View
136
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
PRESENTASI KASUS
ANESTHESIA EPIDURAL
Disusun oleh :
Aswin Prayogo
FK UPN Veteran Jakarta
Dosen Pembimbing :
dr. Sri Sunarmiasih, Sp.An, KIC
Kepaniteraan Klinik
Departemen Anestesi & Reanimasi
Periode 19 Maret – 22 April 2012
RSPAD Gatot Soebroto Jakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pasien laki-laki usia 59 tahun dengan diagnosis bedah Hernia inguinalis lateral
sinistra akan dilakukan tindakan pembedahan herniotomy+hernioraphy. Dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan status fisik
ASA kelas II dengan riwayat gastritis kronis. Rencana anestesi dengan teknik
anestesia epidural.
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. Dj
Usia : 59 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Pensiunan Departemen Kehutanan
Alamat : Perum Meruya Indah blok D/7, Kembangan, Jakarta
Tanggal Masuk RS : 27 Maret 2012
Tanggal Pemeriksaan : 27 Maret 2012
No. Registrasi RS : Dirahasiakan
B. Anamnesa
Tanggal anamnesa : 28 Maret 2012
2
Anamnesa : Autoanamnesis
Keluhan utama : Benjolan di lipat paha kiri sejak 2 bulan lalu
Keluhan tambahan : Nyeri saat batuk dan bersin
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien merasakan terdapat benjolan di lipat paha kiri sejak 2 bulan yang
lalu, benjolannya hilang pada posisi tidur terlentang. Pasien merasakan nyeri pada
saat benjolan ditekan. Untuk mengurangi keluhan tersebut pasien melakukan
pemijatan pada daerah benjolan namun setelah pemijatan keluhan tidak membaik.
Saat ini pasien menyangkal terdapat demam, batuk, dan pilek. Pada tahun 2002
pasien melakukan endoskopi dan ditemukan permukaan mukosa usus telah halus,
sehingga menyebabkan sulit untuk buang air besar. Setiap melakukan buang air
besar pasien harus mengejan.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengaku memiliki gastritis kronis sejak tahun 1990an. Serta pada
akhir tahun 1980an pasien pernah mengalami ruptur membran timpani kiri, sejak
saat itu pasien sering mengalami infeksi telinga yang sering kambuh. Pasien
menyangkal adanya alergi obat-obatan dan makanan. Pasien juga menyangkal
mempunyai penyakit diabetes melitus, hipertensi, asthma, penyakit paru dan
jantung.
3
Riwayat operasi dan anestesi :
Pada tahun 1992 pasien pernah melakukan appendectomy, dan mengaku
diberikan anestesi umum dan tidak ada masalah selama operasi dan setelah
operasi.
Kebiasaan :
Pasien mengaku masih merokok kurang lebih tiga bungkus sehari, dan
meminum kopi setiap pagi.
Lain-lain :
Pasien mengaku tidak ada gigi yang goyang maupun menggunakan gigi
palsu.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tidak tampak kesakitan
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 62 kg BMI : 21,96 (normoweight)
Tekanan darah: 120/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernafasan : 16 x/menit
Suhu : 36,4 OC
Status Generalis
Kepala : Normocephal
4
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
refleks cahaya langsung +/+ normal, refleks cahaya tidak
langsung +/+
Telinga : Ruptur membran timpani telinga kiri, discharge (-)
Hidung : Tidak ada deviasi septum, discharge -/-
Gilut : Oral higiene baik, bibir tidak kering, lidah bersih,
Mallampati I
Leher : Trakea terletak di tengah, pembesaran KGB (-)
Thorax
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar-lien tidak
teraba
Vertebrae : Tidak ada tanda peradangan, tidak ada kelainan bentuk
pada tulang belakang
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
HEMATOLOGI 27/03/2012
Hemoglobin 15.7 13 - 18 g/dl
Hematokrit 48 40 - 52%
Eritrosit 5.7 4.3 - 6.0 juta/μl
5
Leukosit 9200 4800 - 10800/μl
Trombosit 283000 150000 - 400000/μl
MCV 88 80 - 96 fl
MCH 26 27 - 32 pg
MCHC 33 32 - 36 g/dl
Bleeding Time 1’30’’ 1 - 3 menit
Clotting Time 4’30” 1 - 6 menit
Ureum 28
Kreatinin 1.2
SGOT 15
SGPT 22
Glukosa puasa 90
Glukosa 2jam PP 107
Natrium 146
Kalium 5,1
Klorida 104
AGD
pH 7,410
pCO2 32,6
pO2 81,8
HCO3 20,8
Base Exces -2,4
O2 Sat 98% >= 98%
6
2. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Tanggal pemeriksaan 27 Maret 2012
Kesan : dalam batas normal
3. Pemeriksaan Fungsi Paru
Hasil konsul Departemen Paru tanggal 27 Maret 2012
Kesan : dalam batas normal
4. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax
Tanggal pemeriksaan 27 Maret 2012
Kesan : Cor/pulmo dalam batas normal
Resume
Tn. Dj, usia 59 tahun, merasakan terdapat benjolan di lipat paha kiri sejak
2 bulan yang lalu, benjolannya hilang pada posisi tidur terlentang. Pasien
merasakan nyeri pada saat benjolan ditekan. Pada tahun 2002 pasien melakukan
endoskopi dan ditemukan permukaan mukosa usus telah halus, sehingga
menyebabkan sulit untuk buang air besar. Setiap melakukan buang air besar
pasien harus mengejan. Pasien mengaku memiliki gastritis kronis sejak tahun
1990an. Pada tahun 1992 pasien pernah melakukan appendectomy, dan mengaku
diberikan anestesi umum dan tidak ada masalah selama operasi dan setelah
7
operasi. Pasien mengaku masih merokok kurang lebih tiga bungkus sehari, dan
meminum kopi setiap pagi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ruptur membran
timpani telinga kiri, status generalis lain dalam batas normal.
Pada pemeriksaan laboratorium tidak terdapat kelainan. Pada pemeriksaan
jantung, paru, dan foto thoraks tidak ditemukan kelainan.
Diagnosa
Hernia inguinalis lateral sinistra reponible
Diagnosa Anestesi
Status fisik ASA kelas II, laki-laki, usia 59 tahun, pro
herniotomy+hernioraphy, dengan riwayat gastritis kronis.
Rencana Pembedahan
Herniotomy+hernioraphy
Rencana Anestesi
Anestesia epidural
8
BAB II
PERSIAPAN ANESTESIA PRA PEMBEDAHAN
A. PRE-OPERASI
1) Persiapan Pasien
Informed consent—bertujuan untuk menginformasikan kepada pasien
mengenai segala tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien,
bagaimana pelaksanaannya, kemungkinan hasilnya, dan risiko
tindakan yang akan dilakukan.
Surat persetujuan—merupakan bukti tertulis dari pasien atau keluarga
pasien yang menujukkan persetujuan akan tindakan medis yang akan
dilakukan.
Pasien dipuasakan 8 jam sebelum operasi.
Pengosongan kandung kemih dilakukan sesaat sebelum operasi.
Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan
TD : 120/80 mmHg RR : 18 x/menit
Nadi : 80 x/menit Suhu : 36,5oC
9
2) Persiapan Alat & Obat
Epidural set:
- Jarum epidural no. 18
G
- Kateter epidural
- Spuit 10 cc + spuit 20
cc + spuit 1 cc
- Catheter connector
- Epidural filter 0.2 μ
- Mesin anestesi
- Monitor EKG
- Sfigmomanometer
digital + pulse
oximetry
- Infus set
- Cairan bethadine 10
% + alkohol 70%
- Kateter urin + urine
bag
- Kain kassa steril
- Salep kloramfenikol
- Plester
Persiapan alat intubasi :
- Laringoskop +
blade
- Stetoskop
- ETT No. 7; 7,5 ;
8
- Oropharyngeal
airway
(OPA/Guedel)
- Plester
- Mandrin
10
- Conector - Suction
Persiapan Obat Anestesia Epidural :
- Bupivakain 0,5%
- Lidokain 2%
- Morfin
- Catapres (Clonidine HCl)
Persiapan Obat Anestesia Umum
- Midazolam
- Fentanyl
- Propofol
- Notrixum
(atrakurium)
- Neostigmin
(prostigmin)
Persiapan Obat Emergency
- Sulfas atropine
- Epinefrin
- Efedrine
- Lidokain
- Naloxon
- Kortikosteroid
- Antihistamin
- Antiaritmia
(amiodarone)
- Calcium glukonas
- Calcium klorida
- Digitalis
- Bicarbonat natrikus
11
Persiapan Obat-obat lain
- Ceftriaxone
- Metoklopramide
- Ondansetron
- Ranitidine
- Ketorolac
- Tramadol
- Novalgin
- Pethidine
- Kalnex (asam
traneksamat)
- Vit. K
- Crome
(carbazochrome)
- Dexamethasone
12
BAB III
PELAKSANAAN ANESTESIA
A. SELAMA OPERASI
Pukul 0930 WIB
Pasien dimasukkan ke kamar operasi, dibaringkan di atas meja
operasi.
Pasien dipasang IVFD dengan cairan pertama RL sejumlah 500 ml.
Pasang EKG, sfigmomanometer digital, dan pulse oximetry.
Monitoring tanda vital TD: 120/70 mmHg; nadi: 80 x/menit;
saturasi O2: 98%.
Pukul 0945 WIB
Pasien dalam posisi duduk, dibuat garis imajiner antara krista iliaka
kanan dan kiri, setinggi L3-L4, dan diberi tanda. Daerah yang telah
diberi tanda dilakukan disinfeksi dengan betadine 10% dan alkohol
70%.
Dilakukan anestesi lokal dengan lidokain 2% sebanyak 40 mg (2
cc) pada lokasi tempat jarum epidural akan ditusukkan secara
infiltrasi.
Dilakukan penusukan jarum epidural (Tuohy) no. 18 G di median
setinggi L3-L4 secara perlahan-lahan hingga terasa menembus
13
ligamentum flavum (+ 5 cm), lalu dilakukan test loss of resistance
dengan menggunakan udara dalam spuit 20 cc, dengan hasil (+).
Test dose dilakukan dengan menggunakan Bupivacain 0,5%
sebanyak 2 cc dan menunjukkan hasil (-).
Kateter epidural dipasang melalui jarum epidural sebagai
introducer ke dalam ruang epidural. Kateter masuk sepanjang + 15
cm. Tempat pemasangan kateter ditutup dengan kassa dan kateter
difiksasi hingga setinggi bahu pasien.
Bupivakain 0,5% sebanyak 40mg (8cc) dimasukkan melalui kateter
epidural.
Nasal kanul dipasang di hidung pasien untuk mengalirkan O2
2L/menit.
Kateter urin dipasang.
TD: 130/80; nadi: 80 x/menit. Saturasi O2: 98%
Pukul 1000 WIB
- Dilakukan pin prick test dengan jarum, hasilnya (-) serta penilaian
bromage scale, hasilnya (+).
- TD: 130/90 mmHg; nadi: 80 x/menit. Saturasi O2: 98%
Pukul 1015 WIB
- Pembedahan Dimulai.
14
- Pemberian Midazolam sebanyak 2mg secara intravena.
- TD: 140/90 mmHg; nadi: 80 x/menit. Saturasi O2: 98%
Pukul 1030 WIB
- TD: 110/70 mmHg; nadi: 70 x/menit. Saturasi O2: 98%
Pukul 1045 WIB
- TD: 110/80 mmHg; nadi: 70 x/menit. Saturasi O2: 98%
Pukul 1100 WIB
- Pemberian Ceftriaxone sebanyak 1gr secara intravena.
- TD: 130/80 mmHg; nadi: 80 x/menit. Saturasi O2: 98%
Pukul 1108 WIB
- Operasi selesai
- TD: 120/70 mmHg; nadi: 60 x/menit. Saturasi O2: 98%
Pukul 1115 WIB
- Setelah semua peralatan monitor tanda-tanda vital dilepas, pasien
dibawa ke ruang pemulihan
- TD stabil sistol berkisar 95-112, diastol berkisar 45-61 mmHg;
nadi berkisar antara 60-75 x/menit. RR berkisar antara 18-20
x/menit
15
Pukul 1130 WIB
Pemberian bolus sebanyak 10cc berisi Bupivacaine 0,125% dan
Morfin 0,25 mg, melalui kateter epidural.
Pukul 1200 WIB
- Kateter epidural dilepas
- Pasien dibawa ke ruangan
Jumlah cairan yang diberikan selama anestesi:
RL I 500 cc
RL II 3 00 cc +
Total 800 cc
Jumlah cairan yang keluar selama operasi:
Urin + 100 ml
Perdarahan + 100 ml +
Jumlah + 200 ml
16
RESUME ANESTESI
Keadaan:
Pasien dipasang kateter epidural pk 09.45 dengan posisi duduk
Dicari sela L3-L4, dilakukan aseptik-antiseptik dengan betadine 10% dan
alkohol 70%
Disuntikkan local lidocaine 2% 40 mg infltrasi
Dilakukan tusukan dengan jarum no. 18, LCS(-), darah(-), loss of
resistance(+)
Test dose dengan Bupivacain 2% 2 cc hasil(-)
Kateter masuk sepanjang 15 cm ke atas
Obat : Bupivacaine 40 mg
Dilakukan pin prick test, hasil (-)
Obat yang Digunakan Tanda-tanda Vital
Lidocain 40 mg TD: 130/80 mmHg; nadi: 80 x/menit
Bupivacain 40 mg TD: 130/90 mmHg; nadi: 80 x/menit
Midazolam 2 mg TD: 140/90mmHg;nadi: 80 x/menit
Ceftriaxone 1 gr TD: 130/80 mmHg; nadi: 80 x/menit
B. POST-OPERASI
17
Setelah pasien dibawa ke ruangan pemulihan pada pukul 11.15, dilakukan
observasi terhadap fungsi vital selama 15 menit, yaitu TD stabil sistol berkisar 95-
112, diastol berkisar 45-61 mmHg; nadi berkisar antara 60-75 x/menit. RR
berkisar antara 18-20 x/menit. Pasien dipindahkan ke ruangan dengan Aldrette
score 9.
Instruksi post-operasi
Awasi nadi, tekanan darah, napas tiap 30 menit selama 4 jam pertama.
Pengobatan dengan analgetik dalam bentuk 10 cc bolus secara
epidural, berisi bupivacaine 0,125% dan morphine 2 mg.
Infus RL 3000 cc/24 jam dengan 20 tetes/menit. Boleh dihentikan
bila intake sudah adekuat.
Pasien diperbolehkan makan atau minum langsung bila tidak ada mual
atau muntah.
Perhatian khusus yaitu tirah baring selama 6 jam sesudah anestesi
18
BAB IV
PEMBAHASAN
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesia epidural adalah suatu teknik anestesia regional yang dilakukan
dengan menyuntikkan obat melalui kateter yang dimasukkan ke dalam rongga
epidural. Anestesi epidural merupakan salah satu bentuk teknik blok neuroaksial,
dimana penggunaannya lebih luas daripada anestesia spinal. Teknik ini dapat
mengakibatkan efek anestesia dan analgesia dengan menghambat transmisi sinyal-
sinyal melalui saraf-saraf yang berada di dalam maupun di dekat medulla spinalis.
Anestesia epidural merupakan salah satu teknik yang sangat berguna
dalam anestesiologi moderen.Teknik epidural sangat unik karena dapat dilakukan
di berbagai tingkat tulang belakang sehingga merupakan teknik yang fleksibel
digunakan dalam prakteknya. Blok epidural dapat dilakukan melalui lumbal,
torakal, servikal atau sakral (yang disebut dengan blok kaudal). Selain itu juga
dapat digunakan sebagai tambahan pada anesthesia umum, mengurangi kebutuhan
19
tingkat anestesia umum yang lebih dalam, yang dapat menjamin stabilitas
perjalanan operasi secara hemodinamik dan pulih sadar dari anestesia umum yang
lebih cepat.
Teknik epidural sangat luas penggunaannya pada anestesia operatif,
analgesia untuk kasus-kasus obstetri, analgesia post operatif dan untuk
penanggulangan nyeri kronis. Onset dari epidural anestesia (10-20 menit), lebih
lambat dibandingkan dengan anestesi spinal. Dengan menggunakan konsentrasi
obat anestesi lokal yang relatif lebih encer dan dikombinasi dengan obat-obat
golongan opioid, dapat menyebabkan blokade serabut saraf kecil simpatis dan
sensorik serta sebagian serabut saraf besar motorik, sehingga menghasilkan
analgesia tanpa blok motorik.
20
Anestesia dan analgesia epidural lebih sering dilakukan di regio lumbal,
dengan pendekatan midline atau paramedian. Anestesia epidural lumbal dapat
digunakan untuk pembedahan dibawah diafragma. Oleh karena medula spinalis
berakhir pada level L1, keamanan blok epidural pada daerah lumbal dapat dikatan
aman, terutama apabila secara tidak sengaja sampai menembus dura.
Sedangkan thoraks epidural adalah teknik yang lebih sulit untuk dilakukan
dan risiko timbulnya kerusakan korda spinalis lebih besar meskipun dengan teknik
yang baik. Anestesia epidural daerah torakal lebih sulit dibandingkan daerah
lumbal karena sudut kelengkungan vertebrae torakal lebih besar dibandingkan
daerah lumbal. Pendekatan paramedian lebih mudah dilakukan karena kedudukan
oblik dari prosesus spinosus. Teknik ini jarang digunakan untuk analgesia
intraoperatif dan post-operatif. Blok servikal biasanya dilakukan pada posisi
duduk, leher fleksi, dan digunakan pendekatan median.
SPINAL EPIDURAL
Lokasi obat Intratekal/sub arachnoid Ruang epidural
Onset Cepat (5 menit) 10-20 menit
Durasi 60-90 menit 180 menit
Teknik Lebih mudah Lebih sulit
21
Volume obat ± 4 cc ± 15-20 cc
Blok motorik Kuat sedang
Efek hemodinamik (hipotensi)
Besar Kecil-sedang
Dural puncture headhace Efek bervariasi Tidak ada efek
Menggigil Jarang Sering
Indikasi pelaksanaan anestesia epidural yaitu:
1. Tindakan pembedahan pada ekstremitas bawah, pelvis, perineum, dan
abdomen bagian bawah.
2. Tatalaksana nyeri saat persalinan.
3. Penurunan tekanan darah saat pembedahan agar tidak banyak perdarahan.
4. Dikombinasi dengan anestesia umum ringan karena penyakit tertentu
pasien.
Kontraindikasi pelaksanaan anestesia epidural dibagi menjadi kontraindikasi
absolut dan relatif, yaitu:
1. Kontraindikasi absolut:
a. Pasien menolak
b. Hipovolemia berat tak terkoreksi
c. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
d. Infeksi di tempat suntikan
e. Alergi terhadap zat anestesia lokal.
2. Kontraindikasi relatif:
22
a. Koagulopati.
b. Pasien kurang kooperatif
c. Kelainan anatomis dari kolumna vertebralis.
d. Penyakit neurologi yang tidak stabil.
e. Status cardiac output yang menetap.
Persiapan
Kunci dalam menyediakan anestesia epidural yang aman adalah persiapan
yang baik. Pertama, pasien harus diberitahu tentang prosedur yang akan
dilaksanakan, berikut respon tubuh terhadap anestesia epidural, keuntungan,
kerugian, resiko dan efek samping yang mungkin terjadi (informed consent).
Riwayat medis dan pengobatan pasien harus dievaluasi untuk mengantisipasi
segala keadaan yang dapat menimbulkan resiko terhadap pelaksanaan anestesia
epidural.Riwayat penyakit yang harus diperhatikan antara lain alergi, penyakit
yang menurunkan afterload atau preload (stenosis katup aorta berat, stenosis
katup mitral, VSD), keadaan yang dapat memburuk karena blokade motorik
(myasthenia gravis, PPOK, fibrosis pulmoner). Riwayat pengobatan yang harus
diperhatikan antara lain penggunaan obat-obatan (golongan penghambat-beta,
penghambat-alfa), riwayat alergi terhadap obat-obat anestesia, alergi terhadap
antibiotik maupun obat-obatan lainnya termasuk riwayat sensitivitas terhadap
anestesia epidural.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengevaluasi ada atau tidaknya
kelainan anatomis pada tulang belakang pasien, seperti ada atau tidaknya
skoliosis, infeksi atau nyeri fokal, luka, serta hal-hal lain yang dapat mempersulit
23
pelaksanaan anestesia epidural.Obesitas merupakan salah satu penyulit
pelaksanaan anestesia epidural.
Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan darah rutin dan juga pemeriksaan status pembekuan darah pasien.
Termasuk pula pemeriksaan INR (PT), aPTT, jumlah platelet, dan waktu
perdarahan untuk menyingkirkan keadaan kelainan pembekuan darah pada pasien.
Peralatan:
1. Jarum epidural No. 18
2. Kateter epidural
3. Catheter connector
4. Epidural filter 0,2 µ
5. Spuit 10 cc, Spuit 25 cc
6. Mesin anestesi
7. Sfigmomanometer digital
8. Oksimeter
9. Monitor EKG
10. Infus set dan cairan infus
11. Cairan antiseptic
12. Kateter urin
13. Kassa
14. Krim Chloramphenicol
15. Plester
16. Laringoskop
17. ETT No. 7 dan 7,5
18. Guedel
19. Suction
24
Jarum epidural dengan ukuran 16-18G, yang sering digunakan adalah jarum
Tuohy dengan ujung Huber. Jarum ini mempunyai sayap yang dapat
mempermudah pengaturan jarum. Jarum Crawford, jarum yang lurus dan tipis,
digunakan untuk anestesia epidural dosis tunggal. Kateter epidural, terdapat filter
yang melekat melalui Luer-Lok ke konektor, dimana apabila dikencangkan akan
memperkuat perlekatan kateter dan mencegah terjadinya kesalahan menyuntikkan
benda lain ke dalam ruang epidural. Kateter epidural ini berguna dalam analgesia
intraoperatif dan/atau pasca-operasi.
Teknik anestesi epidural
1. Posisi Pasien
Biasanya pasien diposisikan duduk atau tidur lateral dekubitus (berbaring miring).
Pasien yang duduk diminta untuk membungkukkan tubuh dan menundukkan
kepalanya agar kurvatura tulang belakang terlihat lebih jelas. Pasien yang
berbaring diminta untuk menekuk lututnya semaksimal mungkin untuk tujuan
yang sama.
25
2. Lokasi Tusukan
Tusukan jarum epidural baisanya dikerjakan pada vertebra setinggi L3-4, karena
jarak antara ligamentum flavum-duramater pada ketinggian ini adalah yang
terlebar.Biasanya Krista iliaka dijadikan panduan untuk menentukan vertebra L3-
L4 yang terletak tepat di bawah berakhirnya medulla spinalis. Fokus insersi
biasanya di garis tengah (median), meskipun pendekatan lain seperti pendekatan
paramedian kadang juga digunakan, khususnya pada pasien-pasien usia tua.
3. Menemukan Ruang Epidural
Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik.Namun yang paling
popular ialah teknik hilangnya resistensi (loss of resistance) dan teknik tetes
tergantung (hanging drop).
a. Teknik Hilangnya Resistensi (loss of resistance)
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastic rendah resistensi
yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak kira-kira 3ml. Setelah diberikan
anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusukkan sedalam 1-2
cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan-lahan secara terputus-
putus (intermiten) sambil mendorong jarum epidural sampai terasa menembus
jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul oleh hilangnya resistensi.
Setelah yakin ujung jarum berada dalamruang epidural, dilakukan uji dosis
(test dose).
b. Teknik Tetes Tergantung (hanging drop)
26
Persiapan teknik ini sama dengan persiapan teknik hilangnya resistensi, tetapi
pada teknik ini hanya menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai
terlihat ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum
epidural perlahan-lahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan
keras yang kemudian disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang
epidural.Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, dilakukan
uji dosis.
4. Uji Dosis
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung
jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu)
melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin
1:200.000. Ada 3 kondisi yang dapat terjadi sebagai respon dari uji dosis ini,
yaitu:
a. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum atau
kateter benar.
b. Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat masuk ke ruang subarachnoid
karena terlalu dalam,
c. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemunkinan obat masuk ke
dalam vena epidural.
5. Cara Penyuntikan
Setelah diyakini posisi jarum atau kateter benar, suntikkan anestetik lokal secara
bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis total. Suntikan
yang terlalu cepat akan menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak
27
tinggi, sehingga menimbulkan peninggian tekanan intrakranial, nyeri kepala dan
gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural.
6. Uji Keberhasilan Epidural
Keberhasilan pelaksanaan anestesia epidural dapat dilihat melalui:
a. Perubahan suhu : Tanda dari sudah terbloknya fungsi sistem saraf simpatis
b. Uji tusuk jarum : Tanda dari sudah terbloknya fungsi sistem saraf sensorik
(sentuhan, proprioseptif, dsb.)
c. Skala Bromage : Tanda dari sudah terbloknya fungsi sistem saraf motorik.
28
Melipat lutut Melipat jari
Blok tidak ada ++ ++Blok parsial + ++
Blok hampir lengkap - +
Blok lengkap - -
DISKUSI
Pada kasus ini, pasien dengan diagnosis anestesi status fisik ASA kelas II
karena pasien memiliki riwayat Gastritis Kronis. Dengan diagnosis bedah HIL
(Hernia Inguinalis) Sinistra, direncanakan tindakan Herniotomy dan Hernioraphy.
Anestesia epidural pada pasien ini bertujuan untuk anestesia dan analgesia pada
pembedahan, dan analgesia post operatif. Hal ini sesuai dengan indikasi
pembedahan, antara lain:
Tindakan pembedahan pada ekstremitas bawah, pelvis, perineum, dan
abdomen bagian bawah.
Post-operatif analgesia.
Selain sesuai dengan indikasi pembedahan yang dilakukan, pada pasien
tidak ada kontraindikasi dilakukannya anestesia epidural.
Pada persiapan alat, selain alat-alat yang digunakan pada anestesi epidural,
sebaiknya juga dipersiapkan alat-alat untuk anestesia umum. Hal ini bertujuan
sebagai tindakan antisipasi apabila terjadi kegagalan pemasangan kateter epidural
sehingga dapat langsung diganti menggunakan anestesi umum. Obat-obatan
emergensi juga harus selalu disiapkan.
Selama pembedahan, tanda-tanda vital pasien stabil. Pemberian cairan
pada pasien selama operasi memang belum sesuai dengan jumlah total cairan yang
harus diberikan untuk mengganti cairan pasien selama puasa dan akibat stress
operasi dikarenakan waktu operasi yang cukup singkat. Namun terapi cairan dapat
dilanjutkan post-operasi.
29
Teknik anestesia epidural
Teknik anestesi epidural pada pasien ini dilakukan dalam posisi duduk
didahului dengan membuat garis imajiner antara L3-L4 karena lokasi pembedahan
di daerah inguinal.Pada pasien dilakukan penyuntikan anestesi lokal infiltrasi
lidokain 1% 2 ml sebagai analgetik sehingga ketika jarum epidural ditusukkan
pasien tidak merasakan nyeri.Tusukan dilakukan dengan jarum epidural no 18
dengan pendekatan median.
Untuk mengetahui apakah jarum sudah masuk ke ruang epidural,
dilakukan tes “loss of resistance" dengan menggunakan udara dalam spuit 10 cc
yang disuntikkan melalui jarum epidural dan memberikan hasil (+).. Setelah itu,
dipasang kateter epidural melalui jarum epidural sebagai introducer ke dalam
ruang epidural.Kemudian jarum dicabut dan kateter epidural diberikan krim
chloramphenicol dan ditutup dengan kassa lalu diplester. Kemudian dimasukkan
Bupivakain 0.5% sebanyak 40 mg secara bolus. Selama proses anestesi, monitor
tanda-tanda vital harus tetap diperhatikan.
Keuntungan teknik anestesi epidural adalah obat tidak masuk ke ruang
subaraknoid sehingga sakit kepala dan gejala neurologis lainnya dapat dihindari.
Selain itu, pemasangan kateter epidural juga memudahkan penatalaksanaan nyeri
pasca operasi.Kerugiannya adalah diperlukan obat dalam jumlah besar, dengan
kemungkinan adanya absorpsi sistemik yang lebih besar pula.Untuk mendapatkan
efek analgesia bedah juga diperlukan waktu yang lebih lama yaitu 15 – 20 menit.
Teknik anestesia epidural pada pasien ini bekerja secara maksimal karena
pasien tidak merasakan sakit selama operasi dan setelah operasi selesai.
30
Obat-obat yang digunakan pada operasi ini
1. Lidokain 2%
Lidokain termasuk dalam analgesia lokal derivat amide, sangat mudah
larut dalam air
Pemberiannya ditujukan untuk anestesia blok (epidural dan spinal),
infiltrasi, topikal, dan obat anti-aritmia
Lidokain 2% untuk blok sensorik dan motorik
Onset 20 menit, durasi 60-120 menit
Untuk anestesia epidural, lidokain digunakan untuk operasi dengan
durasi waktu yang sedang
Mudah diserap dari tempat suntikan dan dapat melewati sawar darah
otak
Efek samping yang ditimbulkan antara lain mengantuk, pusing,
parestesia, gangguan mental, kejang, dan koma
2. Bupivakain 0,5%.
Sangat populer disebut dengan marcaine
Potensinya 3-4 kali dari lidokain dan lama kerjanya 2-5 kali dari
lidokain
Sifat hambatan sensorisnya lebih dominan dibandingkan dengan
hambatan motoriknya
Obat anestesia lokal golongan amida yang toksisitasnya rendah
Konsentrasi efektif minimal 0,125%
Untuk blok sensorik epidural diperlukan 0,5-0,75% dan pembedahan
0,75%
31
Onset lambat, durasi 8 jam
Setelah suntikan kaudal, epidural, atau infiltrasi, kadar plasma puncak
dicapai dalam 45 menit, kemudian menurun perlahan dalam 3-8 jam
Metabolisme utama di hepar, sedangkan hasil metabolit diekskresi
lewat urin, dan sebagian kecil diekskresi dalam bentuk utuh.
Terapi Cairan
Berat badan pasien = 62 kg
Lama puasa = 9 jam
Kebutuhan cairan pasien per jam :
4 x 10 = 40 cc
2 x 10 = 20 cc
1 x 42 = 42 cc +
102 cc/jam
Lama pasien berpuasa 9 jam
Lama puasa x kebutuhan per jam
9 x 102 cc = 918 cc
Stress operasi: operasi sedang (6 cc/kgBB)
6cc x 62 kg = 372 cc
Kebutuhan cairan pada jam pertama =
50% puasa + stress operasi + kebutuhan cairan per jam =
459cc + 372 cc + 102 cc = 933 cc
Kebutuhan cairan pada jam kedua =
32
25% puasa + stress operasi + kebutuhan cairan per jam =
230 cc + 372 cc + 102 cc = 704 cc
Kebutuhan cairan pada jam ketiga =
25% puasa + stress operasi + kebutuhan cairan per jam =
230 cc + 372 cc + 102 cc = 704 cc
Cairan yang di berikan selama anestesi
Otsu RL I 500 ml
Otsu RL II 300 ml +
Jumlah 800 ml
Cairan yang keluar selama operasi
Urin + 100 ml
Perdarahan + 100 ml +
Jumlah + 200 ml
Keperluan cairan intraoperatif = 2341ml
Cairan yang diberikan selama pembedahan = 800 ml –
Cairan yang masih kurang intraoperatif = 1541 ml
Kehilangan cairan akibat perdarahan sudah teratasi, urine output
cukup.Kekurangan cairan intraoperatif (1541 ml) akan dikejar dengan
pemberian infus RL post-operatif sebagai tatalaksana kebutuhan cairan
maintenance.
33
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Dr. Gede Mangku, SpAn KIC.
Jakarta:2010.
2. Anestesiologi. Edisi 10. Thomas B Boulton & Colin E Blogg.
Jakarta:1994.
3. Farmakologi dan Terapi . edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapetik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:2007
4. Petunjuk praktis Anestesiologi. edisi 4.Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta :2009
5. Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI):2008
6. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Spinal, Epidural & Caudal Blocks.
Clinical Anesthesiology, fourth edition. 2007. P309-14
34
Recommended