View
7
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Kondisi Prasiklus (Kondisi Awal)
Pembelajaran pada prasiklus ini, penulis menggunakan metode
pembelajaran konvensional yaitu dengan metode ceramah. Guru mengawali
pembelajaran dengan salam, dan memotivasi siswa, menyampaikan materi.
Selama pembelajaran berlangsung, guru menyampaikan materi sementara
siswa mendengarkan, dan guru sesekali memberikan pertanyaan dengan
maksud agar siswa ikut aktif di dalam pembelajaran. Tetapi guru sangat
dominan dan memegang kendali penuh atas pembelajaran yang sedang
berlangsung. Sehingga alur pembelajaran banyak dari atas ke bawah atau
dengan kata lain informasi hanya searah yang menyebabkan interaksi antara
siswa dengan guru kurang aktif.
Interaksi antara siswa satu dengan siswa lainnya tidak dapat terjadi,
karena seluruh waktu didominasi oleh guru. Siswa belajar sendiri setelah
mendapatkan ceramah dari guru, tidak ada pendampingan dari guru. Secara
individu siswa belajar tanpa adanya alat peraga atau contoh penyelesaian
soal. Di akhir pembelajaran guru langsung memberikan tugas kepada siswa.
Pada minggu III tanggal 14 November 2011 diadakan tes evaluasi,
yang akan menunjukkan besarnya prestasi belajar yang dicapai oleh siswa.
Prestasi belajar yang dicapai merupakan cerminan dari pelaksanaan
pembelajaran yang menggunakan metode ceramah, yang pada akhir
pembelajaran dilakukan penilaian melalui tes, dengan perolehan hasil
seperti yang disajikan dalam tabel 4.1 di halaman berikut ini.
Berdasarkan pada tabel 4.1 distribusi skor tes berdasarkan ketuntasan
pada kondisi prasiklus ini menunjukkan bahwa frekuensi atau banyaknya
siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 11 dari 24 siswa atau 45,83 %.
49
50
Angka ini menunjukkan angka yang rendah, mengingat bahwa siswa
yang belum tuntas mencapai lebih dari 50 % yakni 54,17 %. Begitu pula
skor minimal yang dicapai jauh dari skor KKM yang ditetapkan sebesar 70
yakni 45. Namun skor maksimal yang dicapai cukup tinggi yakni 90.
Kondisi ini wajar terjadi, karena pembelajaran berpusat pada guru, sehingga
siswa pasif dan tidak aktif berfikir, sehingga hasilnya rendah.
Tabel. 4.1
Distribusi Skor Tes Berdasarkan Ketuntasan dan
Persentase Kondisi Prasiklus
Persoalan lainnya adalah distribusi pencapaian prestasi belajar yang
tidak merata. Hal ini nampak pada banyaknya siswa yang memperoleh skor
55 yang tidak tuntas mencapai 8 orang atau 33,33 %, begitu pula siswa yang
mencapai skor 80 sebanyak 6 siswa atau 25 %. Ketidak merataan perolehan
skor ini, dimungkinkan sekali karena pembelajaran yang dilakukan di dalam
kelas lebih bersifat individual. Adapun rata-rata skor yang dicapai pada
kondisi pra siklus sebesar 65. Hal ini menunjukkan banyaknya siswa yang
mengalami ketidak tuntasan dalam belajar. Penelitian tindakan ini dikatakan
berhasil apabila 75% berhasil tuntas dan memperoleh nilai 70.
No Skor Frekuensi Jml=S * F Ketuntasan Persen (%)
1 45 3 13.5 Belum Tuntas 12.5
2 55 8 44 Belum Tuntas 33.33
3 60 1 6 Belum Tuntas 4.17
4 65 1 6.5 Belum Tuntas 4.17
5 70 2 14 Tuntas 8.33
6 75 2 15 Tuntas 8.33
7 80 6 48 Tuntas 25
8 90 1 9 Tuntas 4.17
Jumlah 24 156
Jumlah
ketuntasan
11 siswa=
45.83%
Rata-rata = 65
51
Mendasarkan pada tabel 4.1 tersebut di atas, maka ketuntasan
belajar matematika bagi siswa kelas V SDN Sunggingwarno 02 Gabus Pati
terutama untuk materi bangun ruang sisi datar yang mencapai persentase
terbesar adalah pada skor 55 dan belum tuntas, sedangkan persentase
terkecil sebesar 8.5 % dicapai pada skor 70 dan 75 yang dinyatakan tuntas.
Ketuntasan belajar ini juga dapat ditunjukkkan melalui tabel 4.2 berikut
ini.
Tabel 4.2
Distribusi Ketuntasan Belajar Matematika
Pada Kondisi Prasiklus
No Ketuntasan Belajar Jumlah siswa
Jumlah Persentase
1. Tuntas 11 45,83%
2. Belum Tuntas 13 54,16%
Jumlah 24 100%
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa ketuntasan belajar yang diukur
dengan KKM diatas atau sama dengan 70, dicapai oleh 11 siswa atau
45,83% dan ada 13 siswa lainnya atau sebesar 54,16% dari seluruh siswa
yang ada belum mencapai ketuntasan dalam belajar matematika untuk
materi bangun ruang sisi datar. Hasil pembelajaran seperti ini menuntut
adanya perbaikan pembelajaran, terutama melalui penggunaan metode
kerja kelompok yang didorong adanya prestasi belajar yang rendah dan
terjadi secara individual.
Distribusi ketuntasan belajar juga dapat disajikan dalam bentuk
grafik lingkaran seperti yang terlihat pada gambar 4.1 pada halaman
berikut.
52
Gambar 4.1
4.2 Deskripsi Pelaksanaan Siklus I
4.2.1 Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini telah dipersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari RPP dengan 2 kali pertemuan, setiap pertemuan
berlangsung selama 70 menit (2 jam pertemuan), menyusun 2 lembar
kerja siswa (LKS), butir soal tes formatif I, dan alat-alat
pembelajaran yang mendukung, yang semuanya disajikan dalam
lampiran.
Dalam tahap perencanaan tindakan ini telah dilakukan:
1. Identifikasi kebutuhan belajar siswa.
2. Rumusan tujuan pembelajaran.
3. Tersedianya masalah pelajaran yang akan dipecahkan. Masalah
yang akan dipecahkan dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan.
4. Tersedianya alat dan bahan yang diperlukan diperlukan (contoh
soal bangun ruang sisi datar)
5. Rancangan pembelajaran dengan materi bangun ruang sisi datar
yang dilaksanakan dengan metode kerja kelompok.
6. Tersedianya RPP Siklus I
7. Tersedianya lembar observasi guru untuk melihat kondisi
pembelajaran di kelas.
53
8. Tersedianya lembar evaluasi untuk melihat hasil belajar yang
dilakukan.
4.2.2 Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Pelaksanaan pembelajaran siklus I dilaksanakan pada tanggal 21 s.d
24 November 2011 di kelas V dengan jumlah siswa 24 dengan
mengacu pada RPP yang telah dipersiapkan dan disempurnakan,
sehingga kesalahan atau kekurangan pada prasiklus tidak terulang
pada siklus I. Kegiatan awal pembelajaran, guru menjelaskan
langkah-langkah pembelajaran yang akan ditempuh dan materi yang
dikerjakan seperti yang terlihat pada gambar 4.2 berikut ini.
Gambar 4.2
Penjelasan Langkah Pembelajaran
Pada pelaksanaan tindakan yang merupakan implementasi RPP,
pembelajaran dilakukan secara berkelompok. Setiap kelompok terdiri
dari 6 sampai 7 siswa. Permasalahan matematika yang terkait dengan
bangun ruang sisi datar yakni kubus dan balok disampaikan guru
kepada setiap kelompok untuk dikerjakan bersama. Kompetensi
54
dasar yang ingin dicapai adalah „menjelaskan bagian-bagian kubus,
balok dan ukurannya‟. Pada awalnya siswa cenderung ramai
sehingga guru perlu mengatur dan mengarahkan siswa dalam
pembentukan kelompok. Kelompok-kelompok ini melakukan diskusi
dan diakhiri dengan pembuatan resume yang kemudian
dipaparkan/dipresentasikan dihadapan kelompok lain yang
difasilitasi oleh guru. Pada saat siswa mengerjakan permasalahan
matematika secara berkelompok, guru melakukan pemantauan,
penilaian dan pendampingan kepada siswa. Hal ini diperjelas melalui
gambar 4.3 tentang kerja kelompok siswa yang didampingi oleh
guru.
Gambar 4.3
Kerja Kelompok Siswa Didampingi Guru
Setelah waktu yang ditentukan telah selesai, setiap kelompok
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Apabila ada kekurangan
atau kesalahan mengerjakan tugas, maka dilakukan pembahasan
secara kelompok, dan selanjutnya diadakan tindak lanjut dan tes
akhir untuk mengukur keberhasilan siswa dalam pembelajaran.
55
4.2.3 Refleksi
Prestasi belajar siswa yang diperoleh pada siklus I menunjukkan
besarnya angka rata-rata mencapai 80.21. Angka ini merupakan
angka yang telah mengalami kenaikan dibandingkan pada skor rata-
rata pada kondisi pra siklus yang hanya mencapai 65. Ini berarti
kenaikan skor rata-rata sebesar 15.21. Kenaikan angka ini adalah
signifikan, artinya kenaikan skor rata-rata ini bermakna. Pemberian
tindakan yang berupa kerja kelompok mempunyai makna yang
berarti dalam pembelajaran matematika terutama untuk materi
bangun ruang sisi datar sehingga mendorong skor rata-rata kelas.
Prestasi belajar yang diperoleh siswa selain skor rata-rata adalah skor
minimal, skor maksimal dan ketuntasan belajar pada siklus I dengan
pemberian tindakan kerja kelompok, ditunjukkan melalui tabel 4.3
berikut ini.
Tabel. 4.3
Distribusi Skor Tes Berdasarkan
Ketuntasan dan Persentase Pada Kondisi Siklus I
No Skor Frekuensi Jml=SXF Ketuntasan
Persen
(%)
1 55 1 55 Belum Tuntas 4.17
2 65 2 130 Belum Tuntas 8.33
3 70 3 210 Tuntas 12.5
4 75 3 225 Tuntas 12.5
5 80 3 240 Tuntas 12.5
6 85 3 255 Tuntas 12.5
7 90 9 810 Tuntas 37.5
Jumlah 24 1925 Jumlah 100
Rata-rata 80.21 Ketuntasan 21 siswa 87.5
56
Skor rata-rata tersebut juga ditandai dengan besarnya skor minimal
yang naik 10 yakni dari skor 45 pada kondisi prasiklus naik menjadi
55 pada siklus I, kenaikan ini merupakan kenaikan yang berarti dan
bermakna. Artinya tindakan yang berupa kerja kelompok dapat
mendorong siswa pada golongan terbawah naik skornya. Namun
pada skor maksimal tidak mengalami kenaikan dan tetap pada skor
90. Ini artinya pemberian tindakan tidak memiliki dampak yang
berarti bagi siswa pada golongan teratas. Meskipun demikian,
besarnya persentase ketuntasan belajar klasikal mengalami kenaikan
yang signifikan yakni dari kondisi pra siklus 45,83 % (11 siswa)
menjadi 87.50 % (21 siswa) pada siklus I.
Mendasarkan pada tabel 4.3 tersebut di atas, maka ketuntasan belajar
matematika bagi siswa kelas V SDN Sunggingwarno 02 Gabus Pati
terutama untuk materi bangun ruang sisi datar yang mencapai
persentase terbesar adalah pada skor 90 dan tuntas, sedangkan
persentase terkecil sebesar 4.17 % dicapai pada skor 55 yang
dinyatakan belum tuntas. Kondisi ini menunjukkan peningkatan
prestasi yang bermakna. Ketuntasan belajar ini juga dapat
ditunjukkkan melalui tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4
Distribusi Ketuntasan Belajar Matematika
Pada Kondisi Siklus I
No Ketuntasan Belajar Jumlah siswa
Jumlah Persen (%)
1. Tuntas 21 87.5
2. Belum Tuntas 3 12.5
Jumlah 24 100
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa ketuntasan belajar yang diukur
dengan KKM diatas atau sama dengan 70, dicapai oleh 21 siswa
57
atau 87.50 % dan ada 3 siswa lainnya atau sebesar 12.50% dari
seluruh siswa yang ada belum mencapai ketuntasan dalam belajar
matematika untuk materi bangun ruang sisi datar. Gambar ketuntasan
belajar ini juga dapat ditunjukkan dalam grafik lingkaran seperti
gambar 4.4 di bawah ini.
Gambar 4.4
Ketuntasan Belajar Matematika
Adapun lembar observasi yang dilakukan oleh teman sejawat dalam
kegiatan tindakan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengamatan Kinerja Guru
Hasil dari lembar pengamatan kinerja guru sebagai berikut:
a. guru merencanakan pembelajaran sangat baik.
b. guru memberi apersepsi dan menyampaikan tujuan
pembelajaran cukup baik.
c. guru memotivasi untuk memecahkan masalah dengan baik.
d. guru berkomunikasi dan menciptakan timbal balik dengan baik.
e. guru mengawasi dan membimbing siswa dengan baik.
f. Penguasaan materi bahan ajar dengan menggunakan model
kerja kelompok sangat baik.
g. kemampuan guru menjawab pertanyaan dari siswa baik.
58
h. kemampuan guru mengelola kelas baik.
i. kemampuan guru menarik kesimpulan baik.
j. kemampuan guru menutup pelajaran baik.
Kinerja guru juga nampak seperti terlihat pada gambar 4.5 di bawah
ini.
Gambar 4.5
Kinerja Guru Dalam Mendampingi Kerja Kelompok Siswa
2. Pengamatan Keaktifan Siswa
Dalam pembelajaran dengan menggunakan metode kerja
kelompok, aktivitas siswa nampak sebagai berikut:
a. Ada kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
b. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru menunjukkan
peningkatan.
c. Semangat dan antusias siswa dalam belajar di kelas sangat
tinggi.
d. keaktifan dan keberanian siswa untuk bertanya kepada guru
mengalami peningkatan, hal ini nampak ketika siswa
mengalami kesulitan untuk mengerjakan tugas dalam
59
kelompok, salah satu perwakilan kelompok bertanya kepada
guru.
e. siswa mulai aktif dalam menjawab pertanyaan guru.
f. kesungguhan siswa dalam menyelesaikan soal.
g. siswa sudah mampu dalam menyampaikan hasil pekerjaan
dengan pasangannya di depan kelas.
h. Keaktifan siswa dalam menanggapi hasil pekerjaan pasangan
lain di depan kelas.
i. Keaktifan siswa dalam menarik kesimpulan materi.
j. Kesungguhan siswa dalam menyelesaikan soal-soal.
Keaktifan siswa juga nampak terlihat pada gambar 4.6 di bawah
ini.
Gambar 4.6
Keaktifan Siswa Dalam Kerja Kelompok
Meskipun prestasi belajar yang diperoleh dalam siklus I, belum
mencapai 100% yakni 87.50 %, namun keaktifan siswa
menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini konsisten
dengan kenaikan persentase ketuntasan yang diperoleh. Meskipun
60
demikian, perolehan prestasi yang dicapai pada siklus I tetap
diupayakan mencapai optimal.
Mendasarkan pada refleksi tersebut, maka temuan yang diperoleh
adalah adanya peningkatan yang bermakna baik melalui
persentase ketuntasan, skor rata-rata, skor minimal maupun
aktivitas siswa dalam kerja kelompok. Kondisi ini yang perlu
didorong untuk ditingkatkan lagi mencapai optimal.
4.3 Deskripsi Pelaksanaan Siklus II
4.3.1 Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari RPP, LKS , soal tes formatif, dan alat peraga. Penyusunan
perangkat pembelajaran mendasarkan pada hasil dan temuan refleksi
pada siklus I.
4.3.2 Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Dalam pelaksanaan tindakan ini, siswa menyelesaikan materi belajar
sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai secara berkelompok.
Dalam membentuk kelompok, guru membantu siswa membuat anggota
kelompok (siswa) bertanggungjawab atas segala sesuatu yang
dikerjakan dalam kelompoknya. Setiap anggota kelompok harus
mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang
sama. Setiap anggota kelompok harus membagi tugas dan
tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya. Setiap
anggota kelompok akan dikenai evaluasi. Setiap anggota kelompok
berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar
bersama selama proses belajarnya. Setiap anggota kelompok akan
diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam metode kerja kelompok. Untuk mengakhiri
pembelajaran, guru meminta siswa mempertanggungjawabkan secara
kelompok materi yang dihasilkannya. Guru melakukan pembahasan
61
secara kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Guru melakukan
tindak lanjut terhadap anggota kelompok dari materi yang belum
dikuasai. Guru melaksanakan tes evaluasi untuk mengukur keberhasilan
siswa dalam pembelajaran.
Pembelajaran pada siklus II, tindakan yang diberikan di kelas tetap
menggunakan metode kerja kelompok dan ceramah. Guru mengawali
pembelajaran dengan salam, dan memotivasi siswa, menyampaikan
materi. Guru kemudian menyampaikan pokok materi kubus dan balok
pada modul siswa. Dalam siklus II ini siswa bekerjasama dalam
kelompok masing-masing. Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 6
siswa. Pada dasarnya tindakan pada siklus II ini tidak jauh berbeda
dengan siklus I.
Suasana pembelajaran metode kerja kelompok pada siklus ini menjadi
lebih hidup karena siswa mulai antusias dan aktif menjaga eksistensi
kelompoknya. Guru tetap memfasilitasi den memotivasi siswa agar
tetap fokus pada pembelajaran. Interaksi antara guru dengan siswa dan
dari siswa dengan siswa dapat terjalin dengan baik. Kelompok-
kelompok ini melakukan aktivitas diskusi dan diakhiri dengan
pembuatan resume yang kemudian dipaparkan/dipresentasikan
dihadapan kelompok lain yang difasilitasi oleh guru. Terlihat kegiatan
siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya kepada kelompok
lain melalui gambar 4.7 berikut ini.
62
Gambar 4.7
Presentasi Hasil Kerja Kelompok
Selama kegiatan presentasi berlangsung, guru memotivasi kelompok-
kelompok untuk mengajukan berbagai pertanyaan tentang materi
pembelajaran. Diakhir kegiatan pembelajaran guru memberikan suatu
kesimpulan dan memberikan penghargaan kepada kelompok yang aktif
dalam diskusi kelas. Diakhir kegiatan diadakan tes, yang pelaksanaan
siklus II ini dari tanggal 28 sampai 30 November 2011.
Pertemuan pertama pada siklus II dilaksanakan hari Selasa, 30
November 2011 pukul 08.20-10.00. Guru membuka pembelajaran
dengan salam. Guru membahas sedikit tentang kesalahan-kesalahan
yang dilakukan siswa pada tes luas permukaan kubus dan balok. Guru
mengkomunikasikan metode pembelajaran kerja kelompok. Guru
menerangkan mengapa siswa harus berpikir secara individu dahulu baru
dilanjutkan dengan berpikir berpasangan dan berpikir berempat. Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu volume kubus dan balok
kemudian memberikan apersepsi yaitu satuan volume dan cara
mengubah satuan volume. Guru mengatakan bahwa dalam tes
sebelumnya masih banyak siswa yang melakukan kesalahan saat
mengubah satuan. Guru memberikan nasihat agar siswa memperhatikan
pelajaran dan aktif dalam berdiskusi karena soal volume kubus dan
63
balok untuk siswa SD lebih rumit. Gambar 4.8 menunjukkan kegiatan
guru mengkomunikasikan metode kerja kelompok.
Guru mengkondisikan siswa untuk duduk berkelompok. Untuk
memahami materi volume kubus dan balok, siswa melaksanakan:
1. Diskusi kelompok
Guru membagikan LKS volume kubus dan balok kegiatan I kepada
setiap kelompok. Guru kemudian menunjukkan kartu squere. Siswa
yang aktif berdiskusi dengan rekan satu kelompok. Guru berkeliling
untuk mengamati jalannya diskusi. Terlihat siswa-siswa semakin
aktif berdiskusi dengan melibatkan semua anggota kelompoknya.
Gambar 4. 8
Guru mengkomunikasikan metode kerja kelompok
2. Presentasi siswa
Selang waktu beberapa menit, guru menyuruh siswa berhenti
berdiskusi. Guru menawarkan kesempatan presentasi bagi
kelompok yang menginginkan. Beberapa kelompok terlihat
antusias, guru memprioritaskan bagi kelompok yang belum pernah
64
presentasi. Dipilihlah kelompok 1 dan 2. Kemudian, perwakilan 2
kelompok tersebut mempresentasikan hasil diskusinya, sedangkan
kelompok lain menyimak.
Dalam memecahkan masalah tahapan-tahapan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran kerja kelompok yang terlaksana
adalah sebagai berikut:
a. Berpikir sendiri
Sebelum siswa mengerjakan soal, guru memberikan contoh
soal terlebih dahulu. Soal dituliskan di papan tulis oleh guru.
Siswa dirikan waktu untuk memahami soal dan menyalin soal
ke dalam dengan bimbingan guru. Guru membagikan LKS
“Volume Kubus dan oleh penulis.
Guru memberikan conoh kubus pada siswa. Pada identifikasi
soal, ternyata beberapa siswa masih kurang dalam menuliskan
informasi dari soal. Guru mengingatkan lagi bahwa siswa harus
teliti dalam menuliskan apa yang diketahui dari soal.
b. Diskusi berpasangan
Beberapa menit kemudian, guru untuk menyuruh siswa diskusi
berpasangan. Guru berkeliling untuk memandu dan memotivasi
siswa agar diskusi berpasangan dapat berjalan. Dalam
mengerjakan soal nomor 2, beberapa siswa masih belum
menuliskan pemisalan panjang, lebar, dan tinggi balok.
Siswa mulai terbiasa untuk menyimpulkan jawaban. Seperti
terlihat pada gambar 4.9 di bawah ini.
65
Gambar 4.9
Aktivitas Diskusi Berpasangan
c. Diskusi berempat
Selanjutnya, guru menunjukkan kubus yang berarti siswa boleh
diskusi berempat. Diskusi berjalan cukup lancar. Seperti pada
pembelajaran sebelumnya, siswa saling mencocokkan, saling
mengoreksi, dan berpendapat untuk memecahkan soal. Selang
beberapa menit, guru menawarkan kesempatan untuk
menuliskan jawaban soal di papan tulis bagi kelompok yang
menginginkan. Diperoleh 2 kelompok yang masing-masing
oleh guru dan siswa.
Guru memberikan PR untuk mengerjakan soal dalam buku
matematika. Soal-soal tersebut merupakan soal untuk
pemahaman konsep volume kubus dan balok. Guru
menyampaikan pelajaran yang akan dating yaitu latihan soal
dalam buku matematematika untuk SD kelas V semester II.
Guru menutup pembelajaran dengan salam. Seperti terlihat
kegiatan pembelajaran pada gambar 4.10 di bawah ini.
66
Gambar 4.10
Kegiatan Diskusi Berpasangan Berempat
Pertemuan 2 kedua siklus II dilaksanakan pada 1 Desember
2011. Guru memasuki kelas pada pukul 07.00 WIB bersama
peneliti dan pengamat. Pembelajaran dimula dengan berdoa
bersama seluruh kelas, dilanjutkan salam dari siswa terhadap
guru, peneliti dan pengamat. Guru memberikan apersepsi yaitu
mengulang rumus volume kubus dan balok. Guru meminta
siswa untuk duduk berkelompok. Pada akhir pembelajaran
diberikan tes.
4.3.3 Refleksi
Prestasi belajar yang diperoleh siswa pada siklus II telah mengalami
peningkatan yang tidak signifikan. Hal ini terjadi, karena tindakan
yang diberikan adalah tindakan yang sama yakni berkelompok.
Namun kerja kelompok yang dilakukan diorganisir, yakni mulai
dengan berpikir sendiri, kemudian berpasangan dan berkelompok
besar. Pembelajaran semacam ini adalah model pembelajaran think
pare share (TPS). Prinsip model ini adalah pembelajaran dengan
67
bekerja dalam kelompok. Peroleh belajar dengan menggunakan model
pembelajaran ini ditunjukkan pada tabel 4.5 berikut ini.
Tabel. 4.5
Distribusi Skor Tes Berdasarkan
Ketuntasan dan Persentase Pada Kondisi Siklus II
Tabel 4.5 menunjukkan perolehan skor minimal yang tetap dari 45 ke
55 dan tetap bertahan pada siklus II sebesar 55. Ini berarti bahwa
pemberian tindakan kerja kelompok dengan model TPS tidak dapat
mengangkat skor satu siswa yang berada di posisi paling bawah.
Skor maksimal pada siklus II naik dari kondisi yang tetap 90 ke 90
menjadi 95. Keadaan ini dapat mengangkat 3 siswa pada golongan
atas, ini berarti tindakan yang diberikan berdampak pada siswa
kelompok atas dan tidak berdampak pada kelompok bawah.
Skor rata-rata mengalami kenaikan yang tidak signifikan yakni dari
80,21 pada siklus 1 menjadi 83,96. Begitu pula untuk persentase
ketuntasan dari 87,50 % (21 siswa) pada siklus I, hanya mengangkat 1
siswa menjadi 91.67 % (22 siswa). Ini berararti ada peningkatan
No Skor Frekuensi Jml=SXF Ketuntasan Persen (%)
1 55 1 55 Belum Tuntas 4.17
2 65 1 65 Belum Tuntas 4.17
3 70 1 70 Tuntas 4.17
4 75 1 75 Tuntas 4.17
5 80 5 400 Tuntas 20.83
6 85 3 255 Tuntas 12.5
7 90 9 810 Tuntas 37.5
8 95 3 285 Tuntas 12.5
Jumlah 24 2015 100.01
Rata-rata 83.96
Ketuntasan 22 siswa
= 91.67%
68
ketuntasan belajar sebesar 45,384% dari kondisi pra siklus. Jika
dibandingkan dengan ketuntasan pada siklus 1 hanya terjadi
kenanikan 4,17 % saja.
Mendasarkan pada tabel 4.5 tersebut di atas, maka ketuntasan belajar
matematika bagi siswa kelas V SDN Sunggingwarno 02 Gabus Pati
terutama untuk materi bangun ruang sisi datar yang mencapai
persentase terbesar adalah pada skor 90 dan tuntas, sedangkan
persentase terkecil sebesar 4.17 % dicapai pada skor 55 yang
dinyatakan tidak tuntas. Ketuntasan belajar ini juga dapat
ditunjukkkan melalui tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6
Distribusi Ketuntasan Belajar Matematika
Pada Kondisi Siklus II
No Ketuntasan Belajar Jumlah siswa
Jumlah Persen (%)
1. Tuntas 22 91.67
2. Belum Tuntas 2 8.33
Jumlah 24 100
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa ketuntasan belajar yang diukur
dengan KKM diatas atau sama dengan 70, dicapai oleh 22 siswa atau
91.67% dan ada 2 siswa lainnya atau sebesar 8.33% dari seluruh
siswa yang ada belum mencapai ketuntasan dalam belajar matematika
untuk materi bangun ruang sisi datar. Gambar ketuntasan belajar ini
juga dapat ditunjukkan dalam grafik lingkaran seperti gambar 4.11
pada halaman berikutnya.
69
Gambar 4.11
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
Perbandingan hasil penelitian yang diperoleh dari keadaan prasiklus,
siklus I dan siklus II disajikan dalam tabel 4.7 berikut ini.
Ketuntasan belajar klasikal pada prasiklus terdapat 11 dari 24 siswa
atau sebesar 45,83% belum memenuhi ketuntasan belajar secara klasikal,
oleh karena itu perlu ada perbaikan pembelajaran. Perbaikan pembelajaran
dilakukan dengan penggunaan metode kerja kelompok. Hal ini dapat
menaikkan ketuntasan menjadi 87.50 pada siklus 1, dan naik menjadi
91.67 pada siklus II. Mendasarkan pada hasil ketuntasan tersebut, maka
kenaikan yang signifikan hanya terjadi pada kondisi prasiklus ke siklus I.
Sedangkan kenaikan ketuntasan dari siklus I ke siklus II dirasa tidak
bermakna, karena pemberian tindakan tidak mengalami perubahan yang
besar, sehingga kondisinya relative monoton. Keadaan inilah yang
mendorong perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut.
Perbandingan skor yang lain lebih rinci disajikan dalam tabel 4.7 di
halaman berikutnya.
70
Tabel 4.7
Perbandingan Distribusi Skor Antara Keadaan
Prasiklus, Siklus I dan Siklus II
No Skor Prasiklus Siklus I Siklus II
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
1 45 3 12.5
2 55 8 33.33 1 4.17 1 4.17
3 60 1 4.17 2 8.33 1 4.17
4 65 1 4.17 3 12.5 1 4.17
5 70 2 8.33 3 12.5 1 4.17
6 75 2 8.33 3 12.5 5 20.83
7 80 6 25 3 12.5 3 12.5
8 90 1 4.17 9 37.5 9 37.5
9 95 3 12.5
Jumlah 24 100.01 24 100.00 24 100.01
Rata-rata 65.00 80.21 83.96
Ketuntasan 11 45.83 21 87.50 22 91.67
Besarnya skor minimal pada prasiklus 45 dan naik 10 pada siklus I
menjadi 55. Keadaan ini tidak terjadi pada siklus II karena skor
minimalnya sama dengan skor siklus I.
Besarnya skor maksimal pada prasiklus dan siklus I sebesar 90.
Pada keadaan ini tidak mengalami kenaikan. Pada siklus II mengalami
kenaikan 5 menjadi 95. Tabel 4.7 di atas yang menunjukkan perbandingan
distribusi skor antara keadaan prasiklus, siklus I dan siklus II dapat
disajikan lebih jelas lagi melalui gambar 4.12 Diagram perbandingan
distribusi skor pada keadaan prasiklus, siklus1 dan siklus2.
71
Gambar 4.12
Diagram Perbandingan Distribusi Skor Pada
Keadaan Prasiklus, Siklus I dan Siklus II.
Gambar 4.12 menunjukkan dengan jelas, perkembangan kenaikan
perolehan skor keadaan prasiklus, siklus I dan siklus II. Dalam gambar
terlibat pada kondisi prasiklus juga diperoleh jumlah yang tinggi yakni
pada skor 55 dan 80. Kondisi ini berbeda dengan kondisi siklus 1 yang
menunjukkan kecenderungan memperoleh skor tinggi dengan jumlah
peserta didik yang tinggi pula, jadi kecenderungannya menaik dengan
lurus. Berbeda dengan kondisi siklus II yang skornya naik dengan peserta
didik yang banyak, kemudian skor terpuncak hanya dicapai oleh jumlah
peserta didik yang sedikit.
Besarnya rata-rata selalu mengalami kenaikan, meskipun kenaikan
itu tidak selalu signifikan. Pada siklus I rata-rata sebesar 65, pada siklus I
mengalami kenaikan sebesar 15 menjadi 80.21, dan naik sedikit lagi yakni
83.96. Kenaikan angka rata-rata yang terjadi dari siklus I ke siklus II ini
tidak signifikan artinya kenaikan rata-rata yang terjadi tidak bermakna.
Perbandingan rata-rata yang dialami oleh masing-masing siklus dapat
ditunjukkan melalui gambar 4.13 di halaman berikutnya.
72
Gambar 4.13
Perbandingan Rata-rata pada Prasiklus, Siklus I dan Siklus II
Persentase ketuntasan belajar selalu mengalami kenaikan, meskipun
kenaikan prosentase dari siklus I ke siklusII itu tidak signifikan. Pada
kondisi prasiklus ketuntasan belajar mencapai 45.83%. Setelah diberi
tindakan ketuntasan belajar naik tinggi pada siklus I sebesar 87.50%,
berarti ada kenaikan sebesar 41,67 %. Kenaikan ini merupakan kenaikan
yang sangat signifikan, sehingga adanya tindakan berupa penggunaan kerja
kelompok memberi makna yang besar terhadap prestasi belajar matematika
siswa kelas V di SDN Sunggingwarno 02 Kecamatan Gabus Kabupaten
Pati pada semester I tahun 2011/2012. Ketuntasan belajar ini juga masih
mengalami peningkatan pada siklus II, namun kenaikannya tidak
signifikan yakni mengalami kenaikan sebesar 4.17 menjadi 91.67%. Hal
ini dapat dipahami, karena tindakan yang diberikan sama, dan hasilnya
sudah meningkat tinggi. Adapun perbandingan persentase ketuntasan
yang dialami oleh masing-masing siklus dapat ditunjukkan melalui gambar
4.14 di halaman berikutnya.
73
Gambar 4.14
Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar
pada Prasiklus, Siklus I dan Siklus II
Besarnya skor maksimalpun juga mengalami kenaikan, namun
kenaikan yang signifikan terjadi pada siklus II. Pada prasiklus dan siklus I
skor maksimal mencapai 90, dan pada siklus II mengalami kenaikan
sebesar 5 menjadi 95. Perbandingan skor maksimal yang dialami oleh
masing-masing siklus dapat ditunjukkan melalui gambar4.15 di halaman
berikutnya. Adapun besarnya kenaikan skor minimal dibandingkan dengan
skor maksimal, lebih baik pada skor minimal. Pada skor minimal ini
kondisi prasiklus mencapai 45, dan adanya tindakan pada siklus 1, skor
minimal dapat naik menjadi 55, namun ke siklus II skor minimal saying
tidak naik, namun tetap. Dengan demikian tindakan yang diberikan tidak
dapat mendorong naiknya kenaikan skor minimal. Kondisi ini secara jelas
disajikan melalui gambar 4.16 di halaman berikutnya.
74
Gambar 4.15
Perbandingan Skor Maksimal
pada Prasiklus, Siklus I dan Siklus II
Gambar 4.16
Perbandingan Skor Minimal
pada Prasiklus, Siklus I dan Siklus II
Recommended