Upload
tahta-quiinc
View
65
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hipertensi Pulmonal Primer
Citation preview
BAB I
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
HIPERTENSI PULMONAL
Pendahuluan
Hipertensi pulmonal primer atau idiopatik adalah suatu penyakit yang
jarang didapat namun progresif oleh karena peningkatan resisten vaskular
pulmonal, yang menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan. Hipertensi
pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda dan pertengahan, lebih sering
didapatkan pada peremupan dengan perbandingan 2 : 1, angka kejadian pertahun
sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival dari awitan penyakit
sampai timbulnya gejala sekitar 2-3 tahun.
Kriteria diagnosa untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National
Institute of Health (NIH); bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35
mmHg atau mean tekanan arteri pulmonalis lebih besar dari 25 mmHg pada saat
istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktivitas, dan tidak miokardium, penyakit
jantung kongenital, dan tidak adanya kelainan paru, penyakit jaringan ikat atau
penyakit tromboemboli kronik, sehingga hipertensi pulmonal primer juga disebut
sebagai unexplained pulmonary hypertension.
Patologi
Arteri pulmonal normal merupakan suatu struktur complaint dengan
sedikit serat otot, yang memungkinkan fungsi pulmonary vaskular bed sebagai
sirkuit yang low pressure dan high low. Gambaran patologi vaskular ada
hipertensi pulmonal primer tidak patognomonis untuk kelainan ini., karena
menyerupai gambaran arteriopati pada hipertensi pulmonal dari berbagai macam
sebab, kelainan vaskular di sini termasuk hiperplasia otot polos vaskular,
hiperplasia intima, dan trombosis insitu. Kelainan yang tejadi pada hipertensi
pulmonal primer mengenai arteri-arteri pulmonalis kecil dengan diameter antara
40-100 mm dan arteriola. Evolusi vaskular pada hipertensi pulmonalis primer ini
tergantung progresivitas penipisan arteri pulmonalis, yang secara gradual
meningkatkan resistensi pulmonal pada akhirnya menyebabkan strain dan gagal
jantung kanan.
Pada stadium awal hipertensi pulmonal primer, peningkatan tekanan arteri
pulmonalis menyebabkan kerja ventrikel kanan meningkat dan terjadi trombotik
arteriopati pulmonal. Karakteristik trombotik arteriopati pulmonal ini adalah
trombus insitu pada muscularis arteri dari vaskulatur pulmonal. Pada stadium
lanjut, di mana tekanan pulmonal meningkat secara terus menerus dan progresif,
lesi berkembang menjadi bentuk arteriopati fleksogenik pulmonal yang ditandai
dengan hipertrofi media, fibrosis laminaris intima konsentrik, yang menggantikan
struktur endotelial pulmonal normal.
Etiologi
Penyebab hipertensi pulmonal primer belum diketahui dengan pasti.
Beberapa konsep patogenesis mempertimbangkan kepekaan individu dan
rangsangan pemicu sebagai faktor pemula terhadap kerusakan dan perbaikan
vaskular pulmonal. Hanya sebagian kecil kelompok dengan resiko tinggi (seperti
obat penekan nafsu makan dan pasien HIV-1) yang menjadi hipertensi pulmonal.
Kejadian hipertensi pulmonal primer dalam satu keluarga menunjukkan kepakaan
genetik. Bentuk kelainan bawaan adalah autosomal dominan dengan rasio
perempuan dan pria 2 : 1.
Vasokontriksi dan hipertrofi media terjadi pada awal hipertensi pulmonal
primer. Keadaan ini adalah sekunder terhadap kerusakan sel endotelial, yang
dapat menyebabkan berkurangnya produksi endothelium-derived vasodilator atau
meningkatkan vasokontriktor.
Pelepasan : TB, PGI, ET-1
Pelepasan : NO, pele-
Predisposisi
Kerusakan endotel paru
Vasokontriksi
Hipertensi pulmonal
Trombosis insitu Remodeling
pasan sal K
Fibrolisis pelepasan :
Gangguan koagulasi PDGF, VEGF, TGF-β
Pasien dengan predisposisi genetik, kerusakan endotel dapat menimbulkan siklus ganas perkembangan hipertensi pulmonal. Pertama : kerusakan endotel menyebabkan imbalans mediator vasoaktif vasokontriksi. Kemudian terjadi pelepasan growth factor yang menyebabkan penipisan dinding pembuluh darah (semodeling). Hal ini merangsang fibrinolisis dan gangguan koagulasi yang mempresipitasi trombosis insitu. TB : tromboxan, PG : prostaglandin, ET: endothelin, NO : nitric oxide, PDGF : platelet-derived growth factor, VEGF : vaskular endothelial growth factor, TGF : transformis growth factor.
Patofisiologi
Normalnya, jaring-jaring vaskular paru dapat mengatasi volume darah
yang akan dikirimkan oleh ventrikel kanan. Ventrikel kanan mempunyai resistensi
rendah terhadap aliran darah dan mengkompensasi peningkatan volume darah
dengan dilatasi pembuluh dalam sirkulasi paru. Jika jaring-jaring vaskular paru
rusak atau tersumbat, bagaimanapun seperti hipertensi paru, kemampuan untuk
mengatasi berapapun aliran dan volume darah yang diterimanya hilang ,
peningkatan aliran darah lebih lanjut akan meningkatkan tekanan arteri pulmonal.
Dengan meningkatkan arteri pulmonal, tahanan vaskular pulmonal juga
meningkat. Baik konstriksi arteri pulmonal (seperti terjadi dalam hipoksia atau
hiperkapnia) dan penurunan jaring-jaring vaskular pulmonal mengakibatkan
peningkatan tahanan dan tekanan vaskular pulmonal. Beban kerja yang
meningkatkan ini memperngaruhi fungsi ventrikel kanan. Miokardium akhirnya
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan meningkatan yang dibebankan
padanya, mengarah pada hipertrofi ventrikel kanan (perbesaran dan dilatasi) dan
gagal (kor pulmonal).
Klasifikasi Klinik dan Fungsional Hipertensi Pulmonal
Selama beberapa tahun hipertensi pulmonal diklasifikasikan sebagai
hipertensi pulmonal primer (idiopatik) dan hipertensi sekunder. Pada tahun 2003,
pada Word Symposium III mengenai hipertensi pulmonal di Venice, dilakukan
revisi klasifikasi klinik, dimana hipertensi pulmonal dikelompokkan dalam 5
kelompok dan hipertensi pulmonal primer atau hipertensi pulmonal idiopatik
dimasukkan dalam kelompok hipertensi arteri pulmonal.
Klasifikasi Klinik Hipertensi Pulmonal yang direvisi (Venice 2003)
1. Hipertensi arteri pulmonal
Idiopatik atau primer
Familial
Hipertensi yang berhubungan dengan :
Penyakit kolagen pada pembuluh darah
Shunt kongenital sistemik ke pulmonal
Hipertensi portal
Infeksi HIV
Toksin dan obat-obatan
Penyakit lain (kelainan tiroid, kelainan penyimpanan glikogen, penyakit Gaucher, hemoragik telangiektasis herediter, hemoglobinopati kelainan meloproliferatif, splenektomi)
Yang berhubungan dengan keterlibatan vena atau kapiler :
Penyakit oklusi vena pulmonal
Hemangiomatosis kapiler pulmonal
2. Hipertensi pulmonal dengan penyakit jantung kiri :
Penyakit atrium atau ventrikel jantung kiri
Penyakit katub jantung kiri
3. Hipertensi pulmonal yang dihubungkan dengan penyakit paru adan atau hipoksia :
Penyakit paru obstruksi kronik
Penyakit jaringan paru
Gangguan saat tidur
Kelainan hipoventilasi alveolar
Tinggal lama di tempat yang tinggi
Perkembangan abnormal
4. Hipertensi pulmonal oleh karena penyakit emboli dan trombotik kronik :
Obstruksi tromboembolik arteri pulmonalis proksimal
Obstruksi tromboembolik arteri pulmonalis distal
Emboli pulmonal non trombotik (tumor, parasit, benda asing)
5. Lain-lain : sarcoidosis, histiositosis-X,limfsgiomstosis, penekanan pembuluh darah paru (adenopati, tumor, fibrosis mediastinitis)
Gambaran Klinis
Hipertensi pulmonal sering tidak menunjukkan gejala yang spesifik.
Gejala-gejala tersebut sering sulit dibedakan antara hipertensi pulmonal sekunder
atau oleh karena penyakit jantung, kesulitan utama adalah gejala umumnya
berkembang secara gradual. Hemoptisis oleh karena pecahnya pembuluh darah
paru yang mengalami distensil jarang terjadi, namun hemoptisis pada pasien
dengan hipertensi pulmonal primer suatu keadaan yang berbahaya. Pada
pemeriksaan fisik relatif tidak sensitif untuk menegakkan diagnosa hipertensi
pulmonal primer, namun dapat membantu meniadakan berbagai penyebab lain
dari hipertensi pulmonal (hipertensi pulmonal sekunder). Pemeriksaan auskultasi
paru pasien hipertensi pulmonal primer umumnya bersih. Bila ditemukan
wheezing dan ronki, kemungkinan kelainan oleh karena penyakit paru yang lain
seperti : asma bronkial, bronkitis, atau fibrosis. Ronki basah seperti pada gagal
jantung kongestif menunjukkan penyakit jantung kiri, bukan hipertensi arteri
pulmonal. Bunyi jantung II pada daerah pulmonal kadang dapat ditemui pada
hampir 90 % pasien dengan hipertensi pulmonal, pada stadium lanjut di mana
telah terjadi gagal jantung kanan, gejala dan tanda seperti gallop ventrikel kanan
(S4 kanan), distensi vena jugularis, pembesaran hepar atau limpa, asites, atau
edema perifer dapat ditemui.
Gejala dan Tanda Hipertensi Pulmonal
Gejala Tanda
Dispnea saat aktivitas
Fatique
Sinkop
Nyeri dada angina
Hemoptisis
Fenomena Raynaud’s
Distensil vena jugularis
Impuls ventrikel kanan dominan
Komponen katup paru menguat (P2)
S3 jantung kanan
Murmu trikuspid
Hepatomegali
Edema perifer
Tes Diagnosis
Ekokardiografi
Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk
diagnosa sebaiknya dilakukan ekokardiografi. Ekokardiografi tidak hanya
membantu menetapkan diagnosa, namun juga dapat menilai etiologi dan
prognosis. Ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan katup, disfungsi ventrikel
kiri, shun jantung. Untuk menilai tekanan sistolik ventrikel kanan dengan
ekokardiografi harus ada regurgitasi trikuspid.
Elektrokardiogram
Elektrokardiogram juga harus dilakukan pada pasien yang dicurigai
hipertensi pulmonal primer, meskipun tidak spesifik untuk hipertensi pulmonal
primer. Gambaran tipikal pada EKG berupa strain ventrikel kanan, hipertrofi
ventrikel kanan, dan pergeseran aksis ke kanan dapat membantu menegakkan
diagnosa hipertensi pulmonal.
Radiologi
Gambaran khas parenkim paru pada hipertensi pulmonal primer bersih.
Foto thoraks dapat membantu diagnosis, atau membantu menemukan penyakit
paru lain yang mendasari hipertensi pulmonal (membedakan hipertensi primer dan
sekunder). Gambaran khas foto thoraks pada hipertensi pulmonal ditemukan
pembesaran hilar, bayangan arteri pulmonalis dan foto thoraks lateral terdapat
pembesaran ventrikel kanan.
Pemeriksaan angiografi
Kateterisasi jantung merupakan pemeriksaan utama untuk diagnosa
hipertensi arteri pulmonal. Kateterisasi membantu diagnosa dengan
menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dan memberikan
informasi penting untuk dugaan prognostik pada pasien dengan hipertensi
pulmonal. Tes vasodilator dengan obat kerja singkat (seperti : adenosin, inhalasi
nitric oxide atau epoprostenol) dapat dilakukan selama kateterisasi, respons
vasodilatsi positif bila didapatkan penurunan tekanan arteri pulmonalis dan
resisten pada vaskular paru sedikitnya 20 % dari tekanan awal.
Terapi Intervensi (Bedah)
Atrial Septosotomi
Blade balkon atrial septosotomy dilakukan pada pasien dengan tekanan
RV yang sangat berat dan volume overload yang refrakter dengan tercapai
medikamentioasa yang maksimal. Tujuan prosedur ini adalah dekompresi
overload jantung kanan dan perbaikan output sistemik ventrikel kiri. Terdapat
perbaikan fungsi latihan dan tanda disfungsi jantung kanan berat seperti asites dan
sinkope. Septastomi atrial harus dilakukan di fasilitas yang memadai dan operator
yang perpengalaman.
Thromboenarterectomy pulmonary
Thromboenarterectomy menjadi pilihan pengobatan pada pasien hipertensi
pulmonal yang berhubungan dengan penyakit tromboembolik kronik. Pulmonary
thromboenaterectomy dilakukan melalui median sternotomi pada
cardiopulmonary bypass. Secara keseluruhan angka kematian terus membaik dan
kini kurang dari 5 %. Respons terhadap terapi cukup mengesankan dengan
perbaikan yang dramatis pada disfungsi ventrikel kanan.
Transplantasi paru
Transplantasi tunggal paru dilakukan pada pasien parenkim paru, kecuali
mereka dengan penyakit supuratif seperti fibrosis kistik, di mana pada kasus
tersebut transplantasi bilateral lebih dianjurkan. Sebagian besar pusat-pusat
pelayanan lebih menyukai melakukan tindakan transplantasi paru bilateral pada
pasien dengan hipertensi pulmonl=al primer karena pembuluh darah paru.
Terdapatnya penurunan fungsi ventrikel kanan sangat mencolok bukan
suatu kontraindikasi untuk dilakukan transplantasi paru tunggal ataupun bilateral
oleh karena ventrikel kanan akan segera membaik setelah dilakukan transplantasi.
Bentuk ventrikel kanan juga terlihat menjadi normal setelah dilakukan
transplantasi tunggal paru ataupun transplantasi bilateral.
Kemampuan hidup tahun pertama bagi pasien rata-rata mendekati 80 %
pada pasien dengan transplantasi paru. Bronkiolitis obliterasi (kronik rejeksi)
merupakan komplikasi jangka panjang bagi pasien yang mendapat transplantasi.
Terdapat kekambuhan dari gangguan primer paru-paru pada pasien transplantasi
dapat terjadi pada beberapa keadaan akan tetapi belum pernah dilaporkan pada
pasien hipertensi pulmonal primer.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
HIPERTENSI PULMONAL
3.1 Pengkajian
Identitas / biodata klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/ suku, warga
Negara, bahasa yang digunakan, dan penanggung jawab yang meliputi nama,
alamat, dan hubungan dengan klien.
Keluhan utama
Dispnea, nyeri dada substernal
Riwayat kesehatan sekarang
Sering tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Dispnea saat aktivitas,
fatique dan sinkop.
Riwayat kesehatan dahulu
Gagal jantung kiri, HIV, peny autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit,
peny bawaan, peny tiroid, PPOK, peny paru intertisial, sleep apnea,
emfisema
Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan surve umum dan pengkajian neurologi menunjukkan
manifestasi kerusakan organ.
Otak – sakit kepala, mual, muntah, epistaksis, kesemutan pada
ekstremitas, enchepalopati, hipertensis ( mengantuk, kejang atau koma)
Mata – retinopati ( hanya dapat dideteksi dengan penggunaan
oftalmuskop, yang akan menunjukkan hemoragie retinal dan eksudat dengan
papiledema), penglihatan kabur
Jantung – gagal jantung (dispnea pada pergerakan tenaga, takhikardia)
Ginjal – penurunan keluaran urine dalam hubungannya dengan
pemasukan cairan, penambahan berat badan tiba-tiba, dan edema.
5. Review of Sistem pada klien hipertensi pulmonal
1). Pernafasan B1 (breath)
a) sesak nafas yang timbul secara bertahap
b) kelemahan
c) batuk tidak produktif
d) gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis
e) nyeri (pada hipertensi pulmonal akut)
2). Kardiovaskular B2 (blood)
a. tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah
terganggu
b. gagal jantung kanan
c. oksigen yang kurang dari normal
d. edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki)
e. distensi vena jugularis
f. hepatomegali
3). Persyarafan B3 (brain)
a. pusing
4). Perkemihan B4 (bladder)
norml
5). Pencernaan B5 (bowel)
normal
6). Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a. penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas
b. kelemahan
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada hipertensi pulmonal antara lain:
1) Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru
2) Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru
3) Kelebihan volume cairan b.d edema perifer
4) Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular
5) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
Intervensi
Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru
Tujuan : Tidak ada keluhan sesak atau terdapat penurunan respon sesak napas
Kriteria Hasil : a. Secara subjectif klien menyatakan penurunan sesak napas
b. Secara objektif didapatkan tanda vital dalam batas normal (RR
16-20 x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu napas, analisa
gas darah dalam batas normal
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Evaluasi perubahan tingkat Perubahan warna kulit, membrane
kesadaran, catat sianosis dan
perubahan warna kulit, termasuk
membrane mukosa dan kuku
mukosa dapat mengindikasikan
gangguan perfusi gas ke jaringan
terganggu.
2 Berikan tambahan oksigen Untuk meningkatkan konsentrasi
oksigen dalam proses pertukaran gas
3 Pantau saturasi (oksimetri), PH,
BE, HCO3 dengan analisa gas
darah
Untuk mengetahui tingkat oksigenasi
pada jaringan sebagai dampak
adekuat tidaknya proses pertukaran
gas
4 Koreksi keseimbangan asam basa Mencegah asidosis yang dapat
memperberat fungsi penapasan
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri dapat
teratasi
Kriteria Hasil : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang
b. Skala nyeri turun
c. Wajah pasien tampak rileks
d. Tanda-tanda vital normal
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Tingkatkan istirahat yang adekuat Istirahat dapat menurunkan tingkat
nyeri
2 Lakukan manajemen sentuhan Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri.
Massase ringan dapat meningkatkan
aliran darah dan menurunkan sensasi
nyeri
3 Anjurkan tindakan pengurangan
nyeri untuk membantu pengobatan
nyeri (misalnya, teknik
relaksasi,atau distraksi)
.
Teknik relaksasi,atau distraksi dapat
mengalihkan perhatian klien dari rasa
nyeri dan dapat meningkatkan
produksi endorfin dan enkafalin yang
dapat memblok reseptor nyeri untuk
tidak dikirimkan ke korteks serebri
4 Kolaborasi pemberian analgesik
sesuai indikasi
Analgesik dapat menurunkan tingkat
nyeri
3. Kelebihan volume cairan b.d edema perifer
Tujuan : Tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemis
Kriteria Hasil : a. Edema ekstremitas berkurang
b. Produksi urine > 600 ml/hari
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Ukur intake dan output Penurunan curah jantung
mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air, dan
penurunan output urin
2 Bantu posisi yang membantu
drainase ekstremitas, lakukan
latihan gerak pasif
Meningkatkan aliran balik vena dan
mendorong berkurangnya edema
perifer
3 Kolaborasi berikan diet tanpa
garam
Natrium meningkatkan retensi cairan
dan meningkatkan volume plasma
yang berdampak terhadap
peningkatan beban kerja jantung
4 Kolaborasi berikan diuretik,
contoh,furosemid,sprinolakton,
hidronolakton
Diuretik bertujuan untuk menurunkan
volume plasma dan menurunkan
retensi cairan di jaringan sehingga
menurunkan risiko terjadinya edema
paru
4. Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular
Tujuan : Penurunan curah jantung dapat teratasi dan TTV dalam batas normal
Kriteria Hasil : a. Tidak ditemukan dyspnea
b. Turgor kulit bagus
c. Sirkulasi dan perfusi menjadi lebih baik
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Istirahatkan klien dengan tirah
baring optimal
Istirahat dapat mengurangi kerja otot
pernapasan dan penggunaan oksigen
2 Atur posisi tirah baring yang ideal.
Kepala tempat tidur harus
dinaikkan 20-30cm
Dengan posisi kepala yang lebih
tinggi dapat mengurangi kesulitan
bernapas dan mengurangi jumlah
darah yang kembali ke jantung yang
dapat mengurangi kongesti paru
3 Berikan oksigen tambahan dengan
kanula nasal/masker sesuai dengan
indikasi
Meningkatkan sediaan oksigen dapat
melawan efek hipoksia/iskemia
4 Kolaborasi berikan antikoagulan,
contoh heparin dosis rendah,
Warfarin (Coumadin)
Antikoagulan dapat mencegah
pembentukan trombus/emboli perifer
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, energi
pasien dapat dihemat
Kriteria Hasil : Pasien tidak mengalami kondisi yang abnormal setelah
melakukan aktivitas
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Tingkatkan istirahat, batasi
aktivitas, dan berikan aktivitas
senggang yang tidak berat
Istirahat dapat menurunkan kerja
miokardium dan konsumsi oksigen
2 Pertahankan klien tirah baring
sementara sakit akut
Tirah baring dapat mengurangi beban
jantung
3 Pertahankan penambahan oksigen
sesuai program
Penambahan oksigen meningkatkan
oksigenasi jaringan
Kesimpulan
Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang
menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas.
Penyebab hipertensi pulmonal terdiri dari hipertensi pulmonal primer dan
hipertensi pulmonal sekunder. hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi
pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan penyebab yang paling
umum dari hipertensi pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri pulmonar akibat
hipoksia karena penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), obesitas, inhalasi asap
dan kelainan neuromuskular.
Dengan penanganan yang cepat dan tepat maka prognosis semakin bagus
dan akirnya angka kematian akibat penyakit ini berkurang.
Daftar Pustaka
Smeltzer C., Suzanne dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Vol. 1. Jakarta : EGC. Hal : 618-
6191.682-1687
Diah, Muhammad dan Ali Ganie. 2006. Buku Ajar IPD Jilid III Edisi IV. Jakarta :
Penerbit IPD FKUI Pusat. Hal
Latief, abdul dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Fakultas
Kedokteran UI.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru W dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas
Kedokteran UI.