View
44
Download
7
Category
Preview:
Citation preview
MAKALAH
ISPA DAN PNEUMONIA
Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular
Dosen Pengampu : drg. Yunita Dyah Puspita Santik
Disusun oleh:
1. Novia Wulandari ( )2. Muhammad Iqbal ( )3. Ayu Prihatin D. L. ( )4. Sundari Sukoco (6411411210/ Rombel 5)5. Koco Totok Sugiarto ( 6411411218/ Rombel 5)6. Isna Shofiana ( 6411411219/ Rombel 5)7. Yunita Triyana Sari ( )8. Fitri Lestari ( )9. Hutami Yulia S. ( )10. Nabila Afiyati ( )11. Nurul Dwi Astuti ( )12. Evanda Isnaini U. ( )13. Nurma ( )14. Pertiwi Cahya P. ( )
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
ISPA DAN PNEUMONIA
A. Definisi
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, penyakit
infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas
mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA
merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh
anak masih rendah.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh
gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam.
B. Angka Kejadian
ISPA di Indonesia masih menempati urutan pertama penyebab kematian di
Indonesia (Depkes, 2005). Proporsi kematian yang disebabkan oleh ISPA
mencakup 20% - 30% dari seluruh kematian anak Balita (Depkes, 2002). ISPA juga
merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan.
Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30 % kunjungan
berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA
(Ditjen PPM dan PLP, 2000).
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, menunjukkan prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka
nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada bayi 2.2 %, balita 3%,
angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan balita 15,5%. Hal itu
disampaikan Menkes dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH, Dr. PH ketika membuka
seminar Pneumonia, The Forgotten Killer Of Children tanggal 2 November 2009 di
Universitas Padjadjaran Bandung. kata dr. Endang R. Sedyaningsih, ISPA
merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan yaitu
sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan
berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit.
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di
atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia
balita. Menurut WHO 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan
sebagian besar kematian tersebut terdapat di Negara berkembang. Di Indonesia,
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama
penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering
berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang
dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2008 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai
penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari
seluruh kematian balita.
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka
kematian. Kasus pneumonia di temukan paling banyak menyerang anak
balita .Menurut laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia
tiap tahun akibat pneumonia.Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia
sebagai kematian tertinggi anak balita, melebihi penyakit-penyakit lain seperti
campak, malaria serta AIDS. Mengingat bahaya pneumonia, maka perlu perhatian
lebih untuk mengantisipasi serangan penyakit tersebut terhadap anak-anak kita.
C. Distribusi
Dalam distribusi penyakit ISPA ada 3 ciri variabel yang dapat dilihat yaitu
variabel orang (person), variabel tempat (place) dan variabel waktu (time).
a. Menurut orang
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Daya tahan
tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena system pertahanan
tubuh belom kuat. Apabila di dalam satu rumah ada anggota keluarga terkena
pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi tersebut maka
penyebaran penyakit ISPA menjadi lebih cepat.
b. Menurut tempat
ISPA masih menjadi masalah kesehatan baik di Negara maju maupun Negara
berkembang. Dalam pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka
kesakitan ISPA di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini
mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal. Rumah yang padat
penghuni menyebabkan sirkulasi udara dalam rumah menjadi tidak sehat,
karena penghuni yang banyak dapat mempengaruhi kadar oksigen dalam
rumah. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah mikroorganisme di udara
dalam rumah. Dengan demikian mikroorganisme penyebab penyakit terutama
yang menular melalui saluran pernapasan semakin banyak, apabila penghuni
dalam rumah tersebut semakin banyak jumlahnya.
c. Menurut Waktu
Penyebaran penyakit ISPA terjadi pada malam hari karena terjadi
perubahan kelembaban udara.
Menurut JG Ayres dan kawan-kawan (2009) dalam jurnalnya mengatakan
bahwa peningkatan kasus penyakit infeksi pernafasan kemungkinan
dipengaruhi oleh curah hujan ekstrim yang menyebabkan suatu wilayah
menjadi dingin. Curah hujan yang berlebihan akan membuat suhu an
kelembaban menurun virus ISPA cenderung akan meningkat.
Kebakaran hutan yang intensitasnya meningkat pada saat musim kemarau
menghasilkan kualitas udara yang buruk dan menurunkan derajat
kesehatan penduduk di sekitar lokasi.
Distribusi Pneumonia
a. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Orang (Person)
Data SKRT tahun 1995 menunjukkan bahwa 20,9% kematian bayi disebabkan
oleh pneumonia dan merupakan penyebab kematian nomor dua pada bayi.
Sedangkan pada anak balita 21,9%kematiannya disebabkan oleh pneumonia dan
merupakan penyebab kematian nomor satu darisemua penyebab kematian pada
anak balita.Hasil SDKI tahun 1997 menyebutkan bahwa prevalensi pneumonia
menurut jenis kelamin lebihtinggi terjadi pada anak laki-laki 9,4%, sedangkan
pada anak perempuan 8,5%.Hasil SDKI pada tahun 2001 menunjukkan bahwa
prevalensi pneumonia paling tinggi terjadipada anak usia 1-4 tahun yaitu
33,76% dan prevalensi pada anak usia < 1 tahun yaitu sebesar31%. Menurut
WHO tahun 2005 proporsi kematian balita dan bayi karena pneumonia di
duniaadalah sebesar 19% dan 26%.
b. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Tempat (Place)
Angka kematian balita tahun 1995 di Indonesia masih tinggi mencapai 31% dari
seluruhkematian penduduk Indonesia, dengan perincian 22,4% di Jawa dan Bali
dan 43,5% sampai55,1% di kawasan Timur Indonesia.Menurut SKRT tahun
1995 di daerah Jawa dan Bali angka kematian akibat sistem pernafasansebesar
32,1% pada bayi dan 38,8% pada balita. Sedangkan di luar Jawa dan Bali
kematianakibat sistem pernafasan sebesar 28% pada bayi dan 33,3% pada
balita.Data SDKI tahun 1997 di daerah Jawa dan Bali angka prevalensi
pneumonia pada balita sebesar8 per 100 balita. Sedangkan di luar Jawa dan Bali
prevalensi pneumonia pada balita sebesar 10 per 100 balita.
D. Faktor Risiko
1. Faktor Host (Diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih.
b. Jenis Kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian
yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap
jenis kelamin tertentu.
c. Status Gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Energi Protein (KEP) telah lama
dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu
merupakan predisposisi yang lainnya. Pada KEP, ketahanan tubuh menurun
dan virulensi patogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang
terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama
dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d. Status Imunisasi
Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi
yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti dalam
mencegah kejadian.
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada
penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel
yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai
sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor
yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI dapat
memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan.
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
b. Kepadatan Hunian (crowded)
c. Status Sosil Ekonomi
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok.
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas
Indonesia menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna
dan asap tungku di dalam rumah akan mempermudah terjadinya ISPA anak
(Mishra, 2003).
E. Faktor Protektif
1. Menghindarkan diri dari paparan asap rokok, polusi udara dan tempat
keramaian yang berpotensi penularan.
2. Menghindarkan diri dari kontak dengan penderita.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
4. Memakan makanan bergizi.
5. Menghindari minum alkohol.
6. Tidak merokok.
7. Pemberian vitamin A.
8. Pemberian ASI pada bayi.
F. Dampak bagi Masyarakat
ISPA bagi kesehatan mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil,
akan tetapi menyebabkan kecacatan seperti otitis media akuta (OMA) dan
mastoiditis. Bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal yakni pneumonia. ISPA
yang berlanjut menjadi pneumonia (radang paru-paru) sering terjadi pada anak-
anak terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan
lingkungan yang tidak sehat. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena
meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar
karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau malah
berlebihannya pemakaian antibiotik.
Kejadian ISPA pada balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih
berat dan buruk. Hal ini disebabkan karena ISPA pada anak balita umumnya
merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal
proses kekebalan secara alamiah. Pada orang dewasa sudah banyak terjadi
kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman infeksi sebelumnya.
G. Diagnosis
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-
keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-
gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan
kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal.
Tanda-tanda bahaya secara umum :
- Pada sistem pernafasan : napas cepat dan tak teratur, retraksi/tertariknya kulit
ke dalam dinding dada, napas cuping hidung, sesak, kulit wajah kebiruan, suara
napas lemah atau hilang, mengi, suara nafas seperti ada cairannya sehingga
terdengar keras
- Pada sistem peredaran darah dan jantung : denyut jantung cepat dan lemah,
tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah dan gagal jantung.
- Pada sistem saraf : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, kejang,
dan koma.
- Gangguan umum : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun : tidak
bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor/mendengkur, dan gizi buruk.
Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan : kurang bisa
minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume
yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, mendengkur, mengi,
demam, dan dingin
Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui gambaran klinis dan
gambaran radiologis.
Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-
gejala meliputi:
1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan
2. Batuk yang sering produktif dan purulen
3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut
bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan deman, menggigil,
suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40˚C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan
sendi, juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang
berdarah. Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernafas dengan suara napas bronchial kadang-kadang melemah. Di
dapatkan ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium
resolusi.
Gambaran Radiologis
Gambaran radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
- Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru
secara anatomis
- Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas
- Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
Diagnosa gejala pneumonia akan jelas apabila:
Terdengar napas yang kasar, dan jika diperiksa dengan stetoskop akan terdengar
suara yang lemah.
Hasil Rontgen dada menunjukkan ada bagian yang berwarna putih-putih di
bagian kiri atau kanan paru.
Terdeteksi ada bakteri atau jamur pada pengujian sampel dahak (sputum).
Sayangnya pengujian ini sulit sekali dilakukan pada anak.
Hasil tes darah menunjukkan peningkatan sel darah putih dengan dominasi
netrofil untuk pneumonia yang disebabkan infeksi bakteri. Bila peningkatan sel
darah putih dengan dominasi limfosit, sangat mungkin pneumonia karena virus.
Pneumonia berat ditandai dengan batuk yang disertai kesulitan bernapas. Napas
sesak, bayi tampak menarik perut dalam-dalam saat bernapas.
Pneumonia sangat berat ditandai dengan batuk dan kesulitan bernapas disertai
gejala sianosis sentral, yakni dada atau perut, bibir dan lidah bayi berwarna
kebiruan, bahkan sampai sulit minum.
Pneumonia mungkin dicurigai ketika dokter memeriksa pasien dan
mendengar pernapasan yang kasar atau suara-suara yang pecah ketika
mendengarkan pada suatu porsi dari dada dengan sebuah stethoscope.Mungkin ada
suara mencuit-cuit, atau suara-suara pernapasan mungkin adalah redup pada suatu
area tertentu dari dada. Suatu x-ray dada biasanya dipesan untuk mengkonfirmasi
diagnosis dari pneumonia.
Suatu tes darah yang mengukur jumlah sel darah putih [white blood cell
(WBC)] mungkin dilaksanakan. Suatu jumlah sel darah putih dari seorang individu
dapat seringkali memberikan suatu petunjuk pada keparahan dari pneumonia dan
apakah ia disebabkan oleh bakteri atau suatu virus.
Bronchoscopy adalah suatu prosedur dimana suatu tabung penglihat yang
disinari yang tipis, lentur, dimasukan kedalam hidung atau mulut setelah suatu
pembiusan lokal diatur. Jalan-jalan lintas pernapasan dapat kemudian diperiksa
secara langsung oleh dokter, dan spesimen-spesimen dari bagian paru yang
terinfeksi dapat diperoleh.
H. Upaya Pencegahan & Penanggulangan
Infeksi saluran pernafasan bagian atas sangat sering terjadi pada anak, dan
apabila tidak diberikan perawatan yang baik, maka infeksi ini akan menyebar ke
saluran pernafasan bagian bawah, terutama menyerang paru-paru dan menimbulkan
radang paru (penumonia). Menurut Depkes RI (2002), cara pencegahan agar tidak
terkena penyakit pneumonia adalah sebagai berikut.
1. Menjaga kondisi lingkungan yang bersih dan sehat
Infeksi saluran nafas akut menyebar melalui batuk dan air liur, Selain itu
keadaan rumah juga sangat mempengaruhi kajiadan ISPA. Keadaan ventilasi
rumah sangat berkaitan dengan kejadian ISPA. Fungsi ventilasi adalah untuk
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar, sehingga keseimbangan
oksigen yang diperlukan tetap terjaga. Kurangnya ventilasi menyebabkan
kurangnya oksigen dan meningkatnya kadar karbondioksida di dalam rumah
yang bersifat racun bagi penghuninya, karena akan menghambat afinitas oksigen
terhadap hemoglobin darah. Selain itu ventilasi yang buruk menyebabkan aliran
udara tidak lancar, sehingga bakteri patogen sulit untuk keluar karena tidak ada
aliran udara yang cukup untuk membawa bakteri keluar rumah. Selain itu resiko
ISPA juga akan meningkat bila di rumah ada sumber pencemaran udara
misalnya ada orang dewasa yang merokok atau keluarga memasak menggunakan
asap, karena asap rokok dan debu dapat menyebabakan iritasi mukosa saluran
pernafasan sehingga merusak sistem mekanisme pertahanan di saluran
pernafasan, akibatnya bakteri mudah masuk ke dalam saluran nafas dan akan
mudah terkena ISPA berulang.
2. Immunisasi lengkap
Immunisasi adalah upaya pemberian antigen yang bertujuan mengaktivasi
kekebalan di dalam tubuh anak atau bayi sehingga terhindar dari penyakit atau
penyakit berat yang mungkin timbul (Depkes RI, 2000 dalam Supartini, 2004).
Pemberian immunisasi merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi
angka kejadian ISPA (Depkes RI, 1997) dan menurut Trapsilowati (1999),
pemberian immunisasi campak yang efektif dapat mencegah 11 % kematian
balita akibat pneumonia dan dengan immunisasi DPT 6 % kematian akibat
pneumonia dapat dicegah.
3. Pemberian ASI
ASI merupakan sumber kalori dan protein yang sangat penting bagi anak
khususnya anak dibawah usia 1 tahun serta melindungi bayi terhadap infeksi
karena ASI mengandung antibodi yang penting dalam meningkatkan kekebalan
tubuh. Bayiyang diberi susu botol atau susu formula rata-rata mengalami dua
kali lebih banyak serangan pneumonia dibanding bayi yang mendapatkan ASI
(Depkes RI dan Unicef, 1999). Penelitian di Kanada membuktikan bahwa ASI
melindungi bayi terhadap infeksi saluran nafas dalam 6 bulan pertama
kehidupan. Nilai gizi ASI yang lebih tinggi dan adanya antibodi, sel-sel leukosit
serta enzim dan hormone melindungi bayi terhadap berbagai infeksi
Penanggulangan penyakit ISPA dan Pneumonia
1. Pemberian nutrisi
a. Pemberian nutrisi selama sakit
berilah makanan gizi seimbang dan harus mendapatkan semua sumber
zat gizi yaitu karbohidrat, protein, mineral,vitamin dan serat dalam
jumlah yang cukup. Berilah makanan dalam jumlah sedikit demi sedikit
dalam waktu yang sering. Pada bayi dengan usia kurang dari 4 bulan,
berikanlah ASI lebih sering ketika anak sakit.
b. Pemberian nutrisi setelah sakit
setelelah sembuh usahakan memberikan makanan ekstra setiap hari
selama seminggu atau sampai berat badan mencapai normal dan
mencegah terjadinya malnutrisi, karena malnutrisi akan mempermudah
dan memperberat infeksi sekunder lainnya.
2. Pemberian cairan
Anak dengan infeksi saluran pernafasan dapat kehilangan cairan lebih
banyak dari biasanya terutama bila demam. Pemberian cairan harus lebih banyak
dari biasanya.Bila anak belum menerima makanan tambahan maka anak harus
diberi ASI sesering mungkin.
3. Melegakan tenggorokan dan meredakan batuk
4. Perawatan selama demam
upaya penurunan panas menggunakan kompres juga penting dan
pemberian antipiretik akan membantu menurunkan suhu tubuh. Perawatan
demam merupakan hal yang sangat penting utnuk mencegah komplikasi lanjut
yaitu terjadinya kejang dan bila suhu tubuh terlalu tinggi lebih dari 41° C akan
berbahaya bagi tubuh karena akan menyebabkan kerusakan otak permanen
(Ganong, 1995)
5. Observasi terhadap tanda-tanda pneumonia
Pengetahuan keluarga tentang tanda-tanda bahaya pneumonia merupakan
hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan pneumonia merupakan salah satu
komplikasi ISPA yang paling membahayakan. Oleh karena itu keluarga harus
mengetahui tentang tanda bahaya pneumonia dan segera membawa anak ke
pusat kesehatan terdekat. Berikut ini merupakan tanda pneumonia yaitu :
- Nafas menjadi sesak
- Nafas menjadi cepat
- Anak tidak mau minum
- Sakit anak bertambah parah
DAFTAR PUSTAKA
Aprida D. S. Dan Soedjajadi K. 2007. Hubungan Tingkat Kesehatan Rumah dengan Kejadian ISPA. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 3, No. 2, Januari 2007: 139–150.
h ttp://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/410-pneumonia-penyebab- kematian-utama-balita.html diakses Selasa, 12 Maret 2013 pukul 13.20 WIB.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Pneuomonia Komuniti. Jakarta:EGC.
P2M dan PLP. 1993. Bimbingan Keterampilan dalam Tata Laksana Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Anak. Jakarta:Dirjen P2M dan PLP.
Richard, M. Leach. 2005. At A Glance Sistem Respirasi. Jakarta:Erlangga Medical Series.
Ringel, Edward. 2012. Buku Saku Hitam Kedokteran Paru. Jakarta:PT Indeks.
Trapsilowati, W. 1999. Majalah Kesehatan Masyarakat, Edisi ke-156: Waspadai Bahaya ISPA dan Penumonia. Jakarta:Depkes RI.
Yusup, Nur Achmad dan Lilis Sulistyorini. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik dengan Kejadian ISPA pada Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.1, No.2, Januari 2005.
---------. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atiptik & Pneumonia Atypik Mycobacterium/ Misnadiarly. Jakarta:Pustaka Obor.
Recommended