibentuk
melengkung dan poloski setelah itu dibalut besi di ujung
pangkalnya (Lenora, 14 Oktober 2020)
Selain itu, Salah satu keunikan dari badik ini adalah gagangnya
yang menyerupai pistol karna dari hilt langsung melengkung. Hal ini
tentunya berkaitan dengan cara penggunaannya dalam pertarungan.
Gagang badik ini biasanya dibuat dari kayu, gading atau tanduk yang
dihiasi berbagai ukiran khas yang dipadu dengan baik. Bilah badik
banyak yang dibuat dengan pamor atau tempaan yang tertentu sehingga
dilihat tampak seperti ornamen yang indah.
44
Selain dari ke unikannya badik Lompo Battang ini digunakan
untuk menikam dan menyayat dalam pertarungan sehingga ketajaman
menjadi salah satu hal yang penting dalam sebuah desain badik. Sarung
badik terbuat dari kayu yang lebih lunak agar tidak merusak mata badik
tersebut. Bagian luar dari sarung juga seringkali dihiasi dengan material
logam lain yang diukir dengan ukiran-ukiran tanaman dan tidak jarang
ditemui juga ditambahkan batu mulia. Badik lompo battang ini
merupakan salah satu jenis badik yang ada di Makassar. Lompo Battang
sering kali diartikan sebagai perut yang gendut atau buncit dalam hal ini
disebabkan bentuk bilah badik yang menggendut pada bagian matanya.
b) Badik/Kawali Gecong
Adapun pendapat yang telah dikemukakan oleh narasumber atas
nama Marhaeni (54) tahun selaku sebagai kurator koleksi museum pada
benda tajam yaitu badik sebagai berikut:
Badik/Kawali Gecong itu badik yang sangat dikenal di Suku
Bugis yang asalnya itu dari Raja Bugis Bone sangat terkenal
sebagai badik perang, badik Gecong ini toh banyak yang
cariki karena badik Gecong ini toh terkenal ki dengan
mosonya (racunnya), karena banyak ki orang percaya bahwa
semua alat perang itu akan tunduk ki pada badik Gecong ini,
nama badik Gecong ini diambil ki dari nama Sang Pandre
yang bernama la Gecong, dan terus juga diambil dari bahasa
Bugis yaitu to Gecong atau Geco’ yang artinya itu sekali
Geco’ jhi atau sekali sentuh langsung ki mati dan konon
katanya itu badik Gecong ini dibuat ki oleh makhluk halus
ketika malam hari ki (Marhaeni, 14 Oktober 2020).
Jadi Badik/Kawali gecong ini adalah badik/kawali yang dahulunya
hanya digunakan oleh seorang raja atau bangsawan. Badik/kawali
Gecong ini adalah badik Raja Bugis Bone yang paling disakralkan dan
45
hampir di setiap acara adat masyarakat Bone, badik/kawali Gecong ini
selalu hadir dalam rangkaian diantaranya pencucian badik pusaka raja
Bone maupun acara tradisi tolak bala di Bone.
Menurut Sunardi (41) tahun sependapat dengan Marhaeni (43)
tahun bahwa Badik/kawali gecong tersebut yaitu badik yang milik raja
yang konon katanya badik/kawali jenis Gecong ini dibuat oleh
langsung makhluk halus dan pembuatannyapun dibuat di malam hari.
Dimana pada malam hari pembuatannya hanya didengar suara palu
yang terus berbunyi talu-talu hingga jelang pagi. Paginya itu tersebut
badiknya pun sudah jadi. Badik/kawali Gecong ini tersebut memiliki
ukuran hanya berkisar 20-25 sentimeter saja. Ciri badik Gecong ini
yaitu cirinya mirip dengan badik khas suku Makassar yang bernama
badil Lompo Battang (perut besar). Hanya saja bilahnya agak
membungkuk, di mana hulunya agak kecil dan melebar selanjutnya
bagian ujung sangat meruncing.
Selain itu Badik/kawali Gecong ini mempunyai pamor yang
disebut oleh masyarakat Bugis sebagai timpalaja atau mallasoancale
yang letaknya itu dekat hulunya. Bahannya pun ini terbuat dari besi
baja yang sangat berkualitas tinggi serta mengandung meteorit yang
menonjol dipermukaan. Selain itu badik jenis Gecong ini juga dikenal
sebagai senjata perang. Di mana badik tersebut memiliki racun yang
mematikan. Jenis badik/kawali Gecong ini lah yang paling banyak
dicari karena sangat dikenal dengan badik paling mematikan atau
46
masyarakat bugis pada umumnya kenal dengan mosonya atau racunnya.
Badik/kawali Gecong ini hingga saat ini sangat jadi buruan karena
diyakini bisa menaklukkan semua senjata lainnya jika berhadapan
dengan Gecong ini.
c) Badik Luwu (LU’)
Adapun pendapat yang telah dikemukakan oleh narasumbeer atas
nama Yusuf (46) tahun selaku sebagai seksi konservasi pada benda
tajam yaitu sebagai berikut:
Badik Luwu (LU’) itu badik yang bentuknya sedikit
membungkuk ki seperti punggungnya kerbau dan juga itu
diberikan ki pamor supaya terlihat ki lebih cantik dilihat dan
bilahnya itu sedikit melurus dan meruncingki kedepan
(Yusuf, 14 Oktober 2020).
Dimana luwu ini merupakan suatu kerajaan tertua yang di
Sulawesi Selatan, yang saat ini menjadi tiga kabupaten yaitu luwu
utara, luwu timur dan kota Palopo. Badik luwu memiliki bilah bagian
bawah yang lurus dari gagang hingga meruncing di ujung. Badik luwu
ini memiliki pamor yang unik dan juga menjadi buruan para kolektor.
Badik luwu ini bentuknya agak sedikit membungkuk ki, mabukku
tedong (bungkuk kerbau), bilahnya lurus dan meruncing kedepan, badik
ini kadang diberikan pamor yang sangat indah, hingga kadang menjadi
buruan para kolektor, di bajanya terdapat rakkapeng atau sepuhan pada
baja yang konon disepuh dengan bibir dan alat kelamin gadis perawan
sehingga konon tidak ada orang yang kebal dengan badik luwu ini.
47
2. Kriteria Badik yang Dikoleksi
Badik yang dikoleksi di Museum La Galigo itu adalah benda Cagar
Budaya yang merupakan bukti material hasil budaya atau material alam
dan lingkungannya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi ataupun
pariwisata. Jenis-jenis badik yang dikoleksi itu yaitu badik yang memiliki
pamor yang indah dan baik, dan memiliki bilah yang baik dan gagang
yang yang unik. Selain itu badik yang dikoleksi memiliki masing-masing
fungsi atau kegunaan dalam kebudayaan dan keagamaan.
Jenis Badik yang dikoleksi ini adalah terutama badik yang berasal
dari kerajaan-kerajaan dahulu seperti badik Lompo Battang dari kerajaan
Gowa, badik/kawali Gecong dari kerajaan Bugis-Bone dan Badik dari
kerajaan luwu. Badik ini dikoleksi karena mempunyai nilai kerajaan dan
kebudayaan yang sangat penting. Jenis badik yang dikoleksi di Museum
La Galigo tersebut berasal dari peninggalan kerajaan-kerajaan terdahulu
dan adapun badik yang dibeli dengan menggunakan uang negara.
E. Pengunjung Museum La galigo di Benteng Rotterdam
Museum La Galigo-Benteng Rotterdam Kota Makassar di
Sulawesi Selatan terletak di Jl. Ujung Pandang No.1. Jadwal kunjungan di
Museum itu pada hari Senin – Minggu dan mulai jam 08:00 – 16:00 WITA.
Pengunjung Museum La Galigo-Benteng Rotterdam ini selama tahun 2020
pengunjungnya berkurang ataupun dibatasi karena adanya wabah penyakit
Covid-19 yang sangat menular. Makanya sementara museum tersebut di
48
batasi. pada awal tahun 2020 yaitu pada bulan 1 sampai bulan 3 saja
pengunjung diperbolehkan masuk, pada bulan 4 sampai sekarang pengunjung
dibatasi karena adanya penyakit Covid-19. Jadi security hanya memilih-milih
orang-orang yang ingin berkunjung ke Museum tersebut dan security pun
membatasi berapa yang inin masuk.
Pengunjung yang biasanya diperbolehkan masuk itu selama
pandemi yaitu seperti orang-orang yang ingin melakukan Foto PraWedding,
mereka melakukan Foto PraWedding di Museum karena mereka ingin yang
beda dan benteng ini pemandangannya bagus dan bangunannya yang unik,
selain itu ada juga yang datang mengunjungi seperti pelajar yang dari
organisasi pramuka yang ingin membuat video tentang mengenai benteng.
Selain itu orang-orang yang ingin datang berfoto saja untuk sementara ini
tidak diperbolehkan apalagi kalau dalam jumlah yang banyak.
Pada hari senin tanggal 26 -30 Oktober 2020 di Museum La Galigo
di Benteng Rotterdam Kota Makassar telah menggelar sebuah pameran.benda
pusaka dan benda budaya lainnya, jenis benda budaya yang dipamerankan
yaitu seperti badik, tombak, baju adat penganting suku Bugis-Makassar.
Tujuan dari pameran tersebut yaitu untuk melestarikan benda pusaka terutama
yang berjenis badik dan untuk melestarikan kecintaan terhadap benda pusaka
dan juga dapat menggali nilai-nilai kearifan lokal. Pameran yang dilakukan ini
sangat efektif karena supaya masyarakat-masyarakat lain bisa mengetahui
bahwa badik peninggalan kerajaan-kerajaan dahulu masih dilestarikan (hasil
peneliti, 26 Oktober 2020).
49
F. Proses Konservasi Koleksi Badik di Museum La Galigo-Benteng
Rotterdam
Di Museum La Galigo-Benteng Rotterdam setiap tahun
melakukan pameran, benda yang dipamerankan itu seperti benda senjata
tajam seperti badik, tombak, pedang, baju adat penganting Suku Bugis-
Makassar, Baju Perang dan Benda Budaya lainnya. Sebelum melakukan
pameran benda-benda pusaka seperti badik, Tombak, dan pedang harus di
Konservasi terlebih dahulu. Konservasi koleksi Museum itu adalah upaya
yang dilakukan terhadap koleksi Museum agar tetap bersih, sehat, utuh dan
relatif lebih awet dengan cara perawatan dan menyimpan dengan prosedur
tertentu.
Pada hari Senin, tanggal 19 Oktober 2020 di Benteng Rotterdam
mengadakan Konservasi benda pusaka sebelum dipamerankan. Tujuan dari
konservasi ini yaitu untuk menjaga keawetan dan tetap bersih benda pusaka
tersebut. Konservasi ini dilakukan biasanya dalam satu tahun 1 kali atau
bahkan 2 kali dalam setahun, Konservasi/Pembersihan pada benda pusaka
yang berjenis badik atau benda pusaka lainnya yang terbuat dari perak atau
terbuat dari bahan yang lain yang dapat berkarat tujuannya ini untuk menjaga
keawetan dan tetap bersih pada benda pusaka tersebut. Disaat ingin
melakukan konservasi terlebih dahulu harus menyiapkan bahan dan alatnya
yaitu seperti : Masker, Sarung Tangan, Bak Perendaman, Sikat Logam, Sikat
Gigi, Sungliht, Bangku Kayu, Asam Sitrit/MB, Teepol, Alkohol, Jeruk Nipis,
Pisau Ketter, dan Kanebo.
50
Tahap pertama yang harus dilakukan yaitu pusaka yang berjenis
badik terlebih dahulu direndam di dalam bak yang berisi air dan telah
ditambahkan/dicampur dengan teepol dan direndam selama kurang lebih 15
menit.
Tahap kedua setelah di rendam selama kurang lebih 15 menit
benda pusaka yang berjenis badik tersebut itu diambil satu per satu untuk
melakukan penyikatan atau dibersihkan sebelum membersihkan terlebih
dahulu harus memakai sarung tangan dan masker, terus badik itu ditaburi
Asam Sitrit/MB, manfaatnya MB ini yaitu untuk menghilangkan karatan,
setelah disikat-sikat terus diolesi dengan jeruk nipis yang telah dikupas dan
terus disikat lagi sampai bersih dan apabila masih ada karatan dapat
ditambahkan lagi atau ditaburi lagi MB, dan menyikatnya itu harus secara
berhati-hati dan menggunakan sikat besi dan sikat gigi.
Tahap ketiga setelah benar-benar bersih disikat lalu badik ini
dicuci bersih menggunakan sabun sungliht setelah itu badik ini direndam
kurang lebih 5 menit didalam air setelah itu badik ini dilap hingga betul-betul
kering dengan menggunakan lap kanebo. Setelah itu di jemur di bawa terik
matahari dengan menggunakan alas dos, harus dijemur sampai benar-benar
kering, setelah kering benda pusaka yang berjenis badik ini di simpan di
tempat yang sejuk. Benda pusaka jenis badik ini yang sudah di konservasi
tidak boleh disentu secara langsung/dengan tangan kosong harus
menggunakan sarung tangan dahulu karena badik ini yang telah dibersihkan
dan apabila disentuh dan tidak menggunakan sarung tangan otomatis bekas
51
jari-jari tersebut akan terlihat jelas dan bisa-bisa menyebabkan badik tersebut
cepat berkarat lagi.
52
BAB V
HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Makna Simbolik Dalam Pusaka Tua Jenis Badik Di Museum La Galigo-
Benteng Rotterdam Kota Makassar
a. Makna Umum
Badik ini tersebut sebagai suatu salah satu dari jenis benda hasil dari suatu
proses kegiatan teknologi yang merupakan suatu perwujudan dari kebudayaan
materil masyarakat Sulawesi selatan yang mengandung nilai dan makna tertentu.
Jadi, selain itu badik juga bermakna sebagai suatu salah satu senjata tradisional
yang menjadi suatu identitas budaya suku-suku bangsa di Sulawesi Selatan. Selain
itu badik juga sangat terkenal dan banyak dipergunakan oleh orang-orang Bugis
Makassar sejak ratusan-ratusan tahun yang lalu. Badik ini terbuat dari besi yang
satu sisi bilahnya tajam dengan ujung runcing. Makna utama simbolik badik itu
yaitu sebagai suatu alat yang di pakai sebagai suatu alat persenjataan bagi Bugis
Makassar dalam mempertahankan suatu harga dirinya dan dapat pula digunakan
untuk perlindungan dirinya.
Data dari dokumen yang diperoleh, dalam buku tentang badik Sulawesi
Selatan yaitu sebagai berikut :
Masyarakat Sulawesi Selatan itu terdapat beberapa daerah yang
memiliki badik terutama pada suku Bugis-Makassar. Yang dimana
memiliki suatu benda kebudayaan yang dapat dijadikan sebagai
suatu ciri atau identitas diri dari suatu kelompok etnik dan
kebudayaan adalah senjata tajam tradisional seperti badik. Jadi di
Museum La Galigo-Benteng Rotterdam Kota Makassar itu adalah suatu tempat dimana benda pusaka yang berjenis badik tersebut
dismpan yang terdiri dari beberapa daerah (Dokumen, 12/01/1994)
53
Badik sebagai suatu benda budaya dan sebagai hasil kebudayaan masyarakat
Sulawesi Selatan yang telah lama menjadi bagian yang tak terpisahkan dari suatu
kehidupan masyarakatnya khususnya bagi kaum laki-laki, hal ini dapat dilihat
pada konsep budaya dan pandangan suatu masyarakat yang telah menyatakan
bahwa seorang laki-laki dianggap ideal apabila telah memiliki badik. Tetapi tidak
semua masyarakat wajib memiliki badik hanya orang-orang tertentu saja seperti
keturunan bangsawan ataupun keturunan raja. Badik itu juga memiliki beberapa
makna dan fungsinya masing-masing.
Mungkin jenis badik ini toh yang dikoleksi di Museum La Galigo-
Benteng Rotterdam itu mungkin memiliki beberapa makna yang
berbeda-beda, bentuk-bentuk yang berbeda pula, dan mungkin itu juga
tergantung dari pemiliknya bagaimana menggunakannya
(D.1/Observasi/05/10)
Di Museum La Galigo telah mengoleksi beberapa jenis benda pusaka
terutama benda pusaka yang berjenis badik, badik yang dimaksud disini adalah
badik Lompo Battang, badik Gecong, dan badik Luwu (Lu’) badik-badik jenis
tersebut memiliki beberapa makna dan beberapa makna dalam bentuk pamor.
Benda pusaka ini yang jenis badik pun sangat dipercaya bahwa badik dapat
mempengaruhi suatu kondisi, keadaan bagi orang-orang yang menyimpannya
ataupun yang memakainya. Selain itu, kembali lagi kepada diri masing-masing
bagaimana pun juga makna simbolik itu yang terkandung dalam badik tergantung
dari bagi suatu pemiliknya bagaimana cara menggunakan suatu badik yang baik
dan benar yang tidak dapat menimbulkan suatu keanehan terhadap dirinya
ataupun bagi orang lain.
54
Betul gah badik dapat mempengaruhi kondisi seseorang! mungkin itu
tergantung dari pemiliknya bagaimana cara menggunakan badik itu
dan mungkin juga lebih percaya kalau badik itu mempunyai kekuatan
gaib (D.2/Observasi/05/10)
Makna simbol badik itu juga memiliki beberapa makna simbolik yang
terkandung dalam badik, sebenarnya itu tergantung dari sang pemilik badik
tersebut sebagaimana cara atau bagaimana menggunakan badik tersebut di dalam
kalangan masyarakat, badik ini tidak sembarangan untuk dikeluarkan dari
sarungnya hanya hal-hal tertentu saja sehingga badik ini dapat dikeluarkan dari
sarung dan sekali keluar badik ini pantang untuk dimasukkan kembali ke
sarungnya apabila tidak mentumpahkan darah dahulu.
Adapun pendapat yang telah dikemukakan oleh narasumber atas nama Sunardi
(41) tahun selaku sebagai staf tata usaha Museum pada benda tajam yaitu Badik
sebagai berikut:
Jadi makna simbol pada badik itu ada beberapa yaitu simbol badik
dalam kedewasaan yang artinya bahwa sosok laki-laki yang ideal itu
mereka yang sudah dapat menyelipkan badik dipinggangnya, badik
dalam keturunan artinya badik ini dapat diwariskan kepad aanak-
anak keturunan dari keluarga saja (D.2./WW/S/L/14/10/2020).
Informan telah memaparkan bahwa dalam kedewasaan pada semua jenis
badik itu yaitu bahwa sosok laki-laki yang ideal itu mereka yang sudah dapat
menyelipkan sebuah benda pusaka yang berjenis badik dipinggangnya,
sebagaimana tuturan sebuah kata yang mengatakan bahwa tania orowane narekko
de nakbadik, artinya itu bahwa bukan laki-laki jika tidak menyelipkan badik di
pinggangnya. Yang menjadi salah satu penanda bahwa seorang laki-laki Bugis-
Makassar itu sudah dikatakan utuh apabila ketika seorang laki-laki ini memiliki
istri, rumah, tanah persawahan atau perkebunan, kendaraan dan badik.
55
Badik ini memiliki simbol dalam penanda garis keturunan. Badik pusaka yang
milik pada suatu keluarga badik tersebut dapat diwariskan kepada anak-anak
keturunan dari keluarga tersebut. Di dalam tradisi masyarakat suku Bugis-
makassar itu badik pusaka itu biasanya diberikan kepada seorang anak laki-laki
yang tertua di dalam sebuah keluarga. Di dalam sebuah keluarga apabila semua
anaknya tersebut perempuan, maka didalam keluarga tersebut, badik pusaka
tersebut dapat diwariskan kepada menantu laki-lakinya.
Pewaris badik tersebut secara turun temurun dilakukan secara lisan, misalnya
seorang ayah tersebut cuklup mengatakan bahwa badik tersebut ini diwariskan
kepada seorang anak laki-laki tertua saja di dalam sebuah keluarga. Seseorang
yang telah diwariskan sebuah badik dia akan berusaha merawat badik yang
diterimanya tersebut dengan penuh hati-hati dan selalu mengikuti tradisi yang
berlaku di dalam lingkungan keluarganya tersebut. Biasanya itu seseorang yang
pewaris sebuah badik itu tidak mengetahui secara benar ataupun secara baik
mengenai asal-usul badik tersebut, sehingga itu semakin lama sejarah pusaka
tersebut maka semakin kabur dan bahkan akan timbul cerita-cerita mitos
mengenaik badik tersebut bagi seseorang yang tidak mengetahuinya.
Jadi yang saya ketahui itu makna badik juga memiliki makna simbolik
sebagai satus ataupun sebagai identitas dalam suatu keluarga terus
makna simbolik sebagai pelengkap busana itu untuk sebagai
memperindah pakaian yg dipakai (D.1./WW/Y/L/14/10/2020)
Benda pusaka berjenis badik tersebut yang memiliki makna simbolik sebagai
status. Maksudnya bahwa status seseorang itu dalam masyarakat suku Bugis-
Makassar tersebut dapat diketahui dari sebuah badik yang disandangnya. Bentuk
badik dan bahan-bahan yang digunakannya untuk elemen-elemen tersebut dapat
56
menggambarkan kemampuan finansialnya pada pemiliknya. Badik yang jenis raja
hanya boleh dipakai atau dimiliki oleh bangsawan saja. Bahkan tersebut badik
dengan pamor tertentu saja dibuat untuk seorang anak bangsawan yang akan
menikah, misalnya itu pamor gamacca.
Didalam benda pusaka badik juga memiliki makna simbolik sebagai aksesoris
pelengkap busana. Jadi badik yang digunakan sebagai pelengkap busana tersebut
harus memiliki tampilan yang menarik karena harus dilihat oleh banyak orang-
orang. Busana yang lengkap pada suku Bugis-Makassar yaitu dengan adanya
songko recca, jas tutup dan sarung sabbe, serta badik harus terselip di pinggang
kiri. Biasanya busana lengkap tersebut dipakai dalam sebuah acara-acara yang
resmi, misalnya sebuah acara pertemuan kebudayaan, pernikahan, serta upacara
adat lainnya.
Telah kita ketahui di Sulawesi Selatan itu pusaka yang berjenis badik ini
merupakan senjatan tajam yang telah menjadi turun temurun di Sulawesi Selatan
tersebut. Selain itu badik ini berfungsi bukan hanya sebagai senjata tajam tetapi
juga dapat dipergunakan untuk membela diri dan mempertahankan martabat
keluarga, dan yang lebih penting itu dikalangan Makassar itu bagi kaum adam
ataupun laki-laki sangat wajib untuk memiliki sebuah badik ini mengapa demikian
karena apabila kaum laki-laki ini tidak memiliki badik dianggap tidak ideal karena
tidak memiliki sebuah badik bagi masyarakat Makassar tersebut.
Katanya bagi Kaum laki-laki Bugis-Makassar yang telah dewasa tidak
dikatan ideal apabila tidak memiliki sebuah badik
(D.1/Observasi/05/10)
57
Badik ini saking pentingnya bagi masyarakat Sulawesi Selatan sehingga badik
ini biasa sering kaum laki-laki membawanya disaat bepergian jauh, nah maka dari
itu kaum laki-laki ini tidak ideal tanpa memiliki sebuah badik karena badik ini
sangat bermanfaat bagi kaum laki-laki. Telah diketahui badik ini suatu identitas
bagi kaum laki-laki di Sulawesi Selatan mengapa demikian, karena badik ini
bukan sembarangan benda tajam apa lagi badik ini merupakan suatu benda
budaya dari turun temurun dan pada zaman dahulu itu kemanapun pergi maka
badik ini tetap terselip dipinggang kaum laki-laki.
Adapun pendapat yang telah dikemukakan oleh narasumber atas nama
Marhaeni (54) tahun selaku sebagai kurator koleksi museum pada benda tajam
yaitu sebagai berikut:
begini badik itu kan adalah sebuah benda kebudayaan dan digunakan
sebagai mempertahankan martabat jadi kaum laki-laki itu tidak
sempurna kalau tidak memiliki sebuah badik karena badik ini merupak
benda budaya ataupun hasil budaya masyarakat Sulawesi Selatan
yang sangat-sangat sudah lama menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari kehidupan masyarakat khususnya kaum laki-laki. Badik ini sangat
penting sehingga kaum laki-laki tiadak akan sempurna tanpa memiliki
badik karena badik ini bagi laki-laki dapat digunakan untuk membela
diri, mempertahankan harga diri (siri’), dan kemanapun laki-laki ini
pergi pasti selalu terselip badik dipinggangnya
(D.4./WW/M/P/14/10/2020)
Kaum laki-laki dikatakan telah sempurnah apabila telah memiliki suatu benda
pusaka yang berjenis badik karena laki-laki harus lebih menjunjung tinggi sebuah
kehormatan dan harga diri yang paling penting yaitu dapat mempertahankan siri’
karena kaum laki-laki ini harus dapat terlihat keberaniannya, kejantanannya dan
kepahlawanan sebagai sesuatu yang baik dan layak dihormati.
58
b. Makna Motif Badik Bugis-Makassar
Didalam sebuah benda pusaka yang berjenis badik tersebut bukan hanya
badiknya saja yang memiliki makna simbolik tetapi juga memiliki simbol dalam
bentuk motif pamornya. di dalam sebuah estetika nusantara tersebut pasti selalu
berkaitan dengan nilai tontonan (keindahan) dan juga di dalam nilai tuntunan
(falasafah) dan dipengaruhi oleh sugesti alam. Motif pamor pada bilah badik
selain sebagai penghias pada bilahnya juga mengandung makna filosofih yang
dijadikan sebagai sebuah pedoman pada masyarakat suku Bugis-Makassar
tersebut.
Badik ini juga memiliki makna simbolik dalam bentuk motif pamor.
Mungkin disini pamorlah yang menjadi penentu sehingga badik ini
dikatakan mempunyai makna simbolik ini (D.1/Observasi/05/10)
Sebagaimana data observasi yang telah dipaparkan bahwa badik ini juga
mempunyai juga makna simbolik dalam bentuk pamor. Badik ini apabila
mempunyai pamor yang sangat indah dan cantik yang berada di sebuah badik
pasti badik ini akan diincar karena setiap pamor yang ada di badik itu memiliki
makna simbol yang berbeda-beda dan yang paling penting itu tergantung dari
pemakainya jangan hanya digunakan sebagai benda tajam untuk menikam saja
dan jangan hanya dipergunakan sebagai gaya-gayaan tetapi harus dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Adapun pendapat yang telah dikemukakan oleh narasumber atas nama Yusuf
(46) selaku sebagai seksi Konservasi pada benda tajam yaitu Badik sebagai
berikut:
Di dalam badik itu juga mempunyai makna simbol motif yaitu motif
tebba’ jampu merupakn simbol kekuatan, motif ma’daung ase yaitu
59
merupakan simbol kesuburan, motif sikado yaitu merupakan suatu
simbol untuk lamaran, dan motif mata tedong yaitu makna simbolnya
sifat sabar, pekerja keras dan patuh (D.1./WW/Y/L/14/10/200)
Motif Tebba’ Jampu itu sebuah motif pamor yang indah yang memiliki
berupa garis-garis tak beraturan. Tebba jampu tersebut itu sebuah simbol kekuatan
sebagaimana tersebut kuatnya kayu jambu tersebut. Mengapa Jadi bentuk-bentuk
pada jambu itu diterapkan dalam bentuk pamor badik karena batang jambu biji
tersebut memiliki sebuah karakter yang telah dampak pada sebuah kulitnya.
Kulitnya pun tersebut memiliki karakter khas yaitu bahwa apabila satu kulihatnya
tersebut lepas maka akan muncul lagi kulit yang barunya.
Motif Ma’daung ase itu motif berupa lapisan-lapisan suatu garis yang
memanjang bersusun dari suatu pangkal hingga ke ujung bilah. Motif daung ase
adalah merupakan suatu simbol kesuburan. Padi (ase) bagi masyarakat Bugis-
Makassar adalah merupakan simbol kehidupan dan kesejahteraan. Motif Sikado
itu sebuah motif berupa garis yang melengkung yang saling berhadapan. biasanya
badik ini digunakan yang berpamor sikado untuk pergi melakukan sebuah
lamaran dengan harapan agar lamarannya diterima.
Motif Mata Tedong artinya motif yang berbentuk spiral yang direpetisi dari
pangkal hingga ujung bilah. Tedong tersebut melambangkan sebuah kesabaran
dan keuletan dalam bekerja, serta simbol kesuburan. Dalam hal ini tersebut badik
yang bermotif mata tedong itu sebagai sennuangeng, makna simbolik yang
terkandung didalamnya yaitu pemilik badik tersebut diharapkan memiliki suatu
sifat yang sabar, yang dapat bekerja keras, dan juga dapat patuh terhadap semua
60
aturan atau panggadereng, baik itu sebagai suatu pemimpin dalam suatu keluarga
maupun sebagai orang yang dipimpin dalam masyarakat.
c. Makna Khusus Jenis Badik
Telah diketahui badik itu suatu benda pusaka Sulawesi Selatan peninggalan
nenek moyang yang secara turun temurun, pun sangat dipercaya bahwa badik
dapat mempengaruhi suatu kondisi, keadaan bagi orang-orang yang
menyimpannya ataupun yang memakainya. Selain itu, kembali lagi kepada diri
masing-masing bagaimana pun juga makna simbolik itu yang terkandung dalam
badik tergantung dari bagi suatu pemiliknya bagaimana cara menggunakan suatu
badik yang baik dan benar yang tidak dapat menimbulkan suatu keanehan
terhadap dirinya ataupun bagi orang lain.
Dan ternyata badik itu memiliki makna simbolik tersendiri atau
terkhusus seperti jenis badik Lompo Battang, badik Lagecong dan
badik Luwu (Lu’) itu masing-masing memiliki makna tersendiri dan
dari mana asal jenis-jenis badik tersebut dan siapa yang membuat
badik ini kedengaran aneh sih siapa yang menbuat tapi pasti memiliki
keistimewaan (D.1/Observasi/05/10)
Badik Lompo Battang itu ialah Badik Khas Suku Makassar, badik Lompo
Battang ini di percaya di dalam masyarakat bahwa badik ini di bawa langsung
oleh To Manurung yang artinya itu bahwa orang-orang yang dianggap turun dari
kayangan dan menjadi suatu cikal bakal raja-raja. Di dalam badik Lompo Battang
ini terdiri atas tiga bagian yaitu Hulu (gagang), Bilah (Besi), dan warangka
(swarung badik) yang berfungsi sebagai suatu pelengkap badik
Selain itu mengapa badik ini dikatan Lompok Battang karena badik ini
menyerupai seperti perut yang buncit, selain itu badik Lompo battang ini
bentuknya itu jika terlihat dari tampak depan itu sangat runcing itu dimaknai
61
bahwa badik Lompo Battang ini adalah badik yang mengajarkan pada manusia
untuk mencari suatu jalan disaat dalam keadaan yang sesat, dalam kebenaran dan
kebebasan makanya itu badik Lompo Battang ini mempunyai bentuk ujung yang
sangat runcing, fungsi badik ini yaitu sebagai suatu senjata tajam dan pembela
diri.
Adapun pendapat yang telah dikemukakan oleh narasumber atas nama Lenora
(55) tahun selaku sebagai analisis koleksi museum yaitu sebagai berikut:
kan sudah diketahui badik Lompo Battang si perut buncit itu yaitu
badik khas suku Makassar yang maknanya yaitu dapat mencari solusi
/jalan disaat dalam keadaan yang sesat, badik Gecong ini mempunyai
suatu makna bahwa jangan terlalu banyak cerita jika tidak terlalu
penting sedangkan badik Luwu (Lu’) mempunyai makna bahwa
mempunyai akhlak yang baik, tingkah laku baik dan selalu dapat
merendah (D.3./WW/L/P/14/10/2020)
Sebagaimana telah dipaparkan diatas tentang makna jenis badik Lompo
Battang dan badik/kawali Gecong ini mempunyai suatu bentuk leher yang agak
kecil dan mempunyai makna yaitu bahwa untuk tidak terlalu banyak cerita apabila
hal yang ingin dicerita tidak terlalu penting untuk disampaikan kepada orang lain,
dan perut badik ini yaitu perutnya itu agak lebar sedikit yang didepan yang dekat
dengan runcingnya yang menandakan bahwa apapun sesuatu yang ada didepan
atau di yang dihadapi haru dapat dilalui.
Badik/kawali gecong ini pada umumnya memiliki suatu bentuk leher
yang sedikit agak kecil dan perutnya itu agak sedikit lebar yang
mempunyai makna jangan terlalu banyak bicara jika tidak penting dan
apapun masalah yang dihadapi harus bisa dilalui secara baik-baik
dan selain itu badik Luwu memiliki bentuk bilahnya itu agak lurus
yang dapat menandakan bahwa terdapat sebuah tingkah laku yang
baik dan memiliki akhlak yang baik dan selalu bersifat merendah (D.2./WW/S/L/14/10/2020)
62
Sebagaimana hasil yang telah dipaparkan bahwa Selain badik Lagecong
adapun Badik Luwu ini mempunyai suatu makna bahwa jenis badik yang satu ini
mempunyai suatu bilah yang lurus yang mulai dari leher sampai keujung yang
runcingnya, yang bentuk bilahnya itu lah yang menandakan dan memiliki makna
bahwa kelurusan akhlak atau mempunyai akhlak yang sangat baik, mempunyai
suatu tingkah laku yang baik dan selalu merendah. Maka dari itu didalam suatu
budaya Luwu tersebut masyarakatnya itu ini diwajibkan mempunyai suatu sifat
yang terkandung dalam badik tersebut.
2. Fungsi Sosial Pusaka Tua Jenis Badik Di Museum La Galigo-Benteng
Rotterdam Kota Makassar
Badik pada masyarakat Sulawesi Selatan dianggap sebagai pelengkap hidup.
Artinya ini tanpa adanya badik kehidupan seseorang tidak akan sempurna. Badik
ini dianggap sebagai saudara yang harus dimiliki dan harus digunakan untuk
menggenapkan tulang rusuk kaum laki-laki, sehingga adanya badik ini manusia
atau masyarakat Sulawesi Selatan khususnya kaum laki-laki dianggap sempurna
dan tidak mudah mendapat suatu gangguan atau bahaya. Badik yang dianggap
baik atau cocok untuk digunakan, badik itu akan menimbulkan kepercayaan bagi
pemiliknya bahwa senjata tersebut memiliki kekuatan dan pengaruh yang dapat
mendatangkan keuntungan dan keselamatan, badik biasanya ini itu disimpan dan
akan berfungsi sebagai jimat (Purmawati, 1994:7).
Jenis-jenis badik ini juga katanya memiliki fungsi badik yang beragam
dan jenis badik ini juga digunakan hanya dalam keadaan yang
mendesak saja jadi jangan pernah bermain-main dengan badik dan
badik ini sangat penting bagi masyarakat Bugis-Makassar (D.1/Observasi/05/10)
63
Selain itu, badik menunjukkan pula keberanian seseorang yang digunakan
untuk membela diri atau mempertahankan diri. Jika memiliki sebuah badik berarti
seseorang tidak akan diremehkan. Maksudnya ini, menunjukkan bahwa budaya
memiliki dan menyimpan kedudukan yang sangat penting di dalam kalangan
masyarakat Sulawesi Selatan. Badik itu selain sangat penting bagi masyarakat
Sulawesi Selatan badik itu juga memiliki fungsi sosial yang sangat berfungsi
bagi masyarakat yatu badik dalam keluarga itu sangat penting dan bahkan sudah
dianggap sebagai saudara dan juga berfungsi sebagai kegiatan ekonomi dan
sebagai pembela diri.
Di masyarakat Bugis-Makssar itu pada umumnya itu setiap keluarga
harus dapat memiliki ataupun dapat menyimpan sebuah badik sebagai
suatu benda warisan yang sangat berharga karena badik ini
merupakan sebuah identitas dan sangat bermanfaat bagi yang
memilikinya (D.1./WW/Y/L/14/10)
Setelah itu badik yang cocok bagi pemiliknya dianggap dapat bermanfaat
bagi keluarga. Badik dapat pula digunakan sebagai pelengkap peralatan dalam
upacara-upacara keluarga. Badik juga ini dapat membantu dalam kegiatan
ekonomi maksud ini yaitu badik ini sangat bermanfaat untuk dapat meningkatkan
taraf ekonomi masyarakat, apa lagi kalau badik yang berpamor sangat dapat
mendatang rejeki, selain itu dapat juga digunakan dalam bertani seperti
menangkap ikan, berdagang, serta juga dapat digunakan dalam melakukan
upacara seperti upacara penaburan benih atau panen. Sedangkan yang ketiga itu
badik yang sebagai pembela diri maksudnya yaitu pada umumnya itu masyarakat
Sulawesi Selatan memiliki badik, karena apabila memiliki badik maka akan
menunjukkan keberanian seseorang. Selain itu, badik ini juga dapat menjaga
64
pemiliknya dari berbagai ancaman dan gangguan terutama pada makhluk halus
meskipun pada dasarnya badik itu merupaka suatu benda tajam yang sering
digunakan untuk membela diri ataupun bahkan dapat mempertahankan harga diri.
Badik ini hanya dapat digunakan dalam keadaan yang mendesak saja, dan yang
lebih pentingnya itu bagi kaum laki-laki yang tidak memiliki badik bukan laki-
laki namanya karena tiap laki-laki itu dianggap berani jika memiliki badik.
a. Badik Berfungsi Sebagai Pelindung Diri
Badik tersebut dapat didefinisikan bahwa Istilah badik itu bagi suku Bugis-
Makassar itu sebagai alat atau senjata tajam ataupun senjata perang pada zaman
kerajaan dahulu untuk dipakai pada saat melawan dari kerajaan lain atau untuk
musuh yang ingin merebut wilayah kerajaannya, dengan adanya menjungjung
tinggi siri yang telah menjadi suatu filisopi hidup nya bagi suatu suku Bugis-
Makassar pada umumnya itu. Badik ini secara fungsional itu pada saat zaman
dahulu hingga zaman sekarang ini merupakan alat atau suatu alat senjata khas dari
suku Bugis-Makassar yang dipakai untuk melindungi diri bagi pemiliknya dari
ancaman orang-orang yang ingin berbuat jahat atau juga dapat difungsikan
sebagai melindungi diri dari serangan-serangan binatang buas yang bisa-bisa
melukai disaat pemilik badik ini hendak bepergian dari suatu tempat ke tempat
lainnya. Makanya itu sering biasa masyarakat Sulawesi Selatan itu disaat
bepergian pasti menyelipkan suatu benda pusaka yang berjenis badik itu di
pinggang sebelah kirinya. Namun pada belakangan ini benda pusaka yang berjenis
badik ini sering dijuluki sebagai suatu benda senjata tajam untuk melakukan suatu
tindakan yang kriminal yang bisa banyak merugikan masyarakat.
65
Di dalam tradisi Bugis-Makassar itu badik ini merupakan suatu benda
yang sangat wajib diwasiatkan kepada kaum laki-laki untuk sebagai
pelindung diri (D.2/Observasi/05/10)
Badik ini sangat penting bagi kaum laki-laki yang sudah beranjak dewasa
karena jika telah sampai atau telah cukup umur dan sudah mampu untuk
mempertanggung jawabkan sebuah perbuatannya sendiri itu, karena di Sulawesi
Selatan itu khususnya Bugis-Makassar tidak akan dianggap sempurna sikaf
kelaki-lakiannya apabila belum mempunyai sutua benda pusaka yang berjenis
badik ini baik itu didapatkan dari pemberian kedua orang tuanya atau dari
keluarganya sendiri ataupun yang ia bisa buat sendiri itu tidak masalah yang
terpenting kaum laki-laki sudah mempunyai sebuah badik karena badik ini sangat
berharga bagi kaum laki-laki.
Adapun pendapat yang telah dikemukakan oleh narasumber atas nama Sunardi
(41) tahun selaku staf tata usaha museum pada benda tajam yaitu sebagai berikut:
begini apabila bepergian dan terus bawa badik toh bagi pemilik
badiknya ini tidak sembarangan juga badik ini dikasi keluar dari
sarungnya. Mengapa demikian yang menjadi dasar kesalahan yang
paling fatal itu jika seseorang membawa badik dengan maksud atau
tujuan untuk berbuat kerusuhan atau ingin menimbulkan masalah di
luar sana, tanpa adanya alasan yang jelas hal beginilah sangat
bertentangan dengan budaya dan bisa-bisa juga akan salah di mata
hukum (D.2./WW/S/L/14/10/2020)
Dari hasil wawancara diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa badik
dikatakan sebagai suatu fungsi pelindung diri karena badik tersebut sudah sejak
turun temurun dijadikan sebagai benda pusaka yang dapat melindungi diri dari
berbagai bahaya, selain itu badik juga dapat digunakan untuk dapat
menyelesaikan suatu masalah yang mengenai dengan persoalan harga diri dan
juga sebagai identitas. Selain itu sebenarnya badik itu dapat difungsi dngan baik
66
tergantung dari pemiliknya, badik itu juga sangat berharga bagi kaum laki-laki
karena apabila seseorang laki-laki tidak memiliki sebuah badik dapat dikatakan
bahwa laki-laki tidak akan sempurna sifatnya tanpa badik.
b. Badik Berfungsi Sebagai Identitas Budaya
Benda pusaka berjenis badik ini juga sangat dipandang sebagai salah satu
identitas budaya pada suku Bugis-Makassar tersebut yang sudah sejak lama
dimiliki atau ditemani sepanjang perjalanan hidup pada masyarakat Bugis-
Makassar tersebut. Makanya itu disetiap adanya acara-acara suatu budaya pada
suku Bugis-Makassar itu sering sekali itu orang-orang menyelipkan benda pusaka
yang berjenis badik itu, disaat mendatangi pada suatu acara-acara kebudayaan
baik itu acara kecil-kecilan maupun acara-acara yang berskala sangat besar. Badik
ini sudah sejak bertahun tahun atau sudah sejak ratusan tahun silam badik ini telah
menjadi suatu benda budaya yang berada di suku Bugis-Makassar ini sebagai
pelindung diri dari segi berbagai ancaman atau bahaya dan juga dapat sebagai
simbol atau sebagai identitas masyarakat Bugis-Makassar.
Badik ini juga di gunakan sebagai suatu fungsi identitas budaya
supaya orang-orang disekitar kita bisa mengetahui tanpa berbasa-
basi (D.2/Observasi/02/10)
Sebenarnya itu badik ini bukan hanya suku Bugi-Makassar saja yang
dijadikannya sebagai tanda identitas budayanya, namun banyak juga suku-suku
lainnya yang ada di Sulawesi Selatan yang menjadikan benda berjenis badik ini
sebagai suatu identitas budayanya seperti suku Luwu. Namun, dengan berbeda-
beda jenis badik. Badik Lompo Battang, badik jenis inilah yang sangat sering
dipakai oleh suku Makassar ini sebagai suatu identitas budayanya, makanya itu
67
badik jenis inilah yang sering kita jumpai atau ditemukan disaat ada acara
perayaan pesta budaya di dalam suku Bugis-Makassar.
Pada umumnya itu, badik ini sebagai pengenal satu sama lain. Badik
ini didalam budaya Sulawesi Selatan pada umumnya suku Bugis-
Makassar bukanlah suatu benda atau barang yang baru dikenal di
kalangan masyarakat Sulawesi Selatan ini toh, namun badik sudah
lama menjadi teman orang-orang suku Bugis-Makassar di dalam
menjalankan suatu kehidupannya dalam sehari-hari. Dan badik ini
juga telah menjadi sebagai identitasnya, badik itu bukan hanya
sebagai alat pelindung diri saja tetapi badik itu juga sebagai identitas
budaya seseorang (D.3./WW/L/P/14/10/2020)
Jadi mengapa badik dikatakan sebagai suatu fungsi identitas budaya karena
bagi yang memiliki badik ini disaat bepergian menghadiri suatu acara pesta
budaya dan selalu menyelipkan badik itu di pinggangnya tanpa sang pemilik
badik ini berbicara cukup badiknya saja yang berbicara mengenai identitas
budayanya.
c. Badik Berfungsi Sebagai Karya Seni
Telah diketahui bahwa di dalam pandangan Sulawesi Selatan pada suku
Bugis-Makassar badik itu tidak hanyak dipandang sebagai suatu filosofi hidup
yang mengandung ketegasan, kebijaksanaan dan kegunaan fisik saja. Tetapi badik
ini juga dianggap sebagai suatu karya seni hasil tangan pada manusia yang
biasanya dibuat oleh pandai besi atau padede bassi yang dengan menggunakan
suatu alat tradisional yang berupa tungku api yang sangat besar dengan
menggunakan bahan bakar arang untuk dapat memanaskan agar besi ini mudah
dibentuk menjadi badik.
Jadi jenis-jenis badik ini juga diakui sebagai suatu karya seni di Sulawesi Selatan karena badik ini sangat berarti dan juga dapat
dipamerankan (D.3/Observasi/05/10)
68
Badik itu dalam suku Bugis-Makassar mempunyai nilai seni yang tersendiri,
mengapa demikian karena bagi mereka yang sudah mengerti tentang pamor atau
motif dan tulisan yang terdapat di dalam bilah badik pasti mereka sudah tau
tentang seninya. Jadi ada bebeapa jenis pamor tersebut itu akan muncul
tersendirinya disaat besi itu mulai di tempa tergantung dari bahan dasarnya juga,
namun itu ada pula pamor yang biasa dibuat oleh pandai besi tersebut, umumnya
itu pamor yang muncul dengan sendiri biasanya memiliki nilai seni yang tinggi
dan harga yang jauh lebih tinggi atau mahal disaat dijual.
nah didalam badik itu ada berbagai bahan yang digunakan sebagai
suatu karya seni yaitu seperti pamor ini selain sebagai nilai seni badik
juga dapat dijadikan sebagai suatu ukuran untuk kecocokan untuk
sang pemiliknya begitu, badik ini sangat bermanfaat bagi kehidupan
suku Bugis-Makassar. Nah badik ini bukan hanya dilihat dari
pamornya saja tetapi bisa juga dilihat dari motifnya misalnya, terbuat
dari pamor sukku’ (cukup). Nah bagi pemiliknya selain dia telah
mengoleksi benda karya seni dia juga sangat beruntung karena bagus
untuk rezekinya juga apalagi buat para pebisnis
(D.1./WW/Y/L/14/10/2020)
Kita telah mengetahui bahwa Sulawesi selatan itu adalah kampung yang
berbagai macam suku seperti dimakassar telah dikenal bahwa masyarakat-
masyarakat dikenal sebagai yang berjiwa karakter yang keras, dan dengan
menjunjung tinggi suatu kehormatan. Dan bila perlu demi mempertahankan
sebuah kehormatan mereka bersedia melalukan tindakan kekerasan. Namun
demikian, dibalik sifat kekerasan tersebut juga dapat dikenal sebagai orang yang
sangat ramah dan sangat menghargai orang lain serta sangat tinggi rasa kesetia
kawanannya. Nah badik ini merupakan salah satu warisan turun temurun nenek
moyang mereka sehingga badik ini dapat berfungsi.
69
Jadi badik itu selain dari kita lihat pamor nilai seni badik juga itu biasa kita
dapat lihat dari gagang dan sarungnya badik yang biasanya terbuat dari sebuah
tanduk, tulang maupun terbuat dari kayu. Biasanya itu sarung badik dihiasi-hiasi
dengan ukiran-ukiran yang tertentu agar lebih terlihat seninya dan juga menarik
disaat dipandang oleh masyarakat meskipun ada masyarakat yang tidak atau
belum mengerti tentang makna pada pamor badik tersebut.
B. Pembahasan
1. Makna simbolik yang terkandung dalam pusaka tua jenis badik di
benteng rotterdam kota makassar
Badik ini merupakan salah satu dari jenis benda hasil daru suatu proses
kegiatan teknologi yang merupakan suatu perwujudan dari kebudayaan materil
pada masyarakat Sulawesi Selatan yang mengandung nilai dan makna tertentu.
Selain itu badik ini juga sangat dipercaya bahwa badik ini dapat mempengaruhi
suatu kondisi, keadaan bagi orang-orang yang menyimpannya ataupun yang
memakainya. Makna utama simbolik badik itu yaitu sebagai suatu alat yang di
pakai sebagai suatu alat persenjataan bagi Bugis Makassar dalam
mempertahankan suatu harga dirinya dan dapat pula digunakan untuk
perlindungan dirinya.
a. Makna Umum
Di dalam makna simbolik terdapat beberapa makna simbolik yaitu simbol
badik dalam kedewasaan bahwa apabila seorang laki-laki telah beranjak dewasa
apabila tidak memiliki badik tidak dikatan laki-laki ideal, makna simbolik dalam
keturunan yaitu bahwa badik yang dimiliki keluarga dapat diwariskan kepada
anak-anak keturunannya saja, makna simbolik dala status artinya status seseorang
70
tersebut dapat diketahui hanya dengan melihat jenis badiknya sedangkan makna
simbolik sebagai aksesoris busana artinya itu bahwa badik ini merupakan suatu
pelengkap terutama misalnya dalam acara perkawinan.
b. Makna Motif Pamor Badik Bugis-Makassar
Di dalam makna motif badik juga terdapat beberapa bagian yaitu motif tebba’
jampu yang merupakan motif pamor yang sangat indah yang memiliki berupa
garis yang tak beraturan seperti kayu pohon jambu yang merupakan sebuah
simbol kesuburan, motif ma’daung ase merupakan suatu sebuah motif berupa
garis yang melengkung yang saling berhadapan yang bermakna sebagai simbol
dipakai disaat melakukan lamaran sedangkan motif mata tedong merupakan
bentuk spiral yang direpetisi dari pangkal hingga ujung bilah.
c. Makna Khusus
Makna simbolik jenis badik Bugis-Makassar terdapat tiga jenis yaitu badik
Lompo Battang yaitu badik khas suku Makassar, badik Lompo Battang ini
dipercaya karena dapat membawa keberuntungan yang berfungsi sebagai senjata
tajam dan pembela diri, badik Gecong ini mempunyai suatu bentuk leher yang
agak kecil dan mempunyai makna bahwa jangan terlalu banyak bicara jika tidak
terlalu penting, sedangkan badik Luwu (Lu’) yaitu bahwa badik ini mempunyai
bilah yang lurus yang mulai dari leher sampai keujung yang runcingnya yang
bermakna bahwa mempunyai akhlak yang baik dan tingkah laku baik serta selalu
dapat merendah.
Interaksionalisme Simbolik dalam konteks penelitian kali ini yang
dipopulerkan George Herbert Mead (dalam Wirawan, 2011:114) yaitu Interaksi
71
Simbolik Sebagai sesuatu segala hal yang saling berhubungan dengan
pembentukan suatu makna dari suatu benda atau lambang ataupun simbol, baik itu
benda mati, maupun suatu benda hidup, yang melalui suatu proses pada
komunikasi baik secara sebagai suatu pesan verbal maupun secara non verbal, dan
tujuan pada akhirnya adalah untuk suatu memaknai lambang atau suatu simbol
tersebut berdasarkan suatu kesepakatan yang bersama dan yang berlaku di suatu
wilayah atau di kalangan kelompok komunitas masyarat tertentu.
Dalam teori ini penulis dapat mengaitkan bahwa Jadi sejalan denga teori
Interaksi Simbolik Sama halnya dengan masyarakat Sulawesi Selatan khususnya
Bugis-Makassar itu bahwa benda pusaka jenis badik dapat berinteraksi dengan
manusia karena badik ini mengandung nilai dan makna yang tertentu, oleh karena
itu badik ini dapat mempengaruhi kondiisi bagi pemiliknya. Sebagaimana halnya
bahwa badik ini dapat mengemukakan atau dapat memberikan jawaban terhadap
orang lain dan juga dapat dilihat dari segi fungsinya tanpa sang pemilik badik ini
berbicara bahwa pemilik badik ini adalah seseorang yang berasal dari mana,
karena disaat pemilik badik ini membawa atau menyelipkan badik di pinggangnya
disaat pergi di suatu pesta atau tempat yang banyak orang-orang cukup badik yang
menjadi suatu proses interaksi karena disaat orang-orang telah melihat badik yang
dibawanya pasti orang-orang tersebut sudah mengetahui pemilik badik itu berasal
dari mana. Jadi secara perlahan orang-orang akan mengetahui identitas kita
dengan hanya melihat badik karena badik ini merupakan suatu simbol interaksi di
Sulawesi Selatan ini kepada orang lain tanpa pemiliknya berkutip.
72
Jadi nilai-nilai budaya yang terkandung dalam sebuah badik itu yaitu nilai
budaya siri’/ harga diri, Sipakatau/saling menghargai dan
pacce/passe/perikemanusiaan karena badik ini merupakan suatu identitas budaya.
Bagi masyarakat Bugis-Makassar khususnya bagi kaum laki-laki apabila tidak
memiliki badik mereka tidak dikatan ideal karena badik ini adalah salah satu
identitas penahan rasa malu. Apabila disaat bepergian untuk mengikuti acara
budaya dan selalu menyelipkan badik di pingga dan apabila pas ditempat acara
ada sesuatu kejadian yang ingin mempermalukan kita cukup badik yang
bertindak. Selain itu, badik ini menunjukkan pula keberanian seseorang yang
digunakan untuk membela diri atau mempertahan diri, jika memiliki sebuah badik
berarti seseorang tidak akan diremehkan. Dan masyarakat suku Bugis-Makassar
itu juga mempunyai sifat yang saling menghargai satu sama lain dan
berperikemanusiaan karena disaat ada masalah mereka menyelesaikan dengan
baik-baik dan juga selalu saling menghormati.
2. Fungsi Sosial Pusaka Tua Jenis Badik Di Museum La Galigo-Benteng
Rotterdam Kota Makassar
Badik pada masyarakat Sulawesi Selatan dianggap sebagai suatu pelengkap
hidup. Yang artinya tanpa adanya badik kehidupan seseorang tidak akan
sempurna. Badik ini dianggap sebagai saudara yang harus dimiliki dan harus
digunakan untuk menggenapkan tulang rusuk kaum laki-laki, sehingga adanya
badik ini manusia atau masyarakat Sulawesi Selatan khususnya kaum laki-laki
dianggap sempurna dan tidak mudah mendapat suatu gangguan atau bahaya.
73
a. Badik Berfungsi Sebagai Pelindung Diri
Fungsi Sosial badik itu terbagi menjadi beberapa bagian yaitu badik berfungsi
sebagai pelindung diri karena badik sudah sejak turun temurun dijadikan sebagai
benda pusaka yang dapat melindungi diri dari bahaya.
b. Badik Berfungsi Sebagai Identitas Budaya
fungsi sebagai identitas budaya artinya bahwa jika seseorang bepergian
menghadiri suatu acara budaya dan tak lupa pula menyelipkan badik
dipinggangnya dan tanpa sang pemilik badik tersebut berkutip cukup badik ini
yang menjadi saksi mengenai identitas budaya bagi sang pemiliknya.
c. Fungsi Badik Sebagai Karya Seni
Fungsi badik sebagai karya seni yaitu bahwa badik ini ada berbagai bahan yang
digunakan sebagai suatu karya seni yaitu seperti pamornya, pamor ini selain
sebagai nilai seni badik juga dapat dijadikan sebagai suatu ukuran untuk
kecocokan sang pemiliknya .
Dilihat dari penelitian ini, peneliti ini telah menemukan adanya suatu kesamaan
terhadap peneliti terdahulu yang telah dilakukan yaitu diantara Ruwaidah (2018),
Heri Sandi (2018), meskipun ada berbagai suatu objek pada penelitiannya yang
berbeda dimana makna simbolik pusaka tua jenis badik ini sebagai suatu simbol
kedewasaa, dalam keturunan, sebagai status dan sebagai pelengkap suatu
aksesoris busana dan makna dalam bentuk motif. Dari kesamaan tersebut peneliti
dapat menyimpulkan bahwa badik itu merupakan suatu benda pusaka dari budaya
Sulawesi Selatan pada Bugis-Makassar yang dapat digunakan sebagai senjata
tajam, pelindung diri dan juga dapat mendatangkan nasib baik dan dapat
74
memperlancar bisnis dan selain itu juga dapat membantu para petani untuk
mendapatkan hasil panennya dari tanamannya yang memuaskan bagi pemiliknya.
75
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya
yaitu mengenai Makna Simbolik Pusaka tua jenis Badik di Museum La Galigo-
Benteng Rotterdam Kota Makassar, maka penulis dapat menyimpulkan suatu
hasil dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Badik adalah benda pusaka dari kebudayaan nenek moyang yang sudak sejak
lama menjadi suatu benda yang turun-temurun. Selain dari itu badik dapat
dipercaya bahwa badik dapat mempengaruhi suatu kondisi, keadaan bagi
orang-orang yang menyimpannya ataupun bagi sang pemiliknya. Selain itu
badik juga ini sangat terkenal dan banyak orang yang menggunakannya. Badik
yang dimaksud yaitu badik Lompo Battang, badik Gecong dan badik Luwu
(Lu’). Makna simbolik pusaka tua jenis badik yaitu makna simbol dalam
kedewasaan yaitu sosok laki-laki yang ideal itu yaitu mereka yang sudah dapat
menyelipkan badik dipinggangnya, simbol badik dalam keturunan yaitu badik
pusaka yang dimiliki oleh suatu keluarga tersebut dapat diwariskan kepada
anak-anak keturunan dari keluarga, simbol badik sebagai status yaitu status
seseorang tersebut dapat diketahui dari sebuah jenis badik yang disandangnya
tersebut, simbol badik dalam alat peraga yaitu disetiap melakukan peperangan
harus melakukan sumpa setia terlebih dahulu sebelum badik tersebut dibawa
dan simbol badik sebagai aksesoris busana maksudnya yaitu jadi badik yang
digunakan dalam pelengkap busana tersebut yaitu badik yang memiliki
76
tampilan yang menarik dilihat orang-orang lain. Selain itu badik ini juga
memiliki makna dalam bentuk pamor yaitu Simbol badik dalam bentuk pamor
yaitu motf tebba jampu’ yaitu merupakan sebuah simbol kekuatan, motif
ma’daung ase artinya simbol kesuburan, motif sikadoi’ artinya, digunakan
saat melakukan sebuah lamaran , dan motif mata tedong artinya motif yang
berbentuk spiral yang direpetisi dari pangkal hingga ujung bilah merupakan
pemilik badik ini memiliki sifat yang sabar.
2. Fungsi sosial badik yaitu sebagai pelindung diri dari berbagai macam bahaya
yang dihadapi dan juga dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah
yang mengenai persoalan harga diri, berfungsi sebagai identitas budaya karena
bagi yang memiliki badik ini disaat bepergian menghadiri suatu acara, pemilik
badik ini tanpa berkutip apa-apa orang pasti sudah tau dengan hanya melihat
badik tersebut, berfungsi sebagai karya seni karena merupakan suatu benda
yang terbuat dari tangan manusia dengan menggunakan alat tradisional dan
berfungsi sebagai suatu identitas bagi kaum laki-laki suku Bugis-Makassar
untuk menjaga harga diri.
B. Saran
Berdasarkan suatu hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa saran
untuk dapat memberikan sebuah masukan terhadap makna simbolik badik pada
badik Lompo Battang, badik Gecong dan badik Luwu (Lu’) di Museum La
galigo-Benteng Rotterdam Kota Makassar.
1. Dapat menjaga dan melestarikan suatu benda pusaka yang berjenis badik
tersebut yang berada di Museum La Galigo-Benteng Rotterdam maupun badik
77
yang dimiliki sendiri. Dan selalu dapat menyakini bahwa didalam sebuah
badik itu memiliki kekuatan hanya dari Allah saja yang hanya saja jalannya itu
melalui sebuah badik.
2. Untuk masyarakat-masyarakat sebaiknya itu tidak memberikan suatu label
yang cukup negatif terhadapa sebuah benda pusaka yang berjenis badik ini
karena badik ini bukan hanya digunakan untuk sebuah pertarungan atau
perkelahian semata.
3. Diharpkan kepada staf dan penaggungjawab atas badik di Museum La Galigi-
Benteng Rotterdam untuk lebih memperhatikan lagi benda pusaka yang
berjenis badik tersebut supaya badik tersebut selalu terlihat lebih indah dan
bersih terlihat.
4. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti tentang suatu penelitian
Makna Simbolik Pusaka Tua Jenis Badik di berbagai Museum yang
mengoleksi badik baik itu di kota-kota ataupun di daerah-daerah yang sangat
terpencil tetapi dikenal dengan adanya badik supaya dapat dibandingkan
dengan peneliti sebelumnya.
78
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal. (2015). Metode Penelitian Kualitatif: Upaya mendukung Penggunaan
Penelitian Kualitati fdalam Berbagai Disiplin Ilmu . Jakarta: Rajawali
Pers
Basrowi. 2003. Pengantar Sosiologi. Bogor: Galia Indonesia.
Anwar, Desi. 2015. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Amelia.
Budiono, Herusatoto. 2001. Simbolisme dalam budaya jawa. Yogyakarta:
Hanindita Graha Widia.
Suriasni, 1993. Badik Sulawesi Selatan. Makassar: Proyem Permuseuman
Sulawesi Selatan.
Rahmantyo, Decky. 2015. Makna Simbolik Keris Koleksi Museum Negeri
Sonobudoyo Yogyakarta. Skripsi SI. Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Elly M Setiada, Dkk. (2016). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Prenadamedia
Group.
Faisal Ramadhan Syah Pusadan. 2018. Makna Badik Pada Remaja Di kabupaten
Gowa: UIT
Faridatul Wasimah. 2012. Makna Simbol Tradisi Mudu Lemah, (Skripsi. UINSA)
George Ritzer, dan Douglas J Goodman. 2007. Teori Sosiologi Moderen. Jakarta.
Kencana.
Guawan, Imam. (2013).Metode Penilitian Kualitatif. Jakarta: PT. Bumi Aksar.
George harbert Mead (1863-1931). 1996. Symbolic Interactionism. Univercity of
california press.
Iswanto. 2008. Selayang Pandang Sulawesi Selatan. Klaten: PT. Intan Pertiwara
Kristanto, V. H. (2018). Metodologi Penelitian Pedoman Penulisan Karya Tulis
Ilmiah (KTI). Yogyakarta: CV Budi Utama.
Mappasahi, Zulkarnaim. (2017). Proses Pembuatan Badik/Kawali Senjata
Tradisional Di Desa Gunung Perak Kecamata Sinjai Barat Kabupaten
Sinjai. Skripsi S1. Universitas Negeri Makassar.
79
Martono, N. (2012). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Astutu, Murni. (2013). Pergeseran Makna dan Fungsi Keris Bagi Masyarakat
Jawa. Skripsi (SI). Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Nina Siti Salmaniah Siregar (2011), Mengkaji Tentang Interaksionisme Simbolik.
Medan. Jurnal Interaksionisme Simbolik.
Purmawati, dkk. (1993). Badik Sulawesi Selatan. Makassar: Proyek Pembinaan
Museum Sulawesi Selatan.
Ritzer Goerge, Goodman J. Douglas. (2010). Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Kencana Pernada Media Group.
Ruwaidah. (2018). Makna Badik Bagi Masyarakat Suku Bugis Di Kelurahan
Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir. Jurnal
Makna Badik. Jambi.
Sandi, Heri. (2018). Eksistensi Badik Dalam Kepercayaan Masyarakat Bugis Di
Desa Sanglar Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi
Riau. Skripsi S1. Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin.
Jambi
Setiadi, Elly Dan Kolip, Usman. (2013). Pengantar Sosiologi Politik.Jakarta :
Kencana.
Soekanto, Soerjono. (2013). Pengantar Suatu Sosiologi. Jakarta: Rajawali Press
Sugiyono.(2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung :
Alfabeta.
Syarif, Erman, dkk. 2016. Integrasi Nilai Budaya Etnis Bugis Makssar. Jurnal
Teori dan Prakisis Pembelajaran. Vol 1 No 1.
Wirawan. (2012). Teori-Teori Sosial dalam Tiga Pradigma. Jakarta: kencana.
Yusuf, A. M. (2014). Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian Gabungan. Jakarta:
Kencana.
103
RIWAYAT HIDUP
Rosdawia, Dilahirkan di Polo Pantai Kabupaten Mamuju
Tengah pada tanggal 03 Maret 1998, anak keempat dari delapan
bersaudara, dari pasangan Enrurung dan Rusni. Penulis
memulai pendidikan di SD Negeri Polo Pantai pada tahun 2004
dan tamat pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan ke SMP Negeri 3 Budong-Budong dan tamat pada tahun 2013. Dan
penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Karossa dan tamat pada tahun
2016. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya di
Universitas Muhammadiyah Makassar Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan
pada program studi pendidikan Sosiologi dan selesai pada tahun 2020 dengan
gelar sarjana pendidikan (S.Pd).
Penulis sangat bersyukur karena berkat kesempatan yang diberikan oleh
Allah S.W.T penulis bisa menimbah ilmu dan mendapatkan gelar sarjana, penulis
berharap ilmu yang selama ini di dapatkannya dapat berguna bagi dirinya ,
keluarga serta orang lain.