31
Makalah Studi Otentisitas dan Makna Hadits Dosen Pengampu : Dr. H. Hamim Ilyas, MA Oleh: Maksum Konsentrasi Ekonomi Islam PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER STUDI ISLAM

Studi Otentitas dan Makna Hadits

Embed Size (px)

Citation preview

Makalah

Studi Otentisitas dan Makna Hadits

Dosen Pengampu : Dr. H. Hamim Ilyas, MA

Oleh:

Maksum

Konsentrasi Ekonomi Islam

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER STUDI ISLAM

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2014

2

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

1. Pendahuluan

Dalam studi Islam, Al-Quran dan Hadits

menjadi sumber utama hukum Islam. Al Quran

merupakan firman Allah sebagai petunjuk umat

manusia, sedangkan hadits berasal dari Rasulullah

SAW menjadi penjelas Al Quran. Kodifikasi Al Quran

dimulai pada masa Abu Bakar dan disempurnakan pada

masa Utsman sehingga jadilah mushaf Utsmani yang

dipakai umat Islam saat ini. Dalam sejarahnya,

kodifikasi Al Quran tidak mengalami banyak

permasalahan karena Allah sendiri sudah berjanji

menjaganya sebagaimana dalam firmannya

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS: Al

Hijr 9).

Sedangkan dalam kodifikasi hadits, terdapat

perbedaan apakah Allah dalam ayat diatas juga

memasukkan hadits atau hanya Al Quran saja.

Rasulullah sendiri dalam haditsnya berkata,

“Jangan menulis apapun dariku kecuali Al Qur’an”,

(HR. Ahmad).1 Hal ini tentu akan sangat

menyulitkan dalam pengambilan hadits sebagai

sumber hukum mengingat nabi sendiri melarangnya.

Akan tetapi dalam perkembangan hadits pada masa

1 Ahmad bin Hanbal Abu Abdullah al-Syaibani, Musnad Al-ImamAhmad bin Hanbal, “Bab Musnad Abi Sa’ied al-Khudri”, (Kairo: YayasanCordoba, t.t.), hlm. 12.

3

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

berikutnya maka dikumpulkan hadits-hadis untuk

mencegah beredarnya hadits-hadits palsu. Munculnya

hadits-hadits palsu tidak bisa lepas dari historis

pada masa setelah Rasulullah meninggal seperti

munculnya nabi-nabi palsu, paham-paham sesat,

pembangkangan daerah-daerah, serta ketidakpuasan

beberapa kelompok terhadap khulafaurrasyidin dan

gejala politik lainnya. Masa ini berlangsung

selama kurang lebih satu abad sehingga hadits

banyak mengalami distorsi, modifikasi dan

pemalsuan. Oleh karena itulah studi otentisitas

hadits dibuat untuk mempelajari hadits sehingga

dapat diketahui hadits yang bersambung dari

Rasulullah maupun hadits palsu yang telah beredar

di umat muslim.

Hadits yang diambil dalam tulisan ini adalah

hadits tentang larangan dua jual beli sekaligus

dalam satu jual beli yang diriwayatkan oleh Abu

Hurairah. Dewasa ini akad-akad yang dipakai dalam

perbankan syariah banyak menggunakan lebih dari

satu akad dalam sebuah transaksi. Apakah hadits

ini memiliki kualiitasnya dhaif sehingga bisa

diabaikan sebagai hujjah? Tulisan ini mencoba

untuk melakukan studi otentisitas dan studi makna

sehingga didapatkan kejelasan tentang status

hadits tersebut.

4

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

2. Hadits yang Diteliti

Hadits yang menjadi pembahasan dari tugas ini

adalah:

عة� ي� ي� ب� ف� ن� ي� عت� ي� ن� ب� م ع� ل ة وس� لي� ي اهلل ع� ل ص� ول اهلل هي رس� ن��Artinya:“Nabi SAW melarang pembelian ganda pada satu

transaksi pembelian”

Dengan menggunakan sebagian kata dari matan

yaitu ة� ع,,,,,,,,,,, ي� ي� ب� ف� ن� ي� عت� ي� hadits ب� tersebut ada dalam Sunan

Nasa’i yaitu sebagai berikut: 2

ا ت� ب/. د وا ح� ال� ي ق�� ن� مث6 ن� ال� د ب�: م ح م وم� ي� راه� :Aب Cن� ا وب: ب�: عق� لي وي�� ن� ع� مرو ب�: ا ع� ن/� ر ب: خ� Qارة� �Aب ر ى ه� ب/: Qن� ا لمة� ع� و س� :Aب Qا ا ت� ب/. د ال ح� مرو ق�� ن� ع� د ب�: م ح ا م� ت� ب/. د ال ح� د ق�� عت� ن� س� ي ب�: ن� ح ي��

عة� ي� ي ب� ف� ن� ي� عت� ي� ن� ب� ة وس�لم- ع� -ص�لي ال�لة ع�لي� ول اهلل هي رس� ال ن�� .ق��

Demikian juga ditemukan dalam Musnad Ahmad

bin Hanbal 3 sebagai berikut:

2 Abu Abdurrahman Ahmad bin Syuaib bin ‘Ali al-Khurasani al-Nasa’i, Sunan An-Nasa’i, “Bab Baiataini fi Baiah”, (Mesir: KementrianWakaf Mesir, t.t.), hlm. 313.

3 Ahmad bin Hanbal Abu Abdullah al-Syaibani, Musnad Al-ImamAhmad bin Hanbal, “Bab Musnad Abi Hurairah RA”, (Kairo: YayasanCordoba, t.t.), hlm. 432.

5

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

ن� ع�مرو ا م�حمد ب�: ت� ال ب�. طان� ق�� د ال�ق� ي ب�:ن� س�عت� حن� ا ي�� ت� ى� ب�. ب/: Qي� ا cن د ال�لة ح�دب�6 ا ع�ت: ت� ح�دب�.ة و هي رس�ول ال�لة ص�لي ال�لة ع�لي� ال : ن�� ب�Aرة� ق�� ى� ه�ر ب/: Qن� ا�لمة� ع�و س ب�: Qا ا ت� ال ب�. ق��

وب: ي� ب�6 ح�دك�م ال�صماء ف� Qت�مل ا ن� ان� ي��ش6 ي� شت� عة� وع�ن� ل�ب: ي� ي� ب� ن� ف� ي� عت� ي� س�لم ع�ن� ب�

ء ي� يrن� ال�سماء ش6 ة وب�: ي� rث س ب� وب: ل�ب� ث6 ي� ب�: ن: حت� و ي�� Qد ا�واح

Dalam Sunan Tirmidzi4 hadits ini berbunyi:

ن� لمة� ع� ى س� ب/: Qن� ا مرو ع� ع� ن� د ب�: م ح ن� م� مان� ع� لت� ن� س� دة� ب�: ت: ا ع� ت� ب/. د اد ح� ت� ا ه� ت� ب/. د ح� عة� ي� ي ب� ف� ن� ي� عت� ي� ن� ب� ة وس�لم- ع� -ص�لي ال�لة ع�لي� ول اهلل هي رس� ال ن�� رة� ق�� �Aب ر ى ه� ب/: Qا

Dan dalam Shohih Ibnu Hibban5 yaitu:

4 Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, “Bab Ma Jaa’aFi Nahyi ‘an Baiataini bi Baiah”, (Mesir: Situs Kementerian WakafMesir, t.t), hlm. 137.

5 Muhammad bin Hibban, Shahih Ibnu Hibban bi Tartiibi Ibnu Balban, “Babal-Bai’u al-Munhi ‘Anhu”, (Beirut: Yayasan Ar-Risalah,1993M/1414H), hlm. 347.

6

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

ال : م ق�� بA:راه�ي� Cن� ا س�حاق� ب�: Cا ا ت� ال : ح�دب�. دي� ق�� ر� Qحمد الأ�ن� م د ال�لة ب�: ا ع�ت: رن�� ب: خ� Qاو س�لمة� ع�ن� ب�: Qا ا ت� ال : ح�دب�. ن� ع�مرو ق�� ا م�حمد ب�: ت� ال : ح�دب�. مان� ق�� ن� س�لت� دة� ب�: ا ع�ت: رن�� ب: خ� Qا

ي� ن� ف� ي� عت� ي� هي ع�ن� ب� ة ن�� ن�� Qلم ا�ة و س ب�Aرة� : ع�ن� رس�ول ال�لة ص�لي ال�لة ع�لي� ى� ه�ر ب/: Qا

عة� ي� ب�

Dalam Sunan Abu Dawud6 sebagai berikut:

ى ب/: Qن� ا مرو ع� ع� ن� د ب�: م ح ن� م� ا ع� �Aن ر ك� ر� ن� ي ب�: ن� ح ن� ي�� ة� ع� ي: rث ى س�6 ب/: Qن� ا ر ب�: ك و ن�: :Aب Qا ا ت� ب/. د ح�اع ن� ن�: ة وس�لم- »م� ي -ص�لي ال�لة ع�لي� ن: ال ال�ث� ال ق�� رة� ق�� �Aب ر ى ه� ب/: Qن� ا لمة� ع� س�

عة� ي� ي ب� ف� ن� ي� عت� ي� اب� ن/: و ال�ر Qسهما ا وك� Qلة ا .« ق��

Dalam Al-Muwattha’7 sebagai berikut:

6 Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi Abu Dawud, Sunan Abu Dawud,“Bab Fii Man Ba’ah Baiataini fi Baiah”, (Mesir: Situs KementerianWakaf Mesir, t.t), hlm. 283.

7 Malik bin Anas Ibnu Malik, Muwattha’ Malik, “Bab an-Nahyi ‘anBaiataini fi Baiah”, (Mesir: Situs Kementerian Wakaf Mesir, t.t),hlm. 346.

7

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

ة وس�لم- -ص�لي ال�لة ع�لي� ول اهلل ن� رس� Qة. ا لع� ة ن� ن/� Qك� ا ال� ن� م� ي ع� ن� ح ي ي�� cن ب�6 د ح� عة� ي� ي ب� ف� ن� ي� عت� ي� ن� ب� هي ع� ن��

Secara umum hadits ini bersumber dari Abu

Hurairah seperti dalam tabel berikut:

Nabi Muhammad SAWAbu Hurairah Abu Salamah

Muhammad bin Amr

Yahya bin Said Abdah binSulaiman

Yahya binZakariya

Umar binAli, Ya’kub

binIbrahim,Muhammad

binMutsanna

Abi Hanad Ishaq binIbrahim

Abu bakarbin AbuSyaibah

Nasa’iAhmadbin

Hanbal

Timidzi

Abdullahbin

Muhammadal Azdi

Abu Dawud

IbnuHibban

Sedangkan urutan sanad dan periwayat hadits

dari An-Nasa’i tentang larangan dua akad sekaligus

dalam satu objek sebagai berikut:

No Nama Periwayat Status Metode Status

8

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

Dalam

Periwayata

n

Periwayata

nPerawi

1. An-Nasa’i

Mukharij/

periwayat

terakhir

Akhbaran

a

Imam

hadits

2.

Amr bin ‘Ali,

Ya’kub bin

Ibrahim dan

Muhammad bin

Mutsanni

Sanad ke-

1/periway

at ke-5

Haddatsa

natsiqah

3.Yahya bin

Sa’ied

Sanad ke-

2/periway

at ke-4

Haddatsa

natsiqah

4.Muhammad bin

Amr

Sanad ke-

3/periway

at ke-3

Haddatsa

na

Jujur

terkadang

salah

ص�دوق� لة)وه�ام Qا)

5. Abu Salamah

Sanad ke-

4/periway

at ke-2

Haddatsa

natsiqah

6. Abu Hurairah

Sanad ke-

5/periway

at ke-1

‘An

sahabat

Rasulull

ah SAW

9

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

3. Kritik Sanad Hadits

Kritik Sanad hadits adalah penyeleksian

hadits dalam aspek sanadnya sehingga lahir istilah

sahih al-isnad dan dha’if al-isnad. Sahih al-isnad adalah

hadits yang perawinya sohih, kebersambungan sanad,

terbebas dari keraguan (syadz) dan cacat (‘illat).

Sedangkan dha’if al-isnad adalah salah satu atau

beberapa jajaran periwayatannya berkualias dha’if

atau bisa jadi karena tidak memenuhi kriteria

kesahihan isinya. Urgensi dari kritik sanad hadits

adalah bahwa kritik matan hadits dapat dilakukan

setelah kritik sanad selesai dilakukan, karena

sebuah matan hadits tidak pernah dinyaakan sebagai

berasal dari Rasulullah jika tanpa disertai

sanad.8 Dari hadits diatas maka didapat riwayat

perawi sebagai berikut:9

a. Abu Hurairah ( ... – 57 H)

Nama Aslinya adalah Abdurrahman bin Shakhr

Al-Azdi ( دي� د� Qخ�ر الأ ن� ص,,,,� دال�رح�من� ب�: lahir 598 – wafat (ع�ت,,,,:678 M dan berasal dari kabilah Bani Daus dari

Yaman. lebih dikenal dengan panggilan Abu8 Umi Sumbulah, Kritik Hadits; Pendekatan Historis

Metodologis, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 27-31.9 Semua keterangan tentang riwayat para perawi dalam tulisan

ini penulis dapatkan di website http://library.islamweb.net.Sebuah situs yang beralamat di Doha, Qatar. Islamweb adalah sebuahsitus dakwah, berhaluan Ahlus sunnah wal Jama’ah. Dikelola olehbeberapa Akademisi yang sudah mendapatkan syahadat syar’iyyah dibidang masing-masing.

10

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

Hurairah (bahasa Arab: رة��Aب و ه�ر ب�: Qا), adalah seorangSahabat Nabi yang terkenal dan merupakan

periwayat hadits yang paling banyak

disebutkan dalam isnad-nya oleh kaum Islam

Sunni. Ibnu Hajar al-Asqolani mengatakan

bahwa Abu Hurairah adalah seorang sahabat

dekat yang terkenal hafiz, sedangkan Al-Mizzi

mengatakan bahwa Abu Hurairah adalah sahabat

Rasulullah SAW.

b. Abu Salamah (22 – 94 H)

Nama Aslinya adalah Abdullah bin Abdurrahman

bin ‘Auf bin Abdu ‘Auf bin Harits bin Zukhroh

( رة� ه,,,,,� ن� ر� ن� ال�ح,,,,,ارب6 ب�: د ع,,,,,وف� ب�: ن� ع�ت,,,,,: ن� ع,,,,,وف� ب�: رح�من� ب�: د ال,,,,,� ن� ع�ت,,,,,: د ال�ل,,,,,ة ب�: .(ع�ت,,,,,:Beliau adalah dari kalangan Tabi’in kalangan

pertengahan, sedangkan kunyahnya ialah Abu

Salamah dan laqabnya ialah Al Asghor. Lahir

tahun 22 H dan wafat di Madinah pada tahun 94

H. Ahmad bin Sholih al Jiili mengatakan bahwa

Abu Salamah orang yang tsiqah, sedangkan

Muhammad bin ‘Umar mengatakan bahwa beliau

adalah seorang Tsiqah yang fakih dan banyak

hadits, sedangkan Ibnu Hajar al-Atsqolani

mengatakan Tsiqah Muktsar. Abu Salamah

merupakan murid dari Abu Hurairah.

c. Muhammad bin ‘Amr (... – 145 H)

11

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin ‘Amru bin

‘Alqamah bin Waqash bin Mukhsin bin Killah

bin ‘Abdu Yalel ( ن� ك�ل,,دة� ن� م�حص,,ن� ب�: اص ب�: ن� وق,,�� م,,ة� ب�: ن� ع�لق� ن� ع�م,,رو ب�: م�حم,,د ب�:

ل ال�ت� د ن�� ن� ع�ت,,,,: yang terkenal dengan nama Muhammad (ب�:bin ‘Amr Al Laisy. Beliau adalah kalangan

dari Tabi’in kalangan pertengahan, sedangkan

kuniyahnya ialah Abu ‘Abdullah dan Abu Al

Hasan dan tempat semasa hidupnya ialah

Bashrah dan Madinah dan beliau wafat pada

tahun 145H. Adapun penilaian ulama tentang

Muhammad bin’Amru ialah, Abu Hatim ar-Razi

mengatakan Sholihul Hadits, Yahya bin Sa’ied

al-Qaththan mengatakan Sholih, dan Ahmad bin

Syuaib an-Nasa’i mengatakan tidak ada

keraguan dalam dirinya dan tsiqah, sedangkan

Abu hatim bin Hibban al-Bustani mengatakan

yukhti’ ( Qطي ح� Muhammad bin Saad Kaatib al ,( ي��Waqdi mengatakan yastad’if ( عف� ض,,,,,,,,,,,,,� ( ي��شت� dan

Daruqutni mengatakan bahwa beliau adalah

dha’if. Secara keseluruhan derajat Muhammad

bin Amr berada dalam Jujur terkadang salah (

ام وه,,,,,� Qدوق� ل,,,,,ة ا .(ص,,,,,� Muhammad bin Amr adalah muriddari Abu Salamah.

12

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

d. Yahya bin Sa’ied (120 – 198 H)

Nama lengkapnya adalah Yahya bin Sa’ied bin

Farukh ( روخ� � ن� ف,,,� د ب�: عت� ن� س,,,� ي, ب�: ح,,,ن� Terkenal dengan nama .(ي��Yahya bin Sa’ied al-Qaththan, lahir di

Bashrah 120 H dan wafat pada tahun198 H.

Penilaian ulama tentang beliau yaitu Abu Bkar

al-Baihaqi, Abu Hatim ar-Razi, Ahmad bin

Shalih al-Jiili dan Ibnu Hajar al-Atsqalani

mengatakan Tsiqah. Secara keseluruhan derajat

beliau adalah tsiqah ( دوة� م�ام ق�� Cظ¤ ا ن� ح�اف�� ق� ة� م�ي� ق� (ي�6e. Amr bin Ali (... – 249 H)

Nama lengkapnya adalah Amr’ bin Ali bin Bahr

bin Kunyaz ( ر� ب� ن� ك�ن� خر ب�: ن� ي�: ن� ع�لي� ب�: Lahir di Bashrah .(ع�مرو ب�:dan wafat pada tahun 249 H. Beliau adalah

murid dari Yahya bin Sa’ied dan derajatnya

dalam perawi hadits adalah tsiqah hafidz ( ة� ق,,,� ي�6ظ¤ (ح�اف,,,,,,,,�� seperti yang dikatakan An-Nasa’i danIbnu Hajar al-Atsqolani.

f. Ya’kub bin Ibrahim (160 – 252 H)

Nama lengkapnya adalah Ya’kub bin Ibrahim bin

Katsir bin Zaid bin Aflah bin Mashur bin

Muzahim (م�اح ن� م,,ر� ض,,ور ب�: ن� م�ت� لح ب�: ق�� Qن� ا د ب�: ن,,/� ن� ر� ر ب�: ب� ن� ك�ن,,6 م ب�: راه�ي� :A,,ب Cن� ا وب: ب�: عق,,� (ي��

13

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

lahir pada tahun 160 H dan wafat pada tahun

252 H di Baghdad. Abu Hatim ar-Razi

mengatakan beliau jujur ( دوق� ,(ص,,,,,,,� An-Nasa’i,Ibnu Hajar, Khatib al-Baghdadi mengatakan

tsiqah, sehingga derajat keseluruhannya

adalah tsiqah. Beliau termasuk murid dari

Yahya bin Sa’ied.

g. Muhammad bin Mutsanna (167 – 252 H)

Nama Lengkapnya adalah Muhammad bin Mutsanna

bin Ubaid bin Qiyas bin Dinar ( ن� د ب�: ت,� ن� ع�ت ي ب�: ن� ن� ال�مث,6 م�حمد, ب�:

ار ت,,,,� ب¯� ن� د س ب�: ي� lahir di Bashrah pada tahun 167 H (ق��dan wafat pada tahun 252 H. Derajat

kerawiannya adalah tsiqah tsabit ( ت� ب: ة� ب�6 ق,,,� dan (ي�6beliau juga termasuk dari murid dari Yahya

bin Sa’ied.

h. An-Nasa’i (215 – 303 H)

Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Syu’aib bin

Ali bin Sinan bin Bahr bin Sunan An-Nasa’i (

ار ت,� ب¯� ن� د خر ب�: ن� ي�: ان� ب�: ن� س�ت� ن� ع�لي� ب�: ت: ب�: عب� ن� س�6 ح�مد ب�: Qا) lahir pada tahun215 di Khurasan dan wafat pada tahun 303 H di

Palestina. Abu Yunus menuturkan; ‘beliau

adalah seorang imam hafizh. Diantara gurunya

14

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

adalah Amr bin Ali, Muhammad bin Mutsanni dan

Ya’kub bin Ibrahim.

Dari riwayat perawi di atas dapat dinyatakan,

bahwa dari segi sanad, masing-masing periwayat

telah terjadi pertemuan langsung (liqaa’) atau

hubungan kesezamanan (mu’asaharah) karena masing-

masing perawi merupakan murid dari perawi yang

diatasnya. Dengan demikian, sanad hadits ini

adalah muttashil dari awal hingga akhir

(marfu’muttashil). Namun masalah keadilan dan

kedlabithan para periwayat dapat dinyatakan, semua

pewari adalah tsiqah, meskipun seorang diantaranya

menempati tingkat ke-tsiqah-an yang rendah karena

perbedaan pendapat didalam para ahli hadits, yaitu

Muhammad bin ‘Amru. Secara keseluruhan derajat

Muhammad bin Amr berada dalam Jujur terkadang

salah (ام�وه Qدوق� لة ا�ص).Berdasarkan data-data itu, maka hadits

riwayat an-Nasa’i tentang larangan larangan dua

jual beli dalam satu transaksi adalah hasan.

Kesimpulan ini sejalan dengan penilaian Ibnu hajar

hadits ini dalam riwayat Nasa’i, Ahmad, Tirmidzi

dan Ibnu Hibban adalah Hasan dari jalan perawi

Muhammad bin Amr dari Abi Salamah, dari Abi

Hurairah. Imam Tirmidzi sendiri mengatakan bahwa

15

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

hadits ini adalah hasan sahih. Termasuk juga

hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh

Abu Dawud.10 Syaikh Al-Albani menjelaskan bahwa

hadits ini adalah hasan sahih.

4. Kandungan Hukum dalam Hadits (Fiqh al-Hadits)

a. Makna Kosakata

Kata “naha” merupakan larangan akan suatu

perbuatan yang mempunyai arti melarang. Kalimat

ini dalam ilmu ushul fiqh merupakan bagian dari

bentuk nahi, yaitu suatu larangan yang harus

ditaati yang datangnya dari atasan kepada

bawahan, yakni dari Allah kepada hamba-Nya.

Sedangkan bai’ah/ba’i ( ة� ع,,,,,,, ي� menurut (ب� bahasa adalah

menukar sesuatu dengan sesuatu, dan menurut

syara’ adalah menukar harta dengan harta

menurut cara-cara tertentu. Secara terminologi

jual beli adalah suatu transaksi yang dilakukan

oleh pihak penjual dengan pihak pembeli

terhadap suatu barang dengan harga yang

disepakatinya. Adapun arti baiataini ( ن� ي� عت� ي� (ب�adalah dua jual beli/ pembelian ganda.

b. Penjelasan Hadits

10 Ibnu Hajar Al-Asqolani, Bulugh al-Maram min Adillatil Ahkam, (ع م�وق��ة� س�لأم�ي� Cلكب�ت: الأ�كاة� ل .www.almeshkat.net, t,t), hlm. 300/م�ش6

16

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

Secara umum, hadits ini menjelaskan tentang

larangan menggabungkan dua akad dalam satu

transaksi (two in one). Two in one adalah kondisi

dimana suatu transaksi diwadahi oleh dua akad

sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian

(gharar) mengenai akad mana yang harus

digunakan. Two in one terjadi bila semua dari

ketiga faktor ini terpenuhi yaitu objek sama,

pelaku sama dan jangka waktu sama. Bila satu

saja dari faktor di atas terpenuhi, maka two in

one ini tidak terjadi, dengan demikian akad

menjadi sah. Contohnya adalah transaksi lease

and purchase (sewa-beli). Dalam transaksi ini,

terjadi gharar dalam akad, karena ada

ketidakjelasan akad mana yang berlaku; akad

beli atau akad sewa, sehingga transaksi ini

dilarang.11

Akan tetapi di era transkasi keuangan

modern yang semakin kompleks, dibutuhkan design

kontrak akad dalam bentuk kombinasi beberapa

akad yang disebut dengan hibryd contract

(multiakad), atau biasa disebut al-ukud al-

murakkabah. Bentuk akad tunggal sudah tidak

mampu meresponi transaksi keuangan kontemporer.

11 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan Edisi ketiga,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 49.

17

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

Ada tiga buah hadits Nabi Saw yang

menunjukkan larangan penggunaan hybrid contract.

Ketiga hadits itu berisi tiga larangan,

pertama larangan bay’ dan salaf yang diriwayatkan

oleh Imam Ahmad yaitu:12

ن� مرو ب�: ن� ع� مان� ، ع� ت6 ن� ع� اك�� ب�: ح ا ال�ض� ت� ب/. د ي� ، ح� ف� ي� ح ر ال� ك و ن�: :Aب Qا ا ت� ب/. د ح�ة لي� ع� ي اهلل ل ص� ول اهلل هي رس� ال : ن�� ة ، ق�� د ن� ح�: ة ، ع� ي� ب¯ Qن� ا ت: ، ع� عب� "س�6

من� ، ص� م ي�� ا ل� ح م� ن� ري/: ، وع� لف� ع وس� ي� ن� ب� ، وع� عة� ي� ي� ب� ف� ن� ي� عت� ي� ن� ب� م ع� ل وس�دك�� ت� س ع� ب� ا ل� ع م� ي� ن� ب� . " وع�

Kedua, larangan bai’ataini fi bai’atin dan ketiga

larangan shafqataini fi shafqatin yaitu hadits yang

diriwayatkan oleh Imam Ahmad:13

ا ت� ال�وا ب�. ن� ع�امر ق�� س�ود ب�: Qر وا ض� و ال�ت� ب�: Qشن� وا�ا ح ت� ى� ب�. ب/: Qي� ا cن د ال�لة ح�دب�6 ا ع�ت: ت� ح�دب�.

ي� ن� م�سعود رض� د ال�لة ب�: ن� ع�ت: د ال�رح�من� ب�: ك� ع�ن� س�ماك�� ع�ن� ع�ت: �Aب ر ش6

12 Ahmad bin Hanbal Abu Abdullah al-Syaibani, Musnad Al-ImamAhmad bin Hanbal, “Bab Musnad Abdullah bin Amr’ RA”, (Kairo: YayasanCordoba), hlm. 174.

13 Ibid., “Bab Abdullah bin Mas’ud RA”, hlm. 398

18

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

ة و س�لم ع�ن� هي رس�ول ال�لة ص�لي ال�لة ع�لي� ال : ن�� ة ق�� ي� Aب Qن� ا�هما ع ال�لة ع�ن�ل ال س�ماك�� ال�رح�: ك� ق�� �Aب ر ال ش6 س�ود ق�� Qال ا ة� واح�دة� ق�� ق� ي� ص�ق� ن� ف� ي� ت� ق� ص�ق�

ا ا وك�د� كد� د ن�: ق� ي� ا وه�و ب�: ا وك�د� كد� ساء ن�: ب� ول ه�و ب�: ق� ي� ع ف�� ي� ع ال�ث ي� ث r�بKetiga hadits itulah yang selalu dijadikan

rujukan para ahli, konsultan dan banker syariah

tentang larangan akad two in one dalam satu

transaksi. Namun harus dicatat, larangan itu

hanya berlaku kepada beberapa kasus saja.

Bahkan hadits kedua dan ketiga maknanya sama,

walaupun redaksinya berbeda. Maksud Hadits

shafqataini fi shafqatin adalah bay’ataini fi bay’atin.

Kasus pertama yang dilarang, adalah

menggabungkan akad qardh dengan jual beli

sesuai dengan sabda Nabi Saw tentang hal

tersebut. Contoh seseorang (Ali) meminjamkan

(qardh) sebesar 1000 dirham, lalu dikaitkan

dengan penjualan barang yang bernilai 900

dirham,tetapi harga penjualan itu tetap harga

1000 dirham. Seolah-olah Ali memberi pinjamani

1000 dengan akad qardh, dan menjual barang

seharga 900, agar mendapatkan margin 100

dirham. Di sini Ali memperoleh kelebihan 100,

19

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

karena harga penjualan barang menjadi Rp 1000.

Ibn Qayyim berpendapat bahwa Nabi melarang

multi akad antara akad salaf (memberi

pinjaman/qardh) dan jual beli, untuk

menghindari terjurumus kepada riba yang

diharamkan. Namun, jika kedua akad itu terpisah

(tidak tergantung, muallaq) hukumnya boleh.

Larangan ini hendak menunjukkan bahwa qardh

tidak boleh dikaitkan dengan akad apapun, qardh

adalah akad tabarru’, bukan akad bisnis.

Sedangkan hadits kedua bay’ataini fi bay’atin dan

ketiga shafqataini fi shafqatin banyak tafsir tentang

hadits ini. Pendapat yang dipilih (râjih) adalah

pendapat yang mengatakan bahwa akad demikian

menimbulkan ketidakjelasan harga dan

menjerumuskan ke riba. Misalnya seorang penjual

berkata kepada orang banyak di sebuah jamaah,

”Saudara-saudara, saya menjual barang ini Rp 1

Juta, jika dibayar cash, dan Rp 1,2 juta jika

cicilan setahun”. Lalu seorang yang hadir

berkata, “Saya beli”. Di sini telah terjadi

ijab dan qabul, sementara harganya tidak jelas,

karena dipilihkan dua macam harga. Ada pula

yang menafsirkan seperti ini : seseorang

menjual suatu barang dengan cicilan, dengan

syarat pembeli harus menjual kembali kepada

20

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

orang yang menjual itu dengan harga lebih

rendah secara kontan. Akad al-’Inah seperti ini

merupakan hîlah dari riba. Inilah yang disebut

ba’i al’inah.14 Menurut Ibnu Qayyim, penafsiran

inilah yang paling kuat.15

Akan tetapi, hukum Ba’i al ‘inah itu sendiri

sampai saat ini masih diperselisihkan. Mazhab

Syafi’i berpedapat bahwa ba’i al ‘inah dibolehkan,

karena akad jual beli ini telah memenuhi rukun

yaitu ijab dan kabul, tanpa memandang kepada

niat pelaku. Masalah niat adalah urusan Allah,

dan akad jual beli yang dilakukan dengan niat

yang salah tidak dianggap batal, dan tidak bisa

dibuktikan dengan jelas. Sedangkan pendapat

yang mengatakan haram disebabkan terhalangnya

dzariah, jual beli yang tidak bermotif untuk

memperoleh barang, bukan karena faktor harga

yang dilaksanakan dalam bentuk angsuran,

14 Bai’ al-inah secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :seorang pedagang menjual barang dagangannya dengan diangsur sampaibatas waktu yang telah disepakati. Setelah itu, ia membelinyakembali pada majlis yang sama secara kontan dengan harga yanglebih rendah dari harga jual pertama. Bai ‘Inah secara konsepnyaberarti menjual barang dan kemudian membeli kembali barangtersebut pada harga yang berbeda, dengan harga tertangguh yanglebih tinggi dari harga tunai.

15 Agustianto, “Inovasi Produk Perbankan Syariah dari AspekPengembangan Fikih Muamalah”, Dikutip Darihttp://shariaeconomics.wordpress.com/2011/10/13/inovasi-produk-perbankan-syariah-dari-aspek-pengembangan-fikih-muamalah/ padahari Selasa, 10 Juni 2014 jam 13.48 WIB.

21

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

melainkan ia bermotifkan pinjaman berbentuk

riba.16

Ulama yang melarang ba’i al ‘inah yaitu Hanafi,

namun membolehkan jika melibatkan pihak ketiga

(bukan sale and buy back), Maliki alasannya

termasuk cara memanipulasi riba, Hambali

alasannya sama dengan Maliki yaitu karena

memanipulasi riba. Adapun ulama yang

membolehkan ba’i al ‘inah adalah Syafi’i dan Zahiri

dengan alasan kontrak yang dinilai dari apa

yang terungkap, niat diserahkan kepada Allah.17

Saat ini, ba’i al ‘inah tidak ada dalam praktek

perbankan syariah di Indonesia, namun bentuk

jual beli ini diperbolehkan di Malaysia.

Dalam penjelasan Ibnu Hajar al-Asqolani

memberikan contoh larangan dua jual dalam satu

transaksi: “barang ini saya jual kepadamu jika

dibayar tunai seharga 1.000, jika kredit

2.000.” Alasan pelarangan ini adalah karena

tidak adanya konsistensi dalam penentuan harga.

Penjelasan berikutnya dalam lafadz tambahan

yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yakni dengan

harga yang lebih murah, atau harga yang lebih

16 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2012), hlm. 188.

17 Ascarya, Akad dan Produk Perbankan Syariah, (Jakarta: RajawaliPers, 2007), hlm. 191.

22

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

mahal tetapi termasuk riba (ا ن/: و ال�ر Qسهما ا وك� Qلة ا artinya (ق��jika seseorang menentukan harga yang lebih

tinggi, maka ia jatuh pada riba yang

diharamkan.18 Alasan pelarangan yang lebih pas

dari hadits ini sebenarnya adalah transaksi

yang tidak tentu harganya dan terlarang menjual

sesuatu dengan harga yang lebih dari pada harga

di hari itu lantaran hutang. Selanjutnya contoh

ini dianggap tidak sesuai karena penetapan

harga cicilan atau tunai merupakan dua

transaksi yang berbeda sehingga tidak bisa

dikatakan dua jual beli dalam satu transaksi.

Contoh yang lebih mewakili dari hadits ini

adalah seorang penjual berkata kepada orang

yang mau membeli satu barang: jika ingin beli

barang A ini, maka tuan mesti beli juga barang

B ini, ini dinamakan dua pembelian kepada orang

yang hanya membeli satu.19

5. Hybrid Contract/Multiakad

Konsep multiakad lahir sebagai respon akibat

ketidakmampuan bentuk satu akad dalam merespon

perkembangan transaksi keuangan kontemporer. Dalam

18 Ibnu Hajar al-Atsqalani, Bulughul Maram dan Dalil-dalil Hukum,alih bahasa Khalifaturrahman dan Haer Haeruddin, (Jakarta: GemaInsani, 2013), hlm. 336-337.

19 A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram (Ibnu Hajar) Terjemahan BesertaKeterangannya dengan Muqaddimah Ilmu Hadits dan Ushul Fiqh, cet ke-8,(Bandung: CV. Diponegoro, 1981), hlm. 392-393.

23

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

perkembangannya konsep ini dinamakan hybrid

contract. Dalam literatur fiqh kontemporer istilah

ini disebut beragam seperti al ‘uqud al-murakkabah

(akad-akad yang tersusun), al ‘uqud al muta’addidah

(akad-akad yang terbilang) dan lainnya.

Abdullah al-‘Imrani dalam buku al-‘uqud al-

Maliyah al-Murakkabah mendefinisikan hybrid contract

yaitu pertama hybrid contract yang mukhtaliyah

(bercampur) yang memunculkan nama baru seperti bay’

istghlal, bay’ tawarruq, musyarakah mutanaqisah dan bay’ wafa.

Kedua hybrid contract yang mujtami’ah atau

mukhtalitah dengan nama akad baru, namun menyebut

nama akad yang lama seperti sewa beli (bay’ at-takjiry)

lease and purchase, mudharabah musyarakah dan deposito

bank syariah. Ketiga hybrid contract yang akad-

akad yang tidak bercampur dan tidak melahirkan

akad baru. Tetap nama akad dasarnya tetap ada dan

eksis dan dipraktekkan ke dalam suatu transaksi,

seperti akad kafalah wal ijarah serta qardh dan

ijarah pada kartu kredit, qardh, rahn dan ijarah

pada produk gadai emas di bank syariah. Keempat

adalah hybrid contract yang mutanaqidhah (akad-

akadnya berlawanan). Bentuk ini dilarang dalam

syariah seperti menggabungkan jual beli dan

pinjaman (bay’ wa salaf), qardh wal ijarah dalam satu

24

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

akad.20 Namun menurutnya penghimpunan dua akad ini

diperbolehkan apabila tidak ada syarat di dalamnya

dan tidak ada tujuan untuk melipatkan harga melalui

qardh. Seperti seseorang yang memberikan pinjaman

kepada orang lain, lalu beberapa waktu kemudian ia

menjual sesuatu kepadanya padahal ia masih dalam

rentang waktu qardh tersebut. Yang demikian

hukumnya boleh.21

Larangan hybrid contract terjadi ketika

hybrid contract menyebabkan riba dan gharar. Nazih

Hammad dalam buku Al-‘Uqud Al-Murakkabah Fi Al-Fiqh Al-

Islamy menulis “hukum dasar dalam syara’ adalah

bolehnya melakukan transaksi hybrid contract,

selama setiap akad yang membangunnya ketika

dilakukan sendiri-sendiri hukumnya boleh dan tidak

ada dalil yang melarangnya. Ketika ada dalil yang

melarang, maka dalil itu tidak diberlakukan secara

umum, tetapi mengecualikan pada kasus yang

diharamkan menurut dalil itu.”22

6. Multi Akad dalam Fatwa DSN MUI

Sebagai contoh multiakad yang diperbolehkan

dalam fatwa DSN MUI adalah produk al-Ijarah al-

20 Hermansyah dan Jaya Miharja, Inovasi Produk Bank Syariah,(Yogyakarta: Indie Book Corner, 2013), hlm. 101-105

21 Ali Amin Isfandiar, “Analisis Fiqh Muamalah tentang HybridContract Model dan Penerapannya pada Lembaga Keuangan Syariah”Jurnal Penelitin, Vol. 10, No. 2, (November 2013), hlm. 221

22 Hermansyah, Inovasi, hlm. 113.

25

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

Muntahiah bi al-Tamlik23. Akad ini mengandung akad

ijarah, wa’ad, dan akad jual beli atau pemberian.

Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-

Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih

dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik

dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat

dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

Janji pemindahan kepemilikan yang

disepakati di awal akad Ijarah adalah wa'd (

,(ااااا yang hukumnya tidak mengikat.

Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus

ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan

setelah masa Ijarah selesai.Akad ijarah dilakukan

terlebih dahulu

7. Etika Bisnis Islam

Hadits ini termasuk dalam salah satu etika

bisnis Islam, yaitu larangan jual beli sesuatu

yang menyebabkan riba dan gharar. Gagasan dari

hadits ini adalah untuk menciptakan etika bisnis

yang Islami seperti yang dilakukan oleh Nabi

Muhammad ketika berdagang yaitu bersikap jujur,

amanah, tepat dalam menimbang, menjauhi gharar,

tidak menimbun barang, tidak melakukan al-ghab dan

23 Fatwa DSN MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang al-Ijarahal-Muntahiyah bi al-Tamlik

26

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

tadlis, dan saling menguntungkan (mutual benefit principle)

antara penjual dan pembeli.24

Dengan mayoritas umat Islam pada saat itu

yang berprofesi sebagai pedagang maka sistem

pengetahuan tentang jual beli dan akad-akad yang

merugikan orang lain serta mengandung riba dan

gharar. Dari tiga hadits diatas tentang hybrid

contract yaitu baitaini fi bai’ah (dua jual beli dalam

satu jual beli) adalah menjelaskan tentang

larangan pada akad yang menimbulkan ketidakjelasan

harga dan menjerumuskan riba. shafqataini fi shafqatin

(dua kesepakatan dalam satu kesepaktan)

menjelaskan tentang ketegasan dalam pemisahan akad

dan Bay’ wa salaf menjelaskan larangan menggabungkan

akad jual beli dengan akad yang bersifat sosial.

8. Penutup

Hadits riwayat an-Nasa’i tentang larangan

larangan dua jual beli dalam satu transaksi adalah

hasan. Oleh karenanya, berhujjah dengan hadits itu

hukumnya boleh dan rupanya menjadi dasar

pembahasan ulama fikih tentang larangan hybrid

contract dalam transaksi.

24 Muhammad Saifullah, “Etika Bisnis Islami dalam PraktekBisnis Rasulullah”, Jurnal Walisongo, Vol 19, No 1, (Mei 2011), Hlm.154.

27

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

Secara umum pelarangan hybrid

contract/multiakad/two in one disebabkan bebarapa

hal :

1. Dilarang karena nash Agama

2. Dilarang karena hillah (rekayasa/tipu

daya) kepada riba

3. Multiakad menyebabkan jatuh ke riba

4. Multiakad menyebabkan jatuh ke gharar

Harus difahami, bahwa larangan multiakad ini

hanya terbatas ketika adanya ‘illat hukum yang

melarang sesuai dengan sabda-sabda Nabi Muhammad

SAW yang terkait dengan itu. Multiakad tidak boleh

diperluas kepada masalah lain yang tidak relevan

dan tidak pas konteksnya. Karena dalam muamalah

terdapat kaidah fiqih yang berbunyi : لأب��مع,,ام�ي� ال ل ف� ص,,� Qالأمها خري�� ل ع�لي ي�� دل دل�ت,,,,,,,� ن� ن,,,,,,,�� Qلأ ا Cاخ,,,,,,,ة� ا :Aن Cالأ "Hukum asal muamalah adalahboleh, kecuali ada dalil yang menunjukkan

keharamannya." Para dosen, ahli ekonomi syariah,

bankir syariah dan konsultan harus mempelajari

secara mendalam pandangan ulama tentang hybrid

contract/ multikad/ two in one dan al-ukud al-murakkabah,

agar pemahaman terhadap design kontrak syariah,

bisa lebih komprehensif, dinamis dan tidak kaku.

28

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

Daftar Pustaka

Ascarya, 2007, Akad dan Produk Perbankan Syariah, Jakarta:

Rajawali Pers.

Atsqalani, Ibnu Hajar al-, 2013, Bulughul Maram dan Dalil-

dalil Hukum, alih bahasa Khalifaturrahman dan Haer

Haeruddin, Jakarta: Gema Insani.

Atsqolani, Ibnu Hajar al-, t.t., Bulugh al-Maram min

Adillatil Ahkam, ة� س�لأم�ي� Cلكب�ت: الأ�كاة� ل ع م�ش6 .www.almeshkat.net/م�وق��Dawud, Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi Abu, t.t., Sunan

Abu Dawud, Mesir: Situs Kementerian Wakaf Mesir.

Fatwa DSN MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang al-

Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik

Hassan, A., 1981, Tarjamah Bulughul Maram (Ibnu Hajar)

Terjemahan Beserta Keterangannya dengan Muqaddimah Ilmu

Hadits dan Ushul Fiqh, cet ke-8, Bandung: CV.

Diponegoro.

Hermansyah dan Jaya Miharja, 2013, Inovasi Produk Bank

Syariah, Yogyakarta: Indie Book Corner.

Hibban, Muhammad bin, 1993, Shahih Ibnu Hibban bi Tartiibi Ibnu

Balban, Beirut: Yayasan Ar-Risalah.

Isfandiar, Ali Amin, 2013, “Analisis Fiqh Muamalah

tentang Hybrid Contract Model dan Penerapannya pada

Lembaga Keuangan Syariah” Jurnal Penelitin, Vol. 10,

No. 2, November 2013. Pekalongan: STAIN Pekalongan.

29

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

Karim, Adiwarman A., 2006, Bank Islam Analisis Fiqh dan

Keuangan Edisi ketiga, Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada.

Maktabah Syamilah Versi 2.11

Malik, Malik bin Anas Ibnu, t.t., Muwattha’ Malik, Mesir:

Situs Kementerian Wakaf Mesir.

Mardani, 2012, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Miharja, Hermansyah dan Jaya, 2013, Inovasi Produk Bank

Syariah, Yogyakarta: Indie Book Corner, 2013.

Nasa’i, Abu Abdurrahman Ahmad bin Syuaib bin ‘Ali al-

Khurasani al-, t.t., Sunan An-Nasa’i, Mesir:

Kementrian Wakaf Mesir.

Sumbulah, Umi, 2008, Kritik Hadits; Pendekatan Historis

Metodologis, Malang: UIN-Malang Press.

Saifullah, Muhammad, Etika Bisnis Islami dalam Praktek

Bisnis Rasulullah, Jurnal Walisongo, Vol. 19, No. 1,

Mei 2011. Semarang: IAIN Walisongo

Syaibani, Ahmad bin Hanbal Abu Abdullah al-, t.t.,

Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Kairo: Yayasan

Cordoba.

Tirmidzi, Muhammad bin Isa At-, t.t., Sunan at-Tirmidzi,

Mesir: Situs Kementerian Wakaf Mesir.

Internet:

Agustianto, “Inovasi Produk Perbankan Syariah dari

Aspek Pengembangan Fikih Muamalah”, dalam

30

Maksum: Studi Otentisitas dan Makna HaditsDosen Pengampu Hamim, M.Ag.

FIAI MSI UII 2014

http://shariaeconomics.wordpress.com/2011/10/13/ino

vasi-produk-perbankan-syariah-dari-aspek-

pengembangan-fikih-muamalah.html diakses pada hari

Selasa, 10 Juni 2014 jam 13.48 WIB.

31