Upload
khangminh22
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LEMBAR JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) GANJIL TAHUN AKADEMIK 2020/2021
NAMA : KRISTINA SIMANJUNTAK
NIM : 2065290012
MATA KULIAH : KODE ETIK PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI : MAGISTER PSIKOLOGI SAINS
HARI/TANGGAL : SElASA, 02 FEBRUARI 2021
SOAL NO. I
❖ Kode Etik Psikologi adalah: Seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik-
baiknya dalam melaksanakan kegiatan psikologi dan ilmuwan psikologi di Indonesia
(HIMPSI).
❖ Pikologi adalah: Ilmu yang berfokus pada perilaku dan proses mental yang melatar belakangi,
serta penerapan dalam kehidupan manusia. Ahli dalam ilmu psikologi dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu profesi dan ilmu psikologi terapan (HIMPSI).
Berikut adalah beberapa Kasus penyimpangan kode etik psikologi.
1. Kasus penyimpangan pertama
Seorang pria berinisial KR berprofesi sebagai seorang psikolog yang membantu biro
psikologi yang mendapatkan proyek kerjasama untuk melakukan psikotes di suatu perusahaan
atau disebuah lembaga pendidikan. Salah seorang dari senior kelasnya yang berinisial DB
memiliki biro psikologi yang masih berbentuk CV dan mendapatkan sebuah proyek dari
perusahaan tertentu untuk melakukan psiko tes dalam bentuk massal. Kemudian DB meminta
KR untuk membantunya dalam menjalankan rencana ini. Tentu KR menerima tawaran ini
hanya berdasarkan rasa kepercayaan saja karena mereka adalah kawan lama, jadi tidak ada
surat perjanjian apapun yang harus mereka sepakati dan mereka tanda tangani bersama.
Kemudian setelah beberapa lama ternyata KR belum juga mendapat honor dari hasil
pekerjaannya selama ini di perusahaannya DB. Setelah segala upaya dilakukan KR untuk bisa
menghubungi DB melalui telepon, pesan singkat, atau bahkan datang ke lokasi tempat DB
bekerja, namun sayang semua usahanya itu sia-sia. KR tak kunjung dibayar oleh DB, bahkan ia
merasa ditipu oleh teman sendiri. Kemudian dalam sebuah diskusi tentang kode etik di forum
psikologi, KR mengemukakan kasusnya dengan menyebutkan nama lengkap DB dan juga
nama perusahaannya dengan jelas untuk mendapatkan solusi dari kasusnya tersebut. Meskipun
demikian KR tidak berniat membuat laporan resmi kepada pihak yang berwajib/polisi karena
mengingat pada awalnya mereka tidak memiliki surat perjanjian resmi yang ditanda tangani
bersama.
Identifikasi kasus:
Pasal kode etik HIMPSI yang dilanggar adalah Bab VII tentang biaya layanan psikologi, yaitu
pasal 34 rujukan dan biaya (Psikolog dan/Ilmuwan Psikologi membagi imbalan atau
pembayaran), seharusnya KR mendapatkan haknya dari apa yang sudah dia kerjakan.
Tindakan DB dalam pelanggaran kode etik diatas sudah jelas sangat merugikan bagi KR
karena ia merasa kerja kerasnya tidak dihargai oleh teman sendiri.
Jika dilihat dari segi faktor internal sebenarnya kasus ini tidak perlu terjadi, karena pada
dasarnya KR dan DB adalah sahabat lama yang nota bene sudah saling mengenal sejak masih
di bangku kuliah. Mungkin itu jugalah yang membuat maka surat perjanjian kerja antara
mereka berdua tidak perlu ditanda tangani sebagai mana mestinya. KR hanya bermodalkan rasa
percaya kepada rekan kerjanya padahal tanpa dia duga kepercayaan itu di salah gunakan oleh
rekannya sendiri.
Dan jika dilihat dari faktor eksternal, maka kemungkinan ada unsur-unsur kesengajaan yang
dilakukan oleh Db dikarenakan desakan lingkungan organisasi tempat dia bekerja. Mungkin
terjebak hutang yang menumpuk, atau masalah managemen di perusahaan yang mungkin tak
terselesaikan dengan baik sehingga mengakibatkan kurangnya pertanggungjawaban DB
terhadap kinerja yang dihasilkan oleh KR.
2. Kasus penyimpangan kedua
BM adalah seorang psikolog yang membuka praktek dengan memasang plang di depan
rumah tempat dia tinggal. Ia melakukan praktik psikolog antara lain mendiagnosis,
memberikan konseling dan memberikan psikoterapi kepada kliennya. Namun pada saat
memberikan hasil diagnose dia justru menggunakan istilah dalam psikologi yang tidak dapat
dipahami oleh kliennya. Nah hal ini sering kali terjadi setiap kali BM memberikan diagnosanya
terhadap keluhan klien yang datang untuk mendapatakan terapi darinya. Misalkan saja seperti
menganalisis gangguan syaraf yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter spesialis syaraf.
BM juga kerap sekali menceritakan masalah yang dialami oleh klien sebelumnya kepada klien
yang sedang datang berkunjung kepadanya saat itu dengan menyebutkan nama jelas si klien
tersebut. Lebih anehnya lagi, Bm sang psikolog terkadang menolak dalam memberikan jasa
dengan alasan honor yang diterima terlalu sedikit/murah.
Hingga pada suatu waktu ada sebuah perusahaan membutuhkan karyawan baru untuk
dipekerjakan di perusahaan tersebut. Kemudian pimpinan perusahaan menunjuk BM untuk
memberikan psikotes kepada calon karyawan yang berkompeten dalam bidanya. Secara
kebetulan BM mempunyai seorang kerabat yang juga adalah salah satu dari calon karyawan di
perusahaan itu yang berinisial JU. Dengan wewenang yang BM miliki sebagai psikolog yang
menyaring calon karyawan, maka dengan mudahnya JU kerabatnya tersebut lulus dalam
psikotes dan bahkan menduduki posisi penting dalam perusahaan tersebut.
Tetapi seiring berjalannya waktu, pihak perusahaan mengeluh akan kinerja JU yang
tidak memuaskan dan tidak membuahkan hasil yang baik bagi keuntungan perusahaan.
Akhirnya setelah dikaji lebih dalam maka pihak perusahaan akhirnya mengetahui bahwa JU
lulus psikotes karena ada factor nepotisme yang dilakukan BM. Kemudian pihak perusahaan
menyelidiki praktik psikolog yang dilakukan oleh BM yang ternyata belum tercatat dalam
daftar HIMPSI.
Identifikasi kasus:
BM sudah jelas melakukan pelanggaran kode etik HIMPSI pada Bab I yaitu pedoman
umum pasal 1 ayat 3 yaitu Psikolog wajib memiliki ijin praktik psikologi. Seharusnya BM
mendapatkan ijin praktik terlebih dahulu barulah ia dapat melakukan praktik psikolog di
perusahaan tersebut atau ditempat tinggalnya.
BM juga melanggar kode etik psikolog pasal 2 mengenai prinsip umum. Yaitu
penghormatan pada harkat dan martabat manusia (ayat 1,2,3,4 dan 5) dan juga Bab V tentang
kerahasiaan klien pasal 24 (menjaga kerahasiaan data klien) dan pasal 26 (pengungkapan
kerahasiaan data klien).
Ayat 1 BM tidak menjaga kerahasiaan data ataupun identitas kliennya. Tidak seharusnya dia
membuka identitas ataupun rahasia klien yang satu kepada klien yang lain. Dengan demikian
BM melanggar sumpah profesi yaitu menjaga rahasia dat klien.
Prinsip yang lain adalah integritas dan sikap ilmiah (ayat 1,2,3,4 dan 5). Psikolog Bm
telah memberikan sebuah diagnose yang bukan hak ataupun wewenangnya. Seharusnya Bm
merujuk kepada dokter spesialis syaraf, bukan malah mengambil diagnose melalui opini
pribadi.
Kemudian prinsip profesinalitas yaitu (ayat 1,2,3,4,5 dan 6) Bab XI asesmen pasal 65
(interpretasi hasil asesmen) dan pasal 66 (penyampaian data hasil asesmen) ayat 3 serta Bab III
kompetensi pasal 7 (ruang lingkup kompetensi). Sang psikolog tidak bekerja dengan
professional, tidak di dasari prinsip kerja yang jujur, tetapi dipengaruhi unsur nepotisme
terhadap kerabatnya.
Kemudian dari segi eksternalnya, Bm menolak klien hanya karena mendapat honor yang
kurang sesuai dengan harapannya. Ini melanggar kode etik manfaat yaitu (ayat 1,2,3).
Note: Soal no. 2 ada dalam bentuk PPT
SEKIAN DAN TERIMAKASIH
PRAKTEK PSIKOLOGI YANG ETIS MENURUT KODE ETIK
HIMPUNAN PSIKOLOGI INDONESIA (HIMPSI)
Oleh : KRISTINA SIMANJUNTAKMAGISTER PSIKOLOGI SAINS
Psikolog adalah seorang ahlidalam ilmu psikologi yang berfokus pada pikiran danperilaku seseorang. Psikologumumnya menggunakanpsikoterapi untuk membantuklien atau pasien dalammengatasi masalah yang mempengaruhi kondisikesehatan mentalnya.
Dalam menyelesaikan masalahpsikologis ataupun memperbaikiperilaku pasien, psikolog dapatbekerjasama dengan psikiater
dan dokter yang menanganipasien. Kerjasama dilakukanapabila pasien membutuhkan
pengobatan sekaliguspsikoterapi dan konseling dari
psikolog.
Dalam melakukan praktekpsikologi, seorang psikologharuslah mengikuti aturanyang berlaku yang sudahditentukan oleh HIMPSI. Untuk menghindariterjadinya mal praktekataupun tindakan diluaraturan kode etik yang sudahditentukan dan disepakati.
Layanan Psikologi adalah segala aktifitas pemberian jasa
dan praktik psikologi dalam rangka menolong individu
dan/atau kelompok yang dimaksudkan untuk
pencegahan, pengembangan dan penyelesaian
masalah-masalah psikologis.
(Sumber HIMPSI)
Penyalahgunaan dalam bidang psikologi adalah
1. Setiap pelanggaran wewenang di bidangkeahlian psikologi dan setiap pelanggaranterhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapatdi kenakan sanksi organisasi sebagaimanadiatur dalam Anggaran Dasar, AnggaranRumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia.
2. Apabila Psikologi dan/atau Ilmuwan Psikologimenemukan pelanggaran atau penilaian salahterhadap kerja mereka, mereka wajibmengambil langkah-langkah yang masuk akalsesuai dengan ketentuan yang berlaku untukmemperbaiki atau mengurangi pelanggaranatau kesalahan yang terjadi.
Keadaan darurat adalahsuatu kondisi dimana
layanan kesehatan mental dan/atau psikologi secara
mendesak dibutuhkantetapi tidak tersedia
tenaga Psikolog dan/atauilmuwan psikologi yang
memiliki kompetensi untukmemberikan layanan
psikologi yang dibutuhkan.
Pemberian Layanan Psikologi dalam keadaan darurat
Dalam kondisi darurat kebutuhan yang ada haruslah tetapdilakukan. Karena psikolog dan/atau ilmuwan psikologi yang belum memiliki kompetensi dalam bidang tersebut dapatmemberikan layanan psikologi untuk memastikan bahwakebutuhan layanan psikologi tersebut tidak ditolak.
Kode Etik Psikologi Indonesia disusun secara terperinci sehingga merupakan
satu kesatuan untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan Kegiatan
Profesional bagi Psikolog dalam Ilmuwan Psikologi. Oleh sebab itu bagi calon
Psikolog ataupun yang sudah berprofesi menjadi Psikolog harus benar-benar
mampu memahami semua aturan atau pasal-pasal yang terkandung dalam
Kode Etik Psikologi Indonesia.
Referensi :
Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI)
Thomson, C. Linda. JB> Henderson, D. 2004 Counseling Children. Belmont Brooks Cole Thomson Learning
Canter, MB. Bennet, B.E, Jones, SE & Nagy, TF 1999. Ethichs for Psycologists.
Azari Tumanggor: RPL Bk, Bimbingan Konseling
Dewifa’s Blog. Dewifa. Wordpress.com