View
717
Download
62
Category
Preview:
Citation preview
ACARA V
ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN
A. TUJUAN
Praktikum Acara V Zat Warna Tanaman dan Hewan ini memiliki beberapa
tujuan, antara lain:
1. Untuk melihat pengaruh cara pemasakan, asam dan alkali terhadap zat warna
tanaman.
2. Untuk mengatahui pengaruh pemanasan dari larutan curing terhadap zat warna
hewan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Teori
Warna menjadi bagian paling sensitif dari setiap komoditas tidak hanya
untuk daya tarik tetapi juga meningkatkan penerimaan konsumen. Selain itu,
warna dari bahan makanan yang penting untuk menunjukkan kesegaran dan
keamanan yang juga indeks nilai-nilai estetika dan pengindraan yang baik. Untuk
warna alami dan aditif, kepatuhan terhadap norma-norma protokol biosafety
(Chattopadhyay, 2008).
Beberapa tanaman telah memiliki zat warna alami yang biasa dikenal
dengan istilah pigmen. Warna berhubungan dengan rasa, bau, tekstur, nilai gizi,
dan keutuhan. Pigmen yang terdapat pada tumbuhan dapat berupa karotenoid,
klorofil, dan antosianin. Karoten memberi warna kuning dan jingga, pada sayuran
hijau berwarna tua, warna kuning atau jingga, pigmen karotenoid tidak dapat
dilihat karena pigmen tersebut diliputi hijau daun pada tanaman tersebut.
Kerusakan sayuran hijau biasanya teramati saat terjadinya warna hijau berkurang
dan warna kuning muncul, di mana proses ini dikenal sebagai degreening
(Ferrante, 2008).
Antosianin adalah pigmen yang sifatnya polar dan akan larut dengan baik
dalam pelarut-pelarut polar. Adanya kadar gula yang tinggi akan menyebabkan
degradasi warna merah sehingga warna merah terlihat makin pudar. Konsentrasi
gula yang lebih tinggi dan adanya oksigen akan mengakibatkan kerusakan
pigmen yang lebih besar. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju kerusakan
antosianin selain lama penyimpanan dan suhu yang tinggi, peningkatan kadar
gula juga akan mengurangi kandungan pigmen. Suhu dan lama pemanasan
menyebabkan terjadinya dekomposisi dan perubahan struktur pigmen sehingga
terjadi pemucatan (Winarti, 2008).
Antosianin stabil dan memberikan warna cerah pada pH asam dan
perlahan-lahan akan kehilangan warna seiring dengan meningkatnya pH, menjadi
tak berwarna pada pH 4-5. Kestabilan warna senyawa antosianin dipengaruhi
oleh pH atau tingkat keasamaan, dan akan lebih stabil apabila dalam suasana
asam atau pH yang rendah. Dalam pH asam antosianin berwarna merah orange
sedangkan dalam pH basa antosianin berwarna biru-ungu atau kadang-kadang
kuning (Arja, 2013).
Karotenoid adalah keluarga senyawa pigmen yang disintesis oleh tanaman
dan mikroorganisme tetapi tidak hewan. Pada tumbuhan, mereka berkontribusi
pada fotosintesis yang mesin dan melindungi mereka dari kerusakan. Karotenoid
adalah penting untuk distribusi mereka yang luas, keragaman struktural, dan
berbagai fungsi. Mereka terutama berlimpah dalam buah-buahan berwarna
kuning-oranye dan sayuran dan sayuran berdaun hijau gelap (Sahabi, 2012).
Secara umum zat warna alami terbentuk dari tiga kombinasi unsur, yakni
karbon, hidrogen, dan oksigen. Tetapi ada beberapa zat warna yang mengandung
unsur lain, seperti nitrogen pada indigotin dan magnesium pada klorofil. Klorofil
adalah katalisator fotosintesis yang paling penting dan terdapat di semesta
sebagai pigmen hijau dalam semua jaringan tumbuhan berfotosintesis. Zat ini
terdapat dalam kloroplas dalam jumlah nisbi banyak, sering terikat longgar
dengan protein, tetapi mudah diekstraksi ke dalam pelarut lipid seperti aseton dan
eter. Secara kimia semuanya mengandung satu inti porfirin, satu tetrapirol,
dengan satu atom magnesium terikat secara kelat di tengah, dan satu rantai
samping hidrokarbon panjang (fitil) tergabung melalui asam karboksilat
(Harborne, 1987).
Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas
bersama-sama dengan karoten dan xantofil. Ada dua jenis klorofil yang telah
berhasil diisolasi yaitu klorofil a dan klorofil b. Klorofil a termasuk dalam
pigmen yang disebut porfirin. Klorofil dalam daun yang masih hidup berikatan
dengan protein. Dalam proses pemanasan proteinnya terdenaturasi dan klorofil
dilepaskan. Klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi coklat akibat
subtitusi magnesium oleh hidrogen membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan
magnesium). Selama pemasakan bayam dan petai, terbentuk asam-asam organik
yang dapat menurunkan pH. Bila tutup dibuka, asam-asam itu dapat teruapkan
keluar dan warna hijau dapat lebih dipertahankan (Winarno, 2008).
Klorofil terurai oleh panas dan memproduksi zaitun warna hijau. Waktu
pemanasan dan suhu mempengaruhi tingkat dekomposisi, misalnya suhu tinggi di
pressure cooker dan keasaman tidak menurun karena asam volatil dipertahankan,
sehingga perubahan itu cepat. Penggunaan senyawa alkali seperti air alkali
mengurangi keasaman medium. Namun, jika digunakan pada kelebihan jumlah,
klorofil bereaksi dengan basa. Reaksi klorofil dengan asam menghilangkan ion
magnesium menggantinya dengan dua atom hidrogen memberikan zaitun coklat
solid, phaeophytin-a. Hidrolisis ini merupakan kebalikan dari esterifikasi dan
memberikan phaeophorbide-a. Senyawa yang sama juga diperoleh jika klorofil b
digunakan (Inanc, 2011).
Pengaruh larutan asam dan basa pada sayuran yang dimasak sebagai
berikut. Sayuran berwarna merah dan ungu, seperti bit, kol merah, atau ungu
dalam larutan asam warnanya menjadi lebih cerah dan segar. Hal ini karena
adanya zat antosianin dalam sayuran. Sebaliknya, dalam basa, warna merah
menjadi kebiru-biruan. Perubahan ini juga terjadi pada buah-buahan, seperti
strawberry, raspberries, dan plums. Pada tomat, semangka, dan cabe merah,
perubahan ini tidak terlihat jelas atau tidak banyak berubah. Sayuran berwarna
hijau mengandung klorofil. Warna hijau ini akan menjadi hijau segar dalam
larutan basa dan akan menjadi kecoklatan bila ditambah larutan asam misalnya
cuka (Tarwotjo, 1998).
Dalam proses curing dikenal tiga metode kering, basah dan kombinasi
dengan injeksi. Pada metode kering, bahan curing terdiri dari campuran garam;
gula; nitrat atau nitrit dengan perbandingan 6:3:3 dibalurkan pada seluruh
permukaan bahan pangan dengan penekanan. Proses ini diikuti dengan
pengemasan dan penyimpanan suhu 3.6-4°C selama 4-7 hari. Keuntungan dari
proses ini adalah sederhana dan penetrasi bahan curingnya cukup rendah, namun
kerugiannya adalah bahwa waktu prosesnya lama dan tingkat keasinannya
berlebih. Pada metode basah, daging 1 kg direndam dalam larutan curing yang
terdiri dari 8 lb garam, 3 once nitrit dan 5 galon air sampai seluruh daging
terendam, perendaman dilakukan pada suhu 3.6-4°C selama 5-7 hari. Sedangkan
untu kobinasi injeksi, untuk mereduksi waktu curing maka sebagian bahan curing
(10% berat daging) diinjeksi sedang sisanya diaplikasikan secara konvensional
(Handajani, 2010).
Warna merah daging disebabkan oleh turunan pigmen miyoglobin dan
bahan-bahan lain. Hal ini dilihat pada pemotongan ternak. Makin tua ternak,
daging makin merah. Pada waktu dipotong, terlihat darah merah tua karena
oksidasi myoglobine menjadi oksimiyo-globine. Tenunan ikan menjadi susut dan
tebal bila daging dipanaskan, dan membutuhkan waktu lama untuk menjadi
empuk. Keempukan daging tergantung dari keadaan berikut: serat daging (makin
besar garis tengah serat daging makin kurang keempukannya), makin tua umur
ternak (makin besar garis tengah serat dan makin keras dagingnya), daging
kerbau mempunyai serat besar dan kasar dibandingkan dengan daging sapi, maka
daging kerbau lebih keras dibandingkan dengan daging sapi), ternak jantan lebih
keras daripada ternak betina yang sama umurnya) (Tarwotjo, 1998).
2. Tinjauan Bahan
Tomat adalah sayur yang toleran terhadap ketinggian tempat. Dataran
tinggi, medium, ataupun rendah dapat menjadi tempat hidupnya. Hanya pilihan
jenis yang cocok untuk dataran rendah lebih sedikit. Tak seperti sayur lainnya
yang menyukai tanah ber-pH netral, tomat menyukai tanah yang tergolong asam
dengan pH 5-6. Air merupakan kebutuhan mutlak bagi tomat, namun kelebihan
air tidak disukainya. Penyakit layu bakteri mudah sekali menyerang bila
tergenang air. Sayuran yang satu ini sering dimasukkan juga dalam kategori buah.
Memang banyak yang menyukai tomat segar. Rasanya enak, segar dan sedikit
asam (Nazaruddin,1998).
Tomat memiliki berbagai vitamin dan senyawa anti penyakit yang baik
bagi kesehatan, terutama likopen. Tomat mengandung lemak dan kalori dalam
jumlah rendah, bebas kolesterol, dan merupakan sumber serat dan protein yang
baik. Selain itu, tomat kaya akan vitamin A dan C, beta-karoten, kalium dan
antioksidan likopen. Satu buah tomat ukuran sedang mengandung hampir
setengah batas jumlah kebutuhan harian vitamin C untuk orang dewasa. Pigmen
utama pada tomat adalah likopen dan karoten. Pada pembentukan likopen, suhu
mempunyai peranan yang penting, jika suhu naik maka likopen akan semakin
banyak terbentuk (Kailaku, 2007).
Tomat yang banyak digunakan dalam industri makanan di seluruh dunia
dan memiliki sifat kuat antikanker. Terdiri dari buaah tanaman Solanum
lycopersicum segar matang. Gambar tanaman telah ditunjukkan dalam klasifikasi
ilmiah kingdom: Plantae (unranked); angiospermae; Orde Eudicots: Solanes;
keluarga: Solanaceae; genus: Solanum; Spesies S.lycopersicum; Pigmen: likopen,
alfa beta karoten dan lutein, zeaxanthin dan bcryptoxanthin. Likopen adalah
karotenoid yang hadir dalam tomat bertanggung jawab untuk warna merah.
Sekitar 80-90% dari total kandungan karotenoid dalam tomat redtipe. Karoten,
pigmen kuning wortel adalah isomer likopen (Chengangaiah, 2010).
Buncis ialah sayuran polong yang cukup digemari masyarakat. Selain
karena rasanya yang enak, buncis juga memiliki kandungan gizi yang tinggi.
Kandungan gizi biji buncis dalam 100 gram ialah air sekitar 10ml, protein 24
gram, lemak 1,7 gram, karbohidrat 57 gram, serat 4 gram, kalsium 110 mg dan
besi 8 mg. Buncis juga memiliki kandungan zat-zat berkhasiat obat yang
bermanfaat bagi kesehatan. Misalnya, kandungan gum dan pektin dapat
menurunkan kadar gula darah, kandungan lignin berkhasiat untuk mencegah
kanker usus besar dan kanker payudara (Utami, 2012).
Bawang merah (Allium cepa) merupakan salah satu sayuran yang
berfungsi sebagai bumbu penyedap dan obat-obatan. Bawang merah banyak
diproduksi di daerah Brebes, Jawa Tengah. Setelah dipanen, bawang merah harus
segera dijemur untuk melayukan dan menguapkan air pada daun dan umbi serta
mengeringkan tanah yang melekat pada umbi agar mudah terlepas untuk
selanjutnya disimpan di gudang. Pada waktu penjemuran, umumnya bawang
merah dengan daunnya diikat dan dibolak-balik agar umbi bertambah besar
(Astuti, 2008).
Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran
tinggi, yaitu pada ketinggian 0-1000 m dpl. Meskipun demikian ketinggian
optimalnya 0-400 m dpl saja. Beberapa kalangan menyebut bawang merah
(Allium ascalonicum) sebagai sayuran bumbu. Hal ini disebabkan oleh fungsinya
yang kebanyakan sebagai pemberi rasa dan bukan bahan yang dimasak
(Nazaruddin, 1998).
Daging mengandung zat protein, zat lemak, zat kolesterol, zat besi, zat
kalsium, zat pospor dan vitamin B komplek. Zat protein dan zat lemak hewani
mudah dicerna, dan mempunyai nilai biologi tinggi. Daging terdiri atas zat
protein yang disebut miyosin. Bagian yang terlihat putih-putih di antara sel-sel
daging disebut elastin atau tenun ikat. Makin banyak elastinnya, daging makin
keras dan liat. Tendon terdapat pada bagian skengkel atau kaki (Tarwotjo, 1998).
Larutan asam cuka merupakan larutan yang digunakan sebagai bahan
tambahan makanan. Biasanya dimanfaatkan sebagai pengasam, pengawet dan
juga penyedap makanan mempunyai kemampuan mengikat logam (chelating
agent) sehingga dapat menurunkan kadar logam cadmium pada beberapa jenis
ikan dan kerang sebelum pengolahan menjadi makanan (Sari, 2005).
Fe3+ dari FeCl3 yang memiliki potensial reduksi standar (E°) relatif tinggi
yaitu +0,77 V bila dalam suasana asam. Tingginya harga E° suatu unsur
memungkinkan mengoksidasi unsur lain yang memiliki E° lebih rendah. Padatan
di material komponen akan teroksidasi berubah menjadi ion logam yang terlarut
dalam media perendam FeCl3. Apabila Fe3+ tidak berjalan dalam suasana asam
maka ada kemungkinan pembentukan Fe(OH)3 yang akan tereduksi menjadi
Fe(OH)2 (Yuliasari, 2012).
Nitrit dan nitrat ditambahkan dalam proses curing dalam bentuk garamnya
baik garam natrium maupun kalium. Keduanya sengaja ditambahkan pada produk
daging untuk mempertahankan warna cerah daging. Yang berfungsi sebagai anti
mikroba terutama adalah nitrit sedangkan nitrat berperan utama dalam
mempertahankan konsentrasi nitrit. Mekanisme anti mikroba dari nitrit sendiri
belum jelas benar, akan tetapi diduga kuat disebabkan oleh asam nitrous yang
dihasilkan dari nitrit. Dalam proses curing dikenal tiga metode kering, basah dan
kombinasi dengan injeksi (Handajani, 2010).
Asam askorbat merupakan nama lain dari vitamin C memiliki rumus
C6H8O6. Asam askorbat sangat mudah larut dalam air (1:3), tetapi tidak larut
dalam zat-zat pelarut lemak. Zat ini sangat mudah dirusak oleh oksidasi. Tidak
terpengaruh oleh cahaya dan sangat sedikit oleh panas pada larutan asam. Ia cepat
terurai oleh oksigen dalam larutan basa, tetapi stabil dalam larutan netral jika ada
oksigen. Logam berat dalam jumlah sangat sedikit, misalnya zat tembaga, dengan
cepat akan menyebabkan terjadinya oksidasi asam askorbat (Nazaruddin, 1998).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Kompor
b. Panci
c. pH meter
d. Gelas beker
e. Gelas ukur
f. Tabung reaksi
g. Pisau
h. Batang pengaduk
i. Penjepit tabung
j. Pipet tetes
k. Pipet volume
l. Rak tabung
m. Timbangan
2. Bahan
a. Tomat
b. Buncis
c. Bawang merah
d. Larutan FeCl3 50ppm
e. Asam cuka 95%
f. NaHCO3 kristal
g. Larutan MgCl2 50ppm
h. Aquadest
i. Air ledeng
j. Daging sapi
k. Vitamin C
l. NaNO2
m. NaNO3
3. Cara Kerja
A. Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Buah atau Sayuran
Tomat, buncis, bawang merah
Dicatat warnanya
4 buah beker glass disiapkan untuk setiap bahan
Beker glass yang berisi bahan tersebut dipanaskan pada penangas air yang
mendidih selama 15 menit
Diamati perubahan yang terjadi (warna dan pH sebelum dan sesudah
dipanaskan)
Percobaan tadi dilakukan juga pada sampel buncis dan bawang merah
secara bersamaan
25gr tomat + 50ml air ledeng
+ NaHCO3 0,5 gr
Masing-masing bahan dimasukkan ke dalam beker
glass yang berbeda
25gr tomat + 50ml air ledeng + 2,5ml asam
cuka 95%
25 gr tomat + 25ml FeCl3 50
ppm
25gr tomat + 25ml MgCl2
50 ppm
B. Pengaruh Perlakuan Pemanasan
Masing-masing bahan dimasukkan ke dalam 2 buah beker glass yang berbeda
Tomat, buncis, bawang merah
Dipotong kecil-kecil dan diambil 25gram
Air ledengDitambahkan ke semua beker glass,
masing-masing sebanyak 50ml
Setiap bahan dipanaskan dalam penangas air dengan cara terbuka dan tertutup
Diamati perubahan yang terjadi pada masing-masing bahan (warna dan pH
sebelum dan sesudah dipanaskan)
C. Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Daging
Daging Segar
diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi setiap 10 menit selama 30 menit
dimasukkan dalam tabung reaksi ditambah aquadest dan dipanaskan dalam air mendidih
diamati dan dicatat warna permukaan irisan, serta warna daging setelah berhubungan dengan udara selama 10, 20, dan 30 menit
diiris menjadi beberapa bagian
Irisan daging (sebagian)
-Pembuatan Larutan Curing
-Penggunaan Larutan Curing
dimasukkan 0,1 g NaNO3, 0,1 g NaNO2, 0,05 Vit Cdan aquadest 100 ml ke dalam gelas beaker 1
dimasukkan 0,2 g NaNO3 dan aquadest 100 ml ke dalam Gelas beaker 2
dimasukkan 0,2 g NaNO2 dan aquadest 100 ml ke dalamGelas beaker 3
dimasukkan 0,2 g Vit. C dan aquadest 100 ml ke dalamGelas beaker 4
dimasukkan ke dalam gelas beaker
ditambahkan 2-3 tetes asam cuka 95% ke masing-masing tabung
diisikan daging yang sudah dicacah ke dalamnyaSampai kira-kira 1/3 tinggi tabung
ditambahkan masing-masing larutan curing sesuai denganmasing-masing urutan gelas ukur, Kira-kira setinggi ¾ tabung
diambil 4 tabung reaksi
dimasukkan air di dalamnya sampai tabung terendam sedikitdi atas bagian yang terisi daging
dipanaskan pelan-pelan sampai mendidih
diamati perubahan warna setiap 10 menit selama 30 menit
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 5.1 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna TomatKel Perlakuan Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan
Warna Larutan pH Warna Larutan pH1 Tomat + 50ml air
ledeng (terbuka)Bening 5,21 Kuning
kemerahan6,53
2 Tomat + 50ml air ledeng (tertutup)
Bening 5,21 Oranye bening 4,22
3Tomat + 50ml air
ledeng + NaHCO3 0,5gr
Bening 8,55 Oranye kuning 8,83
4 Tomat + 25ml FeCl3 50ppm
Bening 4,25 Oranye keruh 4,23
5 Tomat + 25ml MgCl2 50ppm
Bening 4,18 Oranye bening 4,17
6Tomat +
50ml air ledeng + 2,5ml asam cuka
95%
Oranye muda 2,98 Oranye tua 3,16
Sumber: Laporan Sementara
Tomat adalah sayur yang toleran terhadap ketinggian tempat dan menyukai
tanah yang tergolong asam dengan pH 5-6. Pigmen utama pada tomat adalah likopen
dan karoten. Pada pembentukan likopen, suhu mempunyai peranan yang penting,
jika suhu naik maka likopen akan semakin banyak terbentuk (Kailaku, 2007).
Menurut Chengangaiah (2010), likopen adalah karotenoid yang hadir dalam tomat
bertanggung jawab untuk warna merah. Sekitar 80-90% dari total kandungan
karotenoid terdapat dalam tomat redtipe. Senyawa karotenoid ini dikenal baik
sebagai senyawa yang memiliki daya antioksidan tinggi, senyawa ini mampu
melawan radikal bebas akibat polusi dan radiasi sinar UV. Likopen juga dapat
menurunkan risiko terkena kanker, terutama kanker prostat, lambung, tenggorokan
dan usus besar.
Pada percobaan zat warna pada tomat dilakukan 6 perlakuan yang berbeda.
Pertama tomat dipotong kecil-kecil dengan menggunakan pisau. Kemudian tomat
tersebut dimasukkan kedalam 6 gelas beker yang berbeda masing-masing 25 gram.
Gelas beker yang pertama ditambahkan air ledeng sebanyak 50 ml, pH larutan
tersebut 5,21 dengan warna awal larutan bening. Setelah dilakukan pemanasan
selama 15 menit dengan cara terbuka, warna larutan menjadi kuning kemerahan dan
pH larutan berubah menjadi 6,53. Sementara itu untuk gelas beker yang kedua berisi
25 gram tomat dan ditambahkan dengan 50ml air ledeng, warna awal larutan bening
dengan pH 5,21. Berbeda dengan beker glass yang pertama, beker glass kedua ini
dilakukan pemanasan dengan cara tertutup selama 15 menit. Warna larutan berubah
menjadi oranye bening dan pH turun menjadi 4,22.
Pada warna larutan setelah pemanasan terbuka mengalami perubahan dari
bening menjadi kuning kemerahan. Hal ini dimungkinkan karena terjadinya
degradasi atau kerusakan jaringan atau sel-sel penyusun bahan yang terjadi selama
proses pemanasan. Pigmen likopen dapat mengalami reaksi autooksidasi dalam
jumlah ikatan ganda yang besar. Oksidasi menyebabkan warna sayuran menjadi
lebih terang. Menurut Kailaku (2007), likopen sangat mudah teroksidasi sehingga
warnanya menjadi sedikit pucat. Sedangkan pada pemanasan secara tertutup, warna
larutan setelah dilakukan pemanasan menjadi oranye bening. Hal ini disebabkan
karena uap panas tidak dapat keluar sehingga dapat mendegradasi likopen. Intensitas
kekeruhan pada pemanasan tertutup lebih besar daripada intensitas kekeruhan pada
pemanasan terbuka. Hal tersebut dimungkinkan karena pada pemanasan tertutup
lebih banyak jaringan-jaringan sel penyusunnya yang mengalami kerusakan dan
terlarut dalam larutan. Untuk tomat pada pemanasan tertutup warnanya lebih merah
dibandingkan dengan tomat pada pemanasan terbuka, hal ini disebabkan pada
pemanasan tertutup air yang menguap lebih sedikit sehingga dapat mempertahankan
warna tomat. Hal ini telah sesuai dengan teori Kaikulu (2007), bahwa pemanasan
tertutup lebih baik daripada pemanasan terbuka. Sayuran yang mengandung likopen
sebaiknya dimasak tertutup atau dimasak dengan cepat untuk mengurangi terjadinya
reaksi kehilangan warna karena pigmen likopen dapat mengalami reaksi
autooksidasi dalam jumlah ikatan ganda yang besar.
Gelas beker yang ketiga berisi 25 gram tomat ditambah 50ml air ledeng dan
NaHCO3 0,5 gram. Warna awal larutan adalah bening dengan pH 8,55. Setelah
dilakukan pemanasan selama 15 menit, warna larutan menjadi oranye kekuningan
dengan pH akhir larutan 8,83. Gelas beker yang keempat berisi 25 gram tomat
ditambah dengan 25ml FeCl3 50 ppm. Warna awal larutan bening, setelah dilakukan
pemanasan selama 15 menit berubah menjadi oranye keruh. Begitu juga dengan pH
terjadi perubahan sedikit dari sebelum pemanasan 4,25 dan setelah dilakukan
pemanasan menjadi 4,23.
Gelas beker yang kelima berisi 25 gram tomat ditambah 25 ml MgCl2 50
ppm, memiliki warna awal larutan bening dengan pH 4,18. Setelah dilakukan
pemanasan warna larutan berubah menjadi oranye bening dengan pH 4,17. Gelas
beker yang terakhir berisi tomat 25 gram ditambah 2,5 ml asam cuka 95% dan 50 ml
air ledeng. Larutan ini memiliki warna awal oranye muda dengan pH yang cukup
rendah yaitu 2,98. Setelah dilakukan pemanasan selama 15 menit warna larutan
berubah menjadi oranye tua dengan pH akhir larutan naik menjadi 3,16.
Pada gelas beker pertama dan kedua yang ditambah dengan air ledeng, warna
tomat sebelum dan sesudah pemanasan tidak begitu berbeda dan warna larutan
berubah menjadi agak kekuningan. Hal ini menandakan bahwa zat warna pada tomat
yaitu likopen mengalami oksidasi. Pada gelas beker ketiga dan keenam dengan
penambahan asam yaitu NaHCO3 dan asam cuka, warna akhir larutan adalah oranye
tua dari warna awal bening. Pada keadaan asam, warna likopen juga akan lebih
terjaga. Tetapi dibandingkan dengan likopen dalam keadaan basa, intensitas
kenaikan warna akan lebih besar dalam keadaan alkali atau basa. Dibuktikan dengan
pada gelas beker keempat dan kelima dengan penambahan alkali atau basa yaitu
FeCl3 dan MgCl2, warna akhir larutan menjadi lebih oranye bening dibanding
dengan warna akhir dengan penambahan asam yaitu oranye tua. Maka dapat
dikatakan bahwa pada keadaan alkali atau basa, intensitas warna likopen akan lebih
terjaga. Menurut Chengangaiah (2010), perlakuan setelah pemanasan likopen
memiliki warna bahan pada kontrol, asam, alkali, ion Fe3+, ion Mg2+ yang umumnya
menjadi lebih oranye dengan intensitas yang berbeda–beda. Intensitas likopen yang
lebih akan tebentuk dalam keadaan alkali atau dengan penambahan alkali.
Tabel 5.2 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna BuncisKel Perlakuan Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan
Warna Larutan pH Warna Larutan pH1 Buncis + 50ml air
ledeng (terbuka)Bening 7,2 Hijau
kekuningan7,32
2 Buncis + 50ml air ledeng (tertutup)
Bening 7,21 Kuning kehijauan
7,81
3Buncis + 50ml air
ledeng + NaHCO3 0,5gr
Bening 8,50 Bening kehijauan
9,26
4Buncis +
25ml FeCl3 50ppmBening 5,45 Bening
kehijauan5,83
5Buncis +
25ml MgCl2 50ppmBening 5,45 Putih keruh 6,18
6Buncis +
50ml air ledeng + 2,5ml asam cuka 95%
Bening kehijauan 2,69 Hijau keruh 3,08
Sumber: Laporan Sementara
Sayuran buncis berwarna hijau karena pigmen yang terdapat di dalam buncis
adalah pigmen klorofil. Pada percobaan zat warna pada buncis ini dilakukan 6
perlakuan yang berbeda. Pertama buncis dipotong kecil-kecil dengan menggunakan
pisau. Kemudian buncis tersebut dimasukkan kedalam 6 gelas beker yang berbeda
masing-masing 25 gram. Gelas beker yang pertama ditambahkan air ledeng
sebanyak 50 ml, pH larutan tersebut 7,2 dengan warna awal larutan bening. Setelah
dilakukan pemanasan selama 15 menit dengan cara terbuka, warna larutan menjadi
hijau kekuningan keruh dan pH larutan berubah menjadi 7,32. Sementara itu, pada
gelas beker yang kedua berisi 25 gram buncis dan ditambahkan dengan 50 ml air
ledeng, warna awal larutan bening dengan pH 7,21. Berbeda dengan beker glass
yang pertama, beker glass kedua ini dilakukan pemanasan dengan cara tertutup
selama 15 menit. Warna larutan berubah menjadi kuning kehijauan dan pH naik
menjadi 7,81.
Pada hasil percobaan sampel buncis dengan pemanasan terbuka, warna akhir
buncis lebih cerah dibanding dengan warna akhir pada pemanasan secara tertutup,
tetapi warna hijau setelah proses pemanasan tidak jauh berbeda dengan warna hijau
sebelum pemanasan. Hal ini disebabkan karena klorofil merupakan senyawa yang
tidak stabil sehingga sulit untuk mempertahankan molekulnya agar tetap utuh dan
berwarna hijau. Untuk warna larutan akhir pada proses pemanasan secara terbuka
ternyata lebih keruh (kehijauan) dibanding dengan pemanasan secara tertutup
(kekuningan). Hal ini telah sesuai dengan teori Winarno (2008), bahwa selama
pemasakan sayuran hijau terbentuk asam-asam organik yang dapat menurunkan pH.
Bila pemasakan dilakukan dengan cara terbuka, asam-asam itu dapat teruapkan
keluar dan warna hijau dapat lebih dipertahankan.
Gelas beker yang ketiga berisi 25 gram buncis ditambah 50 ml air ledeng dan
NaHCO3 0,5 gram. Warna awal larutan adalah bening dengan pH 8,50. Setelah
dilakukan pemanasan selama 15 menit, warna larutan menjadi bening kehijauan
dengan pH akhir larutan naik menjadi 9,26. Gelas beker yang keempat berisi 25
gram tomat ditambah dengan 25 ml FeCl3 50 ppm. Warna awal larutan bening,
setelah dilakukan pemanasan selama 15 menit berubah menjadi bening kehijauan.
Begitu juga dengan pH terjadi perubahan sedikit dari sebelum pemanasan 5,45 dan
setelah dilakukan pemanasan menjadi 5,83. Gelas beker yang kelima berisi 25 gram
tomat ditambah 25 ml MgCl2 50 ppm, memiliki warna awal larutan bening dengan
pH 5,45. Setelah dilakukan pemanasan warna larutan berubah menjadi putih keruh
dengan pH 6,18. Gelas beker yang terakhir berisi tomat 25 gram ditambah 2,5 ml
asam cuka 95% dan 50 ml air ledeng. Larutan ini memiliki warna awal bening
kehijauan dengan pH yang cukup rendah yaitu 2,69. Setelah dilakukan pemanasan
selama 15 menit warna larutan berubah menjadi hijau keruh dengan pH akhir larutan
naik menjadi 3,08.
Dari hasil percobaan diatas, terlihat bahwa warna akhir buncis dan warna
larutan tiap beker glass berbeda, selain itu nilai pH pada masing-masing perlakuan
sebelum dan sesudah pemanasan berubah. Diketahui bahwa warna awal buncis
yaitu hijau segar dan kemudian menjadi hijau muda atau layu, hal tersebut terjadi
karena klorofil dalam buncis yang masih hidup berikatan dengan protein, namun
setelah proses pemanasan proteinnya terdenaturasi dan klorofil dilepaskan, sehingga
dapat juga berpengaruh pada warna larutan yang menjadi tidak sebening sebelum
proses pemanasan dan karena protein terdenaturasi. Pada penambahan air ledeng
pada buncis, terdapat perubahan warna dari hijau segar dengan warna larutan bening
menjadi warna hijau yang mulai memudar dan warna larutan menjadi hijau
kekuningan. Hal tersebut menandakan bahwa klorofil larut dalam air, terbukti bahwa
pH awal sebelum dilakukan pamanasan lebih kecil dibandingkan pH setelah
pemanasan.
Klorofil sifatnya sangat labil dan mudah berubah. Ion Mg yang terdapat
dalam klorofil mudah diganti oleh ion H sehingga berubah menjadi pheophitin
(feofitin) yang warnanya coklat. Tetapi klorofil stabil dalam suasana basa. Pada
penambahan dengan asam cuka, warna awal bahan yaitu hijau segar dengan warna
larutan bening kehijauan dan setelah dilakukan pemansan warna bahan berubah
menjadi hijau layu dengan warna larutan keruh. Selain dengan penambahan asam
cuka, perubahan yang serupa yaitu terjadi pada gelas beker ketiga dengan
penambahan NaHCO3. Dengan penambahan larutan yang bersifat asam, perubahan
yang terjadi yaitu warna larutan akan semakin keruh atau hijau kecoklatan. Hasil
percobaan tersebut telah sesuai dengan teori Tarwotjo (1998), bahwa warna hijau
sayuran yang mengandung klorofil ini akan menjadi kecoklatan bila ditambah
larutan asam. Hal tersebut terjadi karena klorofil yang berwarna hijau dapat berubah
menjadi hijau kecoklatan akibat subtitusi magnesium oleh hidrogen membentuk
feofitin chlorofil yang kehilangan magnesium. Reaksi tersebut berjalan cepat pada
larutan yang bersifat asam. Tetapi, pada praktikum ini tidaklah begitu terlihat adanya
perubahan warna menjadi coklat, hal tersebut terjadi karena proses pemanasan
praktikum ini hanya 15 menit atau hingga larutan mendidih, sebab jika terlalu lama
pemanasan larutan akan menguap karena jumlah air dalam larutan hanya sedikit.
Tabel 5.3 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Bawang MerahKel Perlakuan Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan
Warna Larutan pH Warna Larutan pH
1Bawang merah + 50ml air ledeng
(terbuka)Bening 7,41 Kuning keruh 7,43
2Bawang merah + 50ml air ledeng
(tertutup)Bening 7,41 Putih keruh 7,20
3Bawang merah + 50ml air ledeng +
NaHCO3 0,5grPutih keruh 8,73 Hijau keruh 9,18
4Bawang merah +
25ml FeCl3 50ppmBening 4,93 Putih keruh 5,39
5Bawang merah +
25ml MgCl2 50ppmBening 5,52 Bening
kecoklatan5,67
6Bawang merah + 50ml air ledeng +
2,5ml asam cuka 95%
Bening keunguan 2,7
Ungu kemerahan 3,12
Sumber: Laporan Sementara
Pigmen yang terkandung dalam bawang merah adalah antosianin, sehingga
bawang merah tampak berwarna ungu. Menurut Winarti (2008), antosianin adalah
pigmen yang sifatnya polar dan akan larut dengan baik dalam pelarut-pelarut polar.
Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut
dalam air. Flavonoid mengandung dua cincin benzena yang dihubungkan oleh tiga
atom karbon. Ketiga karbon tersebut dirapatkan oleh sebuah atom oksigen sehingga
terbentuk cincin diantara dua cincin benzena. Antosianin dalam tanaman dapat
berupa glikosida yaitu membentuk ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa,
ramnosa, dan kadang-kadang pentosa). Sewaktu pemanasan dalam asam mineral
pekat, antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula.
Pada percobaan zat warna pada bawang merah dilakukan 6 perlakuan yang
berbeda. Pertama bawang merah dipotong kecil-kecil dengan menggunakan pisau.
Kemudian bawang merah tersebut dimasukkan kedalam 6 gelas beker yang berbeda
masing-masing 25 gram. Gelas beker yang pertama ditambahkan air ledeng
sebanyak 50 ml, pH larutan tersebut 7,41 dengan warna awal larutan bening. Setelah
dilakukan pemanasan dengan cara terbuka selama 15 menit, warna larutan menjadi
kuning keruh dan pH larutan menjadi 7,43. Gelas beker yang kedua berisi 25 gram
bawang merah dan ditambahkan dengan 50 ml air ledeng, warna awal larutan bening
dengan pH 7,41. Berbeda dengan beker glass yang pertama, beker glass kedua ini
dilakukan pemanasan dengan cara tertutup selama 15 menit. Warna larutan berubah
menjadi putih keruh dan pH naik turun menjadi 7,20. Pemanasan secara tertutup ini
berbeda dengan cara terbuka karena digunakan penutup pada penangas air,
sementara pada pemanasan terbuka, penangas air dibiarkan terbuka.
Hasil praktikum pada pemanasan terbuka, warna larutan berubah menjadi
kuning keruh disebabkan karena degradasi antosianin dipercepat dengan adanya
oksigen dan asam-asam organik yang dibebaskan selama pemanasan. Pigmen yang
ada pada bawang merah larut dalam air dan pada pemanasan terbuka air menguap
keluar sistem sehingga warna larutan menjadi lebih keruh. Selain itu, pigmen
antosianin yang ada pada bahan bersifat larut dalam air, sehingga ikut teruapkan.
Sedangkan pada pemanasan tertutup, warna akhir larutan yang menjadi putih
keruh disebabkan karena degradsi antosianin dipercepat dengan adanya oksigen dan
asam-asam organik yang dibebaskan selama pemanasan, tidak keluar dari sistem dan
kembali, lalu bereaksi mendegradasi pigmen antosianin pada bahan. Hal ini sesuai
dengan teori Winarti (2008), bahwa pemasakan sayuran yang mengandung pigmen
antosianin lebih direkomendasikan dilakukan secara tertutup untuk menjaga warna
sayuran. Untuk pH setelah pemanasan mengalami kenaikan, kenaikan ini disebabkan
karena asam-asam organik menguap sehingga membebaskan atom H, hal inilah yang
menyebabkan pH bahan menjadi naik. Namun pada pemanasan tertutup pH akhir
lebih kecil dari pH awal, kemungkinan ini bisa terjadi karena ketidaktelitian dalam
pengukuran pH dengan pHmeter.
Gelas beker yang ketiga berisi 25 gram bawang merah ditambah 50 ml air
ledeng dan NaHCO3 0,5 gram. Warna awal larutan adalah putih keruh dengan pH
8,73. Setelah dilakukan pemanasan selama 15 menit, warna larutan menjadi hijau
keruh dengan pH akhir larutan naik menjadi 9,18. Gelas beker yang keempat berisi
25 gram bawang merah ditambah dengan 25 ml FeCl3 50 ppm. Warna awal larutan
bening, setelah dilakukan pemanasan selama 15 menit berubah menjadi putih keruh.
Begitu juga dengan pH terjadi perubahan dari sebelum pemanasan 4,93 dan setelah
dilakukan pemanasan menjadi 5,39. Gelas beker yang kelima berisi 25 gram bawang
merah ditambah 25 ml MgCl2 50 ppm, memiliki warna awal larutan bening dengan
pH 5,52. Setelah dilakukan pemanasan warna larutan berubah menjadi bening
kecoklatan dengan pH 5,67. Hal ini sudah sesuai dengan teori Winarno (1996),
karena reaksi oksidasi yang terjadi menyebabkan pigmen antosianin berubah
menjadi kecoklatan. Gelas beker yang terakhir berisi bawang merah 25 gram
ditambah 2,5 ml asam cuka 95% dan 50 ml air ledeng. Larutan ini memiliki warna
awal bening keunguan dengan pH yang cukup rendah yaitu 2,7. Setelah dilakukan
pemanasan selama 15 menit warna larutan berubah menjadi ungu kemerahan dengan
pH akhir larutan naik menjadi 3,12.
Dari data percobaan diatas, pada gelas beker ketiga didapat pH akhir setelah
pemanasan dalam suasana basa dengan warna larutan lebih keruh. Hal ini telah
sesuai teori Markakis (1982), bahwa pemberian suasana basa pada pH 5 keatas
mengakibatkan kerusakan pigmen antosianin yang warnanya berubah menjadi tidak
berwarna dan keruh (terjadi pemucatan warna). Wijaya (2001) menyatakan bahwa
suhu dan lama pemanasan menyebabkan terjadinya dekomposisi dan perubahan
struktur pigmen sehingga terjadi pemucatan.
Sedangkan pada gelas beker keempat hingga keenam, pH akhir larutan
setelah pemanasan dalam suasana asam (pH<5), dengan warna akhir larutan
kemerahan dan kecoklatan. Hal ini telah sesuai dengan teori Winarti (2008), bahwa
antosianin stabil dan memberikan warna cerah pada pH asam dan perlahan-lahan
akan kehilangan warna seiring dengan meningkatnya pH, menjadi tak bewarna pada
pH berkisar 4–5,7. Kestabilan warna senyawa antosianin dipengaruhi oleh pH atau
tingkat keasaman, dan akan lebih stabil apabila dalam suasana asam atau pH yang
rendah.
Tabel 5.4 Pengaruh Beberapa Perlakuan Terhadap Zat Warna Hewan
Kel Perlakuan
Pengamatan Zat Warna
Sebelum Pemanasan Setelah Pemanasan
0’ 10’ 20’ 30’ 0’ 10’ 20’ 30’
1Pemanasan
dengan curing IV
Merah segar
- - -Merah pucat
Merah muda
Merah muda pucat
Merah muda pucat
2Pemanasan
dengan curing III
Merah segar
- - -Merah pucat
Merah muda pucat
Coklat pucat
Coklat pucat
3Pemansan
dengan curing II
Merah segar
- - -Merah pucat
Merah muda pucat
Coklat pucat
Coklat pucat
4Pemanasan
dengan curing I
Merah segar
- - -Merah pucat
Merah muda pucat
Coklat pucat
Coklat pucat
5Pemanasan
dengan aquadest
Merah segar
- - -Merah pucat
Abu-abu
Abu-abu
pucat
Abu-abu
lebih pucat
6Dibiarkan di udara terbuka
Merah segar
Merah agak gelap
Merah lebih gelap
Merah gelap
- - - -
Sumber : Laporan Sementara
Daging merah merupakan daging yang menunjukkan warna merah ketika
sebelum dimasak. Daging mamalia (daging sapi) umumnya disebut daging merah.
Warna merah yang terdapat pada daging tersebut disebabkan karena adanya
kandungan mioglobin. Mioglobin meruparkan protein yang membawa oksigen pada
jaringan hewan ternak dengan cincin porfirinnya berupa Fe (pusat) dan mengikat
atom-N. Pada percobaan ini dilakukan berbagai perlakuan dalam mengidentifikasi
zat warna pada daging. Perlakuan tersebut diantaranya adalah membiarkan daging
pada keadaan terbuka (langsung kontak dengan oksigen), penambahan aquades,
nitrit, nitrat, vit.C (asam askorbat) sebelum kemudian dilakukan pemanasan. Daging
yang mula-mula berwarna merah segar ketika saat diiris berubah menjadi merah tua
atau sedikit mendekati warna kecoklatan, hal ini dapat terjadi karena adanya proses
oksidasi yang terjadi ketika daging dibiarkan pada keadaan terbuka dan berinteraksi
langsung dengan oksigen. Perubahan warna ini juga disebabkan karena adanya
perubahan zat warna daging yaitu perubahan menjadi oksimioglobin yang akhirnya
menjadi metmioglobin yang menyebabkan perubahan warna.
Perlakuan terhadap penambahan aquades kemudian dipanaskan
menyebabkan perubahan warna dari merah segar menjadi abu-abu pada menit ke-10,
abu-abu pucat pada menit ke-20 dan abu-abu lebih pucat pada menit ke-30. Hal ini
terjadi karena pembentukan globin yang berfungsi untuk mempertahankan heme
menjadi berkurang, akibatnya terjadi deoksigenasi oksimioglobin menjadi mioglobin
tereduksi yang tidak stabil. Kemudian mioglobin tereduksi yang tidak stabil tersebut
dioksidasi menjadi metmioglobin yang menjadikan warnanya semakin pucat.
Menurut teori Winarno (2002), apabila mioglobin kontak dengan oksigen akan
membentuk oksimioglobin yang berwarna merah terang (dalam daging segar), lalu
apabila berlangsung proses oksidasi yang berkelanjutan, maka akan terbentuk
metmioglobin yang berwarna coklat atau pucat. Hasil pengamatan praktikum sudah
sesuai dengan teori, pada menit ke-10 warna daging berubah menjadi abu-abu atau
semakin pucat dari warna awal, kemudian menit ke-20 dan ke-30 warnanya lebih
pucat lagi.
Curing atau pengawetan, pada umumnya melibatkan pemberian nitrat dan
garam. Perlakuan curing yang dilakukan pada percobaan ini menggunakan larutan
Na-nitrat, Na-nitrit, vitamin C, dan aquades. Perlakuan pemanasan dengan curing I
yaitu dengan menggunakan NaNO3 + NaNO2 + vitamin C + akuades + asam cuka
95% 2-3 tetes, warna daging merah segar menjadi merah muda pucat pada menit ke-
10, coklat pucat pada menit ke-20 dan coklat pucat pada menit ke-30. Warna coklat
pucat stabil pada menit ke-20 dan ke-30. Seharusnya warna akhir setelah perlakuan
adalah merah muda, karena pada pemanasan dengan nitrat atau nitrit, globin akan
terdenaturasi dan menghasilkan nitrosil mioglobin yang berwarna merah muda dan
selanjutnya menghasilkan nitrosil hemokromagen yang berwarna merah muda lebih
stabil. Ketidaksesuaian hasil praktikum dengan teori disebabkan karena kurang
telitinya praktikan dalam memperhatikan dan menyebutkan warna pada hasil
praktikum.
Perlakuan pemanasan dengan curing II yaitu dengan menggunakan NaNO3
ditambah akuades dan asam cuka 95% 2-3 tetes lalu dipanaskan selama-30 menit
terjadi perubahan warna dari warna merah segar menjadi merah muda pucat pada
menit ke-10, coklat pucat pada menit ke-20 dan coklat pucat pada menit ke-30.
Warna daging relatif stabil coklat pucat pada menit ke-20 dan ke-30. Hal ini
disebabkan pada penambahan NaNO3, nitrat akan tereduksi menjadi nitrit dan NO
yang mampu mereduksi Ferri menjadi Ferro, sehingga warna daging menjadi coklat.
Sedangkan perlakuan pemanasan dengan curing III yaitu NaNO2 ditambah
akuades dan asam cuka 95% 2-3 tetes, terjadi perubahan warna dari merah segar
menjadi merah muda pucat pada menit ke-10, coklat pucat pada menit ke-20 dan
coklat pucat pada menit ke-30. Warna yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan
perlakuan pemanasan curing II. Hal ini dikarenakan nitrit bereaksi dengan alfa
amino dari asam amino dalam larutan garam natrium, nitrit menaikkan asam nitrus
kemudian menjadi nitrikoksida.
Pada perlakuan pemanasan dengan curing IV yaitu vitamin C ditambah
akuades dan asam cuka 95% 2-3 tetes, terjadi perubahan warna dari merah segar
menjadi merah muda pada menit ke-10. Merah muda pucat pada menit ke-20 dan
merah muda pucat pada menit ke-30. Seharusnya warna terakhir yang dihasilkan
adalah coklat pucat. Warna merah muda disebabkan karena penambahan vitamin C
yang merupakan pencegah teroksidasinya Ferro menjadi Ferri sehingga warnanya
menjadi cerah. Kemudian setelah dimasak akan berubah menjadi coklat gelap sebab
untuk merubah warna merah yang lebih pekat akan dihasilkan nitrosil
hemokromogen yang lebih pula, sehingga warna warna coklat lebih pekat dan stabil.
Hasil akhir praktikum menunjukkan perubahan warna yang berbeda beda
pada daging yang diberi perlakuan kontak dengan oksigen, dipanaskan dengan
aquadest, curing I, curing II, curing III dan curing IV. Perubahan warna tersebut
terjadi secara bertahap sesuai dengan pengamatan kami yaitu pada menit ke-0, menit
ke-10, menit ke-20 dan menit ke-30. Menurut pengamatan kelompok kami curing 1
dengan komposisi NaNO3 + NaNO2 + vitamin C + akuades + asam cuka 95% 2-3
tetes mampu memberikan hasil pengawetan terbaik. Hal ini disebabkan karena nitrat
dan nitrit ditambahkan pada produk daging untuk mempertahankan warna cerah
daging dan berfungsi sebagai anti mikroba terutama adalah nitrit sedangkan nitrat
berperan utama mempertahankan konsentrasi nitrit (Handajani, 2010).
E. KESIMPULAN
Dari praktikum Acara V Zat Warna Tanaman dan Hewan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Zat warna pada tomat adalah likopen, karotenoid.
2. Pada suasana alkali atau basa, intensitas warna likopen akan lebih terjaga
dibandingkan pada suasana asam.
3. Zat warna pada buncis adalah klorofil.
4. Sayuran berwarna hijau yang mengandung klorofil akan menjadi hijau segar
dalam larutan basa dan akan menjadi kecoklatan bila ditambah larutan asam.
5. Zat warna pada bawang merah adalah antosianin.
6. Antosianin menjadi stabil dan memberikan warna cerah pada suasana asam, dan
akan tidak berwarna atau keruh pada suasana basa.
7. Pemasakan sayuran yang mengandung pigmen antosianin lebih
direkomendasikan dilakukan secara tertutup untuk menjaga warna sayuran.
8. Zat warna atau pigmen yang terdapat dalam daging adalah mioglobin.
9. Pemanasan menyebabkan terbentuknya asam organik dan akan membuat pigmen
teroksidasi.
10. Pigmen dapat berubah warna jika dipengaruhi oleh asam atau basa, suhu, dan
panas atau cahaya. Semakin asam maka zat warna akan semakin pudar,
kemudian semakin tinggi suhu maka zat warna juga akan semakin pudar, begitu
juga sebaliknya.
11. Larutan curing yang paling baik untuk mempertahankan warna daging yaitu
curing I (nitrat dan nitrit).
LAMPIRAN
Gambar 5.1 Sampel Tomat, Bawang merah dan Buncis
Gambar 5.2 Sampel Tomat, Bawang merah dan Buncis dengan 25ml Larutan FeCl3
Gambar 5.3 Sampel Tomat, Bawang merah dan Buncis dengan 25ml Larutan FeCl3 setelah dipanaskan selama 15 menit
Gambar 5.4 Larutan Curing I Gambar 5.5 Curing I setelah Pemanasan 30 Menit
Gambar 5.6 Daging Setelah Pemanasan Selama 10 Menit
Gambar 5.7 Daging Setelah Pemanasan Selama 20 Menit
DAFTAR PUSTAKA
Arja, Fania Sari. 2013. Isolasi, Identifikasi, dan Uji Antioksidan Senyawa Antosianin Dari Buah Sikaduduk serta Aplikasi sebagai Pewarna Alami. Jurnal Kimia Unand, Vol.2 (1): 124-130.
Astuti, Sri Mulia. 2008. Teknik Pengeringan Bawang Merah dengan Cara Perlakuan Suhu dan Tekanan Vakum. Buletin Teknik Pertanian, Vol.13 (2): 79-85.
Chattopadhyay, Pritam. 2008. Biotechnological Potential of Natural Food Grade Biocolorants. African Journal of Biotechnology, Vol.7 (17): 2972-2985. India.
Chengaiah, B., et al. 2010. Medicina Importance of Natural Dyesa Riview. International Journal of PharmTech Research, Vol.2 (1).
Ferrante, A., Incrocci, L., Maggini, R., Serra, G. and Tognoni, F. 2008. Quality Changes During Storage of Fresh-cut or Intact Swiss Chard Leafy Vegetabels. Journal of Foods Agriculture & Environment, Vol.6 (3&4): 60-62.
Handajani, Sri. 2010. Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi Tradisional dan Terkini. UNS Press. Surakarta.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Terbitan ke II. ITB Press. Bandung.
Inanc, Levent. 2011. Chlorophyll: Structural Properties, Health Benefits and Its Occurrence in Virgin Olive Oils. Academic Food Journal, Vol.9 (2): 26-32.
Kailaku, Sari Intan., Kun Tanti Dewandari dan Sunarmani. 2007. Potensi Likopen dalam Tomat untuk Kesehatan. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian, Vol.3: 1-7.
Nazaruddin. 1998. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya. Bogor.
Sahabi, D.M., R.A. Shehu, Y. Saidu, and A.S. Abdullahi. 2012. Screening for Total Carotenoids and β-Carotene in Some Widely Consumed Vegetables in Nigeria. Nigeria Journal of Basic and Applied Science, Vol.20 (3): 225-227.
Sari, Fitri Indah dan Soedjajadi Keman. 2005. Efektifitas Larutan Asam Cuka untuk Menurunkan Kandungan Logam Berat Cadmium dalam Daging Kerang Bulu. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.1 (2): 120-129.
Tarwotjo, C. Soejoeti. 1998. Dasar-Dasar Kuliner. Gramedia. Jakarta.
Utami, Christa Dyah Utami., Lilik Setyobudi dan Moch. Nawawi. 2012. Pengaruh Kepadatan Tanaman terhadap Hasil Tiga Varietas Baby Buncis (Phaseolus vulgaris). Jurnal Budidaya Pertanian.
Winarno, F.G. 2008.Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Winarti, Sri., Ulya Sarofa dan Dhini Anggrahini. 2008. Ekstraksi dan Stabilitas Warna Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.,) sebagai Pewarna Alami. Jurnal Teknik Kimia, Vol.3 (1): 208-215.
Yuliasari, Nova., Muhammad Yanis dan Aprianto. 2012. Pengaruh Feri Klorida Terhadap Kedalaman Pengikisan dan Kekasaran Permukaan Aluminium Murni. Jurnal Penelitian Sains, Vol.15 (1).
Recommended