View
75
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
for free
Citation preview
Kor Pulmonal et causa PPOK
Tria Puspa Ningrum
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470
Email : triapusspa@gmail.com
Pendahuluan
Pada dewasa ini keadaan sesak napas banyak berkaitan dengan salah satu penyakit maupun
kelainan paru-paru ataupun jantung, akan tetapi bisa juga sesak napas berhubungan dengan
kelainan jantung dan paru-paru secara bersamaan, yang disebut Kor Pulmonale. Penyakit ini
tidak bisa dilepaskan dari sistem kerja jantung dan paru-paru dalam sistem sirkulasi darah.
seperti kita ketahui, jantung dan paru menjadi organ utama dalam sistem sirkulasi darah
manusia ". Dari ventrikel kiri, darah akan dipompa meninggalkan jantung melewati
pembuluh darah aorta, untuk diedarkan ke seluruh tubuh untuk kelangsungan hidup. Darah
kemudian masuk ke ventrikel kanan melalui vena cava superior dan inferior. Dari ventrikel
kanan, darah dialirkan ke paru melalui arteri pulmonalis untuk dibersihkan. Kemudian dari
paru darah masuk kembali ke jantung melewati vena pulmonalis, masuk melalui atrium kiri
kemudian masuk ke ventrikel kiri untuk diedarkan kembali ke seluruh tubuh. Siklus pun
terulang kembali.
Kor Pulmonale adalah penyakit paru yang disertai penebalan (hipertrofi) dan atau pelebaran
(dilatasi) bilik jantung (ventrikel) kanan. Penyebabnya adalah adanya gangguan atau penyakit
di paru, misalnya akibat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), sumbatan pembuluh darah
paru, hipertensi arteri pulmonal atau penyempitan pembuluh darah pulmonal secara
menyeluruh. Sebagian besar kasus Kor Pulmonale terjadi pada pasien PPOK. Penyebab
utama PPOK adalah merokok. Oleh karena itu tidak heran jika Kor Pulmonale banyak
menimpa orang dewasa yang memiliki kebiasaan merokok dalam waktu lama.
Anamnesis
Untuk meneggakkan diagnosis yang tepat , seorang dokter harus melakukan melakukan
anamnesis. Menanyakan riwayat penyakit di sebut ‘anamnesa’. Anamnesa berarti tahu lagi
atau kenangan. Jadi anamnesa merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter,
peminta bantuan dan pemberi bantuan. anamnesis di lakukan secara auto anamnesis yang
berarti mendapat informasi pasien dari pasienya itu sendiri, dan atau alloanamnesis jika
pasien masih kanak-kanan atau dalam tidak sadar serta memiliki kendala untuk memberikan
informasi. Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang berkaitan dengan
penyakitnya dan yang menjadi dasar penentuan diagnosis. Mencatat (merekam) riwayat
penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian perkembangan gejala serta keluhan, sangatlah
penting. Perjalanan penyakit hampir selalu khas untuk penyakit bersangkutan. anamnesis juga
merupakan wawancara yang seksama terhadap pasien atau keluarga dekatnya mengenai
masalah yang menyebabkan pasien mendatagi dokter. Perpaduan keahlian mewawancarai dan
pengetahuan yang mendalam tentang gejala (simptom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit
akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menitikan diagnosis kemungkinan sehingga
membantu dalam menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya.1
Pertama yang harus di tanyakan adalah identitas pasien, seperti umur, jenis kelamin,
pekerjaan, alamat tempat tinggal dan lain sebagainya, kemudian pertanyaan khusus yang
dapat ditanyakan kepada pasien yang menderita Kor Pulmonale, antara lain: keluhan utama
yang membawa pasien datang meminta bantuan dokter, yang di dalam skenario ini pasien
datang karena sesak napas. Lalu di tanyakan onset dari sesak nafas, seperti sejak kapan pasien
merasakan keluhan, dan apakah ada waktu khusus pasien untuk sesak bisa terjadi atau terus
menerus. sudah berapa lama pasien mengalami serangan sesak yang di rasakan. dalam kasus
ini di penyakit Kor Pulmonale disebabkan oleh PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) dan
pasien mengeluh kadang-kadang mengalami batuk,maka perlu di tanyakan tentang onset
batuk pada pasien tersebut, adakah suara nafas patologis seperti ronki dan wheezing. perlu di
tanyakan apakah pasien sudah menerapkan obat sebelum datang ke dokter, jika iya, obat apa
saja yang dusah di konsumsi. keluhan penyerta dari ujung kepala sampai ujung kaki juga
tidak bisa di lewatkan karna petunjuk untuk gejala klinis selain keluhan utama sendiri. Serta
faktor yang memperberat sesak dan memperingan sesak pada pasien.
Untuk mendapat informasi pasien guna menyingkirkan diagnosa banding perlu di tanyakan
riwayat penyakit keluarga, adakah keluarga sebelum atau yang sedang mengalami keluhan
yang sama dengan pasien dan apakah di kelurga pasien memiliki riwayat penyakit menahun
maupun penyakit keturunan. Atau apakah pasien memiliki riwayat penyakit menahun seperti
PPOK dan penyakit menahun lainya. lalu perlu di tanyakan pakah pasien sedang dalam terapi
atau meminum obat-obatan tertentu dlam jangka waktu lama. Kita juga perlu menanyakan
riwayat pribadi pasien seperti pekerjaan, gaya hidup, konsumsi rokok, minuman beralkohol
dan pola makan pasien. Riwayat sosial juga perlu di tanyakan seperti tempat tinggal dan jenis
pekerjaan pasien.1
dari hasil anamnesis di dapatkan:
Keluhan Utama : Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang : sesak napas sejak 5 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Dahulu :sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu yang di rasakan terutama
saat beraktivitas berat.
Keluhan Penyerta :3 bulan yang lalu kadang-kadang mengalami batuk dan
memberat sejak 1 minggu yang alu
Riwayat Pribadi : -
Riwayat Sosial : -
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilaksanakan dengan memeriksa dulu keadaan umum dan tingkat
kesadaran (status generalis) untuk evaluasi keadaan sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler
dan sistem saraf yang merupakan sistem vital untuk kelangsungan kehidupan. Pemeriksaan
keadaan lokal (status lokalis abdomen) pada penderita dilaksanakan secara sistematis dengan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan sebagai
berikut:2
a. tanda-tanda vital yang di lakukan pada pasien mendapat hasil tekanan darah adalah
180/80 mmHg, frekuensi nadi 88 kali permenit, frekuensi pernapasan 28 kali permenit,
serta suhu yang afebris.
b. Inspeksi
Diameter dinding dada yang membesar (barrel chest) , konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik.
c. Palpasi
pada pemeriksaan thoraks normal namun terdapat pembesaran hari 2 jari dibawah arcus
costae, 2 jari dibawah proccecus xyphoideus, konsistensi terasa kenyal, tepi terasa
tumpul serta tidak adanya rasa nyeri tekan, serta di temukan shifting dullnes + dan di
temukan edema pada ekstremitas +/+. pada pemeriksaan Jugular Vein Pressure di
dapatkan hasil 5+2 cmHg.
d. Perkusi
Pada paru terdengar hipersonor pada seluruh lapang paru.
e. Auskultasi
Pada paru ditemukan wheezing +/+ dan ronki -/-, bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2
terdengar murni dan reguler , tidak di temukan suara murmur namun di temukan suara
gallop +.
Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Pada pasien dengan kor pulmonal kronis, foto rontgen dada dapat menunjukkan
pembesaran arteri pulmonal. Hipertensi pulmonal harus dicurigai saat arteri pulmonalis
lebih besar dari 16 mm dan arteri pulmonalis kiri lebih besar dari 18 mm. Pembesaran
ventrikel kanan menyebabkan peningkatan diameter transversal bayangan jantung ke
kanan pada posteroanterio dan pinggang jantung terangkat ke atas /upward. 3
2. EKG
Kelainan EKG pada kor pulmonal menggambarkan Hipertrofi ventrikel kanan, diagnosis
hipertrofi ventrikel harus ditegakkan melalui penilaian komplek QRS yang cermat di
banyak sadapan. Hipertrofi ventrikel merupakan peningkatan massa ventrikel akibat
meningkatnya ukuran miosit, pada umumnya kondisi ini disebabkan oleh kelebihan
tekanan atau volume yg dialami ventrikel. Miokardium perlahan-lahan mengalami
hipertrofi sebagai adaptasi untuk mengatasi tahanan sistemik yang tinggi. Peningkatan
massa otot jantung ini kemudian dapat menimbulkan peningkatan voltase QRS pada
EKG.4
Disadapan ekstremitas, gambaran tersering yang dijumpai pada hipertrofi ventrikel kanan
adalah deviasi aksis ke kanan, artinya aksis listrik kompleks QRS yang biasanya terletakdi
antara 0° dan +90°, kini menyimpang diantara +90° dan +180°. Ini menggambarkan
dominasi listrik baru ventrikel kanan yang biasanya lebih rendah secara elektris. Sadapan
perikordial juga dapat membantu mendiagnosis hipertrofi ventrikel kanan. Pola normal
progresi gelombang R, yakni pembesaran amplitudo gelombang R mulai dari sadapan V1
sampai V5, mengalami gangguan. Amplitudo gelombang R bukannya meningkat ketika
sadapan semakin mendekati ventrikel kiri,malah menjadi sebaliknya. Dapat terlihat
gelombang R yang besar disadapan V1 (terletak diatas ventrikel kanan yang mengalami
hipertrofi) dan gelombang R yang kecil disadapan V5 dan V6 (terletak di ventrikel kiri
normal yang sekarang tidak lagi dominan secara elektris). Serupa dengan ini, gelombang S
disadapan V1 tampak kecil, sementara gelombang S disadapan V6 tampak besar.
Penyebab hipertrofi ventrikel kanan tersering adalah penyakit paru dan penyakit jantung
kongenital. Pada kasus didapatkan hasil EKG hipertrofi ventrikel kanan (R≥ di V1),
deviasi aksis ke kanan, dan P pulmonal.4
Ekokardiografi
Memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan, meskipun perubahan volume
tidak dapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan
dalam yang menggambarkan adanya pembesaran ventrikel kiri.Septum interventrikel dapat
bergeser ke kiri.4
Diagnosis Kerja
Kor Pulmonal et causa PPOK
Kor Pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang
di sebabkan oleh penyakit parenkim parudan atau pembuluh darah paru yg tidak berhubungan
dengan kelainan jantung kiri. istilah hipertrofi yang bermakna menurut weitzemblum
sebaiknya di ganti menjadi perubahan struktur dan fungsi ventrikel kanan. untuk menetapkan
adanya kor pulmonal secara klinis pada pasien gagal napas di perlukan tanda pada
pemeriksaan fisik yakni edema. hiperetensi pulmonal “sine qua non” dengan kor pulmonal
maka definisi korpulmonal yang terbaik adalah : hipertensi pulmonal yang di sebabkan
penyakit yang mengenai struktur dan atau pembuluh darah paru ; hipertensi pulmonal
menghasilkan pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan atau dilatasi) dan berlanjut dengan
berjalanya waktu menjadi gagal jantung kanan. penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal, di perkirakan 80-
90 % kasus.3
Kor pulmonal kronis adalah hipertofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal
yang berhubungan dengan penyakit paru obstruktif atau restriktif pada PPOK, progresifitas
hipertensi pulmonal berlangsung lambat.3
Diagnosis Banding
Gagal jantung kongestif (CHF)
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelaiann fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada jika disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal.3
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif adalah penurunan kontraksi
ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan
darah (TD), dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang
mekanisme kompensasi neurohormonal. Vasokonteriksi dan retensi air untuk sementara
waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraksi jantung melalui hukum starling. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi,
peninggian afterload dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih menambah beban
jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.3
Perikarditis
perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viceralis atau keduanya. respon perikard
terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah (efusi erikard), deposisi
fibrin, proliferasi jarigan fibrosa, pembentukan granuloma atau kalsifikasi. itulah sebabnya
manifestasi klinis perikarditis sangat bervariasi dari yang tidak khas sampai yang khas. salah
satu. reaksi radang pada perikarditis akut adalah penumpukan cairan (eksudasi) di dalam
rongga perikard yang si sebut sebangai efusi perikard.3
Efek hemodinamik efusi perikard di tentukan oleh jumlah dan kecepatan pembentukan cairan
perikard. efusi yang banyak atau timbul cepat akan menghambat pengisian ventrikel,
penurunan volume akhir diastolik sehingga curah jangtung sekuncup dan semenit berkurang.
Kompensasinya adalah takikardia, tetapi pada tahap berat atau kritis akan menyebabkan
gangguan sirkulasi dengan penurunan tekanan darah serta gangguan perfusi organ dengan
segala akibatnya yang di sebut sebagi tamponad jangtung. Bila reaksi radang ini berlanjut
terus perikard mengalami fibrosis, jaringan parut luas, penebalan, klasifikasi dan juga terisi
eksudat, yang akan menghambat proses diastolik ventrikel, mengurangi isi sekuncup dan
semenit serta mengakibatkan kongestif sistemik (perikarditis konstriktiva).3
Kor Pulmonal Akut
Penyakit ini lebih kurang samadengan cor pulmonal kronis. Terdapat juga hipertrofi ventrikel
atau dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan juga dekompensasi. Etiologinya adalah
disebabkan embolus multiple pada paru-paru atau massif yang secara mendadak akan
menyumbat aliran darah dan ventrikel kanan. Biasanya penyakit ini segera disusul oleh
kematian, terjadi dilatasi dari jantung kanan. Pada emboli paru yang pasif terjadi obstruksi
akut yang luas pada pembuluh darah paru, akibatnya adalahtahanan vaskuler paru
meningkat, kemudian terjadi hipoksia akibat pertukaran gas di tengah kapiler alveolar yang
terganggu hipoksia tersebut akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteri paru.
Tahanan paru yang meningkat dan vasokontriksi menyebabkan tekanan pembuluh darah
arteri paru meningkat (hipertensi pulmonal).3
Etiologi
Etiologi kor pulmonal dapat digolongkan dalam 4 kelompok :
1. Penyakit pembuluh darah paru
2. Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh mediastinum, aneurisma, granuloma atau
fibrosis
3. Penyakit neuromuskular dan dinding dada
4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli termasuk PPOK. Penyakit paru
lainnya adalah penyakit paru interstisial dan gangguan pernapasan saat tidur.3
Epidemiologi
PPOK adalah penyebab paling umum dari kor pulmonal kronis di Amerika Utara. PPOK
mengenai lebih dari 14 juta orang setiap tahunnya di Amerika serikat dan merupakan
penyebab utama kematian. Prevalensi sebenarnya pasien kor pulmnal dengan PPOK sulit
untuk didapat, namun diperkirakan antara 10-30% daari seluruh pasien di rumah saki tuntuk
gagal jantung di Amerika Serikat tiap tahunnya adalah karena kor pulmonale. Pasien dengan
penyakit paru kronis ditemukan lebih dari 40% memiliki faktor resiko kor pulmonale.
Prevalensi kor pulmonal juga meningkat pada pasien hippoksemia, hiperkapnia, atau
obstruksi saluran nafas, dalam sebuah percobaan Administrasi Veteran 1966, pasien dengan
PPOK dan kor pulmonale memiliki angka kematian 73% tiap 4 tahunnya.5
Patofisiologi
Penyakit paru kronis akan mengakibatkan berkurangnya “vascular bed” paru, dapat
disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau
kerusakan paru, asidosis dan hiperkapnia, hipoksia alveolar, yang akan merangsang
vasokonstriksi pembuluh paru, polisitemia dan hiperviskositas darah. Keempat kelainan ini
akan menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal (perjalanan lambat). Dalam jangka
panjang akan mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan
berlanjut menjadi gagal jantung kanan.3
Sirkulasi paru-paru terletak di antara ventrikel kanan dan kiri untuk tujuan pertukaran gas.
Dalam keadaan normal, aliran darah dalam anyaman vaskuler paru-paru tidak hanya
tergantung dari ventrikel kanan tetapi juga dari kerja pompa pada pergerakan pernapasan.
Karena sirkulasi paru-paru normal merupakan sirkulasi yang bertekanan dan resistensi rendah
maka curah jantung dapat meningkat sampai beberapa kali (seperti yang terjadi pada waktu
latihan fisik) tanpa peningkatan bermakna dari tekanan arteria pulmonalis. Keadaan ini dapat
terjadi karena besarnya kapasitas anyaman vaskuler paru-paru, dimana perfusi normal hanya
25% dalam keadaan istirahat, serta kemampunan untuk menggunakan lebih banyak pembuluh
sewaktu latihan fisik. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah
penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti emboli paru-paru
berulang, dan penyakit yang mengganggu aliaran darah paru-paru akibat penyakit pernapasan
obstruktif atau restriktif. PPOK terutama jenis bronkitis, merupakan penyebab tersering dari
kor pulmonal. Penyakit-penyakit pernapasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonal dapat
berupa penyakit-penyakit ´intrinsik´ seperti fibrosis paru-paru difus, dan kelainan ´ektrinsik´
seperti obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis, atau gangguan neuromuskuler berat yang
melibatkan otot-otot pernapasan. Akhirnya, penyakit vaskuler paru-paru yang mengakibatkan
obstruksi terhadap aliran darah dan kor pulmonal cukup jarang terjadi dan biasanya
merupakan akibat dari emboli paru-paru berulang.3
Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul cor pulmonal biasanya terjadi peningkatan
resistensi vaskuler paru-paru dan hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal pada akhirnya
meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan
kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada
peningkatan resistensi vaskuler paru-paru pada arteri dan arteriola kecil.3
Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru-paru adalah:
1) Vasokontriksi hipoksik dari pembuluh darah paru-paru.
Mekanisme yang pertama tampaknya paling penting dalam patogenesis kor pulmonal.
Hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis yang merupakan ciri khas dari PPOK bronkitis
lanjut adalah contoh yang paling baik untuk menjelaskan bagaimana kedua mekanisme
itu terjadi. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang lebih kuat untuk
menimbulkan vasokontriksi pulmonar daripada hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar
kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola paru-paru, sehingga timbul
respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis, hiperkapnea dan hipoksemia
bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan vasokontriksi. Viskositas (kekentalan)
darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang
oleh hipoksia kronik dan hiperkapnea, juga ikut meningkatkan tekanan arteri di paru-
paru.3
2) Obstruksi dan/atau obliterasi anyaman vaskuler paru-paru.
Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskuler dan tekanan arteri paru-
paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema dicirikan oleh kerusakan bertahap dari
struktur alveolar dengan pembentukan bula dan obliterasi total dari kapiler-kapiler di
sekitarnya. Hilangnya pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya
anyaman vaskuler. Selain itu, pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru-paru juga
tertekan dari luar karena efek mekanik dari volume paru-paru yang besar.Tetapi, peranan
obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak
sepenting vasokontriksi hipoksik dalam patogenesis kor pulmonal. Kira-kira dua per tiga
sampai tiga per empat dari anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi atau rusak
sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri di paru-paru yang bermakna. Asidosis
respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan penyakit obstruktif
sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan perfusi-ventilasi. Dalam
pembahasan di atas jelas diketahui bahwa setiap penyakit paru-paru yang mempengaruhi
pertukaran gas, mekanisme ventilasi, atau anyaman vaskuler paru-paru dapat
mengakibatkan kor pulmonal.3
Manisfestasi klinis
Dalam perjalana penyakit kor pulmonal dibedakan 5 fase, yaitu :
Fase I
Pada fase ini belum ada gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), bronkitis kronis, tuberkulosis paru,
bronkiektasis dan sejenisnya. Pasien biasanya sudah berumur lebih dari 50 tahun dan
sering dalam anamnesis terdapat kebiasaan banyak merokok.6
Fase II
Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya antara
lain, batuk lama yang berdahak terutama bronkiektasis, sesak napas, mengi, sesak napas
ketika berjalan menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih belum
nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa, hipersonor, suara napas
berkurang, ekspirasi memanjang, ronki basah dan kering, mengi. Letak diafragma rendah
dan denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukkan berkurangnya
corakan bronkovaskular, letak diafragma rendah dan mendatar, posisi jantung vertikal. 6
Fase III
Pada fase ini terjadi gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan keluhan
berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, dan merasa cepat lelah. Pada
pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda emfisema paru yang
lebih nyata. Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya polisistemia. 6
Fase IV
Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolen. Pada
keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran. 6
Fase V
Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal meningkat. Tanda-
tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat
kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian terjadi gagal
jantung kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena jugularis,
hepatomegali, edema tungkai dan kadang asites. 6
Tatalaksana
Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK dituinjau dari aspek jantung sama dengan
pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk mengoktimalkan efisiensi pertukaran gas,
menurunkan hipertensi pulmonal, meningkatkan kelangsungan hidup, pengobatan penyakit
dasar dan komplikasinya. Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk
menurunkan hipertensi pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan
kelangsungan hidup. Untuk tujuan tersebut pengobatan yang dpat dilaksanakan diawali
dengan menghentikan merokok serta tatalaksana lanjut adalah sebagai berikut :3
1. Terapi oksigen
Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup belum
diketahui. Ditemukan 2 hipotesis yaitu terapi oksigen mengurangi vasokonstriksi dan
menurunkan resistensi vascular paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup
ventrikel kanan, dan juga terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan
meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital lainnya. Pemakaian
oksigen secara continyu selama 12 jam, 15 jam, dan 24 jam meningkatkan kelangsungan
hidup dibandingkan dengan pasien tanpa dengan terapi oksigen.
Indikasi terapi oksigen (di rumah) adalah
1. PaO2≤ 55 mmHg atau SaO2≤ 80%
2. PaO2 55-59 mmHg disertai salah satu dari: Edema disebabkan gagal jantung kanan,
P pulmonal pada EKG, Ertrositosis hematokrit > 56%.3
2. Vasodilator
Vasodilator (nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergik, inhibitor ACE,
dan postaglandin sampai saat ini belum di rekomendasikan pemakaianya secara rutin.
Rubin menemukan pedoman untuk menggunakan vasodilator bila di dapatkan 4 respon
hemodinamik sebagai berikut: a. resistensi vaskular paru di turunkan minimal 20%; b.
curah jantung meningkatkan atau tidak berubah; c. tekanan arteri pulmonal menurunkan
atau tidak berubah; d. tekanan darah sistemik tidak berubah secara signifikan. Kemudian
harus dievaluasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai apakah keuntungan hemodinamik
diatas masih menetap atau tidak.3
3. Digitalis
Hanya digunakan pasa pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung kiri. Digitalis
tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada pasien kor pulmonal dengan
fungsi ventrikel ventrikel kiri normal, hanya pada pasien kor pulmonal dengan fungsi
ventrikel kiri yang menurunkan digoksin bila meningkatkan fungsi ventrikel kanan.
Disamping itu pengobatan digitalis menunjukkan peningkatan terjadinya komplikasi
aritmia.3
4. Diuretik
Diuretik diberikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian diuretik yang berlebihan
dapat menimbulkan alkalosis metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia.
Disamping itu dengan terapi diuretik dapat terjadi kekurangan cairan yang
mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun. Contoh agen
diuretik yang digunakan dalam terapi kor pulmonal kronis. Furosemide adalah loop
diuretik kuat yang bekerja pada loop of Henle, menyebabkan blok reversibel dalam
reabsorpsi natrium dan kalium klorida. Dosis dewasa adalah 20-80 mg / per hari/ PO / IV
/ IM (dosis maksimum 600 mg / hari).3
5. Antikoagulan
Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal didasarkan atas kemungkinan terjadinya
tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya daktor
imobilisasi pada pasien.3
Prognosis
Prognosis kor pulmonal adalah variabel yang tergantung pada penyakit yang mendasari.
Pasien dengan kor pulmonae karena PPOK memiliki angka kematian 2 tahun lebih tinggi.
Edukasi pasien mengenai pentingnya kepatuhan terhadap terapi medis yang tepat sangat
penting karena pengobatan, baik untuk hipoksia dan penyakit yang mendasari dapat
menentukan mortalitas dan morbiditas.7
Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi dari cor pulmonal yaitu:8
1. Sinkop
2. Edema perifer
3. Hipoksia
4. Kematian
Pencegahan
Untuk langkah pencegahan, kita bisa mencegah dari terjadinya PPOK dengan hindari asap
rokok, hidari pajanan polusi udara dan hindari infeksi saluran napas yang berulang.
Seterusnya harus mencegah perburukan PPOK dengan berhenti merokok, gunakan obat-
obatan yang adekuat guna mencegah eksaserbasi berulang.
Kesimpulan
Kor pulmonal adalah perubahan dalam struktur dan fungsi dari ventrikel kanan yang
disebabkan oleh adanya gangguan primer dari sistem pernapasan. Penyebab yang paling
sering adalah PPOK. Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya
hipertensi pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis kor pulmonal diantaranya
adalah pemeriksaan pemeriksaan foto toraks, EKG, ekokardiografi. Ada beberapa cara yang
dilakukan untuk mengobati kor pulmonal, seperti pemberian oksigen, tirah baring dan,
diuretik, digitali, dan anikoagulan.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 173.
2. Bickley LS. Guide to phisical examination. 10th ed. Philadelphia:Wolters Kluwer
Lippincott Williams & Wilkins, 2009.h.296-319.
3. Setiati S, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 ed VI. Jakarta: Interna Publising.
2014; 1251-3. 1238-1240
4. Thaler MS. Satu-Satunya Buku EKG Yang Anda Perlukan ed 7. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. h. 2012; 84-5.
5. Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ,2003,Edisi ke -6,Penerbit Buku Kedokteran
EGC,h. 633-639.
6. Mubin AH. Kor pulmonale kronik. Dalam: Panduan praktis ilmu penyakit dalam
diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC; 2001.h. 125-6.
7. Soegondo S, Masjoer A, et al. Paduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Interna Publising.2009.
8. Braunwald E, Heart failure and cor pulmonale. Harisson’s principles internal medicine,
edisi 16. New York, McGraw-Hill, 2005; 216 : 1367-78.
Recommended