Upload
yayasanbadak
View
1.124
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya AirKementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)2015
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penanggungjawab:
Basah Hernowo
Pengarah:
Medrilzam
Penulis:
Pungky Widiaryanto
Kineta Gisela Dionia
Kontributor:
Nita Kartika, Nur H. Rahayu, Dadang Jainal Mutaqin, Andi Setyo Pambudi, Miranti
Triana Zulkifli, Farida Yulistianingrum, June Ratna Mia, Mohammad Showam, Ulfah
Yannisca, Dhevi Arimbi
Diterbitkan oleh
Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
iii
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Buku Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia ini dapat diselesaikan. Buku ini merupakan laporan dari hasil pelaksanaan kegiatan pemantauan pembangunan kehutanan program konservasi sumber daya alam dan ekosistem, dengan tujuan untuk memberikan gambaran dan informasi mengenai pencapaian kinerja terhadap pelaksanaan pembangunan di sektor kehutanan yang termuat di dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2015. Pentingnya pemantauan pembangunan sangat ditekankan di dalam UU No. 25 tahun 2005 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional yaitu Pasal 28 dan Pasal 29. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap pengendalian pembangunan dilakukan oleh kementerian/lembaga dan hasil pemantauan tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyempurnakan perencanaan pembangunan periode berikutnya. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) diamanatkan untuk melakukan pemantauan kinerja terhadap pelaksanaan program-program pembangunan baik program jangka panjang maupun program
pembangunan jangka menengah serta rencana pembangunan tahunan yang tertuang dalam RKP.
Secara umum laporan pemantauan ini memberikan gambaran mengenai: (1) Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi Indonesia; (2) Permasalahan dan pemecahan/tindak lanjut permasalahan yang ada; (3) Rekomendasi yang harus ditempuh untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan pembangunan. Ruang lingkup pemantauan program pembangunan kawasan konservasi ini fokus pada pengelolaan kawasan hutan konservasi di Indonesia. Diharapkan informasi dari kegiatan pemantauan ini bisa dijadikan sebagai masukan guna memperbaiki program-program pembangunan di masa yang akan datang dan juga bisa memberikan informasi dan data bagi perencanaan pembangunan selanjutnya.
Akhir kata, diucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penyusunan pemantauan. Buku ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik dari semua pihak sangat kami harapkan untuk penyempurnaan buku ini.
Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya AirKementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
Basah Hernowo
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
v
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR ISI
iii Kata Pengantarv Daftar Isi
vii Daftar Tabelviii Daftar Gambar
x Daftar Istilahxiii Ringkasan Eksekutif02 Bab 1. Pendahuluan
02 Latar belakang
03 Tujuan dan Sasaran
03 Metodologi
03 Pelaksanaan Kegiatan
04 Sistematika Penyusunan Laporan
06 Bab 2. Metode Pemantauan: Management Effectiveness Tracking Tools
06 METT dan Elemen-Elemen Penilaiannya
11 Pengumpulan Data
12 Metode Penilaian
16 Bab 3. Hasil Kunjungan Lapangan
16 Taman Nasional Kutai
20 Taman Nasional Way Kambas
24 Taman Nasional Gunung Rinjani
28 Taman Nasional Komodo
32 Taman Nasional Gunung Tambora
34 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
38 Bab 4. Hasil Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi
38 Hasil Penilaian 1: Taman Nasional Kutai
41 Hasil Penilaian 2: Taman Nasional Way Kambas
45 Hasil Penilaian 3: Taman Nasional Gunung Rinjani
49 Hasil Penilaian 4: Taman Nasional Komodo
56 Bab 5. Sintesa 6 Aspek Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi
56 Konteks
58 Perencanaan
vi
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
61 Inputs
65 Proses
72 Outputs
74 Outcomes
78 Bab 6. Simpulan dan Rekomendasi78 Simpulan
81 Rekomendasi
82 Daftar Pustaka
DAFTAR ISI
vii
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR TABEL
12 Tabel 2.1 Metode Penilaian Indikator Utama METT Assesment Form
17 Tabel 3.1 Pembagian Wilayah Kerja Pengelolaan Taman Nasional Kutai
17 Tabel 3.2 Pembagian SDM Taman Nasional Kutai Berdasarkan Wilayah Kerja
17 Tabel 3.3 SDM Taman Nasional Kutai Menurut Tingkat Pendidikan
23 Tabel 3.4 Data Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Way Kambas tahun 2014
24 Tabel 3.5 Data Jumlah Pengunjung Taman Nasional Way Kambas tahun 2010-2014
30 Tabel 3.6 Jumlah Pegawai Taman Nasionsl Komodo tahun 2009-2014
44 Tabel 4.1 Key Resource Taman Nasional Way Kambas
52 Tabel 4.2Estimasi Populasi Komodo di TN Komodo tahun 2008-2013
53 Tabel 4.3 Key Resource TN Komodo
56 Tabel 5.1Perbandingan Aspek Konteks 4 Taman Nasional Sampel
58 Tabel 5.2Perbandingan Apek Perencanaan 4 taman Nasional Sampel
61 Tabel 5.3Perbandingan Aspek Inputs 4 Taman Nasional Sampel
65 Tabel 5.4Perbandingan Aspek Proses 4 Taman Nasional Sampel
72 Tabel 5.5Perbandingan Aspek Outputs 4 Taman Nasional Sampel
74 Tabel 5.6Perbandingan Aspek Outcomes 4 Taman Nasional Sampel
viii
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR GAMBAR
7 Gambar 2.1 Halaman Data Sheet 1 METT (Data Kawasan Konservasi)
8 Gambar 2.2 Halaman Data Sheet 2 METT (Daftar Ancaman)
9 Gambar 2.3 Elemen-Elemen Penilaian METT
11 Gambar 2.4 Contoh Halaman Assesment Form
13 Gambar 2.5 Tahapan Penggunaan METT
16 Gambar 3.1 Lokasi Taman Nasional Kutai
20 Gambar 3.2 Lokasi Taman Nasional Way Kambas
21 Gambar 3.3 Konsep kandang Badak SRS
22 Gambar 3.4 Persebaran Pegawai Berdasarkan Lokasi dan Kompetensi
24 Gambar 3.5 Lokasi TN Gunung Rinjani di Pulau Lombok
27 Gambar 3.6 Ilustrasi jalur Pendakian jalur Sembalun dan Senaru
28 Gambar 3.7 Lokasi Taman Nasional Komodo
32 Gambar 3.8 Lokasi Taman Nasional Gunung Tambora
34 Gambar 3.9 Lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
38 Gambar 4.1 Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TN Kutai
39 Gambar 4.2 Efektivitas Pengelolaan TN Kutai Berdasarkan 6 Komponen Pengelolaan
41 Gambar 4.3 Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TNWK
42 Gambar 4.4 Efektivitas Pengelolaan TNWK Berdasarkan 6 Komponen Pengelolaan
45 Gambar 4.5 Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TNGR
46 Gambar 4.6 Efektivitas Pengelolaan TNGR Berdasarkan 6 Komponen Pengelolaan
ix
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR GAMBAR
49 Gambar 4.7 Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan TN Komodo
50 Gambar 4.8 Efektivitas Pengelolaan TN Komodo Berdasarkan 6 Komponen Pengelolaan
80 Gambar 6.1 Ilustrasi Perbandingan Skor METT 4 Taman Nasional Sampel terhadap Pemenuhan IKK KSDAE
x
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
DAFTAR ISTILAH
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BKSDA Balai Konservasi Sumber Daya Alam
BTN Balai Taman Nasional
BTNK Balai Taman Nasional Kutai
BTNWK Balai Taman Nasional Way Kambas
BTNGR Balai Taman Nasional Gunung Rinjani
BTS Base Transceiver Station
CA Cagar Alam
CAL Cagar Alam Laut
Camera trap Kamera yang digunakan untuk mengambil foto/gambar satwa
DAS Daerah Aliran Sungai
Drone Sebuah pesawat yang tidak berawak
EoH Enhancing Our Heritage
ERU Elephant Response Unit
Ha Hektar
Hutan konservasi Kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (Pasal 1 angka 9 UU 41/1999)
IBSAP Indonesia Biodiversity Strategy Action Plan
IKK Indikator Kinerja Kegiatan
IPPA Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam
IUCN International Union for Conservation of Nature
Kawasan konservasi Kawasan atau area yang dilindungi dan ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai dengan kepentingannya
KK Kepala Keluarga
KLHK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
KSDAE Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
METT Management Effectiveness Tracking Tools
MK Mahkamah Konstitusi
PEH Pengendali Ekosistem Hutan
Pemantauan Kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin (PP. 39/2006)
xi
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
PHKA Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
PLG Pusat Latihan Gajah
PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak
Polhut Polisi Kehutanan
PROARCA-CAPAS Programa Ambiental Regional Para Centroamerica – Central American Protected Areas System
PT Perseroan Terbatas
PTN Pengelolaan Taman Nasional
RAPPAM Rapid Assessment and Prioritisation of Protected Area Management
Renja K/L Rencana Kerja Kementerian/Lembaga
Resort Unit pengelolaan hutan konservasi terkecil
RKA KL Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPTN Rencana Pengelolaan Taman Nasional
SAR Search and Rescue
SDM Sumber Daya Manusia
SK Surat Keputusan
SPORC Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat
SPTN Seksi Pengelolaan Taman Nasional
SRS Suaka Rhino Sumatera
TN Taman Nasional, adalah kawasan pelestaian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, da rekreasi (Pasal 1 angka 14 UU 5/1990)
TNGGP Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
TNGR Taman Nasional Gunung Rinjani
TNK Taman Nasional Kutai
TNWK Taman Nasional Way Kambas
UNESCO United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
WCPA World Commission on Protected Areas
WWF World Wildlife Fund
YABI Yayasan Badak Indonesia
Zona Blok wilayah kerja pengelolaan kawasan sehingga kawasan dapat dilakukan secara maksimal
DAFTAR ISTILAH
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
xiii
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kegiatan pemantauan pembangunan kehutanan tahun 2015 difokuskan pada program konservasi sumber daya alam dan ekosistem. Upaya konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia sebagian besar dilaksanakan di kawasan hutan konservasi. Dalam melakukannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah membentuk unit pengelola kawasan konservasi di tingkat lapangan. Organisasi pemangku hutan di lapangan yang menjadi habitat keanekaragaman hayati di Indonesia ini meliputi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Balai Taman Nasional (BTN). Perbedaan dua institusi ini terdapat pada ruang lingkup wilayah pengelolaannya. BKSDA membawahi kawasan konservasi non taman nasional seperti cagar alam, suaka margasatwa, taman buru dan taman wisata alam. Sedangkan BTN memangku kawasan Taman Nasional (TN).
Efektivitas pengelolaan di lapangan merupakan elemen kunci dari suksesnya pencapaian agenda pembangunan konservasi sumber daya alam dan ekosistem di Indonesia. berkaitan dengan hal tersebut, kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas tahun 2015 mencoba memantau efektivitas pengelolaan kawasan hutan konservasi. Salah satu tool yang dapat digunakan untuk menilai efektivitas pengelolaan kawasan konservasi ini adalah Management Effectiveness Tracking Tools (METT), yang dikembangkan oleh WWF dan World Bank, serta telah diaplikasikan di berbagai negara. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air tahun 2015 mempergunakan metode Management Effectiveness Tracking Tools (METT) dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan ini.
Dari hasil kunjungan dan analisa METT empat taman nasional sampel, ditemukan permasalahan-permasalahan yang serupa, baik ancaman yang dihadapi kawasan ataupun hambatan dalam keberlangsungan pengelolaan. Ancaman yang masih banyak ditemukan yaitu berasal dari perumahan, pencurian sumber daya hutan dalam bentuk illegal logging ataupun perburuan satwa tanpa izin, dan ancaman yang muncul dari intrusi manusia. Ancaman dari perumahan umumnya memiliki dampak lanjutan yaitu berkembangnya aktivitas permukiman dan aktivitas ekonominya di dalam kawasan taman nasional. Aktivitas bermukim ini bahkan dapat terus meluas hingga didirikannya sarana pendidikan, kesehatan, dan berbagai fasilitas komersial untuk memenuhi keberlangsungan kehidupan masyarakat setempat.
Dari empat taman nasional sampel, Taman Nasional Gunung Rinjani dan Taman Nasional Komodo merupakan dua taman nasional yang telah mencapai target nilai efektivitas pengelolaan >70% sesuai dengan IKK KSDAE. Untuk Taman Nasional Way Kambas, diperlukan upaya peningkatan pada isu-isu terkait elemen input dan proses sebagai dua elemen dengan presentase terkecil pada taman nasional ini. Taman Nasional Kutai merupakan taman nasional sampel dengan permasalahan yang kompleks sehingga menyebabkan masih diperlukannya perbaikan/peningkatan pada seluruh aspek efektivitas pengelolaan, terutama dalam hal pengukuhan kawasan sebagai elemen terpenting untuk kepastian lokus kawasan.
BAB 1PENDAHULUAN
“Porter Gunung Rinjani”
02
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 1PENDAHULUAN
BAB 1PENDAHULUAN
BAB 1PENDAHULUAN
Pemantauan kegiatan pembangunan merupakan salah satu tahapan yang penting di dalam proses
pelaksanaan pembangunan nasional. Kegiatan pemantauan memastikan bahwa kegiatan yang sedang berlangsung sesuai dengan arah yang telah ditetapkan. Pentingnya pemantauan pembangunan sangat ditekankan di dalam UU No. 25 tahun 2005 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional yaitu Pasal 28 dan Pasal 29. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap pengendalian pembangunan dilakukan oleh kementerian/lembaga dan hasil pemantauan tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyempurnakan perencanaan pembangunan periode berikutnya.
Salah satu prioritas pembangunan kehutanan adalah konservasi sumber daya hutan. Pembangunan konservasi sumber daya hutan dilakukan melalui pendekatan konservasi kawasan maupun konservasi keanekaragaman hayati. Sering dikatakan bahwa konservasi kawasan sekaligus juga melakukan konservasi keanekaragaman hayati. Namun demikian, konservasi pada tingkat jenis atau species tetap diperlukan untuk memastikan keanekaragaman hayati terutama di luar kawasan hutan dapat terlindungi serta terjaga keberadaannya. Keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia tersebar tidak hanya di dalam kawasan hutan akan tetapi juga di luar kawasan hutan. Diperkirakan Indonesia memiliki sekitar 90
tipe ekosistem dimulai dari ekosistem laut dalam, mangrove, hutan pantai, hutan dataran tinggi, hingga hutan alpine. Selanjutnya, berdasarkan data IBSAP, Indonesia merupakan megabiodiversiti yang memiliki keanekaragaman hayati; mamalia 515 species dan sebagian besar endemik, reptilia 511 species, 1531 species burung, dan sekitar 270 species amfibi.
Hutan Konservasi Indonesia berdasarkan data Kementerian Kehutanan (2014) memiliki luasan 24 juta ha mencakup hampir 20% wilayah hutan daratan Indonesia. Hutan konservasi merupakan kawasan daratan dengan fungsi strategis yang diperuntukkan untuk melakukan perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan keanekaragaman hayati serta jasa lingkungan. Untuk meningkatkan kualitas pembangunan konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati maka dilakukan kegiatan pemantauan. Kegiatan tersebut diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga dan bermanfaat terutama dalam perbaikan perencanaan pembangunan pada periode berikutnya. Diharapkan pula dengan meningkatnya pengelolaan kawasan konservasi, kontribusi ekonomi dari kawasan tersebut dapat dimaksimalkan. Untuk meningkatkan pengelolaan kawasan hutan konservasi, maka Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air akan melaksanakan kegiatan pemantauan pelaksanaan kegiatan kawasan hutan konservasi.
1.1 Latar Belakang
© Dokumentasi Dit. KKSDA
03
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 1PENDAHULUAN
BAB 1PENDAHULUAN
1.2 Tujuan dan SasaranTujuan dari kegiatan pemantauan ini adalah sebagai berikut:
1. Memantau pelaksanaan Renja-KL yang meliputi pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
2. Melakukan pemantauan pelaksanaan yang meliputi pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Sasaran yang ingin dicapai adalah terpantaunya pelaksanaan program dan kegiatan konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati yang dilaksanakan oleh sektor kehutanan termasuk perkembangan realisasi penyerapan dana, realisasi pencapaian target keluaran, dan kendala yang dihadapi.
1.3 MetodologiMetodologi yang digunakan meliputi
penelaahan dan identifikasi terhadap kebijakan, program dan kegiatan yang ada dan tertuang di dalam dokumen perencanaan (RPJM dan RKP). Digunakan pula sebuah tools penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi yaitu Management Effectiveness Tracking Tools (METT). Metode ini digunakan guna memperoleh skor (dalam presentase) efektivitas pengelolaan kawasan yang dipantau.
Selain desk study, kegiatan pemantauan juga dilakukan di beberapa kawasan konservasi di Indonesia seperti Taman Nasional (TN) Kutai, TN
Way Kambas, TN Gunung Rinjani, TN Komodo, TN Gunung Gede Pangrango dan kawasan konservasi Gunung Tambora). Peninjauan lapangan ditujukan untuk memperoleh informasi tentang pelaksanaan program pembangunan, pertemuan koordinasi dengan pihak-pihak terkait baik di pusat maupun di daerah, serta pengumpulan data untuk mendukung penggunaan tools METT. Aplikasi METT dalam kegiatan pemantauan ini diujicobakan untuk empat Taman Nasional sampel yaitu, TN Kutai, TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani dan TN Komodo. Hal ini dilakukan karena perbedaan tipologi permasalahan pada setiap TN tersebut.
1.4 Pelaksana KegiatanKegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Kehutanan
dan Konservasi Sumber Daya Air – Bappenas, sebagai unit yang terkait langsung dengan kegiatan konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati di sektor kehutanan.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
04
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 1PENDAHULUAN
BAB 1PENDAHULUAN
1.5 Sistematika Penyusunan LaporanSistematika penulisan pada bab selanjutnya adalah sebagai berikut.
BAB 2: METODE PEMANTAUAN: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Bab ini menjabarkan mengenai penjelasan METT yang terdiri dari konsep, elemen penilaian, dan metodologi penilaian. Terkait elemen-elemen penilaian, penjelasan akan dillengkapi dengan framework WCPA.
BAB 3: HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN
Pada bab ini dijabarkan mengenai gambaran umum dari beberapa taman nasional sampel sebagai wilayah pemantauan kawasan konservasi. Akan dijelaskan mengenai lokasi taman nasional, sejarah singkat pengukuhan, ekosistem di dalamnya, dan juga potensi-potensi yang dimiliki tiap-tiap taman nasional. Output dari bab ini yaitu informasi mengenai gambaran umum wilayah pemantauan kawasan konservasi.
BAB 4: HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Pada bab ini dijabarkan hasil dari penilaian terhadap empat taman nasional menggunakan METT (TN Kutai, TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani, dan TN Komodo). Selain pembahasan mengenai analisis efektivitas pengelolaan berdasarkan elemen-elemen penilaian, dijabarkan pula mengenai ancaman-ancaman yang dihadapi oleh masing-masing taman nasional. Output dari bab ini yaitu grafik dan penjelasan terhadap kondisi efektivitas pengelolaan saat ini terhadap empat taman nasional tersebut.
BAB 5: SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Bab ini berisi sintesa dari masing-masing aspek efektivitas (konteks, perencanaan, input, proses, output, outcomes) dari keseluruhan kawasan konservasi sampel. Hasil sintesa ini diharapkan dapat menjadi masukan kebijakan untuk pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia yang akan datang.
BAB 6: SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini berisi simpulan kegiatan pemantauan dan hasil penilaian efektivitas pengelolaan. Bagian saran ditujukan untuk kegiatan pemantauan selanjutnya serta untuk perbaikan tiap aspek dalam penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi.
BAB 2METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
“Tarantula Taman Nasional Kutai”
06
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
BAB 2METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
BAB 2METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
2.1 METT dan Elemen-Elemen Penilaiannya
Efektivitas pengelolaan adalah sebuah tingkatan untuk mengukur sejauh mana suatu kegiatan pengelolaan
mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Management Effectiveness Tracking Tools (METT) merupakan salah satu metode penilaian yang dapat digunakan dalam mengukur pengelolaan kawasan konservasi.
Penilaian terhadap efektivitas pengelolaan merupakan suatu kegiatan yang penting dalam rangka memperbaiki pengelolaan kawasan konservasi. Berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN), telah banyak dikembangkan metode untuk melakukan penilaian terhadap pengelolaan kawasan konservasi di seluruh dunia (untuk berbagai kepentingan) seperti METT, RAPPAM, EoH, PROARCA-CAPAS, dan lain sebagainya. Metode-metode tersebut dapat dimanfaatkan bagi kepentingan peningkatan pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia.
Pembentukan METT sendiri diinisiasi oleh Bank Dunia dan WWF dalam rangka menanggapi penurunan keanekaragaman hayati hutan-hutan di dunia. Metode ini dibangun dari framework World Commission on Protected Areas (WCPA) yang mencakup 6 elemen penilaian; context, planning, inputs, processes, outputs, dan outcomes. Selanjutnya, keenam elemen penilaian ini akan menjadi dasar dalam penilaian efektivitas pengelolaan yang dilakukan. Dengan diketahuinya efektivitas suatu efektivitas pengelolaan kawasan konservasi, maka
pengelola akan mengetahui faktor-faktor apa saja yang perlu mendapatkan perbaikan kedepannya. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan yang lebih efektif dan efisien serta dapat memberikan kemudahan dalam pencapaian tujuan-tujuan pengelolaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
METT telah diimplementasikan di sekitar 1300 kawasan yang dilindungi yang berada di lebih dari 50 negara di seluruh dunia. Di Indonesia, metode METT pernah disosialisasikan dan diujicobakan di 39 taman nasional pada tahun 2004 dengan tujuan agar kedepannya setiap taman nasional dapat menjawab berbagai ancaman ataupun hambatan-hambatan yang pada umumnya dihadapi dalam pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Selain itu di Indonesia, contoh-contoh penggunaan METT sebelumnya yaitu penggunaan METT oleh TN Gunung Gede Pangrango (2009), CA dan CAL Kepulauan Krakatau (2013), lokalatih dan lokakarya oleh Kementerian Kehutanan (2010), dan pada acara penilaian efektivitas pengelolaan di Balikpapan (2014).
Penggunaan metode METT adalah salah satu solusi yang cukup praktis untuk dapat mengetahui sejauh mana pengelolaan suatu kawasan telah efektif dilakukan. Metode METT tidak membutuhkan dana yang besar, ataupun kebutuhan sumber daya ekstra lainnya. Penggunaannya relatif cepat dan mudah untuk diselesaikan, sehingga petugas kawasan konservasi dapat melakukan self assessment
Penilaian terhadap efektivitas
pengelolaan merupakan suatu
kegiatan yang penting dalam
rangka memperbaiki pengelolaan kawasan
konservasi.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
07
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
BAB 2METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
terhadap kawasannya masing-masing.
Secara garis besar, metode METT terbagi menjadi dua bagian utama yaitu;
Bagian pertama; Lembar data / data sheets
Lembar data terdiri dari lembar data 1 (satu) dan lembar data 2 (dua). Lembar data 1 bersifat sangat umum dan memberikan informasi dasar terkait kawasan konservasi. Lembar data ini terdiri dari status kawasan, kepegawaian, pendanaan dan tujuan pengelolaan. Sedangkan lembar data 2 bersifat lebih spesifik, yaitu berisi tentang ancaman-ancaman yang dihadapi oleh kawasan. Terdapat 12 butir jenis ancaman
dengan turunannya masing-masing, dan setiap penilai harus memahami dengan jelas kondisi kawasan yang dinilai untuk dapat mengisi lembar data tersebut.
Bagian kedua; Lembar penilaian/assessment form
Lembar penilaian berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai elemen-elemen seperti yang tertera pada kerangka World Comission on Protected Areas (WCPA) yang terdiri dari: konteks, perencanaan, input, proses, output dan outcome.
Berikut adalah contoh dari bagian pertama, yaitu datasheet 1 dan 2.
Gambar 2.1 - Halaman Data Sheet 1 METT (Data Kawasan Konservasi)
Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites: Second Edition, WWF-World Bank (2007)
08
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
BAB 2METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Gambar 2.2 - Halaman Data Sheet 1 METT (Daftar Ancaman)
Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites: Second Edition, WWF-World Bank (2007)
09
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
BAB 2METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
EVALUATION
Context:Status and
TreatsWhere are we now?
PlanningWhere do we want to be and how will
we get there?
InputsWhat do we
need?
Management Process
How do we go about it?
OutputWhat did we do
and what products or services were
produced?
OutcomeWhat did de
achieve?
Sedangkan untuk bagian kedua (lembar penilaian), setiap elemen yang tertera pada kerangka World Comission on Protected Areas (WCPA) yang terdiri dari: konteks, perencanaan, input, proses, output dan outcom selanjutnya akan diturunkan menjadi poin-poin indikator/nomor pertanyaan pada asessment form. Enam elemen tersebut merupakan suatu satu rangkaian yang saling berkaitan seperti
yang tertera dalam Gambar 2.3. Tugas dari penilai yaitu melakukan penilaian yang sebenar-benarnya terhadap seluruh indikator yang tersedia, serta memberikan penjelasan tambahan pada setiap indikator di kolom yang disediakan. Dapat pula ditambahkan dengan dokumen-dokumen data yang dimiliki.
Sumber: Second Meeting of the Reflection Year on World Heritage Periodic Reporting (2006)
1. Konteks Konteks dapat diartikan sebagai penilaian dari sisi pentingnya kawasan konservasi, ancaman dan kebijakan terkait, yang dituangkan dalam status hukum. Elemen konteks memberikan gambaran status legalitas kawasan. Selain itu, elemen ini berhubungan dengan pengukuhan kawasan, apakah kawasan konservasi memiliki status hukum ataupun bila merupakan perusahaan swasta, kemudian terdapat perjanjian hukum atau semacamnya.
2. PerencanaanElemen perencanaan menggambarkan apa yang ingin dicapai dari suatu pengelolaan, dan bagaimana mencapainya. Elemen ini memiliki
fokus pada kesesuaian, antara hal-hal yang direncanakan dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan. Rencana pengelolaan, rencana desain, adanya visi misi yang ditetapkan sebelum melakukan pengelolaan, merupakan hal-hal yang dikaji dalam elemen ini. Selain itu terdapat pula indikator-indikator yang membahas mengenai ada atau tidaknya penggunaan hasil penelitian/evaluasi yang dimasukkan ke dalam rencana pengelolaan, ketersediaan jadwal dan proses yang dibentuk untuk penelaahan rencana pengelolaan secara berkala, ketersediaan perencanaan penggunaan lahan dan air, dan lain sebagainya.
Gambar 2.3 - Elemen-Elemen Penilaian METT
10
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
BAB 2METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
3. Input Elemen input meliputi sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pengelolaan. Sumber daya dapat diartikan sebagai sumber daya lembaga maupun sumber daya yang ada di lapangan. Input dapat berupa ketersediaan SDM baik jumlah ataupun kapasitas, ketersediaan sarana-prasarana, informasi-informasi penting, dan anggaran pengelolaan.
4. Proses Elemen proses menggambarkan bagaimana kegiatan pengelolaan dilaksanakan. Elemen ini meliputi kegiatan dalam proses perencanaan, pengumpulan dan pengelolaan data/informasi, pembinaan habitat dan populasi, perlindungan dan pengamanan, pemanfaatan kawasan, peningkatan kesadaran dan masyarakat, monitoring dan evaluasi, dan lain-lain.
5. Output Salah satu kesuksesan dari pengelolaan kawasan konservasi dapat dilihat dari segi output atau hasil. Suatu kawasan konservasi dapat memberikan dua produk, yaitu barang dan jasa. Produk yang dihasilkan ini merupakan hasil dari kegiatan pengelolaan.
Elemen output menggambarkan kegiatan pengelolaan yang sudah dilakukan dan hasil dari kegiatan pengelolaan tersebut.
Elemen ini diantaranya membahas mengenai implementasi dari rencana kerja rutin dalam pengelolaan, ataupun perwujudan sarana parasarana kawasan yang memadai untuk keberlangsungan pengelolaan.
6. Outcomes Aspek ini lebih menjawab pertanyaan apa yang telah kita dapatkan. Penilaiannya pun lebih difokuskan kepada dampak dari pengelolaan kawasan konservasi terhadap tujuan. Dampak juga dapat dijabarkan sebagai akibat dari pengelolaan berkaitan dengan tujuan. 2 hal yang diperhatikan dalam menilai aspek ini adalah kesejahteraan dan nilai ekologis.
Sedangkan dalam penggunaannya, proses metode METT terdiri dari dua langkah, yaitu proses input data dan proses penilaian. Keenam elemen penilaian (context, planning, inputs, processes, outputs, dan outcomes) selanjutnya akan ditemukan dalam butir-butir pertanyaan pada lembar penilaian (assessment form). Lembar penilaian terdiri atas 30 butir pertanyaan, dan dalam pengisiannya disarankan menggunakan aplikasi komputer agar lebih memudahkan rangkaian proses penilaian. Selain lebih praktis, penggunaan aplikasi komputer juga akan membantu untuk menyajikan hasil analisis penilaian yang lebih presisi/detail. Gambar 2.4 adalah contoh dari halaman assessment form dari elemen konteks, perencanaan dan input.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
11
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
BAB 2METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Assessment form terdiri dari 30 butir pertanyaan dengan rentang nilai dari setiap butir pertanyaan yaitu 0 s.d 3, dengan skor maksimum 99. Selanjutnya, struktur dan isi dari perangkat hasil pemantauan METT ini dibuat dalam format microsoft excel. Tugas dari penilai yaitu melakukan penilaian yang sejujur-jujurnya terhadap seluruh indikator yang tersedia, serta mengisi kolom comment/explanation dan juga ‘next steps’. Comment/explanation merupakan bagian untuk
menjelaskan setiap indikator yang diberikan penilaian, sedangkan next steps merupakan bagian untuk memberikan masukan terkait tindak lanjut yang seharusnya dapat dilakukan agar dapat memperbaiki indikator-indikator tersebut dalam pengelolaan. Berdasarkan hasil perhitungan untuk skor indikator/pertanyaan, akan dihasilkan prosentase nilai efektifitas pengelolaan kawasan konservasi yang dinilai.
Gambar 2.4 - Contoh Halaman Assessment Form
Sumber: Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at Protected Area Sites: Second Edition, WWF-World Bank (2007)
2.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data mencakup pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei-Desember 2015. Data primer yang diperoleh berasal dari pengamatan langsung saat kunjungan lapangan dilakukan, serta dilengkapi dengan hasil wawancara kepada pihak pengelola kawasan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data-data instansi BTN dan tinjauan literatur internet jika dibutuhkan. Pada dasarnya, data sekunder digunakan untuk mendukung data hasil kunjungan lapangan yaitu seperti data sejarah kawasan, tanggal pengukuhan, daftar potensi flora dan fauna, jumlah tenaga kerja, daftar keikutsertaan pegawai dalam pelatihan, dan lainnya. Keseluruhan data selanjutnya digunakan untuk mengisi lembar-lembar penilaian seperti Data sheet 1 (data umum kawasan), Data sheet 2 (daftar ancaman), dan Assessment Form.
12
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
BAB 2METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Poin Keterangan
3 Sangat sesuai dengan pertanyaan2 Cukup sesuai dengan pertanyaan1 Sedikit sesuai dengan pertanyaan0 Tidak sesuai dengan pertanyaan
+1 Additional points yang terpenuhi
Setelah selesai mengisi seluruh pertanyaan, poin yang dikumpulkan kemudian dijumlah dan dibagi dengan nilai maksimum dari 30 pertanyaan. Bila dari 30 pertanyaan sebagai indikator pengelolaan efektif pada bagian assessment form terdapat pertanyaan yang dianggap tidak relevan dengan kawasan, maka pertanyaan tersebut kemudian dapat diabaikan. Hal ini akan berdampak pada total skor, yaitu total skor bukan senilai 99, melainkan 99 dikurangi dengan 3 poin setiap butir pertanyaan yang diabaikan. Nilai akhir dari menyelesaikan penilaian dapat dihitung sebagai persentase dari 99 atau nilai total dari seluruh pertanyaan yang relevan dengan kawasan konservasi tersebut. Selain itu, dalam menentukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan, harus disertai dengan penjelasan pelengkap pada kolom ‘explanation’. Pada akhirnya, jika suatu kawasan konservasi memiliki jumlah nilai poin sebesar 60 dari nilai total 93 (dengan dua pertanyaan dianggap tidak relevan), persentase tersebut dapat dihitung dengan membagi 60 dengan 93 lalu dikalikan 100 (contoh: 60/93 x 100=64,5%).
Hasil dari penilaian yang dilakukan dapat disajikan dalam berbagai cara, seperti grafik efektivitas pengelolaan, penghitungan presentase efektivitas yang dijabarkan dari tiap-tiap elemen penilaian, penyajian grafik ancaman, tabel kondisi key resource dari suatu kawasan, dan lain-lain.
Secara keseluruhan, implementasi METT terdiri dari 1) melakukan kunjungan lapangan berupa pemantauan pelaksanaan kegiatan pengelolaan, 2) memahami kondisi dan permasalahan kawasan, 3) melakukan assessment hingga menghasilkan gambaran mengenai keberlangsungan pengelolaan, dan 4) memaparkan hasil assessment kepada pihak pengelola kawasan. Rangkaian ini dipaparkan pada Gambar 2.5 mengenai ilustrasi dari penggunaan METT pada kegiatan pemantauan kawasan konservasi.
Tabel 2.1 - Metode Penilaian Indikator Utama METT Assessment Form
Sumber: Hasil analisis, 2015
2.3 Metode Penilaian
Langkah pertama yang dilakukan dalam melakukan penilaian METT adalah memilih pernyataan yang dianggap paling sesuai dalam setiap indikator (pertanyaan dalam assessment form) dengan keadaan nyata di kawasan konservasi terkait. Pemilihan kesesuaian pernyataan dalam tiap indikator tersebut kemudian secara otomatis akan mendapatkan poinnya masing-masing. Dalam melakukan penilaian terhadap METT assessment form, telah terdapat poin (angka) tertentu yang tersedia di setiap indikator. Poin-poin tersebut terdiri dari poin 0 sampai dengan 3 untuk 30 indikator utama, sedangkan poin +1 untuk setiap indikator tambahan (additional point). Nilai paling tinggi dari seluruh pertanyaan dan pertanyaan tambahan adalah 99, dengan setiap nomor indikator memiliki nilai maksimum yaitu 3.
13
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 2METODE PEMANTAUAN:MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
BAB 2METODE PEMANTAUAN:
MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS
Sumber: Hasil analisis, 2015
Gambar 2.5 - Tahapan Penggunaan METT
15
Gambar 2.5
Tahapan Penggunaan METT
Sumber: Hasil analisis, 2015
Peningkatan efektivitas kawasan hutan konservasi
Memahami kondisi dan permasalahan kawasan
Melakukan assesment hingga menghasilkan gambaran
mengenai keberlangsungan pengelolaan kawasan
Memaparkan/mendiskusikan hasil assesment kepada pihak
pengelola kawasan
Melakukan kunjungan lapangan berupa pemantauan pelaksanaan
kegiatan kawasan hutan konservasi
BAB 3HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN
“Taman Nasional Gunung Tambora”
16
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
3.1 Taman Nasional Kutai
BAB 3HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN
a. Gambaran Umum Kawasan
Taman Nasional Kutai terletak di wilayah Kabupaten Kutai Timur. Secara administrasi pemerintahan, Taman Nasional Kutai terletak di Kabupaten Kutai Timur (86,75%), Kota Bontang (0,36%), dan Kabupaten
Kutai Kartanegara (12,88%), Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis, TN Kutai terletak di 0°7’54” - 0°33’53” Lintang Utara dan 116°58’48” - 117°35’29” Bujur Timur. Secara fisiografis permukaan tanah Taman Nasional Kutai bergelombang ringan, sedang sampai berat dan dibagian barat dan utara berbukit–bukit sampai dengan bergunung dengan ketinggian 0- 400 mdpl.
Taman Nasional Kutai merupakan hutan hujan tropis dataran rendah dengan luas 198.629 hektar. Semula pada tahun 1934 Taman Nasional Kutai berstatus Hutan Persediaan dengan luas 2.000.000 hektar (Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No: 3843/AZ/1934), dan kemudian pada tahun 1936 ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa Kutai dengan luas 306.000 hektar oleh pemerintah Kerajaan Kutai (SK (ZB) Nomor: 80/22-ZB/1936). Pada tahun 1957 terdapat perubahan status menjadi Taman Nasional dengan luas 198.629 hektar (SK Menhut No. 325/Kpts-II/1995).
Gambar 3.1 - Lokasi Taman Nasional Kutai
Sumber: Google Maps, 2015
Batas Taman Nasional Kutai memanjang dari garis pantai selat Makasar sampai +60 km ke daratan. Batas utara mengikuti alur Sungai Sangata, batas sebelah selatan merupakan garis lurus dari titik ikat di Kelurahan Bontang Kuala dan berbatasan dengan Hutan Lindung Bontang, PT Indominco Mandiri, PT Kitadin dan PT Surya Hutani Jaya. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan HTI PT Kiani lestari dan sebagian PT Surya Hutani Jaya. Dalam pelaksanaan pengelolaan kawasan, terdapat ‘Mitra Kutai’ yang merupakan sebuah wadah beranggotakan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sekitar Taman Nasional Kutai, yang membantu pengelolaan melalui kegiatan-kegiatan tertentu dan juga usaha-usaha pengembangan kawasan taman nasional ini.
Pengelolaan Taman Nasional Kutai dibagi menjadi dua Seksi Pengelolaan, yaitu SPTN I Sangata dan SPTN II Tenggarong.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
17
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
No. Seksi Pengelolaan Resort Luas
1 SPTN I SANGATA
Resort Sangata +- 36.840,76 Ha
Resort Sangkima +- 42.532,8 Ha
Resort Telukpandan +- 45.967,13
Total +- 125.340,69 Ha
2 SPTN II TENGGARONG
Resort Menamang Sebulu +- 36.644,16 Ha
Resort Mawai Bengkal +- 36.644,16 Ha
Total +- 73.288,31 Ha
Tabel 3.1 - Pembagian Wilayah Kerja Pengelolaan Taman Nasional Kutai
Tabel 3.2 - Pembagian SDM Taman Nasional Kutai Berdasarkan Wilayah Kerja
Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013
Sedangkan, berikut adalah alokasi sumber daya manusia pada pengelolaan Taman Nasional Kutai berdasarkan wilayah kerja dan tingkat pendidikan.
No. Wilayah Kerja PNS Tenaga Upah Jumlah
1 Kantor Balai Taman Nasional Kutai 30 8 38
2 Kantor SPTN Wilayah I Sangatta 4 - 4
a. Resort Teluk Pandan 7 - 7
b. Resort Sangkima 6 - 6
c. Resort Sangatta 8 - 8
3 Kantor SPTN Wilayah II Tenggarong 4 1 5
a. Resort Menamang - Sebulu 6 - 6
b. Resort Mawai Indah - Muara Bengkal 6 - 6
4 SPORC 20 - 20
TOTAL 91 9 100
Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013
Sumber: Data Diolah dari Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013
Tabel 3.3 - SDM Taman Nasional Kutai Menurut Tingkat Pendidikan
No. Tahun Doktor (S3)
Master (S2)
Sarjana (S1)
Sarjana Muda / Diploma
SLTA SLTP SD Jumlah
1 2008 - 3 20 2 73 2 - 100
2 2009 - 1 20 3 73 2 - 99
3 2010 - 5 19 3 69 2 - 98
4 2011 - 6 16 4 67 2 - 96
5 2012 1 6 21 3 60 2 - 93
6 2013 1 4 18 4 62 2 - 91
18
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Dari tabel 3.3, terlihat bahwa jumlah lulusan sarjana muda, sarjana, master, dan doktor cenderung tetap selama periode tahun 2008-2013 tersebut, sedangkan jumlah lulusan SLTA cenderung mengalami penurunan. Secara keseluruhan, jumlah SDM dari Taman Nasional Kutai juga menunjukkan tren yang menurun.
b. Ekosistem
Adapun beragam tipe ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Kutai antara lain (BTNK,2001):
1. Hutan Dipterocarpaceae campuran, sebagian besar terdapat di bagian timur kawasan. Pada kawasan bekas kebakaran telah muncul Macaranga dan perdu.
2. Hutan Ulin-Meranti-Kapur, terdapat di bagian barat TN Kutai yang drainase tanahnya kurang baik sampai sedang dan mencakup hampir 50% dari luas TN Kutai.
3. Vegetasi hutan mangrove dan tumbuhan pantai, terdapat di sepanjang pantai Selat Makassar.
4. Vegetasi hutan rawa air tawar, tersebar pada daerah kantong-kantong sepanjang sungai dan mengandung endapan lumpur yang dibawa banjir.
5. Vegetasi hutan kerangas, terdapat di sebelah barat Teluk Kaba.
6. Vegetasi hutan tergenang apabila banjir, terdapat pada daerah di sepanjang sungai yang drainase tanahnya kurang baik sampai sedang.
c. Potensi Kawasan Taman Nasional
Potensi Flora dan Fauna
Taman Nasional Kutai merupakan habitat dari berbagai jenis flora dan fauna. Di Taman Nasional ini terdapat sekitar 958 jenis flora yang teridentifikasi, 330 jenis burung, 11 dari 13 jenis primata borneo, termasuk orangutan / Pongo pygmaeus dan 80 jenis mamalia yang 22 jenis diantaranya dilindungi (2013, Statisik TN Kutai). Selain itu Taman Nasional Kutai juga berperan sebagai tempat hidup beruang madu, buaya, macan dahan, banteng, kijang, tarantula, dan berbagai kekayaan fauna lainnya. Taman nasional ini merupakan taman nasional ketiga sebagai pusat rehabilitasi orangutan yang berlokasi di Teluk Kaba.
Potensi Wisata
‒ Sangkima
Obyek wisata yang terletak di jalan penghubung antara Bontang dan Sangata ini menjadi obyek wisata andalan Taman Nasional Kutai terutama dari kunjungan wisatawan nusantara. Potensi wisata yang ada di Sangkima antara lain adalah hutan alam dengan berbagai tumbuhan terutama ulin dan dari famili Dipterocarpaceae, berbagai jenis satwa liar seperti orangutan moreo [Pongo pygmaeus morio], owa-owa, beruk, monyet ekor panjang dan berbagai jenis burung. Pohon ulin raksasa yang diperkirakan berumur 1000 tahun dan memiliki diameter 2,47 meter merupakan salah satu atraksi wisata yang dapat ditemukan setelah menyusuri boardwalk sepanjang kurang lebih 900 meter. Daya tarik yang lain di Sangkima adalah petualangan jelajah hutan dengan fasilitas outbond yang cukup memadai dengan jalur yang menantang, antara lain seperti jembatan gantung dan jembatan sling.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
19
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Fasilitas yang tersedia di kawasan wisata alam Sangkima antara lain wisma tamu, balai pertemuan umum, mushola dan toilet. Kawasan ini terletak di km 38 jalan poros Bontang–Sangatta, dan pengunjung dapat mencapai lokasi ini dengan transportasi darat yang memerlukan waktu sekitar 60 menit dari Bontang dan 30 menit dari Sangatta. Kemudahan akses ini menyebabkan Sangkima cukup banyak dikunjungi wisatawan.
‒ Prevab Mentoko
Prevab – Mentoko terletak di pinggir sungai Sangata dan berbatasan langsung dengan areal industri batubara di seberang sungai. Prevab Mentoko dapat dicapai melalui dua alternatif jalur sungai, yaitu melalui Jembatan Pinang (pintu gerbang Kota Sangatta) dengan waktu tempuh 2 jam, atau melalui Dermaga Papa Charlie (Desa Kabo Jaya) dengan waktu tempuh +/- 30 menit.
Fasilitas yang terdapat di Prevab antara lain penginapan, pusat informasi, sumber air bersih, shelter dan trail wisata. Objek ini juga sangat cocok untuk dijadikan pondok penelitian.
‒ Teluk Lombok
Potensi utama Pantai Teluk Lombok adalah pantai berpasir putih dan bertopografi landai dengan pohon kelapa yang masih relatif banyak. Selain itu, di beberapa bagian terdapat kawasan hutan mangrove.
Tersedia jalan panggung/boardwalk sepanjang kurang lebih 500 meter hasil inisiasi masyarakat setempat. Pada kawasan hutan mangrove ini masih banyak ditemukan berbagai jenis burung dan fauna ekosistem mangrove. Selain itu di sekitar pantai Teluk Lombok masih terdapat ekosistem terumbu karang, seperti berbagai jenis karang lunak dan karang keras serta berbagai jenis ikan-ikan karang yang beranekawarna.
Selain Sangkima, Prevab Mentoko, dan Teluk Lombok, masih terdapat objek-objek wisata alam lainnya seperti Teluk Kaba, Telaga Bening, dan Bontang Mangrove Park.
© Dokumentasi Ditjen KSDAE, KLHK
© Dokumentasi Ditjen KSDAE, KLHK
20
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
3.2 Taman Nasional Way Kambas
Gambar 3.2 - Lokasi Taman Nasional Way Kambas
Sumber: Google Maps, 2015
a. Gambaran Umum Kawasan
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu taman nasional tertua di Indonesia. Luas TNWK mencapai sekitar 1.300 km2 di sekitar Sungai Way Kambas, atau tepatnya di wilayah pesisir timur Lampung. TNWK Merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera. Daya tarik utama TNWK yaitu satwa Gajah, Badak, dan Harimau Sumatera.
Secara administratif, TNWK termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Taman nasional ini ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK No. 670/Kpts-II/1999 dengan luas 125.621,3 ha.
Adapun batas-batas Taman Nasional Way Kambas adalah sebagai berikut;
Utara : Kabupaten Lampung Tengah
Selatan : Kabupaten Lampung Timur
Barat : Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur
Timur : Laut Jawa
Sebagai salah satu tujuan wisata yang populer di Lampung, Taman Nasional Way Kambas memiliki kelengkapan fasilitas berupa lahan parkir, pesanggrahan, musholla, arena atraksi gajah, kios makanan dan cinderamata, hingga laboratorium alam dan wisma peneliti. Di Taman Nasional Way Kambas terdapat Pusat Latihan Gajah (PLG) dan Suaka Rhino Sumatera (SRS) sebagai wadah untuk kepentingan pengelolaan dua satwa utama, yaitu gajah dan badak.
Taman Nasional Way
Kambas (TNWK) merupakan salah
satu taman nasional tertua di Indonesia.
21
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
1. Pusat Latihan Gajah (PLG)
Pusat Latihan Gajah didirikan pada tanggal 27 Agustus 1985 dengan luas ± 2300 ha. Pada awalnya PLG berfungsi untuk melatih gajah-gajah bermasalah hasil tangkapan dalam kawasan agar dapat berdaya guna. Hingga tahun 1995, terdapat sekitar 300 ekor gajah yang berhasil ditangkap dan dilatih di PLG. Pada tahun 2000, sebagian besar gajah terlatih tersebut didistribusi ke berbagai daerah di tanah air dan didayagunakan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan, breeding, serta ekowisata.
Gajah-gajah liar yang dilatih di Pusat Latihan Gajah dapat dijadikan sebagai gajah tunggang, atraksi, angkutan kayu dan bajak sawah. Di PLG dapat disaksikan pelatih mendidik dan melatih gajah liar, menyaksikan atraksi gajah bermain bola, menari, berjabat tangan, hormat, mengalungkan bunga, tarik tambang, berenang dan masih berbagai atraksi lainnya.
Sedangkan untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan gangguan gajah liar, terdapat bantuan dari lembaga donor dalam mengadakan patroli konflik gajah yang menggunakan beberapa ekor gajah terlatih dalam bentuk tim Elephant Response Unit (ERU). ERU selanjutnya bekerjasama dengan masyarakat sekitar dan rutin melakukan patroli untuk mencegah koloni gajah keluar dari kawasan dan memasuki daerah permukiman.
2. Suaka Rhino Sumatera (SRS)
Suaka Rhino Sumatera merupakan satu-satunya tempat pengembangbiakan satwa liar badak Sumatera di Indonesia, bahkan merupakan satu-satunya tempat pengembang-biakan badak Sumatera secara semi alami di dunia. Prioritas utama SRS adalah memelihara kesehatan Badak Sumatera, dengan fungsi sebagai pusat breeding, penelitian dan pendidikan. Berbeda dengan PLG, kunjungan wisata di SRS sangat terbatas dan tidak terbuka untuk umum.
Saat ini, SRS memiliki area seluas 100 ha yang digunakan sebagai kandang dari 5 ekor badak. Konsep kandang dirancang sedemikian rupa agar dapat mendukung dan memberikan kemudahan dalam kegiatan konservasi.
Gambar 3.3 - Konsep Kandang Badak di SRS
Sumber: Data SRS, 2015
© Dokumentasi Ditjen KSDAE, KLHK
22
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Terkait SDM, jumlah personil pengelola TNWK sampai dengan saat ini mencapai 258 personil, dengan kompetensi fungsional umum, Polhut, PEH, pawang dan penyuluh. Adapun sebaran pegawai sebagaimana terlihat dalam gambar dibawah ini.
Sumber: Data Diolah dari RPTN 2010-2014 TNWK
Gambar 3.4 - Persebaran Pegawai Berdasarkan Lokasi dan Kompetensi
b. Ekosistem
Taman Nasional Way Kambas memiliki satu spektrum ekosistem yang besar, dimana di dalamnya dapat ditemui beberapa formasi hutan, seperti formasi hutan mangrove, rawa dan dataran rendah tanah kering. Didasarkan pada tipe ekosistemnya, kawasan ini dapat dikelompokkan ke dalam empat tipe, yaitu hutan mangrove, pantai, riparian rawa, dan dipterocarpaceae dataran rendah. Dapat pula ditemukan daerah padang rumput luas yang merupakan akibat dari kegiatan logging dan kebakaran hutan yang pernah terjadi.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
23
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
c. Potensi Kawasan Taman Nasional
Potensi Flora dan Fauna
Potensi flora yang dimiliki Taman Nasional Way Kambas antara lain api-api (Avicennia marina), pidada (Sonneratia sp.), nipah (Nypa fruticans), gelam (Melaleuca leucadendron), salam (Syzygium polyanthum), rawang (Glochidion borneensis), ketapang (Terminalia cattapa), cemara laut (Casuarina equisetifolia), pandan (Pandanus sp.), puspa (Schima wallichii), meranti (Shorea sp.), minyak (Dipterocarpus gracilis), dan ramin (Gonystylus bancanus). Sedangkan, potensi fauna yang dimiliki Taman Nasional Way Kambas terdiri atas 50 jenis mamalia diantaranya Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), anjing hutan (Cuon alpinus sumatrensis),
siamang (Hylobates syndactylus syndactylus); 406 jenis burung diantaranya bebek hutan (Cairina scutulata), bangau sandang lawe (Ciconia episcopus stormi), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), sempidan biru (Lophura ignita), kuau (Argusianus argus argus), pecuk ular (Anhinga melanogaster); berbagai jenis reptilia, amfibia, ikan, dan insekta.
Potensi Wisata
Sebagai salah satu taman nasional tertua di Indonesia, Taman Nasional Way Kambas telah memiliki citranya tersendiri terkait wisata satwa gajah yang dapat dinikmati di PLG sebagai salah satu tujuan rekreasi keluarga, baik nusantara ataupun pengunjung mancanegara. Berikut adalah data kunjungan wisatawan pada tahun 2014.
No BulanJumlah Pengunjung
Wisatawan Nusantara Wisatawan asing1. Januari 5.098 252. Februari 488 143. Maret 840 254. April 724 395. Mei 2.161 26. Juni 1.061 297. Juli 381 128. Agustus 7.873 219. September 1.922 16
10. Oktober 1.573 411. November 134 112. Desember 1.543 5
Total 23.798 203
Tabel 3.4 - Data Kunjungan Wisatawan Taman Nasional Way Kambas tahun 2014
Sumber: Data Diolah dari Statistik Balai Taman Nasional Way Kambas tahun 2014
24
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Sedangkan, berikut adalah data kunjungan wisatawan (nusantara ataupun asing) dalam periode tahun 2010 sampai dengan 2014.
Tabel 3.5 - Data Jumlah Pengunjung Taman Nasional Way Kambas tahun 2010-2014
Sumber:Data Diolah dari Statistik Balai Taman Nasional Way Kambas tahun 2014
No. Tahun Pengunjung JumlahNusantara Asing
1. 2010 8.818 243 9,0612. 2011 10.724 220 10.9443. 2012 12.445 268 12.1734. 2013 12.963 339 13.3025. 2014 23.798 203 24.001
3.3 Taman Nasional Gunung Rinjani
Gambar 3.5 - Lokasi Taman Nasional Gunung Rinjani di Pulau Lombok
Sumber: Google Maps, 2015
a. Gambaran Umum Kawasan
Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.280/Kpts-II/1997 dengan luas 40.000 ha walaupun dilapangan luasnya lebih dari 41.000 ha. TNGR merupakan salah satu taman nasional bercirikan daerah yang bergunung-gunung dengan ketinggian antara 550 meter sampai dengan 3.000 meter di atas permukaan laut. Puncak ketinggian terdapat di puncak Gunung Rinjani (3.726 m dpl) yang merupakan gunung tertinggi ketiga di Indonesia. Di lembah sebelah Barat terdapat Danau Segara Anak (2.008 m dpl) yang memiliki air dengan kandungan belerang dan beragam suhu yang berbeda yaitu mulai dari dingin, hangat hingga panas.
Secara administratif, TNGR berada pada 3 kabupaten; Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur, Propinsi Dati I Nusa Tenggara Barat.
25
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Sesuai dengan SK Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, SK 99/IV/Set-3/2005 tanggal 26 September 2005 tentang Penataan Zona pada Taman Nasional Gunung Rinjani, kawasan TNGR dibagi menjadi beberapa zona pengelolaan yaitu :
• Zona Inti: 20.843,50 Ha• Zona Rimba: 17.349.50 Ha• Zona Pemanfaatan: 799,00 Ha• Zona Pemanfaatan Intensif: 390,00 Ha• Zona Pemanfaatan Khusus: 401,00 Ha• Kultural: 75,00 Ha• Wisata: 326,00 Ha• Zona Lainnya: 2.338,00 Ha• Zona Pemanfaatan Tradisional: 583,00 Ha• Zona Rehabilitasi: 1.755,00 Ha
Taman Nasional Gunung Rinjani di bagi menjadi 2 (dua) wilayah pengelolaan dalam bentuk Seksi Konservasi Wilayah, yaitu:
1. Seksi Konservasi Wilayah I Lombok Barat Menangani wilayah Taman Nasional yang berada di Kabupaten Lombok Barat dengan luas areal ± 12.357,67 Ha (30%) yang dibagi dalam 3 (tiga) resort (Anyar, Santong, Senaru) dan beberapa Pos Jaga.
2. Seksi Konservasi Wilayah II Lombok Timur Menangani wilayah Taman Nasional yang berada di 2 (dua) Kabupaten di Kabupaten Lombok Timur seluas ± 22.152,88 Ha (53%), sementara wilayah Taman Nasional yang berada di Kabupaten Lombok Tengah seluas ± 6.819,45 Ha (17%) yang terbagi dalam 6 resort (Aikmel, Kb.Kuning, Joben, Sembalun, Aik Berik, Steling) dan beberapa Pos Jaga.
Secara keseluruhan tenaga kerja di Balai Taman Nasional Gunung Rinjani mencapai 92 orang, namun masih dirasa kurang jika dipandang dari standar pendidikan, terutama kebutuhan terhadap tenaga yang berasal dari S1 dengan berbagai asal disiplin ilmu. Untuk pendidikan dan pelatihan pegawai, direncanakan 60 orang setiap tahunnya akan mengikuti pendidikan dan pelatihan.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
© Dokumentasi Dit. KKSDA
26
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
b. Ekosistem
TNGR merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan pegunungan rendah hingga pegunungan tinggi dan savana di Nusa Tenggara. Terdapat beberapa tipe ekosistem yang terdiri dari hutan tropis dataran rendah, hutan hujan tropis pegunungan (1.500 – 2.000 m dpl) yang masih utuh dan berbentuk hutan primer, serta hutan cemara dan vegetasi sub alpin pada ketinggian di atas 2.000 m dpl.
c. Potensi Kawasan Taman Nasional
Potensi Flora dan Fauna
Berikut adalah jenis-jenis flora yang dapat ditemukan di Taman Nasional Gunung Rinjani berdasarkan kelompok ketinggian;
• 1000-2000m dpl: bermacam-macam tumbuhan seperti beringin (ficus superb), garu (dysoxylum sp), dan perkebunan penduduk yang ditanami sayur-sayuran seperti kol, cabai, bawang, dan juga kentang.
• 2000-3000 m dpl: dominan vegetasi cemara gunung (casuarina junghuniana).
• >3000 m dpl: terdapat jenis rumput-rumputan dan bunga edelweiss (Anaphalis javanica) (Anonymous, 2011).
Sedangkan berikut adalah kekayaan fauna yang dapat ditemukan di TNGR;
• Babi Hutan (Sus Scrofa), Kera abu-abu (Macaca fascicularis), Lutung (Tracyphitecus auratus cristatus), Ganggarangan Kecil (Vivvericula indica), Trenggiling (Manis javanica), Musang Rinjani (Paradoxurus- hermaproditus rhindjanicus), Leleko/Congkok (Felis bengalensis javanensis), Rusa Timor (Cervus timorensis floresiensis), Landak (Hystrix javanica).
• Beberapa jenis burung diantaranya: Kakatua Jambul Kuning (Cacatua shulphurea parvula), Koakiau (Philemon buceroides neglectus), Perkici Dada Merah (Trichoglossus haematodus), Isap Madu Topi Sisik (Lichmera lombokia), Punglor Kepala Merah (Zootera interpres), Punglor Kepala Hitam (Zootera doherty) dan lain-lain.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
27
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Potensi Wisata
Terdapat banyak potensi wisata yang dimiliki Taman Nasional Gunung Rinjani, diantaranya yaitu;
• Puncak Gunung Rinjani, Jalur Senaru, Jalur Sembalun
• Desa Adat Senaru dan Air Terjun Sendang Gile
• Danau Segara Anak
• Air terjun Jeruk Manis
• Otak Kokok
• Pemandian Air Panas Sebau
Untuk wisata puncak Gunung Rinjani, terdapat dua jalur resmi pendakian yaitu jalur Senaru dan jalur Sembalun. Jalur Sembalun didominasi oleh padang rumput savana, sedangkan jalur Senaru merupakan jalur dengan bentang alam hutan hujan pegunungan rendah hingga tinggi.
Gambar 3.6 - Ilustrasi Jalur Pendakian Jalur Sembalun dan Senaru
Sumber: Hasil penelusuran internet, 2015
© Dokumentasi Dit. KKSDA
28
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
3.4 Taman Nasional Komodo
a. Gambaran Umum Kawasan
Taman Nasional Komodo berada di kepulauan Indonesia Timur, tepatnya di antara Pulau Sumbawa dan Pulau Flores. Secara administratif, Taman Nasional Komodo termasuk dalam Wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Taman Nasional Komodo terdiri dari tiga pulau besar yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar, serta 26 buah pulau lainnya.
Taman Nasional Komodo dibentuk melalui pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980 tentang Pembentukan Taman Nasional Komodo dan ditunjuk oleh Menteri Kehutanan melalui SK No.306/Kpts-II/1992 tanggal 29 Februari 1992. Luas Taman Nasional Komodo yaitu 173.300 ha, yang terdiri dari 40.728 ha daratan dan 132.572 ha lautan. Pengelolaan taman nasional ini berada di bawah tanggung jawab Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan yaitu Balai Taman Nasional Komodo yang berlokasi di Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Taman Nasional Komodo merupakan salah satu dari 50 Taman Nasional di Indonesia yang memiliki potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, dan merupakan Cagar Biosfer tahun 1986 serta Warisan Alam Dunia pada tahun 1991 di indonesia (UNESCO). Keindahan terumbu karang dan pembentukan pulau-pulau di kawasan Taman Nasional Komodo sendiri berasal dari tekanan yang disebabkan oleh gesekan antara dua lempeng kontinen, Sahul dan Sunda.
Gambar 3.7 - Lokasi Taman Nasional Komodo
Sumber: Google Maps, 2015
29
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Berikut adalah tipe-tipe zona di Taman Nasional Komodo:
• Zona Inti, (34.311 Ha) merupakan zona yang mutlak dilindungi, di dalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia, kecuali yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.
• Zona Rimba, (66.921,08 Ha) merupakan zona yang di dalamnya tidak diperbolehkan adanya aktivitas manusia sebagaimana pada zona inti kecuali kegiatan wisata alam terbatas.
• Zona Perlindungan Bahari, (36.308 Ha) adalah daerah dari garis pantai sampai 500 meter ke arah luar dari garis isodepth 20 meter sekeliling batas karang dan pulau, kecuali pada zona pemanfaatan tradisional bahari. Pada zona ini tidak boleh dilakukan kegiatan pengambilan hasil laut, seperti halnya pada zona inti kecuali kegiatan wisata alam terbatas.
• Zona Pemanfaatan Wisata Daratan, (824 Ha) diperuntukkan secara intensif hanya bagi wisata alam daratan.
• Zona Pemanfatan Wisata Bahari, (1.584 Ha) diperuntukkan secara intensif bagi wisata alam perairan.
• Zona Pemanfaatan Tradisional Daratan, (879 Ha) dapat dilakukan kegiatan untuk mengakomodasi kebutuhan dasar penduduk asli dalam kawasan dengan ijin hak khusus pemanfaatan oleh Kepala Balai TN Komodo.
• Zona Pemanfaatan Tradisional Bahari, (17.308 Ha) dapat dilakukan kegiatan untuk mengakomodasi kebutuhan dasar penduduk asli dalam kawasan dengan ijin hak khusus pemanfaatan oleh Kepala Balai TN Komodo. Pada zona ini dapat dilakukan pengambilan hasil laut dengan alat yang ramah lingkungan (pancing, bagan, huhate, dan payang).
• Zona Khusus Pemukiman, (298 Ha) zona untuk bermukim hanya bagi penduduk asli dengan peraturan tertentu dari Kepala Balai TN Komodo bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat.
• Zona Khusus Pelagis, (59.601 Ha) dapat dilakukan kegiatan penangkapan ikan dan pengambilan hasil laut lainnya yang tidak dilindungi, dengan alat yang ramah lingkungan (pancing, bagan, huhate, dan payang) serta kegiatan wisata/rekreasi.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
30
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Terkait kepegawaian, hingga bulan Desember 2014 Balai Taman Nasional Komodo memiliki jumlah pegawai sebanyak 121 orang (78 orang PNS/CPNS dan 43 tenaga upah). Rincian jumlah pegawai Balai Taman Nasional Komodo dari tahun 2009 –2014 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
No. Tahun
STA
JumlahPNS CPNS Harian/UpahGol. IV
Gol. III
Gol. II
Gol. I
Gol. III
Gol. II
Gol. I S1 SLTA
1 2009 1 64 30 1 - 2 - - - 982 2010 1 59 28 1 1 - - - 10 1003 2011 1 58 25 1 - 4 - 1 28 1184 2012 1 61 26 1 - - - 1 28 1185 2013 1 55 23 1 - - - 1 42 1236 2014 1 55 19 1 2 - - 1 42 121
Tabel 3.6 - Jumlah Pegawai Taman Nasional Komodo Tahun 2009-2014
Sumber: Statistik Balai Taman Nasional Komodo tahun 2009-2014
b. Ekosistem
Kawasan TN Komodo sangat dipengaruhi oleh hujan musim dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Kondisi alam di wilayah taman nasional yang kering dan gersang tersebut kemudian memberikan keunikan tersendiri. Ekosistem TN Komodo dipengaruhi oleh iklim yang dihasilkan dari musim kemarau panjang, suhu udara tinggi serta curah hujan rendah. Ekosistem perairannya dipengaruhi oleh dampak El-Nino/La Nina, yang berakibat memanasnya lapisan air laut di sekitarnya dan sering terjadi arus laut yang kuat.
Sebagian besar taman nasional merupakan savana. Hampir 70% luas Kawasan Taman Nasional Komodo berupa padang savana, dengan vegetasi dominan yaitu rumput–rumputan, seperti Seteria adhaerens, chloris barbata, Heteropogon contortus, juga borassus flabellifer (lontar). Tumbuhan lainnya adalah rotan (Calamus sp.), bambu (Bambusa sp.), asam (Tamarindus indica), kepuh (Sterculia foetida). Bidara (Ziziphus jujuba), dan bakau (Rhizophora sp.). Selain savana, terdapat pula hutan musim dataran rendah.
Sedangkan untuk ekosistem terumbu karang, Taman Nasional Komodo termasuk yang terindah di dunia dengan kekayaan perairan berupa terdapatnya lebih dari 1000 jenis ikan, 260 jenis karang dan 70 jenis bunga karang (sponge). Acropora adalah jenis yang umum dijumpai di wilayah ini. Terdapat pula tutupan hutan bakau. Walaupun hanya sekitar 5%, namun hutan bakau memiliki peranan yang sangat penting sebagai penahan abrasi air laut, penahan sedimen dari air sungai (daratan), juga sebagai tempat hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Hutan bakau dapat di jumpai di sekitar Loh Sabiƒta dan Loh Lawi (Pulau Komodo), dan di Loh Kima dan Loh Buaya (Pulau Rinca). Dua jenis Bakau yang dominan adalah Rhizophora mucronata di daerah pasang surut dan Lumnitzera racemora di daratan.
31
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
c. Potensi Kawasan Taman Nasional
Potensi Flora dan Fauna
TN Komodo berada dalam zonasi transisi antara flora dan fauna Asia dan Australia. Selain itu cukup esktrimnya iklim di kawasan taman nasional ini menyebabkan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar daratan yang dapat bertahan merupakan jenis–jenis yang mampu beradaptasi dengan lingkungan kering. Dapat dijumpai sekitar 244 jenis flora darat (palem, anggrek, rumput, rotan, asam, bidara dan lain-lain).
Komodo (Varanus Komodoensis), sebagai satwa utama di kawasan ini memang sangat sesuai untuk hidup di daerah dengan padang savana yang luas, sumber air yang terbatas, serta suhu yang cukup panas. Selain komodo, terdapat banyak fauna lainnya seperti ular kobra dan berbagai ular lainnya, kadal, tokek, penyu sisik, penyu hijau, serta berbagai jenis mamalia seperti rusa, babi hutan, kuda liar dan kerbau liar.
Potensi Wisata
Taman Nasional Komodo memiliki daya tarik tersendiri dengan memberikan wisatawan pengalaman untuk dapat melihat komodo di alam liar. Selain komodo, wisatawan dapat pula melakukan pengamatan satwa liar lainnya seperti rusa timor, kerbau liar, dan babi hutan. Wisatawan dapat menyaksikan hutan bakau, padang savana serta satwa liar di Loh Buaya. Loh Buaya merupakan pusat kunjungan di Pulau Rinca, dan dapat dicapai dalam 1-2 jam dengan menggunakan perahu/boat sewaan dari Labuan Bajo.
Di samping itu, Taman nasional ini juga memiliki beragam aktivitas lainnya yang dapat dilakukan di Loh Liang, seperti:
‒ Pengamatan burung; burung gosong, kakak tua kecil jambul kuning, srigunting (Dicrurus hottentottus) dan pergam hijau (Ducula aenae)
‒ Pendakian (Loh Liang-Gunung Ara–Gunung Satalibo)
‒ Penjelajahan (Loh Liang–sebita)
‒ Photo hunting dan video shooting
‒ Diving, snorkeling di pantai merah dan pulau lainnya.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
© Dokumentasi Dit. KKSDA
32
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Wilayah laut di Taman Nasional Komodo yang kaya akan nutrisi berkat aliran air dingin dari Samudera Hindia yang menjaga makanan untuk kehidupan laut, menyebabkan snorkeling atau diving merupakan salah satu aktivitas unggulan di kawasan ini. Selain itu, dengan menjadi Situs Warisan Dunia selama lebih dari 30 tahun, terumbu karang dan pulau-pulau di taman nasional ini pun sangat dilindungi. Status tersebut memberikan kehidupan bawah laut yang melimpah dan juga kesempatan karang untuk berkembang. Lokasi yang menarik untuk menyelam ataupun snorkeling diantaranya adalah Pulau Pengah, Pulau Siaba, Padar Utara, Pulau Mauan, Pulau Indihiang. Pantai merah, Batu Bolong, Gili Lawa Darat dan lain-lain.
3.5 Taman Nasional Gunung Tambora
Gambar 3.8 - Lokasi Taman Nasional Gunung Tambora
Sumber: Google Maps, 2015
a. Gambaran Umum Kawasan
Pada mulanya, kawasan Gunung Tambora merupakan salah satu kawasan konservasi di Indonesia. Kawasan ini merupakan area bekas letusan Gunung Tambora pada tanggal 5 April 1815 yang menjadi letusan besar dan melontarkan 100 km3 batuan panas dan 400 juta ton gas sulfur hingga 43 km ke atmosfer. Letusan ini menyebabkan belahan dunia sebelah utara tidak mengalami musim panas, serta mengurangi ketinggian gunung dari 4200 m dpl menjadi hanya setinggi 2800 m dpl.
Gunung Tambora merupakan gabungan situs geologi yang perlu dipertahankan, termasuk kondisi hutan di sekelilingnya. Kawasan tersebut sudah banyak dikunjungi oleh turis mancanegara maupun lokal dalam rangka melakukan riset, menikmati keanekaragaman hayati dan ekositemnya ataupun gejala-gejala alam lainnya. Pengunjung kawasan Tambora diprediksi akan meningkat seiring dengan adanya kegiatan promosi. Kawasan Gunung Tambora terbagi menjadi dua lokasi konservasi yaitu: Tambora Wildlife Reserve dengan luas 80.000 hektar dan Tambora Hunting Park seluas 30.000 hektar.
Pada tahun 1999, Menteri Kehutanan dan Perkebunan mengeluarkan SK penetapan status kawasan Tambora No. 418/Kpts-II/1999 yang terbagi atas:
• Taman Buru seluas 26.130,25 Ha
• Suaka Margasatwa seluas 21.674,68 Ha
• Cagar Alam seluas 23.840,18 Ha.
33
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
Kawasan konservasi Gunung Tambora diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 11 April 2015 sebagai Taman Nasional, bertepatan dengan peringatan 200 tahun letusan besar Gunung Tambora pada 11 April 1815. Penunjukan sebagai Taman Nasional dilegalkan dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 111/MenLHK-II/2015.
b. Ekosistem, Potensi Flora, dan Potensi Fauna
TN Gunung Tambora memiliki kekayaan ekosistem yang luar biasa, dengan kekhasannya yaitu memiliki ekosistem hutan dataran rendah, ekositem hutan pegunungan dan ekosistem savana. Tumbuhan di kawasan Gunung Tambora tersebar dalam 3 tipe ekosistem hutan, mulai dari hutan musim, hutan hujan tropis dan hutan savana. Beberapa jenis tumbuhan, seperti Lepidagathis eucephala, Achyranthes bidentata, Colocasia gigantea, Dichrocephala chrysanthemifolia, dan lainnya tumbuh subur di kawasan ini.
c. Potensi Wisata Kawasan Taman Nasional
Potensi Flora dan Fauna
Kawasan ini merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa mulai dari primata, reptil, mamalia, hingga aves/burung seperti kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea). Jumlah jenis burung yang telah teridentifikasi pada tahun 2012 sebanyak 43 jenis, di mana beberapa jenis di antaranya merupakan jenis yang dilindungi dan satu jenis burung endemik asli Nusa Tenggara Barat.
Potensi Wisata dan Lainnya
TN Gunung Tambora memiliki daya tarik pariwisata alam yang berupa keindahan panorama dari hutan dataran rendah hingga hutan pegunungan. Keanekaragaman hayait berupa flora dan fauna di taman nasional ini menambah pengalaman tersendiri bagi wisatawan. Selain itu, TN Gunung Tambora juga dapat dijadikan wisata geologi bila didasarkan pada sejarah Gunung Tambora, dengan salah satu dahsyatnya letusan gunung ini.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
© Dokumentasi Dit. KKSDA
34
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
3.6 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
a. Gambaran Umum Kawasan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu dari 5 taman nasional yang dideklarasi oleh Pemerintah Indonesia tahun 1980. Secara administratif, kawasan TNGGP berada di wilayah 3 kabupaten yaitu Bogor, Cianjur dan Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Oleh karena posisinya yang strategis sebagai daerah penyangga beberapa kota besar seperti Cianjur, Sukabumi dan Bogor, peranan TNGGP sangat vital. Selain itu TNGGP merupakan kawasan sumber air terpenting bagi DAS diantaranya DAS Ciliwung dan Citarum.
Gambar 3.9 - Lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Sumber: Google Maps, 2015
TNGGP mempunyai peranan yang penting dalam sejarah konservasi di Indonesia. TNGGP ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 1980 dan memiliki luasan sekitar 22.851 hektar. TNGGP merupakan salah satu taman nasional yang memiliki kawasan terkecil dibandingkan dengan taman nasional lainnya.
TNGGP memiliki rata-rata curah hujan pertahun sebesar 3600-4000 mm. Rata-rata suhu udara di TNGGP berkisar antara 5°-28° C dengan ketinggian tempat berkisar antara 1.000-3.000 m. Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada tahun 1995.
Kantor pengelola TNGGP yaitu Balai Besar TNGGP, berada di Cibodas. Dalam pengelolaannya, TNGGP dibagi menjadi 3 (tiga) Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (Bidang PTN Wil), yaitu Bidang PTN Wilayah I di Cianjur, Bidang PTN Wilayah II di Selabintana-Sukabumi, dan Bidang PTN Wilayah III di Bogor. TNGGP terbagi ke dalam 6 (enam) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTN Wil) dan 22 (dua puluh dua) resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah dengan tugas dan fungsi melindungi dan mengamankan seluruh kawasan TNGGP dalam mewujudkan pelestarian sumberdaya alam menuju pemanfaatan yang berkelanjutan.
35
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
b. Ekosistem, Potensi Flora, dan Potensi Fauna
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem sub-montana, montana, sub-alpin, danau, rawa, dan savana. Ekosistem sub-montana dicirikan oleh banyaknya pohon-pohon yang besar dan tinggi seperti jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa (Schima walliichii). Sedangkan ekosistem sub-alphin dicirikan oleh adanya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangerangensis, bunga Edelweis (Anaphalis javanica), violet (Viola pilosa), dan Cantigi (Vaccinium varingiaefolium).
Berbagai jenis tumbuhan dengan spesies unik bisa ditemukan di dalam kawan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango mulai dari rasamala, kantong semar (Nephentes spp); berjenis-jenis anggrek hutan, dan lain-lain. Selain tumbuhan, TNGGP juga menjadi habitat bagi berbagai satwa liar seperti kepik raksasa, lebih dari 100 jenis mamalia seperti kijang, pelanduk, anjing hutan, macan tutul, sigung dan lain-lain, serta 250 jenis burung.
Satwa primata yang terancam punah dan terdapat di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango yaitu owa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata comata), dan lutung budeng (Trachypithecus auratus auratus). Satwa langka lainnya seperti macan tutul (Panthera pardus melas), landak jawa (Hystrix brachyura brachyura), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), dan musang tenggorokan kuning (Martes flavigula). Selain itu, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango terkenal kaya akan berbagai jenis burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa. Beberapa jenis diantaranya yaitu burung langka Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan Burung hantu (Otus angelinae).
© Dokumentasi Dit. KKSDA
36
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
BAB 3GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANTAUAN
c. Potensi Wisata Kawasan Taman Nasional
TNGGP kaya akan potensi ekowisata diantaranya adalah sebagai berikut:
• Telaga Biru: Sebuah danau kecil yang berukuran 5 hektar, dan terletak 1,5 km dari pintu masuk Cibodas. Disebut telaga biru karena airnya dapat terlihat berwarna biru yang disebabkan oleh jenis ganggang biru yang hidup didalamnya. Warna biru akan lebih jelas terlihat apabila permukaan air telaga tersinar matahari.
• Rawa Gayonggong: Terletak 1,8 dari pintu masuk Cibodas. Rawa mengandung belerang dengan latar belakang hutan pegunungan yang terdapat pada ketinggian 1.400 meter tersebut memiliki pemandangan yang unik dan indah.
• Air Terjun: Air terjun Cibeureum terletak 2,5 km dari pintu masuk Cibodas. Di lokasi air terjun ini terdapat dua buah air terjun lainnya yang lebih kecil yaitu Air Terjun Cikundul dan Cidendeng. Di sisi sebelah kanan dari air terjun Cibeurem terdapat Limut merah (Spagnum gedeanum) yang tidak dapat ditemukan di lokasi lain. Air terjun ini merupakan air terjun tertinggi yang dapat di kunjungi oleh wisatawan.
• Air panas: Terletak 5,2 km dari pintu masuk Cibodas, diketinggian 2.150 mdpl, tidak jauh dari tempat berkemah Kandang Batu. Para pendaki dapat menyempatkan diri mandi di mata air panas tersebut sambil beristirahat, sebelum melanjutkan perjalanannya.
• Kawah Gunung Gede: Kawah Gunung Gede berjarak 8,9 km dari pintu masuk Cibodas. Sejauh 500 meter mendekati puncak, merupakan daerah yang gersang akibat letusan gunung yang pernah terjadi. Di daerah ini tidak terdapat pepohonan dan rerumputan hanya tumbuh menyebar di beberapa tempat. Kawah Gunung Gede masih aktif dan secara periodik mengeluarkan gas-gas yang berbau belerang. Terdapat tiga buah kawah yang berdekatan, yaitu: Kawah Ratu, Kawah Lanang, dan Kawah Wadon.
• Alun-alun Suryakencana: Terletak pada ketinggian 2.750 meter, antara Gunung Gede dan Gunung Gemuruh, terdapat daerah datar dengan panjang 1.500 meter dan lebar 250 meter. Lokasi ini berjarak 10,2 km dari pintu masuk Cibodas dan 6,9 km dari pintu masuk Gunung Putri. Di daerah ini banyak ditemukan bunga Edelweiss dan juga tersedia tempat berkemah.
• Alun-alun Pangrango: Terletak di lereng Gunung Pangrango. Seperti alun-alun Suryakencana namun dengan luas yang lebih kecil, lapangan ini banyak ditumbuhi bunga Edelweiss.
• Gunung Putri dan Selabintana: Sebuah tempat berkemah dengan kapasitas 100-150 orang.
• Kandang Batu dan Kandang Badak: Sebuah tempat untuk kegiatan berkemah dan pengamatan tumbuhan/satwa. Berada pada ketinggian 2.220 m dpl dengan jarak 7,8 km atau 3,5 jam perjalanan dari Cibodas.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
“Komodo”
38
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN
KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI,
TN KOMODO
4.1 Hasil Penilaian 1: Taman Nasional Kutai
4.1.1 Ancaman yang Dihadapi
Ancaman seringkali menjadi penghambat dalam pengelolaan, dan juga merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam menentukan arah pengelolaan. Pada umumnya, ancaman-ancaman terhadap kawasan konservasi menyebabkan
kebutuhan input meningkat ataupun secara langsung menyebabkan proses pengelolaan tidak optimal. Untuk itu diperlukan identifikasi terhadap ancaman-ancaman tersebut sehingga selanjutnya dapat dirumuskan upaya-upaya untuk mengatasinya. Pada lembar penilaian METT-datasheet 2, terdapat 12 jenis ancaman. Gambar 4.1 menunjukkan berbagai ancaman yang mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Kutai.
Berdasarkan grafik di atas, secara umum hasil penilaian menunjukkan bahwa terdapat berbagai ancaman pada pengelolaan Taman Nasional Kutai. Ancaman tertinggi berasal dari perumahan dan komersial serta transportasi dan layanan koridor. Ancaman yang dihadapi di taman nasional ini memang cukup kompleks dan saling berkaitan, yang diawali dengan terus berkembangnya aktivitas perambahan yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan.
Di satu sisi, perambahan kian meluas dengan adanya faktor penarik yaitu sebuah jalan poros Bontang-Sangatta sebagai salah satu layanan koridor yang melintas dan ‘membelah’ kawasan Taman Nasional Kutai, sehingga kemudian menimbulkan pula sebuah fragmentasi kawasan dan isolasi satwa dari habitatnya. Aktivitas bermukim yang kerap tumbuh di sekitar koridor jalan juga telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, unsur-unsur komersial, kegiatan bertani/beternak/budidaya lainnya hingga industri. Selain itu, menara Base Transceiver Station (BTS) – infrastruktur telekomunikasi yang memfasilitasi nirkabel – sudah banyak dibangun di dalam kawasan dengan alasan untuk menunjang telekomunikasi.
Gambar 4.1 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Kutai
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Ancaman yang signifikan
39
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Selain ancaman dari koridor jalan, masih terdapat ancaman lain dari koridor sungai yang berperan sebagai jalur transportasi perairan, terutama koridor sungai. Koridor sungai di satu sisi juga sering digunakan para ilegal logger, pemburu liar, pencuri tanaman dan pelaku tindakan ilegal lainnya sebagai jalur transportasi/akses keluar-masuk kawasan taman nasional. Ancaman-ancaman lainnya yang juga terdapat di taman nasional ini yaitu kebakaran hutan, kegiatan perminyakan (oleh PT Pertamina) dan berbagai jenis polusi (limbah rumah tangga, limbah industri, limbah padat, polusi udara). Dari berbagai ancaman yang ada di kawasan Taman Nasional Kutai, dapat dikatakan bahwa ancaman dari permukiman dan layanan koridor transportasi merupakan ancaman utama, yang juga menyebabkan timbulnya ancaman-ancaman lainnya dan menghambat terwujudnya pengelolaan kawasan yang optimal.
Gambar 4.2 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Kutai Berdasarkan Enam Komponen Pengelolaan
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
4.1.2 Efektivitas Pengelolaan
Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs, proses, outputs, outcome, Grafik 4.2 menggambarkan hasil penilaian efektivitas pengelolaan Taman Nasional Kutai.
Secara rata-rata, presentase efektivitas pengelolaan Taman Nasional Kutai yang diperoleh yaitu 52,5%.
Konteks
Elemen konteks hanya terdiri dari 1 buah pertanyaan, yaitu mengenai status hukum kawasan. Konteks hanya dicerminkan dari 1 buah pertanyaan, maka dari itu bobot tiap pilihan poin menjadi sangat besar pada elemen ini. Terkait konteks Taman Nasional Kutai, saat ini proses pengukuhan taman nasional sudah diajukan, namun belum selesai. Terlebih penetapan kawasan TN Kutai belum sesuai dengan rencana penggunaan ruang yang diusulkan oleh pemerintah daerah yang berada di sekeliling TN Kutai.
40
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Perencanaan
Terkait elemen perencanaan, saat ini TN Kutai telah memiliki RPTN periode 10 tahun. Dalam RPTN tersebut telah tertuang tujuan (visi dan misi) pengelolaan. Di samping itu, terdapat peraturan-peraturan mengenai legalitas kawasan TN seperti Peraturan Menteri LHK tentang penunjukkan TN Kutai, dan rencana tata ruang wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Sayangnya, peraturan-peraturan mengenai legalitas kawasan tersebut belum berdampak pada penanganan konflik penggunaan lahan yang kian kompleks di Taman Nasional Kutai. Hingga saat ini belum terdapat peraturan ataupun sinergisasi aturan yang dapat membantu penanganan konflik TN Kutai agar penggunaan lahan dapat berlangsung secara optimal dan lestari untuk kepentingan konservasi. Selain itu dibutuhkan pula sebuah rencana penggunaan lahan dan air sekitar dengan memperhitungkan kebutuhan jangka panjang TN Kutai sebagai kawasan konservasi.
Input
Masih terdapat banyak kekurangan dalam elemen input pada TN Kutai. Kapasitas karyawan ataupun dukungan lembaga masih kurang dalam pengendalian penggunaan lahan taman nasional serta terhadap pencegahan pencurian kayu, selain itu dari segi kuantitas karyawan juga masih kurang mencukupi. Padahal, jumlah karyawan untuk ditempatkan di resort merupakan salah satu hal yang dapat berpengaruh pada efektivitas pengelolaan di lapangan. Terkait ketersediaan informasi, saat ini telah terdapat cukup informasi mengenai habitat dan spesies penting untuk mendukung area perencanaan dan pengambilan keputusan, namun masih perlu untuk ditingkatkan dan diperbaharui secara berkala.
Dalam ketersediaan peralatan, dengan akses kawasan yang cukup sulit, TN Kutai masih memerlukan berbagai peralatan penunjang kegiatan patroli misalnya camera trap, drone, juga kendaraan untuk mengakses lapangan. Sedangkan terkait aliran dana masuk, sistem PNBP yang ada menyebabkan aliran dana yang diterima oleh Balai TN Kutai tidak dapat secara langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan. Hal ini juga terjadi pada taman nasional sampel lainnya; TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani, TN Komodo.
Proses
Elemen ini merupakan elemen dengan jumlah pertanyaan terbanyak, yaitu 21 buah pertanyaan. Berikut adalah pembahasan mengenai elemen proses pada pengelolaan Taman Nasional Kutai.
• Terdapat kerjasama dengan peneliti asal Kanada mengenai orang utan sebagai satwa kunci di TNK.
• Masih belum terdapat kegiatan pengelolaan khusus untuk orang utan sebagai satwa unggulan dan nilai utama penunjukan kawasan.
• Pemeliharaan peralatan dan fasiltias kawasan belum maksimal, seperti banyaknya kualitas fasilitas wisata yang telah rusak dan belum diperbaiki (jembatan, boardwalk, dan lain lain).
• Adanya kader konservasi sebagai sebuah program pendidikan/kesadaran terkait dengan kebutuhan pengelolaan kawasan, serta keikutsertaan para kader konservasi dalam pemberian masukan.
• Terdapat sebuah kerjasama yang menghasilkan ‘Mitra Kutai’ (membantu Balai TNK dalam kegiatan-kegiatan upaya pelestarian dan pengembangan kawasan).
• Di satu sisi, masyarakat sekitar serta Pemda cukup sulit untuk bekerjasama dengan baik dalam memelihara kawasan.
• Terdapat sistem untuk mengontol akses/penggunaan sumber daya di kawasan (sistem pengamanan) berbentuk patroli pengamanan dan patroli kebakaran hutan, namun keduanya masih memiliki kendala dalam hal aksesibilitas.
41
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Output
Terdapat rencana kerja rutin yaitu RKA K/L, dan rencana kerja per divisi. Sedangkan terkait fasilitas dan pelayanan pengunjung, kualitasnya masih sangat membutuhkan peningkatan.
Outcome
Hingga saat ini, dapat dikatakan bahwa belum terdapat manfaat ekonomi yang secara langsung dirasakan bagi masyarakat. Kondisi nilai penting kawasan pun belum dapat diidentifikasi melalui perbandingan degradasi nilai-nilai ekologis ataupun kultural sejak pertama kali kawasan ditetapkan.
4.2 Hasil Penilaian 2: Taman Nasional Way Kambas
4.2.1 Ancaman yang Dihadapi
Berikut adalah hasil penilaian terhadap ancaman yang mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Way Kambas.
Hasil penilaian menunjukkan bahwa jenis ancaman penggunaan dan perusakan sumber daya hayati serta intrusi manusia merupakan dua ancaman tertinggi yang dihadapi Taman Nasional Way Kambas. Penggunaan dan perusakan sumber daya hayati yaitu terkait masih banyak terjadi kegiatan perburuan satwa hingga pembunuhan gajah baik perburuan gading gajah ataupun akibat konfliknya dengan manusia. Selain itu terdapat pula banyak aktivitas pencurian hasil hutan seperti tanaman gaharu, ataupun pemanenan sumber daya air di beberapa titik perairan dalam kawasan. Sedangkan ancaman berikutnya berasal dari intrusi manusia yang cukup tinggi. Selain kegiatan rekreasi/wisata yang tergolong berintensitas tinggi dan juga kegiatan penelitian/pendidikan lain yang banyak dilakukan di kawasan, kegiatan pengelolaan sendiri dapat memberikan ancaman-ancaman tertentu terhadap habitat dan kehidupan satwa. Kegiatan pengelolaan yang dimaksud yaitu kegiatan konstruksi fasilitas taman nasional ataupun penggunaan kendaraan pengelolaan sehari-hari, yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap habitat satwa.
Gambar 4.3 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Way Kambas
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Ancaman yang signifikan
42
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
4.2.2 Efektivitas Pengelolaan
Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs, proses, outputs, outcome, berikut adalah hasil grafik efektivitas pengelolaan Taman Nasional Way Kambas.
Presentase rata-rata dari efektivitas pengelolaan Taman Nasional Way Kambas yang diperoleh yaitu sebasar 65,65%.
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Gambar 4.4 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Way Kambas Berdasarkan Enam Komponen Pengelolaan
Konteks
Taman Nasional Way Kambas telah resmi dikukuhkan pada tahun 1999. Kawasan mempunyai status hukum yang jelas, dengan hubungan yang bekerjasama dengan baik dengan masyarakat.
Perencanaan
Proses perencanaan kawasan (sejak tahun 1993) mencakup banyak pihak dan ahli-ahli terkait, sebagai contoh yaitu keikutsertaan ahli badak dalam perumusan perencanaan pengelolaan kawasan. Terkait pencapaian tujuan pengelolaan (lestari, berdayaguna, sinergi, welmanaged), saat ini belum terwujud dengan baik dengan masih banyak terjadinya konflik gajah dengan manusia. Selain itu, belum seluruh program yang direncanakan dalam RPTN terlaksana, salah satunya karena belum memadainya alokasi pendanaan. Sedangkan untuk desain zonasi, hingga saat ini telah cukup sesuai dengan kepentingan pemanfaatan dan pengelolaan kawasan. Di samping itu, desain sanctuary badak (SRS) juga sangat mendukung upaya pelestarian badak secara tepat.
43
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Input
Kapasitas karyawan sudah cukup baik, namun masih dibutuhkan tenaga tambahan untuk ditempatkan di lapangan serta untuk kegiatan patroli. Terkait ketersediaan informasi, BTN Way Kambas masih membutuhkan banyak data dan informasi yang valid dan dapat digunakan untuk mendukung perencanaan dan pengambilan keputusan. Anggaran yang tersedia saat ini dirasa belum mencukupi dan TNWK masih menggunakan bantuan pendanaan dari luar. Namun di samping itu pengelolaan harus diimbangi pula dengan perawatan fasilitas resort. Terkait aliran dana masuk, sistem PNBP yang ada menyebabkan aliran dana yang diterima oleh Balai TN Way Kambas tidak dapat secara langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan.
Proses
Berikut adalah pembahasan mengenai elemen proses pada pengelolaan Taman Nasional Way Kambas.
• Tata batas telah ditetapkan pada tahun 1998, dan hingga saat ini TNWK masih memiliki batasan wilayah yang jelas dengan pihak masyarakat sekitar.
• Terdapat kegiatan patroli gajah untuk pencegahan keluarnya gajah ke daerah pemukiman masyarakat, dan patroli sumber daya hutan sebagai sistem kontrol penggunaan sumber daya kawasan.
• Terdapat banyak penelitian yang dilakukan di dalam kawasan, dan diarahkan agar sesuai dengan kebutuhan pengelolaan.
• Dalam keberjalanan pengelolaan, pemeliharaan peralatan dan fasiltias kawasan belum maksimal. Selain pemeliharaan fasilitas/peralatan di lokasi wisata (PLG) yang terlihat kurang, resort-resort juga tidak terpelihara dengan baik ataupun digunakan sebagaimana fungsinya. Hal ini juga memberikan gambaran prioritas pengelolaan anggaran yang kurang bersifat strategis. Dengan disegerakannya perbaikan fasilitas resort, fungsi resort untuk ditempati pegawai akan kembali dan berbagai kegiatan di lapangan akan mampu berjalan dengan lebih efektif.
• Terdapat beberapa keikutsertaan pegawai dalam berbagai pelatihan, namun tidak seluruhnya relevan dengan kebutuhan pengelolaan kawasan.
• Terdapat kader konservasi sebagai sebuah program pendidikan/kesadaran terkait dengan kebutuhan pengelolaan kawasan, serta keikutsertaan para kader konservasi pada pemberian masukan pengelolaan. Kegiatan ini dilaksanakan sekitar 3 sampai dengan 6 bulan sekali.
• Saat ini belum terdapat kerjasama pengelolaan kawasan dengan operator pariwisata, namun tahap pelelangan rencana pengembangan kerjasama telah dilakukan.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
44
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Output
Terdapat rencana kerja rutin yaitu RKA K/L dan rencana kerja rutin SRS/PLG/ERU. Sedangkan terkait fasilitas dan pelayanan pengunjung, kualitasnya masih sangat membutuhkan peningkatan guna melayani tingkat kunjungan yang tinggi. Dibutuhkan perbaikan fasilitas seperti kualitas bangunan pos, toilet, jembatan, ataupun railing pengaman. Namun dari segi kelengkapan, fasilitas dan layanan pengunjung saat ini sudah cukup memadai dengan adanya visitor center, arena atraksi, loket karcis, selter pengunjung, toilet, kios suvenir, dan lain-lain.
Outcome
Hingga saat ini, manfaat ekonomi yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan yaitu berupa terserapnya tenaga kerja. Perekrutan tenaga kerja tambahan dilakukan kepada masyarakat sekitar kawasan taman nasional. Kondisi nilai penting kawasan pun terjaga dengan baik, yaitu telah dijalankannya perlakuan dan perhatian secara khusus terhadap badak sebagai spesies kunci sekaligus spesies terancam punah, juga tersedia pusat rehabilitasi gajah untuk penyembuhan dan perawatan terhadap gajah-gajah yang membutuhkan. Bila kedepannya diadakan pusat pengelolaan satwa tapir dan Harimau Sumatera, kondisi nilai penting kawasan Taman Nasional Way Kambas akan semakin utuh.
Taman Nasional Way Kambas sebagai sebuah kawasan konservasi dengan beberapa satwa unggulan seperti Badak Sumatera, Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Tapir dan Beruang, saat ini telah memiliki pengelolaan spesifik terhadap dua satwa yaitu Badak Sumatera dan Gajah Sumatera. Melalui kerjasama dengan pihak LSM YABI, sebuah sanctuary Badak Sumatera ‘Suaka Rhino Sumatera’ (SRS) berhasil dikelola dengan sangat baik. SRS memiliki fungsi sebagai rumah sakit satwa, penangkaran, pusat breeding, dan pusat penelitian. Berbagai upaya yang telah dilakukan para pengelola membuahkan hasil, seperti pada tahun 2007, seekor Badak Sumatera jantan, Andalas, berhasil dikirimkan ke TN Way Kambas dari salah satu kebun binatang di Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 2012, seekor bayi badak, Andatu, berhasil dilahirkan di SRS. Kelahiran bayi badak ini merupakan salah satu keberhasilan terbesar dari upaya para pengelola untuk mengawinkan dan merawat kesehatan induk badak (Ratu). Akhirnya, setelah 124 tahun, Andatu merupakan bayi Badak Sumatera pertama yang berhasil dilahirkan di penangkaran.
Sedangkan untuk pengelolaan satwa gajah, sejak tahun 1985 TN Way Kambas memiliki sebuah Pusat Latihan Gajah (PLG) yang mulanya berfungsi sebagai tempat pelatihan gajah-gajah bermasalah hasil tangkapan dalam kawasan agar kemudian dapat berdaya guna. Seiring berjalannya waktu, gajah-gajah di PLG tidak hanya didayagunakan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan breeding, namun juga semakin dikenal sebagai sebuah destinasi ekowisata. Hingga saat ini, di TN Way Kambas telah dibentuk pula sebuah tim Elephant Response Unit (ERU) yang bekerjasama dengan masyarakat sekitar untuk melakukan patroli pengamanan dalam rangka pencegahan konflik antara koloni gajah dan manusia.
Tabel 4.1 - Key Resource Taman Nasional Way Kambas
Sumber: Hasil Analisis, 2015
KEY
RESO
URC
E
Habitat
Animal species Tapir, Beruang
Harimau Sumatera
Gajah Sumatera
Badak Sumatera
Bird species Other faunal species
POOR GOOD VERY GOOD EXCELLENT
STATUS
45
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Pengelolaan SRS merupakan contoh dari pengelolaan penangkaran satwa yang baik dan efektif. Dalam perencanaan pembangunan kandang, telah dilakukan berbagai kajian mendalam sehingga penangkaran tersebut dalam dikelola serta berdayaguna dengan efektif. Salah satu bentuk perencanaan yang baik pada penangkaran ini yaitu adanya design kandang SRS (Lihat Gambar 3.6) dengan luasan 100 ha yang disesuaikan sedemikian rupa agar dapat ideal dan nyaman bagi kehidupan alami badak, namun juga berdayaguna bagi kelangsungan perkembangbiakkannya. Kandang tersebut merupakan suatu luasan hutan di Taman Nasional Way Kambas yang diberikan pagar dengan ketinggian celah-celah tertentu agar satwa lain tetap dapat melintas, diberikan pagar sekat untuk memisahkan satu badak dengan badak lainnya, namun disediakan sebuah meeting point di bagian tengah area yang ditujukan sebagai area perkawinan badak.
Selanjutnya, efektivitas pengelolaan yang dilakukan TN Way Kambas akan semakin baik bila dilakukan pula pengelolaan khusus terhadap key resources lainnya seperti Harimau Sumatera, tapir, dan beruang. Pengelolaan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penangkaran, rumah sakit satwa, ataupun konsep suaka satwa lainnya.
4.3 Hasil Penilaian 3: Taman Nasional Gunung Rinjani
4.3.1 Ancaman yang Dihadapi
Berikut adalah hasil penilaian terhadap ancaman yang mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani.
Taman Nasional Gunung Rinjani menghadapi dua jenis ancaman utama dalam pengelolaannya, yaitu terkait perumahan (perambahan) dan polusi. Salah satu ancaman utama yang juga merupakan sumber bagi kemunculan ancaman lainnya yaitu adalah terus berlangsungnya aktivitas perambahan oleh masyarakat. Aktivitas perambahan kerap terjadi dan semakin meluas di dalam kawasan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak Balai TNGR, namun hingga saat ini aktivitas perambahan tersebut tetap terus terjadi. Lokasi perambahan di kawasan TNGR cukup tersebar, kian meluas, dan kemudian tentu menimbulkan ancaman lain dengan pembukaan lahan-lahan baru secara disengaja juga penggunaan sumber daya (penebangan kayu) dalam skala besar untuk keperluan hidup dan bermukim.
Gambar 4.5 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Ancaman yang signifikan
46
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Berikutnya yaitu ancaman dari polusi di dalam kawasan. Taman Nasional Gunung Rinjani sebagai objek wisata yang telah dikenal mancanegara memang akan ditantang untuk mampu menyediakan pelayanan dan pengelolaan yang seimbang dengan meluapnya jumlah pengunjung. Pengembangan wisata yang dilakukan ternyata tidak dapat diimbangi dengan kesiapan pengelolaan sampah. Selain dari masih kurangnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah, hal ini juga merupakan akibat dari lemahnya kesadaran dari pengunjung/pendaki dalam menjaga kebersihan alam. Selanjutnya sampah yang didominasi oleh sampah padat ini (terutama bungkus makanan dan tisu basah) menjadi ancaman tersendiri terhadap kelestarian kawasan, baik dari segi ekosistem ataupun estetika.
Sedangkan selain hal-hal tersebut, terdapat pula jenis ancaman lain seperti terkait aktivitas pemanfaatan air ataupun faktor-faktor alam seperti gunung api, kekeringan, ataupun suhu ekstrim.
4.3.2 Efektivitas Pengelolaan
Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs, proses, outputs, outcome, berikut adalah hasil grafik efektivitas pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani.
Presentase rata-rata dari efektivitas pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani yaitu 75,75%.
Gambar 4.6 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani Berdasarkan Enam Komponen Pengelolaan
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Konteks
Taman Nasional Gunung Rinjani telah resmi ditetapkan pada tahun 1997 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.280/Kpts-II/1997.
47
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Input
Terkait SDM (jumlah ataupun kapasitas karyawan), sudah cukup baik dan memadai, namun dukungan lembaga masih kurang misalnya dalam upaya pengendalian perambahan kawasan. Pendanaan saat ini dimanfaatkan seoptimal mungkin dan mencukupi kebutuhan-kebutuhan dasar pengelolaan, dengan tidak adanya bantuan pendanaan dari luar untuk keberlangsungan pengelolaan. Sedangkan informasi mengenai habitat / spesies penting cukup lengkap dan dapat digunakan untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Terkait peralatan-peralatan pengelolaan, masih dibutuhkan alat-alat komunikasi (radio,HT, atau lain sebagainya) serta tambahan kendaraan untuk keperluan transportasi seperti misalnya dibutuhkan pada kegiatan evakuasi. Sedangkan untuk aliran dana masuk, sama seperti yang lainnya bahwa dana aliran yang diperoleh TNGR tidak dapat digunakan langsung untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan sesuai dengan sistem PNBP yang berlaku.
Perencanaan
Telah tersedia peraturan-peraturan kawasan konservasi seperti adanya peraturan mengenai legalitas kawasan TN (Peraturan Menteri LHK ataupun peraturan tata ruang), namun konflik penggunaan lahan dengan masyarakat masih terjadi. Di samping itu, TNGR memiliki visi yang tercantum dalam RPTN dan menjadi dasar pelaksanaan program/kegiatan yang akan dilaksanakan. Pengelolaan yang berlangsung saat ini sesuai dengan tujuan pengelolaan (kelestarian kawasan yang bermanfaat bagi masyarakat) salah satunya berwujud dalam pendayagunaan porter/guide yang merupakan masyarakat sekitar TNGR. Selain itu, untuk mewujudkan kelestarian, desain kawasan sudah disesuaikan dengan kajian-kajian tertentu dalam menentukan zonasi ataupun dengan tidak adanya pembukaan jalur-jalur baru untuk aktivitas pendakian. Sedangkan terkait perencanaan penggunaan lahan dan air, pengelolaan TNGR telah mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang dalam bentuk penggunaan air diatur dengan adanya izin pemanfaatan air oleh masyarakat kepada pihak Balai TNGR dilengkapi dengan MoU, peraturan izin pemanfaatan air, serta peraturan zonasi kawasan.
Proses
Berikut adalah pembahasan mengenai elemen proses pada pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani.
• Penetapan batas kawasan jelas dan diketahui, namun tetap masih terjadi aktivitas perambahan.
• Sistem kontrol penggunaan sumber daya kawasan berupa kegiatan patroli berjalan dengan baik, namun dapat lebih efektif dengan penambahan jumlah personil untuk meng-cover luasan wilayah TNGR.
• Terdapat banyak penelitian dari berbagai universitas, dan diarahkan agar sesuai dengan kebutuhan pengelolaan.
• Pengelolaan anggaran saat ini menunjukkan prioritas pendanaan telah mengarah pada kebutuhan-kebutuhan utama pengelolaan kawasan (contoh: alokasi yang besar pada penanganan kebersihan).
• Pemeliharaan peralatan dan fasiltias kawasan sejauh ini berwujud sebatas pemeliharaan dasar, dan masih banyak ditemukan kondisi
48
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
fasilitas-fasilitas yang kurang baik.
• Kegiatan pendidikan dan kesadaran masyarakat diadakan melalui kader konservasi. Dalam bentuk sebuah program pendidikan/kesadaran terkait kebutuhan pengelolaan kawasan serta keikutsertaan para kader konservasi pada pemberian masukan untuk pengelolaan, kegiatan ini terdiri dari pemberian ilmu dasar konservasi, peningkatan kesadaran, hingga pelatihan SAR. Pihak Balai TNGR juga memberikan kesempatan bagi para porter pendakian Gunung Rinjani untuk memperoleh pelatihan-pelatihan dalam pelayanan pengunjung/wisatawan.
• Kegiatan monitoring dan evaluasi rutin dilakukan oleh salah satu sub-bagian internal Balai TNGR.
• Dalam keberjalanan pengelolaannya, kontribusi operator tur komersial berwujud dengan banyak terdapatnya tour agent yang ikut mempromosikan pariwisata TNGR.
Output
Terdapat rencana kerja rutin yaitu RKA K/L. Sedangkan terkait fasilitas dan pelayanan pengunjung, masih sangat dibutuhkan peningkatan kualitas guna melayani tingkat kunjungan yang tinggi. Salah satu contohnya yaitu dibutuhkan perbaikan fasilitas pada bangunan pos, toilet, jembatan, ataupun railing pengaman.
Outcome
Meskipun sebagian nilai-nilai ekologis terdegradasi seperti kerusakan lahan dan penurunan estetika alam, namun kondisi nilai-nilai kehati cukup baik dengan digunakannya hasil-hasil masukan dari penelitian untuk pengelolaan spesifik terhadap satwa tertentu. Selain itu pengelolaan spesifik didasarkan pada kajian terlebih dahulu, dan dilengkapi dengan monitoring rutin. Sedangkan terkait manfaat ekonomi, TNGR memberikan manfaat serta aliran ekonomi kepada banyak masyarakat lokal (porter, guide, usaha penginapan).
© Dokumentasi Dit. KKSDA
49
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
4.4 Hasil Penilaian 4: Taman Nasional Komodo
4.4.1 Ancaman yang Dihadapi
Berikut adalah hasil penilaian terhadap ancaman yang mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Komodo.
Dalam keberlangsungan pengelolaannya, TN Komodo tidak memiliki ancaman-ancaman yang berdampak besar bagi kelestarian kawasan. Hingga saat ini, ancaman yang cukup mengganggu yaitu masih terdapatnya perburuan liar (terutama rusa sebagai makanan dari satwa kunci; komodo) dan masih terjadinya pemanenan sumber daya air bahkan tidak jarang digunakannya bom ikan. Hal ini tentu berdampak buruk bagi kelangsungan ekosistem terumbu karang, padahal terumbu karang merupakan salah satu aset utama sebagai daya tarik dalam ekowisata. Sedangkan terkait masalah penanganan polusi, dalam hal ini limbah padat, masih belum dikelola dengan penanggulangan yang tepat dan ramah lingkungan (masih dengan pembakaran sampah).
Ancaman lain yang dihadapi TN Komodo yaitu dari keberadaan perkampungan masyarakat di dalam kawasan, dan potensi ancaman dari infrastruktur-infrastruktur penunjang pariwisata yang kedepannya akan dibangun melalui IPPA. Kegiatan bermukin oleh setidaknya 400 KK di dalam kawasan tersebut harus diiringi dengan pengawasan agar tidak bertambah luas dan mengancam nilai-nilai kawasan. Selain itu pengembangan ekowisata yang direncanakan untuk kawasan TN Komodo juga memerlukan pengawasan yang baik sehingga nantinya pengembangan ekowisata tersebut tidak justru menjadi ancaman bagi kelangsungan ekosistem kawasan.
Gambar 4.7 - Ancaman yang Mempengaruhi Pengelolaan Taman Nasional Komodo
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Ancaman yang signifikan
50
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
4.4.2 Efektivitas Pengelolaan
Dari penilaian yang telah dilakukan terhadap 6 elemen METT; konteks, perencanaan, inputs, proses, outputs, outcome, berikut adalah hasil grafik efektivitas pengelolaan Taman Nasional Komodo.
Presentase rata-rata dari efektivitas pengelolaan Taman Nasional Komodo yaitu 71,8%.
Konteks
Taman Nasional Komodo telah resmi dikukuhkan pada tahun 1992 melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.306/Kpts-II/92.
Gambar 4.8 - Efektivitas Pengelolaan Taman Nasional Komodo Berdasarkan Enam Komponen Pengelolaan
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder, 2015
Perencanaan
Telah tersedia berbagai peraturan terkait legalitas kawasan, dilengkapi dengan zonasi kawasan dan telah dicantumkan ke dalam RTRW. Visi pengelolaan yaitu ‘sebagai destinasi ekowisata kelas dunia kebanggaan nasional yang terdepan dalam tata kelola kawasan konservasi’ selanjutnya tertuang ke dalam misi pengelolaan, namun pengelolaan yang saat ini berjalan masih memiliki beberapa kekurangan dalam upaya perwujudan sebuah destinasi ekowisata kelas dunia. Di satu sisi, desain kawasan saat ini masih perlu dilengkapi dengan masterplan untuk pengembangan ekowisata, selain untuk menunjang visi pengelolaan, selanjutnya dapat menjadi dasar dalam berbagai pengadaan IPPA. Saat ini, pengadaan IPPA masih memerlukan banyak kajian dan masukan dari berbagai pihak agar dapat lebih memperhatikan keberlanjutan landscape pengembangan ekowisata.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
51
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Input
Kapasitas karyawan dalam upaya penegakan aturan sudah cukup baik serta informasi tentang habitat penting dan spesies sudah cukup lengkap dengan dilakukannya inventarisasi dan monitoring satwa dan habitat telah dilakukan secara rutin. Sedangkan untuk jumlah karyawan, masih dirasakan kekurangan dalam jumlah personil untuk kegiatan patroli. Selain personil, jumlah boat sebagai sarana penunjang patroli wilayah perairan juga masih belum mencukupi. Di samping itu, biaya yang cukup besar terkait kebutuhan bahan bakar boat tersebut juga menyebabkan pengalokasian dana dirasa masih kurang mencukupi untuk kebutuhan-kebutuhan lainnya, terutama dalam peningkatan kualitas dan kelengkapan fasilitas kawasan. Masih dibutuhkan alternatif sumber dana diluar APBN, agar mempercepat peningkatan pelayanan kawasan dalam hal ekowisata bertaraf internasional. Untuk aliran dana masuk, sesuai dengan sistem PNBP maka dana tersebut tidak dapat digunakan langsung untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan kawasan.
Proses
Berikut adalah pembahasan mengenai elemen proses pada pengelolaan Taman Nasional Komodo.
• Penetapan batas kawasan sudah jelas dan diketahui oleh pihak pengelola ataupun penduduk setempat. Telah terdapat pula pagar pembatas sebagai batas jelas dengan zona permukiman.
• Sistem kontrol penggunaan sumber daya kawasan diwujudkan dalam bentuk patroli daratan dan wilayah perairan. Di wilayah perairan, diterapkan sistem patroli berlapis. Patroli dilakukan secara rutin, dan diupayakan untuk dapat selalu efektif mengingat bentang alam kawasan TN Komodo yang tergolong cukup open-access.
• Balai TN Komodo memberikan arahan bagi para peneliti (lembaga/mahasiswa/dosen) agar penelitian yang dilakukan dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi kebutuhan pengelolaan. Sebagai contoh, pernah terdapat penelitian yang memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan terumbu karang di kawasan TN Komodo.
• Pengelolaan anggaran diarahkan untuk salah satu kepentingan utama pengelolaan yaitu patroli pengamanan, mengingat ancaman terhadap pencurian sumber daya kawasan tergolong cukup besar di taman nasional ini.
• Pemeliharaan peralatan dan fasiltias kawasan sejauh ini berwujud sebatas pemeliharaan dasar, dan untuk mewujudkan pelayanan ekowisata bertaraf internasional, masih diperlukan kesesuaian ataupun peningkatan-peningkatan kualitas terhadap fasilitas saat ini.
• Kader konservasi sebagai wujud dari pendidikan dan penyadaran masyarakat terkait nilai-nilai konservasi telah dijalankan. Selanjutnya dibutuhkan peran yang lebih dari para kader konservasi tersebut agar dapat turut serta dalam pemberian masukan terkait arah pengelolaan.
• Kegiatan monitoring dan evaluasi saat ini sudah secara rutin dilakukan. Namun, hasil kegiatan monev tersebut belum sepenuhnya dijadikan masukan dalam membuat perencanaan kebijakan pada tahun berikutnya.
• Saat ini banyak terdapat operator pariwisata yang ikut mempromosikan TN Komodo, namun belum ada kontribusi dalam bentuk kerjasama langsung yang lebih profesional dan berdampak besar.
52
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Output
RKA K/L sebagai wujud rencana kerja rutin. Sedangkan terkait fasilitas pengunjung, ketersediaan fasilitas serta layanan pengunjung masih memerlukan peningkatan seperti kondisi fisik infrastruktur, kelengkapan pelayanan, dan kebersihan lingkungan.
Outcome
Manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal berbentuk pada kesempatan dalam bidang jasa guide, transportasi, distribusi barang dan bahan makanan, toko pengecer, dan usaha kerajinan. Di samping itu, kondisi nilai-nilai penting (nilai ekologis) cenderung utuh dan dilengkapi dengan pengelolaan yang tepat bagi satwa komodo sebagai satwa kunci kawasan.
Sebagai suatu taman nasional dengan komodo sebagai ciri khas satwa unggulan, daya tarik utama TN Komodo memang berada pada reptil purba tersebut. Selain berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan pendidikan, penelitian, ataupun juga pengembangan wisata alam, salah satu fungsi dari keberadaan TN Komodo yaitu ditujukan sebagai tempat untuk menjamin kelangsungan hidup jangka panjang komodo beserta kualitas habitat hidupnya. Komodo juga merupakan spesies satwa yang terancam punah, bahkan kawasan TN Komodo merupakan satu-satunya habitat alami komodo yang saat ini bisa ditemukan di dunia. Spesies komodo merupakan reptil terberat dan terbesar yang masih hidup, dengan waktu penetasan telur kurang lebih 8 bulan, dan juga merupakan satwa yang bersifat kanibal. Untuk menghindari serangan komodo dewasa, anak komodo hidup di atas pohon dan memakan kadal kecil ataupun berbagai jernis serangga. Sedangkan makanan komodo dewasa yang utama adalah rusa dan babi hutan.
Makanan komodo merupakan hal yang penting untuk dipertahankan keberadaannya, karena selain komodo dapat menyerang manusia karena kekurangan makanan, terdapat pula ancaman yang berasal dari adanya perburuan liar terhadap rusa di dalam kawasan taman nasional. Untuk mempertahankan jumlah populasi mangsa yang ada di kawasan, pihak pengelola TN Komodo berupaya semaksimal mungkin untuk memperketat patroli pengamanan agar sumber daya kawasan selalu terpantau dari perburuan liar. Ketika kunjungan lapangan dilakukan, kondisi jumlah mangsa yang ada saat ini masih relatif banyak ditemukan.
Tabel 4.2 berikut merupakan tabel yang menggambarkan estimasi populasi komodo di TN Komodo tahun 2008-2013. Dari tabel tersebut terlihat bahwa terdapat peningkatan jumlah populasi komodo antara 2008 dengan tahun 2013. Selain komodo, kakatua kecil jambul kuning juga merupakan spesies utama kawasan ini. Tren populasi kakatua kecil jambul kuning selama sepuluh tahun terakhir di semua lokasi di Taman Nasional Komodo dapat dikatakan dalam keadaan stabil karena tidak adanya gangguan terhadap habitat mereka.
Tahun Estimasi Komodo (Individu)Komodo Rinca Gili Motang Nusa Kode TN Komodo
2008 1288 1336 - - 26242009 1492,63 1984,35 131,49 95,18 3703,65
2010 2550,21 2706,88 131,49 95,18 5483,75
2011 2065,41 2355,46 131,49 95,18 4647,53
2012 2841,52 2406,18 63,02 99,75 5410,47
2013 2921,08 3238 43,83 99,75 6302,66
Tabel 4.2 - Estimasi Populasi Komodo di TN Komodo Tahun 2008-2013
Sumber: Data Diolah dari Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Komodo Periode 2015-2024
53
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
BAB 4HASIL PENILAIAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI:
TN KUTAI, TN WAY KAMBAS, TN GUNUNG RINJANI, TN KOMODO
Beberapa contoh upaya pengelolaan yang ditujukan terhadap komodo ataupun kakatua kecil jambul kuning antara lain berupa penyediaan pusat informasi, pemantauan pakan dan habitat, inventarisasi dan pendugaan populasi, pengusahaan jalan trail ke tempat pengamatan (kedua spesies tersebut) dan penyediaan fasilitas menara pandang.
KEY
RESO
URC
E
Habitat
Animal species Komodo
Bird species Kakatua Kecil Jambul Kuning
Other faunal species
POOR GOOD VERY GOOD EXCELLENT
STATUS
Terkait penelitian yang ditujukan untuk kepentingan-kepentingan penunjang pengelolaan terhadap satwa komodo, terdapat beberapa contoh seperti berikut;
- Inventarisasi komodo oleh Ataupah, Abdullah, Zainuddi, dan Mador tahun 1997.
- Penelitian Perilaku, penggunaan ruang dan pendugaan parameter demografi Komodo oleh Purba, Muhammad, Usboko Loh Buaya, Pulau Rinca tahun 2008
- Penelitian Penyebaran Spasial Rusa oleh Setiyati tahun 2008
- Penelitian Perilaku arboreal dan pakan alami anak komodo oleh Kause tahun 2010. (Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Komodo Periode 2015-2024)
Sedangkan untuk burung kakatua kecil jambul kuning, belum terdapat penelitian-penelitian yang secara spesifik ditujukan untuk menunjang informasi dalam keberlangsungan pengelolaan kehipannya.
Tabel 4.3 - Key Resource Taman Nasional Komodo
Sumber: Hasil Analisis, 2015
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN
KAWASAN KONSERVASI
“Puncak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango”
56
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN
KAWASAN KONSERVASI
5.1 Konteks
Tabel 5.1 - Perbandingan Aspek Konteks 4 Taman Nasional Sampel
Isu TN Kutai TN Way Kambas
TN Gunung Rinjani TN Komodo
Status hukum
Proses pengukuhan sudah diajukan, namun belum selesai.
Pengukuhan oleh Menteri Kehutanan melalui surat keputusan Nomor 670/Kpts-II/1999, tanggal 26 Juni 1999.
TNGR telah dikukuhkan pada tahun 2005 melalui SK 298/Menhut-II/2005.
Telah dikukuhkan pada tahun 1992 melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.306/Kpts-II/92.
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Status hukum merupakan salah satu isu penting yang menjadi dasar dalam pengelolaan kawasan konservasi.
Berdasarkan analisa empat taman nasional sampel, terlihat bahwa status hukum sangat berpengaruh secara signifikan terhadap permasalahan-permasalahan kawasan konservasi, dan menghambat dalam suksesnya pengelolaan kawasan. Pengukuhan kawasan hutan merupakan rangkaian kegiatan penunjukan, penataan batas, dan penetapan kawasan hutan. Sesuai dengan Keputusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011 tanggal 25 Februari tahun 2012, kawasan hutan yang ditunjuk sebelum tahun 2012 mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan jelas. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa “Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”, sehingga mempunya inplikasi suatu kawasan hutan tidak hanya sekedar mendapat penunjukan kawasan hutan, melainkan juga dilakukan proses penataan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan.
Pentingnya pengukuhan kawasan konservasi sebagai prasyarat efektifnya pengelolaan terlihat dari kasus yang terjadi di Taman Nasional Kutai. Dari empat taman nasional sampel, Taman Nasional (TN) Kutai merupakan kawasan konservasi, yang pengukuhannya melalui SK Penetapan Kawasan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, belum selesai. Proses penetapan kawasan Taman Nasional Kutai ini terkendala oleh keberadaan jalan penghubung Kabupaten Sangatta dengan Kabupaten Bontang. Banyaknya pemukiman yang tersebar di sepanjang jalan lintas kabupaten ini juga telah menyebabkan pengukuhan kawasan menjadi rumit. Sementara itu, upaya pengukuhan saat ini sudah diajukan oleh Balai Taman Nasional Kutai kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan guna mendapatkan Surat Keputusannya.
Dalam konteks pengukuhan kawasan untuk TN Way Kambas, TN Gunung Rinjani, dan TN Komodo telah memiliki kejelasan status hukum penetapan kawasan konservasi tersebut. Selain pengukuhan, sebagai sebuah UPT
57
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
pemerintah pusat, hubungan yang baik dengan pemerintah daerah atau provinsi juga merupakan salah satu komponen penguat ‘legalitas’ kawasan di mata masyarakat dan daerah sekitar. Dari empat TN sampel, dapat disimpulkan bahwa hubungan tersebut (hubungan baik dengan Pemda) merupakan tantangan tersendiri bagi pengelola kawasan konservasi. Pengakuan pihak Pemerintah Provinsi atau daerah atas keberadaan Taman Nasional mendukung keberhasilan efektivitas pengelolaan kawasan, seperti dalam mendukung pembangunan
sarana dan prasarana penunjang, dan pertimbangan pembangunan infrastruktur yang mempertimbangkan aspek ekologis kawasan.
Di satu sisi, hubungan yang baik dengan Pemda dapat memberikan dampak yang menguntungkan bagi kawasan konservasi dalam beberapa hal penunjang pengelolaan, seperti kerjasama dalam hal kebersihan (sampah dan lain-lain), keamanan dari pencurian sumber daya kawasan, promosi, ataupun dalam hal pencegahan perambahan yang dilakukan oleh masyarakat.
“ Pengukuhan kawasan hutan
konservasi merupakan faktor kunci pengelolaan yang efektif
“
58
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
5.2 Perencanaan
Isu
TN K
utai
TN W
ay K
amba
sTN
Gun
ung
Rinj
ani
TN K
omod
o
Pera
tura
n ka
was
an
kons
erva
siTe
rdap
at p
erat
uran
-per
atur
an
men
gena
i leg
alita
s ka
was
an T
N
sepe
rti P
erat
uran
Men
teri
LHK
dan
tata
ruan
g, n
amun
kon
flik
peng
guna
an la
han
deng
an
mas
yara
kat m
asih
terja
di.
Terd
apat
per
atur
an-p
erat
uran
m
enge
nai l
egal
itas
kaw
asan
TN
se
perti
Per
atur
an M
ente
ri LH
K da
n ta
ta ru
ang.
Terd
apat
per
atur
an-p
erat
uran
m
enge
nai l
egal
itas
kaw
asan
TN
se
perti
Per
atur
an M
ente
ri LH
K da
n ta
ta ru
ang,
nam
un k
onfli
k pe
nggu
naan
laha
n de
ngan
m
asya
raka
t mas
ih te
rjadi
.
Terd
apat
per
atur
an-p
erat
uran
m
enge
nai l
egal
itas
kaw
asan
TN
sep
erti
Pera
tura
n M
ente
ri LH
K, p
erat
uran
tata
ruan
g,
dile
ngka
pi p
ula
deng
an
pera
tura
n zo
nasi
kaw
asan
, da
n su
dah
dica
ntum
kan
dala
m
RTRW
.
Tuju
an k
awas
an
kons
erva
siTe
rdap
at tu
juan
yan
g di
tuan
gkan
dal
am v
isi
peng
elol
aan
yaitu
‘Ter
jaga
nya
keut
uhan
kaw
asan
dan
op
timal
nya
fung
si Ta
man
N
asio
nal K
utai
’, da
n se
cara
le
bih
rinci
tela
h di
jaba
rkan
da
lam
misi
pen
gelo
laan
.
Penc
apai
an tu
juan
(les
tari,
be
rday
a gu
na, s
iner
gi,
wel
man
aged
) bel
um te
rwuj
ud
deng
an m
asih
terja
diny
a ko
nflik
gaj
ah d
enga
n m
anus
ia.
Terd
apat
tuju
an y
ang
ditu
angk
an d
alam
visi
pe
ngel
olaa
n, d
an s
ecar
a le
bih
rinci
tela
h di
jaba
rkan
dal
am
misi
pen
gelo
laan
.
Visi
peng
elol
aan
‘seba
gai
desti
nasi
ekow
isata
kel
as
duni
a ke
bang
gaan
nas
iona
l ya
ng te
rdep
an d
alam
tata
ke
lola
kaw
asan
kon
serv
asi’
sela
njut
nya
tert
uang
ke
dala
m
misi
pen
gelo
laan
, nam
un
peng
elol
aan
yang
saa
t ini
be
rjala
n m
asih
mem
iliki
be
bera
pa k
ekur
anga
n da
lam
up
aya
perw
ujud
an s
ebua
h de
stina
si ek
owisa
ta k
elas
du
nia.
Desa
in k
awas
an
kons
erva
siTe
rdap
at k
orid
or ja
lan
yang
m
embe
lah
tam
an n
asio
nal
dan
berd
ampa
k pa
da s
ulitn
ya
peng
elol
aan,
nam
un te
rdap
at
solu
si un
tuk
mel
akuk
an e
ncla
ve
seba
gai u
paya
men
gata
sinya
. Pe
rlu d
ilaku
kan
peny
elar
asan
lin
tas
kem
ente
rian
dan
juga
de
ngan
Pem
erin
tah
Prov
insi/
Daer
ah m
enge
nai d
aera
h/ar
ea
TN y
ang
saat
ini t
elah
men
jadi
ko
ridor
jala
n te
rseb
ut.
Desa
in zo
nasi
yang
dite
tapk
an
tela
h di
sesu
aika
n pa
da
kepe
nting
an p
eman
faat
an
dan
peng
elol
aan
kaw
asan
. Se
lain
itu
desa
in s
anct
uary
SR
S (k
anda
ng b
adak
den
gan
berb
agai
per
timba
ngan
ke
butu
han
pena
ngka
ran)
m
erup
akan
tind
akan
yan
g te
pat u
ntuk
men
duku
ng
kons
erva
si sp
esie
s se
kalig
us
men
jaga
pro
ses
ekol
ogis
kaw
asan
.
Luas
an d
an k
ondi
si ka
was
an
men
duku
ng k
onse
rvas
i sp
esie
s da
n ha
bita
t. Ke
giat
an
pend
akia
n ya
ng a
da p
un
berla
ngsu
ng b
aik
dan
tidak
m
embu
ka ja
lur-
jalu
r bar
u /
aktiv
itas-
aktiv
itas
baru
yan
g be
rpot
ensi
men
ggan
ggu
pros
es
ekol
ogis
di k
awas
an.
Dipe
rluka
n m
aste
rpla
n un
tuk
peng
emba
ngan
ek
owisa
ta. P
entin
g pu
la
untu
k se
lalu
mem
astik
an
bahw
a pe
rkem
bang
an zo
na
perm
ukim
an y
ang
tela
h di
teta
pkan
di d
alam
kaw
asan
tid
ak b
erta
mba
h lu
as s
ehin
gga
berp
oten
si se
baga
i anc
aman
te
rhad
ap k
awas
an T
N s
ebag
ai
kaw
asan
kon
serv
asi.
Tab
el 5
.2 -
Per
band
inga
n A
spek
Per
enca
naan
4 T
aman
Nas
iona
l Sam
pel
59
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Isu
TN K
utai
TN W
ay K
amba
sTN
Gun
ung
Rinj
ani
TN K
omod
o
Renc
ana
peng
elol
aan
Tela
h di
susu
n RP
TN d
enga
n pe
riode
10
tahu
n (2
014-
2025
). N
amun
, dar
i ber
baga
i pro
gram
ya
ng d
irenc
anak
an b
elum
se
luru
hnya
terla
ksan
a.
Dari
berb
agai
pro
gram
ya
ng d
irenc
anak
an b
elum
se
luru
hnya
terla
ksan
a. M
asih
be
lum
mem
adai
nya
alok
asi
pend
anaa
n da
ri pu
sat.
Terd
apat
renc
ana
peng
elol
aan
dan
renc
ana
ters
ebut
di
impl
emen
tasik
an.
RPTN
sud
ah a
da, n
amun
sa
at in
i RPT
N K
omod
o se
dang
dal
am m
asa
revi
si m
enye
suai
kan
perio
de 1
0 ta
hun.
Beb
erap
a pr
ogra
m
belu
m d
apat
dila
ksan
akan
di
kare
naka
n m
asih
kur
angn
ya
alok
asi p
enda
naan
.
Pere
ncan
aan
untu
k pe
nggu
naan
laha
n da
n ai
r
Mas
ih b
anya
k te
rdap
at
bang
unan
/ in
fras
truk
tur
di d
alam
kaw
asan
tam
an
nasio
nal,
juga
pen
ggun
aan
air
oleh
per
muk
iman
mas
yara
kat.
Dipe
rluka
n ke
sepa
kata
n an
tara
BT
N d
enga
n Pe
mpr
ov d
an
Pem
da.
Kare
na b
atas
ant
ara
kaw
asan
kon
serv
asi d
an
laha
n pe
ndud
uk y
ang
suda
h m
empe
rtim
bang
kan
kebu
tuha
n la
han
dan
air s
udah
je
las,
mak
a pe
nggu
naan
laha
n da
n ai
r dia
ngga
p su
dah
sesu
ai
untu
k m
emba
ntu
penc
apai
an
tuju
an k
awas
an.
Peng
guna
an a
ir di
atur
den
gan
adan
ya iz
in p
eman
faat
an
air o
leh
mas
yara
kat k
epad
a pi
hak
bala
i tam
an n
asio
nal.
Dile
ngka
pi d
enga
n M
oU,
pera
tura
n iz
in p
eman
faat
an
air,
sert
a pe
ratu
ran
zona
si ka
was
an, r
enca
na
peng
guna
an la
han
dan
air
tela
h m
empe
rtim
bang
kan
kebu
tuha
n ja
ngka
pan
jang
.
Bebe
rapa
IPPA
/pen
ggun
aan
kaw
asan
unt
uk e
coto
urism
ku
rang
mem
perh
atika
n ke
berla
njut
an la
ndsc
ape
bent
ang
alam
. Zon
asi
suda
h m
empe
rtim
bang
kan
kete
rsed
iaan
aks
es a
ir da
n ke
sesu
aian
laha
n.
Sum
ber:
Has
il An
alisi
s, 2
015
60
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Perencanaan merupakan salah satu syarat utama keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi. Perencanaan adalah suatu rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu, dan berwujud sebuah siklus yang dilengkapi dengan unsur pengawasan dan evaluasi. Oleh karena itu, menurut Garth N. Jone, perencanaan merupakan sebuah proses pemilihan dan pengembangan dari tindakan yang paling baik atau menguntungkan untuk mencapai tujuan.
Dalam kerangka penilaian METT, isu-isu utama dalam elemen perencanaan untuk mengukur efektivitas pengelolan kawasan konservasi meliputi peraturan kawasan, tujuan pengelolaan, desain kawasan, rencana pengelolaan, dan rencana penggunaan lahan dan air merupakan
Di Indonesia, pentingnya kawasan konservasi beserta keanekaragaman hayati telah diratifikasi dan dituangkan ke dalam beberapa peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 dan PP 28 tahun 2011. Di samping itu, setiap kawasan konservasi memiliki tujuan pengelolaan masing-masing yang lebih spesifik dan diturunkan kepada butir-butir misi pengelolaan. Dari empat TN sampel, masing-masing TN telah memiliki tujuan pengelolaan dan tercantum dalam RPTN ataupun SK penunjukan/penetapan kawasan. Pengelolaan yang berlangsung pun diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, namun seringkali terkendala oleh jumlah SDM
efektif, peralatan/fasilitas pendukung, dan juga pendanaan yang diberikan dari pusat.
Setiap Balai TN pada dasarnya telah memiliki rencana pengelolaan jangka panjang yang tertuang dalam RPTN. Akan tetapi RPTN yang ada saat ini masih mengacu kepada petunjuk teknis periode RPTN 25 tahun. Padahal, peraturan yang berlaku mengenai RPTN menyebutkan periode RPTN 10 tahun. Dengan adanya peraturan baru ini maka setiap BTN wajib merevisi RPTN masing-masing.
Permasalahannya, RPTN tidak menjabarkan beberapa aspek yang lebih detail seperti timeline kerja dalam kurun waktu tertentu, desain tapak, dan kebutuhan anggaran per tahun. Hal ini perlu dilakukan mengingat pentingnya perencanaan dalam membantu merumuskan alternatif atau prosedur dari langkah-langkah pengelolaan, perumusan kebijakan ataupun keberlangsungan program/kegiatan.
Selain itu, desain kawasan dan perencanaan penggunaan lahan dan air seharusnya tercantum dalam zonasi tiap kawasan taman nasional. Sebagian besar taman nasional sampel telah mengadopsi perencanaan penggunaan lahan dan air ke dalam pembuatan zonasi kawasan. Kedepannya, hal ini seharusnya diberlakukan pada seluruh taman nasional dan unit pengelolaan kawasan konservasi di seluruh Indonesia untuk mengantisipasi munculnya eksternalitas negatif yang berdampak terhadap efektifitas pengelolaan kawasan konservasi.
“Rencana Pengelolaan Taman
Nasional (RPTN) yang telah disusun seharusnya menjadi acuan dalam
menjabarkan rencana tahunan yang tertuang dalam RKA K/L
“
61
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
5.3 InputsT
abel
5.3
- P
erba
ndin
gan
Asp
ek I
nput
s 4
Tam
an N
asio
nal S
ampe
l
Isu
TN K
utai
TN W
ay K
amba
sTN
Gun
ung
Rinj
ani
TN K
omod
o
Pene
gaka
n hu
kum
Kapa
sitas
kar
yaw
an a
taup
un
duku
ngan
lem
baga
mas
ih
kura
ng d
alam
pen
gend
alia
n pe
nggu
naan
laha
n TN
ser
ta
upay
a pe
nceg
ahan
terh
adap
pe
ncur
ian
kayu
.
Kapa
sitas
kar
yaw
an
suda
h cu
kup
baik
dal
am
peng
enda
lian
peng
guna
an
laha
n TN
ser
ta d
alam
upa
ya-
upay
a pe
nceg
ahan
pen
curia
n ka
yu/p
erbu
ruan
sat
wa
(mel
alui
pa
trol
i).
Seca
ra k
esel
uruh
an k
apas
itas
kary
awan
dal
am m
eneg
akka
n hu
kum
sud
ah c
ukup
bai
k,
nam
un te
rdap
at k
ekur
anga
n te
rkai
t kap
asita
s pe
nceg
ahan
se
rta
peng
enda
lian
aktiv
itas
pera
mba
han.
Hal
ters
ebut
ju
ga b
erka
itan
deng
an m
asih
ku
rang
nya
duku
ngan
lem
baga
da
lam
hal
ini.
Kapa
sitas
kar
yaw
an d
alam
m
eneg
akka
n hu
kum
sud
ah
cuku
p ba
ik, n
amun
mas
ih
terd
apat
kek
uran
gan
dala
m
hal j
umla
h pe
rson
il da
n ju
mla
h bo
at u
ntuk
men
duku
ng
kegi
atan
pen
egak
an h
ukum
di
wila
yah
pera
iran.
Inve
ntar
isas
i sum
ber
daya
BTN
Kut
ai m
emili
ki in
form
asi
yang
cuk
up le
ngka
p te
ntan
g ha
bita
t pen
ting,
spe
sies,
dan
pr
oses
eko
logi
s, d
an in
form
asi
ters
ebut
tela
h di
man
faat
kan
untu
k m
endu
kung
ara
h pe
renc
anaa
n.
BTN
Way
Kam
bas
mas
ih
mem
butu
hkan
ban
yak
data
da
n in
form
asi y
ang
valid
da
n da
pat d
igun
akan
unt
uk
men
duku
ng p
eren
cana
an d
an
peng
ambi
lan
kepu
tusa
n.
Info
rmas
i cuk
up le
ngka
p te
ntan
g ha
bita
t pen
ting,
sp
esie
s, d
an p
rose
s ek
olog
is,
teta
pi ti
dak
term
onito
r sec
ara
rutin
.
Info
rmas
i cuk
up le
ngka
p te
ntan
g ha
bita
t pen
ting,
sp
esie
s, d
an p
rose
s ek
olog
is,
sert
a in
vent
arisa
si da
n m
onito
ring
satw
a da
n ha
bita
t di
laku
kan
seca
ra ru
tin.
Jum
lah
kary
awan
Kebu
tuha
n ju
mla
h ka
ryaw
an
untu
k di
tem
patk
an p
ada
reso
rt-r
esor
t mas
ih k
uran
g m
encu
kupi
, beg
itu p
ula
deng
an
renc
ana
peng
adaa
n po
s ya
ng
akan
san
gat m
emer
luka
n su
mbe
r day
a m
anus
ia.
Mas
ih d
ibut
uhka
n te
naga
ta
mba
han
untu
k di
tem
patk
an
di la
pang
an, s
erta
tena
ga
tam
baha
n un
tuk
kegi
atan
pa
trol
i.
Terd
apat
seb
anya
k 89
PN
S,
20 T
enag
a Ko
ntra
k. N
amun
ju
mla
h Po
lhut
saa
t ini
yai
tu
seba
nyak
36
oran
g m
asih
dap
at
ditin
gkat
kan
untu
k ke
penti
ngan
ef
ektiv
itas
patr
oli.
Terd
apat
seb
anya
k 78
ora
ng
pega
wai
teta
p da
n 43
ora
ng
pega
wai
har
ian.
Den
gan
luas
an
kaw
asan
TN
Kom
odo,
mas
ih
dipe
rluka
n te
naga
tam
baha
n di
la
pang
an.
Angg
aran
saat
ini
Angg
aran
terk
ait k
egia
tan
dasa
r sep
erti
inve
ntar
isasi
dan
mon
itorin
g ke
anek
arag
aman
ha
yati
mas
ih b
elum
mem
adai
, se
lain
itu
kebu
tuha
n pe
men
uhan
per
baik
an s
arpr
as
wisa
ta ju
ga m
asih
bel
um d
apat
te
rpen
uhi (
bany
ak fa
silita
s w
isata
yan
g ru
sak)
.
Angg
aran
yan
g te
rsed
ia d
irasa
m
asih
bel
um m
emad
ai. B
iaya
ya
ng d
ibut
uhka
n un
tuk
paka
n ba
dak
dan
gaja
h se
baga
i sa
lah
satu
keb
utuh
an d
asar
pe
ngel
olaa
n, m
embu
tuhk
an
dana
yan
g cu
kup
besa
r.
Dana
unt
uk p
enye
leng
gara
an
kegi
atan
cuk
up, n
amun
mas
ih
dapa
t leb
ih d
iting
katk
an u
ntuk
m
empe
role
h pe
laks
anaa
n ke
giat
an y
ang
lebi
h ba
ik.
Angg
aran
yan
g ad
a se
bagi
an
besa
r ter
alok
asi u
ntuk
ke
giat
an o
pera
siona
lisas
i dan
ad
min
istra
si pe
rkan
tora
n.
Mas
ih d
ibut
uhka
n al
tern
atif
sum
ber d
ana
untu
k ke
perlu
an
peng
elol
aan
dan
pem
anfa
atan
ka
was
an b
erta
raf i
nter
nasio
nal.
62
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Isu
TN K
utai
TN W
ay K
amba
sTN
Gun
ung
Rinj
ani
TN K
omod
o
Jam
inan
alo
kasi
an
ggar
anM
eski
pun
terd
apat
ang
gara
n,
saat
ini T
NK
mas
ih b
anya
k m
emer
luka
n ba
ntua
n da
ri M
itra
Kuta
i sep
erti
untu
k ke
giat
an s
osia
lisas
i kep
ada
Pem
da.
Saat
ini T
NW
K m
asih
ban
yak
mem
erlu
kan
bant
uan
dari
pend
anaa
n lu
ar u
ntuk
ke
berla
ngsu
ngan
keg
iata
n pe
rlind
unga
n/pe
lest
aria
n sp
ecie
s.
Tida
k te
rdap
at b
antu
an
pend
anaa
n da
ri lu
ar, n
amun
an
ggar
an y
ang
ters
edia
cuk
up
untu
k m
emen
uhi k
ebut
uhan
da
sar.
Pem
erin
tah
men
galo
kasik
an
pend
anaa
n un
tuk
peng
elol
aan
TN K
omod
o se
tiap
tahu
n,
nam
un ti
dak
ada
jam
inan
be
sara
n al
okas
i pen
dana
an.
Pera
lata
nM
asih
terd
apat
ban
yak
keku
rang
an d
alam
kete
rsed
iaan
pe
rala
tan
peng
elol
aan
sepe
rti
cam
era
trap
, dro
ne, j
uga
kend
araa
n un
tuk
men
gaks
es
lapa
ngan
.
Pera
lata
n da
n fa
silita
s da
sar
ters
edia
, nam
un a
kan
lebi
h ba
ik b
ila te
rdap
at p
eral
atan
ta
mba
han
sepe
rti d
rone
unt
uk
patr
oli,
dan
cam
era
trap
unt
uk
mon
itorin
g sa
twa.
Mas
ih te
rdap
at b
eber
apa
keku
rang
an s
eper
ti te
rbat
asny
a al
at k
omun
ikas
i; ra
dio,
w
alki
e ta
lkie
, HT,
dan
juga
m
asih
dib
utuh
kan
tam
baha
n ke
ndar
aan
untu
k be
rbag
ai
kepe
rluan
tran
spor
tasi
sepe
rti
untu
k ke
giat
an e
vaku
asi.
Dron
e ju
ga c
ukup
dib
utuh
kan
untu
k ke
perlu
an p
enga
was
an,
men
ging
at m
edan
TN
GR
yang
cu
kup
bera
t.
Sala
h sa
tu k
ekur
anga
n fa
silita
s ad
alah
sep
erti
terb
atas
nya
jum
lah
boat
unt
uk k
eper
luan
tr
ansp
orta
si da
n pa
trol
i. Se
dang
kan
untu
k ku
alita
s fa
silita
s ya
ng s
aat i
ni te
rsed
ia,
mas
ih d
apat
diti
ngka
tkan
se
hing
ga d
apat
ses
uai d
enga
n pe
laya
nan
desti
nasi
kela
s du
nia.
Biay
a (b
iaya
mas
uk/
dend
a)Si
stem
PN
BPSi
stem
PN
BPSi
stem
PN
BPSi
stem
PN
BP
Sum
ber:
Has
il An
alisi
s, 2
015
63
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Elemen penting lain dalam METT adalah input yang meliputi sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan. Sumber daya yang dimaksud termasuk informasi yang diperoleh dari inventarisasi sumber daya kawasan, ketersediaan SDM baik jumlah ataupun kapasitas dalam menegakkan hukum, ketersediaan anggaran dan jaminan alokasi anggaran, ketersediaan sarana-prasarana atau peralatan, juga perolehan biaya masuk kawasan melalui retribusi ataupun denda.
Penegakan hukum. Kapasitas karyawan dalam penegakan hukum nyatanya memerlukan dukungan dari berbagai hal lainnya seperti dukungan dari lembaga terkait seperti pihak kepolisian dan pihak Pemda. Dalam hal perambahan di TN Rinjani, kurangnya dukungan peralatan penunjang seperti kurangnya radio komunikasi dan kendaraan operasional, menjadi faktor utama masih banyaknya aktivitas perburuan, terutama untuk berburu rusa. Dukungan aktif dari masyarakat seperti kerjasama yang telah dilakukan oleh TN Way Kambas dan penduduk sekitar dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan konflik gajah dengan masyarakat juga dinilai efektif.
Selain itu, kapasitas karyawan juga perlu ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan terkait penegakan hukum di kawasan. Pelatihan tersebut dapat berwujud pelatihan dasar mengenai pemahaman hukum yang berlaku, prosedur penindakan pelanggaran, dan lain sebagainya.
Inventarisasi sumber daya. Inventarisasi sumber daya kawasan berperan sebagai dasar penentu arah rencana pengelolaan dan pengambilan keputusan. Informasi-informasi penting mengenai kawasan, keanekaragaman hayati, bentang alam dan ekosistem, ataupun proses-proses ekologis lainnya menjadi landasan awal bagi pihak pengelola dalam memahami potensi kawasan yang akan dijaga, dikembangkan, dan dimanfaatkan. Saat ini berbagai informasi penting tersebut cenderung telah dikumpulkan dengan baik. Inventarisasi seharusnya dilakukan
secara berkala untuk menentukan ketepatan dalam menyusun program dan kegiatan. Keterbatasan anggaran dan kekurangan peralatan pendukung merupakan contoh-contoh hambatan yang dihadapi oleh pihak pengelola taman nasional dalam keberlangsungan kegiatan inventarisasi.
Jumlah karyawan. Dari empat sampel Taman Nasional, jumlah dan kapasitas karyawan dinilai masih kurang memadai. Di sisi lain, kualitas dan kuantitas pegawai BTN sangat menentukan dalam menjaga keberlanjutan kawasan konservasi. Untuk itu, sebaiknya diberikan pelatihan yang merata kepada seluruh staf, terutama kepada staf yang bertugas.
Anggaran dan jaminan alokasi anggaran. Secara umum anggaran yang tersedia untuk melakukan kegiatan pengelolaan kawasan konservasi sebagian besar tergantung kepada alokasi anggaran dari pemerintah. Jumlah anggaran yang berasal dari pemerintah ini dnilai masih kurang memadai dibandingkan dengan kebutuhannya. Beberapa BTN telah mencoba melakukan kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengatasi kekurangan anggaran yang dibutuhkan dalam pengelolaan TN. Permasalahan lain terkait anggaran adalah kurangnya efisien dalam penggunaan anggaran pemerintah untuk belanja kegiatan pembangunan. Sebagai contoh, masih ditemukan besarnya alokasi pendanaan untuk perjalanan konsultasi ke pusat dengan intensitas yang sangat tinggi. Padahal dana ini dapat digunakan untuk kegiatan lainnya yang lebih memberikan dampak positif bagi kawasan konservasi seperti untuk meningkatkan intensitas kegiatan monitoring satwa.
Peralatan. Terkait ketersediaan peralatan penunjang, dapat disimpulkan bahwa masih banyak ketidaklengkapan peralatan/fasilitas, yang selanjutnya dapat berdampak negatif terhadap efektivitas pengelolaan. Di TN Kutai, selain jumlah personil patroli pengamanan kawasan yang dirasa masih sangat terbatas, terdapat kendala-kendala lain yaitu berupa masih belum memadainya
64
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
ketersediaan seperti ketersediaan camera trap untuk inventarisasi dan monitoring satwa, dan juga peralatan teknis pendukung operasionalisasi di lapangan lainnya. Kebutuhan drone juga diperlukan untuk mendukung kegiatan patroli pengamanan dari illegal logging ataupun perburuan satwa yang masih sering terjadi di kawasan ini. Camera trap dan drone juga merupakan kebutuhan yang diperlukan oleh TN Way Kambas, sedangkan untuk bentang alam yang cukup berat seperti di TN Gunung Rinjani, selain memerlukan drone, diperlukan pula kendaraan untuk kepentingan evakuasi pengunjung (evakuasi pendakian) serta pembaharuan sarana telekomunikasi seperti radio ataupun HT. Sedangkan untuk TN Komodo, patroli wilayah perairan memiliki hambatan tersendiri
terkait kebutuhan jumlah speedboat dan dana yang cukup besar untuk bahan bakarnya.
Biaya masuk/denda. Untuk biaya masuk, sistem PNBP menyebabkan aliran dana yang diterima oleh TN tidak dapat langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan. Di satu sisi diperlukan alternatif mekanisme pendanaan yang dapat mengolaborasi kebutuhan berbagai pihak sehingga sistem ‘subsidi silang’ tetap berjalan, dan dilengkapi dengan suatu sistem insentif terhadap kawasan-kawasan dengan penghasilan PNBP yang cukup besar. Dengan demikian, biaya masuk dapat dijadikan salah satu sumber pendanaan dalam mengelola kawasan konservasi.
“Kurangnya jumlah dan jaminan
alokasi anggaran menjadi permasalahan klasik dalam pengelolaan kawasan hutan
konservasi
“
65
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
5.4 Proses
Isu
TN K
utai
TN W
ay K
amba
sTN
Gun
ung
Rinj
ani
TN K
omod
o
Dem
arka
si b
atas
ka
was
an k
onse
rvas
iSe
jak
tahu
n 19
95, b
elum
ad
a pe
neta
pan
bata
s-ba
tas
kaw
asan
.
Tata
bat
as te
lah
dite
tapk
an
pada
tahu
n 19
98, d
an h
ingg
a sa
at in
i mem
iliki
bat
asan
yan
g je
las.
Pene
tapa
n ba
tas
kaw
asan
je
las
dan
dike
tahu
i oto
ritas
pe
ngel
olaa
n da
n ju
ga
pend
uduk
/pen
ggun
a la
han
seki
tar.
Nam
un, t
etap
mas
ih
terja
di a
ktivi
tas
pera
mba
han.
Pene
tapa
n ba
tas
kaw
asan
je
las
dan
dike
tahu
i oto
ritas
pe
ngel
olaa
n da
n ju
ga
pend
uduk
/pen
ggun
a la
han
seki
tar.
Tela
h te
rdap
at p
ula
paga
r seb
agai
bat
as je
las
deng
an zo
na p
erm
ukim
an.
Sist
em p
rote
ksi
Peng
guna
an s
umbe
r day
a ol
eh p
endu
duk
sulit
unt
uk
diko
ntro
l. Pa
trol
i pen
gam
anan
da
n ke
baka
ran
huta
n be
rjala
n m
eski
pun
mas
ih te
rdap
at
kesu
litan
dal
am a
kses
.
Terd
apat
keg
iata
n pa
trol
i unt
uk
men
cega
h pe
nyal
ahgu
naan
su
mbe
r day
a ka
was
an.
Patr
oli p
enga
man
an h
utan
be
rjala
n de
ngan
bai
k m
eski
pun
mas
ih d
apat
diti
ngka
tkan
m
elal
ui p
enam
baha
n ju
mla
h pe
rson
il Po
lhut
. Sed
angk
an
siste
m u
ntuk
men
gont
rol
peng
guna
an s
umbe
r day
a (k
eber
sihan
ala
m) d
enga
n te
pat b
elum
terw
ujud
.
Patr
oli p
enga
man
an k
awas
an
dila
kuka
n de
ngan
bai
k da
ri tin
gkat
reso
rt h
ingg
a tin
gkat
ka
was
an s
ecar
a ke
selu
ruha
n.
Kond
isi k
awas
an y
ang
beru
pa p
erai
ran/
laut
lepa
s m
enye
babk
an k
awas
an d
apat
di
akse
s se
cara
beb
as. P
atro
li di
laku
kan
di d
arat
dan
wila
yah
pera
iran,
nam
un in
tens
itas
dala
m m
elak
ukan
pat
roli
mas
ih
kura
ng, k
aren
a ke
terb
atas
an
pend
anaa
n fa
silita
s pe
nunj
ang
patr
oli (
spee
dboa
t).
Pene
litian
Terd
apat
ker
jasa
ma
deng
an
pene
liti a
sal K
anad
a m
enge
nai
oran
guta
n (s
alah
sat
u sa
twa
kunc
i di T
NK)
. Sel
ain
itu B
alai
TN
K se
lalu
mem
berik
an
arah
an b
agi p
ara
pene
liti la
in
(lem
baga
/mah
asisw
a/do
sen)
un
tuk
men
jaw
ab k
ebut
uhan
pe
ngel
olaa
n.
Terd
apat
ban
yak
pene
litian
ya
ng d
ilaku
kan
di k
awas
an, d
an
diar
ahka
n un
tuk
sesu
ai d
enga
n ke
butu
han
peng
elol
aan.
(U
NIL
A, IP
B, U
GM
, dll)
Bala
i TN
GR
mem
berik
an
arah
an b
agi p
ara
pene
liti
(lem
baga
/mah
asisw
a/do
sen)
un
tukm
emba
ntu
men
eliti
ha
l-hal
yan
g di
butu
hkan
un
tuk
men
jaw
ab k
ebut
uhan
pe
ngel
olaa
n.
Bala
i TN
Kom
odo
mem
berik
an
arah
an b
agi p
ara
pene
liti
(lem
baga
/mah
asisw
a/do
sen)
un
tukm
emba
ntu
men
eliti
ha
l-hal
yan
g di
butu
hkan
un
tuk
men
jaw
ab k
ebut
uhan
pe
ngel
olaa
n.
Tab
el 5
.4 -
Per
band
inga
n A
spek
Pro
ses
4 T
aman
Nas
iona
l Sam
pel
66
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Isu
TN K
utai
TN W
ay K
amba
sTN
Gun
ung
Rinj
ani
TN K
omod
o
Peng
elol
aan
sum
ber
daya
Terd
apat
NSP
K, n
amun
in
tens
itas
dala
m m
elak
ukan
in
vent
arisa
si da
n m
onito
ring
kean
ekar
agam
an h
ayati
te
ruta
ma
satw
a lia
r mas
ih
kura
ng.
Reso
rt-r
esor
t tida
k te
rpel
ihar
a de
ngan
bai
k, a
taup
un
dite
mpa
ti se
baga
iman
a fu
ngsin
ya.
Dala
m p
enen
tuan
zona
si, te
lah
dian
alisi
s te
rlebi
h da
hulu
aga
r ja
lur w
isata
tida
k m
engg
angg
u ha
bita
t-hab
itat s
atw
a te
rten
tu.
Sela
in it
u, te
rdap
at N
SPK
yang
di
buat
ole
h di
rekt
orat
tekn
is KS
DAE.
Diat
ur d
alam
Nor
ma,
Sta
ndar
, Pr
osed
ur, K
riter
ia (N
SPK)
yan
g di
buat
ole
h di
rekt
orat
tekn
is KS
DAE.
Pela
tihan
kar
yaw
anPe
rnah
dia
daka
n be
bera
pa
kali
pela
tihan
dal
am b
entu
k in
hou
se tr
aini
ng. N
amun
, pe
latih
an in
i tida
k be
gitu
ef
ektif
.
Suda
h te
rdap
at b
eber
apa
pela
tihan
, nam
un ti
dak
selu
ruhn
ya re
leva
n de
ngan
ke
butu
han
peng
elol
aan
kaw
asan
sec
ara
lang
sung
. Di
TNW
K, k
eter
ampi
lan
paw
ang
dan
polh
ut m
erup
akan
sal
ah
satu
hal
yan
g cu
kup
penti
ng
untu
k di
optim
alka
n.
Suda
h te
rdap
at b
eber
apa
pela
tihan
, nam
un ti
dak
selu
ruhn
ya re
leva
n de
ngan
ke
butu
han
peng
elol
aan
kaw
asan
sec
ara
lang
sung
.
Suda
h te
rdap
at b
eber
apa
pela
tihan
, nam
un ti
dak
selu
ruhn
ya ru
tin d
an re
leva
n de
ngan
keb
utuh
an p
enge
lola
an
kaw
asan
sec
ara
lang
sung
.
Peng
elol
aan
dana
an
ggar
anM
asih
terd
apat
beb
erap
a ke
kura
ngan
dal
am p
enge
lola
an
angg
aran
, hal
ini b
erw
ujud
da
lam
alo
kasi
kebu
tuha
n tia
p bi
dang
yan
g m
asih
kur
ang
dida
sark
an p
ada
prio
ritas
ke
penti
ngan
pen
gelo
laan
.
Peng
elol
aan
angg
aran
pe
rlu u
ntuk
lebi
h m
empe
rtim
bang
kan
kebu
tuha
n-ke
butu
han
yang
m
emili
ki d
ampa
k be
sar p
ada
efek
tivita
s pe
ngel
olaa
n, s
alah
sa
tuny
a m
asih
bel
um a
dany
a pr
iorit
as u
ntuk
men
angg
ulan
gi
terb
engk
alai
nya
bang
unan
-ba
ngun
an re
sort
/pos
-pos
. (c
onto
h: re
sort
kua
la k
amba
s)
Peng
elol
aan
angg
aran
di
sesu
aika
n pa
da p
riorit
as
kebu
tuha
n pe
ngel
olaa
n ka
was
an k
onse
rvas
i. Sa
at in
i, da
na d
iprio
ritas
kan
untu
k ev
akua
si, c
lean
up
sam
pah,
da
n sa
rana
pra
sara
na.
Peng
elol
aan
angg
aran
di
sesu
aika
n pa
da p
riorit
as
kebu
tuha
n pe
nting
pe
ngel
olaa
n ka
was
an
kons
erva
si. S
aat i
ni, d
ana
dipr
iorit
aska
n un
tuk
men
duku
ng k
egia
tan
mon
itorin
g pe
ngam
anan
ka
was
an.
Pem
elih
araa
n pe
rala
tan
Terd
apat
pem
elih
araa
n, n
amun
m
asih
per
lu d
iting
katk
an.
Terd
apat
pem
elih
araa
n da
sar,
nam
un p
emel
ihar
aan
ters
ebut
m
asih
bel
um m
emad
ai u
ntuk
fa
silita
s-fa
silita
s te
rten
tu
sepe
rti p
emel
ihar
aan
reso
rt
atau
pun
PLG
.
Terd
apat
pem
elih
araa
n da
sar,
nam
un m
asih
sa
ngat
mem
erlu
kan
peni
ngka
tan
untu
k da
pat
sela
lu m
engi
mba
ngi j
umla
h pe
ngun
jung
yan
g da
tang
.
Terd
apat
pem
elih
araa
n da
sar,
nam
un m
asih
sa
ngat
mem
erlu
kan
peni
ngka
tan
untu
k da
pat
sela
lu m
engi
mba
ngi j
umla
h pe
ngun
jung
yan
g da
tang
.
67
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Isu
TN K
utai
TN W
ay K
amba
sTN
Gun
ung
Rinj
ani
TN K
omod
o
Pend
idik
an d
an
kesa
dara
nU
ntuk
mem
enuh
i tuj
uan
kons
erva
si, B
alai
TN
Kut
ai
mem
bent
uk s
ebua
h ‘k
ader
ko
nser
vasi
’ yan
g m
erup
akan
to
koh-
toko
h m
asya
raka
t, gu
ru,
pram
uka,
dan
lain
-lain
seb
agai
up
aya
penc
erda
san
dan
peni
ngka
tan
kesa
dara
n ba
gi
war
ga s
ekita
r TN
Kut
ai te
rkai
t pe
nting
nya
pem
elih
araa
n ka
was
an.
Bala
i TN
WK
mem
bent
uk
sebu
ah k
ader
kon
serv
asi
yang
terd
iri d
ari m
asya
raka
t-m
asya
raka
t sek
itar.
Terd
apat
ke
giat
an s
ekita
r 3 s
ampa
i de
ngan
6 b
ulan
sek
ali,
seba
gai
upay
a pe
ncer
dasa
n da
n pe
ning
kata
n ke
sada
ran
bagi
w
arga
sek
itar T
NW
K te
rkai
t pe
nting
nya
pem
elih
araa
n ka
was
an.
Unt
uk m
emba
ntu
men
capa
i tu
juan
kon
serv
asi,
Bala
i TN
Ko
mod
o m
embe
ntuk
‘kad
er
kons
erva
si’ y
ang
terd
iri a
tas
mas
yara
kat s
ekita
r kaw
asan
. Ak
tivita
s ya
ng d
ilaku
kan
sepe
rti p
ence
rdas
an d
ari i
lmu
dasa
r kon
serv
asi,
peni
ngka
tan
kesa
dara
n m
enge
nai
penti
ngny
a pe
mel
ihar
aan
kaw
asan
, hin
gga
pela
tihan
SAR
.
Unt
uk m
emba
ntu
men
capa
i tu
juan
kon
serv
asi,
Bala
i TN
Ko
mod
o m
embe
ntuk
‘kad
er
kons
erva
si’ y
ang
terd
iri a
tas
mas
yara
kat s
ekita
r kaw
asan
. Pa
da k
egia
tan
kade
risas
i in
i, di
berik
an p
ence
rdas
an
dari
ilmu
dasa
r kon
serv
asi,
peni
ngka
tan
kesa
dara
n m
enge
nai p
entin
gnya
pe
mel
ihar
aan
kaw
asan
, dan
la
in s
ebag
ainy
a. T
erda
pat p
ula
bebe
rapa
kel
ompo
k bi
naan
(c
onto
h: k
elom
pok
peng
rajin
, ne
laya
n, n
atur
alist
gui
de).
Kete
rkai
tan
nega
ra d
an
piha
k ko
mer
sial
Terd
apat
ker
jasa
ma
yang
m
engh
asilk
an s
ebua
h ‘M
itra
Kuta
i’. M
itra
Kuta
i mer
upak
an
perk
umpu
lan
peru
saha
an-
peru
saha
an y
ang
berk
egia
tan
di s
ekita
r TN
K da
n be
rtuj
uan
untu
k m
emba
ntu
upay
a pe
lest
aria
n ka
was
an.
Terd
apat
ker
jasa
ma
yang
bai
k de
ngan
ban
yak
NG
O.
Sala
h sa
tu c
onto
h ke
rjasa
ma
yang
dila
kuka
n de
ngan
pe
rusa
haan
kom
ersil
yai
tu
pada
keg
iata
n pe
ngel
olaa
n sa
mpa
h ta
hun
2012
.
Terd
apat
ker
jasa
ma
deng
an P
T Te
lkom
sel u
ntuk
opti
mal
isasi
peng
elol
aan
Tam
an N
asio
nal
Kom
odo
dan
juga
pro
gram
pe
ngem
bang
an d
an
pem
berd
ayaa
n m
asya
raka
t. Se
lain
itu
kede
pann
ya
infr
astr
uktu
r par
iwisa
ta a
kan
diba
ngun
mel
alui
IPPA
.
Mas
yara
kat a
dat/
tr
adis
iona
lM
asya
raka
t lok
al (s
erta
Pem
da)
cuku
p su
lit u
ntuk
bek
erja
sam
a de
ngan
bai
k da
lam
mem
elih
ara
kaw
asan
kon
serv
asi.
Tida
k te
rdap
at m
asya
raka
t ad
at /
trad
ision
alTe
rdap
at p
ariti
sipas
i la
ngsu
ng b
erup
a pe
rekr
utan
te
naga
-ten
aga
kont
rak
yang
m
erup
akan
mas
yara
kat l
okal
. N
amun
, pad
a um
umny
a pa
ra
mas
yara
kat m
enya
mpa
ikan
m
asuk
an m
erek
a m
elal
ui c
ara
info
rmal
sep
erti
berb
inca
ng
deng
an P
olhu
t, da
n la
in-la
in.
Tida
k te
rdap
at m
asya
raka
t ad
at /
trad
ision
al
68
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Isu
TN K
utai
TN W
ay K
amba
sTN
Gun
ung
Rinj
ani
TN K
omod
o
Mas
yara
kat s
ekita
rKa
der k
onse
rvas
i / to
koh-
toko
h m
asya
raka
t sek
itar t
urut
ser
ta
dala
m p
embe
rian
mas
ukan
.
Kade
r kon
serv
asi /
toko
h-to
koh
mas
yara
kat j
uga
para
m
asya
raka
t yan
g be
kerja
se
baga
i paw
ang
gaja
h tu
rut
sert
a da
lam
pem
beria
n m
asuk
an. T
erda
pat k
omun
ikas
i ya
ng te
rbuk
a, d
an m
asya
raka
t tu
rut s
erta
dal
am m
elak
ukan
pe
njag
aan
terh
adap
gaj
ah-g
aja
yang
kel
uar d
ari k
awas
an T
N.
Kade
r kon
serv
asi /
toko
h-to
koh
mas
yara
kat s
ekita
r tu
rut s
erta
dal
am p
embe
rian
mas
ukan
. Seb
agia
n be
sar
mas
yara
kat d
an p
enge
lola
te
lah
mem
iliki
hub
unga
n ba
ik d
enga
n te
rbuk
anya
ko
mun
ikas
i. Se
bagi
an b
esar
m
asya
raka
t akti
f men
duku
ng
kaw
asan
kon
serv
asi m
elal
ui
keik
utse
rtaa
nnya
dal
am k
ader
at
aupu
n da
lam
jasa
por
ter
pend
akia
n.
Kade
r kon
serv
asi /
toko
h-to
koh
mas
yara
kat s
ekita
r tur
ut s
erta
da
lam
pem
beria
n m
asuk
an,
nam
un p
artis
ipas
i dal
am
men
entu
kan
kebi
jaka
n ta
man
na
siona
l mas
ih k
uran
g se
perti
da
lam
pro
ses
peng
ajua
n IP
PA
di d
alam
kaw
asan
TN
Kom
odo.
Mon
itorin
g da
n ev
alua
siM
onito
ring
dan
eval
uasi
suda
h ad
a, te
tapi
kur
ang
efek
tif
kare
na ti
dak
ada
tinda
k la
njut
.
Has
il m
onev
bel
um d
igun
akan
se
baga
iman
a m
estin
ya, d
enga
n m
asih
bel
um d
iper
baik
inya
fa
silita
s-fa
silita
s pe
ngel
olaa
n ka
was
an, t
erm
asuk
PLG
yan
g m
embu
tuhk
an p
emel
ihar
aan
lebi
h ba
ik.
Terd
apat
sub
bag
ian
dari
inte
rnal
bal
ai y
ang
mel
akuk
an
mon
ev.
Terd
apat
sub
bag
ian
dari
inte
rnal
bal
ai y
ang
mel
akuk
an
mon
ev.
Ope
rato
r par
iwis
ata
kom
ersi
alTi
dak
terd
apat
hub
unga
n de
ngan
ope
rato
r par
iwisa
ta.
Saat
ini b
elum
terd
apat
hu
bung
an d
enga
n op
erat
or
pariw
isata
, nam
un s
udah
da
lam
taha
p pe
lela
ngan
pe
renc
anaa
n pe
ngem
bang
an
kerja
sam
a.
Terd
apat
ban
yak
tour
age
nt
yang
ikut
mem
prom
osik
an
pariw
isata
di T
NG
R.
Terd
apat
ban
yak
tour
age
nt
yang
ikut
mem
prom
osik
an
pariw
isata
di T
N K
omod
o da
n tu
rut m
enga
rahk
an p
ara
wisa
taw
an u
ntuk
men
aati
atur
an-a
tura
n ya
ng a
da.
Sum
ber:
Has
il An
alisi
s, 2
015
69
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Elemen proses menggambarkan bagaimana kegiatan pengelolaan dilaksanakan. Elemen ini meliputi berbagai kegiatan yang dilakukan oleh BTN sesuai dengan rencana kerja yang telah dibuat. Terdapat 13 isu pada elemen proses, yaitu;
- Demarkasi batas kawasan konservasi - Sistem proteksi - Penelitian - Pengelolaan sumber daya - Pelatihan karyawan - Pengelolaan dana anggaran - Pemeliharaan peralatan- Pendidikan dan kesadaran- Keterkaitan negara dan pihak komersil- Masyarakat adat/tradisional- Masyarakat sekitar- Monitoring dan evaluasi- Operator pariwisata komersial
Demarkasi batas adalah kegiatan pemasangan dan pengukuran batas untuk mempertegas garis batas suatu wilayah. Demarkasi kawasan hutan merupakan prasyarat penting bagi pengelolaan kawasan hutan. Dari empat taman nasional sampel, hanya TN Kutai yang masih belum selesai tata batasnya. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, kondisi ini disebabkan adanya infrastruktur jalan yang berada di taman nasional, dan telah menyebabkan merebaknya bangunan komersial dan pemukiman penduduk di sepanjang jalan.
Sistem proteksi. Pada pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia, kegiatan patroli pengamanan/perlindungan hutan adalah wujud dari sistem proteksi terhadap penebangan liar, perburuan liar, ataupun bentuk kegiatan lain yang merugikan sumber daya hutan. Umumnya, patroli hutan dapat berjalan dengan efektif untuk mengendalikan akses/penggunaan sumber daya apabila jumlah personil mencukupi untuk luasan wilayah tertentu, dan dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti kendaraan, sarana penunjang dan radio komunikasi. Selain patroli pengamanan hutan, upaya untuk menjaga kelestarian bentang alam juga merupakan bentuk dari sistem proteksi terhadap kawasan, seperti upaya bersih gunung
yang dilakukan di TN Gunung Rinjani. Dalam melakukan pengamanan kawasan, akan lebih efektif apabila terdapat kerjasama/bantuan dari pihak-pihak lain seperti pihak kepolisian dalam membantu menindaklanjuti temuan-temuan gangguan keamanan hutan, dan tentunya masyarakat sekitar dalam menjaga kawasan hutan. Maka dari itu, pendidikan/penyadaran yang digunakan untuk meningkatkan wawasan dan kesadaran masyarakat sekitar akan pentingnya kawasan konservasi, merupakan salah satu modal awal dalam menghimpunnya untuk mendukung pengelolaan.
Saat ini, tiap-tiap taman nasional sampel memiliki kader konservasi yang merupakan sebuah kegiatan peningkatan kesadaran bagi masyarakat sekitar kawasan taman nasional terkait ilmu-ilmu dasar konservasi dan peningkatan kesadaran untuk turut menjaga kelestarian kawasan. Kader konservasi selanjutnya dapat turut memberikan masukan terhadap pengelolaan, baik secara langsung ataupun tidak langsung, dan diharapkan para kader tersebut dapat memberikan penyadaran serupa kepada para keluarga dan kerabatnya. Hal ini merupakan awal yang baik untuk menarik perhatian dan kepedulian masyarakat pada kawasan konservasi. Sebagai tambahan, pendidikan/penyadaran dapat lebih ditingkatkan dengan berbagai inovasi melalui aktivitas yang lebih menarik dan menghimpun massa lebih besar. Selain itu, diperlukan pula sebuah kebijakan untuk memberikan pendidikan konservasi kepada sekolah-sekolah dasar ataupun sekolah menengah, guna memperkenalkan nilai-nilai keutamaan konservasi sejak dini.
Terkait penelitian, terdapat penelitian yang dilakukan oleh universitas (dosen/mahasiswa), umum, ataupun lembaga-lembaga penelitian tertentu yang mengkaji potensi, permasalahan dan sumber daya keanekaragaman hayati di dalam taman nasional. Akan tetapi, penelitian yang dihasilkan belum menjadi dasar dalam menyusun kebijakan dan rencana kerja. Produk-produk penelitian/kajian ini seharusnya dijadikan acuan dalam menyusun program dan rencana pengelolaan TN. Selain itu, pihak pengelola juga seharusnya menyusun masterplan penelitian.
70
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Untuk pengelolaan sumber daya, secara aktif telah dilakukan seperti yang diatur dalam Norma, Standar, Prosedur, Kriteria (NSPK) yang dibuat oleh direktorat teknis lingkup Direktorat Jenderal KSDAE.
Dalam hal pengelolaan anggaran, setiap TN sampel seharusnya memiliki pengelolaan yang memenuhi kebutuhan penting pengelolaan, seperti yang dilakukan oleh TN Gunung Rinjani dengan memprioritaskan penggunaan dana pada hal penting (dan juga mendesak) berupa perbaikan pos-pos pendakian dan clean up sampah. Salah satu contoh dari hal yang dapat dikatakan sebagai prioritas adalah pemeliharaan peralatan perala(atau fasiltias) kawasan, baik peralatan/fasilitas untuk kebutuhan pengelolaan, ataupun untuk kebutuhan pelayanan pengunjung. Dengan memprioritaskan dalam pemeliharaan ini, dua tujuan utama kawasan akan tercapai. Pemeliharaan dapat meningkatkan efektivitas keberlangsungan berbagai kegiatan pengelolaan tanpa terhambat oleh hal-hal teknis seperti rusaknya kendaraan dan lain sebagainya. Pemeliharaan rutin juga dapat memberikan citra yang baik bagi pengalaman/kenyamanan pengunjung untuk selanjutnya turut membantu mempromosikan kawasan.
Sementara itu, pengelolaan anggaran yang kurang baik dapat berdampak pada tidak efisiennya penggunaan anggaran dalam mendukung kegiatan. Keterbatasan dana seringkali menjadi hambatan dalam pengelolaan, namun dengan menentukan prioritas, pengelolaan dapat terus berlangsung dengan baik meskipun tidak sempurna.
Pelatihan karyawan. Saat ini, banyak pelatihan yang ditujukan kepada pegawai masing-masing taman nasional sampel namun sesungguhnya tidak berkaitan dengan kebutuhan pengelolaan kawasan. Dalam menentukan keikutsertaan ataupun pengadaan pelatihan, penting untuk memahami kebutuhan-kebutuhan utama dalam pengelolaan. Setiap kawasan taman nasional memiliki karakteristik dan kebutuhan spesifiknya masing-masing, contohnya seperti pada kebutuhan spesifik dalam keterampilan pawang gajah ataupun perawat badak di TN Way Kambas. Namun secara keseluruhan, untuk mengatasi kurangnya jumlah personil di lapangan
yang cenderung dihadapi oleh seluruh TN sampel, dibutuhkan sebuah solusi tertentu guna menutupi kekurangan tersebut. Sebagai contoh, dapat diberlakukan suatu kebijakan yang mewajibkan setiap karyawan untuk mengikuti pelatihan dasar-dasar polhut ataupun kemampuan lapangan lainnya, sehingga saat suatu kawasan konservasi sangat membutuhkan tambahan personil, seluruh karyawan non-lapangan dapat berperan membantu dalam melakukan pengamanan dan perlindungan kawasan konservasi terhadap gangguan dari luar.
Untuk isu keterkaitan negara dengan pihak komersial ataupun pengguna lahan dan air sekitar kawasan, hubungan yang paling baik dan berkelanjutan untuk secara langsung mendukung arah pengelolaan kawasan taman nasional yaitu dalam bentuk kemitraan yang dilakukan antara Balai Taman Nasional Kutai dengan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sekitar kawasan TN Kutai. Hubungan baik ini selanjutnya berwujud sebuah ‘Mitra Kutai’ dengan pembentukan panitia yang diresmikan pada tahun 1995 melalui SK Dirjen PHKA No. 121/Kpts/DJ-VI/1995. Mitra Kutai mendukung keberlangsungan pengelolaan dan pengembangan kawasan melalui bantuan-bantuan pengadaan kegiatan pelestarian Taman Nasional Kutai dan pendanaan yang dilengkapi rapat koordinasi kerjasama setiap tahunnya. Contoh lainnya yaitu terkait penangkaran satwa tertentu, dapat pula dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga non-pemerintah yang dilakukan oleh TN Way Kambas dengan YABI dalam pengadaan dan pengelolaan SRS.
Sejauh ini, banyak taman nasional yang memiliki keterkaitan dengan pihak komersial berupa sebatas kerjasama atas pengadaan kegiatan-kegiatan/fasilitas tertentu, misalnya kerjasama antara PT Telkomsel dengan TN Komodo. Kedepannya, kemitraan semacam Mitra Kutai ataupun kerjasama seperti pengadaan SRS akan sangat membantu pengelolaan kawasan bila diterapkan di tiap-tiap taman nasional, sehingga selanjutnya akan terdapat satu kepengurusan selain Balai TN yang memberikan perhatian terhadap kelestarian tiap-tiap kawasan konservasi. Di samping hubungan dengan pihak komersial, dibutuhkan pula kerjasama dengan operator-operator pariwisata untuk mempromosikan taman
71
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
nasional dengan profesional. Saat ini, umumnya belum ada hubungan antara pengelola kawasan konservasi dengan operator pariwisata komersial selain hubungan yang berkenaan dengan karcis masuk dan kepatuhan terhadap peraturan di dalam kawasan.
Sedangkan terkait masyarakat, baik masyarakat adat/tradisional ataupun masyarakat sekitar kawasan, perannya sangat dibutuhkan dalam pemberian masukan untuk pengelolaan. Masyarakat yang aktif mendukung pengelolaan dapat pula berkontribusi dalam pemberian
informasi-informasi dan pengamanan kawasan, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peran dari masyarakat akan sangat membantu jalannya pengelolaan. Untuk isu monitoring dan evaluasi, hasil dari penilaian yang digambarkan oleh empat taman nasional sampel menunjukkan bahwa meskipun kedua kegiatan tersebut berjalan, namun belum dilakukan secara disiplin, rutin, dan sistematis. Selain itu hasil dari monitoring evaluasi juga belum efektif dimasukkan ke dalam menyusun kebijakan dan rencana pengelolaan kawasan konservasi.
“Penggunaan anggaran
yang kurang tepat sasaran dan kurang efisien sangat
berpengaruh dalam mendukung pelaksanaan program dan kegiatan di tingkat tapak
“
72
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
5.5 Outputs
Isu
TN K
utai
TN W
ay K
amba
sTN
Gun
ung
Rinj
ani
TN K
omod
o
Renc
ana
kerja
rutin
Terd
apat
renc
ana
kerja
rutin
ta
huna
n ya
itu R
KA K
/L.
Terd
apat
renc
ana
kerja
rutin
SR
S, P
L da
n ER
U. T
erda
pat p
ula
renc
ana
kegi
atan
tahu
nan
yaitu
RK
A K/
L.
Terd
apat
renc
ana
kerja
ru
tin ta
huna
n ya
itu R
KL K
/L.
Seda
ngka
n, m
asin
g-m
asin
g su
b-bi
dang
mem
iliki
tim
elin
e ke
rja te
rsen
diri
yang
disu
sun
bers
ama
kepa
la s
ub-b
idan
g m
asin
g-m
asin
g.
Terd
apat
renc
ana
kerja
rutin
ta
huna
n ya
itu R
KL K
/L d
an
suda
h di
impl
emen
tasik
an.
Fasi
litas
pen
gunj
ung
Terd
apat
ban
yak
kebu
tuha
n pe
rbai
kan
fasil
itas
wisa
ta
sepe
rti b
oard
wal
k, je
mba
tan,
da
n la
in s
ebag
ainy
a un
tuk
men
ingk
atka
n da
ya ta
rik
kaw
asan
. Sel
ain
itu fa
silita
s-fa
silita
s pe
nunj
ang
pela
yana
n la
inny
a m
asih
bel
um m
emad
ai/
ters
edia
(con
toh:
kio
s su
veni
r se
derh
ana
di s
etiap
spo
t wisa
ta
agar
men
unja
ng p
rom
osi
kaw
asan
).
Fasil
itas
yang
ters
edia
san
gat
bera
gam
sep
erti
visit
or c
ente
r, pl
aza,
ker
eta
gaja
h da
n ar
ena
atra
ksi,
loke
t kar
cis,
sel
ter
peng
unju
ng, p
esan
ggra
han,
to
ilet,
kios
suv
enir.
Are
a pa
rkir,
gu
est h
ouse
, dan
lain
-lain
, na
mun
terd
apat
ban
yak
pula
ke
butu
han
perb
aika
n da
n pe
mel
ihar
aan
fasil
itas-
fasil
itas
ters
ebut
.
Unt
uk ti
ngka
t kun
jung
an y
ang
tingg
i, ka
pasit
as d
ari p
os-p
os
pend
akia
n G
unun
g Ri
njan
i m
asih
bel
um m
encu
kupi
. Se
lain
itu
kual
itas
bang
unan
po
s, to
ilet,
jem
bata
n, a
taup
un
raili
ng p
enga
man
ban
yak
yang
m
embu
tuhk
an p
erba
ikan
dan
pe
mel
ihar
aan.
Unt
uk m
enca
pai t
ujua
n se
baga
i de
stina
si ek
owisa
ta k
elas
dun
ia,
fasil
itas
peng
unju
ng m
asih
m
emer
luka
n pe
ning
kata
n ku
alita
s se
perti
pen
ingk
atan
ko
ndisi
fisik
infr
astr
uktu
r, ke
leng
kapa
n pe
laya
nan,
hin
gga
kebe
rsih
an.
Tab
el 5
.5 -
Per
band
inga
n A
spek
Out
puts
4 T
aman
Nas
iona
l Sam
pel
Sum
ber:
Has
il An
alisi
s, 2
015
73
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Elemen output menggambarkan hasil dari kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan. Elemen ini membahas mengenai implementasi dari rencana kerja rutin dalam pengelolaan dan perwujudan sarana prasarana kawasan yang memadai untuk keberlangsungan pengelolaan ataupun pelayanan untuk pengunjung.
Terkait rencana kerja rutin, setiap taman nasional memiliki rencana kerja rutin tahunan yang berbentuk sebuah Renja dan RKA K/L. Renja dan RKA K/L berisi tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan beserta anggarannya. Dalam dokumen ini setiap detail kegiatan disusun untuk mencapai indikator pembangunan yang telah ditetapkan. Di beberapa BTN sampel, rencana tahunan ini juga dibuat hingga ke level seksi, dan disusun berdasarkan kebutuhan masing-masing seksi.
Mengenai fasilitas pengunjung, dari empat taman nasional sampel cenderung telah memiliki fasilitas dasar. Namun, kebutuhan untuk perbaikan fasilitas-fasilitas tersebut tidak ditemukan di empat taman nasional sampel. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini, perbaikan fasilitas pengunjung belum menjadi prioritas dari keberlangsungan pengelolaan taman nasional. Tidak jarang fasilitas yang membutuhkan perbaikan merupakan fasilitas pengaman seperti railing/pagar, jembatan, boardwalk dan lain sebagainya yang tentunya memerlukan perbaikan untuk menjaga keselamatan pengunjung. Di samping itu, untuk menjadi destinasi ekowisata bertaraf internasional seperti yang ingin dicapai oleh TN Komodo ataupun TN Rinjani, sudah seharusnya kelengkapan fasilitas pengunjung dengan kualitas yang baik merupakan salah satu syarat utama dalam perwujudan tujuan tersebut.
“Perbaikan fasilitas
pendukung khususnya untuk pengembangan ekowisata di kawasan hutan konservasi hingga kini sering kurang
menjadi prioritas
“
74
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
5.6 OutcomesT
abel
5.6
- P
erba
ndin
gan
Asp
ek O
utco
mes
4 T
aman
Nas
iona
l Sam
pel
Sum
ber:
Has
il An
alisi
s, 2
015
Isu
TN K
utai
TN W
ay K
amba
sTN
Gun
ung
Rinj
ani
TN K
omod
o
Man
faat
eko
nom
iTe
rdap
at p
enye
rapa
n te
naga
ker
ja h
onor
er
seba
gai M
angg
ala
Agni
dan
ke
giat
an re
stor
asi e
kosis
tem
. Se
lain
itu
mas
yara
kat j
uga
mem
anfa
atka
n Da
nau
Mao
un
tuk
kegi
atan
per
ikan
an.
TNW
K m
erek
rut b
anya
k te
naga
ta
mba
han
yang
mer
upak
an
mas
yara
kat s
ekita
r kaw
asan
un
tuk
peng
elol
aan.
Kaw
asan
kon
serv
asi
mem
berik
an m
anfa
at e
kono
mi
kepa
da b
anya
k m
asya
raka
t lo
kal m
isaln
ya te
rkai
t jas
a po
rter
dan
usa
ha p
engi
napa
n.
Kaw
asan
kon
serv
asi
mem
berik
an m
anfa
at e
kono
mi
kepa
da m
asya
raka
t lok
al
terk
ait j
asa
guid
e, tr
ansp
orta
si,
dist
ribus
i bar
ang
dan
baha
n m
akan
an, t
oko
peng
ecer
, dan
us
aha
kera
jinan
.
Kon
disi
nila
i-nila
iBe
lum
ada
iden
tifika
si ni
lai-
nila
i eko
logi
s at
au k
ultu
ral
yang
ber
ada
di k
awas
an ta
man
na
siona
l. Ba
nyak
mas
ukan
ya
ng d
idas
arka
n pa
da h
asil
pene
litian
. Ter
dapa
t sist
em
peng
elol
aan
berb
asis
reso
rt.
Spes
ies
tera
ncam
pun
ah
sepe
rti B
adak
tela
h di
perh
atika
n se
cara
khu
sus
(ber
wuj
ud p
ada
peng
elol
aan
rutin
Sua
ka R
hino
Sum
ater
a un
tuk
bada
k) s
erta
terd
apat
pu
la P
usat
Lati
han
Gaj
ah u
ntuk
ga
jah.
Te
rdap
at s
istem
pen
gelo
laan
be
rbas
is re
sort
. dan
ban
yak
mas
ukan
yan
g di
dasa
rkan
pad
a ha
sil p
enel
itian
.
Seba
gian
nila
i eko
logi
s te
rdeg
rada
si, s
eper
ti be
rkur
angn
ya p
asok
an a
ir, d
an
rusa
knya
laha
n ak
ibat
akti
vita
s pe
ram
baha
n. T
erda
pat b
anya
k m
asuk
an h
asil
pene
litian
un
iver
sitas
-uni
vers
itas
(con
toh:
m
asuk
an te
rkai
t pen
gelo
laan
sa
mpa
h). T
erda
pat s
istem
pe
ngel
olaa
n be
rbas
is re
sort
, da
n pe
ngel
olaa
n sp
esifi
k te
rhad
ap s
atw
a te
rten
tu y
ang
dida
sark
an p
ada
kajia
n te
rlebi
h da
hulu
. Pa
trol
i ruti
n da
n m
onito
ring
satw
a ya
ng d
ituju
kan
untu
k m
enja
ga k
eane
kara
gam
an
haya
ti ut
ama
dan
ekol
ogi
mer
upak
an k
egia
tan
yang
be
rsifa
t ruti
n.
Kean
ekar
agam
an h
ayati
dan
ni
lai-n
ilai e
kolo
gis
cend
erun
g ut
uh, d
an K
omod
o se
baga
i sa
twa
kunc
i men
dapa
tkan
pe
ngel
olaa
n se
cara
tepa
t. Te
rdap
at b
anya
k m
asuk
an
hasil
pen
eliti
an u
nive
rsita
s-un
iver
sitas
(con
toh:
pen
eliti
an
terh
adap
kon
disi
kese
hata
n te
rum
bu k
aran
g).
Terd
apat
sist
em p
enge
lola
an
berb
asis
reso
rt, d
an
peng
elol
aan
utam
a te
rhad
ap
kom
odo.
Sel
ain
itu k
egia
tan
patr
oli p
enga
man
an d
an
mon
itorin
g sa
twa
untu
k m
enga
tasi
anca
man
per
buru
an
atau
pen
curia
n su
mbe
r day
a ka
was
an m
erup
akan
bag
ian
rutin
dar
i pen
gelo
laan
.
75
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
BAB 5SINTESA 6 ASPEK EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
Elemen outcomes menggambarkan apa yang sudah dicapai atau dampak suatu kegiatan pengelolaan terhadap peningkatan kondisi kawasan dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk manfaat ekonomi, secara umum taman nasional telah memberikan peluang aliran ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya dalam bentuk kesempatan berusaha ataupun kesempatan bekerja, terutama dalam mendukung pemanfaatan taman nasional sebagai pariwisata alam. Hal ini merupakan langkah yang baik agar masyarakat mendapatkan manfaat dari kelestarian kawasan tanpa harus mengeksploitasi sumber daya di dalamnya. Sedangkan untuk kondisi nilai-nilai, dibutuhkan identifikasi terlebih dahulu mengenai kondisi nilai-nilai ekologis/kultural awal, selanjutnya dilakukan perbandingan antara nilai-nilai tersebut (baru ditetapkannya kawasan sebagai taman nasional), dengan kondisinya saat ini. Salah satu upaya yang efektif dalam menjaga nilai ekologis utama kawasan yaitu dengan melakukan pengelolaan spesifik terhadap keanekaragaman hayati tertentu. Sedangkan untuk mengetahui kondisi nilai-nilai saat ini, dapat didasarkan pada hasil-hasil penelitian dan monitoring yang dilakukan secara berkala.
“Kehadiran Balai Taman
Nasional sebagai pengelola kawasan hutan konservasi memberikan manfaat yang
berarti bagi masyarakat sekitar
“
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN
“Bentang Alam Taman Nasional Way Kambas”
78
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN
6.1 Simpulan
6.1.1 Simpulan Kegiatan Pemantauan dan Penggunaan METT
Kegiatan pemantauan kawasan hutan konservasi merupakan salah satu tahapan yang penting di dalam proses pelaksanaan pembangunan nasional. Kegiatan pemantauan memastikan bahwa kegiatan yang sedang berlangsung sesuai dengan arah yang telah ditetapkan dan hasil pemantauan tersebut selanjutnya dijadikan bahan untuk menyempurnakan perencanaan pembangunan periode berikutnya.
Di samping konservasi kawasan, konservasi pada tingkat jenis atau species tetap diperlukan untuk memastikan keanekaragaman hayati terutama di luar kawasan hutan dapat terlindungi serta terjaga keberadaannya. Untuk mewujudkan konservasi yang optimal, diperlukan sebuah pola pengelolaan yang efektif.
Efektivitas pengelolaan adalah sebuah tingkat untuk mengukur sejauh mana suatu kegiatan pengelolaan mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Penilaian terhadap efektivitas pengelolaan kawasan konservasi merupakan suatu kegiatan yang penting dalam rangka memperbaiki pengelolaan kawasan konservasi.
Metodologi pada kegiatan pemantauan ini meliputi penelaahan dan identifikasi terhadap kebijakan, program dan kegiatan yang ada dan tertuang di dalam dokumen perencanaan (RPJM
dan RKP). Digunakan pula sebuah tools penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi yaitu Management Effectiveness Tracking Tools (METT). METT digunakan untuk memperoleh skor dari efektivitas pengelolaan kawasan yang dipantau. Pada kegiatan ini, dilakukan peninjauan lapangan guna memperoleh informasi tentang pelaksanaan program pembangunan, pertemuan koordinasi dengan pihak-pihak terkait baik di pusat maupun di daerah, serta pengumpulan data untuk mendukung penggunaan tools METT.
Pembentukan METT didasari oleh Bank Dunia dan WWF, dibangun dari framework World Commission on Protected Areas (WCPA) dengan 6 elemen penilaian; context, planning, inputs, processes, outputs, dan outcomes.
Penggunaan metode METT adalah salah satu solusi yang cukup praktis untuk dapat mengetahui sejauh mana pengelolaan suatu kawasan telah efektif dilakukan. Metode METT tidak membutuhkan dana yang besar, ataupun kebutuhan sumber daya ekstra lainnya. Penggunaannya relatif cepat dan mudah untuk diselesaikan, serta memungkinkan para non-spesialis untuk terlibat dalam proses penilaian, karena metodenya yang praktis dan mudah dipahami.
79
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN
6.1.2 Simpulan Hasil Penilaian
Dari empat taman nasional sampel, ditemukan permasalahan-permasalahan yang serupa, baik ancaman yang dihadapi kawasan ataupun hambatan dalam keberlangsungan pengelolaan. Ancaman yang masih banyak ditemukan yaitu berasal dari tekanan perumahan, pencurian sumber daya hutan dalam bentuk illegal logging ataupun perburuan satwa illegal, dan ancaman yang muncul dari intrusi manusia.
Ancaman dari tekanan perumahan umumnya memiliki dampak lanjutan yaitu berkembangnya aktivitas bermukim di dalam kawasan taman nasional. Aktivitas bermukim ini bahkan dapat terus meluas hingga didirikannya sarana pendidikan, kesehatan, dan berbagai fasilitas komersial untuk memenuhi keberlangsungan kehidupan masyarakat setempat. Seperti yang dialami oleh TN Kutai, masalah yang timbul akibat semakin meluasnya perambahan yang dilakukan masyarakat akhirnya turut menimbulkan berbagai ancaman lainnya, seperti ancaman dari polusi limbah rumah tangga, penggunaan sumber daya kawasan tanpa mengikuti kaidah pengawetan alam dan perlindungan serta pemanfaatan yang lestari, modifikasi sistem alam dengan adanya fragmentasi kawasan, potensi
munculnya kegiatan budidaya tanaman/perikanan, dan lain-lain. Ancaman terkait perumahan ini juga dihadapi oleh TN Gunung Rinjani dengan terus meluasnya aktivitas perambahan oleh masyarakat, demikian juga TN Komodo meskipun dalam skala yang rendah dan masih cukup terpantau oleh pihak pengelola.
Ancaman dari pencurian sumber daya dalam berbagai bentuk seperti illegal logging, illegal fishing, perburuan satwa, pencurian tanaman dan lain sebagainya masih kerap dihadapi dengan intensitas yang cukup tinggi oleh tiga taman nasional, yaitu TN Kutai, TN Way Kambas, dan TN Komodo. Berdasarkan hasil pemantauan, beberapa ancaman yang tidak ditemukan di empat kawasan konservasi sampel antara lain seperti ancaman dari budidaya obat, pembangkit energi termasuk bendungan PLTA, jalur penerbangan, hal-hal terkait kemiliteran, tanaman asing (invasive species) ataupun dikenalkannya bahan rekayasa genetika organisme ke dalam ekosistem alami kawasan, ancaman dari berbagai dampak perubahan iklim dan cuaca buruk seperti badai, banjir, atau yang lainnya, serta ancaman perihal budaya dan sosial tertentu.
© Dokumentasi Dit. KKSDA
80
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN
Berdasarkan Gambar 6.1 di atas terlihat bahwa dari empat taman nasional sampel, Taman Nasional Gunung Rinjani dan Taman Nasional Komodo merupakan dua taman nasional yang telah mencapai target nilai efektivitas pengelolaan >70% sesuai dengan IKK KSDAE. Sedangkan untuk Taman Nasional Way Kambas, diperlukan upaya peningkatan pada isu-isu terkait elemen input dan proses sebagai dua elemen dengan presentase terkecil pada taman nasional ini (sesuai dengan Gambar 4.4). Taman Nasional Kutai merupakan taman nasional sampel dengan kompleksitas permasalahan yang menyebabkan masih diperlukannya perbaikan/peningkatan pada seluruh aspek efektivitas pengelolaan, terutama dalam hal pengukuhan kawasan terlebih dahulu.
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Nilai METT secara umum
Nilai rata-rata efektifitas pengelolaan kawasan konservasi di empat taman nasional sampel yaitu TN Kutai 52,5 %, TN Way Kambas 65,65 %, TN Gunung Rinjani 75,75 %, dan TN Komodo 71,8%.
Gambar 6.1 - Ilustrasi Perbandingan Skor METT Empat Taman Nasional Sampel terhadap Pem enuhan IKK KSDAE
© Dokumentasi Dit. KKSDA
81
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN
6.2 Rekomendasi
6.2.1 Rekomendasi terhadap Kegiatan Pemantauan dan Penggunaan METT
Sampel untuk kegiatan pemantauan sebaiknya mewakili seluruh tipologi kawasan konservasi di seluruh Indonesia.
Diperlukan ketelitian dari tahap input data hingga tahap scoring & calculating. Untuk menghasilkan penilaian yang lebih akurat, dapat dilakukan diskusi bersama antara pihak internal (unit pelaksana teknis hutan konservasi) dengan pihak eksternal (penilai) agar rangkaian proses penilaian dapat berjalan lebih efektif.
Hal penting yang perlu diutamakan dalam melakukan penilaian pengelolaan kawasan konservasi menggunakan METT yaitu jawaban harus sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Penilai harus memberikan jawaban yang jujur dalam proses penilaian. Bila terdapat persepsi yang berbeda, maka persepsi tersebut digunakan sebagai pertimbangan dengan bukti dokumen–dokumen atau data-data yang ada. Penting pula untuk melakukan pembahasan sebelum menentukan keputusan penilaian. Diperlukan pembahasan pada setiap aspek manajemen yang dinilai melalui berbagai pertimbangan. Selain itu, untuk setiap pertanyaan pada assessment form, penilai diminta untuk mengidentifikasi tindakan-tindakan yang sekiranya tepat untuk dapat meningkatkan kinerja pengelolaan.
Agar dapat melacak perkembangan presentase efektivitas pengelolaan dalam kurun waktu tertentu, perlu dilakukan penilaian berkala sehingga dihasilkan data time series terkait efektivitas pengelolaan suatu kawasan konservasi.
Terdapat beberapa poin isu yang kurang sesuai dengan kondisi umum kawasan konservasi di Indonesia. Adapun isu-isu yang dapat lebih dispesifikkan ataupun diperjelas sesuai dengan konteks Indonesia.
Dalam konteks penggunaan METT untuk menilai pengelolaan kawasan hutan konservasi di Indonesia, metode ini perlu divalidasi sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Status hukum, misalnya, dapat disesuaikan dengan kondisi peraturan-peraturan yang ada saat ini. Jaminan anggaran juga menjadi aspek lain yang dipertimbangkan dalam memvalidasi METT, karena proses perencanaan dan penganggaran untuk pengelolaan kawasan hutan konservasi di Indonesia mengacu kepada peraturan yang sudah ada. Faktor lebih penting yang menyangkut anggaran adalah penilaian efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran yang ada.
Terlepas dari beberapa kekurangan tool ini, METT dapat digunakan untuk mengendalikan pengelolaan kawasan hutan konservasi. Hasil dari penilaian METT dapat menjadi masukan bagi perbaikan kualitas perencanaan program dan anggaran di masa yang akan datang dalam rangka mewujudkan suksesnya pembangunan bidang konservasi alam dan ekosistem di Indonesia.
82
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Balai Taman Nasional Kutai, 2013. Statistik Taman Nasional Kutai tahun 2013
Balai Taman Nasional Kutai, 2015. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Kutai Periode 2015-2024
Balai Taman Nasional Komodo, 2015. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Komodo Periode 2015-2024
Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, 2014. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Gunung Rinjani Periode 2014-2023
Balai Taman Nasional Way Kambas, 2010. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Way Kambas Periode 2010-2014
Balai Taman Nasional Way Kambas, 2014. Statistik Balai Taman Nasional Way Kambas
http://dephut.go.id
http://ditjenphka.dephut.go.id
Republik Indonesia, 1999. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Republik Indonesia, 2011. Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
Republik Indonesia, 2011. Keputusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011 tentang Kawasan Hutan
UNESCO, 2006. Second Meeting of the Reflection Year on World Heritage Periodic Reporting
WWF dan World Bank, 2007. Management Effectiveness Tracking Tools - Reporting Progress at ProtectedArea Sites: Second Edition
Penilaian EfektivitasPengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN
BAB 6PENUTUP: REKOMENDASI/SARAN