View
10
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA
BAKSO SAPI DI KECAMATAN CIPUTAT
MENGGUNAKAN REAL TIME POLYMERASE CHAIN
REACTION (RT-PCR)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
LAELA WULANDARI
NIM. 11141020000070
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2018
i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA
BAKSO SAPI DI KECAMATAN CIPUTAT
MENGGUNAKAN REAL TIME POLYMERASE CHAIN
REACTION (RT-PCR)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
LAELA WULANDARI
NIM. 11141020000070
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2018
H A LAMA.N P0 RI'{ Y A TA AN ORffi [N idtr,"('il'Al$
Skripsi rini adalah hasil kanya sava sen'eliri,
dnn se.rmua surntret' baik y*ang dilrutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan d,engan benar.
Nama : Laela Wulandari
Nlll :1II-t1020000070
Tanda langan
: 2 Ol<tober 2018Tanggal
UlN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
HALANIAN PERSETUJUAN PEN'IBINIBING
Nama : Laela Wulandari
NIM : 11141020000070
Plogram Studi : Fannasi
Judul : Uji Deteksi Cemararr Daging Babi pada Bakso Sapi di
Kecamatan Ciputat ir.4enggunak an Real Tinte Polynlerase
Chain Reacti on (RT-PCR)
Disetujui Oleh :
Punbimbing I
lhdDr. Zilhadia. M.Si.. Apt Chris Adhivanto.M.Biomed.. Ph.D.
NIP.197308222008012007 NIP:19695112003121001
Mengetahut,
Kepala Program Studi Famasi
Fakultas Ilmu Kesehata-n
UN Syarif Hidayatullah Jakarta
^)+,WNIP. 1 97 404302005012003
iii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Nama
|.iIM
Program Studi
Judul
Ditetapkan di
Tanggal
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterimasebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I Dr. Zilhadia" M.Si., Apt.
Pembimbing Il Chris Adhiyanto, M.Biomed., Ph.D
Penguji I Dr. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt.
Penguji II Dr. Endah \\/ulandari, M.Biornecl.
HALAMAN PENGESAHAN
: Laela Wulandari
: ),1141020000070
: Famasi
: Uji Deteksi Cemaran Daging Babi pada Bakso Sapi di
Kecamatan Ciputat Mengg..rnakan Real Time Poiyrnerase
C hoin Re a c ti on (RT-PCR)
Ciputat
2 Oktober 2018
IV UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
v
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ABSTRAK
Nama : Laela Wulandari
Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Deteksi Cemaran Daging Babi pada Bakso Sapi di
Kecamatan Ciputat Menggunakan Real Time Polymerase
Chain Reaction (RT-PCR)
Kehalalan suatu produk makanan ataupun minuman menjadi hal penting bagi
seorang muslim baik dari segi kesehatan maupun segi agama. Seiiring berjalannya
waktu harga kebutuhan pangan terus meningkat di Indonesia. Begitupun harga
daging sapi yang terus melonjak, hal ini dijadikan angin segar bagi oknum tidak
bertanggung jawab untuk mengoplos daging sapi dengan daging lain yang lebih
murah seperti daging babi. Banyaknya kasus pengoplosan daging ini yang
menjadi alasan peneliti untuk mengidentifikasi hal tersebut. Penelitian ini
dilakukan untuk mendeteksi cemaran daging babi pada produk bakso sapi di
Kecamatan Ciputat menggunakan teknik Real Time Polymerase Chain Reaction
(RT-PCR). RT-PCR merupakan teknik amplifikasi menggunakan primer spesifik
yang akan menghasilkan DNA dalam jumlah jutaan kalinya sehingga
memungkinkan DNA target dapat terdeteksi. Real Time PCR menggunakan
primer DNA babi dan primer DNA sapi menghasilkan nilai Cp berturut-turut
21.24 dan 21.82. Hasil kurva amplifikasi Real Time PCR menggunakan primer
babi pada 7 produk bakso sapi tidak menghasilkan kurva naik yang artinya tidak
terjadi amplifikasi DNA babi pada produk sapi tersebut.
Kata Kunci: RT-PCR, Bakso sapi, Cemaran daging babi.
vi
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ABSTRACT
Name : Laela Wulandari
Program study : Pharmacy
Title of research : Test of Detection of Pork Meat Contamination on Beef
Meatballs in Ciputat District Using Real-Time Polymerase
Chain Reaction (RT-PCR)
Halal status of a food or beverage product is important for a Muslim both in terms
of health and religion. The price of food or beverage is increasing from time to
time, as well as price of beef because of it producer who do not have
responsibility for mixing beef with other cheaper meat such as pork. Many cases
of meat mixing is the reason for researchers to do this research. This study was to
analyzed pork meat contamination on beef meatballs in Ciputat District using Real
Time PCR. RT-PCR is an amplification technique using a specific primer that will
produce DNA in millions of times so that the target DNA can be detected. RT-
PCR using bovine specific primers and porcine specific primers respectively
produce amplification curve with Cp value 21.44 and 21.82. The results of the
RT-PCR amplification curve by using porcine specific primers on seven meatball
products did not show a curve. It means that there was no contamination of
porcine DNA in the seven meatball products.
Keyword: RT-PCR, meatball , contamination of pork meat.
vii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur tak terhingga selalu terpanjatkan atas segala
nikmat, karunia, dan ilmu yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW. Berkat rahmat dan pertolongan Allah, penulis dapat
menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Uji Deteksi Cemaran Daging
Babi pada Bakso Sapi di Kecamatan Ciputat Menggunakan Real Time
Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)” yang bertujuan untuk memenuhi
persyaratan guna memperoleh gelar sarjana farmasi di Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
“Tak ada gading yang tak retak” begitulah bunyi sebuah pepatah dimana
penulis pun menyadari banyaknya kekekurangan yang ada selama proses
penyusunan dan penulisan proposal ini serta banyaknya dukungan baik moril
maupun materil dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini menjadi hal
yang sangat disyukuri penulis sehingga penulis menyampaikan penghargaan
setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Zilhadia, M. Si., Apt dan Bapak Chris Adhiyanto, M.Biomed.,
Ph.D selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah
banyak memberikan bimbingan, ilmu, waktu, dan tenaga dalam penelitian
ini.
2. Prof. Dr. Arief Sumantri, S.KM, M.KM., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nurmeilis, M.Si., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si. Apt selaku dosen Penasehat Akademik (PA)
atas motivasi dan bantuan selama empat tahun penulis menimba ilmu di
Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak dan Ibu dosen pengajar Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan teladan selama masa perkuliahan.
(t Seluruh laboran Laboratoriurn Fakultas Ilrnu Kesehatan {Ka Wnlid. I(a
Zlinah- VIba l-ilis. I(l Eris. \'1ht Sr-rrvani clan llirtn-va',rltru tidak bisrr
penulis sebutkarr satr-t persatu).
1. I(a Rizki lvlarla S.Fann. Ka Atii-vanti S. Fami, I(ii Satlzah S.Ftrtn clau l(a
\.'estr, S.Fanr vans selillLr nternberikan sal'an. t-ttasukan darl ilrnr-r kcpatlll
penulis.
Sahabat tersayang (Sri, Nada. Ezi. Nuril, Putri, Aul. l\'la-va. Nun'tta clatr
Rika) telah trtetnbcrikan clukungatr, setnangzrt dan motir"asi selirtrla
penelitian berlaugsuug.
Rekarr seperjuzutgatt Khena Zwaeda yang selalu berjuang bersatra baik
cluka maupun suka selatrta penelitian ir-ri berlangsung.
10. Kedua orang tua tercinta, Bapak Zulian dan Ibu Sri Dervi atas cloa.
kesabaran, bin]bir]gan. c1r-rkungan moral. rlateri. sefia kasih sayang.
I l. Sauclara kernbar yang tercinta Laela Mustika Sari yang selalu metnberikart
semangat baik suka mallpun cluka kepacla penulis.
I ?. Teman-teman seperjr,rangan N{ahasisrva/i S I Fanr-rasi LrlN Syar if
Hidayatullah Jakarta angkatan 20 I 4.
13. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis dalarn penulisan
proposal skripsi ini.
Semoga Allah swT rnembalas kebaikan semua pihak yang telah
membantu. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap kritik dan
saran atas kekurangan dan keterbatasan penelitian ini. Sernoga hasil perlelitian ini
bemanfaat untuk balyak pihak clan perkembangan ihnu pengetahuan.
CipLrtrt. 2 Oktober 201 8
Laela Wulandari
NIN,I. I I141020000070
8.
c)
vil UlN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
HALr\M,rrN PE RNYATA AN P E RS ET U.il Li A N {'Utsl. { KAS I
T U GAS A Ktl IIi. UN'l' U K K'l': P L- N'I-I N (l r-*iq A ]t'('\,il F- iri I 5
Sebagai civitas
Jakarta, Saya yar-rg berl
Nama
NIM
Prograrn Studi
Fakultas
Jenis Karya
akaciernik Uni vcrs i tas I sl atu Ne'g:ri S l'ari i' 1-l i ci ll 1'atu1 I n ir
anda ttuttarr dihr*alr irri:
Lae-ila Wulanclari
1 I r41020000070
Farmasi
llmu Kesehatan
Skripsi
Derni perkernbangan ihnu pellgetalruail' Sa\tEt lllenyctlliLli skliprsi'Ikar'1'ar
ihniah saya, dengan jud'ul:
Uji Deteksi Cenraran Daging Babi pad:r Bakso sapi cli Kec:rmatan
Ciputat Vlenggunakan Reul Time Polynterilse Chuin Recrcti.ort (RI'-PCR)
Ultgk rlipublikasikan atau sitampilkan di intentct ittiit-t lneclia laitr 1'aitr-l
Digitut Librctry Perpustakaan Universitas lslar.i Negeni SyariI I-lidayatullah
Jakarta untuk kepentingan akadernik sebatas sesuiti den-Qan L-irrclarrg - Llnclang
Hak Cipta.
De.nikian pernyataan persetujuan publikasi kary.r ilrniah ini sn-va buat clengan
sebenamya.
Dibuat di : Ciputat
Pader Tanggal : 2 Oktober 2018
Laela Wulaliclali
IX
Yang menyatakan.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
x
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
KATA PENGANTAR vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
DAFTAR ISTILAH xv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Bakso Sapi 4
2.2 Daging Babi dan Hukumnya dalam Islam 4
2.3 Sel 5
2.4 Deoxyribonucleic Acid (DNA) 7
2.4.1 Struktur dan Sifat Kimia DNA 7
2.4.2 Sifat Fisika DNA 9
2.4.3 DNA Mitokondria 10
2.4.4 Isolasi DNA 11
2.5 Elektroforesis Gel Agarosa 13
2.6 Spektrofotometri UV untuk Pemeriksaan DNA 14
2.7 Polymerase Chain Reaction (PCR) 15
2.7.1 Komponen PCR 16
2.7.2 Tahapan PCR 18
2.7.3 Real Time PCR 19
BAB III METODE PENELITIAN 23
xi
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 23
3.1.1 Tempat 23
3.1.2 Waktu 23
3.2 Alat dan Bahan 23
3.3 Tahapan Penelitian 24
3.4 Prosedur Kerja 24
3.4.1 Pengumpulan sampel 24
3.4.2 Isolasi DNA 24
3.4.3 Analisis DNA Hasil PCR dengan Elektroforesis Agarosa 25
3.4.4 Analisis Isolat DNA dengan Spektrofotometri UV 26
3.4.5 Uji Spesifitas Primer 27
3.4.6 Amplifikasi DNA dengan Metode RT-PCR 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 29
4.1 Hasil Analisis Isolat DNA 29
4.1.1 Hasil Analisis Isolat DNA dengan Elektroforesis Agarosa 30
4.1.2 Hasil Analisis Isolat DNA dengan Spektrofotometri UV 31
4.2 Hasil Uji Spesifitas Primer 33
4.3 Hasil Amplifikasi DNA Menggunakan Real-Time PCR 33
4.3.1 Penetapan Metode Amplifikasi yang Optimal 33
4.3.2 Hasil Amplifikasi DNA Menggunakan Real-Time PCR
dengan Metode SYBR Green Menggunakan
Primer Sapi 34
4.3.3 Hasil Amplifikasi DNA Menggunakan Real-Time
PCR dengan Metode SYBR Green Menggunakan
Primer Babi 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 39
5.1 Kesimpulan 39
5.2 Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN 46
xii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Sel Prokariot dan Eukariot 5
2.2 DNA untai ganda dan RNA untai tunggal 7
2.3 Struktur Kimia Nukleotida 8
2.4 Struktur Basa Nitrogen DNA 8
2.5 Struktur DNA double Helix 9
2.6 Mitokondria dengan Membran Bagian Dalam dan
Membran Bagian Luar 10
2.7 Perbedaan Prosedur PCR konvensional dengan Real Time PCR 16
2.8 Amplifikasi eksponensial DNA pada PCR 19
2.9 Siklus RT-PCR 20
2.10 Fase Kurva Amplifikasi PCR 21
2.11 Mekanisme SYBR Green I dan Hydrolisis Probe 22
4.1 Hasil Elektroforesis Gel Agarosa PCR DNA Daging Babi
dan Daging Sapi Percobaan ke-1 30
4.2 Hasil Elektroforesis Gel Agarosa PCR DNA Daging Babi
dan Daging Sapi Percobaan ke-2 31
4.3 Kurva Amplifikasi Isolat DNA Daging sapi, Daging babi, NTC dan
Sampel Bakso dengan Metode SYBR Green Menggunakan
Primer Sapi 35
4.4 Kurva Melting Peaks Pada Hasil Amplifikasi dengan Primer Sapi 36
4.5 Urutan DNA babi 36
4.6 Kurva Amplifikasi Isolat DNA Daging sapi, Daging babi, NTC dan
Sampel Bakso dengan Metode SYBR Green Menggunakan
Primer Babi 37
4.7 Kurva Melting Peaks Hasil Amplifikasi dengan Primer Babi 38
xiii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Perbandingan Sel Prokariotik dan Sel Eukariotik 6
2.2 Kisaran Umum Konsentrasi Agarosa 13
3.1 Susunan Basa Primer dan Universal Probe Library untuk DNA Sapi
dan Babi 24
4.1 Konsentrasi dan Kemurnian DNA Hasil Isolasi 30
xiv
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Bagan Alur Penelitian 45
2. Alur Kerja Isolasi DNA Menggunakan Genomic DNA
Purification Kit 46
3. Nilai Konsentrasi dan Kemurnian Isolat DNA 47
4. Perbandingan Pengenceran Isolat DNA Sampel, Daging Sapi
dan Daging Babi 48
5a. Hasil Uji Spesifitas Primer Babi dengan BLAST Melalui
Database NCBI 48
5b. Hasil Uji Spesifitas Primer Sapi dengan BLAST Melalui
Database NCBI 49
6. Perhitungan Tm (Melting Temperature) Primer 49
7a. Kurva Hasil Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi, NTC,
Bakso 1, Bakso2, Bakso 3, Bakso 4, Bakso 5 dan Bakso 7 dengan
Primer Sapi pada Suhu annealing 50◦C 50
7b. Kurva Hasil Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi dan
NTC dengan Primer Sapi pada Suhu annealing 55◦C 50
7c. Kurva Hasil Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi dan
NTC dengan Primer Sapi pada Suhu annealing 60◦C 51
8. Hasil Optimasi Suhu Annealing Primer Sapi pada Suhu 65◦C 51
9. Perhitungan Pembuatan Larutan Primer 52
10a.Program Amplifikasi untuk Primer Babi 53
10b.Program Amplifikasi untuk Primer Sapi 54
11. Campuran Reaksi Master Mix untuk Amplifikasi DNA 55
12. Kurva Amplifikasi Isolat DNA Daging sapi, Daging babi, NTC dan
Sampel Bakso dengan Metode SYBR GreenMenggunakan
Primer Sapi 55
13. Kurva Melting Peaks Pada Hasil Amplifikasi dengan Primer Sapi 56
14. Kurva Amplifikasi Isolat DNA Daging sapi, Daging babi, NTC dan
Sampel Bakso dengan Metode SYBR Green Menggunakan
Primer Babi 56
15. Kurva Melting Peaks Pada Hasil Amplifikasi dengan Primer Babi 57
16. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian 57
xv
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR ISTILAH
BLAST : Basic Local Aligment Search Tool merupakan program
untuk menganalisis kesesuaian urutan basa query (DNA)
atau protein dengan sekuen DNA atau protein pada
database yang ada pada NCBI.
Fasa plateu : Fase ini merupakan fase akhir pada proses amplifikasi
yang menandakan sudah tidak adanya produk yang
terbentuk.
CP : Crossing Point merupakan nilai siklus ketika kurva
amplifikasi melewati garis threshold/noiseband.
CT : Crossing Threshold merupakan jumlah siklus yang
dibutuhkan untuk sinyal fluorosensi melewati garis
threshold.
Hairpin : Terbentuk struktur loop/hairin pada primer yang
disebabkan oleh intraksi intramlekuler yang dapat memicu
terbentuknya amplifikasi yang nonspesifik.
Melting Curve : Analisis data pada Real Time PCR digunakan untuk
menguji spesifisitas amplikon yang terbentuk.
Mis-priming : Penempelan primer di luar sekuen target sehinga
mementuk produk amplifikasi yang nonspesifik.
NTC : No Template Control merupakan kondisi ketika tidak ada
DNA didalam well.
Tm : Temperature melting merupakan kondisi suhu saat 50 %
bagian DNA telah terbuka menjadi untai tunggal.
1
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dalam
hidupnya, maka pemasukan nutrisi ke dalam tubuh merupakan hal yang penting
untuk kelangsungan hidup setiap manusia. Makanan dan minuman yang bergizi
merupakan syarat berlangsungnya pertumbuhan dan perkembangan yang baik.
Nutrisi untuk tubuh akan terpenuhi dengan mengkonsumsi makanan empat sehat
lima sempurna. Menurut Prof. Poerwo Soerdarmo makanan 4 sehat 5 sempurna
adalah makanan yang terdiri dari nasi, lauk pauk (ikan atau daging), sayur, buah
dan susu sebagai pangan penyempurna (Depkes, 2016).
Daging sapi adalah salah satu contoh dari lauk pauk yang mengandung
protein l6 - 22%, lemak 1,5 - l3%, senyawa nitrogen non protein l,5%, senyawa
anorganik l%, karbohidrat 0,5%, dan air antara 65- 80% (Soeparno, 2005). Namun
karena Indonesia adalah negara dengan bermacam ras, budaya, suku dan agama,
maka ada beberapa alasan yang mempengaruhi seseorang untuk memilih daging
yang akan dikonsumsi.
Mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, maka adalah wajib
hukumnya untuk memperhatikan aturan-aturan Agama Islam dalam setiap sektor
kehidupan khususnya dalam hal melindungi konsumen dari beredarnya makanan
haram yang ada di pasaran. Al Qur‟an menyebutkan aturan mengenai kehalalan
dan keharaman makanan untuk umat Islam, salah satunya pada surat Al-Baqarah
(2) : 173 :
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain
Allah”.
Pada tahun 2017 ada beberapa kasus yang melaporkan pengoplosan daging babi
dengan daging sapi, seperti dibulan Agustus dilaporkan salah satu kios bakso di
Pekanbaru mengandung daging babi dalam olahan baksonya (Syukur, 2017), di
Bogor pada bulan Mei salah satu pabrik pemasok bakso dilaporkan telah
mencampurkan daging babi dalam olahan bakso yang diproduksi (Bempah, 2017)
1
2
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dan kasus-kasus lainnya. Hal itu dilakukan oleh pedagang untuk mendapatkan
harga yang lebih murah untuk membeli daging (Siregar, 2017). Oleh karena itu
untuk menghindari adanya pencampuran bahan haram dalam makanan,
dibutuhkan pengembangan uji analisis yang akurat serta terpercaya dalam
pendeteksian bahan makanan.
Beberapa metode analisis yang telah digunakan untuk deteksi daging babi
atau lemak babi diantaranya e-nose GC-MS, spektrofotometri FTIR, ELISA, Gold
Nanoparticle (Wardhani, 2015). Ke empat metode tersebut memerlukan waktu
dan biaya yang banyak. Salah satu metode yang cukup akurat untuk mendeteksi
cemaran daging babi pada produk makanan yaitu dengan metode PCR
(Polymerase Chain Reaction) (Wardhani, 2015). Metode Real Time PCR
merupakan metode yang spesifik, sensitif, efisien dan cepat untuk mendeteksi
DNA dalam jumlah kecil (AW TG dan Rose JB, 2012). RT-PCR dapat
mendeteksi sampai dengan kadar 1 pg/ml (Cai et al., 2011). Kelebihan lain yang
dimiliki RT-PCR yaitu dapat mendeteksi sampel yang ada dalam campuran
makanan ataupun produk yang sudah diolah (Cawthraw, 2009; Fumiere et al.,
2009; Yancy et al., 2009). Maka jika dibandingkan dengan metode e-nose GC-
MS, spektrofotometri FTIR, ELISA, Gold Nanoparticle, metode RT-PCR sampai
saat ini yang paling efisien untuk digunakan.
Keunggulan metode RT-PCR jika dibandingkan dengan PCR
konvensional antara lain RT-PCR memiliki akurasi dan sensitivitas yang lebih
tinggi dan waktu analisa yang lebih singkat karena tidak memerlukan
elektroforesis (Liyana, K. et a.l, 2009).
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka penelitian ini dilakukan
untuk mendeteksi adanya cemaran daging babi didalam produk bakso sapi yang
dijual oleh pedagang keliling di Kecamatan Ciputat menggunakan Real Time
PCR.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah bakso sapi yang dijual oleh pedagang keliling di Kecamatan
Ciputat terdeteksi mengandung daging babi?
3
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1.3. Tujuan Penelitian
Mendeteksi cemaran daging babi pada bakso sapi yang dijual oleh
pedagang keliling di Kecamatan Ciputat menggunakan Real Time PCR.
1.4. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi untuk masyarakat tentang kehalalan produk yang
dijual oleh pedagang keliling di Kecamatan Ciputat.
4
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bakso Sapi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bakso merupakan jenis makanan
yang dapat terbuat dari udang, daging dan ikan yang dibuat dengan cara dicincang
lalu dihaluskan bersama tepung kanji dan putih telur, biasanya dibentuk bulat-
bulat. Definisi lain menyebutkan bakso daging adalah produk makanan yang
diolah menjadi bentuk bulatan umumnya, dengan kadar daging tidak kurang dari
50%, pati dengan atau tanpa bumbu BTP (bahan tambahan pangan) yang
dibolehkan.
Pada umumnya jenis bakso yang lebih sering dikonsumsi oleh masyarakat
adalah bakso sapi. Namun harga daging sapi yang mahal, membuat beberapa
pedagang mengoplos daging sapi dengan daging yang lebih murah seperti daging
babi. Pengujian cemaran ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Erwanto et
al.,2014) telah melakukan pengujian terhadap 20 sampel bakso yang berada di
Yogyakarta dengan teknik Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment
Length Polymorphism (PCR-RFLP), dimana menunjukkan hasil positif pada 9
sampel uji. Penelitian lain (Febriana et al.,2012) juga melakukan pengujian pada
produk bakso di Kota Salatiga menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction
yang menunjukkan hasil positif pada salahsatu sampel uji.
2.2. Daging Babi dan Hukumnya dalam Islam
Babi merupakan jenis hewan ungulata yang hidup dengan memakan
daging maupun tumbuh-tumbuhan. Daging babi banyak mengandung lemak
karenanya daging babi sulit dicerna. Selain itu pada bagian punggung terdapat
lemak yang tebal dan bersifat oksidatif, sehingga bila dilihat struktur kimianya
merupakan bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi. Dalam penelitian di
Negara Cina dan Swedia menyebutkan daging babi adalah penyebab utama
kanker anus dan kolon. Hal itu disebabkan karena babi banyak mengandung
parasit, bakteri bahkan virus yang berbahaya (Hilda, 2013).
4
5
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Keharaman hewan ini telah jelas termaktub dalam Al Quran Q.S Al-
Maidah ayat 3: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali
yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu memakan hewan)
yang disembelih untuk berhala.” (QS. al-Ma’idah [5]: 3).
2.3. Sel
Sel merupakan tingkatan terendah dari sebuah organisme yang mampu
melakukan aktivitas kehidupan. Semua organisme terbentuk dari sel, yaitu unit
dasar dari struktur dan fungsi organisme tersebut. Setiap sel diselubungi oleh
lapisan membran yang mengatur mobilitas komponen sel dengan lingkungan
sekitarnya. Sel mengandung DNA yaitu materi yang dapat mewariskan sifat-sifat
tertentu (Campbell..,et al, 2008).
Dua jenis utama sel yaitu sel prokariotik dan sel eukariotik (gambar 2.1)
dibedakan secara struktural. Sel eukariotik memiliki komposisi yang lebih
kompleks dari sel prokariotik. Sel eukariotik memiliki nukleus yang dibungkus
oleh membran nukleus sedangkan sel prokariotik tidak memiliki membran
nukleus sehingga materi genetiknya (DNA) terpusat pada daerah yang disebut
nukleoid (Chatterjea dan Shinde, 2012).
Prokariot Eukariot
Gambar 2.1. Sel Prokariot dan Eukariot
[Sumber: Widyastuti, 2012]
6
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Tabel 2.1. Perbandingan Sel Prokariotik dan Sel Eukariotik
Parameter Prokariotik Eukariotik
Ukuran sel 1-10 um 10-100 um
Contoh organisme Eubacteria Jamur, tumbuhan dan
hewan
Jumlah sel Bersel satu Bersel satu atau banyak
Organel, sitoskelet, alat
pembelahan sel
Tidak ada Ada, kompleks dan
terspesialisasi
DNA Kecil, sirkular, tidak
memiliki intron, terdiri
dari plasmid-plasmid
Besar, memiliki banyak
intron dan berada dalam
inti sel
RNA (sintesis dan
pematangan)
Sederhana, berada
didalam sitoplasma
Kompleks, berada
didalam inti sel
Protein (sintesis dan
pematangan)
Sederhana, terangkai
dengan sintesis RNA
Kompleks, didalam
sitoplasma dan
retikulum endoplasma
kasar
Metabolisme Anaerobik atau aerobic Lebih banyak aerobik
Endositosis dan
eksositosis
Tidak Ya
[Sumber: Koolman et al.,2005, yang telah diolah kembali]
Sel memiliki komponen utama yaitu protein, asam nukleat, lemak dan
polisakarida. Asam nukleat adalah kumpulan nukleotida yang membentuk polimer
yang berperan dalam penyimpanan dan pewarisan informasi genetik (Yuwono,
2009). Dua jenis asam nukleat dalam sel organisme yaitu DNA dan RNA (gambar
2.2) dapat dibedakan pada gula dan basa nitrogen penyusunnya (Chatterjea dan
Shinde, 2012). Basa nitrogen pada RNA yaitu urasil sedangkan pada DNA timin.
Gula yang menysusun DNA yaitu deoksiribosa sedangkan gula pada RNA yaitu
gula ribosa (Yuwono, 2009).
7
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Gambar 2.2. DNA untai ganda dan RNA untai tunggal
[Sumber: Rettner, 2017]
DNA merupakan polimer deoxyribonukleotida yang dapat ditemukan pada
kromosom, mitokondria dan kloroplast. Inti DNA diketahui berikatan dengan
histon, yang merupakan protein dasar seperti kromatin (Albert et al., 2015).
Berdasarkan lokasinya DNA dibedakan menjadi dua tipe yaitu DNA kromosomal
yaitu DNA yang berada di dalam sel sedangkan DNA ekstrakromosomal yaitu
DNA yang berada di luar sel seperti DNA mitokondria, DNA kloroplas dan DNA
plasmid (Fatchiyah et al., 2011)
2.4. Deoyriboucleic Acid (DNA)
2.4.1. Struktur dan Sifat Kimia DNA
DNA, atau deoxyribonucleic acid merupakan materi genetik yang dimiliki
manusia dan sebagian besar organisme makhluk hidup. Hampir setiap sel yang
ada didalam tubuh organisme memiliki DNA yang sama. Molekul
deoxyribonuleic acid terbentuk dari dua rantai panjang polinukleotida yang tidak
bercabang dengan rantai polimer yang berpasangang tersusun dari empat molekul
8
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dasar yang disebut nukleotida (gambar 2.3). Rantai tersebut bergerak antiparalel
dengan rantai lainnya serta ikatan hidrogen yang menghubungkan antar basa dari
nukleotida yang berbeda. Nukleotida adalah monomer DNA yang terdiri dari
molekul gula pentosa (deoksiribosa), basa nitrogen dan gugus fosfat. Basa
nitrogen tersebut dapat berupa adenin (A), sitosin (C), guanin (G), atau timin (T)
(gambar 2.4). Nukleotida ini akan terhubungkan satu sama lain melalui ikatan
fosfodiester antara gugus 5‟fosfat dengan gugus 3‟hidroksil (Albert et al., 2015).
Gambar 2.3. Struktur Kimia Nukleotida
[Sumber: Campbell, N.A et al., 2002]
Gambar 2.4. Struktur Basa Nitrogen DNA
[Sumber: Griffiths AJF, Miller JH, Suzuki DT, et al., 2000]
DNA adalah molekul untai ganda disebut juga double helix yang terdiri
dari dua pasang polinukleotida (gambar 2.5). Pasangan tersebut merupakan hasil
9
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
interaksi antara basa-basa yang terhubung oleh ikatan gula-fosfat disetiap unit
DNA membentuk struktur “anak tangga” yang kaku. Ikatan gula-fosfat disebut
dengan ikatan hidrogen. Masing-masing basa memiliki jumlah ikatan hidrogen
yang berbeda. Basa dengan dua cincin (purin) berpasangan dengan basa dengan
tiga cincin (pirimidin): adenin (A) berpasangan dengan timin (T) dengan dua
ikatan hidrogen sedangkan guanin (G) berpasangan dengan sitosin (C) dengan tiga
ikatan hidrogen (Albert et al., 2015).
Gambar 2.5. Struktur DNA double Helix
[Sumber: Hardin, 2015]
2.4.2. Sifat Fisika DNA
DNA dapat mengalami denaturasi yaitu peristiwa terpisahnya untai DNA
dari kompelennya. Pemisahan tersebut dapat terjadi karena adanya pemanasan
pada suhu tinggi (>90‟C) dan suasana pH ekstrim (pH < 3 atau pH > 10). Proses
denaturasi ini terjadi secara reversible (renaturasi) pada suhu +-60‟C, yaitu proses
terbentuknya kembali struktur untai ganda DNA (Yuwono, 2009).
10
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Selain itu komposisi yang lebih banyak dari kandungan antara pasangan
basa nukleotida G-C terhadap A-T akan memperlambat proses denaturasi molekul
DNA. Sebaliknya, kandungan pasangan basa A-T yang lebih banyak akan
menyebabkan pita DNA mudah terputus (Fatchiyah et al., 2011)
2.4.3. DNA Mitokondria
Mitokondria merupakan organel dari sel yang menghasilkan energi kimia
yang diperlukan oleh sel eukariotik. Setiap mitokondria dilapisi oleh selubung
yang terdiri dari sebuah membran dalam dan membran luar (gambar 2.6). Bagian
luar mitokondria dilapisi oleh sebuah membran yang disebut krista sedangkan
bagian dalamnya dikenal sebagai matriks (Marks, Dawn B., et al., 2000)
Gambar 2.6. Mitokondria dengan Membran Bagian Dalam
dan Membran Bagian Luar
[Sumber: Davidson, 2000]
Mitokondria menjadi tempat berlangsungnya tahap akhir oksidasi bahan
bakar dan sebagian besar terbentuknya ATP yang berasal dari zat-zat yang masuk
ke dalam tubuh. Selain itu didalam mitokondria juga terdapat enzim siklus asam
trikarboksilat yang bertanggung jawab untuk tahap akhir oksidasi bahan bakar dan
terdapat pula komponen rantai transport elektron (Marks, Dawn B,et al., 2000).
ATP merupakan komponen penting dalam berbagai aktivitas biokimia sel.
Mitokondria memiliki genom subselular organel yang terpisah dari kromatin
nuklear yang disebut DNA mitokondria (mtDNA), yang sangat umum digunakan
11
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dalam studi filogenik molekular (Moritz et al., 1987). Selain didalam kromosom,
DNA juga dapat ditemukan pada mitokondria dan kloroplast. (Albert et al., 2015).
DNA mitokondria adalah suatu molekul polimer untai ganda, rantai kesatu
yang mengandung banyak molekul guanin atau heavy chain strand dan rantai
lainnya mengandung banyak sitosin atau light strand. DNA mitokondria ini
mengkode 13 protein, 22 RNA transfer (tRNA) dan 2 RNA ribosom (rRNA),
yaitu 12S rRNA dan 16 rRNA (Syukriani, 2012). Solihin, 2014 menyebutkan 13
protein yang dikode adalah URF1. URF2, URF3, URF4, URF5, URF6, URFA6L,
Cytochrome Oxidase unit I, Cytochrome Oxidase unit II, Cytochrome Oxidase
unit III, Cytochrome b dan ATPase 6.
Beberapa gen mtDNA digunakan sebagai target untuk mengisolasi spesies
hewan tertentu dalam bentuk daging segar. Hal tersebut dilakukan karena mtDNA
memiliki ribuan kopi per sel serta memiliki beberapa titik mutasi yang
membedakan spesies yang berdekatan (Lockey & Bardsley, 2000)
2.4.4. Isolasi DNA
Isolasi DNA merupakan tahap awal yang harus dilakukan untuk
menganalisis suatu DNA. Keberhasilan proses isolasi DNA sangat menentukan
hasil analisisnya. Prinsip dasar eksraksi DNA/isolasi DNA adalah pemisahan
DNA dari komponen-komponen sel lainnya. Pada proses isolasi yang harus
diperhatikan yaitu komposisi dari buffer ekstraksi dan pH, hal tersebut penting
karena jika komposisimya tidak sesuai, DNA akan terdegradasi (Maftuchah et al.,
2014).
Fungsi larutan buffer yaitu menjaga struktur DNA selama tahap isolasi dan
purifikasi, memudahkan dalam penghilangan senyawa protein dan RNA serta
mencegah degradasi DNA oleh enzim. Fungsi larutan buffer dapat dioptimalkan
dengan meningkatkan konsentrasi, pH, kekuatan ion dan deterjen. Salahsatu
contoh dari deterjen pekat yaitu SDS (Sodium Doecyl Sulphate) yang berperan
sebagai penghambat semua aktivitas enzim nuclease yang ada selama proses
ekstraksi, yang mana enzim ini merupakan enzim pendegradasi DNA (Nugroho
dan Dwi, 2017). Aktivitas enzim nuclease juga dapat dihambat dengan
menambahkan buffer yang mengandung sodium sitrat dan EDTA karena senyawa
12
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
tersebut akan berikatan dengan Ca2+
dan Mg2+
yang merupakan kofaktor bagi
DNase (Buwono, 2018).
Ada tiga prinsip utama dalam isolasi DNA yaitu penghancuran sel (lisis),
pemisahan DNA dari padatan seperti selulosa dan protein (ekstraksi) dan
permunian DNA.
1) Penghancuran Sel (lisis)
Penghancuran sel dilakukan untuk mengeluarkan organel-organel yang
ada didalam sel. Tahap penghancuran ini dapat dilakukan dengan cara fisika
seperti menghaluskan sampel menggunakan mortar dan pistil dalam nitrogen
cair atau menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi. Cara lainnya
yakni cara kimiawi dengan menggunakan senyawa deterjen yang sifatnya
melarutkan lipid pada membran sel sehingga mengakibatkan destabilisasi
membran sel. Cara enzimatik yakni menggunakan proteinase K yang akan
melisiskan membran pada sel darah serta mendegradasi protein globular
maupun rantai polipeptida dalam sel (Nugroho dan Dwi, 2017).
2) Pemisahan DNA (ekstraksi)
Tahap ekstraksi ini dilakukan untuk memisahkan DNA dari bahan-
bahan lain seperti RNA dan protein. Proteolitik (Proteinase K) digunakan
untuk menghilangkan kontaminasi pada larutan DNA dan untuk
menghilangkan kontaminasi RNA digunakan enzim RNAase (ribonuklease).
Selanjutnya dilakukan pengendapan DNA dengan proses sentrifugasi yang
akan mengendapkan asam nukleat dengan penambahan etanol dingin. Tahap
terakhir pellet yang terbentuk dilarutkan kembali dengan buffer yang
mengandung SDW (Nugroho dan Dwi, 2017).
3) Pemurnian DNA
Pellet DNA yang telah terbentuk selanjutnya dimurnikan dengan
menambahkan etanol. Adanya kandungan garam (kation monovalent seperti
Na+), pada suhu -20‟C etanol absolut mampu mengendapkan DNA dengan
baik (Radji, 2011).
13
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2.5. Elektroforesis Gel Agarosa
Elektroforesis adalah salah satu teknik pemisahan suatu molekul
bermuatan yang diinduksi oleh medan listrik dalam medium gel agarosa. DNA
merupakan molekul bermuatan negatif sehingga dalam elektroforesis DNA akan
bergerak menuju kutub positif. Teknik ini dipilih karena mediumnya yang tidak
toksik, mudah dipreparasi, baik untuk memisahkan molekul DNA yang besar dan
sampel yang telah dielektroforesis dapat diperoleh kembali dengan melelehkan gel
agarosa kemudian ditambahkan enzim agarose atau garam chaotropic (Barril,
2012).
Proses pemisahan fragmen DNA pada elektroforesis gel agarosa
dipengaruhi oleh beberapa faktor (Sambrook et al., 2001), yaitu:
1. Konsentrasi agarosa
Molekul DNA akan bermigrasi lebih cepat pada gel yang memiliki
konsentrasi lebih rendah dibandingkan gel dengan konsentrasi tinggi.
Tabel 2.2. Kisaran Umum Konsentrasi Agarosa
Konsentrasi agarosa
(%)
Efisiensi pemisahan
DNA (kb)
0,3 5-60
0,6 1-20
0,7 0,8-10
0,9 0,5-7
1,2 0,4-6
1,5 0,2-3
2,0 0,1-2
(Sumber: Muladno, 2010)
2. Ukuran molekul DNA
Molekul DNA dengan ukuran yang lebih kecil akan bermigrasi lebih
cepat dibandingkan dengan molekul DNA berukuran lebih besar.
3. Voltase yang digunakan
Kecepatan migrasi DNA berbanding lurus dengan tingkat voltase yang
digunakan. Namun, bila penggunaan voltase terlalu tinggi migrasi
14
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DNA akan menjadi sangat cepat sehingga menurunkan efektifitas
pemisahan molekul DNA.
4. Konformasi DNA
Konformasi molekul DNA yang berbeda akan menghasilkan kecepatan
yang berbeda dibandingkan dengan DNA bentuk linier.
5. Etidium Bromida
Etidium bromida adalah salah satu pewarna yang umum digunakan
sebagai visualisasi DNA.
6. Komposisi Larutan Buffer
Larutan buffer merupakan salah satu komponen yang penting dalam
proses pemisahan molekul DNA karena ion berkekuatan tinggi akan
meningkatkan panas sehingga aliran listrik akan maksimal.
2.6. Spektrofotometer UV untuk Pemeriksaan DNA
Pengukuran kemurnian dan jumlah DNA hasil isolasi dapat dilakukan
menggunakan spektrofotometri UV dengan mengukur absorbansi sampel pada
panjang gelombang antara 200 – 320nm. Nilai kemurnian didapatkan dengan
menghitung ratio nilai A260/280 dan nilai A260/230. Kedua nilai ini
menunjukkan jenis kontaminasi yang berbeda dengan pengaplikasian yang
berbeda pula (Wilfinger WW, 2006).
Sebagai contoh nilai ratio absorbansi A260/230 lebih baik digunakan
sebagai indikator kemurnian untuk analisis dengan microarrays sedangkan
A260/280 lebih baik digunakan untuk analisis menggunakan PCR (Ning J, 2009).
Isolat DNA dikatakan murni apabila nilai kemurniannya antara 1.8 – 2.0 untuk
A260/280 (Sambrook J, 2006). Nilai ratio yang lebih rendah dari 1.8
menunjukkan adanya kontaminasi protein sedangkan nilai rasio yang melebihi 2.0
menunjukkan adanya kontaminasi RNA (Teare et al.,1997). Sedangkan untuk
rasio A260/A230 dikatakan murni jika nilainya masuk dalam rentang 1.8-2.2
(Sambrook J, 2006).
15
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2.7. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction merupakan teknik biologi yang dilakukan
secara enzimatik untuk mengamplifikasikan sekuen DNA spesifik menjadi ribuan
bahkan jutaan kopi DNA secara in vitro, sekitar 106-10
7 kali (Fatchiyah et al.,
2011). Prinsip dasar PCR adalah sekuen DNA spesifik diamplifikasi menjadi dua
kopi selanjutnya menjadi empat kopi dan seterusnya. Pada setiap n siklus PCR
akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Proses amplifikasi ini
membutuhkan enzim spesifik yang dikenal dengan enzim polymerase. Polymerase
adalah enzim yang akan menggabungkan DNA cetakan tunggal membentuk untai
DNA helix ganda yang panjang (Hewajuli et al., 2014). Enzim ini membutuhkan
primer serta DNA cetakan seperti nukleotida yang terdiri dari Adenin (A), Timin
(T), Sitosin (C) dan Guanin (G) (Gibbs, 1990).
Reaksi amplifikasi ini diawali dengan proses denaturasi DNA cetakan
menjadi rantai tunggal, selanjutnya suhu diturunkan sehingga primer akan
menempel (annealing) pada DNA cetakan yang berantai tunggal. Kemudian
setelah proses annealing selesai, suhu dinaikkan kembali sehingga enzim
polymerase dapat melakukan proses polymerase rantai DNA yang baru. Rantai
DNA yang baru selanjutnya akan menjadi cetakan bagi reaksi polymerase
berikutnya (Yuwono, 2006).
Teknik PCR ini dibedakan menjadi dua yaitu PCR konvensional dan Real
Time PCR. Perbedaan kedua teknik ini terletak pada visualisasi hasil fragmen
DNA hasil amplifikasi. Pada PCR konvensional analisis hasil amplifikasinya
dilakukan pada agar elektroforesis. Sedangkan analisis hasil fragmen DNA pada
Real Time PCR dilakukan dengan menghitung dan mendeteksi pada setiap siklus
yang berlangsung (Hewajuli et al.,2014). Perbedaan dapat dilihat pada gambar
2.7.
16
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Gambar 2.7. Perbedaan Prosedur PCR konvensional dengan Real Time PCR
[Sumber: Fraga et al., 2008]
2.7.1. Komponen PCR
Komponen-komponen yang diperlukan pada proses PCR diantaranya
templet DNA (DNA yang akan diamplifikasi); sepasang primer (oligonukleotida
pendek yang memiliki urutan nukleotida komplementer dengan urutan nukleotida
DNA templet); dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR; magnesium
klorida (MgCl2) dan enzim DNA polymerase (Handoyo et al., 2001).
a. DNA template
DNA hasil isolat harus memiliki kemurniann yang baik jika tidak
murni dapat mengganggu proses amplifikasi serta menghambat kerja enzim
DNA polymerase. Pemilihan DNA target juga memperhatikan kestabilan
genetik dari urutan nukleotida yang menjadi target (Handoyo et al., 2001).
Dua hal penting pada DNA template ini yaitu kemurnian dan kuantitasnya
(Yusuf, 2010). Konsentrasi yang terlalu rendah akan menyulitkan primer
untuk menemukan DNA template dan bila konsentrasi terlalu tinggi akan
meningkatkan kemungkinan adanya mispriming (Sulistyaningsih, 2007).
17
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
b. Sepasang Primer
Primer merupakan susunan dari urutan nukleotida yang dapat disintesis
berdasarkan susunan nukleotida yang diinginkan. Pada teknik PCR, primer
adalah komponen yang akan membatasi fragmen DNA target yang akan
diamplifikasi (Handoyo dan Ari, 2001). Sebelum digunakan dalam proses
amplifikasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar primer dapat
menempel secara spesifik pada fragmen DNA target. Pertimbangan tersebut
meliputi panjang primer, %GC, Tm, dimer pada ujung 3‟, stabilitas, jumlah
runs, repeats, hairpins dan false priming (Bartlett dan Stirling, 2003; Borah,
2011).
Menurut Innis dan Gelfand (1990), primer yang baik tersusun atas 18-
28 nukleotida. Jika nukleotida terlalu pendek akan mengakibatkan
berkurangnya spesifitas primer. Sedangkan, jika primer terlalu panjang tidak
akan meningkatkan spesifitas primer secara bermakna (Handoyo dan Ari,
2001).
c. dNTPs
dNTPs adalah suatu campuran yang berisi dATP (deoksiadenosin
trifosfat), dTTP (deoksitimidin trifosfat), dCTP (deoksisitidin trifosfat) dan
dGTP (deoksiguanin trifosfat). Dalam proses PCR, dNTPs akan menempel
pada gugus –OH diujung rantai 3‟ pada primer, lalu membentuk untai baru
yang komplementer dengan untai DNA template (Handoyo et al., 2001).
d. Enzim DNA polymerase
DNA Taq Polymerase yang diisolasi dari Thermus aquaticus
merupakan salahsatu dari banyak jenis DNA Polymerase yang berhasil
diidentifikasi oleh peneliti sebelumnya. DNA Taq polymerase adalah DNA
Polymerase yang pertama digunakan dalam teknologi PCR karena sifatnya
yang stabil dalam kondisi suhu apapun.
Enzim DNA polymerase ini akan mengikat untai tunggal DNA dengan
membentuk DNA komplennya sehingga terbentuk untai DNA double helix
yang baru. Dalam teknik PCR proses ini dilakukan secara in vitro. Proses ini
berlangsung pada tahap ketiga siklus PCR yaitu dalam proses perpanjangan,
18
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
setelah primer menempel pada untai DNA tunggal template menjadi untai
DNA ganda yang baru.
e. Buffer dan MgCl2
Reaksi polymerase hanya dapat berlangsung pada kondisi pH tertentu.
Maka dibutuhkan buffer agar kondisi pH dalam proses reaksi terjaga. Selain
buffer diperlukan juga adanya ion Mg2+, ion ini berasal dari larutan MgCl2
dimana larutan ini berperan sebagai kofaktor yang menstimulasi aktivitas
DNA polymerase (Handoyo et al., 2001).
2.7.2. Tahapan PCR
Terdapat tiga tahapan penting dalam proses PCR yang akan terjadi secara
berulang dalam 30-40 siklus, yaitu denaturasi, annealing (penempelan primer) dan
extention (pemanjangan primer ).
Denaturasi, merupakan proses awal yang dilakukan sebelum enzim taq
polymerase ditambahkan ke dalam tabung uji. Proses denaturasi berlangsung
sekitar 3 menit sampai semua DNA terdenaturasi menjadi DNA untai tunggal.
Apabila denaturasi tidak lengkap akan mengakibatkan gagalnya proses PCR.
Waktu denaturasi yang terlalu lama juga dapat mengurangi aktivitas enzim taq
polymerase. Aktifitas enzim tersebut memiliki waktu paruh lebih dari 2 jam, 40
menit, 5 menit masing-masing pada suhu 92,5◦C; 95◦C dan 97,5◦C (Yusuf, 2010).
Suhu pada tahap denaturasi adalah 92-95◦C yang berlangsung selama 30-60 detik,
dengan suhu 94◦C merupakan pilihan standar (Fatchiyah et al., 2011).
Selanjutnya tahap annealing atau disebut juga penempelan primer, waktu
annealing yang biasa digunakan dalam PCR adalah 30-45 detik. Semakin panjang
ukuran primer, semakin tinggi temperature yang dibutuhkan. Berkisar anatara
36◦C sampai 72◦C, suhu yang umumnya dipakai yaitu anatara 50-60◦C (Yusuf.,
2010). Tahap yang terakhir yaitu extention atau pemanjangan primer. Pada tahap
ini enzim Taq polymerase akan mulai memperpanjang DNA primer dari ujung 3‟.
Kecepatannya diperkirakan 35-100 nukleotida/detik pada suhu 72◦C (Yusuf.,
2010).
19
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Gambar 2.8. Amplifikasi eksponensial DNA pada PCR
[Sumber: Lazaro, 2013]
2.7.3. Real-Time PCR
Ada dua jenis PCR yaitu PCR konvesional dan Real time PCR. Beberapa
tahun terakhir metode Real Time PCR yang berdasarkan fluoresensi lebih banyak
digunakan oleh peneliti untuk mendekteksi RNA, DNA dan cDNA. Real time
PCR memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan PCR konvensional
diantaranya memiliki sensitivitas lebih tinggi, lebih dinamis, resiko kontaminasi
silang lebih sedikit serta kemampuan aplikasi penggunaannya untuk pengujian
lebih banyak (Black et al., 2002). Spesifitasnya juga dapat ditingkatkan dengan
penggunaan probe yang spesifik (Chantratita et al., 2008). Namun Real Time PCR
juga memiliki kelemahan yaitu diperlukannya peralatan dan reagen yang mahal
serta pemahaman teknik yang benar untuk mendapatkan hasil yang akurat.
Tahapan-tahapan yang dilakukan selama pengujian Real Time PCR
diawali dari isolasi RNA atau DNA sampai analisis data. Prinsip kerja instrumen
ini yaitu dengan mendeteksi dan mengkuantifikasi reporter fluoresen. Sinyal
fluoresen akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah amplifikasi DNA.
Jumlah emisi fluoresen pada setiap siklus akan dicatat untuk melihat terjadinya
reaksi selama fase eksponensial. Peningkatan hasil amplifikasi pada fase
eksponensial berhubungan dengan jumlah inisiasi target gen. Semakin tinggi
20
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
tingkat ekspresi target gen maka deteksi emisi fluoresen akan semakin cepat
terjadi (Pardal, 2010).
Gambar 2.9. Siklus RT-PCR
[Sumber: Gafar, 2007]
Kuantitas urutan DNA target dicapai dengan menentukan jumlah siklus
amplifikasi. Jumlah siklus amplifikasi dibutuhkan untuk menghasilkan produk
PCR berdasarkan fluoresensi di awal fase eksponensial PCR serta untuk melewati
garis ambang fluoresensi/siklus threshold (Ct). Jumlah siklus yang dibutuhkan
untuk mencapai ambang batas disebut Ct. Siklus Ct merupakan prinsip dasar dari
Real time PCR dan bagian yang sangat penting untuk mendapatkan data yang
akurat. Nilai Ct Real time PCR sangat berkaitan dengan kuantitas urutan DNA
target (Giglio et al., 2003).
Kurva amplifikasi pada Real time PCR memiliki tiga fase yang berbeda
(gambar 2.10). Fase pertama adalah fase inisiasi, fase ini berlangsung selama
siklus PCR ketika pancaran fluoresens tidak bisa dibedakan dari baseline. Fase
kedua disebut fase eksponensial atau fase log, pada fase ini terjadi peningkatan
eksponensial fluoresens sebelum fase plateau tercapai. Fase terakhir terjadi ketika
reagen telah berhenti bereaksi dan tidak tampak peningkatan fluoresens.
Kuantifikasi hanya dapat dilakukan pada fase eksponensial (Lazaro, 2013).
21
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Gambar 2.10. Fase Kurva Amplifikasi PCR. Merah: kurva amplifikasi sampel
positif. Biru: threshold. Hitam: baseline.
[Sumber: Lazaro, 2013]
Dalam reaksi Real Time PCR umumnya terdapat tiga jenis penanda yang
digunakan untuk menganalisis hasil fragmen DNA diantaranya SYBR Green,
Hydrolysis probes, Hybridization probes, dan Molecular beacons. Pewarna yng
umum digunakan yaitu SYBR Green dan Hydrolysis probe.
a. SYBR Green
SYBR Green merupakan jenis Fluorescent DNA binding dye yang akan
menghasilkan warna ketika terikat pada untai ganda DNA (Ma et al., 2006).
Pendaran warna akan tampak pada akhir fase extension (gambar 2.11) selama
proses Real Time PCR berlangsung (Shipley, 2007). Metode SYBR Green lebih
banyak dipakai karena memiliki keunggulan dapat digunakan untuk semua
jenis primer, tidak membutuhkan probe sehingga lebih sederhana, dan harga
pewarna fluoresensi yang terjangkau (Shipley, 2007). Disisi lain SYBR Green
memiliki kelemahan yaitu dapat mengikat untai ganda DNA yang tidak spesifik
sehingga primer-dimer juga akan terikat oleh SYBR Green. Namun, produk
yang tidak spesifik dapat dianalisis pada melting curve (Kubista et al., 2006).
b. Hydrolysis probe
Probe tersebut dirancang untuk mengikat urutan DNA yang diapit oleh primer
forward dan primer reversed. Probe terdiri dari reporter yang terletak pada
ujung 5‟ yang merupakan pewarna fluoresensi dan quencher yang terletak pada
ujung 3‟ yang merupakan molekul penerima sinyal fluoresensi. Prinsip kerja
22
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(gambar 2.11) dari probe yaitu sinyal yang berfluoresensi dari reporter akan
dilepaskan dan diidentifikasikan ketika dua pewarna terpisah melalui
hibdridisasi atau aktivitas nuclease (Ma et al., 2006).
Gambar 2.11. Mekanisme (A) SYBR Green I dan (B) Hydrolisis Probe
[Sumber: Thermoscientificbio.com]
23
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1. Tempat
Penelitian dilaksanakan dilaboratorium Analisa Obat dan Pangan Halal
dan Laboratorium Penelitian II Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.1.2. Waktu
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Januari 2018 hingga
Agustus 2018.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Real Time PCR (LightCycler® 480- Roche), Wizard
® Genomic DNA
Purification Kit (Promega), Multiwell Plate 96 (Roche®), tabung mikrosentrifuge
volume 1,5 (Biogenix), Mikropipet 0,5-10 µl (Biorad), Mikropipet 20-200 µl
(Biorad), Mikropipet 100-1000 µl (Biorad), Mikrotip volume 10 µl, 200 µl, dan
1000 µl (Genfollower), Sentrifugator (5417R-Eppendrof), Vortex, Digital
Waterbath (SB-100 Eyela), Freezer, Autoklaf, Spektrofotometer UV DNA
(DeNovix®), Timbangan Analitik, Spatula, Gelas beaker, Kertas perkamen, Pipet
tetes, Lumpang dan Alu.
3.2.2. Bahan
Daging sapi segar, daging babi segar, produk bakso yang beredar di
Kecamatan Ciputat (bakso sapi AW, bakso sapi BB, bakso sapi CR, bakso sapi
WL, bakso sapi GN, bakso sapi R dan bakso sapi WS) satu set kit komersial
Wizard®
Genomic DNA Purification Kit, (meliputi: Nuclei Lysis Solution, Protein
Precipitation Solution, DNA Rehydration Solution, RNase Solution), Etidium
23
24
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Bromida, Agarosa, Loading dye, SYBR Green I Master, Isopropanolol absolut,
NaOH, NaCl, Etanol 70%, TAE buffer, Aquabidest, dan Primer (Tabel 3.1).
Tabel 3.1. Susunan Basa Primer untuk DNA Sapi dan Babi
Spesies Primer Sequencing
Babi Forward 5'- CTTGCAAATCCTAACAGGCCTG-3‟
Reverse 5'- CGTTTGCATGTAGATAGCGAATAAC-3„
Sapi Forward 5'- CCCGATTCTTCGCTTTCCAT-3„
Reverse 5'-CTACGTCTGAGGAAATTCCTGTTG-3„
[Sumber: Tanabe et al., 2007]
3.3. Tahapan Penelitian
1. Pengumpulan sampel
2. Isolasi DNA
3. Analisis DNA Hasil Isolasi dengan Elektroforesis Agarosa
4. Analisis DNA Hasil Isolasi dengan Spektrofotometri UV
5. Uji Spesifitas Primer
6. Amplifikasi DNA menggunakan metode Real Time PCR
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Pengumpulan sampel
Pengumpulan sampel dilakukan dengan memilih secara acak 7 sampel
bakso sapi dari pedagang bakso yang menjual produknya dengan berkeliling di
Kecamatan Ciputat.
3.4.2. Isolasi DNA
Proses isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan Wizard®
Genomic
DNA Purification Kit (Promega). Masing-masing sampel bakso sapi, daging sapi
dan daging babi dilakukan isolasi secara triplo, dimana pengambilan sampel
dilakukan pada satu buah bakso dengan tiga titik pada bagian yang berbeda.
25
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
a) Preparasi Jaringan Hewan
Sebanyak 20 mg dari masing-masing daging sapi segar, daging
babi segar, dan sampel bakso sapi dihancurkan sampai halus menggunakan
pisau steril, lumpang dan alu. Masing-masing daging dan sampel
dimasukkan ke dalam mikrosentrifuge tube 1,5 ml lalu ditambahkan 600 μl
Nuclei Lysis Solution. Masing-masing campuran tersebut di homogenkan
selama 10 detik kemudian diinkubasi pada suhu 650C selama 30 menit.
b) Pelisisan Sel dan Presipitasi Protein
Masing-masing campuran yang sudah diinkubasi ditambahkan 3
μl larutan RNAse lalu diinkubasi kembali pada suhu 370C selama 30
menit. Selanjutnya ditambahkan 200 μl Protein Precipitation Solution dan
divortex, kemudian didiamkan dalam ice selam 5 menit lalu disentrifuse
dengan kecepatan 16.000 rpm selama 4 menit.
c) Presipitasi dan Rehidrasi DNA
Endapan dan supernatan yang terbentuk dipisahkan lalu
ditambahkan 600 μl isopropanol kedalam supernatan tersebut. Campuran
dikocok dan disentrifuse dengan kecepatan 16.000 rpm selama 1 menit.
Supernatan yang terbentuk dibuang lalu ditambahkan 600 μl etanol 70%.
Campuran dikocok dan disentrifus kembali dengan kecepatan 16.000 rpm
selama 1 menit. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan etanol lalu
endapan dikeringkan selama 15 menit. Kemudian ditambahkan 100 μl
Rehidration DNA Solution dan didiamkan selama 1 jam pada suhu 650C
atau selama semalam pada suhu 40C.
3.4.3. Analisis DNA Hasil PCR dengan Elektroforosis Agarosa
a) Pembuatan Buffer TAE 1x dari buffer TAE 50x, 1 liter (Biorad, 2012)
Sebanyak 20 ml TAE buffer 50x dimasukan ke dalam labu ukur 1
liter lalu ditambahkan 980 ml aquades. Larutan kemudian dihomogenkan
dengan cara membolak-balikan labu ukur.
b) Pembuatan Gel Agarosa 1% (Sambrok et al., 2001)
Sebanyak 0,5 gram agarosa dilarutkan dengan 50ml TAE 1x di
dalam Erlenmeyer. Kemudian dimasukan ke dalam microwave hingga
26
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
serbuk agarosa larut serta larutan tampak bening. Selanjutnya larutan
agarosa dan 2,5 μl etidium bromida 10mg/ml dituangkan pada gel caster
kemudian comb disisipkan untuk membuat cetakan sumur sampel. Setelah
gel membentuk agar, gel diletakkan pada wadah electrophoresis dengan
posisi sumur pada sisi muatan negatif. Kemudian larutan buffer TAE 1x
dituang hingga gel terendam.
c) Loading Sampel
Tiap-tiap sumur dimasukan 5 μl isolat DNA daging sapi dan 5 μl
isolat DNA daging babi. Masing-masing sumur ditambahkan 1 μl loading
dye. Selanjutnya dimasukan 5 μl loading dye (DNA ladder 100bp) ke
dalam sumur yang berisi isolat DNA.
d) Running Sampel (Sambrook et al., 2001)
Setalah tahap loading sampel kemudian kabel elektroforesis
dihubungkan dengan sumber listrik. Kabel merah dihubungkan pada
lubang merah (muatan positif) dan kabel hitam dihubungkan pada lubang
hitam (muatan negatif). Running sampel dilakukan selama 25 menit
dengan voltase 90 Volt 400 mA.
e) Visualisasi Gel Agarosa (Atto, 2009)
Gel agarosa yang telah dielektroforesis selanjutnya
didokumentasikan melalui Gel Doc. Pada Saver, Printer dan
Transiluminator tekan tombol ON, dipilih Stand by LED untuk
memastikan posisi gel agarosa sudah tepat. Selanjutnya exposure Time,
Focus dan aperture cahaya diatur. Expose UV. Freeze ditekan dan Save.
Gambar lalu dicetak dengan menekan tombol Print.
3.4.4. Analisis DNA Hasil Isolasi dengan Spektrofotometri UV
DNA yang sudah diisolasi dianalisis menggunakan Spektrofotometri UV
DNA (DeNovix®). Proses analisis dilakukan dengan cara pada layar
Spektrofotometri UV DNA (DeNovix®) dipilih Nucleic Acid. Kemudian Sample
port dibersikan menggunkan tisu steril. Siapkan DNA Rehidration Solution yang
digunakan sebagai blanko sebanyak 1 μl lalu ditaruh di atas Sample port dan
dianalisis. Sample port dibersihkan kembali menggunakan tisu steril. Identitas
27
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
sampel dimasukkan pada kolom Sampel ID dan sebanyak 1 μl DNA sampel
tersebut ditaruh di atas Sample port. Analisis dilakukan untuk mengukur
kemurnian dan kuantitas DNA dengan menekan tombol “Measure”. DNA
dianalisis pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Tunggu beberapa detik
akan muncul data kemurnian dan kuantitas DNA.
3.4.5. Uji Spesifitas Primer
Uji spesifisitas primer dilakukan dengan melakukan BLAST melalui
database NCBI. Pada halaman “BLAST”, dipilih menu “nucleotide blast”.
Kemudian pada kolom “Enter Query Sequence” dimasukkan urutan basa primer
yang akan diuji. Tombol “BLAST” kemudian diklik.
3.4.6. Amplifikasi DNA dengan Metode Real-Time PCR
a) Pembuatan Primer 50 μM dari Larutan Induk 100 μM
Sebanyak 50 μl larutan induk primer 100 μM dimasukkan kedalam
Mikrosentrifuge tube volume 1,5 ml. Kemudian ditambahkan 50 μl
aquadest kedalam masing-masing tube tersebut. Larutan tersebut
dihomogenkan dengan menaik turunkan pegas pada mikroppipet.
b) Pembuatan Primer 5 μM dari Seri Larutan Induk 50 μM
Sebanyak 3 μl larutan induk primer babi 50 μM dimasukkan
kedalam microsentrifuge tube volume 1,5 ml. Kemudian ditambahkan 27
μl aquadest kedalam masing-masing tube tersebut. Larutan tersebut
dihomogenkan dengan menaik turunkan pegas pada mikroppipet.
c) Pembuatan Primer 10 μM dari Seri Larutan Induk 50 μM
Sebanyak 20 μl dari larutan primer sapi 50 μM dimasukan kedalam
microsentrifuge tube 1,5 ml kemudian ditambahkan 80 μl aquabidest.
Larutan lalu dihomogenkan dengan menaik turunkan pegas pada
mikropipet.
d) Pembuatan SYBR Green Mastermix Real Time PCR
Mastermix dibuat dengan volume total 20 μl yang terdiri dari 5 μl
DNA template; 3 μl Aquabidest; 1 μl primer forward (5 μM untuk primer
babi dan 10 μM untuk primer sapi); 1 μl primer reverse (5 μM untuk
28
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
primer babi dan 10 μM untuk primer sapi); dan 10 μl LightCycler® 480
SYBR Green I master (enzim Taq DNA Polymerase, SYBR Green 1, dNTP
mix, dan 6,4 mM MgCl2).
e) Loading Sampel dan SYBR Green Mastermix kedalam Multiwell Plate
(Roched, 2008)
Campuran reaksi dimasukkan ke dalam multiwell plate pada well
yang diinginkan. Kemudian dihomogenkan dengan menaik turunkan pegas
secara perlahan dan ditutup dengan sealing foil. Dilakukan proses
pengaturan program LightCycler® 480 Real Time PCR yang akan
digunakan untuk proses amplifikasi. Setelah campuran reaksi total PCR
dan program amplifikasi telah siap, campuran reaksi total PCR diletakkan
pada multiwell plate yang ditutup menggunakan sealing foil, kemudian
diletakkan pada mesin real time PCR. Instrumen real time PCR akan
mengamplifikasi DNA secara otomatis dan langsung memberikan hasil
amplifikasi melalui monitor dalam bentuk kurva.
29
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan uji kualitatif untuk mendeteksi adanya cemaran
daging babi pada bakso sapi yang berada di Kecamatan Ciputat, menggunakan
RealTime PCR dengan metode SyberGreen. Naiknya kurva amplifikasi dalam
Real Time PCR menunjukkan dalam produk bakso sapi yang diuji positif
mengandung daging babi.
4.1. Hasil Analisis Isolat DNA
Isolat DNA diperoleh dari proses ekstraksi sampel menggunakan Wizard®
Genomic DNA Purification Kit Promega. Penggunaan kit komersial ini
dikarenakan lebih efisien dalam hal waktu dan sederhana dalam preparasinya
dibandingkan metode isolasi lainnya seperti metode ekstraksi fenol atau kloroform
(Djurkin et al., 2015). Proses ekstraksi menyesuaikan dan mengacu pada protokol
Wizard® Genomic DNA Purification Kit Promega (Lampiran 2) yang terdiri dari
beberapa tahap yaitu preparasi jaringan hewan, pelisisan sel, degradasi RNA,
presipitasi protein, presipitasi dan purifikasi DNA, dan rehidrasi DNA.
Tahap pertama yaitu pelilisan sel menggunakan Nucleic Lysis Solution,
yang akan menghancurkan barrier dinding sel sehingga terpisah dari nucleus,
mitokondria dan komponen lainnya. Senyawa kimia yang terkandung dalam
Nucleic Lysis Solution yaitu EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid), Tris
HCl, NaCl (Natrium Klorida), dan SDS (Sodium Dodecyl Sulphate) (Fatchiyah et
al.,2011; Utami et al., 2012). EDTA merupakan agen pengkhelat ion yang
berperan sebagai kofaktor dengan cara mengikat kation divalent sehingga DNA
akan terlindung dari aktivitas endogenous nuclease (Muladno, 2010) sedangkan
SDS merupakan golongan deterjen kationik yang akan melarutkan kandungan
lipid serta merusak struktur sekunder maupun tersier protein yang berada dalam
membran sel (Kesmen et al.,2009).
Tahap selanjutnya adalah degradasi RNA menggunakan RNAase, reagen
ini akan melarutkan RNA tanpa merusak struktur DNA (Fatchiyah et al., 2011).
Sedangkan untuk tahap presipitasi protein digunakan reagen Protein Precipitation
29
30
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Solution (PPS) yang mengandung garam berkonsentrasi tinggi seperti 0,25 M
natrium asetat atau 0,1 M natrium klorida, ammonium sulfat, ammonium asetat
dan pelarut organik seperti fenol, kloroform atau isoamil alkohol (Fatchiyah et al.,
2011).
Tahapan ekstraksi dilanjutkan dengan presipitasi DNA menggunakan
isopropanol dan etanol 70%, dimana DNA tidak larut dalam isopropanol dan
etanol sehingga DNA akan mengalami pengendapan (Madhad dan Sentheil,
2014). Tahap terakhir yaitu resuspensi isolat DNA dengan DNA Rehydration
Solution yang bertujuan agar DNA berada dalam bentuk solution sehingga akan
lebih mudah digunakan untuk analisis.
4.1.1. Hasil Analisis Isolat DNA dengan Elektroforesis Agarosa
Isolat DNA yang sudah diamplifikasi lalu dianalisis keberadaannya
dengan elektroforesis gel agarosa menggunakan pewarna etidium bromida.
Etidium bromida dipilih karena lebih umum dipakai dalam proses visualisasi untai
DNA. Larutan etidium bromida akan berinterkalasi dengan untai ganda DNA dan
akan tampak di bawah lampu UV (Gaffar, 2007). Analisis ini bertujuan untuk
memastikan primer sapi dan primer babi yang dipakai dapat mengamplifikasi
sampel daging sapi dan daging babi. Visualisasi dilakukan sebanyak 2 kali
percobaan dengan hasil PCR DNA yang berbeda. Hasil PCR DNA percobaan
pertama dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Hasil Elektroforesis Gel Agarosa PCR DNA Daging Babi dan
Daging Sapi Percobaan ke-1
*(Keterangan: (DS) Daging sapi; (DB) Daging babi dan (M) DNA marker)
31
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Pada gambar 4.1 pita DNA daging sapi menunjukkan pita yang jelas
sempurna dibandingkan dengan pita DNA daging babi. Hal ini menunjukkan
primer sapi dapat mengamplifikasi DNA daging sapi dengan baik. Sedangkan
pada pita DNA daging babi tampak sedikit berbayang di bagian bawah pita namun
tetap menghasilkan pita yang jelas.
Gambar 4.2. Hasil Elektroforesis Gel Agarosa PCR DNA Daging Babi dan
Daging Sapi Percobaan ke-2
*(Keterangan: (DS) Daging sapi; (DB) Daging babi dan (M) DNA marker)
Percobaan kedua dilakukan untuk memastikan hasil PCR DNA yang
dihasilkan akan menunjukkan visualisasi gambar yang sama dengan percobaan
pertama. Pada gambar 4.2 pita DNA daging sapi menggambarkan hasil pita yang
smear. Smear pita DNA tersebut disebabkan adanya DNA yang terpotong
sehingga menghasilkan DNA dengan ukuran pita yang tidak sama (Lewis, 2001).
Hal tersebut dapat disebabkan juga oleh teknik pemipetan yang kurang baik
sehingga DNA akan terpotong. Hasil pita DNA daging babi memgambarkan pita
yang lebih jelas dan tidak smear. Hal itu menunjukan DNA daging babi
teramplifikasi dengan baik.
4.1.2. Hasil Analisis Isolat DNA dengan Spektrofotometri UV
Nilai kemurnian dan konsentrasi tiap-tiap isolat DNA dianalisis
menggunakan spektrofotometri UV DeNovix yang memiliki limit deteksi 10 pg/μl
(DeNovix, 2018). Analisis dilakukan pada panjang gelombang 260nm dan 280nm
32
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dimana DNA dapat menyerap cahaya UV pada panjang gelombang 260nm dan
kontaminan protein akan menyerap pada panjang gelombang 280nm (Fatchiyah et
al., 2011), dari kedua nilai tersebut akan didapat rasio angka yang menunjukkan
tingkat kemurnian DNA terhadap protein.
Selanjutnya dari hasil pengukuran konsentrasi dan kemurnian (Lampiran
3) dipilih masing-masing satu sampel isolat yang memiliki nilai konsentrasi paling
tinggi diantara ketiganya serta nilai kemurnian yang masuk dalam range 1.8-2.0
atau masih dibolehkan pengukurannya dengan PCR. Konsentrasi DNA daging
sapi yang diperoleh yaitu 28,563ng/μl dan daging babi sebesar 76,635ng/μl serta
konsentrasi isolat DNA sampel bakso berturut-turut yaitu 30,810 (bakso 8);
167,235 (bakso 9); 33,659 (bakso 10); 29,742 (bakso 11); 10,580 (bakso 12);
33,462 (bakso 13) dan 34,350 (bakso 14) ng/μl. Dapat dilihat masing-masing
sampel bakso memiliki kadar konsentrasi yang berbeda-beda. Konsentrasi setiap
isolat DNA sampel, daging sapi dan daging babi dibuat dalam pengenceran
sebanyak lima kali (Lampiran 4), hal ini bertujuan agar kurva amplifikasi yang
didapatkan tidak terlalu cepat mencapai fasa plateu pada awal siklus (Roche,
2008).
Tabel 4.1. Konsentrasi dan Kemurnian DNA Hasil Isolasi
33
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Kemurnian hasil isolat DNA daging sapi, daging babi dan sampel bakso
(tabel 4.1) menunjukkan bahwa DNA yang didapatkan masih terkandung
pengotor lain yang ditunjukkan dengan nilai rasio A260/A280 di bawah 1,8.
Beberapa faktor yang menyebabkan nilai kemurnian dibawah 1,8 diantaranya
perubahan pH dalam larutan sampel DNA yang akan menghasilkan rasio
kemurnian yang bervariasi (NanoDrop, 2007) serta kemungkinan yang disebabkan
karena adanya kontaminasi protein pada proses pencucian menggunakan
isopropanol (Akhmad, 2016). Isolat DNA yang memiliki kemurnian di atas 1,0
masih dapat diterima dan dilanjutkan ke proses analisis menggunakan real-time
PCR (Kusumadewi et al., 2012).
4.2. Hasil Uji Spesifitas Primer
Pada penelitian digunakan urutan basa primer sapi dan urutan basa primer
babi yang diperoleh dari penelitian Tanabe et al., (2007). Kedua desain primer ini
telah digunakan sebelumnya oleh Zilhadia (2017) dan telah dianalisis
spesifitasnya menggunakan software NCBI BLAST. Hasil BLAST dari penelitian
Zilhadia (2017) menunjukkan dari database NCBI pada primer babi forward dan
primer babi reversed yang digunakan spesifik untuk DNA babi dengan nilai
maksimum identitas 100%. DNA target yang akan diamplifikasi yaitu pada DNA
mitokondria sitokrom b dengan panjang amplifikasi 120 pasang basa (Lampiran
5a). Hasil BLAST untuk primer sapi forward dan primer sapi reversed
menunjukkan urutan primer spesifik untuk mengamplifikasi DNA mitokondria
sitokrom b sapi dengan panjang amplifikasi 131 pasang basa (Lampiran 5b).
4.3. Hasil Amplifikasi DNA Menggunakan Real-Time PCR
4.3.1. Penetapan Metode Amplifikasi yang Optimal
Pada penelitian ini modifikasi suhu annealing hanya dilakukan pada
primer sapi karena terdapat perbedaan jauh nilai Tm teoritis pada primer sapi
forward dan primer sapi reverse (Lampiran 6) yakni 60◦C dan 70◦C dengan nilai
Ta 65◦C. Pasangan primer yang baik yaitu yang memiliki perbedaan Tm tidak
lebih dari 2◦C (Scmittgen, 2007). Nilai Tm primer akan mempengaruhi nilai Ta
34
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
karena suhu annealing yang digunakan biasanya 5◦C di bawah nilai Tm
(Muladno, 2010). Optimasi dilakukan pada suhu 50◦C, 55◦C, 60◦C dan 65◦C.
Pada kurva (Lampiran 7a, 7b dan 7c) menunjukkan terjadinya amplifikasi pada
DNA yang mengandung sapi dan DNA non-target yaitu DNA yang mengandung
babi maupun NTC (No Template Control). Hal ini diduga karena suhu annealing
yang digunakan terlalu rendah untuk primer reverse dengan nilai Tm 70◦C,
sehingga terjadi mis-priming atau primer-dimer. Berdasarkan Zilhadia (2017),
optimasi suhu annealing dengan urutan primer sapi yang sama didapatkan hasil
suhu optimal 65◦C (Lampiran 8) sehingga peneliti menggunakan suhu 65◦C
sebagai suhu annealing primer sapi.
Pada primer babi tidak dilakukan optimasi suhu annealing karena nilai Tm
teoritis pada primer forward babi dan primer reverse babi memiliki nilai yang
sama yakni 66◦C (Lampiran 6). Berdasarkan Rachmawati (2012), optimasi suhu
annealing primer babi dengan urutan basa yang sama menggunakan metode
gradient PCR, diperoleh hasil suhu optimal 60◦C.
Selain suhu annealing, konsentrasi primer yang digunakan juga berperan
penting pada keberhasilan amplifikasi. Nilai konsentrasi primer babi dan primer
babi didasari pada hasil optimasi serta perhitungan (Lampiran 9) yang telah
dilakukan dan mengacu pada SYBR Green I Protocol yaitu 0,2-1 μm (Roche,
2005). Sehingga didapatkan nilai konsentrasi primer sapi yang digunakan yaitu
0,5 μm dan konsentrasi primer babi yaitu 0,25 μm. Sedangkan suhu denaturasi
yang digunakan yaitu 95◦C selama 10 detik dan suhu ekstensi yaitu 72◦C selama
30 detik, yang mengacu pada SYBR Green I Protocol (Lampiran 10a, 10b).
4.3.2. Hasil Amplifikasi DNA Menggunakan Real-Time PCR dengan Metode
SYBR Green Menggunakan Primer Sapi
Analisis dilakukan pada sampel bakso 8, bakso 9, bakso 10, bakso 11,
bakso 12, bakso 13, bakso 14, daging sapi, daging babi dan NTC menggunakan
primer sapi. Pada gambar 4.2 menunjukan kenaikan kurva amplifikasi pada isolat
DNA daging sapi dengan Cp sebesar 21.82 diikuti isolat DNA bakso 8, bakso 9,
bakso 10, bakso 11, bakso 12, bakso 13, dan bakso 14 dengan nilai CP berturut-
turut 21.34; 24.99; 24.09; 19.95; 25.36; 22.65; dan 16.93. Hal ini menunjukkan
35
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
adanya DNA sapi yang teramplifikasi pada sampel bakso. Nilai CP yang berbeda
pada tiap sampel dikarenakan sampel memiliki konsentrasi dan kemurnian yang
berbeda-beda. Spesifitas amplifikasi juga dilihat pada gambar 4.4 kurva melting
peaks dimana hanya terdapat satu puncak melting point dimana turut menandakan
DNA yang teramplifikasi adalah DNA sapi.
Gambar 4.3. Kurva Amplifikasi Isolat DNA Daging sapi(DS), Daging babi(DB),
No Template Control(NTC) dan Sampel Bakso dengan Metode SYBR Green
Menggunakan Primer Sapi.
Pada gambar 4.3 juga menunjukan adanya kenaikan kurva amplifikasi
pada NTC dengan nilai CP 26.73 dan pada DNA daging babi namun tidak
menghasilkan nilai CP. Naiknya kurva amplifikasi pada DNA daging babi dan
NTC dapat disebabkan oleh banyak hal diantaranya terdapat kontaminan protein,
RNA, kontaminasi pada area preparasi running sampel, primer dimer serta tidak
spesifiknya primer yang digunakan. Kurva melting peaks tidak menghasilkan dua
peaks dimana peaks DNA daging babi dan NTC memiliki peaks yang sedikit lebih
rendah gambar 4.4 dari DNA sampel bakso dan DNA daging sapi. Maka false
positive tidak berasal dari primer dimer. Proses preparasi master mix hingga
running sampel juga dilakukan di dalam LAF (Laminar Air Flow) dengan
peralatan yang steril untuk memperkecil kemungkinan adanya kontaminasi.
Spesifitas primer yang digunakan juga mempengaruhi terjadinya false positive,
36
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
seperti yang disebutkan dalam metodologi tabel 3.1 urutan primer sapi forward
dengan urutan DNA babi pada gambar 4.5 memiliki urutan yang hampir mirip
hanya berbeda dua basa saja yaitu basa “a dan a” pada DNA babi sedangkan “c
dan g” pada primer forward sapi.
Gambar 4.4. Kurva Melting Peaks Hasil Amplifikasi Isolat DNA Daging sapi,
Daging babi, NTC dan Sampel Bakso dengan Primer Sapi
Gambar 4.5. Urutan DNA babi
[Sumber: Tanabe et al., 2007]
Perbedaan tersebut dapat menyebabkan primer sapi mengamplifikasi isolat
DNA daging babi yang seharusnya merupakan kontrol negatif sehingga kurva
amplifikasi DNA daging babi mengalami kenaikan. Hal itu terjadi juga pada
kurva amplifikasi NTC, dimana seharusnya NTC (Non template control) tidak
menghasilkan kurva naik. Seperti yang tampak pada gambar 4.4 melting peaks
NTC juga berada pada peaksi yang sama seperti kontrol positif. Metode SYBR
Green I memiliki beberapa kekurangan salah satunya tidak dapat mengamplifikasi
37
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dengan spesifik sehingga kontaminan pun dapat diamplifikasi walaupun bukan
target yang dituju (Kubista et al., 2006). Munculnya nilai CP juga dapat
disebabkan karena nilai threshold yang digunakan terlalu besar yaitu 3,00.
Pengambilan angka threshold yang terlalu tinggi akan menyebabkan nilai CP
yang tidak logis namun angka threshold yang terlalu rendah juga menyebabkan
teridentifikasinya sampel yang sebelumnya tidak teridentifikasi. Pengaturan batas
threshold dilakukan untuk menghilangkan noiseband sehingga akan diketahui
lebih tepat pada siklus keberapa kurva amplifikasi terpotong.
4.3.3. Hasil Amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR dengan metode
SyberGreen menggunakan Primer Babi
Pengujian dilakukan pada isolat DNA sampel bakso 8, bakso 9, bakso 10,
bakso 11, bakso 12, bakso 13, bakso 14, daging sapi (kontrol negatif), daging babi
(kontrol positif) dan NTC (blanko) menggunakan primer babi. Keberadaan DNA
hasil amplifikasi pada gambar 4.6 diamati dari grafik yang muncul sebagai
akumulasi fluoresensi yang menghasilkan nilai CP pada grafik. Pada gambar,
hanya dihasilkan grafik naik pada hasil amplifikasi DNA daging babi dengan nilai
CP sebesar 21,24. Sedangkan pada hasil amplifikasi sampel bakso tidak
menunjukkan grafik naik hal ini menunjukkan tidak adanya cemaran daging babi
pada bakso sapi. Begitu juga dengan hasil grafik pada DNA daging isolat NTC
yang tidak mengalami kenaikan grafik, dimana menunjukan bahwa metode SYBR
Green I dengan primer babi dapat mengamplifikasi DNA babi secara spesifik.
38
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Gambar 4.6. Kurva Amplifikasi Isolat DNA Daging sapi(DS), Daging babi(DB),
No Template Control(NTC) dan Sampel Bakso dengan Metode SYBR Green
Menggunakan Primer Babi
Gambar 4.7. Kurva Melting Peaks Hasil Amplifikasi Isolat DNA Daging sapi,
Daging babi, NTC dan Sampel Bakso dengan Primer Babi
Spesifitas hasil amplifikasi juga dapat dianalisa dari melting peaks pada
Gambar 4.7 Produk yang spesifik hanya akan menghasilkan satu peaks dengan
nilai Tm yang sama atau mendekati. Pada kurva melting peaks menghasilkan satu
peaks yaitu peaks produk primer babi dengan isolat DNA daging babi.
39
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan kurva amplifikasi pada running
sample primer babi, tidak didapatkan hasil positif untuk sampel DNA bakso 8,
bakso9, bakso 10, bakso 11, bakso 12, bakso 13 dan bakso 14. Maka sampel
bakso yang beredar di wilayah Ciputat dan diambil pada Juli 2018 tidak
mengandung cemaran daging babi.
5.2. Saran
a. Metode pengambilan sampel bakso sebaiknya lebih diperjelas.
b. Perlu dilakukan penelusuran sumber pemasok bakso pada setiap
pedagang, sehingga sampel bakso tidak berasal dari sumber yang sama.
c. Apabila pada penelitian selanjutnya digunakan urutan primer sapi dan
primer babi yang sama, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan uji spesifitas
pada kedua primer. Pengujian harus dilakukan dengan kontrol negatif,
kontrol positif dan sampel.
d. Uji spesifitas sebaiknya dilakukan dengan PCR konvensional lalu
divisualisasi dengan elektroforesis, jika hasil PCR pada primer dengan
kontrol negatif menghasilkan pita maka harus dilanjutkan dengan
sequencing DNA.
e. Diharapkan dapat dilakukan pengembangan lebih lanjut terkait metode
yang digunakan untuk lebih efisien dan efektif sehingga kedepannya
dapat digunakan sebagai rujukan utama pengujian kehalalan produk
bakso.
39
40
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad, M. A. 2016. Pengembangan Analisis Listeria monocytogenes untuk
Jajanan Pempek dengan Real-time PCR. (Tesis Institut Pertanian Bogor).
Alberts, B., Bray, D., Watson, J., Lewis, J. 2015. Molecular Biology of The cell
6th Edition. New York: Garland Science.
Aw, T.G., & Rose, J.B. 2012. Detection of Phatogens in Water: from Phylochips
to qPCR to Pyrosequencing. Biotechnol. 23:422-430.
Barril, P., & Silvia, N. 2012. Gel Electrophoresis-Principle and Basics. Rijeka:
InTech.
Bempah, R. T. 2017. Polisi Amankan Ratusan Kilogram Daging Babi dari Kios
Bakso di Bogor. Regional Kompas. Diakses pada 13 Maret 2018 melalui
http://regional.kompas.com/read/2017/05/30/15242211/polisi.amankan.rat
usan.kilogram.daging.babi.dari.kios.bakso.di.bogor pukul 12.34.
Black, E.M., Lowings, J.P., Smith, J., Heaton, P.R., McElhinney, L.M. 2002. A
rapid RT-PCR method to differentiate six established genotypes of rabies
and rabies-related viruses using TaqMan technology. J Virol Methods.
105:25-35.
Buwono, I.D. 2018. Buku Ajar Aplikasi Teknologi DNA Rekombinan untuk
Perakitan Konstruksi Vektor Ekspresi Ikan Lele Transgenik. Yogyakarta:
Deepublish.
Cai, H. 2012. Real Time PCR Assays for Detection and Quantification of Porcine
and Bovine DNA in Gelatine Mixtures and Gelatine Capsules. USA:
Journal of Food Composition and Analysis. 25:83-87.
Campbell, N.A., Reece, J.B., Mitchell, L.G. 2002. Biologi. Jilid 1. Edisi Kelima.
Alih Bahasa: Wasmen. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Cawthraw, S., Saunders, G. C., Martin, T. C., Sawyer, J., Windl, O.,Reaney, S. D.
2009. Real-time PCR Detection and Identification of Prohibited
Mammalian and Avian Material in Animal Feeds. Journal of Food
Protection.
Chantratita, W., Sukasem, C., Kaewpongsri, S., Srichunrusami, C., Pairoj, W.,
Thitithanyanont, A., Chaichoune, K., Ratanakron, P., Songserm, T.,
Damrongwatanapokin, S., Landt, O. 2008. Qualitative detection of Avian
Influenza A (H5N1) viruses: a comparative evaluation of four real-time
nucleic acid amplification methods. Mol Cell Probes. 22:287-293.
41
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Davidson, M.W. 2000. Aricle: Mitochondria. Diakses pada 13 Maret 2018 pukul
8.30 melalui http://micro.magnet.fsu.edu/cells/mitochondria.html.
David, R., Hernandez, M. 2013. Real-time PCR in Food Science: Introduction.
Curr Issue Mol Bio. 15: 25-38.
Depkes. 2016. Artikel: Inilah Perbedaan “4 Sehat 5 Sempurna” Dengan “Gizi
Seimbang”. Diunduh pada 13 Maret 2018, melalui
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=16051300001.
DeNovix. 2018. DS-11 Spectrophotometer. Diunduh pada 9 September 2018
pukul 12.42 melalui https://www.denovix.com/ds-11/.
Djurkin, K. 2015. Comparison of Commecial DNA KITS and Traditional DNA
Extraction Procedure in PCR Detection of Pork in Dry/Fermented
Sausages. Poljoprivreda. 21:199-202.
Fatchiyah. 2011. Biologi Molekular: Prinsip Dasar Analisis. Jakarta: Erlangga.
Fumière, O., Veys, P., Boix, A., Vonholst, C., Baeten, V., Berben, G. 2009.
Methods of Detection, Species Identification and Quantification of
Processed Animal Proteins in Feedingstuffs. Biotechnology, Agronomy,
Society and Environment.
Fraga, D., Meulia, T., Fenster, S. 2008. Real-Time PCR. In: Current protocols
essential laboratory techniques. New York (US): John Wiley & Sons,
Inc. p. 10.3.110.3.33.
Gaffar, S. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul. Bandung: FMIPA-Universitas
Padjajaran.
Gibbs, R.A. 1990. DNA amplification by the polymerase chain reaction. Anal
Chem. 62: 1202-1214.
Giglio, S., Monis, P.T., Saint, C.P. 2003. Demonstration of preferential binding of
SYBR Green I to specific DNA fragments in real-time multiplex PCR.
Nucleic Acids Res. 31:e136.
Griffiths,A.J.F., Miller, J.H., Suzuki, D.T. 2000. An Introduction to Genetic
Analysis. 7th edition. New York: W. H. Freeman.
Handoyo, D., Ari, R. 2001. Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain
Reaction (PCR). Surabaya: Universitas Surabaya.
Hewajuli, D. A., Dhamayanti, N.L. 2014. Perkembangan Teknologi Reverse
Transcriptase- Polymerase Chain Reaction dalam Mengidentifikasi
Genom Avian Influenza dan Newcastle Disease. Bogor: Balai Besar
Penelitian Veteriner.
42
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Kesmen, Z., Gulluce, A., Yetim, H. 2009. Identification of Meat Species by
Taqman Based Real-Time PCR Assay. Meat Science 82: 444-449.
Koolman, J., Klaus, H.R. 2005. Color Atlas of Biochemistry. Edisi kelima.
Germany: Georg Thieme Verlag.
Kubista, M., Andrade, J.M., Bengtsson, M., Forootan, A., Jonak, J., Lind, K.
2006. The real-time polymerase chain reaction. Mol. Aspects Med. 27,
95–125. Diunduh pada 20 Juli 2018 pukul 15.30 melalui
10.1016/j.mam.2005.12.007Lazaro.
Kusumadewi. 2013. Analisis DNA Jaringan Lunak Manusia yang Terpapar
Formalin dalam Interval Waktu 1 Bulan Selama 6 Bulan pada Lokus
D13S317 dengan Metode STR-PCR. Surabaya: JBP, 14(2): 115-121.
Liyana, F.K., Shuhaimi, M., Cheman, Y.B., Sazili A.Q., Aida A.A., Raha A.R.
2009. Porcine Specific Real time Polymerase Chain Reaction (PCR) for
Halal Verification. Proceedings of the 3rd
IMT-GT International
Symposium on Halal Science and Management 2009. Malaysia : UPM
Serdang, Selangor.
Lewis, Matt. 2001. Agarose Gel Electrophoresis (Basic Method). Diunduh Pada
tanggal 19 Agustus 2018 pukul 13.50 melalui
http://www.methodbook.net/.
Lockley, A.K., Bardsley, R.G. 2000. DNA-based Methods for Food
Authentication. Trends Food Sci. Technol. 11: 67-77
Ma, H., Kuan-Jiunn, S., Geroge, C., X,Tracy Qiao., Mei-Ying, C. 2006.
Application of Real Time Polimerase Chain Reaction (RT-PCR). The
journal of American science: 2 (3): 1-15.
Madhad, V.J., Sentheil, K. P. 2014. The Rapid and Non-enzimatic Isolation of
DNA from The Human Peripheral Whole Blood Suitable for Genotyping.
India: Departement of Biotechnology Saurashtra University.
Maftuchah., Winaya, A., Zainudin, A. 2014. Teknik Dasar Analisis Biologi
Molekuler. Sleman: Deepublish Publisher.
Marks, D.B. 2000. Biokimia kedokteran dasar: sebuah pendekatan klinis; alih
bahasa, Brahm U. Pendit; editor edisi bahasa Indonesia, Joko Suyono, Vivi
Sadikin, Lydia I. Mandera. Jakarta: EGC.
Moritz,C., Dowling,T.E., Brown,W.M. 1987. Evolution of Animal Mitochondrial
DNA: Relevance for Population Biology and Systematics. Annu. Rev.
Ecol. Syst.18:269–292.
Muladno. 2010. Teknologi Rekayasa Genetika. Edisi Kedua. Bogor: IPB Press.
43
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
NanoDrop. 2007. ND-1000 Spectrophotometer V3.5 User’s Manual. Diunduh
pada 29 Agustus 2018 pukul 21.20 melalui http://nanodrop.com.
Ning, J., Liebich, J., Kastner, M., Zhou, J., Schaffer, A., Burauel, P. 2009.
Different influence of DNA purity indices and quantity on PCR-based
DGGE and functional gene microarray in soil microbial community study.
Appl Microbiol Biotechnol. 82:983-993.
Nugroho, E.D., Dwi, A.R. 2017. Pengantar Bioteknologi (Teori dan Aplikasi).
Ed.1, Cet.1. Yogyakarta: Deepublish.
Olson, N. D., Morrow, J. B. 2012. DNA extract characterization process for
microbial detection methods development and validation. BMC Research
Notes, 5, 668. Diunduh pada 21 Juli 2018 pukul 13.42 melalui
http://doi.org/10.1186/1756-0500-5-668.
Pardal, S.J. 2010. Menguji ekspresi gen menggunakan real time PCR. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 32:13-14.
Rachmawati, P. 2012. Analisis Cemaran Daging Babi pada Produk Dendeng Sapi
yang Beredar di Wilayah Ciputat dengan Metode Amplifikasi DNA
Menggunakan Real-time PCR. Skripsi. Program Studi Farmasi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Radji, M. 2011. Rekayasa Genetika. Jakarta: ISBN: 978-602-8674-40-9
Rettner, R. 2017. Article: DNA: Definition, structure dan discovery. Diunduh
pada 13 Maret 2018 pukul 14.35 melalui
https://www.livescience.com/37247-dna.html.
Rochec
. 2005. The LightCycler® 480 DNA SYBR Green I Master. Diunduh pada
21 Agustus 2018 pukul 17.20 melalui www.rocheapplied-science.
Rochee
. 2008. The LightCycler® 480 Instrument Operator’s Manual. Diunduh
pada 2 September 2018 pukul 18.31 melalui www.rocheapplied-
science.com
Sambrook, J. 2006. The condensed protocols from molecular cloning: a
laboratory manual. Cold Spring Harbor, NY: Cold Spring Harbor
Laboratory Press.
Shipley, G.L. 2007. Quantitative Real-Time RT PCR. Research Department of
Integrative Biology & Pharmacology. University of Texas.
Siregar, R.A. 2017. Artikel: Polisi Ciduk Pengoplos Daging Sapi dan Babi di
Lubuklinggau. NewsDetik. Diunduh pada 13 Maret 2018 pukul 13.50
44
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
melalui https://news.detik.com/berita/d-3519736/polisi-ciduk-pengoplos-
daging-sapi-dan-babi-di-lubuklinggau.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Solihin, D.D. 1994. Ulas balik Peran DNA mitokondria (mtDNA) dalam studi
keragaman genetic dan biologi populasi pada hewan. Bogor: FMIPA IPB.
ISSN 0854-8587.
Sulistyaningsih, E. 2007. Polymerase Chain Reaction (PCR): Era Baru Diagnosis
dan Manajemen Penyakit Infeksi. Jember: Laboratorium Fisiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Jember.
Syukriani, Y.F. 2012. DNA Forensik. Bandung: Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Unpad Rumah Sakit Dr.
Hasan Sadikin.
Syukur, M. 2017. Artikel: BBPOM Temukan Bakso Mengandung Babi di
Warung Terkenal Pekanbaru. Liputan6. Diakses pada 18 Maret 2018
pukul 12.45 melalui https://www.liputan6.com /bbpom-temukan-bakso-
mengandung-babi-di-warung-terkenal-pekanbaru.
Tanabe, S. 2007. A Real-Time Quantitative PCR Detection Method for Pork,
Chicken, Beef, Mutton, and Horseflesh in Foods. Japan: Setagaya-ku,
Tokyo. 71 (12). 3131-3135.2007
Teare, J.M., R. Islam., R. Flanagan., S. Gallagher., M.G Davies., C. Grabau. 1997.
Measurement of Nucleic Acid Concentrations Using the DyNA QuantTM
and the GeneQuantTM. BioTechniques 22: 1170-1174.
Utami, A. 2012. Variasi Metode Isolasi DNA Daun Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.). Bogor: Departemen Biokimia FMIPA ipb.
Wardani, A.K., Sari, E.P. 2015. Deteksi Molekuler Cemaran Daging Babi pada
Bakso Sapi di Pasar Tradisional Kota Malang Menggunakan PCR
(Polymerase Chain Reaction). Malang:Jurnal Pangan dan Agroindustri
Vol. 3 No 4 p. 1294-1301. Diunduh pada 3 April 2018 pukul 15.21.
Widyastuti, E. 2012. Sel Struktur dan Fungsi. Fakultas Teknologi Pertanian UB.
Diunduh pada 13 Maret 2018 pukul 14.13
Wilfinger, W.W., Mackey, K., Chomczynski, P. 2006. Assesing the quantity,
purity and integrity of RNA and DNA following nucleic acid purification.
In DNA sequencing II optimizing preparation and clean up. Edited by
Sudbury KJ. MA: Jones and Bartlett Publisher: 291-312.
45
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Yancy, H. F., Washington, J. D., Callahan, L., Mason, J. A., Deaver, C. M.,
Farrell, D. E., et al. 2009. Development, Evaluation, and Peer Verification
of a Rapid Real-time PCR Method for the Detection of Animal Material.
Journal of Food Protection.
Yusuf, Z.K. 2010. Polymerase Chain Reaction (PCR). Saintek vol.5 No:6, 2010,
FIKK-Universitas Gorontalo.
Yuwono, T. 2009. Biologi Molekular. Jakarta: Erlangga.
Zilhadia. 2017. Perbandingan Metode SYBR Green dan Hydrolysis Probe dalam
Analisis DNA Gelatin Sapi dan Babi Menggunakan Real Time PCR.
Jurnal Sains Farmasi & Klinis: 4(2): 16-23.
46
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian
Pengumpulan sampel bakso sapi secara
stratified random sampling
Isolasi DNA sampel bakso sapi,
daging babi dan daging sapi.
Cek kemurnian dan konsentrasi DNA
dengan Spektrofotometri DNA
Analisis DNA dengan Elektroforesis
Gel Agarosa
DNA terisolasi DNAtidak
terisolasi
Amplifikasi isolat DNA
menggunakan Real Time PCR
Analisis hasil amplifikasi
Kesimpulan
47
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 2. Alur kerja isolasi DNA menggunakan Genomic DNA
Purification Kit
48
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 3. Nilai konsentrasi dan kemurnian isolat DNA
Isolat DNA Konsentrasi (ng/μl) Kemurnian (A260/A280)
Daging segar
Daging sapi 1 28,563 1,64
Daging sapi 2 29,660 1,46
Daging sapi 3 21,346 1,37
Daging babi 1 3.068 1,54
Daging babi 2 8,044 1,32
Daging babi 3 76,635 1,49
Sampel Bakso
Bakso AW 1 29,463 1,15
Bakso AW 8 30,810 1,68
Bakso AW 15 9,785 1,50
Bakso BB 2 12,609 1,63
Bakso BB 9 167,235 1,59
Bakso BB 16 27,437 1,59
Bakso CR 3 23,692 1,60
Bakso CR 10 33,659 1,61
Bakso CR 17 22,631 1,70
Bakso WL 4 23,763 1,55
Bakso WL 11 29,742 1,62
Bakso WL 18 29,415 1,64
Bakso GN 5 7,277 1,09
Bakso GN 12 10,580 1,60
Bakso GN 19 3,118 1,45
Bakso R 6 19,588 1,75
Bakso R 13 33,462 1,65
Bakso R 20 29,385 1,59
BaksoWS 7 3,668 1,20
Bakso WS 14 34,350 1,59
Bakso WS 21 10,325 1,49
Ket. : isolat yang dirunning pada RT-PCR
49
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 4. Perbandingan pengenceran isolat DNA sampel, daging sapi dan
daging babi.
Isolat DNA Konsentrasi (ng/μl) Perbandingan
Pengenceran
Daging segar
Daging sapi 1 28,563 2:3
Daging babi 3 76,635 1:4
Sampel bakso
Bakso 8 30,810 2:3
Bakso 9 167,235 1:4
Bakso 10 33,659 2:3
Bakso 11 29,742 2:3
Bakso 12 10,580 3:2
Bakso 13 33,462 2:3
Bakso 14 34,350 2:3
Lampiran 5a. Hasil Uji Spesifitas Primer Babi dengan BLAST Melalui Database
NCBI
50
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 5b. Hasil Uji Spesifitas Primer Sapi dengan BLAST Melalui Database
NCBI
Lampiran 6. Perhitungan Tm (Melting Temperature) Primer
*) Suhu annealing yang digunakan biasanya 5◦C di bawah nilai Tm (Muladno,
2010)
Primer Sapi
Primer sapi forward
Tm = 2◦C (2+8) + 4◦C (2+8)
= 60◦C
Primer sapi reverse
Tm = 2◦C (5+8) + 4◦C (6+5)
= 70◦C
Tm rata-rata Primer sapi:
Tm = (60+70)/2
= 65◦C
Ta* = 60◦C
Primer Babi
Primer babi forward
Tm = 2◦C (6+5) + 4◦C (4+7)
= 66◦C
Primer babi reverse
Tm = 2◦C (8+7) + 4◦C (6+3)
= 66◦C
Tm rata-rata Primer babi:
Tm = (66+66)/2
= 66◦C
Ta* = 61◦C
Rumus : Tm = 2◦C (A+T) + 4◦C (G+C)
51
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 7a. Kurva Hasil Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi, NTC,
dan Bakso 1, Bakso2, Bakso 3, Bakso 4, Bakso 5 dan Bakso 7 dengan Primer Sapi
pada Suhu annealing 50◦C
Lampiran 7b. Kurva Hasil Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi dan
NTC dengan Primer Sapi pada Suhu annealing 55◦C
52
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 7c. Kurva Hasil Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi dan
NTC dengan Primer Sapi pada Suhu annealing 60◦C
Lampiran 8. Hasil Optimasi Suhu Annealing Primer Sapi Pada Suhu 65◦C
[Sumber: Zilhadia et al., 2017]
53
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 9. Perhitungan Pembuatan Larutan Primer
1. Membuat larutan primer sapi 10 µm dari larutan induk 100 µm
V1.M1 = V2.M2
X . 100 µm = 100 µl . 10 µm
X = 1000/100
X = 10 µl
Maka diambil 10 µl dari larutan induk primer sapi lalu ditambahkan 90 µl
aquabidest.
2. Membuat larutan primer babi 5 µm dari larutan induk 100 µm
V1.M1 = V2.M2
X . 100 µm = 100 µl . 5 µm
X = 500/100
X = 5 µl
Maka diambil 5 µl dari larutan induk primer babi lalu ditambahkan 95 µl
aquabidest.
3. Menghitung volume primer sapi yang diambil dari larutan primer sapi 10
µm
Acuan konsentrasi primer yang digunakan yaitu berkisar antara 0,2-1 µm
(Roche, 2005), dipilih konsentrasi primer sapi yaitu 0,5 µm untuk tiap
primer forward dan reverse.
VI.M1 = V2.M2
X . 10 µm = 20 µl . 0,5 µm
X = 10/10
X = 1 µl
Maka, diambil 1 µl dari masing-masing primer forward dan primer
reverse.
4. Menghitung volume primer babi yang dia00000mbil dari larutan primer
babi 5 µm
Acuan konsentrasi primer yang digunakan yaitu berkisar antara 0,2-1 µm
(Roche, 2005), dipilih konsentrasi primer babi yaitu 0,25 µm untuk tiap
primer forward dan reverse
54
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(Lanjutan lampiran 9)
V1.M1 = V2.M2
X . 5 µm = 20 µl . 0,25 µm
X = 5/5
X = 1 µl
Maka, diambil 1 µl dari masing-masing primer forward dan primer
reverse.
Lampiran 10a. Program Amplifikasi untuk Primer Babi
55
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 10b. Program Amplifikasi untuk Primer Sapi
56
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 11. Campuran reaksi master mix untuk amplifikasi DNA
Konsentrasi Akhir Larutan
Induk
Jumlah yang
Digunakan
Primer forward 0,5 µm (primer sapi)
0,25 µm (primer babi)
10 µm 1 µl
Primer reverse 0,5 µm (primer sapi)
0,25 µm (primer babi)
10 µm 1 µl
LightCycler 480
SYBR Green I
- - 10 µl
ddH2O - - 3 µl
DNA template - - 5 µl
Total volume reaksi 20 µl
Lampiran 12. Kurva Amplifikasi Isolat DNA Daging sapi, Daging babi, NTC
dan Sampel Bakso dengan Metode SYBR Green Menggunakan Primer Sapi.
57
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 13. Kurva Melting Peaks Pada Hasil Amplifikasi dengan Primer Sapi
Lampiran 14. Kurva Amplifikasi Isolat DNA Daging sapi, Daging babi, NTC
dan Sampel Bakso dengan Metode SYBR Green Menggunakan Primer Babi
58
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 15. Kurva Melting Peaks Pada Hasil Amplifikasi dengan Primer Babi
Lampiran 16. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
Spektrofotometri DNA Kit Ekstraksi (Promega)
Masker, Glove Mikrotips, Mikrosentrifuge, tube
59
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Mikrosentrifugasi Vortex
Mikropipet (1) Vol 1000 µl; (2)
Vol 200 µl; (3) Vol 20 µl
Multiwell Plates, Sealing Foil
Real Time PCR
Timbangan Analitik
Mikrosentrifugase 5417R
Lemari pendingin suhu -21
Autoklav
60
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Daging Babi
Daging Sapi
Etidium bromida Serbuk agarosa DNA marker
Chamber dan gel caster Alat elektroforesis
Gel documentation
Bakso sapi
Recommended