11
TIPS MENULIS 1. TANDA BACA UMUM Berikut contoh cara penulisan tanda baca yang sering dipakai penulis: Aku tersenyum--tepatnya meringis sendiri. "Seandainya aku bisa terbang (tanpa sayap) ...," gemingku dalam hati, "aku akan membawa kekasihku bermain di awan." Senyumku makin lebar. "Tapi, apa dia mau? Harus mau! Karena ... karena ... aku sangat mencintainya!!!" Sering kali, penulis mengabaikan (atau mungkin tidak tahu) cara penulisan kosakata, tanda baca, dan sebagainya, yang sesuai dengan ejaan yang benar. Memang, dalam bahasa komik akan terasa lebih mengena dengan bahasa cakap, bumi, gaul, dan ecek-ecek yang sering mengabaikan ejaan. Akan tetapi, selagi masih terasa indah dengan bahasa baku, kenapa nggak? 2. BERCERITA, MENCERITAKAN, MENCERITAI

Tips Menulis

  • Upload
    ichwan

  • View
    219

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nbxmnzbmbzBcmzxbnc

Citation preview

Page 1: Tips Menulis

TIPS MENULIS

  1. TANDA BACA UMUM    

Berikut contoh cara penulisan tanda baca yang sering dipakai penulis:     Aku tersenyum--tepatnya meringis sendiri. "Seandainya aku bisa terbang (tanpa

sayap) ...," gemingku dalam hati, "aku akan membawa kekasihku bermain di awan."

Senyumku makin lebar. "Tapi, apa dia mau? Harus mau! Karena ... karena ... aku

sangat mencintainya!!!"  

Sering kali, penulis mengabaikan (atau mungkin tidak tahu) cara penulisan

kosakata, tanda baca, dan sebagainya, yang sesuai dengan ejaan yang benar.

Memang, dalam bahasa komik akan terasa lebih mengena dengan bahasa cakap, bumi,

gaul, dan ecek-ecek yang sering mengabaikan ejaan. Akan tetapi, selagi masih

terasa indah dengan bahasa baku, kenapa nggak?    

2. BERCERITA, MENCERITAKAN, MENCERITAI    

Perhatikan perbedaan penggunaan kata-kata ini; mana yang butuh kata depan, mana

yang tidak.    

1a. Saya bercerita kepadamu tentang pengalaman itu.

1b. Saya bercerita tentang pengalaman itu kepadamu.

2. Saya menceritakan pengalaman itu kepadamu.

Page 2: Tips Menulis

3. Saya menceritai kamu tentang pengalaman itu.        

Rujukan: KBBI edisi 2, halaman 187        

=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=

PENJELASAN    

(Catatan: Untuk beberapa tips, saya mencantumkan penjelasan singkat bagi yang

ingin tahu "mengapa begini, mengapa begitu"-nya tips bersangkutan. Yang tidak

tertarik pada linguistik mungkin bisa memperhatikan tips utamanya saja.)    

1. "Bercerita" adalah kata kerja intransitif, yang berarti tidak membutuhkan

objek. Baik "kepadamu" maupun "tentang pengalaman itu" adalah keterangan dalam

kalimat di atas. Pada umumnya, awalan ber- membentuk kata kerja intransitif.    

2. "Menceritakan" adalah kata kerja transitif, yang berarti membutuhkan objek

(dalam hal ini objek penderita). Oleh karena itu, kata ini sebenarnya tidak

perlu diikuti "tentang" lalu objeknya, seperti yang sering dilakukan orang.

Jadi, bukan "menceritakan tentang pengalaman".    

3. "Menceritai" juga kata kerja transitif yang membutuhkan objek (dalam hal ini

Page 3: Tips Menulis

objek pelengkap).    

Pada umumnya, akhiran -i dan -kan membentuk kata kerja transitif sehingga

langsung diikuti oleh objeknya, tanpa memerlukan kata depan, misalnya: tentang,

terhadap, akan, atau kata depan lainnya.    

3. SUDUT PANDANG 2: NARATOR ORANG PERTAMA    

Untuk sudut pandang ini, pembaca hanya dapat melihat pikiran satu

tokoh cerita, yakni narator yang berada di dalam cerita. Kita hanya

bisa melihat apa yang dilihat si narator, mengalami dunia sebagaimana

yang dia alami. Akan tetapi, kita masih menonton dari kejauhan karena

ceritanya dikisahkan dari sudut pandang narator yang menceritakan

kejadian yang sudah lewat kepada pembaca. Jadi, masih ada semacam

jarak antara pembaca dan cerita.    

Narasi orang pertama *harus* mengungkapkan karakter si narator karena

tokh pembaca diajak memasuki pikiran si narator. Kalau tidak, apa

perlunya menggunakan sudut pandang ini?    

Sumber: Orson Scott Card, _Charaters & Viewpoint_, Writer's Digest

Books.

NB: Contoh sudut pandang yang ini tentu bhuanyak bhuanget. Saya kira,

Page 4: Tips Menulis

saya tidak perlu memberi contoh di sini.    

4. SUDUT PANDANG ORANG PERTAMA DAN PENOKOHAN    

Menurut saya, sudut pandang yang satu ini harus digunakan dengan amat

sangat berhati-hati. Seperti yang kita ketahui, sebagian besar cerpen

islami itu tokohnya berupa muslimah yang saleh, baik, dll dsb. Saya

ingat, Mbak Helvy pernah menyebutkan ini (di tulisan yang di mana

yach, Mbak? Aku cari-cari lagi ngga ketemu). Saya pribadi suka merasa

seolah cerpen-cerpen ini mengulang-ulang tokoh yang sama. Saya ngga

bisa membedakan tokoh yang ini dengan yang itu, karena memang ciri-

cirinya sama semua. Nggak ada suatu ciri yang membuat tokoh ini unik

atau tokoh itu menonjol. Padahal, salah satu hal yang membuat suatu

cerita berkesan adalah tokohnya.    

Menggunakan sudut pandang orang pertama, kalau tidak dilakukan dengan

hati-hati, bisa berbahaya. Sudut pandang yang satu ini bisa semakin

mengaburkan keunikan tokoh. Meskipun tokoh "aku" biasanya punya nama,

tetapi kita (pembaca) bahkan tidak mampu menempelkan nama itu pada

sosok  tersebut. Yang ada hanya "aku" dan "aku" lagi. Akibatnya, kita

tidak bisa merasa dekat dengan tokoh tersebut atau mengidentifikasi

dia sebagai tokoh yang "real" atau "nyata". Akibatnya, ceritanya pun

Page 5: Tips Menulis

tak berkesan.    

Saran saya: kalau tokohnya belum memiliki ciri unik, setidaknya

berikanlah nama kepada tokoh tersebut, untuk membantu pembaca

mengidentifikasi tokoh, menjangkarkan tokoh dalam benaknya; dan ini

paling mudah dilakukan dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga.        

NB: Soal penokohan ini, salah satu contoh yang menurut saya patut

diacungi jempol adalah Mbak Asma dengan Aisyah Putri-nya. Baik para

abang maupun teman-teman Aisyah Putri, semuanya memiliki pribadi yang

unik dan melekat pada benak pembaca. Bravo! :-)    

5.SUDUT PANDANG ORANG KETIGA: PENYELAMAN DANGKAL    

Dalam sudut pandang ini, pembaca hanya dapat melihat adegan yang

dihadiri si tokoh POV. Pembaca juga melihat kisah bergulir pada saat

ini, bukan mengingat kejadian silam seperti sudut pandang orang

pertama. Jadi, pembaca tidak merasa terpisah atau berjarak dengan

cerita. Lalu, seberapa dalam kita menyelami pikiran si tokoh POV?    

Dalam penyelaman dangkal, kita dapat melihat pikiran tokoh POV

tersebut, dan hanya mengamati adegan yang dihadiri si tokoh. Akan

Page 6: Tips Menulis

tetapi, kita tidak mengalami cerita seolah-olah kita melihat melalui

matanya. Naratorlah yang menceritakan apa yang terjadi dalam suatu

adegan dengan nada netral. Sesekali si narator keluar dari adegan dan

menyelam sedikit ke dalam pikiran si tokoh POV.        

Putra menunggu lima belas menit sampai Nining muncul, mengenakan baju

biru terang yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. "Kamu suka,

nggak?" tanya gadis itu.

        Norak sekali, pikir Putra, seperti ada lampu neon saja dalam

bajunya. "Bagus," katanya, tersenyum.

        Nining mengamati wajah Putra sejenak, lalu mendelik. "Ah,

kamu selalu saja ingin aku tampil kumuh dan membosankan," katanya.        

Sumber: Orson Scott Card, _Characters & Viewpoint_, Writer's Digest

Books    

POV: point of view, sudut pandang

tokoh POV: tokoh yang kita gunakan sudut pandangnya untuk mengisahkan

cerita (biasanya tokoh utama cerita, tetapi tidak selalu)    

Page 7: Tips Menulis

6. SUDUT PANDANG ORANG KETIGA: PANDANGAN SINEMATIS    

Dalam sudut pandang ini, kita hanya melihat apa yang dilihat si tokoh

POV, tetapi kita *tidak pernah* melihat ke dalam pikirannya ataupun

pikiran orang lain. Ini seolah-olah si narator memiliki kamera video

di bahu si tokoh POV--pergi ke mana dia pergi, berputar saat dia

berputar, menangkap apa yang dia tangkap--tetapi tak pernah

menunjukkan apa pun selain yang bisa dilihat mata atau yang bisa

didengar telinga.        

     Saat Putra tiba, Nining belum ada. Dia menghela napas dan

langsung duduk menunggu. Seperempat jam kemudian, Nining muncul.

Gadis itu mengenakan baju warna biru terang, dan dia berputar sekali,

memamerkannya. "Kamu suka, nggak?"

     Putra memandang baju itu sejenak tanpa ekspresi. Lalu dia

menyunggingkan senyuman lemah. "Bagus."

     Nining mengamati wajah Putra sesaat, lalu mendelik. "Ah, kamu

selalu saja ingin aku tampil kumuh dan membosankan."        

Narasi sinematis tidak menceritakan sikap apa pun dari si tokoh,

selain yang diungkapkan melalui raut wajah, gerakan, perkataan. Kita

Page 8: Tips Menulis

tahu Nining selalu terlambat dengan melihat bahwa Putra langsung

duduk menunggu, bukannya memandang sekeliling untuk mencarinya. Kita

tahu baju Nining itu baru ketika gadis itu memamerkannya dan bertanya

apakah Putra suka. Narator sinematis tidak bisa menceritakan bahwa

Putra merasa baju itu seperti lampu neon, atau merasa bahwa Nora

dapat membaca pikirannya.        

Sumber: Orson Scott Card, _Characters & Viewpoint_, Writer's Digest

Books