View
41
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
manusk
Citation preview
MANUSKRIP PUBLIKASI
PERBEDAAN KADAR β-HCG PADA KASUS MOLA
HIDATIDOSA YANG KEMBALI NORMAL DAN YANG
BERKEMBANG MENJADI KORIOKARSINOMA DI
RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA
PERIODE 2010-2014
RHEZA GIOVANNI1110015052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA
2015
LEMBAR PERSETUJUAN
PERBEDAAN KADAR β-hCG PADA KASUS MOLA HIDATIDOSA YANG KEMBALI NORMAL DAN YANG BERKEMBANG MENJADI KORIOKARSINOMA DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE
SAMARINDA PERIODE 2010-2014
SKRIPSIDiajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked)
Oleh:
RHEZA GIOVANNI
NIM. 1110015052
Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I,
dr. Hadi Irawiraman, M.Kes, Sp. PA
NIP. 19670617 200012 1 001
Dosen Pembimbing II,
dr. Nurul Hasanah, M.Kes
NIP. 19760722 200604 2 002
Universitas Mulawarman
Fakultas Kedokteran
Dekan,
dr. H. Emil Bachtiar Moerad, Sp. P
NIP. 19530812 1981111 001
2
LEMBAR PENGESAHAN
PERBEDAAN KADAR β-hCG PADA KASUS MOLA HIDATIDOSA YANG KEMBALI NORMAL DAN YANG BERKEMBANG MENJADI KORIOKARSINOMA DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE
SAMARINDA PERIODE 2010-2014
Oleh :
RHEZA GIOVANNI
NIM. 1110015052
Telah dipertahankan di depan Penguji
Pada tanggal 15 Juni 2015
dinyatakan telah memenuhi syarat
Komisi Penguji
Penguji I Penguji II
dr. Marihot Pasaribu, M. Kes, Sp.OG dr. Eva Rachmi, M.Kes
NIP. 19730902 200312 002 NIP. 1976130 200501 2 003
Universitas Mulawarman
Fakultas Kedokteran
Dekan,
dr. Emil Bachtiar Moerad, Sp.P
NIP. 19530812 198111 1 001
3
PERBEDAAN KADAR β-HCG PADA KASUS MOLA HIDATIDOSA YANG KEMBALI
NORMAL DAN YANG BERKEMBANG MENJADI KORIOKARSINOMA DI RSUD ABDUL
WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA PERIODE 2010-2014
Rheza Giovanni*, Hadi Irawiraman **, Nurul Hasanah ****Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
**Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman***Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Email korespondensi: rhezagiov@yahoo.com
ABSTRAKKejadian mola hidatidosa di Indonesia dan negara-negara berkembang masih lebih
tinggi dari negara-negara maju. Hal yang harus diwaspadai adalah terjadinya keganasan pascaevakuasi mola hidatidosa berkisar 10-20%. Tanda klinis seperti tingkat β-hCG pra-evakuasi dapat digunakan sebagai acuan untuk diagnosis dini keganasan pascamola.
Metode penelitian ini adalah analitik cross-sectional yang dilakukan pada 28 sampel dari mola hidatidosa terdiri dari 24 yang kembali normal dan 4 yang berkembang menjadi koriokarsinoma. Penilaian tingkat β-hCG pre-kuretase dilihat pada catatan medis rawat inap pasien
Hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini menunjukan bahwa Tidak terdapat perbedaan kadar β-hCG pre-kuretase yang signifikan antara pasien mola yang kembali normal dan yang berkembang menjadi koriokarsinoma dengan nilai p = 0,101 (p > 0,05). Perlu dilakukan penelitian lagi terhadap kadar β-hCG pre-kuretase sebagai indikator diagnosis dini keganasan pascamola. Kata Kunci: Kadar β-hCG, mola hidatidosa, koriokarsinoma
4
ABSTRACTHydatidiform mole incidence in Indonesia and developing countries is still higher
than the developed countries. Things to look out for is the occurrence of malignancy post evacuation hydatidiform mole ranges from 10-20%. Clinical signs such as levels of β-hCG before evacuation can be used as reference for early diagnosis of malignancy after hydatidiform mole.
The study design was cross-sectional analytic performed on 28 samples of hydatidiform mole composed of 24 were back to normal and 4 which develop into choriocarcinoma. The assessment of the levels of β-hCG before curettage seen on inpatient medical records of patients.
The result and the conclusion of this study show there is no difference in the levels of β-hCG hydatidiform mole are back to normal and develop into choriocarcinoma with p = 0,101 (p > 0,05). Need to do more research on levels of β-hCG pre-curettage as an indicator for early diagnosis of malignancy after hydatidiform moleKeywords: β-hCG values, hydatidiform mole, choriocarcinoma
PENDAHULUAN
Mola hidatidosa merupakan
suatu penyakit yang penting, karena
angka kejadian yang tinggi, banyaknya
faktor risiko serta penyebaran kasus yang
merata di dunia. Mola hidatidosa adalah
suatu kehamilan yang berkembang secara
tidak wajar di mana tidak ditemukan janin
dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik.1
Dari semua jenis penyakit
trofoblastik gestasional, mola hidatidosa
adalah jenis yang paling sering dijumpai.
Penyakit ini banyak ditemui di negara-
negara Asia dan Mexico, sedangkan di
negara barat lebih jarang. Penelitian di
Amerika Serikat menunjukan mola
hidatidosa didapatkan pada sekitar 1 dari
1000 hingga 1200 kehamilan dan 1 dari
600 kasus abortus. Secara Internasional,
penelitian tentang angka frekuensi
terjadinya mola hidatidosa bervariasi.
Frekuensi yang di laporkan berkisar dari
1:200 kehamilan di Meksiko dan 1:5000
kehamilan yang terjadi di Paraguay. Studi
di Irlandia menemukan frekuensi kasus
mola hidatidosa komplit sekitar 1:1945
kehamilan dan untuk mola hidatidosa
parsial terdapat sekitar 1:695 kehamilan.2
Untuk Asia, kasus mola hidatidosa
ditemukan lebih tinggi dari daerah Eropa.
Hingga tahun 2006, kasus mola hidatidosa
tertinggi terdapat di daerah Asia
Tenggara, Indonesia dan India dengan
rata-rata kasus berkisar antara 2-12 kasus
per 1000 kehamilan. Pada penelitian yang
di lakukan oleh Kim dkk pada tahun 1997
kasus mola hidatidosa dengan prevalensi
tertinggi didapatkan di Jepang dengan
5
frekuensi 2,96 kasus dari 1000
kehamilan.3 Di negara-negara timur jauh
beberapa sumber memperkirakan
insidensi mola yang cukup tinggi yakni
1:120 kehamilan.4 Dari sebuah jurnal yang
diterbitkan oleh International Archive
Medicine tahun 2012, angka kejadian
kasus mola hidatidosa di negara – negara
Asia mencapai 1 kasus dari 99 kehamilan.5
Indonesia merupakan suatu
daerah di Asia yang memiliki tingkat
kejadian mola hidatidosa yang tinggi (1
dari 40 kehamilan) berdasarkan data yang
tercatat di RS di Indonesia. Penelitian-
penelitian yang dilakukan di beberapa
rumah sakit di Indonesia menghasilkan
data insiden yang bervariasi. Dari hasil
penelitian yang dilakukan berdasarkan
study medical record RSUD Labuang Baji
Makassar periode Januari-Desember
2006, kejadian mola hidatidosa berkisar
antara 22 : 964 kehamilan atau 2,28 %.6
Penelitian lain yang dilakukan di RSUD
Labuang Baji Makassar pada bulan
September hingga Oktober tahun 2008
melaporkan bahwa terdapat 21 kasus dari
rentang waktu tersebut. Menurut masing-
masing penelitian yang dilakukan di
seluruh Indonesia, didapatkan hasil
sebagai berikut, penelitian dari
Soejoenoes dkk (1967) melaporkan kasus
mola hidatidosa terjadi 1 : 85 kehamilan.
Penelitian yang dilakukan di RS Dr. Cipto
Mangunkusomo Jakarta mengungkapkan
insiden mola terjadi 1 : 31 persalinan dan
1 : 9 kehamilan; Penelitian Siregar di
Medan pada tahun 1982 : 11-16 per 1000
kehamilan. Penelitian Soetomo
(Surabaya) didapatkan insidensi mola
terjadi 1:80 persalinan. Penelitian
Martaadisoebrata (Bandung) kasus mola
hidatidosa terjadi 9-12 kasus per 1000
kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering
pada umur reproduktif (14-45 tahun) dan
multipara.7
Dengan insidensi mola hidatidosa
yang tinggi di Indonesia, hal yang harus
diwaspadai adalah terjadinya degenerasi
keganasan pascaevakuasi mola hidatidosa
menjadi koriokarsinoma yang berkisar 15-
20 %.8 Keganasan didiagnosis terjadi pada
15-20% dari pasien yang mengalami mola
hidatidosa komplit dan 2-5 % pada pasien
mola dengan karakteristik parsial.2
Keganasan pascamola berkembang
sangat cepat dengan angka mortalitas
yang cukup tinggi mencapai 31-51%.8
Prognosis penyakit trofoblas
ganas (PTG) lebih buruk, biaya
pengobatan lebih mahal, dan sulit bila
dibandingkan dengan penderita mola
yang kembali normal. Oleh karena itu
6
sangatlah penting mengevaluasi
penderita mola hidatidosa yang akan
berkembang menjadi ganas sedini-
dininya, sehingga mampu diberikan terapi
profilaksis kemoterapi atau histerektomi
terhadap penderita mola hidatidosa
komplet dengan risiko tinggi untuk
mencegah terjadinya keganasan.9
Risiko terjadinya keganasan
pascaevakuasi mola dan deteksi dini
keganasan pascaevakuasi mola belum
diketahui dengan jelas. Beberapa variabel
demografi, klinis, dan labolatorium telah
diteliti sebagai variabel faktor risiko
keganasan, salah satunya adalah hormon
β-human chorionic gonadotropin (β-hCG)
praevakuasi.10 Penelitian yang dilakukan
oleh Hidayat dkk memperkuat dugaan
bahwa adanya suatu perbedaan antara
kadar dari β-hCG pasien yang menderita
mola hidatidosa yang kembali normal dan
yang berkembang menjadi keganasan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di RS
Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun
2014, menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara kadar β-
hCG yang lebih dari 100.000 mIU/ml
dengan keganasan pascaevakuasi mola
hidatidosa.9
Berdasarkan uraian diatas maka
peneliti tertarik untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan yang
bermakna antara kadar β-hCG pada
pasien mola hidatidosa yang kembali
normal dan yang berkembang menjadi
koriokarsinoma sehingga dapat dijadikan
acuan sebagai diagnosis dini untuk
mendeteksi keganasan pascaevakuasi
mola di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
METODE
Rancangan penelitian ini
menggunakan metode penelitian analitik
Cross Sectional. Metode penelitian
analitik digunakan untuk mencari
perbedaan antara kadar β-hCG pada
kasus mola hidatidosa yang kembali
normal dan yang berkembang menjadi
koriokarsinoma di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie periode 2010-2014.
Besar sampel didapat dari seluruh
pasien yang ada pada periode 2010 -
2014, sehingga diperoleh 112 sampel
pasien. Namun hanya 28 pasien yang
masuk kriteria inklusi penelitian. Kriteria
eksklusi dari subjek penelitian yaitu
pasien yang rekam mediknya tidak
mencantumkan hasil pemeriksaan kadar
β-hCG.
Variabel dalam penelitian ini
adalah kadar β-hCG dan mola hidatidosa
7
pascaevakuasi yang terbagi menjadi mola
hidatidosa yang kembali normal dan yang
berkembang menjadi koriokarsinoma.
TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan kadar β-hCG pada
kejadian mola hidatidosa yang kembali
normal dan yang berkembang menjadi
korio karsinoma di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda periode 2010 - 2014
HASIL
Penelitian terhadap perbedaan
kadar β-hCG pada pasien mola hidatidosa
yang kembali normal dan yang
berkembang menjadi koriokarsinoma di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
ini bertujuan untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan kadar β-hCG
prekuretase pada mola hidatidosa yang
kembali normal dan yang berkembang
menjadi koriokarsinoma, sehingga dapat
digunakan sebagai acuan diagnosis
keganasan pada pasien mola. Penelitian
ini dilakukan di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda tepatnya di pusat
rekam medik rawat inap. Pengambilan
data dari rekam medik pasien
berlangsung selama 2 minggu pada bulan
Maret 2015. Jumlah total sampel
penelitian dari periode 2010-2014 adalah
112 orang, namun yang sesuai dengan
kriteria inklusi berjumlah 28 orang yang
terdiri dari 2 kelompok yaitu 24 pasien
mola hidatidosa yang kembali normal dan
4 pasien dengan mola hidatidosa yang
berkembang menjadi koriokarsinoma,
sedangkan 84 pasien dimasukan ke
kriteria eksklusi karena hasil pemeriksaan
β-hCG hilang dan pasien mempunyai
riwayat kuretase sebelumnya.
Pada penelitian ini didapatkan
usia termuda pasien mola hidatidosa
yaitu 18 tahun dan usia tertua adalah 46
tahun. Tabel 1 menggambarkan distribusi
mola hidatidosa terbanyak pada usia 20-
24 tahun, 25-29 tahun dan 40-44 tahun
yaitu sebanyak 6 pasien (21,4%) dan
terendah pada rentang usia 35-39 tahun
hanya 1 pasien (3,6%).
8
Tabel 1. Distribusi frekuensi sampel pasien
mola hidatidosa berdasarkan usia
Tabel 2 menggambarkan
distribusi mola hidatidosa terbanyak pada
jumlah kehamilan 3 kali yaitu sebanyak 7
pasien (25,0%) dan terendah pada jumlah
kehamilan 6 kali, 7 kali dan 13 kali yaitu
masing-masing berjumlah 1 pasien (3,6%).
Tabel 2. Distribusi frekuensi sampel
pasien mola hidatidosa berdasarkan
jumlah kehamilan
Tabel 3 menggambarkan
distribusi mola hidatidosa terbanyak pada
jumlah paritas 1-4 kali yaitu sebanyak 21
pasien (75,0%) dan terendah pada jumlah
kehamilan ≥5 kali yaitu berjumlah 2
pasien (7,1%).
Tabel 3. Distribusi frekuensi sampel
pasien mola hidatidosa berdasarkan
jumlah paritas
Tabel 4 menggambarkan
distribusi mola hidatidosa terbanyak pada
pasien yang tidak mempunyai riwayat
abortus yaitu sebanyak 18 pasien (64,3%)
dan terendah pada jumlah abortus 3 kali
yaitu berjumlah 1 pasien (3,6%).
Tabel 4. Distribusi frekuensi sampel
pasien mola hidatidosa berdasarkan
jumlah abortus
9
Mola Hidatidosa
UsiaJumlah Pasien
Persentase (%)
15-19 2 7.1%20-24 6 21.4%25-29 6 21.4%30-34 5 17.9%35-39 1 3.6%40-44 6 21.4%≥45 2 7.1%
Jumlah 28 100%
Mola Hidatidosa
GestasiJumlah Pasien
Persentase (%)
1 6 21.4%2 6 21.4%3 7 25.0%4 2 7.1%5 4 14.3%6 1 3.6%7 1 3.6%
>7 1 3.6%Jumlah 28 100%
Mola Hidatidosa
ParitasJumlah Pasien
Persentase (%)
Primigravida 5 17.9%1-4 21 75.0%≥5 2 7.1%
Jumlah 28 100%
Pada tabel 5 dikelompokan 2
kelompok yang mengalami kuretase 1 kali
dan kuretase 2 kali. Dari kedua kelompok
tersebut pasien yang mengalami kuretase
1 kali berjumlah 12 orang (42,9%) dan
yang mengalami kuretase 2 kali
berjumlah 16 orang (57,1%). Total jumlah
pasien berjumlah 28 orang.
Tabel 5. Distribusi frekuensi sampel pasien
mola hidatidosa berdasarkan jumlah kuretase
Tabel 6 menggambarkan
distribusi mola hidatidosa terbanyak pada
pasien yang mempunyai kadar β-hCG
yang diatas 100.000 mIU/ml yaitu
sebanyak 20 pasien (71,4%) dan terendah
pada pasien dengan kadar β-hCG yang
lebih rendah dari 100.000 mIU/ml yaitu
berjumlah 8 pasien (28,6%).
Tabel 6. Distribusi frekuensi sampel pasien
mola hidatidosa berdasarkan kadar β-hCG
Perhitungan nilai p dengan Mann-
Whitney Test (menggunakan Statistik Non
Parametrik karena sampel tidak
berdistribusi secara normal dengan Test
of Normality Shapiro-Wilk), dari hasil
perhitungan menggunakan uji tersebut
ditemukan angka p = 0.101 yang berarti p
> 0,05. Hal ini berarti kadar β-hCG
prekuretase pada pasien mola hidatidosa
yang kembali normal dan yang
berkembang menjadi koriokarsinoma
tidak menunjukkan adanya perbedaan.
Tabel 7 menunjukan bahwa
rerata kadar β-hCG prekuretase pada
pasien mola hidatidosa yang kembali
10
Mola Hidatidosa
AbortusJumlah Pasien
Persentase (%)
0 18 64.3%1 6 21.4%2 3 10.7%3 1 3.6%
Jumlah 28 100%
Mola Hidatidosa
Kadar β-hCGJumlah Pasien
Persentase (%)
>100.000 mIU/ml 20 71.4%<100.000 mIU/ml 8 28.6%
Jumlah 28 100%
Mola Hidatidosa
KuretaseJumlah Pasien
Persentase (%)
1 12 42.9%
2 16 57.1%
Jumlah 28 100%
normal lebih tinggi dari pada yang
berkembang menjadi koriokarsinoma.
Dimana rerata kadar β-hCG prekuretase
pada pasien mola yang kembali normal
adalah 1050625,38 dan kadar β-hCG
prekuretase pada pasien mola yang
berkembang menjadi koriokarsinoma
adalah 126116,75.
Berdasarkan dari data dan
penjelasan diatas menunjukan tidak
adanya perbedaan antara kadar β-hCG
prekuretase pasien mola hidatidosa yang
kembali normal dan kadar β-hCG
prekuretase pasien mola hidatidosa yang
berkembang menjadi koriokarsinoma.
Tidak terdapatnya perbedaan antara
kedua kadar β-hCG prekuretase tersebut
berdasarkan hasil uji hipotesis dengan
hasil p > 0,05 yaitu 0,101.
PEMBAHASAN
Karakteristik Sampel
Dari hasil penelitian ini didapatkan
pasien yang terkena mola hidatidosa
sebanyak 28 orang dan usia rata-rata dari
pasien tersebut adalah 30,9 tahun
dengan jumlah pasien yang berusia 20-40
tahun lebih banyak dari pada pasien
dengan kelompok usia lainnya yaitu
sebanyak 18 pasien. Hasil penelitian ini
berbeda dengan penelitian dari Sthrol
dan Lurain yang menyatakan kasus mola
hidatidosa lebih sering terjadi pada usia <
21 tahun dan > 40 tahun dari pada usia
20-40 tahun.11 Namun hasil penelitian ini
sesuai dengan prevalensi penyakit
tersebut yang dikemukakan oleh Lazovic
dan Milenkovic rata-rata usia dari pasien
mola hidatidosa adalah 32,2 tahun.12
Hasil serupa juga ditemukan pada
penelitian di Turki oleh Cakmak et al. dari
73 jumlah total pasien yang mengalami
mola hidatidosa, 61 (83,6%) pasien
memiliki usia dalam rentang 20-39
tahun.13
Dari hasil penelitian ini didapatkan
puncak kejadian mola hidatidosa terjadi
pada pasien dengan jumlah gestasi 3 yaitu
sebanyak 7 pasien (25%). Kemudian
diikuti oleh pasien mola hidatidosa
dengan jumlah gestasi 2 dan 1 kali dengan
11
Tabel 7 Perbedaan Kadar β-hCG prekuretase pada pasien mola hidatidosa
Mola Hidatidosa Mean Min MaxStandar Deviasi
Signifikansi (p)
Kembali normal 1050625.38 147.11 12738700 2573094.1180.101Berkembang menjadi
koriokarsinoma 126116.75 63977 279370 102680.148
masing-masing sebanyak 6 pasien
(21,4%). Pasien dengan jumlah gestasi
terbanyak adalah 13 kali yaitu sebanyak 1
pasien dan jumlah gestasi terendah
adalah 1 kali sebanyak 6 pasien.
Dari hasil penelitian ini
didapatkan puncak kejadian mola
hidatidosa terjadi pada pasien dengan
jumlah paritas 1 kali sebanyak 9 pasien
dan yang terendah adalah 5 kali sebanyak
0 pasien. Pada penelitian ini
dikelompokan 3 kelompok pasien
berdasarkan jumlah paritas. Hasil yang
didapatkan adalah primigravida sebanyak
5 pasien (17,9%), pasien dengan jumlah
paritas 1-4 kali sebanyak 21 pasien
(75,0%) dan pasien dengan jumlah paritas
≥5 kali sebanyak 2 pasien (7,1%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitan prevalensi mola hidatidosa yang
dilakukan oleh Alaf dan Omer, yaitu
prevalensi mola hidatidosa terbanyak
terdapat pada kelompok jumlah paritas 1-
4 kali, yaitu sebanyak 21 pasien (52,5%)
dari 40 pasien mola hidatidosa.14
Dari hasil penelitian ini
didapatkan puncak kejadian mola
hidatidosa terjadi pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat abortus sebanyak 18
pasien (64,3%) dan yang terendah adalah
pasien dengan riwayat abortus 3 kali
sebanyak 1 pasien (3,6%). Pada penelitian
ini dikelompokan 4 kelompok pasien
berdasarkan jumlah abortus. Dimana hasil
yang didapatkan adalah pasien dengan
jumlah abortus 0 kali sebanyak 18 pasien
(64,3%), pasien dengan jumlah abortus 1
kali sebanyak 6 pasien (21,4%), pasien
dengan jumlah abortus 2 kali sebanyak 3
pasien (10,7%) dan pasien dengan jumlah
abortus 3 kali sebanyak 1 pasien (3,6%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitan prevalensi mola hidatidosa yang
dilakukan oleh Kitange, yaitu prevalensi
mola hidatidosa lebih banyak terdapat
pada pasien yang tidak memiliki riwayat
abortus sebelumnya, yaitu sebanyak 117
pasien (65%) dibandingkan dengan pasien
yang memiliki riwayat abortus
sebelumnya, yaitu sebanyak 63 pasien
(35%).15
Pada penelitian ini pasien mola
hidatidosa dikelompokan menjadi 2
kelompok yaitu pasien mola hidatidosa
yang mengalami kuretase 1 kali dan 2 kali.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa
pasien mola hidatidosa yang mengalami
kuretase 2 kali lebih banyak dari pada
pasien mola hidatidosa yang mengalami
kuretase 1 kali yaitu 16 pasien (57,1%)
berbanding 12 pasien (42,9%).
12
Dalam penelitian ini, kuretase
dilakukan pada semua pasien mola
hidatidosa, tanpa ada pasien yang
menjalani histerektomi. Histerektomi
biasanya digunakan bagi pasien yang
berusia tua dan multiparitas karena
degenerasi keganasan meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia. Risiko
terjadinya keganasan akan menurun dari
30% menjadi 3-10% bila dilakukan
histerektomi.13
Tinjauan perbedaan kadar β-hCG
prekuretase pada pasien mola
hidatidosa yang kembali normal dan
yang berkembang menjadi
koriokarsinoma
Dari hasil penelitian ini didapatkan
kadar β-hCG prekuretase tertinggi pada
pasien mola hidatidosa yang kembali
normal adalah 12738700 mIU/ml dan
yang terendah adalah 147,11 mIU/ml.
Pada kelompok mola hidatidosa yang
berkembang menjadi koriokarsinoma
ditemukan kadar β-hCG tertinggi adalah
279300 mIU/ml dan yang terendah
adalah 63977. Pada penelitian ini
didapatkan rerata atau mean dari pasien
mola hidatidosa yang kembali normal
adalah 1050625,38 dan yang berkembang
menjadi koriokarsinoma adalah
126116,75. Walaupun dilihat dari rata-
rata kadar β-hCG pada mola yang kembali
normal dan yang berkembang menjadi
koriokarsinoma berbeda namun setelah
diuji dengan uji statistik didapatkan tidak
adanya perbedaan pada 2 kategori
tersebut, dengan nilai p adalah 0,101
(nilai p > 0,05), sehingga tidak dapat
digunakan sebagai acuan untuk
mendiagnosis awal keganasan pascamola.
Pada penelitian ini didapatkan,
pasien mola hidatidosa yang kembali
normal memiliki kadar β-hCG yang lebih
dari 100.000 mIU/ml. Sebaliknya dari 4
pasien mola hidatidosa yang berkembang
menjadi koriokarsinoma, 3 diantaranya
memiliki kadar β-hCG yang kurang dari
100.000 mIU/ml. Hal ini tidak sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hidayat dkk. yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna
antara kadar β-hCG yang lebih dari
100.000 mIU/ml dengan keganasan
pascaevakuasi mola dimana dari 36
pasien yang memiliki kadar β-hCG yang
lebih dari 100.000 mIU/ml, 21
diantaranya berkembang menjadi
keganasan. Bila dibandingkan dengan
pasien yang memiliki kadar β-hCG kurang
dari 100.000 mIU/ml, dari 24 pasien
13
hanya 2 diantaranya yang berkembang
menjadi keganasan.9
Hasil penelitian yang dilakukan di
NETDC (New England Trophoblastic
Disease Center) pada tahun 2006 juga
menunjukan hasil yang berbeda. Dari
penelitian ini didapatkan, dari 352 pasien
dengan kadar β-hCG yang meningkat,
sekitar 31% pasien berkembang menjadi
keganasan pascaevakuasi mola.
Sebaliknya, dari 506 pasien yang memiliki
kadar β-hCG kurang dari 100.000 mIU/ml,
keganasan pascaevakuasi mola hanya
berkembang pada 3,4% pasien
tersebut.16
Berdasarkan hasil dalam penelitian
ini tidak terbukti adanya perbedaan
antara pasien mola hidatidosa yang
kembali normal dan yang berkembang
menjadi koriokarsinoma di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda. Hal ini
menunjukan bahwa kadar β-hCG masih
perlu dipertimbangkan untuk dapat
dijadikan acuan untuk mendiagnosis dini
keganasan yang terjadi pascaevakuasi
mola hidatidosa.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang sudah
dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa
tidak terdapat perbedaan kadar β-hCG
pada pasien mola hidatidosa yang
kembali normal dan yang berkembang
menjadi koriokarsinoma di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda Periode
2010-2014.
DAFTAR PUSTAKA
1. Syafii, Aprianti, S., & Hardjoeno. (2006). Kadar Beta-hCG penderita Mola Hidatidosa Sebelum dan Sesudah Kuretase. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 1-3.
2. Moore, L. E., Hernandez, E., Pritzker, J. G., Talavera, F., Barnes, A. D., & Gaupp, F. B. (2014, September 22). emedicine.medscape.com. Retrieved Januari 21, 2015, from medscape.com: http://emedicine.medscape.com/article/254657overview#a0104
3. Trommel, N. V. (2006). Refinements in the Management of Persistent Trophoblastic Disease. Radbound Repository, 11-12.
4. Murdiarto, I. (2013, Maret 4). sia.obgin-ugm.com. Retrieved Januari 22, 2015, from obgin-ugm: http://sia.obgin-ugm.com/?page=artikel&id=6
5. Drezett, J., Kurobe, F. C., Nobumoto, C. T., Pedroso, D., Blake, M., Valenti, V. E., et al. (2012). Hydatidiform mole resulting from sexual violence. International Archives of Medicine, 1.
6. Alim, M. (2009). Gambaran Angka Kejadian Mola Hidatidosa di RSUD Labuang Baji Makassar Periode Januari - Desember 2008. Jurnal Kesehatan Volume II No. 4, 1-3.
7. Fitriani, R. (2009). Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan Volume II no. 4, 3-5.
14
8. Seckl, M., Sebire, M., & Berkowitz, R. (2010). Gestational Trophoblastic Disease . Lancet, 717-729.
9. Hidayat, Y. M., Gandamiharjda, S., & Krisnadi, S. R. (2014). Hubungan Kadar βhCG Praevakuasi, Gambaran Histopatologi, dan Kista Lutein dengan Performa βhCG pada Penderita Mola Hidatidosa yang Berkembang Menjadi PTG dan Kembali Normal. MKB Volume 46 No.4, 247-252.
10. Lurain, J. (2010). Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology, clinical presentation, and diagnosis of gestational trophoblastic disease. and management of hydatidiform mole. American Journal of Obstetric and Gynecology, 531-539.
11. Strohl, A. E., & Lurain, J. R. (2013). Clinical Epidemiology of Gestational Trophoblastic Disease. Current Obstetric Gynecology, 40-43.
12. Lazovic, B., & Milenkovic, V. (2012). Changes in the Incidence of Gestational Trophoblastic Disease 2000-2010 Our Experience. Acta Facultatis Medicae Naissensis Volume 29 No.1, 31-34.
13. Cakmak, B., Toprak, M., Nacar, M. C., Koseoglu, R. D., & Gunen, N. (2014). Incidence of gestasional trophoblastic disease in Tokat province, Turkey. J Turk Ger Gynecol Assoc Volume 15, 22-24.
14. Alaf, S. K., & Omer, D. I. (2010). Prevalence and clinical observations of Gestational Trophoblastic Diseases in Maternity Teaching Hospital in Erbil City. WSEAS Transactions on Biology and Biomedicinie Volume 7, 190-199.
15. Kitange, B. H. (2013). Prevalenced and Associated Risk Factor of Hydatidiform Moles Among Patients with Incomplete Abortion Evacuated at Bugando Medical Centre and Sekou Toure Hospital in Mwanza City. Chatolic University of Health & Allied Science, 16-21.
16. Eifel, P. J., Gershenson, D. M., Kavanagh, J. J., & Silva, E. G. (2006). Gynecologic Cancer. New York: Springer.
15
Recommended