Upload
independent
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
“SEJAUHMANA NEW PUBLIC MANAGEMENT NPM DITERAPKAN DIINDONESIA, DAN GOVERNANCE BISA MEMECAHKAN MASALAH-MASALAH
DI SEKTOR PUBLIK”
Dosen: Drs. Andy Fefta Wijaya, MDA, Ph.D
Oleh;
Nama : Agostinho Alves dos Santos
Nim : 131000409
Mata Kuliah : Filsafat dan Teori Ilmu
Administrasi Publik.
Dosen : Drs. Andy Fefta Wijaya, MDA,
Ph.D
PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN KEBIJAKAN PUBLIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
“SEJAUHMANA NEW PUBLIC MANAGEMENT NPM DITERAPKAN DIINDONESIA, DAN GOVERNANCE BISA MEMECAHKAN MASALAH-MASALAH
DI SEKTOR PUBLIK”
Oleh
Agostinho Alves dos Santos
ABSTRAK
Sebelum penulis mengulas berbagai pemahaman mengenai New
Public Management yang baik diterapkan di Indonesia dan
terkait Governance yang bisa memecahkan masalah-masalah di
sector publik. Oleh karena itu New Public Management NPM mulai
dikenal pada tahun 1980-an, dan kembali populer di tahun1990-
an yang mengalami beberapa bentuk inkarnasi, misalnya
munculnya konsep “Managerialism” (Pollit, 1993), and
“Entrepreneurial government” (Osborne and Gebler, 1992). New
Public Management NPM berfokus pada manajemen, penilaian
kinerja, dan efisiensi, bukan berorientasi pada kebijakan.
Pada dasarnya New Public Management NPM, merupakan konsep
manajemen sektor publik yang berfokus pada perbaikan kinerja
organisasi di instansi-instansi pemerintahan.
Khusus konsep New Public Management, konsep ini ingin
mengenalkan konsep-konsep yang biasanya diperlakukan untuk
kegiatan Bisnis dan disektor Privat. Inti dari konsep ini
ialah untuk mentransformasikan kinerja kerja pegawai negeri
sipil dilembaga atau diinstansi pemerintahan Indonesia pada
dasawarsa ini, dan dilakukan dalam sektor privat dan bisnis ke
sektor publik. Slogan yang terkenal dalam prespektif konsep
baru dalam new public management ini ialah mengatur dan
mengendalikan sistem kinerja kerja pegawai negeri sipil di
pemerintahan Indonesia, yang tidak jauh bedanya mengatur dan
mengendalikan bisnis-run government like business, melainkan lebih
jauh dari new public management sudah menjadi suatu model
normatif, yang ditandai dengan meninjau kembali peran
administrasi publik, peran dan sifat dari profesi
administrasi. Ditahun 1990-an ilmu administrasi publik
mengenalkan paradigma baru yang sering disebut New Public
Management atau NPM (Hood, 1991). Walaupun juga disebut dengan
nama lain misalnya Post-bureaucratic Paradigm (Barzeley, 1992), dan
Reinventing Government (Osborne dan Gaebler, 1992), tetapi secara
umum disebut New Public Management, Paradigma ini menekankan
pada perubahan perilaku pemerintah menjadi lebih efektif dan
efisien dengan prinsip The Invisible Hand-nya Adam Smith,
yaitu mengurangi peran pemerintah, membuka peran swasta dan
pemerintah lebih berfokus pada kepentingan publik yang luas.
Tentu saja paradigma baru ini tidak lepas dari kritik, di
antaranya kapitalisme dalam sektor publik dan kekhawatiran
akan menggerus idealisme pelayanan publik.
New Public Management menurut Kamensky dan Denhardt didasarkan
pada public choice theory, dimana teori tersebut menekankan
pada kemampuan individu seseorang dibandingkan dengan
kemampuan publik secara bersama-sama.
Terkait hubungan Governance dapat dipandang sebagai system
hirarki dalam struktur organisasi, governance dimaknai sebagai
perubahan hirarki yang fleksibel dari pucuk pimpinan dari atas
ke bawah (John Pierre dan B.Guy Peters, 2000). Governance juga dapat
dilihat sebagai suatu system networking menunjuk pada suatu
titik, dimana pelibatan semua elemen masyarakat sangat di
kedepankan dan munculnya jejarin kebijakan. Oleh karena itu,
dalam system pasar, governance lebih menekankan terjadinya
mekanismen kerja sama antar stakeholders dalam memecahkan
masalah bersama tanpa ada pihak yang dirugikan dan peran
pemerintah tidak mendominasi. Dalam “Governance” menuntut
setiap pejabat publik (birokrat dan politisi) untuk dapat
mempertanggungjawabkan sikap, perilous, dan kebijaksanaannya
dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang. Hal ini
ditandai dengan adanya akuntabilitas, transparansi, kontrol
internal-eksternal yang efektif, transparency, accountability, fairness,
dan responsibility (4 prinsip utama Governance syarat minimal
pelaksaan G). Governance terdiri atas tiga pilar (komponen)
yaitu: public governance yang merujuk pada lembaga
pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif); corporate
governance yang merujuk pada dunia usaha swasta, dan civil
society (masyarakat madani). Untuk mewujudkan tata
kepemerintahan yang baik, relasi Governance dan Demokrasi
yaitu; terletak pada nilai dasarnya, semua stakeholder adalah
entitas politik, demokrasi adalah prasyarat terwujudnya
governance, yang mempunyai multidimensi dan kompleksitas
governance menuntut perubahan konsep demokrasi. Maka dengan
itu nilai dasar dan indikator demokrasi pada perluasan ruang
publik, transparan, relasi dengan actor, akuntabilitas public
dilihat dari eksternal dan internal, Citizenship, partisipasi
berdasrkan pada Law and Social equity and equality dan rule of
the game.
Kata kunci/keywords; Penerapan New Public Management NPM
diterapkan di Indonesia dan Governance bisa memecahkan
masalah-masalah di sektor publik.
“Managerialism” (Pollit, 1993), and “Entrepreneurial government” (Osborneand Gebler, 1992).NPM (Hood, 1991). Walaupun juga disebut dengan nama lain misalnya Post-bureaucratic Paradigm (Barzeley, 1992), dan Reinventing Government (Osborne danGaebler, 1992),Governance dimaknai sebagai perubahan hirarki yang fleksibel dari pucukpimpinan dari atas ke bawah (John Pierre dan B.Guy Peters, 2000).
DAFTAR ISI
Halaman
Abstraksi ………………………………………………………………………………………...2-3
Daftar Isi……………………………………………………………………………………….......4
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………….………….5-6
B. Perumusan Masalah……………………………………………………………...……7
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA/DIALOG TEORI
Teori tentang New Public Mangement NPM dan Governance, bisa
memecahkan masalah-masalah disektor publik………………….……..…………….…..
………….…..8
1. Manajemen profesional di sektor publik………..…………………..
……………...9-10
2. Government (Stoker, 1998) menunjuk pada………………………..….………..11-
12
3. Governance memiliki lima proposisi penting (Stoker, 1998)
………..……..…....12-13
4. Reinventing Government………………………………………………..…………15-17
BAB III. PEMBAHASAN MASALAH
1. Manajemen profesional di sektor publik……………………………………….…..9-11
2. Government (Stoker, 1998) menunjuk pada……………….……………………11-12
3. Governance memiliki lima proposisi penting (Stoker, 1998)
…………………..…..13
4. Reinventing Government……………………………………………………..…..…..14
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………..…..18
B. Saran……………………………………………………………………………………..18
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai negara yang berdemokratisasi seperti, Indonesia
telah berupaya dalam penerapkan paradigma New Public
Management NPM tersebut, meski ada sikap pesimis dari berbagai
pihak mengenai kesanggupan penerapannya. Salah satu yang
menonjol adalah adanya reformasi birokrasi di Departemen
Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam reformasinya,
kedua instansi ini berfokus pada pilar-pilar yang menjadi
pokok perubahan Neu Public Management NPM, yaitu: kelembagaan
atau organisasi, proses bisnis, sumber daya manusia SDM, serta
sarana dan prasarana, bahwa upaya ini dilakukan untuk
memperbaiki standar pelayanan umum yang diberikan kepada
publik. Beberapa pihak berpendapat bahwa New Public Management
NPM tidak tepat diterapkan untuk negara-negara berkembang,
karena dalam implementasinya mereka mengalami kesulitan,
akibat adanya kecenderungan birokrasi yang masih sulit
dihilangkan. Pengadopsian model NPM yang dilakukan oleh negara
berkembang ini apakah memang benar-benar menjadikan lebih baik
atukah hanya sekadar perubahan luarnya saja. Kita perlu
menilik sejauh mana efektifitas penerapan NPM di negara-negara
berkembang pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya.
Dalam reformasi birokrasinya, sebagai penerapan dari New
Public Management NPM, baik Departemen Keuangan maupun Badan
Pemeriksa Keuangan menggunakan konsep Balanced Score Card,
yaitu dengan membentuk strategy map dan key performance
indicators (KPI) sebagai standar dan alat pengukuran kinerja.
Bisa dikatakan bahwa dalam konsepnya kedua instansi ini
sukses, hanya saja dalam pelaksanaannya dirasa masih setengah
hati, terlihat dari belum sinkronnya antara program dengan
strategi yang dibentuk, hal ini saling berkaitan, karena money
follow functions. Ketika strategi, program beserta KPI nya
terbentuk secara rapi, maka tentunya anggaran akan mengikuti
mekanisme tersebut.
Namun dalam banyak hal, seringkali pemerintah
menerjemahkan NPM secara salah dan kebablasan. Prinsip
‘Pemerintah Wirausaha’ atau Enterprising Government sebagai
salah satu prinsip New Public Management NPM yang menyarankan
kepada pemerintah untuk berinovasi dalam menciptakan sumber-
sumber pendapatan baru. Banyak pihak lupa bahwa prinsip-
prinsip dalam NPM harus diterapkan secara keseluruhan, tidak
bisa memilih-milih, sehingga prinsip ‘Pemerintah yang
Berorientasi pada Publik’ justru sering terlupakan. Hal ini
membawa dampak pada komersialisasi dan privatisasi kebablasan
(Arief Rahman, M.Com). Lebih lanjut, kesalahan ini tidak menjadikan
pemerintah lebih produktif, efisien dan efektif, tetapi
menjadikan ladang korupsi baru dan kualitas pelayanan publik
justru menurun. Karena itu, inovasi atau kreativitas
pemerintah untuk menciptakan sumber-sumber pendanaan baru yang
produktif harus memperhatikan juga prinsip pelayanan publik
secara maksimal.
Berkaitan dengan hubungan Governance dengan
penyelenggaraan negara. Paradigma Governance yang menegaskan
bahwamenyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
publik tidak lagi sepenuhnya disandarkan kepada
unsur “Pemerintah dan Negara” seperti pada paradigma “Rule of
Government”. Dalam menuntut setiap pejabat publik (birokrat dan
politisi) untuk dapat mempertanggungjawabkan sikap, perilous, dan
kebijaksanaannya dalam menjalankan fungsi, tugas, dan
wewenang. Hal ini ditandai dengan adanya akuntabilitas,
transparansi, kontrol internal-eksternal yang
efektif, transparency, accountability, fairness, dan responsibility (4 prinsip
utama Governance - syarat minimal pelaksaan Governance).
Governance terdiri atas tiga pilar (komponen) yaitu: public
governance yang merujuk pada lembaga pemerintahan (legislatif,
eksekutif, dan yudikatif); corporate governance yang merujuk pada
dunia usaha swasta, dan civil society (masyarakat madani). Untuk
mewujudkan tata kepemerintahan yang baik, upaya pembaruan pada
salah satu pilar mesti dibarengi dengan pembaharuan pada
pilar-pilar yang lain. Nilai-nilai yang menjunjung tinggi
keinginan/kehendak rakyat (public interest) dan nilai-nilai yang
meningkatkan kemampuan rakyat (public ability) dalam mencapai
kemandirian dalam pembangunan yang berkelanjutan dan
berkeadilan sosial (sasaran tujuan nasional). Aspek-aspek
fungsional dari pemerintahan yang efektif – efisien dalam
melaksanakan tugasnya, dalam pencapaian tujuan Negara.
B. Perumusan Masalah
1) Bagaimana pemerintah Indonesia dalam menerapkan NewPublik Manajement NPM, baik di lembaga pemerintah maupun,disektor swasta dalam pengimplementasinya?
2) Dalam New Public Management NPM, sifat dan karakteristikapasaja yang diterapkan di Indonesia?
3) Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, New PublicManagement NPM, faktor apasaja mempengaruhi didalamproses pengimplementasinya?
4) Bagaimana dalam pengimplementasi teori Governance, dengankebijakan pemerintah?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA atau DIALOG TEORI
Dari tinjauan pustaka atau dialog teori, maka penulis
dapat menganalisi teori tentang New Public Mangement NPM
dan Governance untuk dapat memecahkan masalah-masalah
disektor publik adalah sebagai berikut:
1. New Public Management NPM (Ferlie, 1996), Post-bureaucraticParadigm (Barzeley, 1992), dan Reinventing Government (Osbornedan Gaebler, 1992), referensi buku “Ilmu Administrasi PublikKontemporer”, (Miftah Thoha).
2. Kamensky dan Denhardt didasarkan pada public choice theory,Christopher Hood yang telah diterapkan di Departemen danKeuangan.
3. New Public Management NPM, berangkat dari gagasanChristopher Hood sebagai awal mula paradigma alternatif.
4. Government dan Governance (Stoker, 1998)
5. Dimensi politik Governance
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
Selain itu penulis akan membahas tentang masalah-
masalah tentang New Public Mangement NPM dan Governance,
bisa memecahkan masalah-masalah disektor publik “New Public
Management NPM”, yang baik di terapkan di Indonesia,
menurut Christopher Hood yang telah diterapkan di Departemen
Keuangan dan BPK adalah:
1.Manajemen profesional di sektor publik
Manajemen profesional di sektor publik; Secara
bertahap, mereka sudah mulai menerapkannya, yaitu mengelola
organisasi secara profesional, memberikan batasan tugas
pokok dan fungsi serta deskripsi kerja yang jelas,
memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab. Penekanan
terhadap pengendalian output dan outcome; sudah dilakukan
dengan penggunaan performance budgeting yang dirancang oleh
Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Perubahan atas sistem
anggaran yang digunakan ini merupakan yang terpenting yang
terkait dengan penekanan atas pengendalian control output
dan outcome.
Pemecahan unit-unit kerja di sektor publik; Menurut
saya hal ini sudah sejak lama dilakukan oleh Departemen
Keuangan juga Badan Pengawasan Keuangan BPK, yaitu adanya
unit-unit kerja tingkat eselon 1. Menciptakan persaingan di
sektor publik; Hal ini juga sudah dilakukan, yaitu adanya
mekanisme kontrak dan tender kompetitif dalam rangka
penghematan biaya dan peningkatan kualitas serta
privatisasi atau bisnis.
Mengadopsi gaya manajemen sektor bisnis ke sektor
publik; hampir di seluruh eselon 1 di Departemen Keuangan
sudah menerapkannya, dengan adanya modernisasi kantor baik
di Ditjen Pajak, Ditjen Perbendaharaan, maupun Ditjen Bea
Cukai, juga terkait dengan emberian remunerasi sesuai job
grade karyawan. Demikian juga di BPK, selain modernisasi
Kantor dan remunerasi, hubungan antara atasan dan bawahan
semakin dinamis, gap senioritas hanya muncul dalam hal-hal
profesionalisme saja yang dibutuhkan. Disiplin dan
penghematan pengguanann sumber daya; Dalam hal disiplin
biaya, saya masih meragukan implementasinya pada kedua
instansi ini, karena masih adanya aset-aset yang dibeli
melebihi spesifikasi kebutuhan. Sedangkan dalam hal
disiplin pegawai, adanya model presensi menggunakan finger
print sudah sangat efektif dilakukan.
Terlepas dari apa yang terjadi pada kedua instansi
pemerintahan tersebut, dalam ranah yang lebih luas, NPM ini
telah dicoba diterapkan juga pada Pemerintahan Daerah,
yaitu sejalan dengan penerapan otonomi daerah di Indonesia
mulai tahun 2004. Bisa dikatakan, bahwa penerapan NPM ini
memberikan dampak positif pada beberapa hal, misalnya
peningkatan efisiensi dan produktivitas kinerja
pemerintahan daerah, yang pada akhirnya mampu meningkatkan
kualitas pelayanan publik. Hal ini dapat dipahami melalui
salah satu karakteristik NPM menurut Christopher Hoods,
yaitu menciptakan persaingan di sektor publik. Sehingga apa
yang dilakukan oleh pemerintahan daerah adalah berusaha
bersaing untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
masyarakat, dan pada gilirannya, publiklah yang diuntungkan
atas upaya ini.
Namun dalam banyak hal, seringkali pemerintah
menerjemahkan NPM secara salah dan kebablasan. Prinsip
‘Pemerintah Wirausaha’ atau Enterprising Government sebagai
salah satu prinsip NPM yang menyarankan kepada pemerintah
untuk berinovasi dalam menciptakan sumber-sumber pendapatan
baru diterjemahkan secara salah. Banyak pihak lupa bahwa
prinsip-prinsip dalam NPM harus diterapkan secara
keseluruhan, tidak bisa memilih-milih, sehingga prinsip
‘Pemerintah yang Berorientasi pada Publik’ justru sering
terlupakan. Hal ini membawa dampak pada komersialisasi dan
privatisasi kebablasan.(AriefRahman). Lebih lanjut, kesalahan
ini tidak menjadikan pemerintah lebih produktif, efisien
dan efektif, tetapi menjadikan ladang korupsi baru dan
kualitas pelayanan publik justru menurun. Karena itu,
inovasi atau kreativitas pemerintah untuk menciptakan
sumber-sumber pendanaan baru yang produktif harus
memperhatikan juga prinsip pelayanan publik secara
maksimal. Khusus konsep New Public Management, konsep ini
ingin mengenalkan konsep-konsep yang biasanya diperlakukan
untuk kegiatan Bisnis dan disektor Privat. Inti dari konsep
ini ialah untuk mentransformasikan kinerja kerja pegawai
negeri sipil dilembaga atau diinstansi pemerintahan
Indonesia pada dasawarsa ini, dan dilakukan dalam sektor
privat dan bisnis ke sektor publik.
Faktor lain yang menyebabkan terbatasnya informasi
mengenai kinerja birokrasi publik adalah kompleksitas
indikator kinerja yang biasanya digunakan untuk mengukur
kinerja birokrasi publik. Berbeda dengan swasta yang
indikator kinerjanya relatif sederhana dan tersedia di
pasar, indikator kinerja birokrasi sering sangat kompleks.
Hal ini terjadi karena birokrasi publik memiliki
stakeholders’ yang sangat banyak dan memiliki kepentingan
yang berbeda-beda. Perusahaan bisnis memiliki stakeholders’
yang jauh lebih sedikit, pemilik dan konsumen, dan
kepentingannya relatif mudah dintegrasikan. Kepentingan
utama pemilik perusahaan ialah selalu memperoleh
keuntungan, sedangkan kepentingan utama konsekuensi
biasanya adalaih kualitas produk dan harga yang terjangkau.
Stakeholders’ dan birokrasi publik, seperti masyarakat
pengguna jasa, aktivis sosial dan partai, wartawan, dan
para penggusaha sering berkepentingan berbeda-beda dan
berusaha mendesakkan kepentingannya agar diperhatikan oleh
birokrasi publik. Penilaian kinerja birokrasi publik
karenanya cenderung menjadi jauh lebih kompleks dan sulit
dilakukan daripada di perusahaan bisnis.
Penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya
dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang
melekat pada birokrasi itu seperti efisiensi dan
efektivitias, tetapi harus dilihat juga dan indikator-
indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan
pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian
kinerja dan sisi pengguna jasa menjadi sangat penting
karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan
monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki
alternatif sumber pelayanan.
Dalam pelayanan yang diselenggarakan oleh pasar, yang
pengguna jasa memiliki pilihan sumber pelayanan, penggunaan
pelayanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap memberi
layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan
pelayanan oleh publik sering tidak ada hubungannya sama
sekali dengan kepuasannya terhadap pelayanan. Kesulitan
lain dalam menilai kinerja birokrasi publik muncul karena
tujuan dan misi birokrasi publik seringkali bukan hanya
sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional.
2. Government (Stoker, 1998) menunjuk pada:
Government merupakan Institusi negara yang resmi dapat
memonopoli kekuasaan pemaksa yang sah, dalam hal
kemampuannya untuk membuat keputusan dan kapasitas
menegakkan pemberlakuannya, serta melalui proses-proses
formal dan institusional yang berlangsung pada level negara
nasional untuk menjaga ketertiban masyarakat dan
menfasilitasi tindakan bersama.
Governance berkenaan dengan jaringan kerja berbagai
actor yang mandiri dan otonom, sehingga dapat memahami
kapasitas dalam penyelesaian semua masalah yang tidak
sepenuhnya tergantung pada kewenangannya, tetapi pemerintah
mampu menggunakan berbagai cara dan teknik-teknik baru
untuk mengarahkan dan membinbing.
3. Governance memiliki lima proposisi penting (Stoker, 1998)
1. Menunjuk pada seperangkat institusi dan actor yang
berasal dari dalam, maupun diluar birokrasi pemerintah.
2. Governance mengakui batas dan tangungjawab yang kabur
dalam menangani masalah social ekonomi.
3. Governance mengenal adanya saling ketergantungan
diantara institusi-institusi yang terlibat dalam
tindakan bersama dalam NPS memiliki basis nilai yang
sangat mirip dengan governance.
4. Menunjuk pada varian model governance yang ada, NPS
cenderung mengarah pada apa yang disebut Box, dengan
Citizen Governance atau communitarian governance.
5. Demokrasi merupakan titik temu utama antara New Public
Service NPS dan governance.
Dalam manangani kualitas pelayanan yang baik dalam
konsep New Public Management NPM, memiliki tiga hal, antara
lain:
1. Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat
efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas
pada umumnya dipahaini sebagai rasio antara input dengan
output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan
kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba
mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas
dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu
memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator
kinerja yang penting.
2. Kualitas Layanan yang baik
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi
semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi
pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk
mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan
masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dan
organisasi publik. Dengan demikian, kepuasaan masyarakat
terhadap Layanan dapat dijadikan indikator kinerja
organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan
masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi
mengenai kepuasan masyarakat seringkali tersedia secara
mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap
kualitas pelayanan seringkali dapat diperoleh dan media
massa atau diskusi pubilk. Akibat akses terhadap informasi
mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan
relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran
kinerja organisasi publik yang mudah dan murah
dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter
untuk menilai kinerja organisasi publik.
3. Responsivitas/Tangungjawab
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk
mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan
prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program
pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjuk
pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan
dengan kebutuhan dan aspirasi.
Kumorotorno (1996) menggunakan beberapa kriteria untuk
dijadikan pedoman dalam menilai kirerja organisasi
pelayanan publik, antara lain, adalah;
1. Efisien
Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan
organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan
faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari
rasionalitas ekonomis. Apabila diterapkan secar objektif,
kriteria. Seperti likuiditas, solvabilitas, dan
rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat
relevan.
2.Efektivitas
Apakah tujuan dan didirikannya organisasi pelayanan
publik tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaitannya
dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi,
serta fungsi agen pembangunan.
3.Keadilan
Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan
yang diselenggarakan oieh organisasi pelayanan publik.
Kriteria ini lebih erat kaitannya dengan konsep
ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah
tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai
dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang mnyangkut
pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran
dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.
4.DayaTangkap
Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh
perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan
bagian diri daya tanggap negara atau pemerintah akan
kebutuhan pokok/vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria
organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi
kriteria daya tanggap.
Upaya untuk mencapai kemakmuran melibatkan
administrasi negara dalam bentuk melaksanakan tugas–tugas
servis publik yang sangat kompleks. Terkait
hubungan Governance dengan penyelenggaraan negara.
Paradigma Governance yang menegaskan bahwamenyelenggarakan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik tidak
lagi sepenuhnya disandarkan kepada unsur “Pemerintah dan
Negara” seperti pada paradigma “Rule of Government”. Dalam
Governance menuntut setiap pejabat publik (birokrat dan
politisi) untuk dapat mempertanggungjawabkan sikap,
perilous, dan kebijaksanaannya dalam menjalankan fungsi,
tugas, dan wewenang. Hal ini ditandai dengan adanya
akuntabilitas, transparansi, kontrol internal-eksternal
yang efektif, transparency, accountability, fairness, dan responsibility (4
prinsip utama governance. Governance terdiri atas tiga
pilar (komponen) yaitu: public governance yang merujuk pada
lembaga pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan
yudikatif); corporate governance yang merujuk pada dunia usaha
swasta, dan civil society (masyarakat madani). Untuk
mewujudkan tata kepemerintahan yang baik, upaya pembaruan
pada salah satu pilar mesti dibarengi dengan pembaharuan
pada pilar-pilar yang lain. Nilai-nilai yang menjunjung
tinggi keinginan atau kehendak rakyat (public interest) dan
nilai-nilai yang meningkatkan kemampuan rakyat (public
ability) dalam mencapai kemandirian dalam pembangunan yang
berkelanjutan dan berkeadilan sosial (sasaran tujuan
nasional). Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang
efektif – efisien dalam melaksanakan
tugasnya, dalam pencapaian tujuan negara.
a. Reinventing Government;
Salah model pemerintahan di era New Public Management
adalah pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler
(1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan
konsep “reinventing government”. Perspektif pemerintah
menurut Osborne dan Gaebler adalah sebagai berikut;
1. Pemerintah Katalis: Fokus pada pemberian pengarahan
produksi pelayanan public, seperti pemerintah daerah harus
menyediakan (providen) beragam pelayanan public, tetapi tidak
harus terlibat secara langsung dengan prses (production).
2. Pemerintah milik masyarakat dengan memberi kewenangan (Pada
masyarakat), dari pada melayani. Pemerintah daerah sebaiknya
memberikan wewenang kepada masyarakat, sehingga mereka
mampu menjadi masyarakat yang menolong dirinya sendiri
(Community self-help), misalnya masalah keselamatan umum yang
merupakan tangungjawab masyarakat, tidak hanya kepolisian.
3. Pemerintah yang kompetitif; menyuntikkan semangat kompetisi
dalam pemberian pelayanan publik. Kompetisi dalam satu-
satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan
kualitas pelayanan.
4. Pemerintah yang digerakan oleh Misi; mengubah organisasi
yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang
digerakkan oleh misi.
5. Pemerintah yang beorientasi pada hasil; membiayai hasil
bukan masukan. Ditujukan pada pemerintah daerah tradisional
yang besar alokasi anggaran pada suatu unit kerja dan
ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi
(pemerintah daerah membiayai masukan).
6. Pemerintah beorientasi pada pelanggan yaitu memenuhi
kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi. Misalnya pemerintah
daerah tradisionil seringkali salah dalam
mengindentifikasikan pelanggannya.
7. Pemerintahan wirausaha yakni; mampu memberikan pendapatan
dan sekedar membelanjakan. Misalnya pemerintah daerah
tradisional cenderun berpandangan bahwa mereka sedang
mengerjakan pekerjaan Tuhan (Mulia).
Adanya hubungan Birokrasi dan Reformasi
Birokrasi dengan penyelenggaraan negara. Transformasi
sistem dan Organisasi pemerintah secara fundamental berguna
menciptakan peningkatan dramatis dalam efektivitas,
efisiensi, dan kemampuan Birokrasi untuk melakukan
inovasi.Transformasi ini dicapai dengan mengubah tujuan,
sistem insentif, pertanggungjawaban, struktur kekuasaan,
dan budaya sistem dan organisasi pemerintah. Lembaga
birokrasi merupakan suatu bentuk dan tatanan yang
mengandung: Struktur mengetengahkan susunan dari suatu
tatanan, termasuk sistem hokum; Kultur mengandung nilai
(values), sistem, dan kebiasaan yang dilakukan oleh para
pelakunya yang mencerminkan perilous dari sumberdaya
manusianya. Oleh karena itu reformasi kelembagaan
birokrasi meliputi: reformasi susunan dari suatu tatanan
birokrasi pemerintah, reformasi tata nilai, tata sistem,
dan tata perilous dari sumber daya manusianya. Upaya-upaya
peningkatan pelayanan Birokrasi di Indonesia,
yaitu Peningkatan Kualitas SDM Pejabat Eksekutif (Pegawai
Negeri), dengan cara Penataran dan Pelatihan (in house
training, penyempurnaan sistem pengawasan, perbaikan sistem
“Carier Planning”, Sistem Penggajian yang baik serta dengan
penerapan azas–azas: Good Governance Government, Penataan
Ulang Birokrasi (Reinventing Government atau Memangkas
Birokrasi). Akan tetapi Reformasi Birokrasi dapat berjalan
dengan baik dengan syarat bahwa masyarakat (publik) yang
rasional dan berpendidikan, didukung sektor
swastadan perlunya Profesionalisme Pejabat publik yang baik
(SDM yang berkemampuan, terdidik, bermoral dan terlatih).
Terkait hubungan pelayanan publik (public service) dengan
penyelenggaraan negara. Pelayanan Publik diartikan sebagai
serangkain tindakan yang merupakan tugas dari pemerintah
dalam melayani kepentingan masyarakat, sebagai bagian dalam
upaya pencapaian tujuan negara. Kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai
dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa dan atau pelayanan adminstrasi yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik. Mengenai organisasi
Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Penyelenggara pelayanan yang
selanjutnya disebut Penyelenggara adalah penyelenggara
negara, penyelenggara ekonomi negara dan koorporasi
penyelenggara pelayanan publik serta lembaga independen
yang dibentuk oleh pemerintah. Aparat penyelenggara
pelayanan publik selanjutnya disebut Aparat adalah para
pejabat, pegawai, dan setiap orang yang bekerja di dalam
organisasi Penyelenggara. Adapun Fungsi Organisasi
Penyelenggara Pelayanan Publik, yaitu: Pelaksanaan
pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan
informasi, pengawasan internal. Sedangkan Azas-azas dalam
Pelayanan Publik, yaitu territorial, kesatuan-
persatuan, pemanfaatan “SDA” dan
“SDM”, profesionalisme, manajerial, persamaan di depan
hokum,pemisahan hak milik publik dan hak milik pribadi,
anti monopoli, persetujuan rakyat, persekutan hukum
(negara= badan hukum publik), strong and clean
government, serta good governance government. Sedangkan asas
penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu: Kepastian
hukum, keterbukaan,
partisipatif, akuntabilitas, kepentingan
umum, profesionalisme, kesamaan hak, keseimbang hak dan
kewajiban. Prinsip-prinsip penyelenggaraan Pelayanan
Publik, yaitu: kesederhanaan, kejelasan, kepastian dan
tepat waktu, akurasi, tidak diskriminatif, bertanggung
jawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan
akses, kejujuran, kecermatan, kedisiplinan,
kesopanan,keramahan, keamanan dan kenyamanan. Hingga pada
akhirnya diperlukanstandar pelayanan yang baik sebagai
ukuran terciptanya pelayanan yang efektif dan efisien.
BAB IV
PENUTUP
a.Kesimpulan
Dalam Penulisan Paper ini, penulis dapat simpulkan
pada pokok permasalahan yang ada, menyangkut tentang “New
Public Management NPM yang diterapkan di Indonesia” sangat
baik dan penting dilakukan oleh semua kalangan masyarakat
terutama, dilembaga pemerintahan maupun disektor swasta.
Salah satu yang menonjol adalah adanya reformasi birokrasi
di Departemen Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam
reformasinya, kedua instansi ini berfokus pada pilar-pilar
yang menjadi pokok perubahan dalam New Public Management
NPM yang dikembangkan melalui kelembagaan/organisasi,
proses bisnis, sumber daya manusia, serta sarana dan
prasarana.
b.Saran
Dalam kehidupan Negara berdemokratisasi seperti Negara
Republik Indonesia, dapat pula menyarangkan fungsi dari
Pengadopsian model New Public Management NPM, yang
dilakukan oleh negara berkembang dengan memegan pada
prinsip-prinsip yakni; produktivitas, kualitas layanan dan
tangungjawap, kendatipun dapat dikaitkan dengan harmonisasi
pelayanan yang dapat memiliki efisien, efektifitas, daya
tangkap. Kita perlu memiliki sejauh mana efektifitas
penerapan New Public Management yang baik di negara-negara
berkembang pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. New Public Management NPM (Ferlie, 1996), Post-bureaucratic Paradigm
(Barzeley, 1992), dan Reinventing Government (Osborne dan Gaebler, 1992),
referensi buku “Ilmu Administrasi Publik Kontemporer”, (Miftah
Thoha).
2. Christopher Hood, menandakan New Public Management NPM, diterapkan
karakteistik didepartemen Keuangan dan Bandan pengawasan
publik di Indonesia.
3. Dampak pada Komersialisasi dan Privatisasi menurut (Arief Rahman,
M.Com).
4. “Managerialism” (Pollit, 1993), and “Entrepreneurial
government” (Osborne and Gebler, 1992).
5. NPM (Hood, 1991). Walaupun juga disebut dengan nama lain misalnya
Post-bureaucratic Paradigm (Barzeley, 1992), dan Reinventing
Government (Osborne dan Gaebler, 1992),
6. Governance dimaknai sebagai perubahan hirarki yang fleksibel
dari pucuk pimpinan dari atas ke bawah (John Pierre dan B.Guy Peters,
2000).