View
219
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
nbxmnzbmbzBcmzxbnc
Citation preview
TIPS MENULIS
1. TANDA BACA UMUM
Berikut contoh cara penulisan tanda baca yang sering dipakai penulis: Aku tersenyum--tepatnya meringis sendiri. "Seandainya aku bisa terbang (tanpa
sayap) ...," gemingku dalam hati, "aku akan membawa kekasihku bermain di awan."
Senyumku makin lebar. "Tapi, apa dia mau? Harus mau! Karena ... karena ... aku
sangat mencintainya!!!"
Sering kali, penulis mengabaikan (atau mungkin tidak tahu) cara penulisan
kosakata, tanda baca, dan sebagainya, yang sesuai dengan ejaan yang benar.
Memang, dalam bahasa komik akan terasa lebih mengena dengan bahasa cakap, bumi,
gaul, dan ecek-ecek yang sering mengabaikan ejaan. Akan tetapi, selagi masih
terasa indah dengan bahasa baku, kenapa nggak?
2. BERCERITA, MENCERITAKAN, MENCERITAI
Perhatikan perbedaan penggunaan kata-kata ini; mana yang butuh kata depan, mana
yang tidak.
1a. Saya bercerita kepadamu tentang pengalaman itu.
1b. Saya bercerita tentang pengalaman itu kepadamu.
2. Saya menceritakan pengalaman itu kepadamu.
3. Saya menceritai kamu tentang pengalaman itu.
Rujukan: KBBI edisi 2, halaman 187
=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=
PENJELASAN
(Catatan: Untuk beberapa tips, saya mencantumkan penjelasan singkat bagi yang
ingin tahu "mengapa begini, mengapa begitu"-nya tips bersangkutan. Yang tidak
tertarik pada linguistik mungkin bisa memperhatikan tips utamanya saja.)
1. "Bercerita" adalah kata kerja intransitif, yang berarti tidak membutuhkan
objek. Baik "kepadamu" maupun "tentang pengalaman itu" adalah keterangan dalam
kalimat di atas. Pada umumnya, awalan ber- membentuk kata kerja intransitif.
2. "Menceritakan" adalah kata kerja transitif, yang berarti membutuhkan objek
(dalam hal ini objek penderita). Oleh karena itu, kata ini sebenarnya tidak
perlu diikuti "tentang" lalu objeknya, seperti yang sering dilakukan orang.
Jadi, bukan "menceritakan tentang pengalaman".
3. "Menceritai" juga kata kerja transitif yang membutuhkan objek (dalam hal ini
objek pelengkap).
Pada umumnya, akhiran -i dan -kan membentuk kata kerja transitif sehingga
langsung diikuti oleh objeknya, tanpa memerlukan kata depan, misalnya: tentang,
terhadap, akan, atau kata depan lainnya.
3. SUDUT PANDANG 2: NARATOR ORANG PERTAMA
Untuk sudut pandang ini, pembaca hanya dapat melihat pikiran satu
tokoh cerita, yakni narator yang berada di dalam cerita. Kita hanya
bisa melihat apa yang dilihat si narator, mengalami dunia sebagaimana
yang dia alami. Akan tetapi, kita masih menonton dari kejauhan karena
ceritanya dikisahkan dari sudut pandang narator yang menceritakan
kejadian yang sudah lewat kepada pembaca. Jadi, masih ada semacam
jarak antara pembaca dan cerita.
Narasi orang pertama *harus* mengungkapkan karakter si narator karena
tokh pembaca diajak memasuki pikiran si narator. Kalau tidak, apa
perlunya menggunakan sudut pandang ini?
Sumber: Orson Scott Card, _Charaters & Viewpoint_, Writer's Digest
Books.
NB: Contoh sudut pandang yang ini tentu bhuanyak bhuanget. Saya kira,
saya tidak perlu memberi contoh di sini.
4. SUDUT PANDANG ORANG PERTAMA DAN PENOKOHAN
Menurut saya, sudut pandang yang satu ini harus digunakan dengan amat
sangat berhati-hati. Seperti yang kita ketahui, sebagian besar cerpen
islami itu tokohnya berupa muslimah yang saleh, baik, dll dsb. Saya
ingat, Mbak Helvy pernah menyebutkan ini (di tulisan yang di mana
yach, Mbak? Aku cari-cari lagi ngga ketemu). Saya pribadi suka merasa
seolah cerpen-cerpen ini mengulang-ulang tokoh yang sama. Saya ngga
bisa membedakan tokoh yang ini dengan yang itu, karena memang ciri-
cirinya sama semua. Nggak ada suatu ciri yang membuat tokoh ini unik
atau tokoh itu menonjol. Padahal, salah satu hal yang membuat suatu
cerita berkesan adalah tokohnya.
Menggunakan sudut pandang orang pertama, kalau tidak dilakukan dengan
hati-hati, bisa berbahaya. Sudut pandang yang satu ini bisa semakin
mengaburkan keunikan tokoh. Meskipun tokoh "aku" biasanya punya nama,
tetapi kita (pembaca) bahkan tidak mampu menempelkan nama itu pada
sosok tersebut. Yang ada hanya "aku" dan "aku" lagi. Akibatnya, kita
tidak bisa merasa dekat dengan tokoh tersebut atau mengidentifikasi
dia sebagai tokoh yang "real" atau "nyata". Akibatnya, ceritanya pun
tak berkesan.
Saran saya: kalau tokohnya belum memiliki ciri unik, setidaknya
berikanlah nama kepada tokoh tersebut, untuk membantu pembaca
mengidentifikasi tokoh, menjangkarkan tokoh dalam benaknya; dan ini
paling mudah dilakukan dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga.
NB: Soal penokohan ini, salah satu contoh yang menurut saya patut
diacungi jempol adalah Mbak Asma dengan Aisyah Putri-nya. Baik para
abang maupun teman-teman Aisyah Putri, semuanya memiliki pribadi yang
unik dan melekat pada benak pembaca. Bravo! :-)
5.SUDUT PANDANG ORANG KETIGA: PENYELAMAN DANGKAL
Dalam sudut pandang ini, pembaca hanya dapat melihat adegan yang
dihadiri si tokoh POV. Pembaca juga melihat kisah bergulir pada saat
ini, bukan mengingat kejadian silam seperti sudut pandang orang
pertama. Jadi, pembaca tidak merasa terpisah atau berjarak dengan
cerita. Lalu, seberapa dalam kita menyelami pikiran si tokoh POV?
Dalam penyelaman dangkal, kita dapat melihat pikiran tokoh POV
tersebut, dan hanya mengamati adegan yang dihadiri si tokoh. Akan
tetapi, kita tidak mengalami cerita seolah-olah kita melihat melalui
matanya. Naratorlah yang menceritakan apa yang terjadi dalam suatu
adegan dengan nada netral. Sesekali si narator keluar dari adegan dan
menyelam sedikit ke dalam pikiran si tokoh POV.
Putra menunggu lima belas menit sampai Nining muncul, mengenakan baju
biru terang yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. "Kamu suka,
nggak?" tanya gadis itu.
Norak sekali, pikir Putra, seperti ada lampu neon saja dalam
bajunya. "Bagus," katanya, tersenyum.
Nining mengamati wajah Putra sejenak, lalu mendelik. "Ah,
kamu selalu saja ingin aku tampil kumuh dan membosankan," katanya.
Sumber: Orson Scott Card, _Characters & Viewpoint_, Writer's Digest
Books
POV: point of view, sudut pandang
tokoh POV: tokoh yang kita gunakan sudut pandangnya untuk mengisahkan
cerita (biasanya tokoh utama cerita, tetapi tidak selalu)
6. SUDUT PANDANG ORANG KETIGA: PANDANGAN SINEMATIS
Dalam sudut pandang ini, kita hanya melihat apa yang dilihat si tokoh
POV, tetapi kita *tidak pernah* melihat ke dalam pikirannya ataupun
pikiran orang lain. Ini seolah-olah si narator memiliki kamera video
di bahu si tokoh POV--pergi ke mana dia pergi, berputar saat dia
berputar, menangkap apa yang dia tangkap--tetapi tak pernah
menunjukkan apa pun selain yang bisa dilihat mata atau yang bisa
didengar telinga.
Saat Putra tiba, Nining belum ada. Dia menghela napas dan
langsung duduk menunggu. Seperempat jam kemudian, Nining muncul.
Gadis itu mengenakan baju warna biru terang, dan dia berputar sekali,
memamerkannya. "Kamu suka, nggak?"
Putra memandang baju itu sejenak tanpa ekspresi. Lalu dia
menyunggingkan senyuman lemah. "Bagus."
Nining mengamati wajah Putra sesaat, lalu mendelik. "Ah, kamu
selalu saja ingin aku tampil kumuh dan membosankan."
Narasi sinematis tidak menceritakan sikap apa pun dari si tokoh,
selain yang diungkapkan melalui raut wajah, gerakan, perkataan. Kita
tahu Nining selalu terlambat dengan melihat bahwa Putra langsung
duduk menunggu, bukannya memandang sekeliling untuk mencarinya. Kita
tahu baju Nining itu baru ketika gadis itu memamerkannya dan bertanya
apakah Putra suka. Narator sinematis tidak bisa menceritakan bahwa
Putra merasa baju itu seperti lampu neon, atau merasa bahwa Nora
dapat membaca pikirannya.
Sumber: Orson Scott Card, _Characters & Viewpoint_, Writer's Digest
Books
Recommended