19
TOKSOKINETIK DAN TOKSODINAMIK Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Toksikologi Lingkungan Disusun Oleh : Nama : Putri Nazilatu Rahma NPM : 140410110035 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN BIOLOGI

Makalah tokling

  • Upload
    unpad

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

TOKSOKINETIK DAN TOKSODINAMIK

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah

Toksikologi Lingkungan

Disusun Oleh :

Nama : Putri Nazilatu Rahma

NPM : 140410110035

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

DEPARTEMEN BIOLOGI

JATINANGOR

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai jenis senyawa beracun dari mulai bentuk cair,

padat, gas kini keberadaanya semakin meluas seiring

meningkatnya aktivitas manusia. senyawa beracun atau

asing limbah adalah salah satu bentuk hasil buangan dari

aktivitas manusia yang menjadi permasalahan di berbagai

belahan dunia. Berbagai jenis limbah baik cair, padat,

dan gas dapat menyebabkan masalah serius terhadap

lingkungan khususnya terhadap kehidupan organisme di

sekitarnya. Hampir semua limbah mengandung senyawa

beracun dan berbahaya seperti logam berat, DDT

(diklorodifeniltrikloroetana), Oil sludge, detergen, freon

dan sebagainya.

Salah satu contoh senyawa paling beracun adalah DDT.

DDT merupakan racun pembunuh serangga yang sangat efektif

digunakan secara luas untuk membasmi nyamuk malaria. DDT

sulit terdegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana.

Ketika DDT memasuki rantai makanan, waktu paruh nya

adalah delapan tahun, artinya setengah dari dosis DDT

yang terkonsumsi baru akan terdegradasi setelah delapan

tahun. Ketika tercerna oleh hewan, DDT akan terakumulasi

dalam jaringan lemak dan dalam hati. Zat tersebut

memiliki dampak yang sangat merugikan. Sehingga zat

tersebut akan terus berada dalam Rantai makanan dan tidak

terputus. Residu DDT juga dapat menurunkan kemampuan

reproduksi serta menyebabkan cacat pada janin pada

organisme dan manusia (Abrar,2010).

Melihat bahaya nyata dari senyawa beracun yang

berada disekitar kita, oleh karena itu perlu dipelajari

bagaimana kerja dari senyawa beracun yang masuk kedalam

tubuh makhluk hidup (Toksodinamik) dan efek / respon apa

yang ditimbulkan senyawa beracun bagi tubuh makhluk hidup

(Toksokinetik).

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apa pengertian dari toksokinetik dan toksodinamik

2. Apa saja proses yang terjadi pada fase toksokinetik

dan toksodinamik

1.3 Tujuan

1. Mengetahui sistem kerja toksokinetik dan toksodinamik

2. Mempelajari sifat dan efek suatu zat toksik bagi

tubuh makhluk hidup

BAB II

ISI

2.1 Pengertian Zat Racun (Toksik)

Gambar 1. Berbagai jenis zat toksik

Kata racun ”toxic” adalah berasal dari bahasa Yunani,

yaitu dari akar kata tox, dimana dalam bahasa Yunani

berarti panah. Dimana panah pada saat itu digunakan

sebagai senjata dalam peperangan, yang selalu pada anak

panahnya terdapat racun.

Apabila zat kimia dikatakan beracun (toksik), maka

kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensial

memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi

tertentu pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu

senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di

reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi

bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap

organisme dan bentuk efek yangapabila menggunakan istilah

toksik atau toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi

mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul.

Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu

zat kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya

atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu organisme

(Wirasuta, 2006).

Pada umumnya efek berbahaya timbul apabila terjadi

interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif

biologis) dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang harus

diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara zat

kimia dengan organisme hidup, yaitu kerja tokson pada

suatu organisme (aspek toksodinamik) dan pengaruh tokson

terhadap organisme (aspek toksokinetik) . Suatu kerja

toksik pada umumnya merupakan hasil dari sederetan proses

fisika, biokimia, dan biologik yang sangat rumit dan

komplek. Proses ini umumnya dikelompokkan ke dalam tiga

fase yaitu: fase eksposisi, fase toksokinetik dan fase

toksodinamik.

Gambar 2. Diagram proses kerja toksik

(Mutschler, 1999)

2.2 Fase Eksposisi

Fase eksposisi merupakan kontak suatu organisme dengan

zat asing (xenobiotika), pada umumnya, kecuali

radioaktif, hanya dapat terjadi efek toksik/ farmakologi

setelah xenobiotika terabsorpsi. Umumnya hanya tokson

yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi molekular

dapat terabsorpsi menuju sistem sistemik (Wirasuta,

2006).

Laju absorpsi suatu xenobiotika ditentukan oleh

sifat membran biologi dan aliran kapiler darah tempat

kontak. Suatu xenobiotika, agar dapat diserap/diabsorpsi

di tempat kontak, maka harus melewati membran sel di

tempat kontak. Suatu membran sel biasanya terdiri atas

lapisan biomolekular yang dibentuk oleh molekul lipid

dengan molekul protein yang tersebar diseluruh membrane

(Gambar 3). Jalur utama bagi penyerapan xenobiotika

adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit. Namun pada

keracunan aksidential, atau penelitian toksikologi,

paparan xenobiotika dapat terjadi melalui jalur injeksi,

seperti injeksi intravena, intramuskular, subkutan,

intraperitoneal, dan jalur injeksi lainnya (Wirasuta,

2006).

Gambar 3. Diagram sistemis membran biologi

2.3 Fase Toksokinetik

Fase toksokinetik disebut juga dengan fase

farmakokinetik. Setelah xenobiotika berada dalam

ketersediaan farmasetika, pada mana keadaan xenobiotika

siap untuk diabsorpsi menuju aliran darah atau pembuluh

limfe, maka xenobiotika tersebut akan bersama aliran

darah atau limfe didistribusikan ke seluruh tubuh dan ke

tempat kerja toksik (reseptor). Pada saat yang bersamaan

sebagian molekul xenobitika akan termetabolisme, atau

tereksresi bersama urin melalui ginjal, melalui empedu

menuju saluran cerna, atau sistem eksresi lainnya. Pada

umumnya tokson melintasi membrane saluran pencernaan

menuju sistem sistemik dengan difusi pasif, yaitu

transpor dengan perbedaan konsentrasi sebagai daya

dorongnya (Wirasuta, 2006).

A. Absorbsi

Absorpsi ditandai oleh masuknya xenobiotika/tokson

dari tempat kontak (paparan) menuju sirkulasi sistemik

tubuh atau pembuluh limfe. Absorpsi didefinisikan

sebagai jumlah xenobiotika yang mencapai sistem

sirkululasi sistemik dalam bentuk tidak berubah.

Tokson dapat terabsorpsi umumnya apabila berada dalam

bentuk terlarut atau terdispersi molekular. Absorpsi

sistemik tokson dari tempat extravaskular dipengaruhi

oleh sifat-sifat anatomic dan fisiologik tempat

absorpsi (sifat membrane biologis dan aliran kapiler

darah tempat kontak), serta sifat-sifat fisiko-kimia

tokson dan bentuk farmseutik tokson (tablet, salep,

sirop, aerosol, suspensi atau larutan). Jalur utama

absorpsi tokson adalah saluran cerna, paru-paru, dan

kulit (Wirasuta, 2006).

B. Distribusi

Setelah xenobiotika mencapai sistem peredahan darah,

ia bersama darah akan diedarkan/ didistribusikan ke

seluruh tubuh. Dari sistem sirkulasi sistemik ia akan

terdistribusi lebih jauh melewati membran sel menuju

sitem organ atau ke jaringan-jaringan tubuh.

Distribusi suatu xenobiotika di dalam tubuh dapat

pandang sebagai suatu proses transpor reversibel suatu

xenobiotika dari satu lokasi ke tempat lain di dalam

tubuh. Guna mempermudah pengertian tentang proses

distribusi, para ahli farmakokinetik menggambarkan

tubuh terdiri dari beberapa ruang distribusi, yang

didukung oleh model sederhana. Model yang paling

sederhana untuk itu adalah model kompartimen tunggal.

Dimana pada model ini tubuh dipandang sebagai satu

ruang yang homogen (seperti satu ember besar), dalam

hal ini distribusi xenobiotika hanya ditentukan oleh

daya konveksi di dalam ember. Namun pada kenyataannya,

agar xenobitika dapat ditransportasi dari saluran

kapiler pembuluh darah menuju sel-sel pada jaringan

tubuh, haruslah melewati membran biologis, yaitu

membran yang menyeliputi sel-sel di dalam tubuh.

Transpor transmembran dapat berlangsung melalui proses

difusi pasif, difusi terpasilitasi, difusi aktif,

filtrasi melalui poren, atau proses fagositisis.

Distribusi suatu xenobiotika di dalam tubuh

dipengaruhi oleh: tercampurnya xenobiotika di dalam

darah, laju aliran darah, dan laju transpor

transmembran (Wirasuta, 2006).

C. Eliminasi

Metabolisme dan ekskresi dapat dirangkum ke dalam

eliminasi. Yang dimaksud proses eliminasi adalah

proses hilangnya xenobiotika dari dalam tubuh

organisme. Eliminasi suatu xenobiotika dapat melalui

reaksi biotransformasi (metabolisme) atau ekskresi

xenobiotika melalui ginjal, empedu, saluran

pencernaan, dan jalur eksresi lainnya (kelenjar

keringan, kelenjar mamai, kelenjar ludah, dan paru-

paru). Jalur eliminasi yang paling penting adalah

eliminasi melalui hati (reaksi metabolisme) dan

eksresi melalui ginjal (Wirasuta, 2006).

D. Eksresi

Setelah diabsorpsi dan didistrubusikan di dalam tubuh,

xenobiotika/tokson dapat dikeluarkan dengan capat atau

perlahan. Xenobiotika dikeluarkan baik dalam bentuk

asalnya maupun sebagai metabolitnya. Jalus ekskresi

utama adalah melalui ginjal bersama urin, tetapi hati

dan paru-paru juga merupakan alat ekskresi penting

bagi tokson tertentu. Disamping itu ada juga jalur

ekskresi lain yang kurang penting seperti, kelenjar

keringan, kelenjar ludah, dan kelenjar mamae

(Wirasuta, 2006).

E. Konsentrasi Plasma

Sifat dan intensitas efek suatu tokson di dalam

tubuh bergantung pada kadar tokson di tempat kerjanya.

Umumnya konsentrasi tokson di tempat organ sasaran

merupakan fungsi kadar tokson di dalam darah (plasma).

Namun, sering dijumpai kadar tokson di organ sasaran

tidak selalu sama dengan kadarnya di darah. Apabila

terjadi ikatan yang kuat antara jaringan dengan

tokson, maka konsentrasi tokson pada jaringan tersebut

umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan di

darah(Wirasuta, 2006).

DDT adalah salah satu tokson yang bersifat sangat

lipofil, dia akan terikat kuat ”terdeposisi”, sehingga

jaringan lemak merupakan depo. Ini berarti konsentrasi

di jaringan akan lebih tinggi dari pada di darah,

selanjutnya dia akan terlepas secara perlahanlahan.

Penetapan konsentrasi tokson di darah umumnya lebih

mudah diukur dibandingkan di jaringan, terutama pada

jangka waktu tertentu, oleh sebab itu konsentrasi di

darah ”plasma” yang sering digunakan dalam penelitian

toksokinetik (Wirasuta, 2006).

2.4 Fase Toksodinamik

Fase toksodinamik adalah interaksi antara tokson dengan

reseptor (tempat kerja toksik) dan juga proses-proses

yang terkait dimana pada akhirnya muncul efek toksik.

Interaksi tokson-reseptor umumnya merupakan interaksi

yang bolak-balik (reversibel). Hal ini mengakibatkan

perubahan fungsional, yang lazim hilang, bila xenobiotika

tereliminasi dari tempat kerjanya (reseptor). Selain

interaksi reversibel, terkadang terjadi pula interaksi

tak bolak-balik (irreversibel) antara xenobiotika dengan

subtrat biologik. Interaksi ini didasari oleh interaksi

kimia antara xenobiotika dengan subtrat biologi dimana

terjadi ikatan kimia kovalen yang bersifat irreversibel

atau berdasarkan perubahan kimia dari subtrat biologi

akibat dari suatu perubaran kimia dari xenobiotika,

seperti pembentukan peroksida. Terbentuknya peroksida ini

mengakibatkan luka kimia pada substrat biologi. Efek

irrevesibel diantaranya dapat mengakibatkan kerusakan

sistem biologi, seperti: kerusakan saraf, dan kerusakan

sel hati (serosis hati), atau juga pertumbuhan sel yang

tidak normal, seperti karsinoma, mutasi gen (Wirasuta,

2006).

A. Interaksi tokson dengan reseptor

Interaksi obat-reseptor umumnya dapat disamakan

dengan prisip kunci-anak kunci. Letak reseptor

neuro(hormon) umumnya di membrane sel dan terdiri dari

suatu protein yang dapat merupakan komplemen ”kunci”

daripada struktur ruang dan muatan-ionnya dari hormone

bersangkutan ”anak-kunci”. Setelah hormonditangkap dan

terikat oleh reseptor, terjadilah interaksi yang

mengubah rumus dan pembagian muatannya. Akibatnya

adalah suatu reaksi dengan perubahan aktivitas sel yang

sudah ditentukan (prefixed) dan suatu efek fisiologik. Konsep

interaksi kunci-anak kunci telah lama digunakan untuk

menjelaskan interaksi enzim dengan subtratnya.

Beberapa efek toksik suatu tokson muncul melalui

mekanisme interaksi tokson dengan enzim, baik dia

menghambat atau memfasilitasi interaksi tersebut, yang

pada akhirnya akan menimbulkan efek yang merugikan

bagi organisme (Wirasuta, 2006).

B. Mekanisme kerja efek toksik

Bila memperhatikan kerumiatan sistem biologi, baik

kerumitan kimia maupun fisika, maka jumlah mekanisme

kerja yang mungkin, praktis tidak terbatas, terutama

sejauh ditimbulkan efek toksik.

Pada kenyataanya kebayakan proses biokimiawi di

dalam tubuh organisme berlangsung melalui peranata

enzim atau kebanyakan kerja biologi disebabkan oleh

interaksi dengan enzim. Seperti pada reaksi

biotransformasi umumnya tidak akan berlangsung tanpa

pertolongan sistem enzim, disamping itu beberapa

transpor sinyal divasillitasi oleh sistem enzim.

Interaksi xenobiotika terhadap enzim yang mungkin

dapat mengakibatkan menghambat atau justru

mengaktifkan kerja enzim. Tidak jarang interaksi

xenobiotika dengan sistem enzim dapat menimbulkan efek

toksik. Inhibisi (hambatan) inhibisi enzim dapat

menimbulkan blokade fungsi saraf (Wirasuta, 2006).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan ulasan yang telah dijelaskan , dapat

disimpulkan bahwa:

1. Toksokinetik merupakan suatu respon atau pengaruh

tokson (zat toksik) terhadap organisme. Sedangkan

toksodinamik merupakan mekanisme atau cara kerja

tokson pada suatu organisme.

2. Fase toksokinetik meliputi proses Absorbsi,

Distribusi, Eliminasi, Eksresi dan Konsentrasi

Plasma. Sedangkan fase toksodinamik meliputi proses

Interaksi tokson dengan reseptor dan Mekanisme kerja

efek toksik

3.2 Saran

Diharapkan dapat dilakukan dan ditingkatkan penelitian

tentang toksikologi khusunya tentang efek dari

berbagai macam tokson yang membahayakan organisme

khususnya kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Mutschler.1999. Arzneimittelwirkungen: Lehrbuch der Pharmakologie un

Toxikologie; mit einführenden Kapiteln in die Anatomie, Phyiologie und

Pathophysiologie. Unter mitarb. Von Schäfer-Korting. -

7völlig neu bearb. und erw. Aufl., Wiss. Verl.-Ges.,

Stuttgart.

Sudrajat.2011.Toksikokinetika Racun. FMIPA UNMUL.

Wirasuta, Made A.G. Niruri, Rasmaya. 2006. Toksikologi

Umum. Buku Ajar. FMIPA Universitas Udayana

Abrar.2010. Pengertian dan dampak DDT. Diakses dalam

http://abrar4lesson4tutorial4ever.wordpress.com/2010/

02/20/pengertian-dan-dampak-ddt-dichloro-diphenyl-

trichloroethane-dalam-kehidupan/