View
2.090
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan
mahasiswa. Setiap orang pasti ingin mendapat nilai yang baik dalam ujian, dan
sudah tentu berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Masalah
menyontek selalu terkait dengan tes atau ujian. Banyak orang beranggapan
menyontek sebagai masalah yang biasa saja, namun ada juga yang memandang
serius masalah ini. Fenomena ini sering terjadi dalam kegiatan belajar mengajar
di sekolah atau madrasah, tetapi jarang kita dengar masalah menyontek dibahas
dalam tingkatan atas, cukup diselesaikan oleh guru atau paling tinggi pada
tingkat pimpinan sekolah atau madrasah itu sendiri. Sudah dimaklumi bahwa
orientasi belajar siswa-siswi di sekolah hanya untuk mendapatkan nilai tinggi dan
lulus ujian, lebih banyak kemampuan kognitif dari afektif dan psikomotor, inilah
yang membuat mereka mengambil jalan pintas, tidak jujur dalam ujian atau
melakukan praktek menyontek.
Menyontek adalah kebiasaan yang sering terjadi di seluruh penjuru dunia.
Baik di Indonesia atau di negara belahan dunia manapun akan terjadi. Tidak
hanya anak-anak, mahasiswa bahkan pendidikan S2 dan S3 sering diwarnai
budaya seperti ini.. Budaya menyontek yang mewarnai kehidupan siswa maupun
mahasiswa harus dihapuskan. Sebab, menyontek merupakan manifestasi
ketidakjujuran, yang pada akhirnya memunculkan perilaku moral dan tanggung
jawab yang tdak bagus. Jika budaya menyontek tidak diberantas, sekolah dan
kampus menjadi bagian dari ”pembibitan” moral yang dekstruktif di Indonesia.
Kejujuran merupakan ”barang langka” di Indonesia kini. Banyak orang pintar
yang lulus perguruan tinggi, tapi sangat langka orang pintar yang jujur. Di
sejumlah kasus permasalahan bangsa seperti korupsi, ternyata pelakunya adalah
orang intelektual yang terpandang dari segi kecendekiawanannya.
2
Semaraknya perilaku menyontek telah menyulitkan guru mengukur tingkat
keberhasilan pendidikan. Menyontek berakibat sulitnya mengukur kadar
kesuksesan proses belajar-mengajar.
Perilaku menyontek yang dilakukan siswa atau mahasiswa, merupakan
perbuatan membohongi diri sendiri. Jika dibiarkan, maka banyak pihak yang
dirugikan. Rekan yang disontek tentunya telah ”terampas” keadilan dan
kemampuannya. Ketika siswa yang disontek belajar siang malam, tetapi
penyontek yang suka hura-hura dengan gampangnya mencuri hasil kerja keras
temannya.
Menyontek akan menghilangkan rasa percaya diri siswa. Bila kebiasaan
tersebut berlanjut maka percaya diri akan kemampuan diri luntur sehingga
semangat belajar jadi hilang. Siswa akan terkungkung oleh pendapatnya sendiri,
yang merasuki alam pikirnya bahwa untuk pintar tidak bisa dengan belajar, tapi
menyontek.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah,
yaitu:
1. Apa pengertian menyontek?
2. Apa saja yang termasuk kategori menyontek?
3. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan siswa menyontek?
4. Bagaimanakah cara mengatasi agar siswa tidak menyontek?
5. Apa beda menyontek di Indonesia dengan di luar negeri?
6. Apakah ada hubungan antara menyontek dengan korupsi?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu kita bisa mengetahui tentang
pengertian menyontek, kategori menyontek, faktor-faktor yang menyebabkan
siswa menyontek, cara mengatasi agar siswa tidak menyontek, beda
1
3
menyontek di Indonesia dengan di luar negeri, dan hubungan antara
menyontek dengan korupsi.
4
BAB II
ISI
A. Pengertian Menyontek
Menyontek atau menjiplak atau ngepek menurut Kamus Bahasa Indonesia
karangan W.J.S. Purwadarminta adalah mencontoh, meniru, atau mengutip
tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya.
Dalam artikel yang ditulis oleh Alhadza (2004) kata menyontek sama
dengan cheating. Beliau mengutip pendapat Bower (1964) yang mengatakan
cheating adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk
tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau
menghindari kegagalan akademis. Sedang menurut Deighton (1971), cheating
adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan
cara-cara yang tidak fair (tidak jujur).
Menurut Suparno (2000). Segala sistem dan taktik penyontekan sudah
dikenal siswa. Sistem suap agar mendapat nilai baik, juga membayar guru agar
membocorkan soal ulangan, sudah menjadi praktik biasa dalam dunia pendidikan
di Indonesia.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa menyontek adalah suatu perbuatan atau
cara-cara yang tidak jujur, curang, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai
nilai yang terbaik dalam ulangan atau ujian pada setiap mata pelajaran.
B. Kategori Menyontek
Menyontek dapat dikatagorikan dalam dua bagian yaitu pertama
menyontek dengan usaha sendiri dan kedua dengan kerjasama. Usaha sendiri
disini adalah dengan membuat catatan sendiri, buka buku, dengan alat bantu lain
seperti membuat coretan-coretan di kertas kecil, rumus di tangan, di kerah baju,
bisa juga dengan mencuri jawaban teman. Kerjasama dengan teman dengan cara
4
5
membuat kesepakatan terlebih dahulu dan membuat kode-kode tertentu atau
meminta jawaban kepada teman.
Dalam makalah yang ditulis Alhadza (2004) yang termasuk dalam kategori
menyontek antara lain adalah meniru pekerjaan teman, bertanya langsung pada
teman ketika sedang mengerjakan tes/ujian, membawa catatan pada kertas, pada
anggota badan atau pada pakaian masuk ke ruang ujian, menerima dropping
jawaban dari pihak luar, mencari bocoran soal, arisan (saling tukar) mengerjakan
tugas dengan teman, menyuruh atau meminta bantuan orang lain dalam
menyelesaikan tugas ujian di kelas atau tugas penulisan paper dan take home test.
C. Faktor-faktor yang Menyebabkan Siswa Menyontek
1. Faktor siswa :
a. Siswa yang sudah memliki kebiasaan
Siswa yang sudah terbiasa menyontek akan mengentengkan materi
pelajaran, karena dia menganggap walaupun tidak belajar mereka juga
dapat memperoleh nilai yang baik dengan menyontek atau umumnyab
mencari jalan pintas supaya nilai mereka memuaskan.
b. Siswa yang tidak belajar atau malas belajar
Siswa kebanyakan malas belajar karena terlalu asik dengan kegiatan
mereka yang lain. Apalagi, pada zaman seperti ini, teknologi semakin maju
dan membuat mereka sibuk akan kemajuan teknologi itu sendiri dan
melupakan kewajiban mereka. Ada juga yang merasa ketinggalan zaman
bila tidak mengikuti perkembangan yang ada.
c. Siswa yang kurang percaya diri
Kebanyakan, para siswa merasa kurang percaya diri akan kemampuan
dirinya sendiri. Mereka juga berpikir bahwa jawabannya itu kurang tepat
dan merasa ragu-ragu dengan jawabannya itu. Hal ini juga bisa
dikarenakan kurangnya siswa memahami materi pelajaran.
6
d. Siswa memiliki teman untuk berbagi jawaban.
Mempunyai teman untuk berbagi jawaban merupakan hal yang dibutuhkan
oleh para siswa. Kebiasaan ini dilakukan karena menjadi sesuatu hal yang
sudah menjadi tradisi di kalangan siswa siswi jaman sekarang.
e. Siswa yang terlalu mengandalkan teman.
Siswa yang menyontek biasanya teralu menganggap bahwa jawaban
temannya selalu benar. Padahal itu belum tentu.
2. Faktor Guru :
a. Guru yang kurang tegas pada murid.
Hal ini membuat siswa akan menganggap remeh sang guru dan dia akan
merasa bahwa dia bebas menyontek dari temannya dan mengira gurunya
tida akan menghukum atau memberi sanksi.
b. Guru yang mematok nilai tinggi.
Ini akan membuat siswa merasa tertekan dan akan berusaha menghalalkan
segala cara untuk mendapat nilai yang menjadi titik aman atau diatas
patokan nilai yang ditetapkan sang guru.
c. Guru yang memanjakan murid.
Hal ini juga akan membuat siswa akan menganggap remeh sang guru
karena ia mengira gurunya akan memanjakannya dan tidak akan
melakukan apa-apa atas apa yang ia lakukan.
d. Guru yang dalam menyampaikan materi kurang jelas.
Guru yang dalam mengajar kurang jelas akan membuat siswa-siswinya
kurang paham dan kurang mendalami materi yang dijelaskan sang guru.
Sehingga saat ulangan sang siswa kebingungan pada materi yang diujikan
dan mengambil jalan pintas yang lebih mudah dan praktis daripada belajar,
yaitu menyontek jawaban temannya.
7
3. Faktor Materi Pelajaran :
a. Belum tuntasnya materi pelajaran.
Belum terselesainya materi pelajaran merupakan salah satu faktor yang
nantinya,beum tuntasnya materi pelajaran membuat siswa tidak mengerti
bahan yang nantinya diujikan
b. Jumlah materi terlalu banyak.
Faktor ini tak kalah pentingnya dengan faktorpertama,jika jumlah materi
yang diujikan terlalu banyak maka siswa juga akan merasa terbebani
dengan itu,tak heran beberapa siswa memilih membuat kepekan,untuk
mempermudah proses menjawab soal
4. Faktor Penilaian :
a. Standart nilai yang terlalu tinggi.
Standart nilai yang terlalu tinggi juga menyebabkan siswa melakukan aksi
menyontek untuk mendapat nilai yang maksimum.
b. Perbedaan skor tiap soal.
Tak jarang soal yang lebih sulit adalah soal yang memiliki skor yang cukup
banyak,sangat menggiurkan bagi siswa,dan jika pada soal tersebut salah
maka tak heran nantinya kalau sang siswa mendapat nilai yang kurang
memuaskan.
5. Faktor Orang Tua :
a. Kurangnya pengawasan orang tua.
Orang tua yang terlalu yakin dan percaya akan anaknya, membuat orang
tua jarang mengawasi anaknya dalam belajar. Sehingga anaknya dapat
menyalahgunakan kepercayaan orang tuanya.
b. Terlalu menuntut anak.
Kebanyakan, orang tua terlalu menuntut anaknya untuk mendapat nilai
yang bagus. Bisa karena orang tua gengsi, atau sebagainya. Tapi orang tua
tersebut tidak pernah mencoba untuk membimbing anaknya dalam belajar.
8
Sehingga anaknya merasa tertekan dan akhirnya menggunakan segala cara
untuk memenuhi target nilai orang tua.
c. Kurangnya kepedulian orang tua.
Umumnya orang tua memiliki kesibukan masing-masing dengan karirnya.
Sehingga orang tua jarang mengawasi perilaku dan kebiasaan anaknya.
Dan akhirnya anaknya pun tidak peduli dengan nilainya, karena orang tua
itu sendiri juga tidak peduli dengan nilai anaknya.
d. Kurangnya prinsip kejujuran dalam keluarga.
Prinsip kejujuran dalam keluarga sebenarnya sudah ditanamkan, namun
terkadang dalam kenyataannya orang tua melanggar prinsip tersebut. Hal
ini menyebabkan tertanamnya prinsip kejujuran dalam diri anak berkurang.
Sehingga anak menjadi meremehkan prinsip kejujuran itu sendiri.
(Harsono, 2007: 87).
D. Cara Mengatasi Agar Siswa Tidak Menyontek
Untuk menghilangkan kebiasaan menyontek memang sulit, karena :
1. sudah terbentuk dari perilaku yang berlangsung lama
2. kepercayaan diri yang ngedrop, jadi meskipun sudah belajar kalau tidak
nyontek teman kurang pas rasanya
3. perilaku instan, mungkin karena sering mengalami dan melihat hal-hal yang
instan
4. kerjasama yang salah pengertian, jadi salah juga dalam penerapan
5. tidak menyadari apa artinya ilmu bermafaat
6. terlalu mementingkan nilai formalitas yang tertulis di ijazah atau buku raport
dibandingkan ilmu yang seharusnya dikuasai
7. merupakan gambaran dari mental cengeng dan ingin enaknya saja
8. didukung lingkungan, dengan pengawasan yang longgar saat ujian
memotivasi peserta sharing jawaban
9
9. belum merasakan akibat dari kebiasaan menyontek, ini dilontarkan oleh
alumni yang sudah merasakan sulitnya mempelajari ilmu lebih lanjut tanpa
modal kemampuan awal yang memadai.
Budaya menyontek memang sudah mendarah daging di Indonesia. Jadi, perlu
penanganan dari semua pihak untuk mengatasinya.
- Pertama dari pihak pengajar atau guru, harus bertidak tegas saat ujian
dengan cara benar-benar mengawasi murid-muridnya saat ujian serta
memberikan sangsi yang benar-benar tegas dan membuat jera baik kepada
yang mencontek dan yang memberikan contekan
- Lebih sering mengadakan ujian lisan. dengan begitu murid-murid tidak
punya pilihan lain selain belajar dan percaya pada diri sendiri. Mungkin
dengan begitu lama kelamaan para murid jadi lebih terbiasa untuk percaya
pada dirinya sendiri.
- Untuk para murid, jangan takut melaporkan kecurangan yang dilakukan oleh
teman. Karena ada beberapa murid yang tidak mau melaporkan temannya
yang mencontek karena alasan solidaritas dan sebagainya.
- Untuk orang tua dan guru, harus menanamkan sikap jujur dan percaya diri
sejak dini kepada anak. Tetapi bukan cuma sekedar teori, tetapi juga
menunjukkan teladan atau contoh yang baik.
Budaya tersebut bisa dihilangkan dengan berbagai cara seperti :
1. Harus percaya diri saat mengerjakan soal-soal
2. membiasakan membaca doa terlebih dahulu sebelum mengerjakan soal
3. Konsen / focus terhadap soal
4. biasakanlah mengerjakan yang mudah dulu kemudian yang sulit
5. terus optimis (http://tunggulsma1.blogspot.com/2008/11/cara- mengatasi-wabah-
menyontek.html).
10
E. Beda Menyontek di Indonesia dengan di Luar Negeri
Pernah ada suatu kasus di negara Jepang, seorang pelajar mencontek ketika
ujian untuk masuk universitas. Hal itu diketahui saat pelajar itu sudah resmi
diterima sebagai mahasiswa di sana. Berita itu langsung menyebar luas dan
masuk surat kabar. Pelajar tersebut dikeluarkan dari universitasnya secara tidak
hormat dan menderita rasa malu yang sangat.
Ada juga kasus lain, ini terjadi di Indonesia. Waktu terjadinya ketika akan
diadakan ujian tingkat Nasional bagi kelas 3 SMA. Departemen Pendidikan
memberikan standar yang dianggap terlalu tinggi bagi hasil ujian akhir, sehingga
standar untuk lulus menjadi demikian sulit. Akhirnya, diambillah jalan pintas
oleh pihak sekolah untuk membiarkan muridnya mencontek di saat UAN agar
dapat mencapai hasil sesuai target kelulusan. Bahkan, secara sengaja dan terang-
terangan pengawas keluar di waktu ujian agar siswa bisa saling menyontek dan
bertanya pada teman-temannya. Ironis, bukan?
Kita bisa melihat dua kasus yang serupa, tetapi tidak sama ini. Di negara
Jepang, menyontek untuk lulus ujian malah memberi efek malu dan sanksi sosial
yang luar biasa sampai-sampai si pelajar dikeluarkan. Di Indonesia, mencontek
menjadi solusi agar bisa lulus dari ujian yang dianggap "neraka". Bahkan, untuk
memberikan citra baik, sekolah pun memfasilitasi mencontek sehingga terlihat
hal itu menjadi boleh, bahkan wajib kalau kepepet. Wah, sungguh mengerikan.
Contoh lainnya yaitu yang terjadi di Monash University, Amerika. Di
kampus ini budaya anti menyontek menjadi prinsip utama para mahasiswanya.
“Dalam sejarah program pasca sarjana di Monash, hanya terjadi satu kasus
menyontek. Ternyata mahasiswa yang menyontek itu berasal dari Indonesia.”
Sebagai hukumannya, mahasiswa program magister asal Indonesia itu
dikeluarkan secara tidak terhormat dari Monash University. Sungguh
memalukan.
(http://aneh22.blogspot.com/2009/03/menyontek-perilaku-yang-menyebalkan.html)
11
Bandingkan pula dengan yang terjadi di Indonesia. Kalau diperhatikan
sejak Ujian Nasional sebagai faktor penentu kelulusan seorang siswa dari sekolah
yang ditetapkan oleh pemerintah, terjadi banyak kasus yang mana guru menjadi
‘tim sukses’. Mereka sebagai pengawas ujian, bukannya mengawasi jalannya
ujian agar berjalan tertib dan aman, tetapi malahan memberikan jawaban kepada
para peserta. Antarpengawas terjadi pemahaman TST (tahu sama tahu). Mengapa
itu mereka lakukan? Banyak pihak beralasan; agar siswanya lulus ujian, karena
kalau tidak dibantu akan banyak yang tidak lulus. Akibatnya, reputasi sekolahnya
pun bisa hancur. Lebih-lebih sekolah swasta yang kualitasnya biasa saja (standar)
yang mana mati hidupnya sangat bergantung pada penerimaan jumlah siswanya.
Dalam kasus ini sebenarnya seperti melihat lingkaran setan. Karena,
banyak pihak menyatakan guru ditekan oleh kepala sekolah. Sedangkan kepala
sekolah mengaku ditekan oleh ketua yayasan atau atasan langsungnya, seperti
kepala dinas pendidikan atau kepala kantor cabang departemen yang ada di
kabupaten yang menangani pendidikan. Dalam kasus ini, menyontek justru
terjadi secara massif, dan bahkan ‘semi legal’, karena justru disponsori oleh para
pengawas itu sendiri.
Ketika standar nilai yang ditetapkan pemerintah terlalu tinggi dijadikan
sebagai alasan dan pembenaran memberikan sontekan—yang dalam pandangan
saya standar tersebut masih terlalu rendah—maka mestinya standar itu ditetapkan
lebih tinggi lagi. Katakanlah standar nilai dengan skala 0-10, maka yang lulus
ujian adalah mereka yang mendapatkan nilai 75 persen atau 7,5. Seandainya
mereka menganggap musthail, pertanyaan yang mestinya ditujukan pada
pengelola sekolah adalah, “Selama ini mereka ngapain aja? Mengapa siswa
belajar tiga tahun sampai tidak siap menghadapi soal ujian nasional? Yang salah
siapa? Apa gurunya? Apa bahan ajarnya? Apa metodenya? Atau, sarananya?”
Dan, janganlah menyalahkan siswa karena siswa datang ke sekolah adalah untuk
belajar. Belajar yang menurut KKBI adalah “proses perubahan tingkah laku, baik
kognitif, afektif, maupun psikomotorik.”
12
Dan, janganlah pula menyalahkan soalnya yang terlalu tinggi. Dalam sebuah
kesempatan pejabat Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional pernah
menyakatan bahwa soal matematika SD kelas 6 di Indonesia adalah yang paling
mudah se-ASEAN. Bagaimana jika dibandingkan dengan kawasan lain?
Bagaimana bila dibandingkan seasia? Sedunia? Wajarlah demikian, sehingga
sampai-sampai Human Development Index (HDI) Indonesia merupakan yang
paling rendah. Bahkan, katanya berada pada titik nadir, yaitu lebih rendah
daripada Vietnam, negara yang belum terlalu lama bangkit dari sisa-sisa
reruntuhan perang bersenjata melawan hegemoni Amerika Serikat (AS)
(http://www.andaluarbiasa.com/psikologi-nyontek).
F. Hubungan antara Menyontek dengan Korupsi
Budaya menyontek yang mewarnai kehidupan siswa maupun mahasiswa
harus dihapuskan. Sebab, menyontek merupakan manifestasi ketidakjujuran,
yang pada akhirnya memunculkan perilaku korupsi. Jika budaya menyontek
tidak diberantas, sekolah dan kampus menjadi bagian dari ”pembibitan” koruptor
di Indonesia.
Demikian pendapat Dr. K.H. Mukhtar Khalid dan Ir. H. Ceppy Nasahi
Ma'soem, M.S., dalam acara peringatan maulid Nabi Muhammad saw., di
kampus Al Ma'soem, kemarin.
Menurut Mukhtar Khalid, kejujuran merupakan ”barang langka” di
Indonesia kini. Banyak orang pintar yang lulus perguruan tinggi, tapi sangat
langka orang pintar yang jujur. Di sejumlah kasus korupsi, ternyata pelakunya
adalah orang pintar yang notabene terpandang dari segi kecendekiawanannya.
”Jika dia pejabat, maka pejabat yang pintar. Kepandaiannya digunakan
untuk melakukan korupsi. Yang lebih memprihatikan lagi pada umumnya pelaku
korupsi beragama Islam yang terdidik,” tutur Mukhtar Khalid.
13
Dalam pandangan Ceppy Nasahi, semaraknya perilaku menyontek telah
menyulitkan guru mengukur tingkat keberhasilan pendidikan. Menyontek
berakibat sulitnya mengukur kadar kesuksesan proses belajar-mengajar.
Membohongi diri
Perilaku menyontek yang dilakukan siswa atau mahasiswa, menurut Ceppy
Nasahi, pada hakikatnya merupakan perbuatan membohongi diri sendiri. Jika
dibiarkan, maka banyak pihak yang dirugikan. Rekan yang disontek tentunya
telah ”terampas” kemampuannya.
”Menyontek cenderung serumpun dengan perbuatan korupsi. Ketika masih
belajar di sekolah dan di kampus sudah gemar menyontek, maka itu pertanda
ketika sudah menjadi 'orang' bekerja di suatu instansi akan cenderung melakukan
korupsi,” ujar Ceppy.
Seraya menyebutkan sejumlah kasus korupsi yang terjadi di berbagai
instansi, termasuk sekolah dan kampus, Ceppy berpendapat, sulitnya
pemberantasan kasus korupsi karena korupsi tumbuh dan berkembang secara
massal dan sejak dini di bangku sekolah serta kampus.
”Karenanya, di sekolah Al Ma'soem, dilarang siswa menyontek. Yang
menyontek akan meraih sanksi 100 poin yang bermakna dikeluarkan dari
sekolah,” ujar Ceppy.
(http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/042007/04/0704.htm).
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat kita ambil beberapa kesimpulan,
yaitu:
1. Menyontek merupakan suatu perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur,
curang, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai nilai yang terbaik
dalam ulangan atau ujian pada setiap mata pelajaran.
2. Menyontek merupakan suatu perbuatan yang tercela dan menimbulkan
berbagai dampak negatif, diantaranya yaitu semakin berkurangnya rasa
percaya diri.
3. Menyontek sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Indonesia
dan ini sudah menjadi budaya yang turun-temurun dari generasi ke generasi.
4. Menyontek merupakan masalah semua pihak karena pendidikan adalah suatu
sistem sehingga pemecahan masalahnya harus melibatkan seluruh pihak
yang terkait.
5. Menyontek merupakan akar dari tindak korupsi yang terjadi di Indonesia.
6. Budaya menyontek harus dimusnahkan dari bumi Indonesia agar tercipta
SDM yang berkualitas.
B. Saran
Menyontek merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari pendidikan
Indonesia. Untuk itu, budaya menyontek ini harus dimusnahkan sampai ke
akar-akarnya. Setiap pihak harus bahu-membahu untuk memberantas budaya
ini. Karena pendidikan merupakan suatu sistem, maka seluruh elemen yang
terkait harus berkomitmen untuk mengatasi masalah ini. Kalau ada satu pihak
saja yang tidak mau ambil bagian, maka budaya menyontek di Indonesia tidak
akan bisa dihapuskan. Untuk itu, kita harus mulai dari diri kita sendiri. Kita
14
15
harus berjanji pada diri kita sendiri untuk tidak mencontek dan meyakini
bahwa mencontek merupakan perbuatan yang memalukan dan tidak berguna.
Jika semuanya sudah dimulai dari kesadaran diri sendiri, Insya Allah budaya
menyontek akan semakin berkurang seiring berjalannya waktu.
Recommended