23
MANUSKRIP PUBLIKASI PERBEDAAN KADAR β-HCG PADA KASUS MOLA HIDATIDOSA YANG KEMBALI NORMAL DAN YANG BERKEMBANG MENJADI KORIOKARSINOMA DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA PERIODE 2010-2014 RHEZA GIOVANNI 1110015052

MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

Embed Size (px)

DESCRIPTION

manusk

Citation preview

Page 1: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

MANUSKRIP PUBLIKASI

PERBEDAAN KADAR β-HCG PADA KASUS MOLA

HIDATIDOSA YANG KEMBALI NORMAL DAN YANG

BERKEMBANG MENJADI KORIOKARSINOMA DI

RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

PERIODE 2010-2014

RHEZA GIOVANNI1110015052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA

2015

Page 2: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

LEMBAR PERSETUJUAN

PERBEDAAN KADAR β-hCG PADA KASUS MOLA HIDATIDOSA YANG KEMBALI NORMAL DAN YANG BERKEMBANG MENJADI KORIOKARSINOMA DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE

SAMARINDA PERIODE 2010-2014

SKRIPSIDiajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked)

Oleh:

RHEZA GIOVANNI

NIM. 1110015052

Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I,

dr. Hadi Irawiraman, M.Kes, Sp. PA

NIP. 19670617 200012 1 001

Dosen Pembimbing II,

dr. Nurul Hasanah, M.Kes

NIP. 19760722 200604 2 002

Universitas Mulawarman

Fakultas Kedokteran

Dekan,

dr. H. Emil Bachtiar Moerad, Sp. P

NIP. 19530812 1981111 001

2

Page 3: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

LEMBAR PENGESAHAN

PERBEDAAN KADAR β-hCG PADA KASUS MOLA HIDATIDOSA YANG KEMBALI NORMAL DAN YANG BERKEMBANG MENJADI KORIOKARSINOMA DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE

SAMARINDA PERIODE 2010-2014

Oleh :

RHEZA GIOVANNI

NIM. 1110015052

Telah dipertahankan di depan Penguji

Pada tanggal 15 Juni 2015

dinyatakan telah memenuhi syarat

Komisi Penguji

Penguji I Penguji II

dr. Marihot Pasaribu, M. Kes, Sp.OG dr. Eva Rachmi, M.Kes

NIP. 19730902 200312 002 NIP. 1976130 200501 2 003

Universitas Mulawarman

Fakultas Kedokteran

Dekan,

dr. Emil Bachtiar Moerad, Sp.P

NIP. 19530812 198111 1 001

3

Page 4: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

PERBEDAAN KADAR β-HCG PADA KASUS MOLA HIDATIDOSA YANG KEMBALI

NORMAL DAN YANG BERKEMBANG MENJADI KORIOKARSINOMA DI RSUD ABDUL

WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA PERIODE 2010-2014

Rheza Giovanni*, Hadi Irawiraman **, Nurul Hasanah ****Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

**Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman***Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Email korespondensi: [email protected]

ABSTRAKKejadian mola hidatidosa di Indonesia dan negara-negara berkembang masih lebih

tinggi dari negara-negara maju. Hal yang harus diwaspadai adalah terjadinya keganasan pascaevakuasi mola hidatidosa berkisar 10-20%. Tanda klinis seperti tingkat β-hCG pra-evakuasi dapat digunakan sebagai acuan untuk diagnosis dini keganasan pascamola.

Metode penelitian ini adalah analitik cross-sectional yang dilakukan pada 28 sampel dari mola hidatidosa terdiri dari 24 yang kembali normal dan 4 yang berkembang menjadi koriokarsinoma. Penilaian tingkat β-hCG pre-kuretase dilihat pada catatan medis rawat inap pasien

Hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini menunjukan bahwa Tidak terdapat perbedaan kadar β-hCG pre-kuretase yang signifikan antara pasien mola yang kembali normal dan yang berkembang menjadi koriokarsinoma dengan nilai p = 0,101 (p > 0,05). Perlu dilakukan penelitian lagi terhadap kadar β-hCG pre-kuretase sebagai indikator diagnosis dini keganasan pascamola. Kata Kunci: Kadar β-hCG, mola hidatidosa, koriokarsinoma

4

Page 5: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

ABSTRACTHydatidiform mole incidence in Indonesia and developing countries is still higher

than the developed countries. Things to look out for is the occurrence of malignancy post evacuation hydatidiform mole ranges from 10-20%. Clinical signs such as levels of β-hCG before evacuation can be used as reference for early diagnosis of malignancy after hydatidiform mole.

The study design was cross-sectional analytic performed on 28 samples of hydatidiform mole composed of 24 were back to normal and 4 which develop into choriocarcinoma. The assessment of the levels of β-hCG before curettage seen on inpatient medical records of patients.

The result and the conclusion of this study show there is no difference in the levels of β-hCG hydatidiform mole are back to normal and develop into choriocarcinoma with p = 0,101 (p > 0,05). Need to do more research on levels of β-hCG pre-curettage as an indicator for early diagnosis of malignancy after hydatidiform moleKeywords: β-hCG values, hydatidiform mole, choriocarcinoma  

PENDAHULUAN

Mola hidatidosa merupakan

suatu penyakit yang penting, karena

angka kejadian yang tinggi, banyaknya

faktor risiko serta penyebaran kasus yang

merata di dunia. Mola hidatidosa adalah

suatu kehamilan yang berkembang secara

tidak wajar di mana tidak ditemukan janin

dan hampir seluruh vili korialis mengalami

perubahan berupa degenerasi hidropik.1

Dari semua jenis penyakit

trofoblastik gestasional, mola hidatidosa

adalah jenis yang paling sering dijumpai.

Penyakit ini banyak ditemui di negara-

negara Asia dan Mexico, sedangkan di

negara barat lebih jarang. Penelitian di

Amerika Serikat menunjukan mola

hidatidosa didapatkan pada sekitar 1 dari

1000 hingga 1200 kehamilan dan 1 dari

600 kasus abortus. Secara Internasional,

penelitian tentang angka frekuensi

terjadinya mola hidatidosa bervariasi.

Frekuensi yang di laporkan berkisar dari

1:200 kehamilan di Meksiko dan 1:5000

kehamilan yang terjadi di Paraguay. Studi

di Irlandia menemukan frekuensi kasus

mola hidatidosa komplit sekitar 1:1945

kehamilan dan untuk mola hidatidosa

parsial terdapat sekitar 1:695 kehamilan.2

Untuk Asia, kasus mola hidatidosa

ditemukan lebih tinggi dari daerah Eropa.

Hingga tahun 2006, kasus mola hidatidosa

tertinggi terdapat di daerah Asia

Tenggara, Indonesia dan India dengan

rata-rata kasus berkisar antara 2-12 kasus

per 1000 kehamilan. Pada penelitian yang

di lakukan oleh Kim dkk pada tahun 1997

kasus mola hidatidosa dengan prevalensi

tertinggi didapatkan di Jepang dengan

5

Page 6: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

frekuensi 2,96 kasus dari 1000

kehamilan.3 Di negara-negara timur jauh

beberapa sumber memperkirakan

insidensi mola yang cukup tinggi yakni

1:120 kehamilan.4 Dari sebuah jurnal yang

diterbitkan oleh International Archive

Medicine tahun 2012, angka kejadian

kasus mola hidatidosa di negara – negara

Asia mencapai 1 kasus dari 99 kehamilan.5

Indonesia merupakan suatu

daerah di Asia yang memiliki tingkat

kejadian mola hidatidosa yang tinggi (1

dari 40 kehamilan) berdasarkan data yang

tercatat di RS di Indonesia. Penelitian-

penelitian yang dilakukan di beberapa

rumah sakit di Indonesia menghasilkan

data insiden yang bervariasi. Dari hasil

penelitian yang dilakukan berdasarkan

study medical record RSUD Labuang Baji

Makassar periode Januari-Desember

2006, kejadian mola hidatidosa berkisar

antara 22 : 964 kehamilan atau 2,28 %.6

Penelitian lain yang dilakukan di RSUD

Labuang Baji Makassar pada bulan

September hingga Oktober tahun 2008

melaporkan bahwa terdapat 21 kasus dari

rentang waktu tersebut. Menurut masing-

masing penelitian yang dilakukan di

seluruh Indonesia, didapatkan hasil

sebagai berikut, penelitian dari

Soejoenoes dkk (1967) melaporkan kasus

mola hidatidosa terjadi 1 : 85 kehamilan.

Penelitian yang dilakukan di RS Dr. Cipto

Mangunkusomo Jakarta mengungkapkan

insiden mola terjadi 1 : 31 persalinan dan

1 : 9 kehamilan; Penelitian Siregar di

Medan pada tahun 1982 : 11-16 per 1000

kehamilan. Penelitian Soetomo

(Surabaya) didapatkan insidensi mola

terjadi 1:80 persalinan. Penelitian

Martaadisoebrata (Bandung) kasus mola

hidatidosa terjadi 9-12 kasus per 1000

kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering

pada umur reproduktif (14-45 tahun) dan

multipara.7

Dengan insidensi mola hidatidosa

yang tinggi di Indonesia, hal yang harus

diwaspadai adalah terjadinya degenerasi

keganasan pascaevakuasi mola hidatidosa

menjadi koriokarsinoma yang berkisar 15-

20 %.8 Keganasan didiagnosis terjadi pada

15-20% dari pasien yang mengalami mola

hidatidosa komplit dan 2-5 % pada pasien

mola dengan karakteristik parsial.2

Keganasan pascamola berkembang

sangat cepat dengan angka mortalitas

yang cukup tinggi mencapai 31-51%.8

Prognosis penyakit trofoblas

ganas (PTG) lebih buruk, biaya

pengobatan lebih mahal, dan sulit bila

dibandingkan dengan penderita mola

yang kembali normal. Oleh karena itu

6

Page 7: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

sangatlah penting mengevaluasi

penderita mola hidatidosa yang akan

berkembang menjadi ganas sedini-

dininya, sehingga mampu diberikan terapi

profilaksis kemoterapi atau histerektomi

terhadap penderita mola hidatidosa

komplet dengan risiko tinggi untuk

mencegah terjadinya keganasan.9

Risiko terjadinya keganasan

pascaevakuasi mola dan deteksi dini

keganasan pascaevakuasi mola belum

diketahui dengan jelas. Beberapa variabel

demografi, klinis, dan labolatorium telah

diteliti sebagai variabel faktor risiko

keganasan, salah satunya adalah hormon

β-human chorionic gonadotropin (β-hCG)

praevakuasi.10 Penelitian yang dilakukan

oleh Hidayat dkk memperkuat dugaan

bahwa adanya suatu perbedaan antara

kadar dari β-hCG pasien yang menderita

mola hidatidosa yang kembali normal dan

yang berkembang menjadi keganasan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di RS

Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun

2014, menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara kadar β-

hCG yang lebih dari 100.000 mIU/ml

dengan keganasan pascaevakuasi mola

hidatidosa.9

Berdasarkan uraian diatas maka

peneliti tertarik untuk mengetahui

apakah terdapat perbedaan yang

bermakna antara kadar β-hCG pada

pasien mola hidatidosa yang kembali

normal dan yang berkembang menjadi

koriokarsinoma sehingga dapat dijadikan

acuan sebagai diagnosis dini untuk

mendeteksi keganasan pascaevakuasi

mola di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda.

METODE

Rancangan penelitian ini

menggunakan metode penelitian analitik

Cross Sectional. Metode penelitian

analitik digunakan untuk mencari

perbedaan antara kadar β-hCG pada

kasus mola hidatidosa yang kembali

normal dan yang berkembang menjadi

koriokarsinoma di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie periode 2010-2014.

Besar sampel didapat dari seluruh

pasien yang ada pada periode 2010 -

2014, sehingga diperoleh 112 sampel

pasien. Namun hanya 28 pasien yang

masuk kriteria inklusi penelitian. Kriteria

eksklusi dari subjek penelitian yaitu

pasien yang rekam mediknya tidak

mencantumkan hasil pemeriksaan kadar

β-hCG.

Variabel dalam penelitian ini

adalah kadar β-hCG dan mola hidatidosa

7

Page 8: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

pascaevakuasi yang terbagi menjadi mola

hidatidosa yang kembali normal dan yang

berkembang menjadi koriokarsinoma.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui perbedaan kadar β-hCG pada

kejadian mola hidatidosa yang kembali

normal dan yang berkembang menjadi

korio karsinoma di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda periode 2010 - 2014

HASIL

Penelitian terhadap perbedaan

kadar β-hCG pada pasien mola hidatidosa

yang kembali normal dan yang

berkembang menjadi koriokarsinoma di

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

ini bertujuan untuk mengetahui apakah

terdapat perbedaan kadar β-hCG

prekuretase pada mola hidatidosa yang

kembali normal dan yang berkembang

menjadi koriokarsinoma, sehingga dapat

digunakan sebagai acuan diagnosis

keganasan pada pasien mola. Penelitian

ini dilakukan di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda tepatnya di pusat

rekam medik rawat inap. Pengambilan

data dari rekam medik pasien

berlangsung selama 2 minggu pada bulan

Maret 2015. Jumlah total sampel

penelitian dari periode 2010-2014 adalah

112 orang, namun yang sesuai dengan

kriteria inklusi berjumlah 28 orang yang

terdiri dari 2 kelompok yaitu 24 pasien

mola hidatidosa yang kembali normal dan

4 pasien dengan mola hidatidosa yang

berkembang menjadi koriokarsinoma,

sedangkan 84 pasien dimasukan ke

kriteria eksklusi karena hasil pemeriksaan

β-hCG hilang dan pasien mempunyai

riwayat kuretase sebelumnya.

Pada penelitian ini didapatkan

usia termuda pasien mola hidatidosa

yaitu 18 tahun dan usia tertua adalah 46

tahun. Tabel 1 menggambarkan distribusi

mola hidatidosa terbanyak pada usia 20-

24 tahun, 25-29 tahun dan 40-44 tahun

yaitu sebanyak 6 pasien (21,4%) dan

terendah pada rentang usia 35-39 tahun

hanya 1 pasien (3,6%).

8

Page 9: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

Tabel 1. Distribusi frekuensi sampel pasien

mola hidatidosa berdasarkan usia

Tabel 2 menggambarkan

distribusi mola hidatidosa terbanyak pada

jumlah kehamilan 3 kali yaitu sebanyak 7

pasien (25,0%) dan terendah pada jumlah

kehamilan 6 kali, 7 kali dan 13 kali yaitu

masing-masing berjumlah 1 pasien (3,6%).

Tabel 2. Distribusi frekuensi sampel

pasien mola hidatidosa berdasarkan

jumlah kehamilan

Tabel 3 menggambarkan

distribusi mola hidatidosa terbanyak pada

jumlah paritas 1-4 kali yaitu sebanyak 21

pasien (75,0%) dan terendah pada jumlah

kehamilan ≥5 kali yaitu berjumlah 2

pasien (7,1%).

Tabel 3. Distribusi frekuensi sampel

pasien mola hidatidosa berdasarkan

jumlah paritas

Tabel 4 menggambarkan

distribusi mola hidatidosa terbanyak pada

pasien yang tidak mempunyai riwayat

abortus yaitu sebanyak 18 pasien (64,3%)

dan terendah pada jumlah abortus 3 kali

yaitu berjumlah 1 pasien (3,6%).

Tabel 4. Distribusi frekuensi sampel

pasien mola hidatidosa berdasarkan

jumlah abortus

9

Mola Hidatidosa

UsiaJumlah Pasien

Persentase (%)

15-19 2 7.1%20-24 6 21.4%25-29 6 21.4%30-34 5 17.9%35-39 1 3.6%40-44 6 21.4%≥45 2 7.1%

Jumlah 28 100%

Mola Hidatidosa

GestasiJumlah Pasien

Persentase (%)

1 6 21.4%2 6 21.4%3 7 25.0%4 2 7.1%5 4 14.3%6 1 3.6%7 1 3.6%

>7 1 3.6%Jumlah 28 100%

Mola Hidatidosa

ParitasJumlah Pasien

Persentase (%)

Primigravida 5 17.9%1-4 21 75.0%≥5 2 7.1%

Jumlah 28 100%

Page 10: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

Pada tabel 5 dikelompokan 2

kelompok yang mengalami kuretase 1 kali

dan kuretase 2 kali. Dari kedua kelompok

tersebut pasien yang mengalami kuretase

1 kali berjumlah 12 orang (42,9%) dan

yang mengalami kuretase 2 kali

berjumlah 16 orang (57,1%). Total jumlah

pasien berjumlah 28 orang.

Tabel 5. Distribusi frekuensi sampel pasien

mola hidatidosa berdasarkan jumlah kuretase

Tabel 6 menggambarkan

distribusi mola hidatidosa terbanyak pada

pasien yang mempunyai kadar β-hCG

yang diatas 100.000 mIU/ml yaitu

sebanyak 20 pasien (71,4%) dan terendah

pada pasien dengan kadar β-hCG yang

lebih rendah dari 100.000 mIU/ml yaitu

berjumlah 8 pasien (28,6%).

Tabel 6. Distribusi frekuensi sampel pasien

mola hidatidosa berdasarkan kadar β-hCG

Perhitungan nilai p dengan Mann-

Whitney Test (menggunakan Statistik Non

Parametrik karena sampel tidak

berdistribusi secara normal dengan Test

of Normality Shapiro-Wilk), dari hasil

perhitungan menggunakan uji tersebut

ditemukan angka p = 0.101 yang berarti p

> 0,05. Hal ini berarti kadar β-hCG

prekuretase pada pasien mola hidatidosa

yang kembali normal dan yang

berkembang menjadi koriokarsinoma

tidak menunjukkan adanya perbedaan.

Tabel 7 menunjukan bahwa

rerata kadar β-hCG prekuretase pada

pasien mola hidatidosa yang kembali

10

Mola Hidatidosa

AbortusJumlah Pasien

Persentase (%)

0 18 64.3%1 6 21.4%2 3 10.7%3 1 3.6%

Jumlah 28 100%

Mola Hidatidosa

Kadar β-hCGJumlah Pasien

Persentase (%)

>100.000 mIU/ml 20 71.4%<100.000 mIU/ml 8 28.6%

Jumlah 28 100%

Mola Hidatidosa

KuretaseJumlah Pasien

Persentase (%)

1 12 42.9%

2 16 57.1%

Jumlah 28 100%

Page 11: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

normal lebih tinggi dari pada yang

berkembang menjadi koriokarsinoma.

Dimana rerata kadar β-hCG prekuretase

pada pasien mola yang kembali normal

adalah 1050625,38 dan kadar β-hCG

prekuretase pada pasien mola yang

berkembang menjadi koriokarsinoma

adalah 126116,75.

Berdasarkan dari data dan

penjelasan diatas menunjukan tidak

adanya perbedaan antara kadar β-hCG

prekuretase pasien mola hidatidosa yang

kembali normal dan kadar β-hCG

prekuretase pasien mola hidatidosa yang

berkembang menjadi koriokarsinoma.

Tidak terdapatnya perbedaan antara

kedua kadar β-hCG prekuretase tersebut

berdasarkan hasil uji hipotesis dengan

hasil p > 0,05 yaitu 0,101.

PEMBAHASAN

Karakteristik Sampel

Dari hasil penelitian ini didapatkan

pasien yang terkena mola hidatidosa

sebanyak 28 orang dan usia rata-rata dari

pasien tersebut adalah 30,9 tahun

dengan jumlah pasien yang berusia 20-40

tahun lebih banyak dari pada pasien

dengan kelompok usia lainnya yaitu

sebanyak 18 pasien. Hasil penelitian ini

berbeda dengan penelitian dari Sthrol

dan Lurain yang menyatakan kasus mola

hidatidosa lebih sering terjadi pada usia <

21 tahun dan > 40 tahun dari pada usia

20-40 tahun.11 Namun hasil penelitian ini

sesuai dengan prevalensi penyakit

tersebut yang dikemukakan oleh Lazovic

dan Milenkovic rata-rata usia dari pasien

mola hidatidosa adalah 32,2 tahun.12

Hasil serupa juga ditemukan pada

penelitian di Turki oleh Cakmak et al. dari

73 jumlah total pasien yang mengalami

mola hidatidosa, 61 (83,6%) pasien

memiliki usia dalam rentang 20-39

tahun.13

Dari hasil penelitian ini didapatkan

puncak kejadian mola hidatidosa terjadi

pada pasien dengan jumlah gestasi 3 yaitu

sebanyak 7 pasien (25%). Kemudian

diikuti oleh pasien mola hidatidosa

dengan jumlah gestasi 2 dan 1 kali dengan

11

Tabel 7 Perbedaan Kadar β-hCG prekuretase pada pasien mola hidatidosa

Mola Hidatidosa Mean Min MaxStandar Deviasi

Signifikansi (p)

Kembali normal 1050625.38 147.11 12738700 2573094.1180.101Berkembang menjadi

koriokarsinoma 126116.75 63977 279370 102680.148

Page 12: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

masing-masing sebanyak 6 pasien

(21,4%). Pasien dengan jumlah gestasi

terbanyak adalah 13 kali yaitu sebanyak 1

pasien dan jumlah gestasi terendah

adalah 1 kali sebanyak 6 pasien.

Dari hasil penelitian ini

didapatkan puncak kejadian mola

hidatidosa terjadi pada pasien dengan

jumlah paritas 1 kali sebanyak 9 pasien

dan yang terendah adalah 5 kali sebanyak

0 pasien. Pada penelitian ini

dikelompokan 3 kelompok pasien

berdasarkan jumlah paritas. Hasil yang

didapatkan adalah primigravida sebanyak

5 pasien (17,9%), pasien dengan jumlah

paritas 1-4 kali sebanyak 21 pasien

(75,0%) dan pasien dengan jumlah paritas

≥5 kali sebanyak 2 pasien (7,1%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitan prevalensi mola hidatidosa yang

dilakukan oleh Alaf dan Omer, yaitu

prevalensi mola hidatidosa terbanyak

terdapat pada kelompok jumlah paritas 1-

4 kali, yaitu sebanyak 21 pasien (52,5%)

dari 40 pasien mola hidatidosa.14

Dari hasil penelitian ini

didapatkan puncak kejadian mola

hidatidosa terjadi pada pasien yang tidak

mempunyai riwayat abortus sebanyak 18

pasien (64,3%) dan yang terendah adalah

pasien dengan riwayat abortus 3 kali

sebanyak 1 pasien (3,6%). Pada penelitian

ini dikelompokan 4 kelompok pasien

berdasarkan jumlah abortus. Dimana hasil

yang didapatkan adalah pasien dengan

jumlah abortus 0 kali sebanyak 18 pasien

(64,3%), pasien dengan jumlah abortus 1

kali sebanyak 6 pasien (21,4%), pasien

dengan jumlah abortus 2 kali sebanyak 3

pasien (10,7%) dan pasien dengan jumlah

abortus 3 kali sebanyak 1 pasien (3,6%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitan prevalensi mola hidatidosa yang

dilakukan oleh Kitange, yaitu prevalensi

mola hidatidosa lebih banyak terdapat

pada pasien yang tidak memiliki riwayat

abortus sebelumnya, yaitu sebanyak 117

pasien (65%) dibandingkan dengan pasien

yang memiliki riwayat abortus

sebelumnya, yaitu sebanyak 63 pasien

(35%).15

Pada penelitian ini pasien mola

hidatidosa dikelompokan menjadi 2

kelompok yaitu pasien mola hidatidosa

yang mengalami kuretase 1 kali dan 2 kali.

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa

pasien mola hidatidosa yang mengalami

kuretase 2 kali lebih banyak dari pada

pasien mola hidatidosa yang mengalami

kuretase 1 kali yaitu 16 pasien (57,1%)

berbanding 12 pasien (42,9%).

12

Page 13: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

Dalam penelitian ini, kuretase

dilakukan pada semua pasien mola

hidatidosa, tanpa ada pasien yang

menjalani histerektomi. Histerektomi

biasanya digunakan bagi pasien yang

berusia tua dan multiparitas karena

degenerasi keganasan meningkat sesuai

dengan bertambahnya usia. Risiko

terjadinya keganasan akan menurun dari

30% menjadi 3-10% bila dilakukan

histerektomi.13

Tinjauan perbedaan kadar β-hCG

prekuretase pada pasien mola

hidatidosa yang kembali normal dan

yang berkembang menjadi

koriokarsinoma

Dari hasil penelitian ini didapatkan

kadar β-hCG prekuretase tertinggi pada

pasien mola hidatidosa yang kembali

normal adalah 12738700 mIU/ml dan

yang terendah adalah 147,11 mIU/ml.

Pada kelompok mola hidatidosa yang

berkembang menjadi koriokarsinoma

ditemukan kadar β-hCG tertinggi adalah

279300 mIU/ml dan yang terendah

adalah 63977. Pada penelitian ini

didapatkan rerata atau mean dari pasien

mola hidatidosa yang kembali normal

adalah 1050625,38 dan yang berkembang

menjadi koriokarsinoma adalah

126116,75. Walaupun dilihat dari rata-

rata kadar β-hCG pada mola yang kembali

normal dan yang berkembang menjadi

koriokarsinoma berbeda namun setelah

diuji dengan uji statistik didapatkan tidak

adanya perbedaan pada 2 kategori

tersebut, dengan nilai p adalah 0,101

(nilai p > 0,05), sehingga tidak dapat

digunakan sebagai acuan untuk

mendiagnosis awal keganasan pascamola.

Pada penelitian ini didapatkan,

pasien mola hidatidosa yang kembali

normal memiliki kadar β-hCG yang lebih

dari 100.000 mIU/ml. Sebaliknya dari 4

pasien mola hidatidosa yang berkembang

menjadi koriokarsinoma, 3 diantaranya

memiliki kadar β-hCG yang kurang dari

100.000 mIU/ml. Hal ini tidak sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hidayat dkk. yang menyatakan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna

antara kadar β-hCG yang lebih dari

100.000 mIU/ml dengan keganasan

pascaevakuasi mola dimana dari 36

pasien yang memiliki kadar β-hCG yang

lebih dari 100.000 mIU/ml, 21

diantaranya berkembang menjadi

keganasan. Bila dibandingkan dengan

pasien yang memiliki kadar β-hCG kurang

dari 100.000 mIU/ml, dari 24 pasien

13

Page 14: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

hanya 2 diantaranya yang berkembang

menjadi keganasan.9

Hasil penelitian yang dilakukan di

NETDC (New England Trophoblastic

Disease Center) pada tahun 2006 juga

menunjukan hasil yang berbeda. Dari

penelitian ini didapatkan, dari 352 pasien

dengan kadar β-hCG yang meningkat,

sekitar 31% pasien berkembang menjadi

keganasan pascaevakuasi mola.

Sebaliknya, dari 506 pasien yang memiliki

kadar β-hCG kurang dari 100.000 mIU/ml,

keganasan pascaevakuasi mola hanya

berkembang pada 3,4% pasien

tersebut.16

Berdasarkan hasil dalam penelitian

ini tidak terbukti adanya perbedaan

antara pasien mola hidatidosa yang

kembali normal dan yang berkembang

menjadi koriokarsinoma di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda. Hal ini

menunjukan bahwa kadar β-hCG masih

perlu dipertimbangkan untuk dapat

dijadikan acuan untuk mendiagnosis dini

keganasan yang terjadi pascaevakuasi

mola hidatidosa.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang sudah

dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa

tidak terdapat perbedaan kadar β-hCG

pada pasien mola hidatidosa yang

kembali normal dan yang berkembang

menjadi koriokarsinoma di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda Periode

2010-2014.

DAFTAR PUSTAKA

1. Syafii, Aprianti, S., & Hardjoeno. (2006). Kadar Beta-hCG penderita Mola Hidatidosa Sebelum dan Sesudah Kuretase. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 1-3.

2. Moore, L. E., Hernandez, E., Pritzker, J. G., Talavera, F., Barnes, A. D., & Gaupp, F. B. (2014, September 22). emedicine.medscape.com. Retrieved Januari 21, 2015, from medscape.com: http://emedicine.medscape.com/article/254657overview#a0104

3. Trommel, N. V. (2006). Refinements in the Management of Persistent Trophoblastic Disease. Radbound Repository, 11-12.

4. Murdiarto, I. (2013, Maret 4). sia.obgin-ugm.com. Retrieved Januari 22, 2015, from obgin-ugm: http://sia.obgin-ugm.com/?page=artikel&id=6

5. Drezett, J., Kurobe, F. C., Nobumoto, C. T., Pedroso, D., Blake, M., Valenti, V. E., et al. (2012). Hydatidiform mole resulting from sexual violence. International Archives of Medicine, 1.

6. Alim, M. (2009). Gambaran Angka Kejadian Mola Hidatidosa di RSUD Labuang Baji Makassar Periode Januari - Desember 2008. Jurnal Kesehatan Volume II No. 4, 1-3.

7. Fitriani, R. (2009). Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan Volume II no. 4, 3-5.

14

Page 15: MANUSKRIP PUBLIKASI TERBARU

8. Seckl, M., Sebire, M., & Berkowitz, R. (2010). Gestational Trophoblastic Disease . Lancet, 717-729.

9. Hidayat, Y. M., Gandamiharjda, S., & Krisnadi, S. R. (2014). Hubungan Kadar βhCG Praevakuasi, Gambaran Histopatologi, dan Kista Lutein dengan Performa βhCG pada Penderita Mola Hidatidosa yang Berkembang Menjadi PTG dan Kembali Normal. MKB Volume 46 No.4, 247-252.

10. Lurain, J. (2010). Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology, clinical presentation, and diagnosis of gestational trophoblastic disease. and management of hydatidiform mole. American Journal of Obstetric and Gynecology, 531-539.

11. Strohl, A. E., & Lurain, J. R. (2013). Clinical Epidemiology of Gestational Trophoblastic Disease. Current Obstetric Gynecology, 40-43.

12. Lazovic, B., & Milenkovic, V. (2012). Changes in the Incidence of Gestational Trophoblastic Disease 2000-2010 Our Experience. Acta Facultatis Medicae Naissensis Volume 29 No.1, 31-34.

13. Cakmak, B., Toprak, M., Nacar, M. C., Koseoglu, R. D., & Gunen, N. (2014). Incidence of gestasional trophoblastic disease in Tokat province, Turkey. J Turk Ger Gynecol Assoc Volume 15, 22-24.

14. Alaf, S. K., & Omer, D. I. (2010). Prevalence and clinical observations of Gestational Trophoblastic Diseases in Maternity Teaching Hospital in Erbil City. WSEAS Transactions on Biology and Biomedicinie Volume 7, 190-199.

15. Kitange, B. H. (2013). Prevalenced and Associated Risk Factor of Hydatidiform Moles Among Patients with Incomplete Abortion Evacuated at Bugando Medical Centre and Sekou Toure Hospital in Mwanza City. Chatolic University of Health & Allied Science, 16-21.

16. Eifel, P. J., Gershenson, D. M., Kavanagh, J. J., & Silva, E. G. (2006). Gynecologic Cancer. New York: Springer.

15