View
205
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata
(OMP) atau dalam sehari-hari sering disebut congek. Yang disebut otitis media
supuratif kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer atau
kental(1)
Perforasi membrana timpani dapat disebabkan perubahan tekanan mendadak –
barotrauma, trauma ledakan, atau karena adanya benda asing dalam liang telinga
( aplikator berujung kapas, ujung pena, klip kertas, dll.) Gejala nya antara lain nyeri,
sekret berdarah dan gangguan pendengaran (“suara-suara terdengar seperti saya
sedang berada dalam tong”)
Kejadian OMSK dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain suku bangsa,
jenis kelamin, tingkat sosioekonomi, keadaan gizi, dan kekerapan mengalami infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA/ batuk pilek). ISPA yang tidak tertanggulangi dengan
baik dapat menyebabkan peradangan di telinga tengah (otitis media). Pada keadaan
peradangan tidak teratasi sacara tuntas, daya tahan yang lemah, atau keganasan
kuman yang tinggi (virulensi kuman), peradangan telinga tengah dapat berlanjut
manjadi_OMSK.
OMSK terdiri atas OMSK tipe aman dan tipe bahaya. Kedua tipe ini dapat
bersifat aktif(keluar cairan) atau tidak aktif (kering). Penatalaksanaan OMSK dapat
berupa pengobatan atau operasi. Tujuan operasi pada OMSK tipe bahaya terutama
untuk mencegah komplikasi. Gejala OMSK adalah keluar cairan dari telinga yang
berulang, lebih dari 2 bulan, cairan kental, dan berbau. Komplikasi yang dapat
disebabkan oleh OMSK adalah komplikasi ketulian, kelumpuhan saraf wajah, serta
penyebaran infeksi ke otak (7,5%) hingga kematian yang disebabkan oleh OMSK tipe
bahaya (33%). Gejala-gejala komplikasi infeksi otak yang disebabkan oleh OMSK
antara lain sakit kepala hebat, demam, mual, muntah, dan penurunan kesadaran. (8)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI TELINGA(2)
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan
duapertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½- 3
cm.
Pada sepertiga bagian luar liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam sedikit
dijumpai kelenjar serumen.
TELINGA TENGAH
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
- batas luar : membran timpani
- batas depan : tuba eustachius
- batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
2
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pers tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar
dan sirkuler di bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pada pukul 5 untuk membran
timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan
oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan
radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa
kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak cahaya
mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Telinga pendengaran di dalam telinga
tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes melekat pada
tingkap lonjong yang berhubungan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat
aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dan antrum
mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah.
TELINGA DALAM
Terdiri dalam terdiri koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
3
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media (duktus
koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timapni berisi perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala
vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.
Ear Diagram(3):
II. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
2.1 Definisi(7)
4
Otitis media supuratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau
berupa nanah. Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga
tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik
sehingga sedikit sekali / tidak pernah terjadi resolusi spontan.Otitis media
supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena terbentuknya
kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik. Penyakit OMSK ini
biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan gejala-gejala
penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah kronis ini
dapat berganda, gangguan pertama berhubungan dengan infeksi telinga tengah
yang terus menerus (hilang timbul) dan gangguan kedua adalah kehilangan fungsi
pendengaran yang disebabkan kerusakan mekanisme hantaran suara dan
kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan infeksi langsung.
2.2 Epidemiologi(7)
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan penyakit infeksi telinga yang
memiliki prevalensi tinggi dan menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Di
negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%,
dengan prevalensi tertinggi terjadi pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan
prevalensi terendah terdapat pada populasi di Amerika dan Inggris kurang dari
1%. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran,
Depkes tahun 1993-1996 prevalensi OMSK adalah 3,1% populasi. Usia terbanyak
penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga
tengah terbanyak adalah OMSK.
2.3 Etiologi
Infeksi kronis telinga tengah cenderung disertai sekret purulen. Proses infeksi ini
seringdisebabkan oleh infeksi campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik
yang multiresisten terhadap standar yang ada saat ini dan berasal dari meatus
acusticus externus, kadang berasaldari nasofaring melalui tuba Eustachius saat
infeksi saluran nafas atas.Hasil penelitian di bagian THT FKUI/RSCM ditemukan
kuman OMSK dengan kolesteatoma dari operasi radikal mastoidektomi. Di
RSCM dari Januari sampai April 1996 didapat kuman aerob yang paling sering
5
ditemukan Proteus mirabilis (58,5%), sedangkan Pseudomonas (31,5%).
Sedangkan OMSK tanpa kolesteatoma kuman aerob yang tersering
adalah Pseudomonas aeruginosa (22,46%), Staphylococcus (16,33%). Namun
secara umum,kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK di Indonesia
ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp (Proteus mirabilis) 20%
dan Staphylococcus aureus 25%. Mikroorganisme lain yang juga dapat
menyebabkan OMSK adalah Escherichia coli, Aspergillus, Streptococcus
haemolyticus, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,Klebsiella sp,Bacteroides
fragilis,Haemophilus influenzae, Micrococcus catarrhalis,Clostridium perfringens
serta beberapa jenis virus. Diantara mikroorganisme tersebut, Pseudomonas
aeruginosa yang paling dicurigai menyebabkan destruksi progresif dari telinga
tengah dan mastoid.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif
menjadi kronis sangat majemuk, antara lain(1):
1. Gangguan fungsi tuba Eustachius yang kronis akibat:
-Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran
bakteri darimeatus auditoris eksternal , kadang berasal dari nasofaring melalui
tuba eustachius saat infeksisaluran nafas atas. Organisme-organisme dari
meatus auditoris eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas
aeruginosa, B.proteus, B.coli dan Aspergillus. Organisme darinasofaring
diantaranya Streptococcus viridans(Streptococcus A hemolitikus,Streptococcus
Bhemolitikus)dan Pneumococcus.
-Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total.
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya
pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini
dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan
granulasi atau timpanosklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid.
6
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan utuh.
2.4 Klasifikasi(8)
OMSK dibagi menjadi 2 tipe, yaitu benigna dan maligna.
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi
saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan
anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel
skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel,
metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang
jelek. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
1.1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang
dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid
sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai
perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang
telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang
luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakankonservatif
gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan
atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang
berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.
1.2. Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa
telinga tengahyang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan.
Gejala lain yang dijumpai sepertivertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam
telinga. Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
1.Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis.
7
2.Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
3.Mandi dan berenang, mengkorek telinga dengan alat yang terkontaminasi.
4.Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
5.Otitis media supuratif akut yang berulang.
Pada tipe aman/ mukosa/ benign tidak ditemukan adanya kolesteatoma, hanya
terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Letak perforasi
terutama pada bagian sentral , umumnya jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya.
Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada OMSK tipe maligna/ atikoantral/ ganas/ tidak aman/ tipe tulang ini
ditemukan adanya kolesteatoma dan berbahaya. Perforasi pada OMSK tipe bahaya
letaknya di marginal atau atik, kadang-kadang dengan perforasi subtotal dengan
kolesteatoma. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan
khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yangmana bertumpuknya keratin
sampai menghasilkan kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu kistaepitelial yang
berisi deskuamasi epitel (keratin). Kolesteatoma dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
a. Kolesteatoma kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatoma kongenital, menurut Derlaki dan
Clemis (1965) adalah :
1. Berkembang dibelakang dari membran tympani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferentialyang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatoma lebih sering ditemukan pada telinga tengah
atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan
parese fasialis, tuli saraf beratunilateral, dan gangguan keseimbangan.
8
b. Kolesteatoma didapat
1. Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadinya proses invaginasi dari
membran timpani terutama terjadi pada daerah atik atau pars flaksida
karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan fungsi
tuba.
2. Secondary acquired cholesteatoma.
Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan
kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi
marginal pada bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal
aurikula eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui perforasi
membran tympani atau kantong retraksi membran timpani pars tensa.(1)
Berdasarkan letak perforasi, terdapat 3 tipe perforasi membran tympani, yaitu: 1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior.
Seluruhtepi perforasi masih mengandung sisa membran timpani. Perforasi ini
biasa terjadi padaOMSK tipe benigna.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran tympani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasimarginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total.
Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatoma. Dapat
ditemukan pada pasien denganOMSK tipe maligna.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
9
Dapat ditemukan pada pasien dengan OMSK tipe maligna.
2.5_Patofisiologi(1)
Otitis media supuratif kronik sering merupakan penyakit kambuhan daripada
menetap. Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada
berdasarkan keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan
karena proses peradangan yang menetap atau kambuhan ini ditambah dengan efek
kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut. Secara umum
gambaran yang ditemukan adalah :
1. Terdapat perforasi membran timpani di bagian sentral. Ukuranya dapat
bervariasi mulai dari 20% luas membran timpani sampai seluruh membran dan
terkenanya bagian-bagian dari anulus.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang akan
tampak normal kecuali bila infeksi telah menyababkan penebalan atau
metaplasia mukosa menjadi epitel transisional.
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya
infeksi sebelumnya. Biasanya prosesus longus inkus telah mengalami nekrosis
karena penyakit trombotik pembuluh darah mukosa yang memperdarahi inkus
ini. Nekrosis lebih jarang mengenai maleus dan stapes, kecuali kalau terjadi
pertumbuhan skuamosa secara sekunder kearah dalam, sehingga arkus stapes
dan lengan maleus dapat rusak. Proses ini bukan disebabkan oleh osteomielitis
tetapi disebabkan oleh terbentuknya enzim osteolitik atau kolagenase dalam
jaringan ikat subepitel
Bentuk otitis media akut yang berat juga dapat mengakibatkan terjadinya daerah –
daerah osteitis atau osteomielitis dinding atau septa mastoid. Lama kelamaan akan
menyebabkan keluarnya cairan purulen, bau yang terus menerus atau sekuestrasi
tulang.
2.6_Diagnosis(4)
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT
terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan
10
sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui
jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri
nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA
(brainstem evoked response audiometry) bagi pasien/anak yang tidak kooperatif
dengan pemeriksaan audiometri nada murni.
Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji
resistensi kuman dari sekret telinga.
2.7 Terapi (5)
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang.
Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara
lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu (1) adanya perforasi
membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan
dunia luar, (2) terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus
paranasal, (3) sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga
mastoid, dan (4) gizi dan higiene yang kurang.
Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa.
Bila secket yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga,
berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah secret berkurang, maka terapi
dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika
dan kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual
di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang ototoksik. Oleh sebab itu penulis
menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus
selama 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral
diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi
terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang
dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan
ampisilin asam klavulanat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini
bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
11
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang maka, sumber infeksi tersebut harus diobati terlebih dahulu.
Mungkin juga perlu dilakukan pembedahan misalnya adenoidektomi atau
tonsilektomi. Prinsip terapi OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah
dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler,
maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi
2.8 Prognosis(9)
Pasien dengan OMSK mempunyai prognosis yang baik bila mempunyai
respek untuk mengontrol infeksi. Penyembuhan yang berhubungan dengan
kehilangan pendengaran bervariasi tergantung pada sebabnya. Conductive hearing
loss sering dapat diperbaiki sebagian dengan pembedahan. Tujuan dari
penatalaksanaan adalah untuk menyediakan telinga yang aman bagi pasien.
Banyak morbiditas OMSK datang dari yang berhubungan dengan conductive
hearing loss dan stigma sosial atas sering keluarnya cairan berbau busuk dari
telinga yang terkena. Mortalitas OMSK meningkat dari yang berhubungan dengan
komplikasi intrakranial. OMSK sendiri bukan penyakit yang fatal. Meskipun
beberapa penelitian melaporkan kehilangan pendengaran sensorineural sebagai
komplikasi dari OMSK.
12
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal : 20 Juni 2012
No. Registrasi : -
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. MR
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jl. Perum Griya Alam Sentosa, Cileungsi -Bogor
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 11.50
WIB
Keluhan Utama :
Telinga kiri mengeluarkan gumpalan hijau sejak hari Senin (tanggal 18 Juni 2012).
Sebelumnya sejak tanggal 23 Mei, Os mengaku sudah mengalaminya sebanyak dua
kali.
Keluhan Tambahan :
- Pendengaran telinga kanan dan kiri berkurang sejak lima tahun yang lalu.
- Telinga kanan sekarang terasa sangat gatal tapi tidak sakit sejak lima tahun yang
lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang ke poli THT RSUD Bekasi dengan keluhan pada telinga kiri keluar
gumpalan lunak berwarna hijau dan terasa sedikit sakit. Os mengaku kepalanya sering
terasa berat dan sedikit pusing. Pada kedua telinga terkadang terasa berdengung yang
13
dirasakan sejak kurang lebih lima bulan yang lalu. Pada telinga kanan, Os juga
mengaku sering terasa sangat gatal tapi tidak terasa sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os mengaku sudah mengalami keluhan yang serupa (keluar gumpalan hijau pada
telinga kiri) sejak satu bulan yang lalu sebanyak dua kali. Kurang lebih lima bulan
yang lalu, saat menundukkan kepala pernah keluar cairan kental dan bening dari
kedua telinga. Lima tahun yang lalu, Os juga mengaku sering mengorek-ngorek
lubang telinga dengan menggunakan cotton bud dan lidi. Kemudian, pernah menderita
sakit telinga kanan dan kiri sampai mengeluarkan darah dan nanah sejak lima tahun
yang lalu. Sejak saat itu, pendengaran telinga kanan dan kiri berkurang. Os sering
menderita batuk pilek sebelumnya. Os memiliki riwayat penyakit kencing manis. Os
menyangkal memiliki riwayat penyakit darah tinggi, penyakit jantung, asma serta
alergi.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Anggota keluarga dari
pihak Ibu mempunyai riwayat kencing manis.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 68x/menit
Frekuensi nafas : 17x/menit
Suhu : 36˚ C
14
B. STATUS THT
Pemeriksaan telinga
Pemeriksaan Komponen Dextra Sinistra
Bentuk telinga luar Normal Normal
Daun telinga Normotia Normotia
Retroaurikuler Normal Normal
Daun Telinga Radang - -
Nyeri Tarik - -
Nyeri Tekan
Tragus
- -
Lapang Lapang Lapang
Warna Merah Merah muda
Dinding Liang Hiperemis - -
Telinga Edema - -
Massa - -
Serumen + +
Sekret Warna Kuning Kuning
Jumlah Sedikit Sedikit
Konsistensi Lunak Lunak
Membran
Timpani
Warna Pucat Pucat
Reflex Cahaya - -
Tidak utuh Bulging - -
Retraksi - -
Perforasi - v
Rinne (256 Hz) + +
Tes Garpu Tala Rinne (512 Hz) - +
Rinne ( 1024 Hz) - -
Weber Lateralisasi ke telinga kiri
Schwabach Memanjang Memanjang
15
Tes berbisik + +
Kesimpulan Tuli Saraf Tuli Campur
Audiogram Tidak dilakukan
Pemeriksaan Keseimbangan
Tes Romberg Baik
Tandem Gait Baik
Finger to Nose Baik
Pemeriksaan Hidung
Pemeriksaan Komponen Dextra Sinistra
Bentuk Hidung Normal
Deformitas - -
Hidung Nyeri Tekan - -
Dahi - -
Pipi - -
Krepitasi - -
Sinus Paranasal
Inspeksi : Tidak ada tanda radang, trauma, sikatrik, massa
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Nyeri tekan - -
Nyeri ketuk - -
16
Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Vestibulum Lapang Lapang
Konka Inferior Eutrofi, tidak hiperemis Eutrofi, tidak hiperemis
Konka Media Eutrofi, tidak hiperemis Eutrofi, tidak hiperemis
Konka Superior Tidak terlihat Tidak terlihat
Meatus Nasi Tidak Ada Kelainan Tidak Ada Kelainan
Kavum Nasi Tidak Ada Kelainan Tidak Ada Kelainan
Mukosa Tidak Hiperemis Tidak Hiperemis
Sekret - -
Septum Tidak Ada Deviasi Tidak Ada Deviasi
Rinoskopi Posterior: Tidak dilakukan karena pasien tidak kooperatif
Transiluminasi: Tidak dilakukan
Pemeriksaan Orofaring dan Mulut
Pemeriksaan Kelainan Dextra Sinistra
Simetris/Tidak Simetris Simetris
Palatum mole
dan
Warna Merah muda Merah muda
Arkus faring Edema - -
Bercak/eksudat - -
Permukaan Warna Merah muda Merah muda
Faring Permukaan Licin Licin
Ukuran T1 T1
17
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Tonsil Muara kripta Tidak
Melebar
Tidak
Melebar
Detritus - -
Eksudat - -
Perlengketan
dengan pilar
- -
Warna Merah muda Merah muda
Peritonsil Edema - -
Abses - -
Gigi Karies/radiks Molar I atas
& Molar I
bawah
Molar I, II,
dan III bawah
Warna Merah muda Merah muda
Lidah Bentuk Normal Normal
Massa - -
Pemeriksaan Laring ( Laringoskopi indirek)
Pemeriksaan Laringoskopi Indirek tidak dapat dilakukan karena pasien tidak
kooperatif.
Pemeriksaan Keterangan
Epiglotis Tidak dinilai
Aritenoid Tidak dinilai
Ventrikular band Tidak dinilai
Plica vocalis Tidak dinilai
Subglotis Tidak dinilai
Sinus Piriformis Tidak dinilai
Valekula Tidak dinilai
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher: Tidak terdapat pembesaran KGB
daerah coli
18
RESUME
Seorang pasien wanita berusia 44 tahun datang ke poli THT RSUD Bekasi dengan
keluhan telinga kiri mengeluarkan gumpalan hijau sejak dua hari yang lalu dan terasa
sedikit nyeri. Pasien mengeluh pendengaran telinga kanan dan kiri berkurang sejak
lima tahun yang lalu, semakin lama semakin parah. Telinga kanan sekarang terasa
sangat gatal tapi tidak sakit sejak lima tahun yang lalu. Pasien mengaku pernah sakit
telinga kanan dan kiri sampai mengeluarkan darah dan nanah sejak lima tahun yang
lalu. Sejak saat itu, pendengaran telinga kanan dan kiri mulai berkurang. Sebelumnya
Os mempunyai kebiasaan mengorek-ngorek telinga dengan menggunakan cotton bud
dan lidi. Os sering menderita batuk pilek sebelumnya. Pasien mengeluh kepalanya
sering terasa berat dan sedikit pusing. Pada kedua telinga terkadang terasa berdengung
yang dirasakan sejak kurang lebih lima bulan yang lalu. Pada pemeriksaan otoskop
ditemukan, dinding liang telinga kanan hiperemis dengan sekret dan serumen di kedua
telinga. Membran timpani utu pada telinga kanan dan perforasi central pada telinga
kiri. Pada pemeriksaan fungsi pendengaran dengan menggunakan penala (Rinne,
Weber, Schwabach) dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan
pendengaran dengan dugaan tuli campur pada telinga kiri dan tuli pereseptif pada
telinga kanan. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan rinoskopi posterior dan laringoskopi indirek tidak dilakukan karena
pasien tidak kooperatif.
IV. DIAGNOSIS KERJA
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) dengan tuli campur AD AS
Dasar yang mendukung :
- Keluhan pada telinga kiri keluar gumpalan lunak berwarna hijau, terasa sedikit nyeri
- Telinga kanan sekarang terasa gatal tapi tidak sakit sejak lima tahun yang lalu.
- Keluhan yang sama (keluar gumpalan hijau pada telinga kiri) sejak 1 bulan yang lalu
sebanyak dua kali.
- Kurang lebih lima bulan yang lalu, saat menundukkan kepala pernah keluar cairan
kental dan bening dari kedua telinga.
- Pernah sakit telinga kanan dan kiri sampai mengeluarkan darah dan nanah sejak 5
tahun yang lalu, sejak itu, pendengaran telinga kanan dan kiri dirasa berkurang.
19
- Sebelumnya Os mempunyai kebiasaan mengorek telinga dengan cotton bud dan lidi.
- Pada otoskopi, ditemukan sekret pada kedua telinga dengan konsistensi lunak.
- Membran timpani kedua telinga tidak intak (perforasi)
- Pada pemeriksaan dengan menggunakan tes penala (Rinne, Weber, Schwabach)
didapatkan kesan tuli campur
V. DIAGNOSIS BANDING
Otitis Media Akut :
Hal yang mendukung ialah keluar gumpalan hijau dari telinga, dan pasien sering menderita infeksi saluran napas atas. Hal yang tidak mendukung ialah pada pemeriksaan fisik tidak ada demam dan tidak ada tanda tanda radang pada telinga.
Otitis Media Supuratif Kronis Maligna :
Hal yang mendukiung ialah keluar gumpalan hijau dari telinga, sering menderita infeksi saluran napas atas, tidak ada tanda radang dan demam, tetapi hal yang tidak mendukung ialah tidak adanya penurunan kesadaran, kejang, tidak ditemukanya kolesteatom,
VI. RENCANA PENGOBATAN
Non Medikamentosa :
- Konsumsi obat secara teratur
- Menjaga higiene telinga
- Tidak mengorek-ngorek telinga secara sembarangan
- Menjaga agar lubang telinga tidak kemasukan air
Medikamentosa
R/ H2O2 (20 cc); 3 x 5 tetes/hari ADS
R/ Ofloxacin solution 0,3% (Tarivid Otic®) fl.I; 3 x 2 tetes/hari ADS
R/ Ceterizine 5 tab + metylprednisolon 5 tab + Ambroxol 10 tab
→ 10 kapsul; 2 x 1 kapsul/hari
R/ Amoxicilin; 3 x 1 tablet/hari selama lima hari
R/ Paracetamol; 3 x 1 tablet/hari selama tiga hari
20
VII. RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN
- Tes Audiometri
- Kultur sekret telinga dan uji resistensi obat (bila perlu)
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad Malam
Ad fungtionam : Dubia ad Malam
BAB IV
DISKUSI
Dalam kasus di atas kita mendapatkan bahwa penyakit Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) yang dikeluhkan oleh pasien disebabkan karena
kebiasaan pasien untuk mengorek-ngorek telinganya secara sembarangan dengan
menggunakan cotton bud dan lidi sehingga memudahkan untuk terjadinya infeksi.
Selain itu, dari hasil aanamnesis Ny. MR mengaku pernah sakit telinga kanan dan kiri
sampai mengeluarkan darah dan nanah sejak lima tahun yang lalu. Sejak saat itu pula
pendengaran telinga kanan dan kiri pasien mulai berkurang, semakin lama semakin
parah.
Untuk mengkonfirmasi gangguan fungsi pendengaran Ny. MR ini kita
melakukan pemeriksaan otoskop dan tes penala pada kedua telinga pasien. Pada
pemeriksaan otoskop ditemukan, dinding liang telinga kanan hiperemis dengan sekret
dan serumen di kedua telinga. Inspeksi membran timpani tidak intak dengan perforasi
di sentral pada telinga kanan dan perforasi marginal pada telinga kiri. Pada
pemeriksaan fungsi pendengaran dengan menggunakan penala dapat disimpulkan
bahwa pasien mengalami gangguan pendengaran dengan dugaan tuli campur. Tetapi
untuk lebih memastikan hal ini kita perlu melakukan pemeriksaan audiometri karena
subjektifitas pada pemeriksaan tes penala cukup tinggi, baik pada pasien maupun pada
pemeriksa.
21
BAB V
KESIMPULAN
Setelah kami melaporkan kasus Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
dengan penurunan fungsi pendengaran ini, dapat disimpulkan bahwa salah satu
penyebab paling sering dari penyakit ini adalah infeksi yang bisa diakibatkan oleh
beberapa faktor seperti higiene telinga yang buruk, riwayat kebiasaan mengorek-
ngorek telinga, sistem imunitas tubuh yang rendah, dan terapi yang terlambat atau
tidak adekuat.
Pada bentuk penyakit OMSK yang lebih berat, komplikasi penyakit ini bisa
bermanifestasi di telinga tengah dalam bentuk perforasi membran timpani persisten
dan erosi tulang pendengaran. Akibat infeksi telinga tengah hampir selalu berupa tuli
konduktif. Pada membran timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang
pendengaran terputus, akan menyebabkan tuli konduktif yang berat. Biasanya derajat
tuli konduktif tidak selalu berhubungan dengan penyakitnya sebab jaringan patologis
yang terdapat di kavum timpani pun dapat menghantar suara ke telinga dalam. Di
telinga dalam bisa bermanifestasi dalam bentuk fistula labirin dan tuli sensorineural.
Sedangkan komplikasi terberat bisa bermanifestasi ke susunan saraf pusat seperti
meningitis, abses otak, sampai meningoensefalitis. Oleh karena itu, diagnosis dini dan
terapi yang efektif serta adekuat merupakan suatu keharusan untuk mencegah
komplikasi penyakit ini dan kesembuhan bagi pasien itu sendiri.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi 13.
Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997. P392-5
2. Damayanti S, Retno W. Sumbatan Hidung. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi keenam.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 10-13.
3. Figure Of Ear. Available from:
http://fisiologikedokteran.files.wordpress.com/2009/11/anatomy_ear3
.gif Accessed on: June 20, 2012
4. Endang M, Damajanti S, Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 69-70.
5. Endang M, Retno W, Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. p 71-72.
6. Otitis Media Supuratif Kronik. Updated December 7, 2007. Available from :
http://ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=13 Accessed on: June
20, 2012
7. Tinjauan OMSK. Available from : http://www.scribd.com/doc/48785845/Case-
Report-Session-OMSK-Tipe-Benigna Accessed on: June 20, 2012
8. OMSK. Available from: http://www.scribd.com/doc/60032661/OMSK
Accessed on: June 20, 2012
9. Parry D. Chronic Suppurative Otitis Media. Updated October 13, 2011. Available
from:http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview.
Accessed on: June 20, 2012.
23
Recommended