View
19
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
SIMULASI KEKUATAN STRUKTUR KAYU PINUS TERHADAP
PEMBEBANAN PADA TURBIN ANGIN SUMBU HORIZONTAL
SKALA MIKRO
SKRIPSI
DEVI DIRGANTINI
NIM. 11170970000085
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021 M / 1442 H
i
Pembimbing I
Anugrah Azhar, M.Si
NIP. 19921031 201801 1 003
Pembimbing II
Dr. Ambran Hartono, M.Si
NIP. 19710408 200212 1 002
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
SIMULASI KEKUATAN STRUKTUR KAYU PINUS TERHADAP
PEMBEBANAN PADA TURBIN ANGIN SUMBU HORIZONTAL
SKALA MIKRO
SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si)
DEVI DIRGANTINI
NIM. 11170970000085
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika
Tati Zera, M.Si.
NIP. 19690608 200501 2 002
ii
Pembimbing II
Dr. Ambran Hartono, M.Si
NIP. 19710408 200212 1 002
Penguji I
Arif Tjahjono, M.Si
NIP. 19751107 200701 1 015
Penguji II
Biaunik Niski Kumila, M.S
NIP. 19910513 201903 2 011
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul Simulasi Kekuatan Struktur Kayu Pinus Terhadap
Pembebanan Pada Turbin Angin Sumbu Horizontal Skala Mikro yang telah
disusun oleh Devi Dirgantini dengan NIM 11170970000085 telah diujikan dan
dinyatakan lulus dalam sidang munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 24 Juni 2021. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Program Studi
Fisika.
Jakarta, 24 Juni 2021
Menyetujui,
Mengetahui,
Pembimbing I
Anugrah Azhar, M.Si
NIP. 19921031 201801 1 003
Ketua Program Studi Fisika
Fakultas Sains dan Teknologi
Tati Zera, M.Si.
NIP. 19690608 200501 2 002
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D
NIP. 19710608 200501 1 005
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Devi Dirgantini
NIM : 11170970000085
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Simulasi Kekuatan Struktur
Kayu Pinus Terhadap Pembebanan Pada Turbin Angin Sumbu Horizontal
Skala Mikro adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan
tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan
karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 24 juni 2021
Devi Dirgantini
11170970000085
iv
ABSTRAK
Bilah inverse taper dibuat dengan material kayu pinus dan dilengkapi dengan
airfoil NACA 4418, bilah dirancang menggunakan SolidWorks dan dilakukan uji
simulasi performa menggunakan Qblade. Dalam penelitian ini, kita fokus pada
gagasan dalam merancang turbin angin sumbu horizontal skala mikro untuk
kecepatan angin maksimal di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bilah
inverse taper memiliki daya dorong optimal sebesar 161 N pada kecepatan putar 716
rpm dan mencapai torsi optimal sebesar 23 Nm pada putaran 358 rpm. Bilah inverse
taper juga dapat menghasilkan daya output optimal sebesar 1025 Watt pada
kecepatan putar 573 rpm yang dapat mengekstraksi energi angin sebesar 49%.
Simulasi performa juga dilakukan untuk menginvestigasi kekuatan struktur pada
bilah menggunakan SolidWorks dan hasilnya menunjukkan bahwa bilah inverse
taper memiliki tegangan optimal sebesar 32,73 MPa pada pembebanan 271,2 N. Nilai
optimal faktor keamanan dan displacement pada bilah diperoleh masing-masing
sebesar 6,3 pada pembebanan 53,7 N dan 103,1 mm pada pembebanan 356,9 N. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa bilah inverse taper yang dibuat dengan material
kayu pinus dan dilengkapi dengan airfoil NACA 4418 dapat diterima untuk
diimplementasikan pada turbin angin karena memiliki faktor keamanan dan kekuatan
struktur yang baik untuk kecepatan angin maksimal di Indonesia.
Kata Kunci: Turbin Angin Sumbu Horizontal, Inverse Taper, Simulasi Kekuatan
Struktur
v
ABSTRACT
The inverse blade tapper, made by pinewood, and equipped by NACA 4418
airfoil, had been designed by using SolidWorks and had been tested by performing
the simulation using Qblade. In this research, we are focusing on the idea to design a
horizontal axis micro wind turbine for maximum wind speed in Indonesia. Our results
show that the inverse taper blade has the optimum thrust of 161 N at the rotating
speed of 716 rpm and reach the optimum torque of 23 Nm at a rotating speed of 358
rpm. The inverse taper blade has also the optimum output power of 1025 Watt at a
rotating speed of 573 rpm which can convert 49% of the wind energy. We also
perform the simulation to investigate the structural strength of the blade using
SolidWorks and obtain the optimum stress of 32,73 MPa at the load of 271,2 N. The
optimum safety factor and displacement of the blade are 6,3 at the load of 53,7 N,
and 103,1 mm at the load of 356,9 N, respectively. Our results show that inverse
blade tapper, made by pinewood, and equipped by NACA 4418 airfoil is still
acceptable to be implemented as a blade of the wind turbine due to its good safety
factor and structural strength for the maximum wind speed in Indonesia.
Keywords: Horizontal Axis Wind Turbine, Inverse Taper, Structural Strength
Simulation
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “ Simulasi Kekuatan Struktur Kayu Pinus Terhadap Pembebanan Pada
Turbin Angin Sumbu Horizontal Skala Mikro “. Skripsi ini disusun sebagai syarat
dalam menyelesaikan studi sarjana di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Terselesaikannya skripsi ini tiada lain atas bantuan, bimbingan, serta dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati maka pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan, do’a, dan
semangat.
2. Bapak Anugrah Azhar, M.Si, dan Bapak Ambran Hartono M.Si selaku dosen
pembimbing skripsi.
3. Bapak Nashrul Hakiem, S.Si., M.T, Ph.D selaku dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Ricky Elson B.Eng., M.Eng., selaku pimpinan PT. Lentera Bumi
Nusantara yang telah memberikan kesempatan dan ilmu pengetahuan kepada
penulis terkait turbin angin.
6. Ibu Inayah N. Zahra, S.T, M.T, selaku Chief Executive Officer PT. Lentera
Bumi Nusantara beserta staf pembimbing yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk mempelajari ilmu turbin angin.
7. Yudi Kuntara, S.T dan Salas Bima Asar selaku alumni senior dari PT. Lentera
Bumi Nusantara yang telah memberikan pertolongan dan bimbingan kepada
penulis.
vii
8. Khoirun Annisa Raisiyah selaku rekan penelitian yang telah memotivasi serta
memberikan saran membangun kepada penulis.
9. Teman-teman Program Studi Fisika 2017 khususnya fisika material yang selalu
memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak luput dari kesalahan, oleh
karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
agar penelitian ini menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Dengan demikian,
penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat serta menginspirasi pembaca.
Jakarta, 24 juni 2021
Penulis,
Devi Dirgantini
NIM 11170970000085
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Batasan Masalah 5
1.4 Tujuan Penelitian 5
1.5 Manfaat Penelitian 6
1.6 Sistematika Penulisan 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Energi Angin 8
2.1 Teori Momentum Elemen Betz 9
2.3 Turbin Angin Skala Mikro 11
2.4 Bilah Turbin Angin 13
2.4.1 Airfoil 15
2.4.2 Karakteristik Lift dan Drag 17
2.5 Perancangan Bilah Turbin Angin 17
2.5.1 Parameter Perancangan Bilah Turbin Angin 18
2.5.2 Pemilihan Material Bilah Turbin Angin 20
2.5.3 Sifat- Sifat Mekanik Kayu 20
2.5.4 Kayu Pinus 22
2.6 Simulasi Kekuatan Struktur 23
2.6.1 Teori Dasar Metode Finite Elemen 23
2.6.2 Komponen Simulasi Kekuatan Struktur 24
ix
2.6.3 Parameter Simulasi Kekuatan Struktur 25
2.7 Qblade 29
2.8 SolidWorks 2018 31
BAB III METODE PENELITIAN 33
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 33
3.2 Alat dan Bahan Penelitian 33
3.3 Tahapan Penelitian 33
3.4 Pengolahan Data Penelitian 35
3.4.1 Pemilihan Airfoil 35
3.4.2 Perancangan Geometri Bilah Inverse Taper 36
3.4.3 Pemodelan 3D Dan Simulasi Bilah Inverse Taper 41
3.4.4 Perancangan 3D Bilah Inverse Taper 45
3.4.5 Simulasi Kekuatan Struktur Bilah Inverse Taper 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 57
4.1 Performa Bilah 57
4.2 Hasil Simulasi Kekuatan Struktur 61
BAB V PENUTUP 70
5.1 Kesimpulan 70
5.2 Saran 71
DAFTAR PUSTAKA 72
LAMPIRAN 73
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model aliran dari Teori Momentum Beltz 9
Gambar 2.2 Ekstraksi energi pada turbin angin 111
Gambar 2.3 Turbin angin HAWT 122
Gambar 2.4 Turbin angin VAWT 133
Gambar 2.5 Bilah jenis taper, taperless, dan inverse taper 144
Gambar 2.6 Airfoil 155
Gambar 2.7 Lift dan Drag 177
Gambar 2.8 Tip Speed Ratio terhadap Cp 199
Gambar 2.9 Modul Qblade 30
Gambar 2.10 Pemodelan bilah pada Qblade 30
Gambar 2.11 Analisis struktur pada SolidWorks 32
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 34
Gambar 3.2 Input nomor seri airfoil 35
Gambar 3.3 Kurva perbandingan Cl/Cd terhadap alpha 36
Gambar 3.4 Input geometri bilah 41
Gambar 3.5 Hasil desain 3D bilah pada Qblade 42
Gambar 3.6 Simulasi performa bilah pada Qblade 42
Gambar 3.7 Kurva thrust terhadap kecepatan putar untuk nilai pembebanan 43
Gambar 3.8 Perancangan koordinat bilah 44
Gambar 3.9 Lembar kerja pemodelan 45
Gambar 3.10 Input koordinat bilah 46
Gambar 3.11 Plane bilah 46
Gambar 3.12 Move, rotate, scale, dan garis trailing edge 47
Gambar 3.13 Pembuatan persegi pangkal 48
Gambar 3.14 Pembuatan garis reference 48
Gambar 3.15 Pemodelan 3D elemen bilah 49
xi
Gambar 3.16 Pemodelan 3D persegi pada pangkal bilah 50
Gambar 3.17 Pemodelan 3D pangkal bilah 50
Gambar 3.18 Cutting pangkal bilah 51
Gambar 3.19 Pembuatan lubang pada pangkal bilah 51
Gambar 3.20 Pembuatan hub rotor pada pangkal bilah 51
Gambar 3.21 Hasil desain 3D bilah inverse taper pada SolidWorks 52
Gambar 3.22 Setting fitur simulasi kekuatan struktur 53
Gambar 3.23 Input data sheet kayu pinus 54
Gambar 3.24 Area tumpuan 54
Gambar 3.25 Input nilai beban 55
Gambar 3.26 Proses meshing 56
Gambar 3.27 Hasil simulasi kekuatan struktur 56
Gambar 4.1 Kurva thrust terhadap kecepatan putar 57
Gambar 4.2 Kurva torsi terhadap kecepatan putar 58
Gambar 4.3 Kurva daya terhadap kecepatan putar 59
Gambar 4.4 Kurva Cp terhadap TSR 60
Gambar 4.5 Stress akibat pembebanan pertama 61
Gambar 4.6 Stress akibat pembebanan kedua 61
Gambar 4.7 Stress akibat pembebanan ketiga 62
Gambar 4.8 Grafik stress maksimum terhadap variasi pembebanan 62
Gambar 4.9 Grafik stress minimum terhadap variasi pembebanan 63
Gambar 4.10 Diplacement akibat pembebanan pertama 64
Gambar 4.11 Diplacement akibat pembebanan kedua 65
Gambar 4.12 Diplacement akibat pembebanan ketiga 65
Gambar 4.13 Grafik diplacement maksimum terhadap variasi pembebanan 66
Gambar 4.14 Factor of safety akibat pembebanan pertama 67
Gambar 4.15 Factor of safety akibat pembebanan kedua 67
Gambar 4.16 Factor of safety akibat pembebanan ketiga 68
Gambar 4.17 Grafik factor of safety terhadap variasi pembebanan 68
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Geometri bilah (1) 37
Tabel 3.2 Geometri bilah (2) 38
Tabel 3.3 Geometri bilah (3) 38
Tabel 3.4 Geometri bilah (4) 40
Tabel 3.5 Variasi pembebanan 43
Tabel 3.6 Data sheet kayu pinus 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan sumber energi di dunia hingga saat ini masih bergantung pada
sumber energi tak terbarukan. Hal tersebut menyebabkan ketersediaan sumber energi
tak terbarukan semakin menipis. Sehingga, diperlukan upaya pemanfaatan sumber
energi alternatif yang dapat diproduksi kembali melalui proses alam. Energi tersebut
dikenal sebagai energi terbarukan yang meliputi cahaya matahari, air, biogas,
biomassa, panas bumi, dan gelombang laut. Salah satu potensi energi terbarukan yang
tengah berkembang pesat di era saat ini adalah energi angin. Indonesia memiliki
potensi energi angin dengan kecepatan angin rata-rata berkisar antara 3-5 m/s dan
mampu menghasilkan total daya hingga 9290 MW. Namun, pemanfaatan energi
angin di Indonesia baru mencapai 1%, padahal ketersediaan energi angin sangat
melimpah [1]. Oleh karena itu, pemanfaatan energi angin perlu ditingkatkan salah
satunya melalui pengembangan turbin angin. Dalam pengembangan turbin angin,
tentunya diperlukan perancangan bilah turbin angin yang sesuai dengan kondisi angin
di Indonesia.
Arisandi et al. [2] telah melakukan penelitian mengenai rancang bangun turbin
angin sumbu horizontal dengan bilah tipe taperless. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa bilah mulai berputar pada saat kecepatan angin 6 m/s dan dapat menghasilkan
tegangan listrik sebesar 15 volt. Rahman et al. [3] telah melakukan penelitian
mengenai rancang bangun dan uji prestasi turbin angin sumbu horizontal dengan
bilah tipe taper. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bilah mulai berputar pada
saat kecepatan angin 8,7 m/s. Bilah hasil perancangannya tidak cocok digunakan di
daerah-daerah tepi pantai Padang karena kecepatan rata-rata angin di pantai Padang
berkisaran antara 2 m/s sampai 8 m/s. Sedangkan Martin dan Hatta [4] melakukan
2
penelitian mengenai perancangan bilah inverse taper untuk kecepatan angin rendah.
Berdasarkan hasil perhitungan dan simulasi, bilah dapat berputar pada kecepatan 5
m/s dan mampu menghasilkan torsi sebesar 16 Nm dan daya 202 watt. Dari ketiga
jenis bilah tersebut, yang sesuai dengan kondisi kecepatan rata-rata angin di Indonesa
adalah bilah jenis inverse taper.
Aji [5] melakukan penelitian mengenai rancang bangun bilah tipe inverse taper
menggunakan kayu mahoni pada turbin angin sumbu horizontal skala kecil dengan
airfoil S1210. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bilah tipe inverse taper
memiliki keluaran daya dengan cut-in sebesar 1,35 m/s dan mampu beroperasi pada
kecepatan angin rendah. Musyarofah [6] melakukan penelitian mengenai rancang
bangun bilah tipe inverse taper menggunakan kayu mahoni dengan airfoil SG4062.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bilah tipe inverse taper menghasilkan
peformansi sudu yang baik dengan daya yang dihasilkan dalam pengujian selama tiga
hari yaitu 525,39 Wh, 721,67 Wh, dan 513,77 Wh. Kuntara [7] melakukan penelitian
mengenai rancang bangun bilah tipe taper, taperless, dan inverse taper menggunakan
kayu mahoni. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bilah inverse taper
menghasilkan daya listrik tertinggi daripada bilah lainnya. Energi listrik yang
diperoleh bilah jenis inverse taper sebesar 5246,15 Wh dengan perolehan daya listrik
rata-rata 1311,53 Wh per hari. Energi listrik yang diperoleh perhari bilah jenis taper
sebesar 3596,03 Wh dengan perolehan daya listrik rata-rata 899 Wh per hari.
Sedangkan energi listrik yang diperoleh bilah jenis taperless sebesar 2619,87 Wh,
dengan perolehan daya listrik rata-rata 654,96 Wh per hari. Hal ini membuktikan
bahwa bilah tipe inverse taper memiliki performa yang baik daripada bilah tipe taper
dan taperless. Sehingga, bilah tipe inverse taper dapat dipilih untuk perancangan
turbin angin dalam penelitian ini.
Perancangan bilah turbin angin bergantung pada penggunaan material.
Irfansyah dan Firman [8] telah melakukan penelitian mengenai perancangan bilah
turbin angin horizontal dengan variasi material yang terdiri dari kayu meranti,
fiberglass, dan pipa PVC. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa material kayu
3
memiliki performa tertinggi yaitu menghasilkan putaran 181 rpm pada kecepatan 2
m/s dan menghasilkan putaran poros 390 rpm pada kecepatan angin 4,5 m/s.
Sedangkan performa terendah terdapat pada material pipa PVC yaitu menghasilkan
putaran 97 rpm pada kecepatan angin 2 m/s dan menghasilkan putaran poros 251 rpm
pada kecepatan angin 4,5 m/s. Multazam dan Mulkan [9] melakukan penelitian
mengenai rancang bangun turbin angin sumbu horizontal menggunakan material kayu
pinus dan fiber untuk meningkatkan performa Permanent Magnet Generator (PMG).
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa turbin angin berbahan kayu pinus mampu
menghasilkan tegangan lebih tinggi yaitu 12,15 volt daripada turbin angin berbahan
fiber yang hanya menghasilkan tegangan sebesar 11,48 volt. Nilai tegangan yang
dihasilkan bilah kayu pinus mampu meningkatkan output PMG sehingga dapat
digunakan untuk mengoperasikan beban listrik. Hal ini membuktikan material kayu
pinus memiliki performa yang baik sehingga dapat dipilih untuk perancangan turbin
angin dalam penelitian ini.
Perancangan bilah turbin angin seringkali tidak memperhatikan faktor
keamanan sebelum diimplementasikan di lapangan. Dahlan [10] melakukan
penelitian membuat bilah taperless berbahan kayu mahoni dan pinus tanpa
melakukan analisis kekuatan struktur terlebih dahulu. Sehingga dari hasil pengujian
di lapangan, bilah berbahan kayu mahoni mengalami keretakan. Sedangkan Gibran et
al. [11] melakukan penelitian turbin angin sumbu horizontal bilah taperless berbahan
kayu pinus serta melakukan analisis kekuatan struktur pada material bilah
menggunakan perangkat lunak SolidWorks yang didukung dengan Finite Elemen
Method (FEM). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bilah yang dirancang
memiliki nilai keamanan yang baik yaitu sebesar 5,43 sehingga bilah tersebut layak
untuk diimplementasikan. Handoko [12] melakukan penelitian rancang bangun bilah
semi inverse taper berbahan kayu mahoni dengan variasi rasio pelebaran chord.
Analisis kekuatan struktur dilakukan sebelum bilah diimplementasikan di lapangan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa bilah memiliki nilai Factor Of Safety (FOS) atau
faktor keamanan sebesar 31,608 pada kecepatan angin 10 m/s. Hal ini menunjukkan
4
bahwa bilah aman pada kondisi input gaya yang diberikan dan mampu menahan
beban 31,608 kali lebih besar dari gaya input. Terbukti dalam pengujiannya, bilah
tersebut dapat bekerja dengan baik dan tidak mengalami patah atau retak. Hal ini
menunjukkan bahwa analisis kekuatan struktur menggunakan perangkat lunak yang
didukung dengan Finite Elemen Method (FEM) mampu memberikan validitas
keamanan dari bilah yang dirancang.
Menurut Prasetyo et al. [13] analisis kekuatan struktur penting dilakukan untuk
mengetahui kemampuan material dalam menahan beban maksimum sehingga dapat
diketahui tingkat keamanan dari desain bilah yang dirancang. Hasil analisis
menggunakan perangkat lunak menurut Agustiawan et al. [14] akan lebih cepat
diperoleh dibandingkan dengan hasil analisis dengan perhitungan manual. Selain itu,
menurut Yasmin (2008) [15] bahwa analisis struktur dengan bantuan komputer
memberikan informasi yang akurat. Selain itu, hasil uji analisis desain menggunakan
perangkat lunak juga dapat menampilkan data berupa titik-titik pembebanan pada
bilah yang mengalami pembebanan paling kecil, pembebanan sedang, dan
pembebanan paling besar.
Dari deskripsi yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai simulasi kekuatan struktur kayu pinus terhadap pembebanan
pada turbin angin sumbu horizontal skala mikro. Bilah yang dirancang dalam
penelitian ini adalah bilah tipe inverse taper. Simulasi kekuatan struktur dilakukan
menggunakan software support analisis desain yaitu SolidWorks 2018 berbasis
Metode Elemen Hingga atau Finite Elemen Method (FEM) dengan tujuan untuk
mengetahui kemampuan bilah bermaterial kayu pinus dalam menahan beban yang
diberikan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
5
1. Bagaimana merancang bilah tipe inverse taper pada turbin angin sumbu
horizontal menggunakan material kayu pinus?
2. Bagaimana simulasi kekuatan struktur material kayu pinus terhadap
pembebanan bilah tipe inverse taper pada turbin angin sumbu horizontal?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perancangan bilah turbin angin sumbu horizontal dengan tiga bilah. Jenis bilah
yang dirancang adalah bilah tipe inverse taper dengan airfoil tipe NACA 4418
menggunakan material kayu pinus.
2. Analisis performa pada bilah diketahui dari hasil simulasi menggunakan
perangkat lunak Qblade.
3. Analisis kekuatan struktur material kayu pinus pada bilah tipe inverse taper
dengan airfoil tipe NACA 4418 dilakukan menggunakan perangkat lunak
SolidWorks 2018.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Merancang bilah tipe inverse taper pada turbin angin sumbu horizontal
menggunakan material kayu pinus.
2. Mengetahui kekuatan struktur material kayu pinus terhadap pembebanan bilah
tipe inverse taper pada turbin angin sumbu horizontal.
6
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswi
fisika untuk mempelajari perancangan turbin angin. Selain itu, dapat menambah
wawasan khususnya bagi mahasiswi fisika perminatan material dalam menganalisis
ketahanan material untuk bilah tubin angin.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini tersusun atas lima bab dengan uraian sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan
penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang landasan teori penelitian yang meliputi informasi
mengenai bilah turbin angin, perancangan bilah turbin angin, dan analisis kekuatan
struktur bilah turbin angin.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang langkah penelitian yang meliputi waktu dan tempat
penelitian, peralatan dan bahan penelitian, serta tahapan penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil penelitian berupa data yang diolah meliputi hasil
perhitungan geometri bilah, perancangan bilah, dan simulasi kekuatan struktur
material bilah terhadap pembebanan. Kemudian data tersebut dianalisis dan dibahas.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
7
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian serta saran untuk
penelitian selanjutnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Energi Angin
Dalam ilmu fisika, yang namanya energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat
pula dimusnahkan, tetapi energi dapat diubah satu bentuk ke bentuk energi lainnya.
Contohnya dalam aplikasi turbin angin, dimana energi kinetik dapat diubah menjadi
energi listrik. Proses konversi energi tersebut terjadi saat angin menumbuk bilah pada
turbin angin yang kemudian menyebabkan rotor berputar. Hasil dari putaran tersebut
diteruskan ke sistem kinerja pembangkit tenaga angin sehingga dapat menghasilkan
energi listrik. Timbulnya energi tersebut dikarenakan angin adalah udara yang
memiliki massa dan pergerakannya memiliki kecepatan sehingga dapat dinyatakan
sebagai energi kinetik. Energi kinetik pada angin dirumuskan sebagai berikut [5]:
𝐸𝑘 =1
2𝑚𝑣2 (2.1)
Jika diketahui 𝜌 = 𝑚
𝑉 , dimana 𝜌 adalah massa jenis, 𝑚 adalah massa benda,
dan 𝑉 adalah volume. Maka persamaan energi kinetik di atas dapat ditulis sebagai
berikut [5]:
𝐸𝑘 =1
2𝜌𝑉𝑣2 (2.2)
Karena volume udara yang mengalir merupakan perkalian antara luasan area A
yang dilewati selama jarak dan unit waktu tertentu, maka dapat ditulis sebagai berikut
[5]:
9
𝑉 =𝐴 . 𝑑
𝑡 (2.3)
Sehingga daya atau energi angin per satuan waktu dapat diperoleh sebagai
berikut [5]:
𝑃 =1
2𝜌𝐴𝑣3 (2.4)
Persamaan (2.4) menunjukkan bahwa besarnya daya angin dipengaruhi oleh
densitas udara, kecepatan angin yang melewati bilah turbin, dan luas sapuan bilah [5].
2.1 Teori Momentum Elemen Betz
Gambar 2.1 Model aliran dari Teori Momentum Beltz (Hau, 2006) [16].
Teori momentum elemen Betz atau Betz limit adalah teori yang
melatarbelakangi perancangan turbin angin. Teori ini menjelaskan tentang aliran
kecepatan angin bebas yang mengalami pembelokan ketika melalui rotor. Hal
tersebut disebabkan oleh putaran rotor yang dapat menghasilkan perubahan kecepatan
angin pada arah tangensial yang dapat mengakibatkan total energi angin menjadi
berkurang [16]. Untuk mengetahui besarnya energi atau daya yang dihasilkan oleh
turbin angin maka dapat dihitung dengan cara mengetahui selisih antara daya angin
10
sebelum dan sesudah melewati turbin angin sebagaimana yang ditampilkan pada
gambar 2.1 [17]. Gambar tersebut menjelaskan bahwa berkurangnya kecepatan angin
disebabkan karena sebagian energi kinetik diserap oleh turbin angin. Pada keadaan
tersebut, energi kinetik diubah menjadi daya angin (𝑃𝑡). Daya angin yang diekstrak
oleh turbin angin dirumuskan sebagai berikut [17]:
𝑃 = 𝑃1 − 𝑃4 =1
2𝜌(𝐴1𝑉1
3 − 𝐴4𝑉43) =
1
2𝜌 (
8
9𝐴1𝑉1
3 ) (2.5)
Untuk mempermudah perhitungan, persamaan (2.5) diubah ke dalam bentuk
lain dengan menggunakan variabel 𝐴2 atau terkait dengan luas area sapuan turbin
angin sebagai berikut [17]:
𝑃 =1
2𝜌 [
8
9 (
2
3𝐴2𝑉1
3)] = 1
2𝜌 (
16
27 𝐴2𝑉1
3) (2.6)
Pada persamaan (2.6) terdapat konstanta 16/27 atau = 0.593 yang disebut
sebagai koefisien Betz atau Betz limit. Konstanta tersebut menunjukkan efisiensi
maksimum dari turbin angin yang dapat dinyatakan sebagai koefisien power (Cp). Cp
adalah koefisien yang digunakan untuk menentukan besarnya daya turbin angin yang
dihasilkan. Besarnya nilai Cp dipengaruhi oleh faktor loss energi yang terjadi pada
sistem kinerja turbin angin sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.2. Oleh karena
itu, daya turbin angin dapat dirumuskan sebagai berikut [18].
𝑃𝑡 = 𝐶𝑝 . 𝑃 (2.7)
11
Gambar 2.2 Ekstraksi energi pada turbin angin [7]
2.3 Turbin Angin Skala Mikro
Turbin angin skala mikro adalah turbin angin yang didirikan pada luas area
berkisar 200 m2 dengan kapasitas energi maksimum yang dihasilkan berkisar 50 kW.
Turbin angin skala mikro membutuhkan kecepatan angin rata-rata minimal antara 4,0
hingga 4,5 m/s untuk menghasilkan daya listrik agar dapat digunakan untuk
kebutuhan rumahan [12]. Adapun, ukuran turbin angin yang dapat digunakan berkisar
antara 1 hingga 7,5 meter [17]. Untuk membangun turbin angin skala mikro, terdapat
dua jenis turbin angin yang dapat digunakan berdasarkan bentuk dan cara kerjanya
yaitu turbin angin sumbu horizontal atau Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT) dan
turbin angin sumbu vertikal atau Vertical Axis Wind Turbine (VAWT). Kedua jenis
turbin angin tersebut memiliki keunggulan masing-masing. Secara umum, HAWT
adalah jenis turbin angin yang mayoritas digunakan untuk turbin angin skala mikro.
HAWT memiliki desain bilah yang mirip seperti propeller serta memiliki putaran
pada sumbu vertikal. Pada turbin angin jenis ini, shaft rotor dan generator yang
terletak pada puncak tower harus diarahkan ke arah angin yang bertiup. Selain itu,
turbin ini menggunakan wind plane yang diletakkan di bagian rotor untuk
menggerakan bilah. Kelebihan dari HAWT adalah mampu menangkap energi angin
12
lebih maksimal karena letak towernya yang tinggi menyebabkan turbin angin ini
mampu mengekstrak energi angin lebih banyak sehingga efisiensi yang dihasilkan
akan lebih tinggi [19]. Turbin angin HAWT terbagi atas dua tipe yaitu upwind dan
downwind. Keduanya memiliki perbedaan pada penempatan rotor. Tipe upwind
memiliki rotor yang berhadapan dengan angin. Sedangkan tipe downwind memiliki
rotor yang ditempatkan dibelakang tower [10].
Gambar 2.3 Turbin angin HAWT [20].
Sedangkan turbin angin VAWT memiliki putaran pada sumbu horizontal dan
shaft rotor vertikal. Turbin angin jenis ini tidak perlu diarahkan ke arah angin bertiup
dan cocok untuk daerah yang memiliki arah angin variatif. Untuk pengaplikasiannya,
maintenance turbin angin VAWT lebih mudah dibandingkan turbin angin HAWT.
Karena, letak towernya tidak tinggi sehingga generator dan komponen primer lainnya
dapat diletakan dekat dengan permukaan tanah. Namun, kekurangan utama dari
turbin angin VAWT adalah efisiensi yang dihasilkannya rendah karena towernya
berada pada ketinggian yang rendah sehingga kecepatan angin yang diperoleh lebih
sedikit akibatnya putaran yang dihasilkan lebih lambat [19]. Turbin angin VAWT
terdiri atas dua tipe yaitu tipe dorong (savonius) dan tipe angkat (darrieus). Keduanya
dibedakan berdasarkan besarnya TSR. Tipe dorong terjadi apabila TSR kurang dari 1
yang artinya bagian bilah cenderung mengalami gaya dorong. Sedangkan tipe angkat
13
terjadi apabila TSR lebih dari 1 yang artinya bagian bilah cenderung mengalami gaya
angkat [10].
Gambar 2.4 Turbin angin VAWT [10]
2.4 Bilah Turbin Angin
Bilah merupakan bagian turbin angin yang berperan dalam menyapu aliran
angin yang melewatinya. Kemampuan bilah dalam menangkap energi angin
dipengaruhi oleh bentuk bilah. Secara umum, terdapat tiga macam bentuk bilah yaitu
bilah taper dengan ujung yang lebih kecil dari bagian pangkalnya, bilah taperless
dengan lebar ujung dan pangkal bilah yang sama, dan bilah inverse taper dengan
ujung yang lebih besar daripada pangkalnya. Masing-masing jenis bilah tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda. Pertama, bilah taper
memiliki kekurangan yaitu torsi yang dihasilkan cukup rendah karena luas
penampang pada ujung bilah berukuran kecil. Hal tersebut dapat mengakibatkan bilah
jenis ini mengalami kesulitan saat berputar terutama pada kecepatan angin rendah.
Meskipun, keunggulan dari bilah jenis ini yaitu mampu menghasilkan putaran yang
tinggi pada kecepatan angin yang tinggi. Namun sebaliknya, putaran yang terlalu
cepat pada bilah dapat menyebabkan gangguan suara yang lebih kencang dan
terkikisnya bagian leading edge pada bilah (Tang, 2012). Kedua, bilah taperless
memiliki kelebihan yaitu torsi yang dihasilkan cukup besar karena luas penampang
14
bilahnya cukup luas. Kekurangan dari bilah ini ialah mudah menimbulkan gaya
hambat yang menyebabkan bilah tidak dapat beroperasi maksimal pada kecepatan
angin yang tinggi. Ketiga, bilah inverse taper memiliki kelebihan yaitu mampu
berputar pada kecepatan angin yang rendah seperti kecepatan angin rata-rata di
Indonesia. Torsi bilah jenis ini cukup besar dan memiliki gaya dorong yang lebih
besar daripada bilah jenis taper dan taperless. Keunggulan bilah inverse taper ini
memungkinkan untuk dipilih pada penelitian ini [18].
Gambar 2.5 Bilah jenis taper, taperless, dan inverse taper [7]
Selain bentuk bilah, jumlah bilah menjadi faktor penting dalam perancangan
turbin angin. Turbin angin yang menggunakan bilah dengan jumlah banyak akan
memiliki putaran yang lambat. Pengaruh lainnya adalah pada efisiensi yang
dihasilkan. Penelitian oleh Hau (2013) menunjukkan bahwa kenaikan efisiensi dari
desain 1-2 bilah adalah sekitar 10%, desain 2-3 bilah adalah sebesar 3-4%, dan desain
3-4 bilah adalah sebesar 1-2%. Desain dengan 1 atau 2 bilah menyebabkan bilah
dapat bekerja pada kondisi TSR yang lebih tinggi dibandingkan desain 3 bilah.
Namun, kekurangannya ialah dapat menghasilkan gangguan suara yang lebih besar
dan memiliki kondisi kerja aerodinamis yang tidak asimetris sehingga desain 3 bilah
lebih banyak digunakan karena putaran yang dihasilkan lebih stabil [17].
15
2.4.1 Airfoil
Airfoil merupakan suatu objek yang digunakan dalam perancangan turbin
angin, dimana apabila aliran fluida melewatinya akan menghasilkan efek aerodinamis
berupa gaya angkat atau Coefisien lift (Cl) dan gaya hambat atau Coefisien drag (Cd).
Gaya angkat pada airfoil terjadi karena kecepatan aliran fluida pada permukaan
bagian atas airfoil lebih lambat daripada kecepatan aliran fluida pada permukaan
bawah. Sehingga, tekanan pada permukaan bagian atas lebih rendah dibandingkan
dengan permukaan bagian bawah. Oleh karenanya, aliran fluida akan mengangkat
airfoil dan terjadilah gaya angkat [12]. Salah satu jenis airfoil yang paling banyak
digunakan saat ini adalah airfoil National Advisory Commitee for Aeronautics
(NACA) [21].
Gambar 2.6 Airfoil [22]
Airfoil memiliki bagian-bagian di antaranya mean chamber line, leading edge,
trailing edge, chord line, chamber, thickness, dan angle of attack. Mean chamber line
adalah garis tengah yang berada di antara permukaan atas dan bawah dari airfoil.
Leading edge adalah titik paling depan dari airfoil. Trailing edge adalah titik yang
paling belakang dari airfoil. Chord line adalah garis lurus yang menghubungkan
16
antara leading edge dengan trailing edge. Chord (c) adalah jarak antara leading edge
dan trailing edge yang berada di sepanjang chord line. Chamber adalah jarak antara
mean chamber line yang tegak lurus terhadap chord line. Thickness adalah jarak
antara permukaan atas dan bawah yang juga tegak lurus terhadap chord line. Dan
angle of attack adalah sudut antara angin relatif dengan chord line [10].
Pada airfoil NACA dengan kode 4 digit, angka pertama menunjukkan
maksimum camber dalam seperseratus chord, angka kedua menunjukkan posisi
maksimum camber pada chord line dalam sepersepuluh chord, dan dua angka
terakhir menunjukkan lebar maksimum airfoil atau maksimum thickness dalam
seperseratus chord. NACA 4418 adalah contoh airfoil kode 4 digit. NACA 4418
memiliki maksimum chamber 4% terletak 40% (0,4 chord) dari leading edge dengan
ketebalan maksimum sebesar 18% dari chord [12]. Prasetiyo et al. [23] melakukan
penelitian kaji eksperimental turbin angin sumbu vertikal dengan airfoil NACA 4418.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bilah memiliki putaran sebesar 321 rpm
pada kecepatan angin 5,42 m/s dan menghasilkan daya mekanik sebesar 8,5 Watt.
Syuhada et al. [24] melakukan penelitian tentang potensi kecepatan angin di Pantai
Banda Aceh dalam menghasilkan energi listrik menggunakan turbin angin sumbu
horizontal dengan variasi jumlah bilah. Airfoil yang digunakan adalah tipe NACA
4418. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semua bilah dapat berputar dengan
baik. Turbin angin dengan 5 bilah dapat berputar pada kecepatan 3 m/s dan
menghasilkan putaran 200 rpm. Turbin angin dengan 6 bilah dapat berputar pada
kecepatan 4 m/s dan mengahasilkan putaran 250 rpm. Turbin angin dengan 7 bilah
dapat berputar pada kecepatan 4,5 m/s dan menghasilkan putaran 200 rpm. Karena
performa yang dihasilkan cukup baik, maka dalam penelitian ini penulis memilih
NACA 4418 untuk perancangan pada turbin angin sumbu horizontal.
17
2.4.2 Karakteristik Lift dan Drag
Terdapat dua gaya yang terjadi pada airfoil ketika fluida mengalir pada
permukaan airfoil. Gaya tersebut ialah gaya hambat atau drag dan gaya angkat atau
lift. Gaya hambat adalah gaya yang sejajar dengan arah gerak aliran udara yang
menabrak bilah turbn angin. Sedangkan gaya angkat adalah gaya yang tegak lurus
dengan arah gerak aliran udara yang menabrak bilah turbin angin. Kedua gaya
tersebut dimanfaatkan oleh turbin angin untuk memutar rotor. Terjadinya putaran
pada rotor akan menghasilkan kecepatan sudut. Sehingga, besarnya kedua gaya
tersebut bergantung pada sudut serang [25].
Gambar 2.7 Lift dan Drag [25]
2.5 Perancangan Bilah Turbin Angin
Perancangan adalah salah satu proses pembuatan produk dalam bentuk gambar
atau media apapun. Produk yang dibuat harus melalui tahap perancangan yang
matang seperti mempertimbangkan material yang digunakan, tata cara
memproduksinya, dan lain-lain. Oleh karenanya, seorang perancang harus memahami
beberapa prosedur dalam melakukan perancangan di antaranya [26]:
1. Menciptakan ide atau konsep produk yang solutif.
2. Menentukan apakah produk yang dibuat akan statis atau dinamis.
3. Menggambar produk dalam bentuk dua atau tiga dimensi.
18
4. Melakukan input data material yang digunakan ke dalam gambar.
5. Menganalisis kekuatan produk yang dirancang dengan bantuan software
komputer untuk menghemat biaya. Sehingga dapat diketahui keamanan produk
sebelum diproduksi.
Dalam perancangan bilah turbin angin, terdapat beberapa hal yang harus
dipertimbangkan untuk membuat bilah yang meliputi: material, ukuran, jenis bilah,
panjang chord, jenis airfoil, dan jumlah bilah [17]. Persyaratan tersebut akan
menentukan hasil perhitungan geometri bilah yang mengacu pada parameter-
parameter yang sangat berpengaruh terhadap performa dan kekuatan struktur bilah
yang dirancang.
2.5.1 Parameter Perancangan Bilah Turbin Angin
Dalam perancangan bilah turbin angin sumbu horizontal, terdapat beberapa
parameter yang harus diperhatikan. Parameter – parameter tersebut di antaranya [12]:
1. Panjang bilah adalah parameter yang mempengaruhi besarnya daya yang akan
dihasilkan turbin angin karena panjang bilah akan menentukan luasnya sapuan
bilah.
2. Twist adalah sudut puntir pada sudu antara chord line dengan bidang rotor.
3. Koefisien torsi adalah parameter yang mempresentasikan besarnya torsi yang
diproduksi oleh bilah. Koefisien torsi dirumuskan dengan persamaan sebagai
berikut:
𝐶𝑚 = 𝐶𝑝
𝜆 (2.8)
4. Tip Speed Ratio (TSR) adalah rasio kecepatan ujung rotor terhadap kecepatan
angin relatif. Turbin angin dapat beroperasi maksimal pada TSR tertentu. Bilah
dengan TSR yang besar akan menyebabkan putaran bilah yang tinggi. Apabila
19
bilah berputar dengan kecepatan yang tinggi maka akan terjadi gangguan suara
yang lebih kencang. Hal tersebut menunjukkan bahwa turbin angin telah
melewati batas optimum TSR. Karenanya, TSR dapat dihitung dengan
perbandingan antara kecepatan rotor dan kecepatan angin yang dirumuskan
sebagai berikut:
𝜆 = 𝜋 𝐷 𝑁
60 𝑣 (2.9)
5. Coefficient performance (Cp) adalah kinerja bilah dalam menyerap energi angin
yang diterimanya. Jika nilai Cp-nya besar maka turbin angin tersebut memiliki
kemampuan yang besar untuk mengekstrak energi angin yang diperolehnya.
Gambar 2.8 Tip Speed Ratio terhadap Cp [27]
6. Rated speed adalah kecepatan angin yang diperlukan turbin untuk
menghasilkan daya. Cut-in speed adalah kecepatan angin minimum yang
diperlukan turbin untuk mulai menghasilkan listrik, sedangkan cut-out speed
adalah kecepatan angin maksimum turbin angin dapat beroperasi.
20
2.5.2 Pemilihan Material Bilah Turbin Angin
Tahap selanjutnya setelah melakukan perancangan bilah dalam bentuk 3
dimensi adalah menentukan material bilah yang akan digunakan dalam simulasi
kekuatan struktur. Terdapat beberapa macam material yang dapat digunakan untuk
membuat bilah di antaranya logam, komposit, styrofoam, kayu, dan sebagainya.
Material-material tersebut harus diperhatikan keunggulan dan kekurangannya. Seperti
penggunaan steel untuk material bilah dapat menyebabkan bilah sulit berputar karena
materialnya terlalu berat, sedangkan alumunium tidak cukup kuat dan dapat
menyebabkan bilah menjadi patah. Komposit seperti resin polyster merupakan
material yang umum digunakan, namun diperlukan cetakan atau master blade untuk
membuat bilahnya dan hal tersebut membutuhkan biaya yang lebih besar. Sedangkan
bahan styrofoam memiliki sifat yang ringan dan mudah dibentuk. Namun bahan
tersebut cenderung mudah patah [12].
Kayu merupakan pilihan yang paling umum digunakan dalam pembuatan bilah
turbin angin karena memiliki sifat yang ringan, kuat, mudah dibentuk, dan getas.
Kayu yang digunakan pada pembuatan bilah sebaiknya adalah kayu yang lunak dan
ringan, memiliki serat yang rapat dan bebas dari mata kayu jika memungkinkan.
Beberapa contoh jenis kayu yang dapat diimplementasikan dalam pembuatan bilah
adalah kayu pinus, jati, dan mahoni [12]. Dalam penelitian ini, penulis memilih
material kayu untuk simulasi kekuatan struktur pada perancangan bilah turbin angin.
2.5.3 Sifat- Sifat Mekanik Kayu
Kayu adalah material alami yang memiliki karateristik atau sifat mekanik. Sifat
mekanik kayu merupakan sifat yang erat kaitannya dengan kemampuan kayu dalam
menahan beban yang diberikan. Kayu yang diberikan pembebanan akan
menyebabkan terjadinya tegangan yang dapat membuat kayu mengalami perubahan
21
bentuk. Untuk itu, perlu diketahui beberapa macam sifat mekanik kayu yakni sebagai
berikut (Dumanauw, 1990) [28]:
1. Kekuatan tarik kayu adalah kekuatan kayu dalam menahan beban yang dapat
menyebabkan kayu menjadi tertarik. Kekuatan tarik kayu pada arah serat yang
sejajar memiliki nilai tertinggi dibandingkan arah serat yang tegak lurus.
Kekuatan tarik yang tercipta tersebut menunjukkan suatu hubungan tentang
ketahanan kayu terhadap pembelahan.
2. Kekuatan tekan kayu adalah kekuatan kayu dalam menahan beban tekan.
Kekuatan tekan yang sejajar arah serat memiliki nilai yang lebih besar daripada
kekuatan tekan yang tegak lurs arah serat. Kekuatan tekan kayu erat kaitannya
dengan kekerasan kayu dan kekuatan geser kayu.
3. Kekuatan geser kayu adalah kekuatan kayu dalam menahan beban yang
membuat kayu bergelingsir ke bagian lainnya. Kekuatan geser kayu yang paling
besar terletak pada posisi melintang serat kayu.
4. Kekuatan lentur adalah kekuatan kayu dalam menahan beban yang membuat
kayu menjadi melengkung akibat tekanan yang diberikan secara terus-menerus.
Kekuatan lentur terdiri atas lentur statik dan lentur pukul. Kekuatan lentur statik
adalah kekuatan yang menunjukkan kekuatan kayu dalam menahan beban yang
mengenai kayu secara perlahan-lahan, sedangkan kekuatan lentur pukul adalah
kekuatan kayu dalam menahan beban yang diberikan secara mendadak seperti
pukulan.
5. Keuletan kayu adalah kemampuan kayu terhadap tegangan yang diberikan
secara berulang-ulang dan menyebabkan kayu melampaui batas
proporsionalnya sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang
permanen dan kerusakan pada bagian kayu. Dengan kata lain, keuletan
merupakan lawan kata dari kerapuhan kayu. Kayu yang ulet adalah kayu yang
sukar dibelah.
6. Kekerasan kayu adalah kemampuan kayu dalam menahan beban yang dapat
mengakibatkan terjadinya lekukan pada kayu atau dengan kata lain diartikan
22
sebagai kemampuan kayu dalam menahan kikisan. Kekerasan kayu erat
kaitannya dengan berat jenis kayu. Kayu yang keras termasuk kayu yang berat
dan kayu yang lunak termasuk kayu yang ringan.
7. Kekuatan belah kayu adalah kekuatan kayu dalam menahan beban yang
menyebabkan kayu menjadi terbelah.
2.5.4 Kayu Pinus
Kayu pinus merupakan jenis kayu yang memiliki kualitas baik. Kayu pinus
memiliki berat (kepadatan 0,88 hingga 0,96), densitasnya berkisar 565-750 kg/m3,
dan tahan terhadap panas. Kayu pinus sering digunakan dalam konstruksi, pembuatan
korek api, bubur kertas, furnitur umum, alat peraga lubang, tiang elektronik, kapal,
dan pembuatan kendaraan karena kayu pinus memiliki serat yang lurus dan sama rata
yang dapat mempermudah proses manufaktur dan proses finishing [29]. Sehingga,
jenis kayu pinus menjadi pilihan para peneliti dalam melakukan rancang bangun bilah
turbin angin.
Dahlan [10] melakukan penelitian rancang bangun bilah turbin angin dengan
material kayu pinus dan kayu mahoni. Hasil pengujian bilah tersebut menunjukkan
bahwa ketahanan kayu pinus lebih baik daripada kayu mahoni. Bilah kayu mahoni
mengalami keretakan pada salah satu bilahnya, sedangkan bilah kayu pinus tidak
terjadi keretakan pada semua bilah. Sayogo et al. [30] melakukan penelitian rancang
bangun bilah turbin angin sumbu horizontal untuk daerah Pantai Selatan Jawa
menggunakan material kayu pinus. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bilah
turbin angin dengan material kayu pinus mampu bekerja dengan baik pada kecepatan
1,5-3,9 m/s. Multazam dan Mulkan [9] melakukan penelitian rancang bangun turbin
angin sumbu horizonyal menggunakan material kayu pinus untuk meningkatkan
performa Permanent Magnet Generator (PMG). Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa bilah turbin angin berbahan kayu pinus memiliki putaran yang optimal
dibandingkan bilah turbin angin berbahan fiberglass sehingga dapat meningkatkan
23
performa PMG. Performa yang baik pada material kayu pinus dapat dipilih untuk
perancangan bilah inverse taper pada penelitian ini.
2.6 Simulasi Kekuatan Struktur
Simulasi adalah sebuah metode dalam merancang suatu model dari sistem nyata
dengan tujuan untuk mengetahui perilaku sistem yang dibuat. Di era perkembangan
teknologi saat ini, perilaku sistem seperti perpindahan panas, mekanika fluida,
maupun hal-hal yang harus dikerjakan dengan metode numerik dapat dengan mudah
diselesaikan dengan bantuan perangkat lunak yang didukung dengan metode elemen
hingga. Metode ini merupakan salah satu metode pendekatan yang akan
menghasilkan harga-harga pada titik-titik yang ditinjau secara diskrit. Dengan
menggunakan perangkat lunak untuk desain suatu produk maka diharapkan kita dapat
mengetahui kualitas terbaik dari produk yang dirancang. Selain itu, biaya yang murah
untuk analisis produk menggunakan perangkat lunak dapat menekan mahalnya biaya
pengujian karakteristik secara eksperimental. Hasil yang diperoleh pun lebih cepat
dan akurat. Karenanya, diperlukan bantuan perangkat lunak yang mampu
menganalisis karakteristik suatu produk salah satunya dengan perangkat lunak
SolidWorks [31]. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan analisis kekuatan struktur
dengan menggunakan software SolidWorks 2018.
2.6.1 Teori Dasar Metode Finite Elemen
FEM atau Finite Element Method disebut sebagai metode elemen hingga yang
saat ini paling banyak dipergunakan untuk analisis struktur material. Konsep paling
dasar dari FEM adalah menyelesaikan suatu masalah dengan diskritisasi atau
membagi objek yang dianalisa menjadi bagian-bagian kecil yang terhingga. Bagian
tersebut disebut elemen yang terdiri dari nodal atau titik-titik sudut. Kemudian
bagian-bagian tersebut digabungkan kembali untuk memperoleh penyelesaian pada
keseluruhan daerah yang ditinjau. [26].
24
Metode elemen hingga sangat membantu penyelesaian masalah pada benda-
benda yang mempunyai bentuk tidak teratur (elemen isoparametrik) dan 3 dimensi
yang penyelesaiannya akan sulit jika menggunakan langkah-langkah matematis
manual karena jumlah row coloumn matriksnya sangat banyak. Sehingga, dengan
menggunakan cara numerik pada perangkat lunak berbasis metode elemen hingga
maka solusi permasalahan dapat diperoleh dengan cepat. [19]. Terdapat banyak jenis
perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pembuatan model dan uji analisis model
di antaranya CAD, Inventor, Catia, ANSYS, SolidWorks, dll. Akan tetapi, software
yang support sampai ke tahapan analisis hanya beberapa saja, salah satunya software
SolidWorks [15].
Analisis elemen hingga untuk menghitung kekuatan struktur dilakukan dengan
proses meshing dengan membagi objek analisa menjadi bentuk jala seperti elemen-
elemen kecil. Analisis untuk menentukan tegangan, diplacement, dan faktor
keamanan pada struktur material dan struktur dengan memberikan pembebanan baik
statis maupun dinamis disebut analisis statis menggunakan metode elemen hingga.
Sehingga, karakteristik kekuatan objek yang didesain dapat diketahui [13].
2.6.2 Komponen Simulasi Kekuatan Struktur
Komponen dalam melakukan analisis kekuatan struktur diperlukan data-data
pendukung yang digunakan sebagai acuan proses analisa. Data basic yang dibutuhkan
untuk melakukan proses analisa menggunakan perangkat lunak SolidWorks 2018
adalah material, fixtures, external loads, dan create mesh. Pertama adalah material,
data sheet material dari desain produk yang digunakan harus diinput pada bagian
material properties sebagai langkah awal dalam melakukan simulasi kekuatan
struktur. Kedua adalah fixtures yang merupakan menu untuk bagian dari produk yang
akan mempertahankan posisinya apabila diberikan pembebanan. Ketiga adalah
external loads yang merupakan menu untuk menentukan bagian dari desain yang
akan diberikan pembebanan. Keempat adalah create mesh yang merupakan menu
25
untuk melakukan proses diskritisasi pada objek yang dianalisa. Objek akan dibagi
menjadi elemen-elemen kecil pada bagian ini, proses tersebut didukung dengan
metode elemen hingga [32]. Setelah sampai ke tahap tersebut, maka proses
pengujiaan akan berjalan dalam beberapa detik atau menit tergantung dari banyaknya
jumlah elemen yang ditampilkan pada desain objek yang dirancang.
2.6.3 Parameter Simulasi Kekuatan Struktur
Setelah dilakukan proses simulasi kekuatan struktur menggunakan perangkat
lunak SolidWorks, maka akan diperoleh beberapa hasil yang menunjukkan perilaku
dari desain objek yang dirancang. Sehingga dapat diketahui validitas dari desain
tersebut. Hasil data dari simulasi struktur tersebut di antaranya berkaitan dengan:
1. Tegangan
Tegangan atau stress yang dalam ilmu fisika dilambangkan dengan 𝜎 dan
satuannya ditulis dengan N/m2. Tegangan diartikan sebagai intensitas gaya dan
arahnya yang bekerja dari titik ke titik untuk menentukan kemampuan suatu material
dalam menerima beban. Konsep dasar tegangan biasanya digambarkan dengan
sebuah batang prismatis yang diberikan gaya aksial. Batang prismatis adalah sebuah
elemen struktur lurus yang mempunyai penampang konstan di seluruh panjangnya,
sedangkan gaya aksial adalah beban yang mempunyai arah yang sama dengan sumbu
elemen sehingga mengakibatkan terjadinya tarikan atau tekanan pada batang.
Tegangan yang terjadi pada suatu benda dirumuskan sebagai berikut [33]:
𝜎 = 𝐹
𝐴 (2.10)
Secara umum, tegangan terbagi menjadi dua yaitu tegangan normal atau aksial
dan tegangan geser. Tegangan normal adalah tegangan yang intensitas gayanya
bekerja tegak lurus terhadap permukaan benda. Sedangkan tegangan geser yaitu
26
tegangan yang intensitas gayanya bekerja sejajar terhadap permukaan benda [15].
Tegangan normal menghasilkan tegangan tarik dan tegangan tekan dimana tegangan
tarik adalah tegangan yang bekerja pada batang akibat adanya gaya tarik aksial yang
menyebabkan benda menjadi bertambah panjang, sedangkan tegangan tekan adalah
tegangan yang bekerja pada batang akibat adanya gaya tekan aksial yang
menyebabkan benda mengalami pengurangan panjang atau memendek [26].
Tegangan pada suatu benda dapat menyebabkan terjadinya regangan. Regangan
dapat berarti benda yang diuji tersebut memanjang, memendek, membesar, mengecil,
dan sebagainya. Hal tersebut terjadi karena beban aksial yang bekerja pada benda.
Sama halnya dengan tegangan, regangan juga mengalami tekanan dan tarikan. Benda
yang mengalami tarikan disebut sebagai regangan tarik yang ditandai dengan
terjadinya perpanjangan pada benda. Sedangkan benda yang mengalami tekanan
disebut sebagai regangan tekan yang ditandai dengan pemendekan pada benda.
Regangan dapat dirumuskan sebagai berikut [33]:
𝜀 = ∆𝐿
𝐿 (2.11)
2. Diplacement
Pembebanan pada suatu benda dapat menyebabkan benda mengalami
perubahan baik bentuk maupun ukuran, keadaan ini disebut sebagai deformasi
(diplacement). Perubahan ukuran ditandai dengan terjadinya pertambahan panjang
yang disebut sebagai elongasi dan pemendekan atau konstraksi. Ketika benda
mengalami proses deformasi maka benda akan menyerap sejumlah energi. Gaya yang
bekerja pada benda menyebabkan deformasi bentuk dan dimensinya. Deformasi
terbagi menjadi dua yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis [33]. Deformasi
elastis adalah deformasi yang ditandai dengan perubahan yang terjadi ketika beban
tarik ditiadakan maka material akan kembali ke semula. Sedangkan deformasi plastis
adalah deformasi yang ditandai dengan perubahan yang terjadi k terjadi ketika beban
27
tarik dilepaskan maka material tersebut tidak akan kembali ke semula. Keadaan
deformasi tersebut erat kaitannya dengan elastisitas bahan yang sering disebut
modulus Young yang dirumuskan sebagai berikut [34]:
𝐸 = 𝜎
𝜀 (2.12)
3. Faktor Keamanan
Faktor keamanan diartikan sebagai nilai perbandingan antara kekuatan
sebenarnya dari material dengan kekuatan yang dibutuhkan. Suatu desain dinyatakan
aman apabila memiliki nilai faktor keamanan diatas 1,0. Nilai dengan minimal 1,0
menunjukkan bahwa desain yang dirancang mampu untuk menghindari suatu
kegagalan atau keruntuhan struktur materialnya. Sehingga, tujuan dari penentuan
faktor keamanan pada suatu produk ialah untuk menentukan produk tersebut layak
atau tidak untuk diimplementasikan. Nilai faktor keamanan dirumuskan sebagai
berikut [15]:
𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 𝑜𝑓 𝑆𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 (𝑛) = 𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ
𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 (𝜎) (2.13)
Kekuatan struktur material akan menghasilkan nilai faktor keamanan dibawah
1,0 apabila nilai tegangan yang dibutuhkannya lebih besar dibandingkan nilai
kekuatan materialnya. Hal tersebut dapat menyebabkan bahan tidak layak digunakan
karena deformasi yang terjadi telah melewati harga batas. Oleh karena itu, agar
produk yang dirancang dinyatakan aman, maka nilai minimum faktor keamanan yang
harus dicapai adalah sebesar 1,2. Adapun tingkat faktor keamanan dari suatu struktur
ditetapkan sebagai berikut [15]:
28
1. n = 1,25 sampai dengan 2,0 ditetapkan pada perancangan struktur yang
menerima pembebanan statis dengan tingkat kepercayaan yang tinggi untuk
semua data perancangan yang dibuat.
2. n = 2,0 sampai dengan 2,5 ditetapkan pada perancangan struktur statis atau
elemen-elemen mesin yang menerima pembebanan dinamis dengan tingkat
kepercayaan rata-rata untuk semua data perancangan yang dibuat.
3. n = 2,5 sampai dengan 4,0 ditetapkan pada perancangan struktur statis atau
elemen-elemen mesin yang menerima pembebanan dinamis dengan tingkat
ketidakpastian mengenai beban, sifat-sifat bahan analisis tegangan, atau
lingkungan.
4. n = 4,0 atau lebih ditetapkan pada perancangan struktur statis atau elemen-
elemen mesin yang menerima pembebanan dinamis dengan ketidakpastian
mengenai beberapa kombinasi beban, sifat-sifat bahan, analisis tegangan, atau
lingkungan.
Apabila nilai minimal faktor keamanan suatu produk yang dirancang mencapai
3 digit atau lebih, maka produk tersebut dipastikan memiliki tingkat keamanan sangat
tinggi, memiliki kualitas sangat baik, berharga sangat mahal, dan cenderung berbobot
besar karena material yang digunakan banyak [35]. Adapun, harga faktor keamanan
untuk beberapa material ditinjau dari steady load, live load, dan shock load. Saat
diberikan steady load, besarnya faktor keamanan pada material cost iron adalah
sebesar 5-6, wronght iron sebesar 4, steel sebesar 4, soft material dan alloys sebesar
6, leather sebesar 6, dan timber sebesar 7. Lalu, pada saat diberikan live load,
besarnya faktor keamanan pada material cost iron adalah sebesar 8-12, wronght iron
sebesar 7, steel sebesar 8, soft material dan alloys sebesar 9, leather sebesar 12, dan
timber sebesar 10-15. Sedangkan apabila diberikan shock load, besarnya faktor
keamanan pada material cost iron adalah sebesar 16-20, wronght iron sebesar 10-15,
steel sebesar 12-16, soft material dan alloys sebesar 15, leather sebesar 15, dan timber
sebesar 20. Perbedaan nilai faktor keamanan tersebut bergantung pada jenis bahan,
29
jenis material, proses pembuatan, jenis tegangan, bentuk komponen, dan sebagainya
[36].
2.7 Qblade
QBlade adalah perangkat lunak kalkulasi open source yang menggunakan
Metode Blade Element Momentum (BEM) dan merupakan perangkat lunak simulasi
untuk turbin angin vertikal dan horizontal. Software ini terintegrasi dengan XFOIL
yaitu sebuah perangkat untuk desain dan analisis airfoil. Software Qblade mampu
melakukan perancangan airfoil, pembuatan desain dan optimasi bilah,
pengomputasian performa turbin angin hingga tahap simulasi turbin angin [12].
QBlade menawarkan fungsionalitas untuk komputasi BEM dan desain blade yaitu
sebagai berikut [37]:
1. Ekstrapolasi XFoil yang dihasilkan polar data kutub dalam bentuk 3600 AoA
(Angel of Attack)
2. Optimalisasi desain bilah dalam bentuk visualisasi 3D
3. Pendefinisian turbin (bilah rotor, kontrol turbin, tipe generator)
4. Perhitungan BEM pada rentang rasio kecepatan TSR atau kecepatan angin
5. Fungsionalitas ekspor geometri bilah
6. Penyimpanan hasil proyek, rotor, turbin, airfoil, dan simulasi dalam database
runtime
7. Perhitungan lebih dari 30 variabel rotor yang relevan
Kombinasi kode BEM dan XFoil memungkinkan pengguna dapat dengan cepat
merancang custom airfoils dan menghitung polarnya, mengekstrapolasi data polar
pada kisaran 3600 AoA, dan langsung mengintegrasikannya ke dalam simulasi rotor
turbin angin. Modul-modul pada QBlade terdiri atas [37]:
1. Airfoil design and analysis. Modul analisis ini memungkinkan untuk
mengimpor airfoil dan untuk menghitung data koefisien lift dan drag pada
berbagai sudut serangan.
30
2. Lift and drag polar extrapolation. Modul ini memungkinkan polar yang
sebelumnya dibuat dapat diekstrapolasi menjadi sudut serang 3600. Sebuah
airfoil polar diekstrapolasi karena koefisien lift dan drag yang terbatas dari
hasil XFoil pada sudut sebelum dan sesudah stall.
3. Blade design and optimization. Modul ini memungkinkan bilah dapat dirancang
dengan menggunakan airfoil dan ektrapolasi polar 360º. Bilah rotor ditentukan
dengan mendistribusikan airfoil ke berbagai bagian bilah seperti jumlah bilah,
radius hub, panjang chord, sudut puntir, twist, dan lain-lain. Parameter tersebut
dimasukkan ke dalam opsi desain bilah lanjutan.
4. Turbine definition and simulation. Modul ini memungkinkan untuk melakukan
simulasi dengan menentukan dengan parameter seperti pengaturan daya,
kecepatan putar, kecepatan cut in dan cut out, atau efisiensi generator.
Gambar 2.9 Modul Qblade [37]
Secara sederhana, proses perancangan bilah menggunakan perangkat lunak
Qblade diawali dengan menggunakan modul airfoil design and analysis. Airfoil yang
dipilih akan mempresentasikan karakteristik aerodinamik berupa kurva koefisien lift
(Cl), koefisien drag (Cd), dan koefisien momentum (Cm). Kemudian dianalisis pada
modul polar ekstrapolation untuk mengetahui nilai Cl dan Cd pada sudut serang yang
lebih tinggi dan lebih rendah. Jika performanya baik maka dilakukan input parameter
untuk pemodelan bilah pada modul blade design and optimization. Setelah itu,
dilakukan simulasi.
31
Gambar 2.10 Pemodelan bilah pada Qblade
2.8 SolidWorks 2018
Software SolidWorks 2018 adalah sebuah software program rancang bangun
yang banyak digunakan untuk mengerjakan desain berbagai macam produk baik 2D
atau 3D. Software SolidWorks merupakan perangkat lunak berbasis metode elemen
hingga (Finite Element Analysis Program) yang dilengkapi dengan tool untuk
menganalisis hasil desain [33]. Terdapat tiga template utama dalam perangkat lunak
ini untuk pembuatan gambar di antaranya part, assembly, dan drawing. Pada bagian
part, kita dapat merakit desain dalam bentuk 2D atau 3D dengan ekstensi file yang
tersimpan ialah SLDPRT. Selanjutnya, pada bagian assembly kita dapat
menggunakan fitur pemodelan dengan parts, features, dan assembly lain secara
bersamaan dengan ekstensi file yang tersimpan ialah SLDASM. Dan yang terakhir
adalah bagian drawing yang dapat digunakan untuk membuat model 2D dengan
ekstensi file yang tersimpan ialah SLDDRW. [38].
SolidWorks simulation merupakan tool yang dapat digunakan untuk
menganalisis kekuatan struktur. Kehadiran tool simulation ini sangat membantu
32
untuk mengurangi kesalahan dalam membuat desain karena memberikan validasi
yang cukup baik sehingga perancang dapat mengukur akurat atau tidaknya desain
yang dibuat [38]. Dengan informasi yang dipresentasikan oleh software ini tentunya
mampu memprediksi dampak dari suatu desain sejak awal [39].
Secara sederhana, proses analisis desain diawali dengan memilih jenis material
yang akan digunakan pada objek. Langkah berikutnya adalah menentukan letak
geometry atau tumpuan sebagai acuan statis ketika objek diberikan. Setelah itu,
menentukan arah gaya yang akan diberikan dan melakukan input besarnya
pembebanan. Pada tahap akhjr, dilakukan proses meshing secara computing untuk
menghasilkan data analisis berupa diplacement, stress, dan Factor Of Safety (FOS).
Berikut salah satu output analisis kekuatan struktur berupa FOS dengan
menggunakan perangkat lunak SolidWorks 2018.
Gambar 2.11 Analisis struktur pada SolidWorks
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Lentera Bumi Nusantara pada 23 September –
23 Oktober 2020 dan rumah peneliti pada Desember - Februari 2021.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Seperangkat computer tipe Asus X450J
b. Perangkat lunak SolidWorks 2018
c. Perangkat lunak Qblade v0.96
d. Perangkat lunak Microsoft Excel 2016.
e. Perangkat lunak Notepad
f. Data sheet material kayu pinus
3.3 Tahapan Penelitian
Tahapan kerja pada penelitian ini digambarkan melalui diagram alir sebagai
berikut:
34
Mula
i
Identifikasi awal
Pengumpulan data
Perancangan bilah
Valid
1. Thrust
2. Torsi
3. Daya
4. Koefisien daya
Data I
A
Ya
Tidak
Ya
1. Von misses stress
2. Diplacement
3. FOS (Factor Of
Safety)
Data II
Kesimpulan
Selesai
Pemodelan bilah 3D
A
Input material properties kayu pinus
Analisis kekuatan struktur
terhadap pembebanan
Valid
Tidak
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
35
3.4 Pengolahan Data Penelitian
Pada penelitian ini terdapat empat macam pengolahan data yaitu pemilihan
airfoil, perancangan geometri bilah menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel,
pemodelan 3D dan simulasi untuk menganalisis performa bilah menggunakan
perangkat lunak Qblade yang didukung dengan metode Blade Element Momentum
(BEM), dan pemodelan desain 3D terbaik serta simulasi kekuatan struktur terhadap
pembebanan menggunakan perangkat lunak SolidWorks 2018 yang didukung dengan
Finite Elemen Method (FEM).
3.4.1 Pemilihan Airfoil
Sebelum melakukan perancangan bilah, terlebih dahulu dilakukan pemilihan
airfoil dengan membandingkan beberapa airfoil kemudian dianalisis nilai Cl/Cd
terhadap sudut alpha. Airfoil yang dianalisis yaitu airfoil NACA 4 digit dan airfoil
NACA 5 digit di antaranya NACA 0018, 1410, 16021, 23012, 4418, dan 63210.
Analisis dilakukan menggunakan perangkat lunak Qblade dengan memilih modul
airfoil design. Nomor seri NACA kemudian diinput pada NACA foils yang
merupakan tampilan dari menu foil. Pemodelan airfoil yang akan dianalisis akan
ditampilkan seperti gambar 3.2.
Gambar 3.2 Input nomor seri airfoil
airfoil design
36
Proses analisis dilanjutkan pada modul XFOIL direct analysis yang akan
menampilkan kurva Cl/Cd terhadap alpha dari masing-masing airfoil seperti gambar
3.3. Hasil analisis menunjukan bahwa airfoil NACA 5 digit memiliki nilai coefficient
lift lebih rendah dari pada airfoil NACA 4 digit. NACA 16021 memiliki nilai Cl/Cd
sebesar 75,47 pada alpha 7,5. NACA 0018 memiliki nilai Cl/Cd sebesar 76,84 pada
alpha 8,5. NACA 1410 memiliki nilai Cl/Cd sebesar 82,55 pada alpha 3,5. NACA
23012 memiliki nilai Cl/Cd sebesar 99,01 pada alpha 9,5. NACA 2412 memiliki nilai
Cl/Cd sebesar 105,37 pada alpha 4,5. Dan NACA 4418 memiliki nilai Cl/Cd sebesar
119,34 pada alpha 6,5. Dari beberapa airfoil yang telah dibandingkan, NACA 4418
memiliki nilai Cl/Cd tertinggi. Mempertimbangkan kelebihan tersebut maka airfoil
untuk perancangan bilah akan menggunakan airfoil NACA 4418.
Gambar 3.3 Kurva perbandingan Cl/Cd terhadap alpha
3.4.2 Perancangan Geometri Bilah Inverse Taper
Tahapan selanjutnya adalah melakukan perancangan geometri bilah dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan parameter pertama
-100,00
-50,00
0,00
50,00
100,00
150,00
-15,00 -10,00 -5,00 0,00 5,00 10,00 15,00
Cl/
Cd
Alpha
Perbandingan Cl/Cd Terhadap Alpha Pada Airfoil
NACA 23012 NACA 0018
NACA 16021 NACA 1410
NACA 4418 NACA 2412
37
Tabel 3.1 Geometri bilah (1)
1. Menentukan kapasitas dan efisiensi sistem. Efisiensi sistem terdiri dari efisiensi
bilah, efisiensi transmisi, efisiensi generator, dan efisiensi kontroler. Dimana
efisiensi bilah sebesar 0,3, efisiensi transmisi sebesar 1, efisiensi generator
sebesar 0,9, dan efisiensi kontroler sebesar 0,9 [40]. Sehingga, efisiensi sistem
secara keseluruhan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (3.1).
𝐾 = 𝜂𝑏𝑖𝑙𝑎ℎ . 𝜂𝑔𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟 . 𝜂𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑚𝑖𝑠𝑖 . 𝜂𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑙𝑒𝑟 (3.1)
2. Menentukan jari-jari yang akan digunakan dengan mengetahui luas sapuan
bilah, daya angin yang diperoleh, massa angin, dan kecepatan angin maksimal.
Daya angin harus memiliki nilai yang lebih tinggi daripada daya yang
dirancang. Daya angin dapat ditentukan dengan persamaan (3.2) dengan daya
angin yang dibutuhkan dalam perancangan untuk menghasilkan daya listrik
(𝑊𝑒) adalah sebesar 500 Watt [40]. Setelah daya angin diperoleh, maka luas
sapuan bilah dapat ditentukan dengan persamaan (3.3), dimana kecepatan angin
maksimal yang diinput adalah 12 m/s dan massa jenis sebesar 1,225 kg/m3 [40].
Setelah itu, jari-jari bilah yang akan digunakan dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan (3.4).
𝑊𝑎 = 𝑊𝑒
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 (3.2)
38
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑎𝑝𝑢𝑎𝑛 (𝐴) =2 × 𝑊𝑎
𝜌 . 𝑣3 (3.3)
R = √𝐴
𝜋 (3.4)
b. Menentukan parameter kedua
Tabel 3.2 Geometri bilah (2)
Tip Speed Ratio
(TSR)
Airfoil Cl/Cd Jumlah
Bilah
3. Menentukan jenis bilah, jumlah bilah, dan airfoil sesuai dengan keperluan
perancangan. Analisis nilai Cl/Cd pada airfoil yang digunakan dapat diperoleh
dari kurva hasil analisis menggunakan perangkat lunak Qblade pada gambar
3.2. Berdasarkan literatur, TSR untuk bilah berjumlah 3 berkisar antara nilai 7-
9 (Ingram, 2011) [12]. Dalam penelitian ini TSR yang digunakan yakni sebesar
7.
c. Menentukan parameter (3)
Tabel 3.3 Geometri bilah (3)
4. Membagi bilah turbin angin menjadi n-elemen untuk memudahkan perhitungan
geometri bilah. Pada penelitian ini, jumlah elemen bilah dibagi sebanyak 11
elemen.
39
5. Menghitung jari-jari parsial. Panjang elemen 0 atau bagian pangkal bilah
disesuaikan dengan generator TSD 500 Watt yaitu sebesar 0,17 meter [40].
Angka tersebut dinyatakan sebagai innermost station dan R adalah jari-jari
yang digunakan. Sedangkan untuk elemen-elemen berikutnya disesuaikan agar
memiliki panjang yang sama untuk setiap elemennya. Total panjang elemen
bilah harus sesuai dengan jari-jari yang telah ditetapkan dalam perancangan.
Sehingga, jari-jari parsial dapat ditentukan dengan persamaan (3.5)
𝑟𝑝𝑎𝑟𝑠𝑖𝑎𝑙 = 𝑛1 + [(𝑅 − 𝑖𝑛𝑛𝑒𝑟𝑚𝑜𝑠𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
𝑛) 𝑛] (3.5)
6. Menentukan Tip Speed Ratio (TSR) parsial dan flow angle. TSR parsial bilah
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (3.6) dan flow angle dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan (3.7).
𝜆𝑟 = 𝑟
𝑅𝜆𝑅 (3.6)
∅ = 2
3 𝑡𝑎𝑛−1
1
𝜆𝑟 (3.7)
7. Menentukan lebar chord dan koefisien lift (Cl). Lebar chord dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan (3.8). Lebar chord untuk perancangan bilah
inverse taper ialah menggunakan rasio 1:2 yaitu 0,12:0,24 [12]. Selanjutnya,
menentukan nilai Cl dengan menggunakan persamaan (3.9). Nilai Cl dianalis
pada kurva Cl terhadap alpha untuk memperoleh nilai alpha pada Cl tertentu.
𝐶𝑟 = 𝑛𝑝𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑙 + 𝑛𝑢𝑗𝑢𝑛𝑔 − 𝑛𝑝𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑙
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛 − 1 × 𝑛 (3.8)
40
𝐶𝑙 =16 𝜋 𝑅 (
𝑅
𝑟 )
9 𝜆2 𝐵 𝐶𝑟 (3.9)
8. Menentukan twist bilah dengan menggunakan persamaan (3.10). Setelah itu,
dilakukan proses linearisasi twist agar geometri bilah lebih rapi. Linearisasi
twist dilakukan pada 75% panjang bilah atau pada elemen ke-7 dan ke-8 [40].
Penelitian oleh Gibran (2015) menunjukkan bahwa metode linearisasi twist
akan menghasilkan performa yang baik pada bilah yang dirancang. Proses
linearisasi dapat dilakukan menggunakan Microsoft Excel.
𝛽 = 𝜙 − 𝛼 (3.10)
d. Menentukan parameter (4)
Tabel 3.4 Geometri bilah (4)
Elemen X/Cos β Chord Scale
N Z Cr
Milimeter
1
2
…
…
N
9. Menentukan besarnya scale dengan menggunakan persamaan (3.11). Ubah
satuan meter menjadi milimeter. Kemudian, nilai chord dibagi dengan 100
untuk menghitung perbesarannya. Nilai 100 merupakan lebar chord dalam
koordinat airfoil [40].
𝑍 = 𝑥
cos 𝛽 (3.11)
41
3.4.3 Pemodelan 3D Dan Simulasi Bilah Inverse Taper
Tahap selanjutnya adalah membuat pemodelan 3D dan simulasi bilah inverse
taper menggunakan perangkat lunak Qblade dengan tujuan untuk mengetahui
performa bilah yang dirancang. Langkah-langkah pemodelan 3D dan simulasi adalah
sebagai berikut:
1. Merancang bilah sesuai geometri yang sudah ditentukan. Perancangan diawali
dengan memilih tipe ekstrapolasi montgomerie pada modul polar extrapolation
to 360 yang akan menampilkan grafik sudut agar dapat dilakukan simulasi.
Kemudian, geometri yang terdiri atas jumlah bilah, innermost station, jari-jari
parsial, lebar chord, twist, jenis airfoil, dan polarnya diinput pada HAWT Rotor
blade design. Setelah itu, dilakukan simulasi hingga diperoleh hasil desain bilah
seperti gambar 3.4.
Gambar 3.4 Input geometri bilah
42
Gambar 3.5 Hasil desain 3D bilah pada Qblade
2. Melakukan simulasi rotor pada modul rotor BEM simulation untuk mengetahui
performa dari bilah yang dirancang. Performa yang dihasilkan terdiri atas kurva
koefisien power terhadap rpm, kurva power terhadap rpm, kurva torsi terhadap
rpm, dan kurva thrust terhadap rpm.
Gambar 3.6 Simulasi performa bilah pada Qblade
43
3. Melakukan simulasi dengan variasi kecepatan untuk mendapatkan data nilai
pembebanan maksimal sebagai data input pada simulasi kekuatan struktur.
Nilai pembebanan kemudian dianalisa dari kurva thrust terhadap kecepatan
putar seperti gambar 3.7, lalu nilai tersebut dibagi dengan jumlah bilah
sebanyak tiga. Karena pemodelan bilah yang dirancang pada SolidWorks untuk
simulasi kekuatan struktur hanya satu model bilah. Sehingga diperoleh nilai
pembebanan pada tabel 3.6.
Gambar 3.7 Kurva thrust terhadap kecepatan putar untuk nilai pembebanan
Tabel 3.5 Variasi pembebanan
Jumlah Beban Beban (N)
Beban 1 53,613
Beban 2 271,20
Beban 3 356,936
4. Menentukan koordinat bilah untuk pemodelan 3D terbaik pada perangkat lunak
SolidWorks 2018. Data koordinat dapat diperoleh dengan melakukan ekspor
1072,53
161
813,60
0,00
200,00
400,00
600,00
800,00
1000,00
1200,00
0,00 500,00 1000,00 1500,00 2000,00 2500,00 3000,00 3500,00 4000,00
Thru
st(N
)
Kecepatan putar (Rpm)
Thrust Terhadap Kecepatan Putar
Beban 3 Beban 1 Beban 2
44
pada tool airfoil design, kemudian data tersebut disimpan dalam format *dat
atau *txt. Pada perangkat lunak Microsoft Excel, dibuat 3 kolom yang terdiri
atas kolom x, y, dan z untuk setiap elemen bilah mulai dari elemen 0 hingga 10.
Salin data koordinat pada kolom terpisah kemudian lakukan perkalian dengan
100. Hasil perkalian tersebut kemudian diinput pada kolom x dan y untuk
semua elemen. Untuk kolom z pada elemen ke-0 diisi dengan angka 0 dan
untuk kolom z pada elemen ke-1 hingga elemen ke-10 dapat diperoleh dengan
menghitung selisih nilai jari-jari parsial pada setiap elemen dengan nilai jari-jari
parsial pada elemen ke-0.
Gambar 3.8 Perancangan koordinat bilah
5. Salin hasil perhitungan koordinat tiap elemen pada perangkat lunak notepad
dan simpan dalam format *dat atau txt.
45
3.4.4 Perancangan 3D Bilah Inverse Taper
Perancangan bilah terbaik dalam bentuk 3D dilakukan dengan menggunakan
data koordinat yang sudah ditentukan sebelumnya. Perancangan bilah inverse taper
dilakukan menggunakan software SolidWorks 2018 dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Membuka perangkat lunak SolidWorks 2018 dan mempersiapkan lembar kerja
pemodelan. Lembar kerja yang digunakan adalah template part dan satuan yang
digunakan ialah MMGS (millimeter, gram, second).
Gambar 3.9 Lembar kerja pemodelan
2. Melakukan input koordinat bilah. Koordinat setiap elemen diinput pada curve
through xyz points yang terletak pada menu insert hingga terbentuk 11 curve.
46
Gambar 3.10 Input koordinat bilah
3. Membuat plane untuk pemodelan bilah 3D. Plane dibuat pada bagian reference
geometry yang terletak pada menu features.
Gambar 3.11 Plane bilah
4. Melakukan move, scale, dan rotate pada plane. Proses tersebut dilakukan pada
move entities yang terletak pada menu sketch. Move dilakukan untuk
Plane
47
memindahkan objek sejauh 25 mm pada arah –x dari titik originnya. Scale dan
rotate dilakukan untuk memperbesar dan merotasi objek. Nilai yang diinput
untuk scale dan rotate adalah nilai scale dan twist optimum yang sudah
diperoleh pada perhitungan geometri pada tabel 3.5. Kemudian, membuat garis
pada ujung trailing edge objek agar pemodelan 3D berjalan baik.
Gambar 3.12 Move, rotate, scale, dan garis trailing edge
5. Membuat persegi untuk bagian pangkal. Persegi dibuat menggunakan corner
rectangle pada menu sketch dengan panjang 120 dan lebar 34. Jarak persegi
dengan elemen yang pertama adalah 65 mm. Bentuk persegi disesuaikan
dengan airfoil pada elemen yang pertama menggunakan tangent , sehingga
garis pada persegi dan airfoil yang pertama tepat bersinggungan.
48
Gambar 3.13 Pembuatan persegi pangkal
6. Membuat garis reference untuk menghubungkan elemen bilah dengan pangkal
bilah. Garis reference untuk sisi kanan dibuat dengan menarik garis dari ujung
trailing edge objek atau elemen yang pertama ke persegi panjang. Sedangkan
garis untuk sisi kiri dibuat dengan menarik garis dari ujung leading edge objek.
Gambar 3.14 Pembuatan garis reference
49
7. Menghubungkan kesebelas elemen menjadi bentuk 3D. Proses tersebut
dilakukan dengan memilih loafted/boss pada menu features dengan melibatkan
sketch ke-1 hingga sketch ke-11.
Gambar 3.15 Pemodelan 3D elemen bilah
8. Menghubungkan bagian pangkal bilah dengan kesebelas elemen dalam bentuk
3D. Pada tahap ini, garis reference yang sudah dibuat akan dipilih pada kotak
guide curve agar bilah dengan bagian pangkal terhubung,
50
Gambar 3.16 Pemodelan 3D persegi pada pangkal bilah
9. Menyempurnakan pangkal bilah dengan membuat persegi panjang pada
interface bagian pangkal bilah yang sudah berbentuk 3D pada langkah ke-8.
Persegi panjang dibuat seperti langkah kelima. Kemudian, dilakukan extrude
boss/base pada menu features dan input angka 75 mm sebagai kedalaman.
Pangkal bilah akan terbentuk sebagai berikut.
Gambar 3.17 Pemodelan 3D pangkal bilah
10. Memotong bagian pangkal bilah. Pada proses ini, segitiga dibuat pada bagian
kanan dan kiri atas pangkal. Kemudian, dilakukan extrude cut pada menu
features, lalu pilih through all agar bagian pangkal bilah terpotong.
51
11. Membuat lubang pada pangkal bilah. Lubang dibuat sebanyak tiga buah dengan
ukuran seperti pada gambar 3.17. Kemudian, dilakukan extrude cut pada menu
features, lalu pilih through all agar lubang pada pangkal bilah terbentuk.
Gambar 3.19 Pembuatan lubang pada pangkal bilah
12. Membuat bagian yang menempel dengan hub rotor. Proses tersebut dibuat
dengan menggambar persegi panjang pada ujung pangkal bilah. Kemudian,
dilakukan extrude cut pada menu features, lalu pilih through all agar hub rotor
terbentuk.
Gambar 3.20 Pembuatan hub rotor pada pangkal bilah
Gambar 3.18 Cutting pangkal bilah
52
Gambar 3.21 Hasil desain 3D bilah inverse taper pada SolidWorks
3.4.5 Simulasi Kekuatan Struktur Bilah Inverse Taper
Tahap terakhir adalah melakukan perancangan bilah inverse taper
menggunakan material kayu pinus. Kemudian dilakukan simulasi kekuatan struktur
pada bilah tersebut dengan memberikan variasi pembebanan untuk mengetahui
besarnya stress, diplacement, dan faktor keamanan. Proses simulasi kekuatan struktur
terdiri atas:
1. Mengaktifkan fitur simulasi pada program SolidWork 2018 yaitu dengan cara
klik option dan pilih add-ins. Pada jendela add-ins centang bagian SolidWorks
simulation dan klik ok. Selanjutnya, mengganti nama simulasi sesuai keinginan
pada tab simulation_new study.
53
Gambar 3.22 Setting fitur simulasi kekuatan struktur
2. Memilih jenis material untuk bilah yang sudah dirancang. Karena pada
SolidWorks 2018 belum terdapat material kayu pinus maka harus dilakukan
input data sheet material kayu pinus terlebih dahulu. Data sheet yang diinput
tersebut meliputi:
Tabel 3.6 Data sheet kayu pinus (www.ansys.com)
Property Value Unit
Young’s Modulus
Poisson’s Ratio
Bulk Modulus
Shear Modulus
Tensile Yield Strength
Tensile Ultimate Strength
Densitas
9,3E+09
0,374
1,2302E+10
3,3843E+09
4,1E+07
6,63E+07
487
Pa
Pa
Pa
Pa
Pa
Pa
kg/m3
54
Gambar 3.23 Input data sheet kayu pinus
3. Memilih area untuk mempertahankan posisi part dari pergerakan ketika
diberikan suatu beban. Pada bilah, dipilih bagian pangkal atas dan bawah.
Proses ini dilakukan pada bagian fixtures, fix geometry.
Gambar 3.24 Area tumpuan
4. Memberikan gaya atau pembebanan pada menu external loads. Area
pembebanan terletak pada bagian atas bilah atau top plane. Besarnya
pembebanan yang diberikan mengacu pada nilai thrust maksimal yang
55
dihasilkan pada simulasi Qblade. Beban diinput satu per satu untuk satu kali
simulasi. Sehingga, simulasi ini dilakukan sebanyak tiga kali.
Gambar 3.25 Input nilai beban
5. Melakukan proses meshing pada menu mesh kemudian memiliih create mesh
agar proses meshing dapat berjalan. Pada proses ini, geometri bilah secara
keseluruhan akan dibagi-bagi dalam elemen-elemen kecil hingga mendekati
hasil nyata. Tahapan ini, melibatkan Finite Elemen Method dimana proses
meshing akan berlangsung secara otomatis dalam beberapa detik atau menit.
Lamanya proses meshing bergantung pada banyaknya jumlah elemen dari
rangka yang dirancang.
56
Gambar 3.26 Proses meshing
6. Menjalankan run this study untuk melihat hasil simulasi kekuatan struktur
pada bilah bermaterial kayu pinus. SolidWorks dengan kemampuannya
menganalisa metode elemen hingga dengan pemrograman yang dimilikinya,
mampu memberikan hasil simulasi yang terdiri atas stress atau tegangan,
displacement atau defleksi, dan factor of safety atau faktor keamanan. Hasil
simulasi disimpan dengan menggunakan report pada command manager.
Gambar 3.27 Hasil simulasi kekuatan struktur
57
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Performa Bilah
Hasil simulasi performa bilah inverse taper ditampilkan dalam bentuk beberapa
kurva. Pertama, kurva gaya dorong (thrust) terhadap kecepatan putar yang
mempresentasikan besarnya thrust yang menyebabkan bilah dapat berputar. Dalam
penelitiannya, Dahlan [10] menyebutkan bahwa thrust adalah gaya dorong yang
terbentuk dari resultan gaya angkat dan gaya hambat. Gaya dorong ini memiliki
pengaruh yang efektif dalam memutar sudu rotor. Hasil analisa pada kurva ini
menunjukkan bahwa gaya dorong yang dihasilkan pada bilah jenis inverse taper
mulai meningkat dari kecepatan putar 0 rpm sampai 716 rpm. Gaya dorong optimum
dihasilkan pada kecepatan putar 716 rpm yakni sebesar 161 N. Setelah mencapai titik
maksimum, gaya dorong menurun secara perlahan seiring meningkatnya kecepatan
putar. Hal itu membuat bentuk kurva menjadi melengkung.
Gambar 4.1 Kurva thrust terhadap kecepatan putar
Berdasarkan penelitian Atmadi dan Fitroh [41] yang melakukan analisis
terhadap lengkungan pada kurva performa turbin angin. Lengkungan tersebut terjadi
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0
72
143
215
286
358
430
501
573
645
716
788
859
931
100
3
107
4
114
6
121
8
128
9
136
1
Thru
st (
N)
Kecepatan Putar (Rpm)
Thrust terhadap Kecepatan Putar
58
karena sudu terdefleksi. Ketika kecepatan putaran semakin meningkat, sudu turbin
angin mengalami beban aerodinamika yang besar. Semakin besar beban
aerodinamika maka perubahan sudut puntir yang terjadi juga semakin besar. Adanya
sudut yang menyebabkan defleksi di setiap penampang sudu dapat memicu
pengurangan kecepatan normal dalam arah normal di setiap penampang sudu,
khususnya pada daerah di ujung sudu. Pengurangan kecepatan angin dalam arah
normal menyebabkan prestasi turbin angin yang dihasilkan menjadi berkurang.
Sehingga, perubahan sudut puntir akibat sudu yang terdefleksi sangat mempengaruhi
kinerja turbin angin. Salah satunya ialah penurunan nilai thrust ketika kecepatan putar
terus meningkat.
Kedua, kurva torsi terhadap kecepatan putar yang mempresentasikan
kemampuan bilah berputar pada porosnya [42]. Hasil analisa pada kurva ini
menunjukkan bahwa torsi pada bilah jenis inverse taper mulai meningkat pada
kecepatan putar 0 rpm hingga 358 rpm. Torsi optimum dicapai pada kecepatan putar
358 rpm sebesar 23 Nm. Setelah itu, torsi pada bilah perlahan-lahan menurun saat
kecepatan putar 430 rpm dan berhenti pada kecepatan putar 1361 rpm. Penurunan ini
menurut Bere et.al, [43] terjadi karena adanya peningkatan rugi-rugi mekanik pada
turbin angin akibat kecepatan putaran.
59
Gambar 4.2 Kurva torsi terhadap kecepatan putar
Ketiga, kurva daya terhadap kecepatan putar yang mempresentasikan daya yang
dihasilkan pada bilah jenis inverse taper. Pada kurva ini, daya meningkat mulai dari
kecepatan putar 0 rpm sampai 573 rpm. Daya maksimum dihasilkan pada kecepatan
putar 573 rpm yaitu sebesar 1025 Watt. Besarnya daya ini tidak melebihi daya yang
dirancang yaitu sebesar 2057,61 Watt. Sehingga, apabila daya maksimum tersebut
dibagi dengan daya yang dirancang, maka akan diperoleh efisiensi maksimum sebesar
49%. Nilai ini sesuai dengan nilai Cp yang ditampilkan pada gambar 4.4. Besarnya
efisiensi yang dihasilkan tersebut telah sesuai dengan teori Betz limit. Menurut Bere
at.al [43], dalam teori Betz, efisiensi maksimum yang dihasilkan turbin angin tidak
lebih dari 59,3%. Hal tersebut dikarenakan menurut Faadhil et.al [44], daya yang
dihasilkan generator tidak bisa mengimbangi peningkatan daya secara teoritis karena
adanya loss energi. Sehingga, daya listrik yang dihasilkan akan lebih kecil
dibandingkan dengan daya teoritis angin. Oleh karenanya, setelah daya mencapai titik
maksimum maka daya akan menurun secara perlahan-lahan seiring meningkatnaya
kecepatan putar. Daya mulai menurun pada kecepatan putar 645 rpm dan berhenti
pada kecepatan putar 1361 rpm.
0
5
10
15
20
25
0
72
143
215
286
358
430
501
573
645
716
788
859
931
100
3
107
4
114
6
121
8
128
9
136
1
To
rsi
(Nm
)
Kecepatan Putar (Rpm)
Torsi terhadap Kecepatan Putar
60
Gambar 4.3 Kurva daya terhadap kecepatan putar
Keempat, kurva koefisien daya atau Cp terhadap Tip Speed Ratio (TSR) yang
mempresentasikan kinerja turbin angin seiring bertambahnya TSR hingga ditemukan
titik maksimal Cp turbin pada nilai TSR yang ditempati. Hasil analisa pada kurva ini
menunjukkan bahwa Cp yang dihasilkan pada bilah jenis inverse taper mulai
meningkat dari TSR 0 rpm sampai TSR 5. Cp maksimum dicapai pada TSR 4 dan 5
sebesar 0,49. Setelah nilai Cp mencapai titik maksimum, maka terjadi penurunan
efisiensi seiring meningkatnya TSR. Menurut Faadhil et.al [44], penurunan tersebut
disebabkan karena TSR memiliki pengaruh terhadap kecepatan putar generator yang
dapat menimbulkan rugi-rugi energi.
0
200
400
600
800
1000
1200
0
72
143
215
286
358
430
501
573
645
716
788
859
931
100
3
107
4
114
6
121
8
128
9
136
1
Po
wer
(W
)
Kecepatan Putar (Rpm)
Power Terhadap Kecepatan Putar
61
Gambar 4.4 Kurva Cp terhadap TSR
4.2 Hasil Simulasi Kekuatan Struktur
Simulasi kekuatan struktur pada bilah inverse taper bermaterial kayu pinus
dilakukan terhadap tiga variasi pembebanan yang diberikan yakni sebesar 53,6135 N,
271,20 N, dan 356,936 N. Hasil dari simulasi tersebut adalah dapat diketahuinya
parameter-parameter kekuatan struktur kayu pinus yakni sebagai berikut:
1. Von Mises Stress
Tegangan von misses adalah tegangan statik yang dihitung berdasarkan
pembebanan yang diberikan. Hasil untuk tegangan von misses maksimum
ditunjukkan dengan gardien warna merah. Pada pembebanan 53,6135 N dan 271,20
N, tegangan von misses maksimum yang diperoleh sebesar 6,481 x 106 N/m2 dan
3,273 x 107 N/m2. Area terjadinya tegangan maksimum pada pembebanan pertama
dan kedua terletak di sekitar elemen dekat pangkal bilah. Sedangkan hasil untuk
tegangan von misses minimum ditunjukkan dengan warna biru. Pada pembebanan
53,6135 N dan 271,20 N, tegangan von misses minimum yang diperoleh sebesar
1,073 x 10-6 N/m2 dan 5,421 x 10-6 N/m2. Area terjadinya tegangan minimum pada
0
10
20
30
40
50
60
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ko
efis
ien P
ow
er (
%)
Tip Speed Ratio (TSR)
Koefisien Power Terhadap Tip Speed Ratio
62
pembebanan pertama dan kedua terletak di sekitar elemen yang menuju bagian ujung
bilah. Berdasarkan tegangan luluh material bilah yang digunakan yaitu kayu pinus
sebesar 4,1 x 107 N/m2 dapat dipastikan bahwa rancangan tersebut mampu untuk
menahan beban yang diberikan. Karena tegangan maksimum yang didapat tidak
melebihi tegangan luluh material yang digunakan.
Gambar 4.5 Stress akibat pembebanan pertama
Gambar 4.6 Stress akibat pembebanan kedua
Sedangkan pada pembebanan ketiga memberikan hasil yang berbanding
terbalik dengan pembebanan pertama dan pembebanan kedua. Hasil tegangan von
63
misses maksimum dengan pembebanan 356,936 N adalah sebesar 4,315 x 107 N/m2
dan tegangan von misses minimum adalah sebesar 7,147 x 10-6 N/m2. Karena
tegangan maksimum yang diperoleh melebihi tegangan luluh material kayu pinus,
maka dapat dipastikan bahwa rancangan tersebut tidak mampu untuk menahan beban
yang diberikan.
Gambar 4.7 Stress akibat pembebanan ketiga
Gambar 4.8 Grafik stress maksimum terhadap variasi pembebanan
6481000
32730000
43150000
0
5000000
10000000
15000000
20000000
25000000
30000000
35000000
40000000
45000000
50000000
53,613 271,2 356,936
Str
ess
Max
(N
/m2)
Beban (N)
Stress Maksimum Terhadap Variasi Beban
64
Gambar 4.9 Grafik stress minimum terhadap variasi pembebanan
Dari hasil analisa tegangan von misses dapat disimpulkan bahwa bilah inverse
taper bermaterial kayu pinus memiliki kekuatan yang cukup baik karena mampu
menahan beban hingga 271,2 N. Sedangkan pengaruh beban terhadap tegangan yang
dihasilkan menunjukkan bahwa semakin besar beban yang diberikan pada bilah maka
tegangan yang dihasilkan juga semakin besar.
2. Diplacement
Hasil analisa diplacement ditunjukkan pada daerah yang mengalami perubahan
bentuk akibat gaya yang diterima. Area yang mengalami diplacement maksimum
ditunjukkan dengan gradien warna merah sedangkan area mengalami diplacement
minimum ditunjukkan dengan gradien warna biru. Pada pembebanan 53,6135 N,
271,20 N, dan 356,936 N diplacement maksimum yang diperoleh adalah sebesar
15,49 mm, 78,23 mm, dan 103,1 mm. Area terjadinya diplacement maksimum pada
pembebanan tersebut terletak di sekitar ujung bilah.
Berdasarkan data yang diperoleh, bilah dengan material kayu memiliki potensi
terjadinya defleksi cukup besar. Hal ini sesuai dengan penelitian M. Shuwa et.al [45],
mengenai investigasi kesesuaian material yaitu alumunium dan kayu pantai untuk
turbin angin sumbu horizontal. Hasilnya menunjukkan bahwa alumunium mengalami
0,000001073
0,000005421
0,000007147
0
0,000001
0,000002
0,000003
0,000004
0,000005
0,000006
0,000007
0,000008
53,613 271,2 356,936
Str
ess
Min
(N
/m2)
Beban (N)
Stress Minimum Terhadap Variasi Beban
65
defleksi lebih kecil yakni sebesar 49 mm daripada defleksi yang dihasilkan kayu
pantai sebesar 98 mm. Potensi terjadinya defleksi yang besar pada kayu disebabkan
karena material kayu memiliki kepadatan dan kekakuan yang cukup rendah.
Akibatnya, menurut Atmadi dan Fitroh [41] defleksi tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan sudut puntir yang dapat mempengaruhi kinerja turbin angin.
Sedangkan untuk displacement minimum yang dihasilkan bilah inverse taper
pada pembebanan 53,6135 N, 271,20 N, dan 356,936 N adalah sebesar 0 mm. Area
terjadinya diplacement minimum adalah pada bagian pangkal bilah yang jaraknya
dekat dengan area tumpuan (fixed geometry). Menurut Handoko [12], bagian bilah
yang semakin menjauhi pangkal, memiliki nilai diplacement yang lebih besar
dibandingkan bagian lainnya. Sehingga, bagian bilah yang berada di dekat area
tumpuan masih aman dalam menahan terjadinya defleksi.
Gambar 4.10 Diplacement akibat pembebanan pertama
66
Gambar 4.11 Diplacement akibat pembebanan kedua
Gambar 4.12 Diplacement akibat pembebanan ketiga
Sehingga, dari hasil analisa diplacement ini dapat disimpulkan bahwa bilah
inverse taper bermaterial kayu pinus mengalami diplacement yang berbeda seiring
variasi pembebanan yang berbeda juga. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
beban yang diberikan pada bilah akan menyebabkan diplacement yang terjadi juga
semakin besar.
67
Gambar 4.13 Grafik diplacement maksimum terhadap variasi pembebanan
3. Factor of Safety
Safety factor pada plot ini mengacu pada kekuatan material dari model dalam
menanggung tegangan yang dialami setelah beban diberikan. Dengan
membandingkan tegangan luluh material dan tegangan von misses maksimum yang
ada, maka akan diperoleh distribusi Factor Of Safety (FOS) pada seluruh bagian
model [46]. Dalam analisa FOS, warna biru menyatakan bahwa tingkat keamanan
desain yang dirancang sangat tinggi. Berdasarkan hasil analisa, dominasi FOS
ditunjukkan oleh area dengan gradien warna merah. Pada pembebanan 53,6135 N dan
271,20 N nilai faktor keamanan diperoleh sebesar 6,3 dan 1,3. Angka keamanan
tersebut terjadi pada bagian seluruh bilah yang diberikan gaya. Berdasarkan teori,
FOS yang dihasilkan sesuai karena bernilai lebih dari 1,2. Waluyo [47] melakukan
penelitian analisis struktur pada bilah dengan material kayu balsa, nilai faktor
keamanan yang diperoleh adalah sebesar 1,6 pada pembebanan 5 N. Hal ini
menunjukkan bahwa bilah dengan material kayu memiliki tingkat keamanan yang
baik. Sehingga, dapat dipastikan bilah inverse taper bermaterial kayu pinus aman
dalam menahan beban yang diberikan.
15,49
78,23
103,1
0
20
40
60
80
100
120
53,613 271,2 356,936
Dip
lace
men
t (m
m)
Beban (N)
Diplacement MaksimumTerhadap Variasi
Beban
68
Gambar 4.14 Factor of safety akibat pembebanan pertama
Gambar 4.15 Factor of safety akibat pembebanan kedua
Sedangkan pada pembebanan ketiga memberikan hasil yang berbanding
terbalik dengam pembebanan pertama dan pembebanan kedua. Pada pembebanan
356,936 N menghasilkan nilai faktor keamanan sebesar 0,9502. Dalam hal ini, bilah
inverse taper dinyatakan tidak aman untuk menahan beban yang diberikan karena
nilai FOS berada di bawah standarnya. Menurut Awwaluddin et.al [48], apabila
faktor keamanan sangat rendah maka kemungkinan kegagalan yang terjadi tinggi dan
69
karena itu desain strukturnya tidak dapat diterima. Kegagalan dapat berarti patah atau
rusak pada suatu struktur.
Gambar 4.16 Factor of safety akibat pembebanan ketiga
Dari hasil analisa FOS, dapat disimpulkan bahwa bilah inverse taper
bermaterial kayu pinus dinyatakan aman dalam menerima beban maksimal hingga
271,20 N. Sedangkan besarnya FOS yang dihasilkan menunjukkan bahwa semakin
besar beban yang diberikan pada bilah maka factor of safety yang dihasilkan semakin
kecil.
Gambar 4.17 Grafik factor of safety terhadap variasi pembebanan
6,3
1,30,95
0
1
2
3
4
5
6
7
53,613 271,2 356,936
Fak
tor
Of
Saf
ety
Beban (N)
Factor of Safety Terhadap Variasi Beban
70
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan perancangan dan simulasi bilah inverse taper, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Bilah inverse taper memiliki performa yang baik di antaranya memiliki thrust
optimal sebesar 161 N pada kecepatan putar 716 rpm, memiliki torsi optimal
sebesar 23 Nm pada kecepatan putar 358 rpm, memiliki daya output optimal
sebesar 1025 Watt pada kecepatan putar 573 rpm, dan mampu menghasilkan
efisiensi maksimum sebesar 49%.
2. Bilah inverse taper bermaterial kayu pinus memiliki kekuatan struktur yang
baik. Pertama, ditinjau dari hasil tegangan, bilah dinyatakan aman dalam
menerima pembebanan hingga 271,20 N karena stress maksimum yang
dihasilkan (32,73 MPa) tidak melebihi tegangan luluh material kayu pinus (41
Mpa). Kedua, bilah memiliki nilai diplacement yang bervariasi pada setiap
pembebanan; pada pembebanan 53,613 N terjadi diplacement sebesar 15,49
mm, pada pembebanan 271,20 N terjadi diplacement sebesar 78,23 mm, dan
pada pembebanan 356,936 N terjadi diplacement sebesar 103,1 mm. Ketiga,
bilah memiliki tingkat keamanan yang tinggi pada pembebanan 53,613 N
dengan nilai faktor keamanan sebesar 6,3 dan masih cukup aman dalam
menerima pembebanan sebesar 271,20 N karena nilai faktor keamanan yang
dihasilkan adalah sebesar 1,3. Nilai tersebut masih berada di atas standar faktor
keamanan yang ditetapkan (1,2). Namun, bilah inverse taper tidak mampu
menerima beban sebesar 356,936 N karena nilai tegangan yang dihasilkan
(43,15 MPa) telah melebihi tegangan luluh material kayu pinus serta nilai
faktor keamanan yang dihasilkannya rendah yakni 0,95, dimana nilai tersebut
berada di bawah standar yang ditetapkan.
71
5.2 Saran
Adapun saran yang direkomendasikan oleh penulis untuk para peneliti yang
ingin meneliti tentang kekuatan struktur material pada perancangan bilah turbin angin
adalah perlu dilakukan analisis lebih banyak terhadap jenis-jenis airfoil selain
NACA, agar dapat mengetahui performa terbaiknya. Selain itu, perlu dilakukan
analisis fatigue atau kekuatan lelah untuk mengetahui seberapa lama bilah dapat
beroperasi.
72
DAFTAR PUSTAKA
[1] M. R. Fachri and H. Hendrayana, “Analisa Potensi Energi Angin dengan
Distribusi Weibull Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Banda
Aceh,” Circuit J. Ilmu Pendidikan Teknik Elektro, vol. 1, no. 1, pp. 1–8, 2017,
doi: 10.22373/crc.v1i1.1377.
[2] Muhammad agus and Hajar Ibnu Darsoni, Seminar Nasional Industri dan
Teknologi (SNIT), Politeknik Negeri Bengkalis, "Perbandingan Pengguna.
Bahan Bakar Prem. dan Gas Terhadap Daya dan Konsumsi Bahan Bakar Pada
Genset Daito 1500 Watt," no. 2013, pp. 270–276, 2016.
[3] A. Rachman, P. Pratiwi, and L. Ashari, “Rancang Bangun dan Uji Prestasi
Horizontal Axis Wind Turbine Jenis Taper Design and Performance
Horizontal Axis Wind Turbine Taper Type,” vol. 9, no. 2, 2019.
[4] M. Hatta and A. Martin, “Perancangan Bilah Tipe Inverse Taper pada Turbin
Angin Berdasarkan Kondisi Angin di Pekanbaru,” F.Teknik, vol. 4, no. 1, pp.
2–5, 2017, [Online]. Available:
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFTEKNIK/article/viewFile/13466/13030.
[5] A. Pintoko, “Rancang Bangun Bilah Inverse Taper Dengan Airfoil S1210 Pada
Turbin Angin Sumbu Horizontal Skala Kecil,” 2017.
[6] E. Musyarofah, “Laporan Tugas Akhir Rancang Bangun Sudu Inverse Taper
Pada Small Wind Turbine Dengan Tipe Airfoil SG6042,” 2020.
[7] Y. Kuntara, “Rancang Bangun Bilah Turbin Angin Sumbu Horizontal Skala
Mikro Skripsi,” 2021.
[8] M. Irfansyah and M. Firman,” Perancangan Variasi Material Sudu Pada Turbin
Angin Horisontal", vol. 53, no. 9, pp. 21–25, 2017, [Online]. Available:
http://www.elsevier.com/locate/scp.
[9] T. Multazam and A. Mulkan, “Rancang Bangun Turbin Angin Sumbu
Horizontal Pada Kecepatan Angin Rendah Untuk Meningkatkan Performa
73
Permanent Magnet Generator,” J. Serambi Eng., vol. 4, no. 2, pp. 616–624,
2019, doi: 10.32672/jse.v4i2.1446.
[10] B. Dahlan, "Rancang Bangun Baling-Baling Kincir Angin Menggunakan Naca
4412 Dan 4415 Dari Bahan Kayu Mahoni (Swietenia Macrophylla) Dan Pinus
(Pinus Merkusii)," 2016.
[11] F. R. Gibran, M. Safhire, and A. D. Warits, “Design Of NACA 4415 Taperless
Twistless Wind Turbine Blade Using Twist Optimization For Indonesia Wind
Characteristics,” ARPN J. Eng. Appl. Sci., vol. 11, no. 4, pp. 2751–2758, 2016.
[12] A. D. Handoko, “Pengembangan Bilah Turbin Angin Jenis Semi-Inversed
Taper untuk Angin Berkecepatan Rendah,” 2019.
[13] E. Prasetyo, R. Hermawan, M. N. I. Ridho, I. I. Hajar, H. Hariri, and E. A.
Pane, “Analisis Kekuatan Rangka Pada Mesin Transverse Ducting Flange
(TDF) Menggunakan Software Solidworks,” Rekayasa, vol. 13, no. 3, pp. 299–
306, 2020, doi: 10.21107/rekayasa.v13i3.8872.
[14] I. Agustiawan, M. Nurbanasari, and M. Firmansyah, “Analisis Kekuatan
Struktur Penyangga Konveyor Yang Dipengaruhi Oleh Korosi Dengan
Bantuan Software Solidworks,” pp. 7–8, 2015.
[15] S. Mubarok, “Pengaruh Variasi Material Dan Beban Keamanan Pada Desain
Pencakar Inner Puller Bearing Berbasis Simulasi Menggunakan,” 2019.
[16] F. Aryanto, I. M. Mara, and M. Nuarsa, “Terhadap Unjuk Kerja Turbin Angin
Poros Horizontal,” Din. Tek. Mesin, vol. 3, no. 1, pp. 50–59, 2013.
[17] A. Msuayafa, “Rancang Bangun Kontrol Logika Fuzzy Pada Sudut Angguk
Turbin Angin Untuk Optimasi Daya Listrik Di Ladang Angin Jawa Timur,”
pp. 1–57, 2012
[18] H. Basori, “Pengaruh Panjang Batang Dan Bentuk Daun Ekor Pada Turbin
Angin Sumbu Horizontal Dengan Mekanisme Furling Terhadap Performa
Turbin,” 2020.
[19] M. Adam, P. Harahap, and M. R. Nasution, “Analisa Pengaruh Perubahan
Kecepatan Angin Pada Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA) Terhadap
74
Daya Yang Dihasilkan Generator DC,” RELE (Rekayasa Elektr. dan Energi)
J. Tek. Elektro, vol. 2, no. 1, pp. 30–36, 2019, doi: 10.30596/rele.v2i1.3648.
[20] Sahid and S. Priyoatmojo, “Rancang Bangun Turbin Angin Poros Horizontal
Tiga Sudu Flat Berlapis Tiga Dengan Variasi Sudut Dan Posisi Sudu,”
Eksergi, vol. 15, no. 1, p. 14, 2019, doi: 10.32497/eksergi.v15i1.1462.
[21] Sholichan, J. Sidik, and N. Wachid, “Pengaruh Sudut Serang Terhadap
Koefisien Performa Turbin Angin Sumbu Horisontal Skala Mikro Naca 4412,”
vol. 1, no. 1, pp. 1–11, 2020.
[22] M. Resha and A. Yohanes, “Effect Of Airfoil Shape On The Aerodynamic
Characteristics Of Vertical Rotor Wind Turbines,” pp. 9–10, 2019.
[23] B. Prasetiyo, Sudjito, Supriyo, Wahyono, and T.H. Mulud, “Kaji
Eksperimental Turbin Angin Sudu Airfoil Naca 4418 Terhadap Variasi
Bukaan Sudut Sudu (Blade Pitch Angle)"
[24] A. Syuhada, M. I. Maulana, Syahriza, M. S. M. Sani, and R. Mamat, “The
Potential Of Wind Velocity In The Banda Aceh Coast To The Ability To
Generate Electrical Energy By Horizontal Axis Wind Turbines,” IOP Conf.
Ser. Mater. Sci. Eng., vol. 788, no. 1, 2020, doi: 10.1088/1757-
899X/788/1/012082.
[25] Wardoyo, “Hubungan Daya Turbin Angin Berbentuk Propeller 5 Blade
Terhadap Beban Tower Penyangganya,” J. Konversi Energi dan Manufaktur
UNJ, no. 1, pp. 1–6, 2016.
[26] H. Salafuddin, "Desain Dan Analisis Kekuatan Pada Rangka Kendaraan Jenis
Prototype Sesuai Standar Shell Eco Marathon Asia"Title,” vol. 42, no. 1, pp.
1–10, 2016.
[27] M. Musaruddin, A. Rachman, and M. Hasbi, “Penjelasan Ekspansi Aliran
Yang Menyebabkan The Betz Limit Dengan Menggunakan Model Disk
Theory,” no. November, pp. 1–8, 2015.
[28] D. Putra, “Tegangan Geser Ultimit Perekat Epoxy – Resin Tegak Lurus Serat
Pada Sambungan Kayu,” J. Menara Jur. Tek. Sipil, vol. 12, no. 1, pp. 1–11,
75
2008, [Online]. Available:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jits/article/view/3466.
[29] R. Kurniawan, “Implementation Of Used Material (Pallet) On A Living House
(Implementasi Penggunaan Kayu Palet (Jati Belanda) Pada Sebuah Rumah
Tinggal),” J. Mater. Process. Technol., vol. 1, no. 1, pp. 1–8, 2018.
[30] A. Sayogo, N. Caroko, and Wahyudi, “Perancangan Dan Pembuatan Kincir
Angin Tipe Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT) Untuk Daerah Pantai
Selatan Jawa,” pp. 1–5, 2014.
[31] A. Prasetyo, I. Malik, and Azharuddin, “Analisis Vibrasi Rangka CNC Router
3 Sumbu Secara Numerik,” vol. 12, no. 1, pp. 28–33, 2020.
[32] C. Putro Indro Suseno, "Analisa Distribusi Tegangan Sistem Sambungan Pada
Knock Down River Ferry", vol. 6. 2017.
[33] I. N. Agus Adi, K. R. Dantes, and I. N. P. Nugraha, “Analisis Tegangan Statik
Pada Rancangan Frame Mobil Listrik Ganesha Sakti (Gaski) Menggunakan
Software Solidworks 2014,” J. Pendidika. Tek. Mesin Undiksha, vol. 6, no. 2,
p. 113, 2018, doi: 10.23887/jjtm.v6i2.13046.
[34] H. Eka Aprillian and Dzulkiflih “Kajian Sifat Mekanik Aluminium Paduan
Seri 7075 Dengan Perlakuan Termal" ISSN : 2302-4313 Prodi Fisika Jurusan
Fisika 2017, vol. 06, pp. 6–13, 2017.
[35] A. A. Karim, W. Arnandi, and A. N. Setyo, “Pengaruh Variasi Beban
Terhadap Kekuatan Frame Mesin Penggiling Lanting Berbasis SolidWorks,” J.
Teknik Mesin Univ. Tidar.,
[36] A. P. Irawan, “Bab 2 Beban, Tegangan, dan Faktor Keamanan,” pp. 6-11.,
[37] J. Carlos Tavares Miguel, “Airfoil Improvement on Horizontal Axis Wind
Turbine Suitable for Local Construction in Underdeveloped Countries", 2019.
[38] K. Bagus Setyawan, “Perancangan Virtual Prototype Auto Transfer System
Stacking Crane Menggunakan Labview Dan Solidworks,” F. T. Kelautan,
2016.
[39] Z. Abidin and B. Rama, “Analisa Distribusi Tegangan Dan Defleksi
76
Connecting Rod Sepeda Motor 100 Cc Menggunakan Metode Elemen
Hingga,” J. Rekayasa Mesin Univ. Sriwij., vol. 15, no. 1, pp. 30–39, 2015.
[40] I. N. Zahra, “Dasar-Dasar Perancangan Bilah,” LAN, 2020.
[41] B. Hartadi and Rendi., “Pengaruh Gerak Bebas Sudu Pada Rotor Savonius
Modifikasi Untuk Turbin Air,” Al-Jazari J. Ilmu. Tek. Mesin, vol. 3, no. 1, pp.
70–73, 2018, doi: 10.31602/al-jazari.v3i1.1395.
[42] F. M. Bere, V. A. Koehuan, and J. U. Jasron , “Analisis Performansi Turbin
Angin Poros Horisontal Model Double Rotor Contra Rotating dengan Posisi
Rotor Saling Berhimpitan,” J. Tek. Mesin Undana, vol. 02, no. 01, pp. 15–22,
2015.
[43] M. Faadhil, Karnowo, and S. Anis, “Pengaruh Sudut Serang Dan Kecepatan
Angin Terhadap Kinerja Turbin Angin Heliks Gorlov Dengan Penambahan
Curveplate,” Sainteknol J. Sains dan Teknol., vol. 16, no. 1, pp. 73–88, 2018,
doi: 10.15294/sainteknol.v16i1.14242.
[44] M. Shuwa, G. M. Ngala, and A. M. El-Jummah, “Investigating the Suitability
of Selected Structural Material for the Blade of an Horizontal Axis Wind
Turbine,” Arid Zo. J. Eng. Technol. Environ., vol. 13, no. 3, pp. 315–324,
2017.
[45] S. Atmadl et al., “Efek Defleksi Pada Sudu Turbin Angin Terhadap Keluaran
Daya.”
[46] M. Faadhil, Karnowo, and S. Anis, “Pengaruh Sudut Serang Dan Kecepatan
Angin Terhadap Kinerja Turbin Angin Heliks Gorlov Dengan Penambahan
Curveplate,” J. Sains dan Teknol., vol. 16, no. 1, pp. 73–88, 2018, doi:
10.15294/sainteknol.v16i1.14242.
[47] Andriyanto, G. T. Setiadanu, Slamet, and Y. Gunawan, “Pemodelan Rangka
Prototipe Sepeda Listrik Kargo Roda Tiga Multiguna,” vol. 19, no. 1, pp. 41–
50, 2021.
[48] M. Awwaluddin, T. Hardjanto, Sanda, J. Sumanto, and B. Bukit, “Modifikasi
Desain Rangka Sandaran Kursi Pada Perangkat Renograf Terpadu,” vol. 12,
77
no. November, pp. 47–55, 2015.
78
INVERSE TAPPER BLADE
Tip Speed Ratio
(TSR) Airfoil Cl/Cd Jumlah Bilah
λR B
7 4418 119.4 3
GEOMETRI BLADE
Elemen
Bilah
Jari-
Jari
Parsial
TSR
Parsial
Flow
Angle Chord
Coefisien
Lift Alpha Twist
Twist
Linear
Twist
Optimum
n r
λr ɸ Cr
Cl α β β β
Meter Derajat Meter Derajat Derajat Derajat Derajat
0 0.17 1.49 22.61 0.120 1.19 6.95 15.66 12.69
1 0.23 2.04 17.42 0.132 0.79 3.15 14.27 12.25
2 0.30 2.59 14.07 0.144 0.57 1 13.07 11.80
3 0.36 3.14 11.77 0.156 0.43 -0.3 12.07 11.35
SPESIFIKASI
Kapasitas
Daya
Listrik
Efisiensi Daya
Angin
Kecepatan
Angin
Maksimal
Luas
Sapuan
Bilah
Jari-Jari
Jari-Jari
yang
Digunakan
Massa Jenis
Udara Bilah Generator Controller Sistem
We ƞ ƞ ƞ K Wa V max A R R
Watt % % % % Watt m/s m^2 Meter Meter kg/m^3
500 0.3 0.9 0.9 0.24 2057.61 12 1.94 0.8 0.80 1.23
LAMPIRAN PERHITUNGAN GEOMETRI BILAH INVERSE TAPER
LAMPIRAN PERHITUNGAN GEOMETRI BILAH INVERSE TAPER
79
4 0.42 3.69 10.10 0.168 0.34 -1.15 11.25 10.91
5 0.49 4.24 8.84 0.180 0.28 -1.7 10.54 10.46
6 0.55 4.80 7.85 0.192 0.23 -2.15 10.00 10.01
7 0.61 5.35 7.06 0.204 0.19 -2.5 9.56 9.56 9.56
8 0.67 5.90 6.42 0.216 0.17 -2.7 9.12 9.12 9.12
9 0.74 6.45 5.88 0.228 0.14 -2.95 8.83 8.67
10 0.80 7.00 5.42 0.240 0.13 -3.5 8.92 8.22
CHORD CORECTION
X/Cos β Chord
Scale Z
Cr
Milimeter
0.123 123 1.23
0.135 135 1.35
0.147 147 1.47
0.159 159 1.59
0.171 171 1.71
0.183 183 1.83
0.195 195 1.95
0.207 207 2.07
0.219 219 2.19
0.231 231 2.31
0.242 242 2.42
Recommended