Upload
irma-juan-andreas
View
1.169
Download
178
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tentang pencelupan dengan memakai zat warna bejana
Citation preview
LAPORAN
PRAKTIKUM PENCELUPAN I
PROSES PENCELUPAN KAPAS DENGAN ZAT WARNA BEJANA
“Cottestren Red BBC”
KELOMPOK IV
NAMA : Irpa Ripaldi (11020038)
Mona Maulatul F (11020046)
Irma Nurmuslimah (11020037)
Oktaviani Gultom (11020053 )
GRUP : 2 K-3
DOSEN : Muhammad Ichwan, AT
ASSISTEN :- Ikhwanul Muslim, S.ST
- Priatna
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL
BANDUNG
2013
Pencelupan kapas dengan zat warna bejana
I. Maksud dan Tujuan
1.1. Maksud
Mengetahui hasil pencelupan kain kapas dengan menggunakan zat warna bejana
disertai dengan metode dan resep yang berbeda.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan terhadap hasil pencelupan
dengan menggunakan zat warna bejana dengan resep dan metode yang berbeda dan untuk
mengetahui hasil pencelupan yang memiliki kerataan dan ketuaan warna yang terbaik
dengan menggunakan metode dan resep yang optimum untuk pencelupan dengan zat warna
bejana.
II. Teori Dasar
A. Serat kapas
Serat kapas merupakan serat alam dengan komposisi sebagai berikut:
1. Selulosa
Serat yang digunakan pada pencelupan zat warna bejana ini adalah serat kapas, yang
merupakan serat selulosa. Serat selulosa bila dilihat dalam struktur secara kimia memiliki kelarutan
terhadap air karena memiliki gugusan hidroksil. Gugus –OH primer pada selulosa merupakan gugus
fungsi yang berperan untuk mengadakan ikatan dengan zat warna bejana berupa ikatan fisika (Van
Der Waals).
Struktur kimia serat Selulosa
Gugus-gugus hidroksil yang dimilki oleh serat selulosa mampu menarik gugus hidroksil dari
molekul lainnya, selain itu juga mampu menarik gugus hidroksil dalam molekul air. Sehingga serat
yang memiliki banyak gugus hidroksil akan lebih mudah menyerap air. Maka akan dengan
mudahnya molekul-molekul air terserap kedalam serat dan hal tersebut akan menyebabkan serat
mudah dicelup. Namun hal tersebut hanya berlaku pada zat warna yang larut dalam air, dan zat
warna bejana larut. Zat warna yang digunakan kali ini sifatnya tidak larut dalam air sehingga
diperlukan zat pembantu yang dapat melarutkannya dengan air, zat pembantu yang digunakan yaitu
yang bersifat reduktor seperti hidrosulfit.
2. Pektin
Pektin adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi dan mempunyai struktur molekul seperti
selulosa. Terutama terdiri dari susunan linier asam d-galakturonat dalam garam-garam kalsium dan besi yang
tidak larut. Selulosa pecah menjadi glukosa, tetapi pektin terurai menjadi galaktosa, pentosa, asam
poligalakturonat, dan metil alkohol.
3. Zat-zat yang mengandung protein
Diperkirakan bahwa zat-zat ini merupakan sisa-sisa protoplasma yang tertinggal di dalam lumen
setelah selnya mati ketika buah membuka.
4. Lilin
Lilin merupakan lapisan pelindung yang tahan air pada serat-serat kapas mentah. Lilin seluruhnya
melelh pada dinding primer.
5. Abu
Abu timbul kemungkinan karena adanya bagian-bagian daun, kulit buah, dan kotoran-kotoran yang
menempel pada serat. Abu tersebut mengandung magnesium, kalsium, atau kalium karbonat, fosfat, atau
klorida, dan garam-garam karbonat yang merupakan bagian terbesar.
Serat kapas mempunyai karakter-karakter sebagai berikut :
1. Dalam hal morfologi serat
a. Penampang membujur
Bentuk membujur serat kapas adalah pipih seperti pipa terpilin atau terpuntir. Terdiri dari
bagian-bagian :
Dasar
Berbentuk kerucut yang selama masa pertumbuhan serat , tertanam di antara sel-sel
epidermis.
Badan
Merupakan bagian utama serat kapas yang mempunyai diameter sama, berdinding tebal, dan
mempunyai lumen.
Ujung
Ujung serat merupakan bagian yang lurus dan mengecil, dengan sedikit konvolusi dan juga
memiliki lumen.
b. Penampang melintang
Kutikula
Kutikula merupakan lapisan terluar yang mengandung lilin, pektin, dan protein, yang tahan
air, dan melindungi bagian dalam serat.
Dinding primer
Merupakan dinding sela yang asli yang mengandung selulosa, pektin, protein, dan zat yang
mengandung lilin. Selulosa ini berbentuk benang-benang yang sangat halus ataau fibril yang
susunannya membentuk spiral dengan sudut 65-70o mengelilingi sumbu serat.
Lapisan antara
Merupakan lapisan pertama dari dinding sekunder dan strukturnya sedikit berbeda dengan
dinding primer maupun sekunder.
Struktur Penampang melintang Serat Kapas
Dinding sekunder
Merupakan lapisan-lapisan selulosa yaitu fibril-fibril yang membentuk spiral dengan sudut
20-30o mengelilingi sumbu serat.
Lumen
Merupakan ruang kosong di dalam serat yang bentuk dan ukurannya berbeda untuk tiap
serat. Lumen berisi zat-zat pada sisa protoplasma yang sudah kering dengan komposisi
terbesarnya adalah nitrogen.
2. Dalam hal dimensi serat
a. Panjang
Perbandingan panjang dan diameter serat kapas pada umumnya bervariasi dari 1000:1
sampai 5000:1.
b. Diameter
Diameter asli serat kapas yang masih hidup relatif konstan. Tetapi tebal dinding sel sangat
bervariasi dan hal ini menimbulkan variasi yang besar dalam hal ukuran dan bentuk karakteristik
irisan melintang.
3. Dalam hal kedewasaan serat
Kedewasaan serat dapat dilihat dari tebal tipisnya dinding sel. Semakin dewasa serat,
dinding selnya semakin tebal. Serat dianggap dewasa bila tebal dinding lebih besar dari pada
lumennya.
4. Sifat fisika
a. Warna
Warna serat kapas tidak betul-betul putih. Biasanya sedikit berwarna krem. Pengaruh cuaca
yang lama, debu, dan kotoran dapat menyebabkan warna keabu-abuan. Sedangkan jamur dapt
mengakibatkan warna puih kebiru-biruan yang tidak hilang dalam pemutihan.
b. Kekuatan
Kekuatan serat per bundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon per inci persegi. Dalam
keadaan basah, kekuatannya akan bertambah.
c. Mulur
Mulurnya sekitar 4-13% dengan rata-rata 7%.
d. Keliatan ( toughness )
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu benda untuk menerima kerja.
e. Kekakuan ( stiffness )
Kekakuan adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau perbandingan kekuatan saat
putus dengan mulur saat putus.
f. Moisture Regain
MR serat kapas pada kondisi standar adalah 7-8,5%.
g. Berat jenis
Berat jenis serat kapas berkisar 1,50-1,56.
h. Indeks bias
Indeks bias serat kapas yang sejajar sumbu serat 1,58. Sedangkan yang tegak lurus adalah
1,53.
5. Sifat kimia
Sifat-sifat kimia serat kapas merupakan sifat-sifat kimia selulosa, yaitu :
a. Tahan kondisi penyimpanan, pengolahan, dan pemakaian normal.
b. Rusak oleh oksidator dan penghirolisa.
c. Rusak cepat oleh asam kuat pekat dan rusak perlahan oleh asam encer.
d. Sedikit terpengaruh oleh alkali, kecuali larutan alkali kuat yang menyebabkan
penggelembungan serat.
e. Larut dalam kuproamonium hidroksida dan kuprietilen diamin.
Mudah terserang jamur dan bakteri dalam keadaan lembab dan hangat.
B. Zat Warna Bejana
Zat warna bejana merupakan salah satu zat warna alam, zat warna ini telah lama
dipergunakan untuk serat–serat tekstil. Dibanding zat warna lain, zat warna bejana relatif lebih
tahan terhadap zat kimia seperti oksidator dan reduktor. Zat warna ini juga tidak larut dalam air
sehingga ketahanan luntur terhadap pencuciannya tinggi. semua zat warna bejana tidak larut dalam
air dan tak mungkin digunakan untuk mencelup apabila tidak dirubah dahulu struktur molekulnya.
Dengan diberi sedikit reduktor yaitu hidrosulfit, senyawa tersebut dibejanakan artinya dirubah
menjadi bentuk leuko yakni bentuk zat warna bejana yang tereduksi yang akan larut dalam larutan
alkali. Senyawa leuko tersebut memiliki substantivitas terhadap selulosa sehingga dapat
mencelupnya. Dengan perantara suatu oksidator atau dengan oksigen dari udara, bentuk leuko yang
berada dalam serat akan teroksidasi kembali ke bentuk semula yakni pigmen zat warna bejana.
Senyawa-senyawa leuko memiliki warna-warna yang lebih muda daripada warna pigmen aslinya.
4 tahap pencelupan dengan menggunakan dengan zat warna bejana sebagai zat
pencelupnya yaitu :
a. pembejanaan yaitu dengan membuat larutan bejana yang mengandung senyawa
leuko
b. pencelupan serat-serat tekstil dengan senyawa leuko
c. oksidasi senyawa leuko menjadi senyawa asal
d. pencucian dengan sabun
Berdasarkan struktur kimia molekulnya, zat warna bejana digolongkan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Golongan indigoida
Golongan ini mengandung kromofor –CO-C=C-CO- dan pada umumnya merupakan derivat dari
indigotin atau tioindigo. Sifat : senyawa leukonya berwarna kuning muda dan larut dalam alkali
lemah.
2. Golongan antrakinon
Sifat : - senyawa leuko berwarna
lebih
tua dari pada warna aslinya
- larut dalam alkali kuat
Bentuk zat warna bejana ada 4 macam, yaitu :
1. Powder : - berkadar tinggi
- molekul berukuran besar
- memerlukan vlot besar
- kerataan rendah
2. Microfine powder : - lebih lembut dari pada Powder
- untuk proses kontinyu atau semi kontinyu
- proses dengan sistem padding
3. Micro powder : - lebih halus dari pada Microfine powder
- pemakaian dengan konsentrasi tinggi
- kerataan cukup baik
4. Colloisal : - berbentuk pasta
- sangat cocok untuk proses kontinyu
- pemakaian dengan konsentrasi rendah
Sedangkan berdasarkan pemakaiannya, zat warna bejana digolongkan dalam 4 macam, yaitu :
1. Indanthrene Kalt : - kebutuhan alkalinya sedikit
- suhu pencelupan dan pembejanaan rendah ( suhu kamar )
- kurang baik terserap ( perlu garam banyak )
2. Indanthrene Warm : - kebutuhan alkali dan reduktor banyak
- suhu pencelupan dan pembejanaan 45-50oC
- memerlukan garam dalam pencelupan
3. Ind. Normal : - kebutuhan alkali dan reduktor lebih banyak lagi
- suhu pencelupan dan pembejanaan 50-60oC
- dapat terserap dengan baik
4. IN Spesial : - kebutuhan alkali paling banyak
- suhu pencelupan dan pembejanaan >60oC
- tidak memerlukan garam
- terutama untuk warna hitam
Contoh struktur zat warna bejana jenis antrakuinon dan indigo lainnya
Persiapan Larutan Induk Zat Warna
1. Pembejanaan (pembuatan leuco / Reduksi zat warna)
Na2S2 O4 + 2NaOH + 2H2O 2Na2S2O4 + 6Hn
D=C=O + Hn D=C-OH(pigmen ZW)
D=C-OH + NaOH D=C-Ona(leuko ZW, larut, substantive)
1 gram zw bejana dipastakan dengan ditambah 1 tetes pendispersi nonionik dan 10 ml
air panas (800C), kemudian ditambahkan 3 gram Na2S2O4 dan 2 ml NaOH 38oBE, sambil
diaduk-aduk ditambahkan air panas lagi sampai menjadi 100 ml, pemanasan dilanjutkan
pada bunsen hingga zat warna seluruhnya menjadi garam leuco yang larut ( warna
berubah dan larutan leuco zat warna tampak jernih).
2. Pendispersian zat warna
1 gram zat warna bejana dipastakan agar menjadi system koloid dengan 1 tetes
pendispersi nonionik ditambahkan 10 ml air panas (80o C), kemudian ditambahkan
air panas lagi sampai menjadi 100 ml.
Pencelupan
Leuko dituangkan kedalam larutan celup yang sesuai vlotnya dan pencelupan dilakukan
berdasar resep dan metodanya.
Pengoksidasian
Hasil pencelupan yang telah diperas, dioksidasikan dengan oksidator Leuko yang telah
terserap diubah kembali kebentuk semula , pigmen) sehingga tidak larut dan tidak dapat keluar
karena ukuran molekulnya lebih besar daripada serat.
Pencucian
Hasil celupan yang telah dioksidasi dicuci dengan sabun panas sampai bersih untuk
menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi dan selanjutnya dibilas sampai bersih.
III. Alat dan Bahana. Alat
Gelas ukur Termometer Pengaduk Pipet Volume Neraca Kasa dan Kaki tiga dan pembakar bunsen
b. Bahan Zat warna Bejana Cottestren Red BBC Wetting Agent NaOH Kain Kapas Na2S2O4
H2O2
NaCl Na2CO3
IV. Diagram Alir praktikum Proses Pencelupan Zat Warna Bejana
V. Resep
Resep pencelupan
Resep 1 Resep 2 Resep 3 Resep 4Standar Semi Pigmentasi Full
PigmentasiZW Bejana (Cottestren Red BBC)% 2 2 3 2
Pembasah (mL/L) 1 1 1 1NaOH (g/L) 4 4 4 4
Na2S2O4 (g/L) 2 2 2 2NaCl (g/L) 40 40 40 40
10Vlot (1 : X) 1 : 20 1 : 20 1 : 20 1 : 20
Resep oksidasi (pembangkitan warna) : H2O2 35% : 5 mL/L Vlot : 1 : 20 Waktu : 15 menit Suhu : 80o C
Resep pencucian :
Sabun : 1 mL/L Na2CO3 : 2 g/L Vlot : 1 : 20 Waktu : 15 menit Suhu : 80o C
VI. Fungsi zat
a. Zat warna bejana : sebagai zat pemberi warna pada serat atau bahan tekstil
b. NaOH : Berfungsi sebagai pemberi suasana alkali pada larutan
reduktor dan untuk membantu menguraikan Na2S2O4 menjadi Hn dan merubah asam
leuko menjadi garam leuko yang larut.
c. Na2S2O4 : Berfungsi sebagai reduktor yang akan mereduksi pigmen zat
warna menjadi bentuk leuko sehingga tidak akan terjadi premature warna pada bahan.
d. Pendispersi nonionik : untuk mendipersikan zat warna bejana yang belum berubah
jadi leuco
e. Pembasah : Berfungsi menurunkan tegangan permukaan sehingga bahan
mudah terbasahi dan zat warna dapat lebih terserap ke dalam bahan.
f. H2O2 : Berfungsi untuk mengoksidasi leuko larutan zat warna
bejana, sehingga dapat membangkitkan warna.
g. Na2CO3 : Berfungsi untuk menurunkan kesadahan air dan
mempercepat reaksi zat H2O2.
VII. Perhitungan Resep
Resep 1 Resep 2
Berat bahan awal =4,92 gram Pencelupan
Vlot = 1: 20.Jumlah larutan = Berat bahan x vlot
= 4,92 x 20 = 98,4 ml
Leuko zat warna = 2% x 4,92 = 0,0984 gramZW yang dipipet = 0,0984 x 100 =9,84 mlPembasah = 1/1000 x 98,4 = 0,098 mlNaOH = 4/1000 x 98,4= 0,393 gramNa2S2O4 = 2/1000 x 98,4 = 0,196 gramNaCl = 40/1000 x 98,4 = 3,936 gramAir = 98,4-(9,84+0.098+0.393+0,196 + 3,936) = 83. 937 ml
OksidasiH2O2 35 % =5 / 1000 x 98,4 = 0,492 mlVlot = 1 : 20Air = 98,4 – 0.492 = 97,908 ml
Pencucian
Berat bahan awal =4,69 gram Pencelupan
Vlot = 1: 20.Jumlah larutan = Berat bahan x vlot
= 4,69 x 20 = 93,8 ml
Leuko zat warna = 2% x 4,69 = 0,0938 gramZW yang dipipet = 0,0938 x 100 =9,38 mlPembasah = 1/1000 x 93.8 = 0,0938 mlNaOH = 4/1000 x 93.8 = 0,37 gramNa2S2O4 = 2/1000 x 93.8 = 0,18 gramNaCl = 40/1000 x 93.8 = 3,75 gramAir = 93,8-(9,38+0.0938+0.37+0,18 + 3,75) = 80.026 ml
OksidasiH2O2 35 % =5 / 1000 x 93.8 = 0,469 mlVlot = 1 : 20Air = 93,8 – 0.469 = 93,331 ml
Pencucian
Vlot = 1 :20Sabun = 1/1000 x 98,4 = 0,0984 mlNa2CO3 = 2/1000 x 98,4 = 0,1968 gramAir = 98,4 – (0.0984 + 0.1968) =98.104 ml
Vlot = 1 :20Sabun = 1/1000 x 93.8 = 0,0938 mlNa2CO3 = 2/1000 x 93.8 = 0,18 gramAir = 93,8 –(0.0938+0.18) = 93,526 ml
Resep 3 Resep 4
Berat bahan awal =6,48 gram Pencelupan
Vlot = 1: 20.Jumlah larutan = Berat bahan x vlot
= 6.48 x 20 = 129,6 ml
Leuko zat warna = 3 % x 6,48= 0,1944 gramZW yang dipipet = 0,1944 x 100 =19,44 mlPembasah = 1/1000 x 129,6 = 0,129 mlNaOH = 4/1000 x 129,6 = 0,518 gramNa2S2O4 = 2/1000 x 129,6 = 0,2589 gramNaCl = 40/1000 x 129,6 = 5,18 gramAir =129,6-(19,44+0.129+0.258+0,518 + 5,18) = 104,075 ml
OksidasiH2O2 35 % =5 / 1000 x 129,6 = 0,684 mlVlot = 1 : 20Air = 129,6 – 0.684 = 128,91 ml
Pencucian Vlot = 1 :20Sabun = 1/1000 x 129,6 = 0,129 mlNa2CO3 = 2/1000 x 129,6 =0,258 gramAir = 129,6 – (0.129 + 0,258)= 129,21 ml
Berat bahan awal = 5, 40 gram Pencelupan
Vlot = 1: 20.Jumlah larutan = Berat bahan x vlot
= 5,40 x 20 = 108 ml
Leuko zat warna = 2% x 5,40 = 0,108 gramZW yang dipipet = 0,108 x 100 =10,8 mlPembasah = 1/1000 x 108 = 0,108 mlNaOH = 4/1000 x 108 = 0,432 gramNa2S2O4 = 2/1000 x 98,4 = 0,206 gramNaCl = 40/1000 x 98,4 = 4,32 gramAir = 108-(10,8+0.108+0.206+0,432 + 4,32) = 92,34 ml
OksidasiH2O2 35 % =5 / 1000 x 108 = 0,54 mlVlot = 1 : 20Air = 108 – 0.54 = 107,46 ml
Pencucian Vlot = 1 :20Sabun = 1/1000 x 108 = 0,108 mlNa2CO3 = 2/1000 x 98,4 = 0,216 gramAir = 108 – (0,108 +0,216) = 107,67 ml
VIII. Skema proses
Cara standar
Cara semi pigmentasi
70-90oC
40oC
30oC
30’10’ 30’
NaCl
30’
bahan Zw bejanaPembasahNaOHNa2S2O4
-
Cara full pigmentasi
IX. Data Grafik
60oC
30oC
Na2S2O4
NaOH
30’10’ 30’ 30’
70-90oC
60oC
30oC
30’10’ 30’ 30’
NaCl
bahan Zw bejanaPembasah
70-90oC
bahan Zw bejanaPembasah
Na2S2O4
NaOH
l
Keterangan :
Data grafik diatas diambil berdasarkan kesepakatan dari visualisasi hasil sample praktikum
yang dilakukan oleh kelompok kami, maka didapatlah ranking diatas yang didapatkan dari hasil
kesepakatan tersebut.
X. Data Praktikum
Resep Sample
1.
(Standar)
2.Semi
Pigmentasi – ZW 2 %
3.Semi
Pigmentasi – ZW 3 %
4.Full
Pigmentasi
XI. Diskusi
Pada praktikum ini kami melakukan 4 variasi berdasarkan 3 metoda, dengan persamaan
metoda yang sama pada metoda semi pigmentasi tetapi ada variasi % zat warna yang diberikan.
Hasil percobaan yang kami lakukan mempunyai kerataan dan ketuaan warna yang hampir sama
berdasarkan dari visualisasi sehingga ada beberapa diskusi yang kami lakukan dari hasil percobaan
ini diantaranya :
Pada resep 1 menggunakan metoda standar, dimana semua zat dimasukkan pada awal
percobaan dan penambahan NaCl 10 menit kemudian. Dari hasil pengamatan kerataan
warna yang didapat resep 1 lebih baik dibandingkan resep 2 dan 3 (metoda semi pigmentasi)
dan juga resep 4 (full pigmentasi) tetapi untuk ketuaan warna resep 1 menggunakan metoda
standar memiliki ketuaan warna paling rendah diantara ketiga metoda ini. Karena pada
metoda standar semua zat dimasukkan di awal percobaan sehingga kemungkinan ketidak
rataannya menjadi kecil dibandingkan metoda semi pigmentasi dan full pigmentasi, tetapi
untuk ketuaan warna lebih baik menggunakan metoda semi pigmentasi dan full pigmentasi
karena zat warna dan zat pembantu lainnya tidak dapat bereaksi secara bersamaan dalam
satu proses langsung, perlu adanya tenggang waktu.
Pada resep 2 dan 3 menggunakan metoda semi pigmentasi dimana zat warna dan pembasah
dimasukkan di awal percobaan kemudian setelah 10 menit dengan suhu 30oC baru
dimasukkan Na2S2O3, NaOH dan NaCl. Kedua resep ini menggunakan zat yang sama namun
ada perbedaan pada pemberian % zat warna bejananya, pada resep 2 menggunakan
konsentrasi 2 % zat warna bejana sedangkan resep 3 menggunakan 3% zat warna bejana,
sehingga resep 3 mempunyai kemungkinan ketidak rataan yang tinggi karena besarnya
konsentrasi zat warna bisa dilihat pula pada grafik bahwa resep 3 mempunyai kerataan
paling rendah dibanding resep 2 dan resep lainnya. Pada resep 2 dan 3 akan menghasilkan
warna yang lebih tua dari resep 1 hal tersebut dapat dikarenakan zat warna mempunyai
tenggang waktu untuk bereaksi dengan Na2S2O4, NaOH dan NaCl sehingga bisa
menghasilkan warna yang lebih baik.
Pada resep 4 menggunakan metode Full Pigmentasi, dimana semua zat dimasukkan secara
bertahap, zat warna dan pembasah dimasukkan pada awal percobaan kemudian pada suhu
30oC setelah 10 menit baru dimasukkan NaCl, Na2S2O4 dan NaOH dimasukan pada suhu 70-
90oC setelah 30 menit. Seharusnya dengan menggunakan full pigmentasi bisa mengatasi
kerataan zat warna bejana menjadi lebih baik karena pada resep no.4 ini mempunyai waktu
lebih lama untuk semua zat bereaksi karena zat-zat tersebut dimasukkan pada pencelupan
secara bertahap. tapi hasil yang didapat resep 4 tidak lebih baik dari resep 2 yang
menggunakan metoda semi pigmentasi hal tersebut dapat disebabkan karena kain pada
proses pencelupan tidak seluruhnya tercelup ada beberapa bagian yang kemungkinan tidak
tercelup sempurna sehingga hasilnya mempunyai ketidak rataan yang beragam.
Untuk mendapatkan ketuaan warna yang baik, lebih baik menggunakan metoda semi
pigmentasi atau full pigmentasi karna perlu adanya tenggang waktu untuk zat warna
berproses dengan kain dan zat pembantu lainnya serta pengaruh kenaikan suhu yang akan
membantu penyerapan warna, karna jika menggunakan metoda standar waktu untuk
bereaksi untuk semua zat relatif sebentar sehingga penyerapan warna tidak dapat dengan
baik diperoleh bisa dilihat pada hasil percobaan metoda standar memiliki ketuaan warna
paling rendah.
XII. Kesimpulan
Zat warna bejana tidak larut dalam air akan tetapi dapat diubah menjadi senyawa leuko yang
larut dalam air dengan penambahan senyawa reduktor Natrium Hidrosulfit ( Na2S2O4 ) dan NaOH
sehingga dapat diserap oleh selulosa. Hasil pencelupan dengan zat warna bejana pada kain katun
memiliki tahan luntur yang baik hal tersebut dikarenakan zat warna ini tidak larut dalam air.
Pencelupan zat warna bejana dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
a. Untuk mencegah terjadinya prematur oksidasi maka perlu diberi reduktor (Natrium
Hidrosulfit) secukupnya.
b. Semakin besar konsentrasi Natrium Hidrosulfit ( Na2S2O4 ) yang digunakan, maka
semakin tua warna yang dihasilkan
c. Penambahan Natrium Hidrosulfit ( Na2S2O4 ) lebih baik setelah suhu pencelupan
mencapai 70-90 oC karena Natrium Hidrosulfit lebih optimal reduksinya pada suhu yang
tinggi.
Dilihat dari hasil praktikum hasil yang paling baik dan stabil dengan menggunakan metoda
full pigmentasi dan semi pigmentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bahan Ajar Praktikum PENCELUPAN 1 (PENCELUPAN SERAT KAPAS, WOL, DAN
SUTRA). Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. Bandung. 2005.
Djufri, Rasyid, Ir., M.Sc., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan, Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil Bandung,1973.
Lubis, Arifin, S.Teks. Teknologi Persiapan Penyempurnaan. Bandung : Sekolah Tinggi