View
553
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum adalah salah satu kunci Iuntuk menentukan kualitas lulusan.
Oleh karena itu, maka setiap kurun waktu tertentu kurikulum selalu
dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta kebutuhan pasar. Sejak dikeluarkannya SK Mendiknas
No.045/U/2002 tentang Kurikulum Pendidikan Tinggi yang berbasis
kompetensi, maka fakultas kedokteran Indonesia mulai mempersiapkan
perancangan kurikulum berbasis kompetensi. Secara sederhana dapat dipahami
bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah Kurikulum yang
disusun berdasarkan kompetensi lulusan (1)
Dapat dibayangkan bagaimana calon dokter muda, setelah 4 tahun belajar
dari buku teks, jurnal-jurnal, perkuliahan dan praktikum di laboratorium
harus segera beradaptasi dengan lingkungan belajar di Rumah Sakit dan
Puskesmas, dimana mereka akan langsung berhadapan dengan pasien.
Keterampilan fisik diagnostik serta bagaimana cara menyuntik dan memasang
infus menjadi kebutuhan yang amat mendesak saat itu, dalam suatu
program yang disebut Kepaniteraan Umum (Panum).(I)
Skills Lab pada prinsipnya bukan hanya sekedar learning resources,
melainkan mempunyai fungsi dan manfaat yang jauh lebih kompleks dari
itu. Di Skills Lab-lah seluruh kompetensi mahasiswa kedokteran yang didapat
1
melalui berbagai pengalaman belajar seperti Tutorial, Kuliah, Kunjungan
Lapangan, dan belajar mandiri, diimplementasikan dan diintegrasikan dalam
proses penalaran klinik. Melalui Skills Lab pula mahasiswa akan belajar
melakukan level “shows how” pada Miller’s Pyramid sesuai prinsip di pendidikan
kedokteran: When I see I forget, when I hear I remember, when I do I
understand.(2)
Ilmu pendidikan kedokteran dalam perkembangannya menjelaskan bahwa
proses belajar ketrampilan medik yang amat singkat dan tidak sistematis
menghambat penguasaan kompetensi untuk dapat bertahan lama. Dengan
demikian selain ilmu pengetahuan yang telah didapat dari kuliah, mahasiswa
kedokteran selayaknya juga mendapatkan kesempatan berlatih ketrampilan
medik sejak dari tahun pertama pendidikannya. (2)
Kurikulum KBK yang dilaksanakan di FK-UMI masih merupakan
kurikulum yang murni diadopsi dari fakultas kedokteran UNHAS sebagai fakultas
mitra sehingga beban kurikulum menjadi sangat padat oleh adanya mata kuliah
dasar umum serta mata kuliah muatan lokal berbasis Islam.(3)
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia telah menerapkan
metode metode Problem Based Learning sejak tahun 2006 hingga kini, dan sejak
itu belum diketahui seberapa jauh pengaruh metode tersebut berperan terhadap
proses peningkatan pengetahuan mahasiswa.(3)
1.2 Rumusan Masalah
2
Dari Uraian diatas, dapat di rumuskan masalah yang di teliti yaitu
“Bagaimana Persepsi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia Angkatan 2010 tentang Pelaksanaan Clinical Skill Lab ? “
1.3 Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Mengetahui persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia Angkatan 2010 tentang Clinical Skill Lab
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia Angkatan 2010 tentang Sikapnya dalan mengikuti Clinical Skill
Lab di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
2. Mengetahui persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia Angkatan 2010 terhadap peran dosen sebagai Instruktur dalam
pelaksanaan Clinical Skill Lab di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia
3. Mengetahui persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia Angkatan 2010 tentang fasilitas penunjang Clinical Skill Lab di
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
4. Mengetahui persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia Angkatan 2010 tentang penuntun Clinical Skill Lab di Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
I.4 Manfaat Penelitian
3
1. Bagi institusi pendidikan
Memberikan informasi tentang persepsi mahasiswa terhadap pelaksanaan
Clinical Skill Lab dan menjadi rujukan untuk perbaikan Pelaksanaan Clinical
Skill Lab kedepannya.
2. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
penulis tentang tentang Clinical Skill Lab itu sendiri.
3. Bagi penelitian selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penelitian
selanjutnya dan dapat diteruskan dengan variabel penelitian yang belum
pernah diteliti.
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tentang Persepsi
2.1.1 Definisi
Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin (1998: 51), adalah pengalaman
tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.(4)
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu
suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Alat
indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi
merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian
diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang
diindera.(5)
Dengan kata lain persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya
pesan atau informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan
integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam
diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif
berpengaruh dalam proses persepsi. (5)
Gibson, dkk (1989) dalam buku Organisasi Dan Manajemen Perilaku,
Struktur; memberikan definisi persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan
oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap
obyek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian
arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu
5
memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara
individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri. (5)
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian persepsi
merupakan suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu
melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat
memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut. Proses
menginterpretasikan stimulus ini biasanya dipengaruhi pula oleh pengalaman dan
proses belajar individu. (5)
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi dua
yaitu: (5)
1. Faktor Internal
Yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam
diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain :
a. Fisiologis. Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang
diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan
arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada
tiap orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat
berbeda.
b. Perhatian. Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk
memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang
ada pada suatu obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian. (5)
seseorang terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi
persepsi terhadap suatu obyek. (5)
6
c. Minat. Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa
banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi.
Perceptual vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk
memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat(5).
d. Kebutuhan yang searah. Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya
seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan
jawaban sesuai dengan dirinya. (5)
e. Pengalaman dan ingatan. Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan
dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau
untuk mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas. (5)
f. Suasana hati. Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini
menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat
mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan
mengingat. (5)
2. Faktor Eksternal
Yang mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari lingkungan
dan obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat
mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi
bagaimana seseoarang merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-
faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi adalah : (5)
a. Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus. Faktor ini menyatakan
bahwa semakin besrnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah untuk
dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan
7
melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian
pada gilirannya membentuk persepsi. (5)
b. Warna dari obyek-obyek. Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih
banyak, akan lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan
yang sedikit. (5)
c. Keunikan dan kekontrasan stimulus. Stimulus luar yang penampilannya
dengan latarbelakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan
individu yang lain akan banyak menarik perhatian. (5)
d. Intensitas dan kekuatan dari stimulus. Stimulus dari luar akan memberi
makna lebih bila lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya
sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang
bisa mempengaruhi persepsi. (5)
e. Motion atau gerakan. Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap
obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan
obyek yang diam.(5)
2.2 Tinjauan Umum Tentang Mahasiswa
2.2.1 Definisi
Menurut Susantoro (2006) mahasiswa merupakan kalangan muda yang
berumur antara 19 sampai 28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami
suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Sosok mahasiswa juga kental
dengan nuansa kedinamisan dan sikap kenyataan objektif, sistematik dan rasional.
Kenniston (2006) mengatakan bahwa mahasiswa (youth) adalah suatu periode
yang disebut dengan studenthood yang terjadi hanya pada individu yang
8
memasuki post secondary education dan sebelum masuk ke dalam dunia kerja
yang menetap. Berbeda dengan pendapat yang telah dikemukakan oleh dua ahli
tersebut di atas, Visi Pelayanan mahasiswa menyebutkan bahwa mahasiswa
adalah seseorang yang sedang mempersiapkan diri dalam keahlian tertentu dalam
tingkat pendidikan tinggi.(6)
Mahasiswa mempunyai peran penting sebagai agen perubahan (agent of
change) bagi tatanan kehidupan yang secara realistis dan logis diterima oleh
masyarakat (2002). Sejalan dengan pendapat Chaerul, Kartono (2006)
menyebutkan bahwa mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai
ciri-ciri tertentu antara lain:
1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi
sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.
2. Mahasiswa diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin
masyarakat ataupun dalam dunia kerja.
3. Mahasiswa diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi
proses modernisasi.
4. Mahasiswa diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang
berkualitas dan profesional.
Ditinjau dari kepribadian individu mahasiswa merupakan suatu kelompok
individu yang mengalami proses menjadi orang dewasa yang dipersiapkan atau
mempersiapkan diri dalam sebuah perguruan tinggi dengan keahlian tertentu. (6)
Dilihat dari perkembangan kognitif masa dewasa awal, Piaget (2002)
menyatakan bahwa pada saat masuk usia dewasa individu mulai mengatur
9
pemikiran operasional formal, artinya pada masa ini individu menjadi lebih
sistematis ketika menghadapi masalah. (6)
Menurut Gisela dan Vief (2002) menyatakan bahwa hakekat awal dari
logika remaja dan optimisme berlebihan pada kaum muda akan menghilang di
awal masa dewasa. Pada masa ini juga terjadi integrasi baru dari pemikiran,
artinya individu mempunyai pemikiran bahwa tahun-tahun masa dewasa akan
menghasilkan pembatasan-pembatasan pragmatis yang memerlukan strategi
penyesuaian diri yang mengandalkan analisis logis dalam pemecahan masalah. (6)
Santrock (2002) mengungkapkan bahwa pada masa dewasa awal
perkembangan kognitif berkembang sangat baik dan menunjukkan adaptasi
dengan aspek pragmatis dari kehidupan. Kompetensi sebagai orang dewasa muda
memerlukan banyak ketrampilan berpikir logis dan adaptasi pragmatis terhadap
kenyataan. (6)
Menurut Hurlock (2002) masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun
sampai kira-kira umur 40 tahun. Masa dewasa awal merupakan metode
penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial
baru maka tak jarang kebanyakan mahasiswa terjerumus dalam pengambilan
keputusan hidup yang salah karena kurangnya kematangan pribadi dalam diri. (6)
Pengertian Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990
adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.
Selanjutnya menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara
resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran diperguruan tinggi dengan batas usia
sekitar 18-30 tahun. (7)
10
Berdasarkan tahap perkembangan mahasiswa termasuk dalam masa
dewasa awal atau dewasa dini karena secara umum seseorang yang menyandang
predikat mahasiswa berada dalam rentang usia antara 18 tahun sampai habis masa
studinya berdasarkan keahlian tertentu. (7)
2.3 Tinjauan Umum tentang Clinical Skill Lab
2.3.1 Definisi
CSL (clinical Skill Lab) adalah serangkaian kegiatan psikomotorik yang
berhubungan dengan medis atau kedokteran. (8)
2.3.2 Tujuan
Mampu melakukan Anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik
yang tepat, dan tindakan praktis sederhana. Penguasaan ketiga hal tersebut
memungkinkan seorang dokter melakukan pendekatan terarah terhadap diagnosis
dan penanganan pasien. (8)
2.3.3 Keterampilan klinik menunjang setiap proses klinik
Keterampilan klinik menunjang setiap proses klinik, meliputi: Anamnesis,
Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan penunjang, Terapi dan Follow up, Keterampilan
integrative clinical reasoning dalam bentuk Modified Essay Question (MEQ).(9)
2.3.4 Keterampilan klinik Dasar
Pemeriksaan Mata (Blok Organ Indera) , Pemeriksaan THT/Telinga,
Hidung dan Tenggorok (Blok Organ Indera) , Pemeriksaan Leher (Blok
Endokrin) , Pemeriksaan Dada dan Dinding , Dada/Thorax (Blok
Kardiovaskuler) , Pemeriksaan Jantung (Blok Kardiovaskuler) , Pemeriksaan Paru
(Blok Respirasi) , Pemeriksaan payudara (Blok Reproduksi) , Pemeriksaan
11
abdomen, hepar, lien, ginjal (Blok Digesti dan Blok Uropoetika) , Pemeriksaan
genitalia eksterna pria dan wanita (Blok Uropoetika dan Blok` Reproduksi) ,
Pemeriksaan pelvis dan pemeriksaan ,dalam (ginekologi, inspekulo dan
bimanual/vaginal toucher, (Blok Reproduksi), Pemeriksaan rektum dan prostat
(rectal toucher) (Blok DDT), Pemeriksaan pembuluh darah perifer dengan teknik
Rumple Leed (Blok Kardiovaskuler), Pemeriksaan refleks dan neurologi lengkap
(Refleks fisiologis, refleks patologis, meningeal sign, tingkat kesadaran/Glasgow
Coma Scale,sensibilitas, provokasi nyeri untuk lowback pain) (Blok
Neurosains),Pemeriksaan ujud kelainan kulit (UKK) (Blok Spesial Sense)
kejiwaan (Blok kesehatan Jiwa) Pemeriksaan fungsi umum, Pemeriksaan fisik
neonatus (Blok Kesehatan Anak) , Pemeriksaan fisik anak (Blok Kesehatan Anak)
, Pemeriksaan tumbuh kembang anak/Denver II test (Blok Kesehatan Anak)
Pemeriksaan wanita hamil, ANC dan Leopol (Blok Reproduksi),. (9)
2.3.5 Prosedur Klinik Rutin Terkait dengan Pemeriksaan Penunjang
Pungsi Vena (Blok Darah), Pungsi Arteri (belum diajarkan), Membuat
sediaan apus tenggorok (Praktikum Mikrobiologi) , Membuat sediaan pap smear
fiksasi dan pengirimannya (Blok Reproduksi) Lumbal pungsi (demonstrasi Blok
Neurologi). (9)
2.3.6 Prosedur Lab dasar dan prosedur diagnostik
Kemampuan Menggunakan Mikroskop (Blok Introduksi) , Pemeriksaan
Gram, Ziehl Nielsen (Praktikum Mikrobiologi- Blok SPTPI) , EKG dan
interpretasinya (KM Blok Kardiovaskuler) , USG (belum diajarkan), Interpretasi
hasil foto Roentgen (Blok Gerak, Respirasi, Trauma dan kegawatdaruratan),
12
Pemeriksaan darah rutin (Praktikum Fisiologi dan Patologi Klinik), Darah samar
tinja (Praktikum Patologi Klinik) , Pemeriksaan Urin (Praktikum Patologi Klinik
Blok Uropoetika), Test Kehamilan (PP test/HCG test) (Praktikum Fisiologi Blok
Reproduksi), Sediaan apus basah vagina (Praktikum Mikrobiologi), Sediaan apus
darah (KM Blok SPTPI), Keterampilan interpretasi hasil pemeriksaan
laboratorium (pada Modified Essay Question/MEQ Blok Klinis), Pemeriksaan
Kerokan Kulit, Apusan Cairan Kulit, Apusan tenggorok, Apusan Tinja (Blok
Kedokteran Tropis). (9)
2.3.7 Prosedur Klinik Awal Kegawatdaruratan
Pasien tak sadar (Blok Trauma dan Kegawatdaruratan) , Kegawatdaruratan
jantung paru- Resusitasi jantung paru Otak/RJPO (Blok Trauma dan Kegawat
daruratan), Pemasangan ET (Blok Trauma dan Kegawatdaruratan), Multipel
Trauma: Pembalutan, Pembidaian, Pasang Gips (Blok Trauma dan
Kegawatdaruratan). (9)
2.3.8 Metode Belajar CSL
1. Ada role play/bermain peran (teman sendiri yang menjadi naracoba, contoh
anamnesis), Ada probandus/pasien simulasi (pada pemeriksaan fisik maupun
pada saat ujian) , Menggunakan manekin/alat bantu dan peraga,
Menggunakan alat medis sesungguhnya (contoh EKG).
2. Kegiatan Keterampilan Medik dengan Instruktur 1 kali/minggu @ 2 jam
3. Kegiatan Mandiri
4. Ujian Keterampilan Medik tiap akhir blok. (9)
13
2.3.9 Regulasi Pelaksanaan CSL
a. Mahasiswa diwajibkan mengikuti 100% kegiatan CSL.
b. Mahasiswa diperbolehkan tidak mengikuti CSL disebabkan karena alasan
yang bisa dipertanggungjawabkan (force major).
c. Mahasiswa yang tidak hadir diperbolehkanmengikuti CSL susulan setelah
mendapat surat pengantar dari sekretaris I (bidang akademik) dan
mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen Penanggung jawwab CSL blok
bersangkutan.
d. CSL dilaksanakan 2x pertemuan/topik. Pada pertemuan ke-1 dilaksanakan
peragaan dari instruktur dan latihan masing-masing mahasiswa. Pada
pertemuan ke-2 mahasiswa berlatih dengan dilakukan penilaian menggunakan
checklist (Mini OSCE).Apabila mahasiswa mendapat nilai latihan < 70, maka
mahasiswa wajib melakukan latihan mandiri.
e. Pada awal pertemuan pertama diadakan Pretest. Jika mahasiswa mendapat
nilai <2/3, maka tidak diperbolehkan mengikuti CSL pada tema tersebut dan
harus mengikuti CSL inhall. Pada CSL inhal mahasiswa mendapatkan tugas
membuat makalah yang harus dipresentasikan.
f. Ujian CSL dilakukan dalambentuk OSCE yang diadakan pada setiap akhir
semester. Pada akhir semester sebelum pelaksanaan OSCE mahasiswa. (9)
2.3.10 Buku Petunjuk (training manual)
Buku petunjuk berguna untuk menolong mahasiswa belajar lebih efektif,
biasanya dalam bentuk tulisan dan dirancang untuk memfasilitasi mahasiswa
dalam belajar. Tidak hanya sebagai penuntun apa yang harus dipelajari tetapi
14
bagaimana mereka harus belajar yang terbaik dan bagaimana mereka dapat
mengenal jika mereka sudah mahir pada topik yang dipelajari. Adanya buku
petunjuk juga mengajak mahasiswa bertanggung jawab terhadap belajarnya.
Ada tiga peran buku petunjuk adalah: (10)
1. Membantu mahasiswa dalam mengatur belajar atau acara latihannya.
2. Pempersiapkan aktivitas mahasiswa yang terfocus dan berhubungan dengan
topik pelatihan.
3. Memberikan informasi terhadap subjek atau topik belajar secara memadahi.
Buku petunjuk dapat pula memasukkan soal-soal pre-test untuk menilai
pengetahuan dasar mahasiswa secrara mandiri dan mengidentifikasi suatu gaps
yang perlu diperbaiki sebelum melakukan latihan. (10)
Isi buku pentunjuk : (10)
1. Pandangan umum (0verview) tentang topik keterampilan
2. Hasil pelatihan yang diharapkan (Learning outcome)
3. Strategi pembelajaran (Learning strategy) yang akan dipakai dalam acara
latihan
4. Kesempatan atau peluang belajar (Learning opportunities)
5. Jadwal pelatihan
6. Detail penilaian biasanya dirumuskan dalam ceklis
Hal-hal yang perlu dipakai sebagai pertimbangan dalam menulis buku
petunjuk keterampilan klinik: (10)
15
1. Buku ini membekali pengetahuan dasar berupa konsep atau prinsip dasar
apa, mengapa, dan bagaimana serta apa maknanya topik keterampilan
klinik itu dalam mendukung tugas sebagai tenaga profesi kesehatan?
2. Sebagai deklaratif knowledge yang mendasari procedural knowledge yang
akan dilatihkan oleh karena itu perlu mempertimbangankan kondisi
priorknowledge mahasiswa yang akan dilatih.
3. Pengetahuan anatomi, fisiologi yang terkait dengan topik keterampilan
perlu dicantumkan agar dipahami sebagai dasar ilmu suatu topik
keterampilan.
4. Pengetahuan tentang sarana dan alat-alat bagaimana menggunakan alat itu,
bagaimana memeliharannya dan mengoperasikannya atau juga bahan yang
digunakan selama pelatihan termasuk resiko terhadap kesehatan. (10)
5. Tatacara latihan dan penggunaan fasilitas sumber belajar selama latihan
perlu dicantumkan serta bagaimana melakukan penilaian tentang sejauh
mana tingkat kemahirannya.
6. Prosedure keterampilannya dan ceklis latihan perlu dicantumkan dalam
buku petunjuk
7. Buku petunjuk dapat didifinisikan suatu bahan ajar tertulis yang dirancang
untuk memudahkan mahasiswa dalam mempelajari atau latihan sesuatu
keterampilan tertentu.
8. Isinya bukan hanya bagaimana mahasiswa melakukan latihan, tetapi
bagaimana mereka dapat melakukannya dengan terampil dan cekatan
(mastered).
16
Buku Petunjuk Berisi kerangka pelatihan dan hal-hal penting tentang
keterampilan yang akan dilatihkan. Pada pengantar adalah lebih baik jika ditulis
apa yang dapat menumbuhkan minat dan motivasi mahasiswa latihan
keterampilan topik itu, misalnya memberikan gambaran kepentingan klinik dan
tugas-tugas profesi topik itu dilatihkan, perlu diberikan contoh kasus kasus yang
penanganannya memerlukan keterampilan topik itu serta dampaknya jika topik
itu tidak terampil dikuasai, Hubungan topik itu dengan topik-topik keterampilan
dan pengetahuan, sikap yang lain perlu ditulis sehingga mahasiswa memperoleh
gambaran yang lebih jelas makna topik itu dalam profesi atau selam proses
pendidikan. (10)
Berisi teori dan pengetahuan yang menjadi dasar dan landasan pelatihan
keterampilan tersebut. Pengetahuan menyangkut ilmu-ilmu biomedik ( misanya
anatomi, fisiologi) ataupun instrumentasi yang terkait dengan alat yang digunakan
pada pelatihan topik itu. Keluasan dan kedalaman ilmu dasar yang dicantumkan
dalam buku petunjuk perlu mempertimbangkan priorknowledge mahasiswa
sewaktu topik itu dipaparkan. Tidak semua pengetahuan dasar harus dicantumkan
dalam buku petunjuk. Jika memang perlu mendalami kognisi ilmu biomedik bisa
dicantumkan sumber buku atau sumber belajar teori yang harus dibaca sebelum
pelatihan namun dapat dipisahkan cetakannya dengan buku petunjuk itu. (10)
Tujuan yang duharapkan yang ditulis dalam petunjuk adalah tujuan yang
tertinggi yang diharapkan tercapai. Rumusan penulisan tujuan biasanya setelah
pelatihan ini diharapkan mahasiswa terampil atau pelatihan ini sebagai fasilitasi
keterampilan mahasiswa. (10)
17
Berisi protokol atau tata cara pelatihan yang akan dilakukan termasuk
urutan tahap pelatihan dan peran mahasiswa selama waktu pelatihan dan langkah-
langkah melaksanakan keterampilan. ( apakah mahasiswa harus role play, dengan
pasien simulasi, dengan manikin atau sub topik-topik yang harus di lakukan serta
urutan bagaimana melakukannya). Bagaimana prosedur topik atau subtopik ini
harus dilakukan serta hal-hal tertentu yang perlu diperhatikan secara spesifik.
Bagaimana melakukan penilaian diri atau kelompok dalam pencapaian
keterampilan yang diharapkan. (10)
Ceklis untuk latihan dibuat lebih rinci, setiap item menunjukkan apa yang
harus dikerjakan. Keadaan ini mempunyai maksud memudahkan untuk kontrol
selama latihan baik oleh diri sendiri mahasiswa atau oleh teman yang mengamati.
Item –item sebaiknya diurutkan mana yang dalam praktek harus lebih dulu dan
item mana yang kemudian, karena mahasiswa cenderung menguurutkan item yang
terdapat dalam buku dari atas kebawah. (10)
Faulkner (1984) memberikan nasehat yang baik dalam membuat buku petunjuk,
yakni : (10)
1. Buatlah kalimat-kalimat yang pendek dan sederhana, sehingga mudah untuk
dimengerti.
2. Buatlah dalam kalimat aktif terutama pada strategi dan cara pelatihan.
3. Pilihlah gaya bahasa yang seakan berbicara dengan pembacanya.
4. Gunakan kata-kata yang lazim atau sudah familier.
5. Sangat disarankan untuk memuat gambar-gambar yang relevan dan
memudahkan bagi pembelajar untuk mengerti dan menirukannya.
18
6. Kemasan buku petunjuk sebaiknya menarik, mudah disimpan, mudah dibawa
dan mudah dibaca. Gambar yang dicantumkan dalam buku baik sampul atau isi
sebaiknya menunjukkan tahap prosedur yang baku.
7. Petunjuk keterampilan klinik tidak hanya berupa buku saja tetapi perlu
diperlengkapi dengan bahan audiovisual hal ini dikarenakan tidak semua
prosedur keterampilan dapat dijelaskan dengan mudah melalui kalimat dalam
tulisan namun akan jauh lebih mudah dipahami atau ditirukan lewat peragaaan
audiovisual.
8. Jumlah halaman dalam setiap topik keterampialn untuk dilatihkan selama 2 jam
sebaiknya tidak berlebihan atau maksimum sekitar 10 halaman. Jika
pengetahuan dasar lebih banyak sebaiknya itu dipisah dari buku petunjuk dan
dijadikan referensi, termasuk juga apabila kasus yang terkait lebih dari 2
sebaiknya dipisah atau sebagai lampiran. \
Siapa yang bertanggungjawab menulis buku petunjuk adalah seorang ahli
dibidangnya atau seorang yang paling kompeten di institusinya, hal ini untuk
menjamin isi buku bisa diandalkan dan dipercaya. Penulis buku kecuali mengajar
pada waktu praktek klinik juga ikut bertanggung jawab terhadap proses pelatihan
instruktur. Semua instruktur dianjurkan menggunakan buku ini dalam
membimbing mahasiswa selama latihan sehingga mempunyai kesamaan acuan. (10)
Buku petunjuk sebaiknya dilengkapi dengan audiovisual aid, karena banyak
prosedure keterampilan tertentu akan mudah diterangkan dengan melihat dan
mendengar dari pada membaca petunjuk. Audiovisual juga penting untuk
menyeragamkan standard prosedure bagi mahasiswa maupun instruktur dan
19
assessor. Pembuatan audiovisual ini juga harus sinkron dengan buku petunjuk
sehingga tidak membinggungkan mahasiswa. Pemeran dalam audiovisual yang
yang mendemostrasikan keterampilan sebaiknnya dilakukan juga oleh ahli pada
bidangnya. (10)
2.3.11 Sarana Penunjang Clinical Skill Lab
1. Ruang Belajar
Fasilitas belajar Keterampilan klinis bervariasi dalam berbagai ukuran,
bentuk dan lokasi. Ini sangat tergantung pada pengaturan, pendanaan dan
ketersediaan ruang dan bangunan. Model yang berbeda dari penggunaan akan
berkembangkan tergantung pada lokasi fisik dan konfigurasiketersediaan ruang
atau bangunan yang direncanakan. Dimana kemewahan yang ada dapat
menentukan sifat bangunan, misalnya sebagai hasil dari renovasi besar atau
membangun baru, yang tim desain memiliki kesempatan untuk mengembangkan
model yang fleksibel yang akan memfasilitasi dan dapat di maksimalkan untuk
digunakan dalam berbagai pengaturan yang berbeda. (11)
Ruang besar yang terbuka memberikan banyak fleksibilitas dimana lokasi
dapat diatur.Akan tetapi, ruang tidak kondusif untuk berbicara, komunikasi yang
intens , sesi keterampilan tidak terfokus. Oleh karena itu, satu set sisi kamar yang
lebih kecil mungkin diperlukan. fleksibilitas ruang dapat ditingkatkan dengan
menggunakan dinding pemisah (yang kini dapat memberikan insulasi suara yang
sangat baik) untuk memecah ruang besar. (12)
Ruang yang fleksibel dapat digunakan untuk membuat berbagai pengaturan
klinis, dari kamar tidur sampai i unit terapi intensif, dari konsultasi ruang
20
sampairuang trauma dan emergency. Fleksibilitas seperti ini membantu
simulasiyang lebih jujur. (12)
Memang semua fasilitas yang dirasakan harus dapat memberikan perasaan
seperti lingkungan klinis. Bagaimanapun, Tingkat fleksibilitas tergantung pada
pendanaan. Lebih banyak tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memasang dan
mencatat sumber daya untuk kebutuhan yang berbeda dari penggunanya . Ini
Harus seimbang dengan ruang untuk keterampilan tertentu atau alat keterampilan,
misalnya oftalmoskopi dan otoscopy yang hanya dapat digunakan dalam jumlah
terbatas dalam setahun belajar keterampilan dan untuk belajar mandiri serta
pengulangan (mungkin sebelum penilaian). (12)
Yang utama fasilitas harus di lengkapi dengan posisi penerimaan dengan
signage yang jelas untuk membantu pengguna untuk menemukan tempat mereka.
Beberapa tempat dapat di khusukan untuk Keterampilan klinis khusus , seperti
simulasi operasi terkait fasilitas, termasuk, ruang pengobatan, pintu air dan
daerah utilitas kotor. (12)
Dalam pembelajaran skills lab mahasiswa dibagi dalam kelompok-
kelompok kecil (10 -12 mahasiswa). Pembagian kelompok ini sesuai dengan
pendapat Nurini dkk (2002). Hal ini menyebabkan peralatan dan ruangan yang
dibutuhkan menjadi lebih banyak. sementara ruang dan peralatan yang ada
jumlahnya terbatas. Apabila dalam satu ruangan bisa disediakan alat suntik dalam
jumlah yang cukup, maka mahasiswa dapat praktik bersama, tidak perlu
mengantri untuk menunggu giliran, sehingga waktu bisa efektif. (12)
21
Konsil Kedokteran Indonesia (2006) merumuskan bahwa untuk
pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi dimana mahasiswa dibagi ke
dalam kelompok-kelompok kecil, tiap ruang harus mampu menampung
mahasiswa sebanyak 10-15 orang, minimal 0,7 M² per mahasiswa. Evaluasi
terhadap fasilitas pendukung harus dilakukan oleh institusi pendidikan dokter
minimal satu kali dalam setahun (KKI, 2006). Dengan demikian fasilitas
pendukung dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa yang pada gilirannya nanti dapat
meningkatkan capaian kompetensi. (12)
Hasibuan dan Moedjiono (2009) menambahkan peralatan praktik dikatakan
baik jika mudah didapatkan dan sudah pernah dicobakan. Peralatan harus selalu
dalam keadaan baik, sehingga dapat digunakan saat penbelajaran praktik. Untuk
itu petugas laboran skills lab harus mampu memahami cara mengecek peralatan
skills lab sehingga selalu dalam keadaan siap pakai. (12)
2. Belajar Mandiri
Belajar Mandiri terarah harus didukung melalui penyediaan akses ke materi
dan peralatan di luar waktu belajar normal . Hal ini dapat dijalankan melalui
Booking system operated melalui Suasana belajar yang terkelola atau melalui
internet. Salah satu keuntungan dari internet adalah pemesanan yang bisa
dihubungkan dengan akses ke asynchronous on-line forum diskusi yang dapat
memungkinkan staf untuk memantau serta berkomentar atas mahasiswa masalah
yang diangkat sebagai hasil dari self directed learning . dukungan yang sesuai
harus tersedia dan harus berhati-hati untuk menjamin bahwa perhatian semestinya
22
diberikan untuk masalah kesehatan dan keselamatan, seperti pembuangan benda
tajam. (12)
3. Penyimpanan
Persyaratan yang sering terlupakan adalah untuk penyimpanan. Meskipun
ruang yang di sediakan untuk penyimpanan mungkin terlihat seperti investasi
yang buruk, dengan terobosan yang dibuat menjadi ruang pengajaran, ini
adalah sebuah kesalahan. Pengeluaran pada peralatan, model dan manikins
cenderung untuk melihat kembalinya yang buruk jika barang-barang mahal
tidak disimpan dengan tepat: akses tidak nyaman dapat berarti peralatan tidak
tersedia, dan dapat menimbulkan masalah kesehatan dan keselamatan bagi
mereka yang harus mengambil peralatan dari lokasi penyimpanan, peralatan itu
sendiri ditempatkan beresiko kerusakan atau kesalahan penggunaan (12)
4. Sumber Daya
Model, manikins dan peralatan klinis berbagai model, manikins, peralatan
diagnostik dan terapi yang tersedia meningkat sepanjang waktu. Peralatan yang
dibutuhkan sebagian akan ditentukan oleh grup pengguna yang bekerja sama
dalam menyiapkan fasilitas, dengan berbagai keterampilan. Beberapa peralatan
akan cukup generik di seluruh kelompok dan karena itu kasus dapat dibuat
untuk berbagi biaya pengadaan dan mencari skala ekonomis di seluruh
kelompok yang menggunakan fasilitas. Peralatan lain, bagaimanapun, akan
sangat spesifik untuk kelompok tertentu dan mungkin paling baik Bersumber
pada pengguna individu yang memiliki kebutuhan. (12)
23
2.3.12 Peran Dosen Sebagai Instruktur CSL
1. Pengetahuan instruktur
Pengetahuan instruktur yang yang diperlukan sebagai instruktur di
laboratorium keterampilan klinik dasar adalah: (13)
a. Ilmu Kedokteran secara umum
b. Keadaan dan kondisi pasien yang dipakai sebagai subjek dalam pembelajaran
termasuk latarbelakang budaya, social,ekonomi, psikologi, dan bilologi
c. Tentang hubungan konteks keterampilan klinik yang dilatihkan dan
manfaatnya bagi seorang petugas kesehatan
d. Pengetahuan yang melatar- belakangi keadaan pengetahuan dasar yang
dimiliki mahasiswa yang terkait dengan topik pelatihan
e. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip pembelajaran keterampilan
f. Pengetahuan tentang kasus yang sedang digunakan sebagai dasar
pembelajaran
2. Keterampilan Instruktur
Keterampilan instrukur laboratorium ada lima hal yaitu komunikasi,
akuisisi, manipulasi, organisasi dan kreasi. Keterampilan komunikasi artinya
meliputi keterampilan bertanya, menjelaskan dan membuat laporan. Keterampilan
bertanya berguna untuk memacu mahasiswa mengeluarkan segala
kemampuannya yang sudah dimiliki, serta menjadi sadar bahwa mereka perlu
penambahan atau belajar pengetahuan terutama keterampilan. Keterampilan
menjelaskan berguna untuk membantu mahasiswa memahami sesuatu menjadi
lebih jelas, menarik atau termotivasi dan pengetahuan mereka menjadi terstruktur.
24
Keterampilan membuat laporan, sebagai instruktur juga ikut bertangguang jawab
untuk perbaikan sistem pendidikan secara berkesinambungan dan diharapkan
selalu terjadi peningkatkan oleh karena itu laporan setiap komponen pelaksana
pendidikan termasuk instruktur adalah berguna sebagai data dasar yang akan
ditanggapi untuk perbaikan. (13)
Keterampilan akuisisi meliputi keterampilan mendengar, mengamati,
mencari dan mengumpulkan fakta. Keterampilan mendengar artinya kemampuan
mendengar aktif artinya mendengar dengan perhatian dan memahami apa yang
dikatakan serta mengkritisi apa yang sedang didengarnya. Keterampilan
mengamati, disini instruktur akan membimbing satu kelompok yang terdiri dari 8-
12 orang mahasiswa kemampuan mengamati semua mahasiswa secara umum
ataupun detil masing-masing mahasiswa selama latihan, sehingga kelemahan
umum pada kelompok dan kelemahan masing-masing mahasiswa dapat diketahui.
Keterampilan mengumpulkan data hal ini bisa langsung dengan memakai
inderanya sendiri baik melihat, mendengar serta bertanya tetapi bisa juga tidak
langsung lewat orang lain memberi laporan, data ini merupakan bahan dasar
penting untuk memberikan umpan balik. (13)
Keterampilan manipulasi meliputi keterampilan menggunakan instrumen,
keterampilan mendemostrasikan dan keterampilan mengukur. Keterampilan
menggunakan instrumen adalah keterampilan khusus untuk memakai alat-alat
bantu dalam pelatihan keterampilan klinik dasar tergantung alat yang dipakai pada
latihan keterampilan tertentu menggunakan alat tertentu untuk ini perlu persiapan
khusus untuk menggunakan alat yang akan dipakai sebagai instrumen pelatihan.
25
Keterampilan mendemonstrasikan sebagai instruktur penting jika bisa memberi
contoh dengan menunjukkan bagaimana melakukannya. Keterampilan mengukur
artinya memakai patokan tertentu untuk melakukan penilaian baik pengukuran
relatif dalam arti dibandingkan dengan yang lain atau absolut dengan instrumen
pengukur yang baku. (13)
Keterampilan organisasi meliputi kemampuan membandingkan,
mengklasifikasikan dan mengatur sistem. Keterampilan membandingkan adalah
keterampilan melihat hal tertentu yang sama pada lebih satu objek kemudian satu
dan yang lain dipakai untuk mengukur. Keterampilan mengklasifikasikan adalah
keterampilan mengelompokkan berdasarkan persamaan dan perbedaan yang ada
pada beberapa atau banyak objek. Keterampilan mengatur sistem artinya
kemampuan untuk menghubungkan, menempatkan, meletakkan dan
mengarahkan suatu objek untuk tujuan tertentu. (15)
Keterampilan berkreasi adalah keterampilan untuk mengaplikasikan teori,
konsep, prinsip pengetahuan dalam situasi nyata yang dipengaruhi oleh keadaan
dan kondisi itu sendiri tanpa meniadakan nilai prinsip dan konsep yang
terkandung didalam pengetahuan itu. (13)
3. Peran instruktur sebagai motivator
a. Menunjukkan fakta atau kasus klinik yang yang terkait dengan topik yang
sedang dipelajari sehingga mampu menumbuhkan minat belajar atau
berlatih.
26
b. Menunjukkan dan menyadarkan tentang manfaat dari penguasaan topik
keterampilan serta akibat jika topik keterampilan tidak dimiliki sehingga
memacu mahasiswa belajar sampai mahir.
c. Menunjukkkan mahasiswa agar terjadi pengenalan diri terhadap topik
keterampilan yang sedang dipelajari dan mencoba membandingkan dengan
criteria standard.
d. Mampu menunjukkan kemahiran melakukan topik keteramppilan yang
sedang dilatihkan agar dapat dijadikan model atau pemandu kearah mana
dan sampai di mana mahasiswa harus berlatih. (13)
4. Peran instruktur sebagai model
a. Keterampilan instruktur akan dipakai sebagai standar mahasiswa berlatih,
oleh karena itu instruktur harus melihat buku petunjuk agar ada kesesagaman
antara apa yang dilakukan instruktur dengan petunjuk yang dipakai sebagai
pegangan pelatihan.
b. Peran instruktur untuk melakukan koreksi terhadap apa yang mahasiwa
sedang lakukan adalah penting agar mahasiswa selalu meningkatkan
keterampilannya.
c. Kemahiran instruktur akan meninspirasi mahasiswa sehingga termotivasi
berlatih sampai terampil
d. Dalam suasana latihan memberi contoh keterampilan adalah penting namun
perlu diperhatikan kesiapan mahasiswa untuk memperhatikan contoh
keterampilan. (13)
5. Peran instruktur sebagai observer
27
Peran instruktur sebagai observer baik selama pelatihan atau pada waktu
ujian, sebagai observer diperlukan ketelitian terhadap apa yang sedang
dilakukan oleh mahasiswa sehingga dapat memberikan data dasar yang objektif
untuk pemberian umpan balik secara tepat, hal-hal yang lazim terjadi
kesalahan selama mahassiwa berlatih perlu mendapat perhatian. (13)
Peran instruktur sebagai manager untuk mengatur jalannya kelompok
dalam pelatihan sehingga semua mahasiswa mendapatkan kesempatan yang
sama sekaligus efektif selama waktu pelatihan. Pemahaman tentang ceklis
terhadap topik pelatihan adalah penting untuk memfasilitasi mahasiswa
menggunakannya. (13)
6. Peran instruktur sebagai evaluator
Instruktur merupakan bagian penting dalam suatu sistem pendidikan,
agar pendidikan selalu mengalami perbaikan maka evaluasi adalah salah satu
dasar penting kearah mana perbaikan dilakukan oleh karena itu kemampuan
instruktur memberikan laporan evaluasi proses pembelajaran di skill lab adalah
essensial. Evaluasi tersebut meliputi jalannya latihan, pendukung pelatihan,
pencapaian pelatihan, petunjuk- check list atau semua yangg terkait dengan
proses pembelajaran. (13)
7. Managemen instruktur
Perlu dilakukan pengaturan hak dan kewajiban instruktur skills lab.
Kewajiban: (13)
28
a. Perlu penandatanganan kontrak kerja dan mematuhi aturan dalam kontrak
kerja selama periode yang ditentukan.
b. Perjanjian kontrak kerja tidak akan diperpanjang secara otomatis.
c. Bersedia mengikuti Training of Instruktur dan lulus TOI.
d. Hadir tepat waktu saat kegiatan pelatihan keterampilan mahasiswa, sesuai
jadwal yang disepakati.
e. Bila tidak dapat hadir mohon memberitahu sehari sebelum kegiatan skills lab.
f. Instruktur akan diberhentikan dan diganti instruktur lain jika melanggar
aturan norma sebagai dosen dan instruktur. Waktu instruktorial di skills lab
hanya sebentar, dan terus mengalir selama kurang lebih 6 minggu tiap blok,
sehingga perlu mendapat perhatian.
g. Instruktur yang mempunyai catatan “tidak disiplin” menjadi bahan
pertimbangan kembali untuk kegiatan skills lab semester selanjutnya.
h. Tidak diperkenankan mewakilkan kegiatan instruktorial pada pada orang lain
yang bukan instruktur (belum menandatangani kontrak kerja dangan skills
lab).
i. Melakukan kegiatan instruktorial, sesuai yang telah diajarkan pada TOI,
antara lain : (13)
1. Memberi contoh sesuai checklist dan Buku Pedoman Skills Lab
2. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mencoba dan bertanya
3. Memberi feedback bagi mahasiswa.
4. Melakukan kegiatan responsi sesuai jadwal yang disepakati
5. Menguji mahasiswa sesuai jadwal yang ditetapkan
29
6. Bersedia untuk melatih berbagai keterampilan yang sudah ditawarkan. (13)
Hak-hak : (13)
a. Mendapatkan reward secukupnya dan sertifikat sesuai kontrak kerja
b. Reward disesuaikan dengan jumlah jam kerja/berapa kali kehadiran
c. Berhak mendidik termasuk memberi tugas mahasiswa yang terkait dengan
proses pembelajaran yang sedang dijalankan.
d. Mengikuti pelatihan instruktur (training of instruktur) dengan tidak dikenakan
biaya.
Macam-macam keterampilan yang dapat dikembangkan didalam pelatihan
keterampilan klinik dasar meliputi : (13)
a. Keterampilan intelektual adalah keterampilan yang menunjukkan keteraturan
& kelancaran proses dan pola berfikir
b. Keterampilan motorik adalah kemahiran melakukan tindakan terhadap
kegiatan tertentu
c. Keterampilan pengendalian diri adalah kemahiran mengatur emosi dalam
merespon kejadian
d. Pengendalian orang lain / sumber daya lain untuk mencapai tujuan tertentu.
(13)
Contoh urutan rencana acara pelatihan antara lain : (13)
a. Pengantar: biasanya 5-10 menit mempunyai peran untuk pemahaman
bersama tentang acara pembelajaran keterampilan session itu atau overview,
memacu mahasiswa mengeluarkan kemampuan kognisinya yang terkait
dengan topik pelatihan dengan tujuan menumbuhkan minat untuk berlatih.
30
b. Coba-tes: untuk mengetahui apakah mahasiswa sudah terampil atau belum.
Jadi tidak cukup hanya di tes kognisinya tetapi harus dilakukan tes
keterampilannya. Untuk melakukan tes ini secara random diambil 2
mahasiswa untuk menunjukkan keterampilan yang telah dimilikinya,
sedangkan teman yang lain mengamati sekaligus memberikan umpan balik
setelah praktek. Hal ini penting merupakan penyadaran tentang kemampuan
keterampilan mahasiswa yang sering tidak sinkron dengan pengetahuan teori
yang mendasarinya.
c. Koreksi: setelah teman-temannya memberikan umpan balik baru kemudian
instruktur memberikan umpanbalik secara menyeluruh hal-hal yang sudah
dilakukan dengan benar dan hal-yang dilakukan tidak benar atau yang
seharusnya dilakukan tetapi tidak dilakukan atau sebaliknya. Sebelum
melakukan koreksi dengan feedback alangkah baiknya pencoba diberi
kesempatan untuk melakukan refleksi apa dan bagaimana melalukan
keterampilan itu.
d. Demonstrasi: instruktur menberi contoh bagaimana melakukan keterampilan
itu dengan benar sesuai dengan standard dan diharapkan semua mahasiswa
dapat mengamati dengan baik
e. Coba – observasi: setelah itu semua mahasiswa diberi peluang untuk berlatih
sambil instruktur mengobservasi. Kadang-kadang mahasiswa dibagi dalam
sub-kelompok yang terdiri dari 3 orang dengan bergantian peran yaitu sebagai
dokter, sebagai pasien dan sebagai observer
31
f. Diskusi & feedback: untuk tahap akhir acara pembelajaran mahasiswa diajak
diskusi sekaligus diberikan umpanbalik dan di motivasi untuk melakukan
latihan-latihan mandiri agar mencapai keterampilan ditingkat mahir. (13)
Yang perlu diperhatikan sebagai Instruktur: (13)
a. Datang tepat waktu
b. Memperkenalkan diri mengenal mahasiswa
c. Memperlihatkan antusiasme
d. Menunjukkan pendekatan profesional
e. Berinteraksi secara memadai dengan mahasiswa maupun pasien simulasi
f. Idealnya : mampu melakukan praktek keterampialn (pemeriksaan fisik dan
prosedural) standar/sesuai dengan buku pegangan
g. Mempunyai pengetahuan dan keterampilan memadai
Keterlibatan dan kuatitas insruktur perlu diatur dengan cara: (13)
a. Peningkatan keterlibatan instruktur agar terjadi:
1. Pemahaman objektif
2. Keseragaman cara pelatihan
3. Keseragaman cara penilaian
4. Semi full-timer atau meningkatkan keterlibatan dalam kegiatan di skills-
Lab.
5. Pengurangan jumlah instruktur
6. Kemampuan seorang instruktur untuk berbagai keterampilan
7. Pemahaman petunjuk & akan dapat meningkatkan kualitas instruktur
b. Training of instructor intensif
32
c. Memelihara kemauan dan meningkatkan kemampuan
d. Memberikan penghargaan
e. Kerjasama antara bagian klinik dengan instruktur
Peran instruktur dalam latihan yang perlu diperhatikan adalah:
a. Sedikit kuliah.
b. Banyak latihan.
c. Berperan dalam latihan sebagai : (14)
1. Observer
2. Korektor- feedback.
3. Demonstrator
4. Manager
2.3.13 Ujian CSL
Menggunakan sistem OSCE (Objective Structured Clinical Examination),
Diselenggarakan tiap akhir blok, Menggunakan checklist untuk penilaian yang
objektif dan ada passing grade, Terdiri dari beberapa stasion, Evaluator atau
Instruktur. (14)
OSCE (Objective Structured Clinical Examination) adalah salah satu
bentuk ujian praktik yang dilaksanakan di sekolah kedokteran. Setelah mengikuti
perkuliahan selama waktu tertentu, mahasiswa lalu diuji dengan cara diberi kasus
acak dan diminta untuk memperagakan bagaimana cara menghadapinya. Ujian ini
bisa menggunakan pasien asli, pasien bohongan, atau phantom.(15)
2.3.14 Langkah-langkah untuk merancang OSCE : (15)
33
1. Penentuan komponen kompetensi klinik yang akan diujikan. Penentuan
jenis ketrampilan yang akan diujikan tergantung dari learning outcome
course. komponen kompetensi klinik yang sering diujikan secara garis besar
meliputi history taking, pemeriksaan fisik, ketrampilan prosedural,
konseling, managemen, interpretasi hasil laboratorium dan radiograf. Blue
Print sangat membantu dalam memilih dan merncanakan jenis ketrampilan
yang akan diujikan. Pembuatan Blue print ini dapat dilakukan oleh tim atau
individu yang berhubungan dengan learning objective course ini. (15)
2. Penentuan waktu Station penentuan waktu tiap station dipengaruhi oleh
kompleksitas ketrampilan yang akan diujikan. Waktu yang sering dipilih
berkisar antara 4 – 15 menit dan rata-rata yang sering diterapkan adalah 5
menit. (15)
3. Penentuan jumlah station yang terlibatPenentuan jumlah station yang
terlibat tidak ada ketentuan yang pasti. Semakin banyak jumlah station maka
semakin tinggi reliabilitas OSCE (Petrusa 2002). Schumway dan Harden
(2003) menyatakan bahwa untuk memenuhi minimal realibitas diperlukan
minimal 20 station. Akan tetapi penerapan OSCE di Kanada untuk high
stake tidak menunjukkan penurunan reliabilitas ketika menggunakan hanya
12 station. Berdasarkan hal di atas maka perlu dipertimbangkan feasibilitas
maka penerapan OSCE dengan 25 station tidak feasible sehingga penerapan
OSCE dengan 10-12 station dapat diterima. (15)
34
4. Penentuan Standar setting Penentuan standard setting untuk memutuskan
nilai cut off sesorang mahasiswa lulus atau tidak lulus dapat menggunakan
criterion reference. (15)
5. Penentuan standar pasien (Resource Requirements) Penggunaan standar
pasien dalam OSCE dapat meningkatkan reliabilitas. Standar pasien ini
merupakan orang sehat yang dilatih untuk memerankan keadaan pasien
sesuai dengan skenario yang akan diujikan. Perekrutan SP ini dapat
dilakukan dari karyawan institusi itu sendiri atau dari luar institusi. (16)
6. Logistik (16)
7. Penentuan tim penguji, tim penguji dipilih berdasarkan keahliannya untuk
masing-masing station. Penyediaan tim penguji cadangan perlu dilakukan
untuk menghindari tim penguji yang sudah ditunjuk berhalangan hadir. (16)
8. Biaya. OSCE memerlukan biaya yang diperlukan untuk honor standar
pasien, penguji dan staf pendukung.
9. Post exam review. (16)
2.4 Dasar Pemikiran Variable
Berdasarkan Bahasan masalah, maka Sarana, metode belajar, metode ujian
serta persepsi mahasiswa tentang Clinical Skill Lab di jadikan variable yang
diteliti. persepsi mahasiswa tentang Clinical Skill Lab sebagai terikat
(Dependent).
Variable Variable bebas ( Independent) meliputi :
1. Sikap Mahasiswa tentang Clinical Skill Lab
35
Merupakan Variable untuk mengetahui bagaimana sikap mahasiwa sela
mengikuti Clinical Skill Lab
2. Peran dosen sebagai Instruktur
Merupakan variable untuk mengetahui perspsi mahasiswa tentang peran
dosen sebagai Instruktur Clinical Skill Lab
3. Sarana pendukung Clinical Skill Lab
Merupakan variable yang diteliti karena merupakan penunjang diadakannya
Clinical Skill Lab, sarana pendukung misalnya Manikin, ruangan dan alat
penunjang lain
4. Pelaksanaan Clinical Skill Lab
Merupakan variable yang diteliti karena merupakan regulasi dan metode
diadakannya Clinical Skill Lab, misalnya Penuntun, waktu pelaksanaan dan
lain-lain.
36
2.5 Kerangka Teori
37
Clinical Skill Lab
Instruktur
Observer
Korektor
Demonstrator
Manager
Fasilitas Penunjang
Ruangan Belajar
Manikin
Akses internet
Ruang Penyimpanan
Penuntun
0verview
Learning outcome
Learning strategy
Learning opportunities
Persepsi Mahasiswa
2.6 Kerangka Konsep
Bagan1. Kerangka konsep
2.7 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
CSL (clinical Skill Lab) adalah serangkaian kegiatan psikomotorik yang
berhubungan dengan medis atau kedokteran. (10)
Adapun pendapat mengenai PBL dibagi menjadi beberapa kategori sebagai
berikut :
A. Sikap Mahasiswa tentang Clinical Skill Lab
1. Definisi : Sikap yang ditunjukkan mahasiswa saat mengikuti
Clinical Skill Lab
38
persepsi mahasiswa tentang Clinical Skill Lab
Sikap Mahsiswa tentang Clinical Skill Lab
Peran dosen sebagai Instruktur
Fasilitas Penunjang Clinical Skill Lab
Penuntun Clinical Skill Lab
Variabel Dependent
Variabel Independent
2. Alat ukur : Kuisioner
3. Cara ukur : Menghitung hasil dari kuesioner.
F
P = X 100 %
N
Ket. : P = Persentasi yang dicari
F = jumlah jawaban yang benar
N = Jumlah pertanyaan
4. Kriteria yang digunakan adalah Positif dan Negatif Karena pernyataan yang di
tawarkan pada responden lebih bersifat opini, pemikiran dan persepsi. (19)
Maka jawaban “setuju” lebih dari atau sama dengan tiga dinyatakan dalam
kategori positif, dan kurang dari tiga dinyatakan dalam kategori negatif.
B. Peran dosen sebagai Instruktur
1. Definisi : Tugas dan wewenang dosen sebagai Instruktur dalam
menuntun jalannya Clinical Skill Lab
2. Alat ukur : Kuisioner
3. Cara ukur : Menghitung hasil dari kuesioner.
F
P = X 100 %
N
Ket.: P = Persentasi yang dicari
F = jumlah jawaban yang benar
N = Jumlah pertanyaan
39
4. Kriteria yang digunakan adalah Positif dan Negatif Karena pernyataan yang
di tawarkan pada responden berdasarkan literatur tentang Peran dosen sebagai
Instruktur.
Maka jawaban “setuju” lebih dari atau sama dengan tiga dinyatakan dalam
kategori positif, dan kurang dari tiga dinyatakan dalam kategori negatif.
C. Fasilitas penunjang Clinical Skill Lab
1. Definisi : Sarana dan prasarana yang dipergunakan pada
pelaksanaan Clinical Skill Lab
2. Alat ukur : Kuisioner
3. Cara ukur : Menghitung hasil dari kuesioner.
F
P = X 100 %
N
Ket. : P = Persentasi yang dicari
F = jumlah jawaban yang benar
N = Jumlah pertanyaan
4. Kriteria yang digunakan adalah Positif dan Negatif Karena pernyataan yang di
tawarkan pada responden berdasarkan literatur tentang fasilitas penunjang
CSL
Maka jawaban “setuju” lebih dari atau sama dengan tiga dinyatakan dalam
kategori positif, dan kurang dari tiga dinyatakan dalam kategori negatif.
D. Penuntun Clinical Skill Lab
1. Definisi : Merupakan Buku Panduan yang mencakup semua informasi
40
tentang pelaksanaan Clinical Skill Lab
2. Alat ukur : Kuisioner
3. Cara ukur : Menghitung hasil dari kuesioner.
F
P = X 100 %
N
Ket. : P = Persentasi yang dicari
F = jumlah jawaban yang benar
N = Jumlah pertanyaan
5. Kriteria yang digunakan adalah Positif dan Negatif Karena pernyataan yang di
tawarkan pada responden berdasarkan literatur tentang Buku Penuntun CSL
Maka jawaban “setuju” lebih dari atau sama dengan tiga dinyatakan dalam
kategori positif, dan kurang dari tiga dinyatakan dalam kategori negatif.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian deskriptif di
mana di metode ini dilakukan subjek terpilih dengan menggunakan data primer
berupa kuisioner dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang
Clinical Skill Lab yang hasilnya dapat digunakan oleh instansi terkait dalam
mengadakan perbaikan dalam hal Efektifitas Clinical Skill Lab.
3.2 Waktu dan Lokasi
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6 Maret 2013 sampai 8 Maret 2013
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia.
3.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Angkatan
2010.
2. Sampel
Populasi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
Angkatan 2010
42
Dimana besar sample sesuai rumus dibawah ini (rumus Slovin) (17) :
154
n = _____________
1 + 154 (d)2
154
n = _____________
1 + 154 (0,05)2
154
n = _____________
1 + 154 (0,0025)
154
n = _____________
1 + 0,38
154
n = _____________
1,38
n = 111,5 n = 112 orang
3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi
1. Kriteria Inklusi
Semua Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
Angkatan 2010
2. Kriteria Eksklusi
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Angkatan
2010 yang tdak hadir pada saat pembagian kuesioner
43
3.5 Teknik Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebahagian dari jumlah
mahasiswa angkatan 2010 Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
yang diambil secara simple random sampling. (17)
3.7 Pengolahan Dan Pengkajian Kata
Data diolah secara manual dan elektronik dengan menggunakan program
SPSS dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan narasi
44
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
1.1. Universitas Muslim Indonesia
Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar didirikan pada tanggal 23
Juni 1954 dan ditinjau dari segi usia UMI merupakan Perguruan Tinggi tertua
dikawasan timur Indonesia dan sekaligus merupakan Perguruan Tinggi Swasta
terbesar dikawasan timur Indonesia dan menjadi kebanggan Ummat Muslim
Sulawesi Selatan.
Universitas Muslim Indonesia diselenggarakan oleh masyarakat dalam
bentuk Yayasan yakni Yayasan Badan Wakaf UMI, bergerak dibidang pendidikan
dan dakwah. Dalam jalur pendidikan UMI membina pendidikan akademik mulai
dari strata Diploma 1, Diploma 2, Diploma 3, Strata satu (S.1) dan Strata dua
(S.2), yang tergabung dalam 12 Fakultas dan satu Akademi, 58 Program Studi.
Hadirnya lembaga Pendidikan Tinggi yang bernafaskan islam ini bermula
dari gagasan yang mulai digulirkan pada tahun 1950-an yang dipelopori oleh K.H.
Muhammad Ramly, H. Sewang Daeng Muntu, La Ode Manarta, Nasiruddin
Rahmat, Sutan Muhammad Yusuf Samah, dan A. Waris sepakat mewujudkan
keinginan menjadi kenyataan pada tanggal 23 Juni 1954 bertepatan dengan 22
Syawal 1373 H
Dipilihnya nama Universitas Muslim Indonesia menurut para pendirinya
karena nama itu bermakna membina ummat islam, dalam bahasa arab disebut
Jamiah Tul Muslimin Indonesia yang bermakna menghimpun ummat islam
45
sedangkan dalam bahasa Inggris Moslem University of Indonesia yang bermakna
Universitas Milik Ummat Islam Indonesia.
4.2. Fakultas Kedokteran
Mempunyai fasilitas Rumah Sakit Pendidikan sendiri (RS. Ibnu Sina) yang
letaknya berhadapan dengan kampus UMI, menjadikan fakultas ini mempunyai
prospek yang sangat baik dalam konsep pengembangan ketrampilan klinik,
pengenalan lebih dini dengan masalah klinik dan pelayanan kesehatan primer di
masa mendatang.
Perubahan yang sangat bermakna dalam konteks dan metode pembelajaran
kedokteran yang sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi kedokteran,
turut membawa FK-UMI untuk melakukan inovasi kurikulum dari kurikulum
berbasis tradisional/ departemental menjadi kurikulum berbasis kompetensi
dengan pendekatan sistem (terintegrasi). Perubahan ini berdampak pada lebih
singkatnya masa studi, dari 12 semester menjadi hanya 10 semester dengan
kurikulum baru ini, yakni 6 semester tahapan akademik dan 4 semester tahapan
profesi.
Pada semester pertama akan ditawarkan matakuliah Mekanisme Dasar
Penyakit, Dasar Diagnosis dan Terapi, dan Kesehatan Masyarakat. Kuliah
berdasarkan sistem akan dimulai pada semester ke-dua pada tahun pertama,
sampai berakhir keseluruhan pada tahun ke-tiga. Kurikulum berbasis kompetensi
dengan sistem (terintegrasi) ini, disusun berdasarkan struktur dan fungsi organ
dengan berbagai penyakit yang terlibat di dalamnya. Salah satu kelebihan sistem
46
ini, karena melakukan pendekatan pembelajaran secara terintegrasi, vertikal dan
komprehensif dari pre-klinik, para-klinik dan ilmu-ilmu klinik.
Metode pembelajaran dalam penerapan kurikulum baru ini, lebih
bervariasi, menuntut partisipasi aktif mahasiswa (student centered learning),
dengan pendekatan problem-based learning (PBL), yang meliputi kegiatan tutorial
dalam diskusi kelompok kecil di samping kuliah pakar, praktikum di
laboratorium, penelusuran kepustakaan, baik melalui perpustakaan konvensional
maupun elektronik (internet), dan kegiatan ketrampilan klinik (clinical skills lab).
Setelah menjalani 3 tahun tahapan akademik, mahasiswa akan menjalani
tahapan profesi yang disebut kepaniteraan klinik (clinical clerkship) selama 2
tahun, di beberapa rumah sakit (hospital based clinical diciplines) maupun pusat
pelayanan primer seperti puskesmas dan balai pengobatan (community based).
Pada tahapan ini mahasiswa mempunyai kesempatan mengaplikasikan
pengetahuan, ketrampilan komunikasi dan ketrampilan klinik secara langsung
pada pasien sebagaimana pada praktek yang sesungguhnya.
4.3. Lokasi Penelitian
Penelitian di laksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia Jl. Urip Sumoharjo Km 5 Makassar, Makassar, Indonesia
47
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia khususnya angkatan 2010 yang berlangsung tanggal 6 Maret 2013
sampai 8 Maret 2013. Populasi mahasiswa angkatan 2010 berjumlah 154.Sampel
yang diteliti hanya 113 orang. Seluruh sampel penelitian diperoleh dengan
carasimple random sampling yaitu mahasiswa sebagai sampel diambil secara
acak. Data yang diambil yaitu data primer dengan metode kuesioner.Data yang
diperoleh kemudian di olah sesuai dengan tujuan penelitian dan disajikan dalam
bentuk tabel disertai narasi.
Kuesioner dalam penelitian ini memasukkan beberapa pertanyaan yang
meliputi Peran dosen sebagai Instruktur, Fasilitas penunjang dalam CSL,dan
Sikap mahasiswa dalam mengikuti CSL
Tabel 5.1.Distribusi Sikap Mahasiswa tentang Clinical Skill Lab
Kategori Sampel Persentase
N %
Positif 111 98,2
Negatif 2 1,8
Total 113 100 %Sumber : Data primer
Dari tabel 5.1 diatas, dapat dilihat bahwa secara umum persepsi
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010
dalam pelaksaan CSL memberikan respon positif dengan persentase 98,2%.
Dimana dari 113 responden didapatkan 111 responden yang memberi jawaban
48
“setuju” lebih dari atau sama dengan 3 dari 5 pertanyaan, maka 100 responden
tersebut di kategorikan dalam kategori positif.
Tabel 5.2.Distribusi Persepsi Mahasiswa Terhadap Peran Dosen Sebagai Instruktur Clinical Skill Lab
Kategori Sampel Persentase
N %
Positif 103 91,2
Negatif 10 8,8
Total 113 100 %Sumber : Data primer
Dari tabel 5.2 diatas, dapat dilihat bahwa secara umum persepsi
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010
tentang peran dosen sebagai instruktur CSL memberikan respon positif dengan
persentase 91,2 %. Dimana dari 113 responden didapatkan 103 responden yang
memberi jawaban “setuju” lebih dari atau sama dengan 3 dari 5 pertanyaan, maka
103 responden tersebut di kategorikan dalam kategori positif.
Tabel 5.3.Distribusi Persepsi Mahasiswa Terhadap Fasilitas Penunjang Clinical Skill Lab
Kategori Sampel Persentasi
N %
Positif 82 72,6
Negatif 31 27,4
Total 113 100 %Sumber : Data primer
Dari tabel 5.3 diatas, dapat dilihat bahwa secara umum mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010 memberikan
respon positif dengan persentase 72,6 % terhadap fasilitas penunjang CSL.
Dimana dari 113 responden didapatkan 82 responden yang memberi jawaban
49
“setuju” lebih dari atau sama dengan 3 dari 5 pertanyaan, maka 82 responden
tersebut di kategorikan dalam kategori positif.
Tabel 5.3.Distribusi Persepsi Mahasiswa Terhadap Penuntun Clinical Skill Lab
Kategori Sampel Persentasi
N %
Positif 92 81,4
Negatif 21 18,6
Total 113 100 %Sumber : Data primer
Dari tabel 5.3 diatas, dapat dilihat bahwa secara umum mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010 memberikan
respon positif dengan persentase 81,4 % terhadap penuntun CSL. Dimana dari
113 responden didapatkan 92 responden yang memberi jawaban “setuju” lebih
dari atau sama dengan 3 dari 5 pertanyaan, maka 92 responden tersebut di
kategorikan dalam kategori positif.
5.2. Pembahasan
Yang menjadi sampel pada penelitin ini adalah Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010 yang berjumlah 114
orang. Yang merupakan mahasiswa yang telah mengikuti CSL. Maka daripada
itu perlu diketahui persepsi mereka tentang pelaksanaan CSL itu sendiri (Tabel
5.1), menurut Rakhmat Jalaludin (1998) persepsi adalah pengalaman tentang
objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dan dari hasil penelitian
menggambarkan perspsi mahasiswa dalam pelaksanaan CSL memberikan
memberikan respon positif dengan persentase 98,2%. (3)
50
Secara umum persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia angkatan 2010 tentang peran dosen sebagai instruktur CSL
(tabel 5.2) memberikan respon positif dengan persentase 91,2 %. Maka
responden tersebut di kategorikan dalam kategori positif karena Instruktur sendiri
merupakan bagian penting dalam suatu sistem pendidikan khususnya dalam CSL
yang berperan sebagai observer, korektor- feedback ,demonstrator dan manager.
(15)
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa secara umum persepsi
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010
memberikan respon positif (tabel 5.3 ) dengan persentase 72,6 % terhadap fasilitas
penunjang CSL, walaupun terdapat 24% responden yang memberi respon negatif
tapi fasilitas di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia sendiri melalui
visi nya yang senantiasa meningkatkan kualitas sarana dan prasarananya seperti
sumberdaya ruang belajar, manikin dan lain-lain.(13)
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa secara umum persepsi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010 memberikan
respon positif (tabel 5.4 ) dengan persentase 81,4 % terhadap penuntun CSL,
walaupun terdapat 18,6 % responden yang memberi respon negatif tapi penuntun
berguna untuk menolong mahasiswa belajar lebih efektif, biasanya dalam bentuk
tulisan dan dirancang untuk memfasilitasi mahasiswa dalam belajar. Tidak hanya
sebagai penuntun apa yang harus dipelajari tetapi bagaimana mereka harus belajar
yang terbaik dan bagaimana mereka dapat mengenal jika mereka sudah mahir
pada topik yang dipelajari. (10)
51
BAB VI
PENUTUP
61. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai gambaran
persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan
2010 terhadap kegiatan CSL di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia Makassar, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Mayoritas mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
angkatan 2010 memberikan respon yang positif tentang sikapnya terhadap
persiapan dan pada saat mengikuti kegiatan CSL.
2. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan
2010 memiliki respon yang positif terhadap peran dosen sebagai Instruktur.
3. Mayoritas mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
angkatan 2010 memberikan respon positif terhadap fasilitas penunjang dalam
CSL.
4. Mayoritas mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
angkatan 2010 memberikan respon yang positif terhadap buku penuntun
kegiatan CSL.
62. Saran
1. Diharapkan dari hasil penelitian menjadi sebuah evaluasi bagi pihak Fakutas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia untuk tetap fokus dalam
pencapaian tujuan dari CSL, yaitu menciptakan Mahasiswa yang memiliki
52
pengalaman Skill medis sebagaimana mereka menghadapi keidupan
profesionalnya kedepan.
2. Diharapkan agar peran dosen sebagai tutor lebih rajin hadir dalam kegiatan
CSL.
3. Diharapkan agar fasilitas pendukung CSL yang telah ada dijaga dengan baik
dan lebih ditingkatkan guna kemajuan ilmu pendidikan bagi mahasiswa.
4. Diharapkan agar dapat dilaksanakan penelitian lanjutan mengenai CSL
sebagai upaya pencapaian tujuan dari CSL itu sendiri.
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Zulharman, 2008, Perancangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Di
Fakultas Kedokteran. Avalaible at:
www. zulharman79.wordpress.com/2008/02/29/contoh-perancangan-
kurikulum-berbasis-kompetensi-di-fakultas-kedokteran-universitas-
oke-update. [Acessed on: May 24th 2011].
2. Claramita, Mora, 2010, Skills Lab - Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada. Avalaible at:
www. fk. ugm .ac.id/upload/ SKILL _ LABS _FK_ UGM .pdf . . [Acessed
on: May 24th 2011].
3. Resha, 2011, Medical Education Unit (MEU), Avalaible at
http://www.fkumi.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=102&Itemid=92. [Acessed on:
Agustus 25th 2012].
4. Rahmat, Jalaluddin, 2012, Persepsi ; Pengertian, Definisi dan Faktor yang
Mempengaruhi. Avalaible at
www . teraskita.wordpress.com/tag/ jalaluddin - rahmat / . [Acessed on:
Januari 30th 2012].
5. Rembulan, Rindu, 2012, Persepsi ; Pengertian, Definisi dan Faktor yang
Mempengaruhi. Avalaible at www.duniapsikologi.com/persepsi-
pengertian-definisi-dan-faktor-yang-mempengaruhi . [Acessed on:
Januari 30th 2012].
54
6. Binus, 2011, Pengertian Mahasiswa. Avalaible at:
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab2/2011-2-00013-PL
%202.pdf. [Acessed on: May 24th 2011].
7. Baehaqi, Darisman, 2012, Redefinisi Arti Mahasiswa. Avalaible at :
http://www.scribd.com/doc/86712179/REDEFINISI-ARTI-
MAHASISWA. [Acessed on: October 1st 2012].
8. Fauziyati, Ana, dr, 2009, Keterampilan Klinik Kedokteran di FK UII.
Avalaible at: www.scibd.com/intro-070827-dr-ana-fauziyati-
KETERAMPILAN-MEDIK[1/ .[Acessed on: May 24th 2011].
9. Dacre, Jane, & Kopelman, Peter, 2004, Buku Saku Keterampilan Klinis
(Handbook of Clinical Skills). Jakarta. EGC
10. Suryadi, E , 2008, Petunjuk dan Penuntun Keterampilan Klinik
Dasar.
11. Universitas Lampung, 2010, Panduan Penyelenggaraan Program Sarjana
Kedokteran.Bandar Lampung Avalaible at
http://muji.unila.ac.id/webo/FD-2010.pdf. [Acessed on: Agustus 25th
2012]
12. Bradley. P & Postlethwaite. K, 2003, Medical Education .UK.
Blackwell Publishing Ltd.
13. Suryadi, E , 2008, Instruktur di Laboratorium Pendidikan
Keterampilan Klinik Dasar.
55
14. Hendra AW, S.KM, 2011. Pengetahuan. Avalaible at :
http://ajangberkarya.wordpress.com/2011/01/27/pengetahuan/ .
[Acessed on: Agustus 25th 2012].
15. Mikhael, 2011, Ujian OSCE. Avalaible at
http://sectiocadaveris.wordpress.com/2011/07/19/ujian-osce/. [Acessed
on: Agustus 25th 2012].
16. Puput, Estika, 2008, Objectives Structure Clinical Examination. Avalaible
at www.pendidikan.wetpaint.com/page/OSCE. [Acessed on: May 24th
2011].
17. Musfiqon, Muhammad. 2012.PrestasiPustaka.Panduan
LengkapMetodologiPenelitianPendidikan.Jakarta.
56
Recommended