13
111 Tedjo Budiwijono. Identifikasi Produktivitas Koloni Lebah Apis Mellifera Melalui Mortalitas dan Luas Eraman Pupa di Sarang pada Daerah dengan Ketinggian Berbeda JURNAL GAMMA, ISSN: 2086-3071 Volume 7, Nomor 2, Maret 2012 : 111 - 123 Versi online: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc IDENTIFIKASI PRODUKTIVITAS KOLONI LEBAH APIS MELLIFERA MELALUI MORTALITAS DAN LUAS ERAMAN PUPA DI SARANG PADA DAERAH DENGAN KETINGGIAN BERBEDA Tedjo Budiwijono Staf Pengajar Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang email : [email protected] ABSTRACT The purpose of this study to determine the productivity of bee colonies Apis mellifera through extensive identification and Eraman pupal mortality in areas with different heights. This research is useful to identify the productivity of bee colonies Apis mellifera grazing in areas with different heights through extensive mortality and Eraman pupa on the nest. The materials and tools used in this study is Apis mellifera bee colonies were 32 colonies were cultivated in the village of Oro-oro Ombo District of Stone Town and Village Junrejo Slamet Overlapping District of Malang. The equipment used in this study is the mask, smoker, thermohidrometer, millimeter paper blocks, mica plastic, roll meter, calculator and electrical balance AND GR 200 and stationery. Experimental method used, Apis mellifera colonies sample selected by purposive sampling, and data obtained difference was statistically tested by paired t test paired comparation {}. Research results obtained were not obtained difference {P> 0.05} value Apis mellifera bee mortality in farmed in the village of Oro-oro Ombo Junrejo District of the City of Stone {950 m} with Slamet Village District of Overlapping {597 m}. While extensive Eraman in the first period of March {} not found differences {P> 0.05} in both places and in the period April to two {{} obtained difference P <0.01} in widespread Eraman pupa in District Junrejo City stone 192,11cm2 be increased from 252.04 cm2 and the District Overlapping of 110.85 cm2 to 131.29 cm2. Kay Words : Apis mellifera, and widespread mortality Eraman pupae. PENDAHULUAN Analisa Situasi Indonesia merupakan Negara tropis dengan 25.000 jenis tanaman berbunga berupa tanaman pertanian, perkebunan, hutan, semak belukar, rumput dan bunga yang dapat menghasilkan nektar serta tepung sari yang berpotensi sebagai pakan lebah madu dan tersebar luas pada lahan seluas 200 juta hektar. Lebah madu yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah lebah unggul jenis Apis mellifera dari Eropa. Lebah madu ini dibudidayakan di Indonesia sejak tahun 1841 oleh Rijkeuns seorang Belanda dan tahun 1971 didatangkan Apis mellifera dari Australia. Budidaya lebah madu Apis mellifera di Pulau Jawa dilakukan secara intensif. Pada budidaya lebah ini peternak membuat stup (kotak sarang lebah), pondasi sarang, bingkai sisiran sarang, menggembalakan koloni lebah, membuat pakan buatan saat musim hujan, membuatkan ratu lebah, mengendalikan hama dan penyakit serta proses panen madu. Produksi madu pada koloni lebah Apis mellifera akan didapatkan pada saat musim kemarau dan peternak akan membawa koloni lebahnya pada

identifikasi produktivitas koloni lebah apis mellifera

Embed Size (px)

Citation preview

111Tedjo Budiwijono. Identifikasi Produktivitas Koloni Lebah Apis Mellifera Melalui Mortalitas dan Luas EramanPupa di Sarang pada Daerah dengan Ketinggian Berbeda

JURNAL GAMMA, ISSN: 2086-3071Volume 7, Nomor 2, Maret 2012 : 111 - 123

Versi online:http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc

IDENTIFIKASI PRODUKTIVITAS KOLONI LEBAH APIS MELLIFERAMELALUI MORTALITAS DAN LUAS ERAMAN PUPA DI SARANG PADA

DAERAH DENGAN KETINGGIAN BERBEDA

Tedjo Budiwijono

Staf Pengajar Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian PeternakanUniversitas Muhammadiyah Malang

email : [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this study to determine the productivity of bee colonies Apis melliferathrough extensive identification and Eraman pupal mortality in areas with different heights.This research is useful to identify the productivity of bee colonies Apis mellifera grazing inareas with different heights through extensive mortality and Eraman pupa on the nest.

The materials and tools used in this study is Apis mellifera bee colonies were 32 colonieswere cultivated in the village of Oro-oro Ombo District of Stone Town and Village JunrejoSlamet Overlapping District of Malang. The equipment used in this study is the mask, smoker,thermohidrometer, millimeter paper blocks, mica plastic, roll meter, calculator and electricalbalance AND GR 200 and stationery. Experimental method used, Apis mellifera coloniessample selected by purposive sampling, and data obtained difference was statistically testedby paired t test paired comparation {}.

Research results obtained were not obtained difference {P> 0.05} value Apis melliferabee mortality in farmed in the village of Oro-oro Ombo Junrejo District of the City of Stone{950 m} with Slamet Village District of Overlapping {597 m}. While extensive Eraman in thefirst period of March {} not found differences {P> 0.05} in both places and in the periodApril to two {{} obtained difference P <0.01} in widespread Eraman pupa in District JunrejoCity stone 192,11cm2 be increased from 252.04 cm2 and the District Overlapping of 110.85cm2 to 131.29 cm2.

Kay Words : Apis mellifera, and widespread mortality Eraman pupae.

PENDAHULUAN

Analisa Situasi

Indonesia merupakan Negara tropisdengan 25.000 jenis tanaman berbungaberupa tanaman pertanian, perkebunan,hutan, semak belukar, rumput dan bungayang dapat menghasilkan nektar sertatepung sari yang berpotensi sebagai pakanlebah madu dan tersebar luas pada lahanseluas 200 juta hektar. Lebah maduyang banyak dibudidayakan di Indonesiaadalah lebah unggul jenis Apis mellifera dariEropa. Lebah madu ini dibudidayakan di

Indonesia sejak tahun 1841 oleh Rijkeunsseorang Belanda dan tahun 1971didatangkan Apis mellifera dari Australia.

Budidaya lebah madu Apis mellifera diPulau Jawa dilakukan secara intensif. Padabudidaya lebah ini peternak membuat stup(kotak sarang lebah), pondasi sarang,bingkai sisiran sarang, menggembalakankoloni lebah, membuat pakan buatansaat musim hujan, membuatkan ratu lebah,mengendalikan hama dan penyakit sertaproses panen madu. Produksi madu padakoloni lebah Apis mellifera akan didapatkanpada saat musim kemarau dan peternakakan membawa koloni lebahnya pada

112 JURNAL GAMMA, Volume 7, Nomor 2, Maret 2012: 111 - 123

Tedjo Budiwijono Versi online:

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc

areal tanaman yang sedang berbunga hinggakoloni lebah mendapatkan pakan berupanektar dan tepung sari bunga.

Pada periode musim hujanberkepanjangan koloni lebah kes u l i t a nmendapatkan nektar dan tepung sari karenatepung sari basah dan nektar mengalamikerusakan sehingga pada periode ini jumlahpopulasi lebah akan menyusut karenakekurangan pakan. Nektar merupakan pakanlebah sumber energi. Nektar mengandungkarbohidrat 3 – 87% seperti sukrosa, fruktosadan glukosa. Sedangkan tepung sari ataupollen adalah pakan lebah sumber protein,lemak, sedikit karbohidrat dan mineral.Tepung sari didapatkan dari sel kelamin atauanthera bunga jantan.Kandungan proteinkasar dalam tepung sari bervariasi antara 8 –40% atau rata-rata 23%. Kebutuhan tepungsari tiap koloni lebah madu per tahunmencapai 50 kg yang digunakan sebagianuntuk kebutuhan bahan pakan koloni lebahdan sebagian lagi untuk pemeliharaan tetasanlebah madu. Bau dari tetasan lebahterutama pada fase larva yang bersentuhanlangsung dengan lebah pekerja akanmerangsang pengumpulan tepung sari didalam sarang.

Pada tempat penggembalaan lebahmadu dengan ketinggian berbeda sangatdipengaruhi oleh kondisi mikro klimat yangmeliputi suhu, kelembaban, jumlah hari hujan,intensitas curah hujan, kecepatan angin danintensitas cahaya matahari. Saat lingkunganlembab dan basah koloni lebah madukesulitan mendapatkan nektar maupuntepung sari untuk kebutuhan hidup sertaperkembangan koloni. Untuk menjagakelangsungan hidup koloni lebah madupeternak memberikan pakan buatan dari gulapasir bercampur air tetapi secara umumkondisi koloni lebah menurun, tidak adaproses panen hingga hama dan penyakitmudah menyerang koloni lebah madu Apismellifera.

Saat koloni lebah melemah akibat curahhujan tinggi, luas sarang tidak mengalami

pertambahan optimal bahkan cenderungmenyempit dalam arti jumlah telur, larva danpupa dalam sarang berkurang. Hal inididuga akibat lebah kesulitan dalammendapatkan nektar maupun tepung saridari tanaman disekitarnya. Oleh karena itujumlah lebah dalam koloni cenderungmenurun dan hama maupun penyakit sangatmudah sekali memasuki sarang lebahuntuk berkembangbiak dengan memakanpersediaan pakan atau membunuh pupalebah. Pada periode ini peternak harusmemberikan pakan buatan secara intensifagar koloni lebah dapat bertahan hidup danproses ini memerlukan biaya mahal terutamasaat curah hujan berkepanjangan. Jikakoloni lebah terus menerus kesulitan dalammendapatkan pakan buatan atau pakan alamidari tanaman disekitarnya dan diganggu olehhama dan penyakit maka koloni lebah akanberpindah tempat ( a b s c o n d i n g )meninggalkan sarang yang masih berisi telur,larva, pupa dan persediaan pakan yangtersisa. Pada kondisi ini peternakmengalami kerugian yang besar karenakoloni lebah tidak akan kembali kesarang. Pada saat musim kemarau kolonilebah Apis melifera dapat mencari pakanberupa nektar maupun tepung sari padatanaman di lingkungan areal penggembalaan.Secara umum pada musim kemarau ini kolonilebah dapat lebih leluasa dalam mencaripakan dan tidak terganggu dengan curahhujan. Jika persediaan pakan diarealpenggembalaan cukup memadai, peternakdapat melakukan proses panen pada sisiransarang lebah yang telah dipenuhi oleh madu.

Menurut Sihombing (2000) Faktorlingkungan juga mempengaruhi intensitaspengumpulan tepung sari secara langsungmaupun tidak langsung. Secara langsungtingkat pengumpulan tepung sari tergantungpada aktivitas dan kemampuan terbang lebahpekerja dan pola konsumsi makan.Sedangkan secara tidak langsungdipengaruhi oleh jenis tanaman disekitarkoloni lebah dan tingkat produktivitas tepung

113Tedjo Budiwijono. Identifikasi Produktivitas Koloni Lebah Apis Mellifera Melalui Mortalitas dan Luas EramanPupa di Sarang pada Daerah dengan Ketinggian Berbeda

JURNAL GAMMA, ISSN: 2086-3071Volume 7, Nomor 2, Maret 2012 : 111 - 123

Versi online:http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc

sar i bunga, kelembaban, temperatur,intensitas cahaya dan kecepatan angin. Didataran tinggi dengan ketinggian 1000 myang mempunyai kelembaban sekitar 90%dengan suhu antara 200C, koloni lebah kurangoptimal dalam beraktivitas dan jamur, hama,maupun penyakit sangat mudah menyerangkoloni lebah.

Oleh karena itu perlu dilakukanpenelitian untuk mengidentifikasi produktifitaskoloni lebah Apis mellifera melaluimortalitas pupa dan luas eraman sarangakibat hama dalam sarang Apis melliferaterutama saat kondisi lingkungan tidakmenguntungkan bagi koloni lebah yaitusaat curah hujan tinggi danberkepanjangan pada tempat denganketingian berbeda terutama tempat yangsering dipilih oleh peternak dalammenggembalakan koloni lebahnya.

METODE PENELITIAN

Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama 90hari yang berlangsung pada bulan Oktober2011 sampai dengan bulan Januari 2012 diKecamatan Junrejo Kota Batu denganketinggian 950 m dan di KecamatanTumpang, Kabupaten Malang denganketinggian 597 m.

Bahan Dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitianini adalah koloni lebah madu Apis melliferasebanyak 16 koloni yang dibudidayakan diKecamatan Junrejo Kota Batu, dan 16 koloniApis mellifera di Kecamatan TumpangKabupaten Malang.

Peralatan yang digunakan dalampenelitian ini adalah, masker, smoker,thermohidrometer, kertas millimeter blok,plastik mika, roll meter, peralatan tulis,kertaskarbon, timbangan digital AND GR 200 dankertas HVS 80 gram.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalampenelitian ini adalah eksperimen. Sampelkoloni Apis mellifera dipilih secara purposivesampling dan analisa data menggunakananalisa uji beda untuk mengetahuiperbedaan jumlah kematian {mortalitas}pupa dan luas eraman pupa pada sarangkoloni Apis mellifera di tempatpenggembalaan berketinggian

950 m berdekatan dengan kebun jagungserta tempat berketinggian 597 m yangberdekatan dengan kebun jagung pula.

Nilai perbedaan jumlah mortalitas padapupa dan luasaneraman pupa pada saranglebah Apis mellifera di daerah denganketinggian berbeda dianalisis dengan uji beda“T” berpasangan {paired comparation}.

Pengukuran luas sel pengeraman dalamsarang :

Untuk mengukur luas sel pengeramandalam sarang lebah madu digunakan rumusperhitungan luas tidak beraturan berdasarkanrumus dari Anonymous, (1974) :

Luas areal tak beraturan (%) :

Cara Perhitungan :

- Luas permukaan tidak beraturandijiplak pada plastik transparan

- Dilakukan pengguntingan areal luaspermukaan tak beraturan, ditimbang(gr)

- Dilakukan penimbangan luas totalpermukaan (gr)

- Dilakukan pengukuran luas total (cm2)- Perhitungan luas permukaan tak

beraturan (cm2) : Persentase (%) luaspermukaan tak beraturan X luas totalpermukaan (cm2)

114 JURNAL GAMMA, Volume 7, Nomor 2, Maret 2012: 111 - 123

Tedjo Budiwijono Versi online:

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc

Batasan Istilah

- Sel pupa : Merupakan sel pada saranglebah Apis mellifera yang telahberisi pupa, Sel telah tertutup olehlapisan lilin tipis dan periode iniberlangsung selama 12 hari pada lebahpekerja.

- Mortalitas pupa : Merupakan sel sarangkoloni Apis mellifera yang telah berisipupa tetapi sel tidak tertutup rapat, telahterdapat lubang pada lilin tipis penutupsel akibat serangan kutu pada pupalebah dan pupa telah mengalamikematian.

- Luas sel eraman pada sarang lebah :Adalah sel pengeraman pada saranglebah Apis mellifera yang telah berisitelur, larva dan pupa.

Pelaksanaan Penelitian

Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap persiapan penelitian inidilakukan beberapa tindakan yang meliputilangkah-langkah sebagai berikut :

- Menentukan lokasi penelitian sesuaidengan kriteria daerah yang berbedaketinggian dan sentra budidaya lebahmadu. Pada persiapan penelitian iniditentukan di Kecamatan Junrejo KotaBatu dan Kecamatan TumpangKabupaten Malang.

- Memilih 16 koloni lebah Apis melliferayang digembalakan di KecamatanJunrejo Kota Batu dengan ketinggianantara 950 m dpl dan 16 koloni Apismellifera yang digembalakan diwilayah Kecamatan TumpangKabupaten Malang dengan ketinggian597 m dpl secara purposive sampling.

- Kriteria pemilihan koloni yang akandiamati adalah sebagai berikut :

a. Koloni yang dipilih mempunyaikondisi awal yang sama

b. Jumlah frame (sisiran sarang) 5 unitc. Jumlah populasi awal lebah tiap

koloni diasumsikan sama.d. Koloni diletakkan berjajar dengan

rataan jarak antar koloni 60 cm.e. Jumlah pakan yang diberikan sama

yaitu 0,5 kg sirup gula pasir tiap tigahari sekali tiap koloni.

f. Pengobatan dilakukan dua minggusekali dengan obat merk Rotrazdan dosis yang digunakan 1-2 ml : 10liter air

g. Lingkungan areal penggembalaandi wilayah dengan ketinggianberbeda mempunyai kesamaanyaitu kurang dari 0,5 km dari lokasipenggembalaan terdapatkebun-kebun tanamanjagung milik masyarakat dan didaerah berketinggian

- Mengukur mikro klimat pada masing-masing areal penggembalaan koloniApis mellifera yang meliputi suhudalam koloni lebah, suhu lingkungan,rata-rata curah hujan, jumlah hari hujan,hari hujan maksimal, kelembabanlingkungan,

- Menyiapkan plastik transparan, spidol,thermohigrometer, alat pengukurketinggian serta menghitung luasanareal pupa, tepung sari dan sel pupaabnormal pada sarang lebah Apismellifera. dengan cara menggambarluas sel pupa normal atau abnormal dantepung sari dalam sarang pada plastiktranparan dengan spidol pada masing-masing wilayah penelitian.

Tahap penelitian Dan pengambilan Data

Pada penelitian ini dilakukanpengukuran secara langsung terhadap luasanareal tepung sari, luasan eraman pupanormal dan abnormal, jumlah pupa abnormal

115Tedjo Budiwijono. Identifikasi Produktivitas Koloni Lebah Apis Mellifera Melalui Mortalitas dan Luas EramanPupa di Sarang pada Daerah dengan Ketinggian Berbeda

JURNAL GAMMA, ISSN: 2086-3071Volume 7, Nomor 2, Maret 2012 : 111 - 123

Versi online:http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc

pada lebah Apis mellifera yangdibudidayakan di wilayah KecamatanJunrejo Kota Batu dan Kecamatan TumpangKabupaten Malang. Tahapan pengambilandata adalah sebagai berikut :

- Mempersiapkan lokasi dan mengukurmikroklimat di areal pengembalaanwilayah Tlekung Kecamatan Junrejokota Batu dan Kecamatan TumpangKabupaten Malang yang meliputitemperatur lingkungan, kelembaban,curah hujan, jumlah hari hujan dan curahhujan maksimal.

- Melakukan pengukuran jumlahmortalitas pupa melalui sisiran sarang(frame) yang diukur adalah sisiransarang dibagian tengah koloni danbagian tepi kanan dan kiri koloni.

- Luas areal eraman pada sisiran saranglebah Apis mellifera pada penelit ianini diukur dengan menghitungluasan pengeraman dalam sisiransarang. Pengukuran dilakukan dengancara menempelkan plastik mika padasisiran sarang di koloni lebah, digambardengan spidol pada plastik mika.

- Cara pengukuran jumlah mortalitaspada pupa dilakukan d e n g a ncara menempelkan plastik mika padasisiran sarang kemudian pupa yang adadi sel sarang diberi tanda titik denganspidol dan dihitung jumlah pupa yangmati.

- Mengidentifikasikan jenis hamayang menyerang koloni lebah madumelalui pengamatan visual danpengamatan dalam laboratorium padahama yang menyerang koloni Apismellifera di areal pengembalaan.

- Menghitung sel-sel pupa yangmengalami kematian pada sarangakibat terserang hama.

- Pengambilan data dilakukan setiap tujuhhari sekali di Kecamatan Tumpang danJunrejo.

- Tabulasi data dikelompokkan dalamwaktu 14 hari selama 60 hari penelitian

Tahap Akhir Penelitian

Pada tahap akhir penelitian inidilakukan tabulasi data tentang luasan eramanpupa, i jumlah mortalitas pupa dalam sarang,dan identifikasi jenis hama yang menyerangkoloni lebah madu.. Setelah dilakukanperhitungan statistik, disusun laporan akhirpenelitian.

Tabulasi Data Hasil Penelitian

Data-data yang didapatkan dari hasilpenelitian di lapangan ditabulasikan secaraurut sesuai dengan tahapan prosespengambilan data saat dilakukan penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinjauan Umum

Penelitian ini dilakukan di dua tempatdengan ketinggian berbeda yaitu KecamatanTumpang Kabupaten Malang denganketinggian 597 m di atas permukaan laut danKecamatan Junrejo Kota Batu denganketinggian 950 m di atas permukaan laut.Pengamatan jumlah curah hujan, hari hujanserta jumlah curah hujan maksimal selamapenelitian pada bulan Desember 2011 danJanuari 2012 pada kedua tempat penelitiandapat dilihat pada Tabel 1di bawah ini,

116 JURNAL GAMMA, Volume 7, Nomor 2, Maret 2012: 111 - 123

Tedjo Budiwijono Versi online:

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc

Tabel 1. Data curah hujan (CH), hari hujan (HH), hujan maksimal (HM), bulan Desember {2011},Januari { 2012.}

No Nama Tempat Desember Januari 1 Junrejo, ketinggian 950 m CH (mm) 236

HH (hari) 14 HM (mm) 70

CH (mm) 448 HH (hari) 21 HM (mm) 93

2 Tumpang, ketinggian 597 m CH (mm) 267 HH (hari) 20 HM (mm) 46

CH (mm) 618 HH (hari) 29 HM (mm) 75

Sumber : Stasiun Klimatologi Karang ploso, 2012

Hasil pengamatan mikroklimat yangmeliputi suhu dan kelembaban pada arealpenggembalaan lebah Apis melifera di

kecamatan Junrejo Batu dan kecamatanTumpang dapat dilihat pada Tabel 2 di bawahini.

Tabel 2. Hasil pengamatan suhu dan kelembaban di Junrejo Kota Batu dan Tumpang KabupatenMalang.

Lokasi Pengamatan Periode ke

Suhu (0C) Kelembaban(%)

Pengamatan Periode ke

Suhu (0C) Kelembaban(%)

Junrejo (950 m)

1

2

240C, 88,5% 23,50C, 90,5%

3

4

22,50C, 91,5% 23,50C, 93%

Tumpang (597 m)

1

2

310C, 68,5% 34,50C, 70,5%

3

4

340C, 74% 32,50C, 82%

Tinjauan Khusus.

Pada saat penelitian dilakukan,peternak lebah Apis mellifera di KecamatanJunrejo dan Tumpang tidak memberikantepung sari sebagai pakan tambahan padakoloni lebah yang dibudidayakan meskipunjumlah pupa dan persediaan tepung saridalam sarang lebah mulai tidak seimbang.

Jumlah mortalitas sel pupa pada kolonilebah Apis mellifera yang dibudidayakanKecamatan Junrejo (950 m) danKecamatan Tumpang {597m).

Berdasarkan hasil perhitungan dapatdiketahui mortalitas sel pupa karena rusakatau cacat pada setiap periode pengamatandi Kecamatan Junrejo dan KecamatanTumpang selama penelitian dapat dilihatpada gambar 12. Sel pupa yang rusakdiindikasikan dengan tutup sel yang telah

berlubang dan pupa dalam kondisi mati danmengalami kerusakan fisik. Kerusakansecara umum adalah bentuk pupa yang tidakutuh, berwarna kuning sampai coklat.

Gambar 1. Jumlah mortalitas selpupapada daerah berketinggian 950 mDi Kecamatan Junrejo dan 597 mdi Kecamatan Tumpang yang tidakberbeda (P>0,05) pada periode ke 1sampai ke 4.

117Tedjo Budiwijono. Identifikasi Produktivitas Koloni Lebah Apis Mellifera Melalui Mortalitas dan Luas EramanPupa di Sarang pada Daerah dengan Ketinggian Berbeda

JURNAL GAMMA, ISSN: 2086-3071Volume 7, Nomor 2, Maret 2012 : 111 - 123

Versi online:http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc

Mortalitas pupa di areal penggembalaankoloni lebah Apis mellifera di ketinggian 950m di Kecamatan Junrejo dan 597 m diKecamatan Tumpang secara statistik tidakdidapatkan perbedaan. Pengaruh mikroklimatterutama suhu dan kelembaban yangdipengaruhi oleh intensitas hujan tinggiyang berlangsung terus menerus diidugammempengaruhi kondisi pupa. Intensitascurah hujan di Junrejo yang mencapai 236mm {bulan Desember} dan 448 mm {bulanJanuari} sedangkan di Tumpang 267 mm{bulan Desember} dan 628 mm {bulanJanuari} sangat mempengaruhi kelembabansarang. Kelembaban di daerah berketinggian950 m dengan kisaran 88,5% sampai 93%akan membuat sarang lembab dan hamasangat mudah berkembangbiak dalam sarangyang mempunyai kelembaban tinggi. Padadaerah dengan ketinggian 597 m mempunyaikelembaban yang berkisar antara 68,5%sampai 82%.

Melalui pengamatan secara intensifpada saat penelitian tidak didapatkanpenyakit yang menyerang koloni lebah Apismellifera yang dibudidayakan di KecamatanJunrejo maupun di Tumpang. Hama parasityang sering menyerang koloni Apis melliferaadalah Varroa jacobsoni dan Tropilaelapsclareae

Varoa jacobsoni merupakanektoparasit pada lebah Apis mellifera dandapat berbiak sangat cepat serta adaptifterhadap kondisi iklim tropis. Berdasarkanpengamatan selama penelitian, Varrroajacobsoni pada larva dan pupa lebahyang terinveksi berwarna putih dan akanterlihat jika larva atau pupa yang terinfeksidiangkat maka dalam sel sarang larva ataupupa tersebut banyak ditemukan Varroajacobsoni muda.

Menurut Akratanakul {1995} Varroajacobsoni betina mempunyai alat tusuk dalammulut yang dapat digunakan untuk melukaiselaput dalam antar segmen lebah yanglunak dan haemolymp lebah akan terhisap kedalam tubuh Varroa jacobsoni melalui alat

tusuk dalam mulut tersebut. Pada intensitaspenyerangan yang tinggi pada koloni lebah,llarva atau pupa terserang akan melemah danmati serta lebah pekerja akan membuangbangkai larva atau pupa tersebut. Padatingkat serangan yang ringan, larva atau pupaterserang tidak mati tetapi dapat tumbuhmenjadi lebah pekerja yang cacat sepertiiabdomen yang pendek, sayap tidaksempurna dan lebah pekerja berumurpendek.

Gambar 2. Kutu Varroa jacobsoni padaabdomen pupa Apis mellifera{Budiwijono, 2010}

Melalui hasil pengamatan ditemukanjuga hama kutu Tropilaelaps clareaedengan ukuran tubuh lebih kecil dariVarroa jacobsoni tetapi saat menyerangkoloni Apis mellifera, mempunyai populasiyang lebih besar dari Varroa jacobsoni danpenyerangan terjadi secara terus menerusselama koloni Apis mellifera melemahkarena kekurangan pakan di musim paceklik.Saat terjadi serangan yang intensif padakoloni Apis mellifera, induk Tropilaelapscalareae sering dijumpai berjalan cepatdipermukaan sarang dan terlihat secaravisual. Menurut Sihombing (2000)Tropilaelaps clareae adalah parasit aslipada lebah Apis dorsata tetapi sekarang

118 JURNAL GAMMA, Volume 7, Nomor 2, Maret 2012: 111 - 123

Tedjo Budiwijono Versi online:

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc

telah telah menyebar pada semua koloni Apismellifera yang dibudidayakan di wilayahtropis maupun sub tropis. Pada kondisilingkungan dengan kelembaban tinggiberkepanjangan populasi Tropilaelapsclareae dapat berkembang sangat cepat danserangan yang dilakukan sering berdampaklebih buruk dibandingkan dengan serangankutu Varroa jacobsoni.

Berdasarkan pengamatan selamapenelitian, waktu penyerangan kutu Varroajacobsoni dan Tropilaelaps clareae hampirbersamaan. Peningkatan curah hujan yangtinggi disertai dengan kelembaban yangberkepanjangan akan meningkatkan tingkatpenyerangan kutu ektoparasit ini. Intensitaspenyerangan akan semakin meningkat jikapemberian pakan buatan pada koloni lebahterlambat diberikan. Pada saat penelitian

koloni lebah Apis mellifera diberi pakansirup gula yang dibuat dari gula dan airdengan perbandingan 1 : 1 kemudiandipanaskan. Setiap koloni normal diberi 0,5liter sirup gula setiap tiga hari sekaliuntuk lebah Apis mellifera yangdibudidayakan di Kecamatan Junrejo danTumpang.

Pengobatan dan pencegahan kutuVarroa jacobsoni dan Tropilaelapsclareae dilakukan dengan insektisidaRotraz 200 EC dengan bahan aktifamitraz 200 gt. Insektisida Rotrazdilarutkan dalam air dengan perbandingan1- 2 ml : 10 liter air kemudian larutandisemprotkan dalam sisiran sarang terinfeksidengan menghindari penyemprotan langsungyang mengenai telur atau larva muda karenadapat mematikan. Pengobatan danpencegahan dengan cara di atas sudahsesuai dengan petunjuk Akratanakul (1995)dan Sihombing (2000). Kerugian pemakaianobat kimia berbahan aktif Amitraz menurutAkratanakul (1995) adalah jika peternakkurang hati-hati dalam melakukanpenyemprotan dan terkena telur lebah makatelur akan mati. Penyemprotan sisiran sarangyang terkena serangan kutu Varroa

jacobsoni ataupun Tropilaelaps clareaedapat dilakukan tiga kali penyemprotandengan selang waktu empat hari tanpa bolehmengenai sel telur atau larva muda.Penyemprotan harus dihentikan paling tidakempat minggu sebelum musim bunga danpanen tiba.Saat sisiran sarang terserangkeseluruhan dalam stup, peternakmelakukan tindak pencegahan danpengobatan dengan cara mengoleskan cairanRotraz 200 EC dalam lembaran triplekdengan ukuran panjang 23 cm dan lebar 3 cmyang diletakkan di antara sisiran sarang yangterinfeksi. Jumlah lembaran triplek (strip)yang diletakan dalam sisiran sarangtergantung pada tingkat infeksi sisiransarang yang diserang kutu-kutu ektoparasittersebut. Interval pencegahan dilakukansetiap satu bulan sekali sedangkanpengobatan dilakukan tiap dua minggu sekali.

Varroa jacobsoni merupakan kutuyang berkembang pada Apis cerana diwilayah tropis. Seiring denganperkembangan budidaya Apis mellifera, kutuVarroa jacobsoni juga menyerang lebahunggul ini diwilayah empat musim sampaitropis. Secara umum serangan kutuektoparasit ini menyebabkan koloni lebahmelemah, produktivitas turun dan terkadangkoloni lebah meninggalkan sarang (kabur)jika serangan menguat dan berkepanjangan.

Menurut Akratanakul (1995) Varroajacobsoni dapat dilihat dengan mata biasakarena berukuran panjang dan lebar 1,6 x 1,1mm dengan warna tubuh coklat merahbercahaya, permukan tubuh tertutup olehrambut pendek. Sedangkan Tropilaelapsclareae mempunyai ukuran tubuh denganpanjang 0,96 mm dan lebar 0,55 mm danmasih dapat terlihat dengan penglihatan matabiasa dengan warna tubuh merah coklat danpermukaan punggung mengkilat. Varroajacobsoni betina sering ditemukan dalamsel-sel larva atau pupa lebah atau berjalancepat pada permukaan sisiran sarangterinfeksi. Terkadang kutu ini juga terlihatmenempel pada bagian segmen abdomen,

119Tedjo Budiwijono. Identifikasi Produktivitas Koloni Lebah Apis Mellifera Melalui Mortalitas dan Luas EramanPupa di Sarang pada Daerah dengan Ketinggian Berbeda

JURNAL GAMMA, ISSN: 2086-3071Volume 7, Nomor 2, Maret 2012 : 111 - 123

Versi online:http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc

bagian antara thorax dan abdomen serta anuspada lebah pekerja dewasa. Pada periodetelur dan saat muda kutu ini tidak terlihatkarena hidup di dalam sel larva maupun pupasecara pasif.dan hidup dengan menghisapcairan tubuh calon lebah. Keberadaan kutumuda dapat teridentifikasi dengan jelas jikasel-sel larva atau pupa terinveksi dibukakemudian ditemukan kutu muda berwarnaputih menempel pada tubuh luar larva ataupupa lebah.

Berdasarkan hasil pengamatan selamapenelitian, pencegahan kutu ektoparasitVarroa jacobsoni dan Tropilaelaps clareaesecara biologi tidak pernah dilakukan olehpeternak lebah Apis mellifera diKecamatan Junrejo dan TumpangPenggunaan metode biologi untuk membasmikutu Varroa jacobsoni yang selalumenyerang dan bersarang pada sel-sel calonlebah jantan dalam siklus hidupnya bisa jugadilakukan oleh peternakdi KecamatanJunrejo Kota Batu dan KecamatanTumpang. Untuk membasmi kutu lebah inidapat dibuat sel-sel lebah jantan melaluipondasi sarang lebah jantan dengan teknikperbanyakan sel dan ditempatkan dalamkoloni terinfeksi. Apabila sel-sel sarang telahtertutup maka bingkai sarang dapat diangkatuntuk dimusnahkan. Penggunaan metodebiologi dapat dipadukan dengan metodekimia sesuai dengan pendapat Akratanakul(1995) yang bertujuan untuk menghematpemakaian bahan kimia yang mahal.

Metode biologi dapat digunakan untukmengendalikan kutu Tropilaelaps clareaedengan memperbanyak siklus penetasancalon lebah dari koloni yang terseranghingga kutu tersebut terhalang untuk masukke dalam sel yang jumlahnya meningkat sertakoloni diberi pakan buatan selama tiga haripenuh sehingga koloni menjadi kuat danlebah pekerja akan segera menutup selsarang serta membuang larva yangterinfeksi. Metode lain yang diterapkanpeternak adalah dengan memindahkanbingkai sisiran sarang calon lebah dengan sel

yang sudah tertutup maupun belum tertutupdari koloni lebah terserang kemudiandimasukan ke dalam koloni baru. Sebelumlarva baru menetas maka koloni barutersebut akan kekurangan anak lebah selama2 – 3 hari dan waktu tersebut cukup untukmembuat kutu kelaparan dan mati. Kolonibaru ini diberi ratu yang telah dibuahi tetapidikurung selama 14 hari dan pada waktu inianak lebah sudah dapat keluar dari sarangtetapi tidak ada anak lebah baru. Karena ratutidak menetaskan telur. Metode ini sesuaidengan pendapat Akratanakul (1995),tetapi metode biologi dengan caramemanipulasi koloni lebah ini tidak dilakukanpeternak lebah di Kecamatan Junrejomaupun di Tumpang meskipun metode inidapat menekan biaya perawatan kolonilebah dan mencegah pembiakan kutuektoparasit ini. Metode pembasmian kutuektoparasit Varroa jacobsoni danTropilaelaps clareae melalui metode biologidengan cara memanipulasi koloni seringditerapkan oleh peternak lebah Apismellifera di Australia dengan hasil yangcukup memuaskan dan dapat menekan biaya(Anonymous, 2006)

Luas eraman pupa pada sarangkoloni lebah Apis mellifera yangdibudidayakan pada tempat berbedaketinggian

Berdasarkan hasil pengukuran luaseraman pupa pada sarang koloni Apismellifera yang dibudidayakan di kecamatanJunrejo Batu (950 m) dan KecamatanTumpang (597 m) pada setiap periode dapatdilihat pada gambar 2 di bawah ini.

120 JURNAL GAMMA, Volume 7, Nomor 2, Maret 2012: 111 - 123

Tedjo Budiwijono Versi online:

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc

Gambar 2. Luas eraman pupa Apis mellifera yang digembalakan di Junrejo (950 m) dan Tumpang(597 m) pada pengamatan ke 1 dan 2 tidak berbeda (P>0,05), pengamatan tiga danempat terdapat perbedaan (P<0,01).

Penelitian ini dilakukan pada arealpenggembalaan dengan ketinggian berbedaserta kondisi mikroklimat yang berbedatetapi kondisi koloni Apis mellifera yangdibudidayakan relatif sama. Hal ini dapatdikaji dari luas eraman pupa dalam sarangyang tidak berbeda (P>0,05) pada kolonilebah yang digembalakan di Junrejo KotaBatu (950 m) dan Kecamatan Tumpang (597m) pada pengamatan periode ke satu dan duabertepatan dengan bulan Maret. Rata-rataluas pupa di Junrejo pada pengamatanperiode bulan Maret. 156,26 cm2 dan146,27 cm2 sedangkan di KecamatanJunrejo Batu 169,36 cm2 dan 175,91 cm2.Sedangkan pada pengamatan periode ke 3dan 4 di Kecamatan Tumpang didapatkanluas pupa 110,85 cm2 dan 131,29 cm2serta Kecamatan Junrejo Batu 192,11 cm2dan 252 cm2 di kedua tempat berbedaketinggian ini di dapatkan perbedaan luaspupa (P<0,01).

Kondisi luas eraman pupa di JunrejoBatu dan Tumpang pada pengamatan periodeke satu dan dua di bulan Desember yangtidak didapatkan perbedaan ini didugadipengaruhi oleh faktor mikroklimat yangmeliputi suhu, kelembaban, intensitas curahhujan dan jumlah hari hujan. Diduga suhudan kelembaban kurang berpengaruhoptimal terhadap perkembangan sel-sel pupadi Junrejo Batu maupun Tumpang. Hal ini

dapat dikaji dari jumlah curah hujan sertahari hujan yang hampir sama pada keduatempat tersebut. Pada pengamatan periodeke tiga dan empat yang bertepatan denganbulan Januaril, intensitas curah hujan diKecamatan Tumpang meningkat tajamsebesar 618 mm dan di Junrejo Batu 448 mm.Pada penelitian yang dilakukan Trisnawati(2005) didapatkan penurunan jumlah larvayang berbeda pada daerah denganketinggian berbeda. Pada musim paceklikpenurunan jumlah larva sebesar 36,98% diKecamatan Singosari (468 m) dan 36,1% diKecamatan Tumpang (597 m). MenurutKleinschimdt (1998) Kondisi lingkunganyang mempunyai curah hujan tinggi akanmenyulitkan lebah dalam mengumpulkantepung sar i dan nektar. Managemenpemberian pakan buatan dapat dilakukanpada kondisi ini tetapi jika tidak optimal kolonilebah akan meninggalkan sarang hinggapeternak dirugikan.

Akibat curah hujan yang tinggi diKecamatan Tumpang (597 m) menyebabkanlebah pekerja kesulitan untuk mencaritepung sari sebagai bahan pakan utama larvauntuk berkembang menjadi pupa sehinggaluasan sel-sel pupa pada koloni lebah diwilayah Tumpang (597 m) mengalamipenurunan terutama pada periodepengamatan ke 3 dan ke 4. Hal ini sesuaidengan pendapat Sihombing (2000) yang

121Tedjo Budiwijono. Identifikasi Produktivitas Koloni Lebah Apis Mellifera Melalui Mortalitas dan Luas EramanPupa di Sarang pada Daerah dengan Ketinggian Berbeda

JURNAL GAMMA, ISSN: 2086-3071Volume 7, Nomor 2, Maret 2012 : 111 - 123

Versi online:http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc

menyatakan bahwa saat intensitas curahhujan tinggi tepung sari akan melekat padaanthera bunga sehingga sulit untuk diambillebah pekerja hingga ketersediaan tepungsari sebagai bahan pakan utama larva untukmenjadi pupa berkurang.

Pada wilayah dengan intensitas curahhujan tinggi akan mengganggu aktivitas lebahpekerja untuk mencari pakan berupa nektarmaupun tepung sari dan kondisi nektar dantepung sari juga mengalami kerusakan akibatair hujan hingga produktivitas koloni lebahmenurun (Anonymous, 2008). Pada periodeke 3 dan 4 jumlah pupa di Junrejo Batu (950m) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlahpupa di Tumpang (597 m) meskipun kondisimikroklimat di Junrejo (959 m) dengandataran lebih tinggi kurang mendukung. Halini disebabkan oleh ketersediaan tepung sariyang tercukupi dalam sarang karena banyaktanaman penghasil nektar di arealpenggembalaan lebah. Meskipun jumlahtepung sari mencukupi pada KecamatanJunrejo (950 m) tetapi jumlah pupa padapengamatan periode ke 1 dan 2 tidakoptimal. Diduga hal ini berkaitan erat dengankondisi suhu yang berkisar 22,50C - 240Cdan kelembaban lingkungan yang berkisarantara 88,5% - 93% kurang mendukungkoloni Apis mellifera untuk beraktivitasoptimal terutama kemampuan ratu untukmenghasilkan telur. Menurut Trisnawati(2005) kisaran suhu antara 310C – 330C dankelembaban antara 64% - 68% di ketinggian474 m koloni lebah dapatberaktivitas secara optimal untukmeningkatkan p r o d u k t i v i t a s n y a .Sedangkan menurut Suhartono (2005)perkembangbiakan koloni Apis melliferaakan optimal pada suhu antara 300C – 330Cdan kelembaban 70%.

Di Kecamatan Tumpang (597 m)luas sel pupa cenderung menurun hal inidisebabkan oleh ketersediaan tepung sariyang sedikit dan curah hujan tinggi MenurutSihombing (2000) pengumpulan tepung saridipengaruhi secara langsung maupun tidak

langsung oleh perilaku lebah pekerja. Secaralangsung saat turun hujan lebah pekerjatidak akan keluar sarang untuk mencaripakan. dan akibat tidakm langsung adalahtepung sari cenderung melekat pada anterabunga hingga lebah pekerja kesulitan dalammengambil tepung sari. sarang. Tepung saridikonsumsi lebah madu sebagai bahan pakansumber protein, lemak, sedikit karbohidratdan mineral. Sekitar separuh dari tepung sariyang dikumpulkan oleh lebah pekerja akandigunakan untuk memelihara larva yang akanberkembang menjadi pupa.

Berdasarkan penjelasan tersebutpenyebab utama penyempitan luas ermanpupa dalam sarang koloni lebah Apismellifera adalah kesulitan lebahpekerja dalam mengumpulkan tepung saridari anthera bunga jantan pada tanamandisekitanya, aktivitas ratu lebah dalambertelur tidak optimal akibat kondisimikroklimat terutama suhu dan kelembabanyang kurang mendukung.. Kesulitan dapatjuga disebabkan oleh periode musim hujandengan intensitas tinggi yangberkepanjangan dan tanaman sumber pakanlebah yang sedang tidak berbunga. MenurutHrassnigg dan Crailsheim (1998)ketersediaan pakan dalam sarang lebahyang tidak seimbang dengan jumlah larvadan pupa dapat berakibat prosespertumbuhan larva terhambat, jumlah pupadan lebah pekerja yang menetas jugaberkurang. Kekurangan pakan dalam kolonilebah sangat signifikan dalam membatasiperkembangan koloni lebah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dalampenelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Tidak didapatkan nilai mortalitas yangberbeda pada koloni Apis melliferayang dibudidayakan di Kecamatan

122 JURNAL GAMMA, Volume 7, Nomor 2, Maret 2012: 111 - 123

Tedjo Budiwijono Versi online:

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc

Junrejo {950 m} dan KecamatanTumpang dengan ketinggian 597 m

b. Pada periode ke satu dan dua {bulanDesember} tidak didapatkan luaseraman pupa yang berbeda tetapi padaperiode ke tiga dan empat {bulanJanuari} didapatkan luas eraman yangberbeda {P<0,01} dengan luasaneraman di Kecamatan Junrejo lebih luasyaitu 252,04 cm2 dan KecamatanTumpang 131,29 cm2.

Saran

Saran yang dikemukakan dari hasilpenelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Budidaya lebah madu Apis melliferadapat dilakukan pada daerah denganketinggian 597 m maupun 950 m tetapidapat dipilih pada areal penggembalaanyang banyak tanaman berbunga.

b. Pembasmian kutu ektoparasit padasarang lebah akan lebih baikmenggunakan metode biologi untukkeamanan madu yang dihasilkan dandapat mencegah kerusakan pada larvamaupun pupa serta menghemat biayapemeliharaan.

DARTAR PUSTAKA

Akratanakul, P. 1985. Lebah Madu dalamKlasifikasi Genus Apis FAO / UNDP– INS. Beekeping For RuralDevelopment. Perum Perhutani.Departemen Kehutanan.

Akratanakul, P. 1985. Hama dan Penyakitpada Lebah. FAO / UNDP – INS.Beekeping For Rural Development.Perum Perhutani. DepartemenKehutanan.

Akratanakul, P. 1985. Pemeliharaan LebahApis mellifera. FAO / UNDP -INS.Beekeping for Rural Development.

Perum Perhutani. DepartemenKehutanan.

Anonymous, 2006. Honey Bee Diseases andPest : A Practical Guide. Agriculturaland Food Engineering Technical Report.Electric Publishing Policy SupportBranch Information. Division FAO.Viale Delle Temme di Caracalla 00153Rome. Italy.

Anonymous, 1974. A Course Manual inTropical Pasture Science. AustralianVice Chancellors Committe, Australia.

Hrassnigg, N and Crailsheim, K, 1998. TheInfluence Queen for ConsumtionPollen Workerbee Institute ZoologiAustria. http // linkinghub. elsevier. Cominkinghub.elsevier.com/retrieve/pii.S0022191098000225.

Kleinschimdt, GJ, 1998 . Feeding andPopulations. Production and Research.Plant Protection Department.Queensland Agriculture College.Lawes. Queensland.

Kleinschimdt, GJ, 1998. Nutrition for LongLife Bees. Production And Research.Plant Protection Department.Queensland Agriculture College.Lawes. Queensland.

Kleinschimdt, GJ, 1998. Colony ControlProduction And Research. PlantProtection Department. QueenslandAgriculture College, Lawes Lawes.Queensland.

Lamerkabel, JSA., 2007. Lebah Madu,Hasil Hutan dan Ternak Harapan.Panitia Seminar Nasional ProfesiKehutanan. Fakultas PertanianUniversitas Pattimura. Ambon

Mamahit, E,M,J, 2003. Mutualisme YangIndah Antara Serangga Dan Bunga.

123Tedjo Budiwijono. Identifikasi Produktivitas Koloni Lebah Apis Mellifera Melalui Mortalitas dan Luas EramanPupa di Sarang pada Daerah dengan Ketinggian Berbeda

JURNAL GAMMA, ISSN: 2086-3071Volume 7, Nomor 2, Maret 2012 : 111 - 123

Versi online:http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/issue/view/238/showToc

Pengantar Falsafah Sains. ProgramPasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Nasution, S.A.,2010. PembungaanTanaman Pakan Lebah MaduBerdasarkan Periode Hujan padaTiga Iklim di Kabupaten Deli Serdang.USU Repository. Agriculture. Forestry.http://repository.usu.ac.id/handle/123456789. Desember, 24, 2010.

Ruttner, F., 1998. Biogeography andTaxonomy Of Honeybees. SpringerVerlag. Berlin Heidelberg. New York.London. Paris. Tokyo.

Rusfidra, 2006. Prospek PengembanganBudidaya Perlebahan di Indonesia.Makalah Seminar Nasional Biologi.Fakultas Matematika Dan IlmuPengetahuan Alam. Universitas NegeriSemarang

Rusfidra, 2006. Peran lebah Madu SebagaiSerangga Penyerbuk untukMeningkatkan Produksi Tanamandan Pendapatan Petani . MakalahSeminar. Konferensi NasionalKonservasi Serangga. FakultasPertanian. Institut Pertanian. Bogor

Sihombing, D.T.H., 2000. Ilmu Ternak LebahMadu. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta

Simpson, G.N. 1995. Comparisin of FifeRequeening System For Honey BeeColonies. Production And Research.Plant Protection DepartmentQueensland Agriculture College.Lawes. Queensland.

Steel, G.D.R dan Torrie, J.H. 1991 .Prinsipdan Prosedur Statistika. SuatuPendekatan Biometrik. PT. GramediaPustaka Utama. Jakarta.

Trend, B., 2008. Pest and Disease toWestern Australian Bee Industry.Department of Agriculture and FoodWestern Australia.

Trisnawati, D., 2005. Kerusakan Sarangdan Penurunan Jumlah Larva padaLebah Apis mellifera Saat MusimPaceklik di Kecamatan Tumpang danSingosari. Laporan PenelitianInstutisional . Fakultas Peternakan danPerikanan. Universitas Muhammadiyah.Malang.

Yahya, H., 2008.Lebah Madu PembinaSarang yang Sempurna. An InvitationOn The Truth. File ///G: lebah madu1.php.htm. Nopember, 1, 2010.