18
PENERAPAN STANDAR PELAYANAN DI DAERAH: HAMBATAN & TANTANGAN Disampaikan dalam Workshop Penyempurnaan Standar Pelayanan Publik – LAN RI Sahira Butik Hotel, Bogor, 19-21 Februari 2009

Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

PENERAPAN STANDAR PELAYANAN DI DAERAH:

HAMBATAN & TANTANGAN

Disampaikan dalam Workshop Penyempurnaan Standar Pelayanan Publik – LAN RI

Sahira Butik Hotel, Bogor, 19-21 Februari 2009

Page 2: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

Struktur PresentasiStruktur Presentasi

• Background – context.

• Dimension n Characteristic of Service Excellent.

• Hambatan Penerapan SP.

• Best Practices.

• Tantangan ke Depan.

Page 3: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

• Hanya 3% yg sudah memiliki SP (156 dari 5.300 Unit Pelayanan Publik).

• Pada umumnya UPP belum siap langsung ISO 9000 : 2001.

• SP merupakan jembatan menuju ISO 9000 : 2001.

Page 4: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

PROCESS PRODUCT

PEOPLE

Page 5: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah
Page 6: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

• Core Service jasa / produk yg diberikan kepada pelanggannya.

• Costumer Service seluruh interaksi yg terjadi saat proses pelayanan diberikan.– Reactive Costumer Service.– Proactive Costumer Service.

Page 7: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

80 % Attitude&

20 % Technique

Page 8: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

• Accuracy• Friendliness• Timeliness• Efficiency• Courtesy• Honesty

Prinsip Standar Pelayanan

Page 9: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

• Availabilitas (ketersediaan); • Aksesibilitas (mudah diakses); • Fasilitas cuma-cuma (gratis) / afordabilitas

(keterjangkauan harga) yg bergantung pada progressive realization menuju ketersediaan fasilitas cuma-cuma;

• Akseptibilitas (kesesuaian dengan situasi dan kondisi);

• Kualitas.(Patra M. Zen, 2005, Tak Ada Hak Asasi yang Diberi, YLBHI: Jakarta)

Prinsip Standar Pelayanan

Page 10: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

Etos kerja yg cenderung mempertahankan status quo & tidak mau menerima adanya perubahan (resistance to change).

Adanya budaya risk aversion (tdk menyukai resiko).

Rutinitas tugas & penekanan yg berlebihan kpd pertanggungjawaban formal shg mengakibatkan adanya prosedur yg kaku / lamban.

Belum adanya sistem insentif & disinsentif bagi petugas pelayanan yg menunjukkan kinerja tinggi atau sebaliknya.

Rendahnya jaminan pemenuhan standar karena blm didukung oleh sistem informasi yg tepat, atau faktor koordinasi yg krng harmonis antara unit pelayanan (front-office) dengan instansi teknis.

Page 11: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

SP yang belum berbasis IT juga masih membuka terjadinya kontak langsung antara masyarakat sbg pengguna jasa dengan aparat pemerintah. Ini dapat menimbulkan ekses yg tidak diinginkan, spt diskriminasi, kolusi, nepotisme, dsb.

Kurangnya kemampuan staf pemerintah daerah untuk melakukan analisa dalam pembuatan standar pelayanan yg akurat.

Belum mengakomodir kelompok masyarakat dengan kebutuhan khusus (cacat, jompo, wanita hamil).

Belum adanya mata anggaran / kode rekening untuk memberikan kompensasi kepada pengguna jasa yg dirugikan (misal: karena keterlambatan).

Page 12: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

Perilaku “manusia ½ dewa” atau excessive altruism Kepala Daerah kasus Kab. Paser dalam penanganan Pedagang K5 (PKL).

Standar sering dibayangi oleh persepsi keliru sbg “jebakan hukum”, sehingga muncul keengganan untuk menetapkan SP lihat Pasal 3 UU No. 5/1986 jo. UU No. 9/2004 ttg PTUN.

Euforia Pelayanan:– Perilaku “mengejar rekor” & penghargaan.– Bontang: perpanjangan KTP dari 14 hari

menjadi 5 menit.– Kutim: perijinan investasi dalam waktu 36

menit bgmn dg tahap pemeriksaan lapangan & evaluasi? (lihat alur dibawah).

Page 13: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah
Page 14: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

• Prov. Jawa Timur: Samsat Drive Thru, Samsat Delivery, Samsat Link, Samsat Corner di Mall, Samsat Keliling, SIM Corner & Samsat Payment Point. Strategi mengepung dari 8 penjuru mata angin!

• Kota Bontang: Rancangan Perwali berisi ancaman denda Rp. 10 juta bagi aparat yg lalai dlm menjalankan tugas pelayanan, misal: memperlambat, tidak sesuai prosedur, dll. Jeruk makan jeruk?

• Prov. Jawa Timur: Perda Pelayanan Publik sbg payung hukum dan jaminan konstitsional bagi masyarakat untuk mendpt pelayanan terbaik.

Page 15: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

• Upaya penguatan:– SP aspek people dan product.– Advokasi utk perancangan Perda Yanlik;

Penyusunan sistem insentif-disinsentif / reward n punishment; peningkatan kapasitas & skill penyelenggara; serta diseminasi inovasi (“multi cara satu tujuan” lihat Samsat Jatim).

• Upaya penyetaraan:– Hak, kewajiban & larangan antara

penyelenggara dengan masyarakat lihat Bontang.

– Hak, kewajiban & larangan antara masyarakat biasa dengan masyarakat berkebutuhan khusus.

Page 16: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

Upaya penyadaran & pelumrahan:

– ATARIMAE (lumrah).– Di Jepang, orang-2 yg tidak melakukan

sesuatu yg atarimae justru dianggap aneh, karena atarimae itu suatu yg sdh mestinya dilakukan scr otomatis tanpa diperintah, misal:

• Buang sampah selalu pada tempat-2 yg sudah disediakan berdasarkan klasifikasi sampah.

• Antri dengan rapi tanpa berdesakan.• Mengutamakan pejalan kaki (penyeberang).• Mempersilahkan kendaraan yg ingin memotong

jalan tanpa terpaksa.

Page 17: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah

Atarimae dalam pelayanan publik:

• Pakai seragam & perlengkapan pelindung saat bekerja (kaca mata, sarung tangan dll) & atribut lainnya.

• Melakukan pengecekan produk pada setiap proses.

• Mematuhi SOP.• Menginformasikan hal abnormal ke atasan.

Atarimae apa yg dapat dikembangkan dlm pelayanan publik

di Indonesia?

Page 18: Penerapan Standar Pelayanan di Daerah