View
19
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Proyek
Manajemen proyek adalah aplikasi pengetahuan (knowledges), keterampilan
(skills), alat (tools) dan teknik (techniques) dalam aktivitas proyek untuk memenuhi
kebutuhan proyek (PMBOK, 2004). Menurut Wulfram I. Ervianto (2004),
Manajemen Proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan
koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) sampai selesainya proyek untuk
menjamin bahwa proyek dilaksanakan tepat waktu, tepat biaya, dan tepat mutu.
Sumber daya dalam proyek konstruksi dapat dikelompokkan menjadi manpower,
material, machines, money, method.
Dengan kata lain, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen proyek adalah
penerapan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan, cara teknis yang terbaik
dan dengan sumber daya yang terbatas, untuk mencapai sasaran dan tujuan yang
telah ditentukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam hal kinerja biaya,
mutu dan waktu, serta keselamatan kerja (Husen, 2011).
Sumber:(Husen, 2010)
Gambar 2.1 Proses Manajemen Proyek
Input
Tujuan sasaran
informasi, data
serta sumber daya
Output Fungsi Manajemen Proyek
- Perencanaan
- Pengorganisasian
- Pelaksanaan
- Pengendalian
- Optimasi kinerja
proyek
- Biaya
- Mutu
- Waktu
- Safety/K3
6
2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan kesehatan kerja wajib dilaksanakan di setiap perusahaan baik
yang berskala kecil maupun besar. Pada dasarnya setiap perusahaan pasti memiliki
wilayah yang dianggap berbahaya sehingga perlu ada jaminan keamanan agar para
karyawan menjadi nyaman selama bekerja. Untuk itu penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja penting adanya dalam perusahaan dan juga pelaksanaannya harus
dilandasi oleh peraturan, undang-undang, serta ilmu yang berkaitan dengan
penerapannya agar dapat bermanfaat bagi perusahaan
K3 dapat ditinjau dari dua aspek yakni aspek filosofis dan teknis. Secara
filosofis K3 adalah konsep berpikir dan upaya nyata untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya, beserta hasil-hasil karya dan budayanya menuju
masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. Secara teknis K3 adalah perlindungan
yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja/perusahaan selalu
dalam keadaan selamat dan sehat, sehingga setiap sumber produksi dapat digunakan
secara aman dan efisien (Utama, 2001).
Tujuan program keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan Occupational
Safety and Healty Act adalah manusia dalam hal ini adalah karyawan perusahaan.
Tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur (2001) adalah:
a. Mencegah terjadinya kecelakaan
b. Pencegahan terjadinya penyakit akibat kerja
c. Peningkatan produktivitas kerja atas dasar tingkat keamanan kerja yang
tinggi
d. Pemeliharaan tempat kerja yang bersih, sehat, aman dan nyaman
e. Pencegahan atau penekanan menjadi sekecil-kecilnya cacat akibat
pekerjaan.
Sedangkan menurut Budiono (2000) adalah:
a. Melindungi karyawan dari resiko kecelakaan pada saat ia melakukan
pekerjaan.
7
b. Menjaga supaya orang-orang yang berada disekitar tempat kerja
terjamin keselamatannya.
Menjaga supaya sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara
aman dan berdayaguna
2.2.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
1. Keselamatan Kerja
Menurut Suma’mur (2005), keselamatan kerja adalah rangkaian
usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi
para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Keselamatan kerja merupakan sarana untuk pencegahan kecelakaan,
cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
Adapun menurut wayne (2008) keselamatan adalah
perlindungan karyawan dari cedera yang disebabkan oeh kecelakaan
yang berkaitan dengan pekerjaan. Keselamatan kerja adalah upaya
mengurangi tingkat kecelakaan yang tidak diharapkan saat melakukan
pekerjaan pada lingkungan perusahaan. Keselamatan kerja bersasaran
disegala tempat kerja, baik di darat didalam tanah di permukaan air
maupun di udara. Keselamatan kerja merupakan tugas dari semua orang
yang bekerja
Menurut Suma’mur (2005) bahwa 85% dari sebab-sebab
kecelakaan adalah faktor manusia. Maka dari itu, usaha-usaha
keselamatan selain ditujukan kepada teknik mekanik juga harus
memperhatikan secara khusus aspek manusiawi. Dalam hubungan ini,
pendidikan dan penggairahan keselamatan kerja kepada tenaga kerja
merupakan sarana penting. Sekalipun upaya-upaya pencegahan telah
maksimal, kecelakaan masih mungkin terjadi, dan dalam hal inilah,
adalah besar peranan kompensasi kecelakaan sebagai suatu segi jaminan
sosial bagi meringankan beban penderita
Tujuan keselamatan kerja adalah melindungi tenaga kerja atas
hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan
hidup dan meningkatkan produksi. Menjamin keselamatan setiap orang
8
lain yang berada di tempat kerja dan memelihara sumber produksi dan
dipergunakan secara aman dan efisien. Keselamatan kerja adalah sarana
utama pencegahan kecelakaan, cacad, dan kematian sebagai akibat
kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang
bagi keamanan tenaga kerja. Kecelakaan selain menjadi sebab
hambatan-hambatan langsung juga merupakan kerugian-kerugian
secara tidak langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja,
terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada
lingkungan kerja, dan lain-lain. Biaya-biaya sebagai akibat kecelakaan
kerja, baik langsung atau tidak langsung cukup bahkan kadang-kadang
sangat atau terlampau besar
Beberapa aspek industri yang harus diperhatikan dari aspek
Keselamatan dan Kesehatan kerja adalah: (Bennett dan Rumondang,
1991,86)
a. Penerangan yang cukup
Penerangan harus memperhatikan tidak timbulnya kesilauan (glare),
pantulan dari permukaan yang berkilat, dan peningkatan suhu
ruangan.
b. Pengendalian kebisingan dan getaran
Kebisingan di atas batas normal (85 db) perlu disisihkan dari tempat-
tempat kerja guna mencegah kemerosotan syaraf karyawan,
mengurangi keletihan mental, dan meningkatkan moral kerja.
Pengendalian atas kebisingan dan getaran yang timbul adalah:
1) Bagian-bagian bergerak dari seluruh mesin, perlengkapan dan
peralatan harus dilumasi dengan pelumas.
2) Cegah penggunaan mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan
di atas 95 db.
3) Pergunakan peredam getaran seperti tegel akustik, karet, dan
barang-barang lain yang sejenis.
4) Sumber-sumber getaran harus diisolasi.
9
5) Permukaan tembok dan langit-langit sedapat mungkin dilapis
dengan tegel akustik.
6) Lengkapi karyawan yang bekerja ditempat kebisingan dengan
pelindung telinga.
c. Pengendalian suhu
Suhu yang ekstrim seperti dingin dan panas sangat mempengaruhi
produktivitas dan kesehatan para karyawan. Setiap mesin
menimbulkan panas. Debu, kelembaban udara, dan pencemar udara
serta tubuh manusia sendiri adalah sumber ketidaknyamanan di
lingkungan kerja disamping panasnya udara. Sinar matahari yang
masuk ke ruang kerja dapat meningkatkan suhu yang ada. Oleh
sebab itu, perlu kiranya diadakan alat pengendalian suhu, debu, dan
bau disetiap tempat kerja.
d. Sarana
Sarana industri terpenting adalah air. Sistem air industri harus
mencakup sumber air bersih untuk minum, sumber air biasa untuk
alat-alat pendingin, toilet, dan kebersihan, dan sumber air untuk
penanggulangan kebakaran. Kemudahan lain yang perlu diadakan
adalah tempat istirahat, musolla, kantin, dan klinik PPPK.
2. Kesehatan kerja
Kesehatan merupakan anugerah yang diberikan Tuhan kepada
kita untuk menikmati hidup, baik dirumah maupun ditempat kerja.
Tanpa kesehatan kita tidak dapat melakukan aktivitas yang produktif
dalam suatu organisasi. Fakta ini dinyatakan oleh Health and Safety
Executive (HSE) atau pelaksana keselamatan dan kesehatan kerja
sebagai ‘Good Health is Good Business’ (kesehatan yang baik
menunjang bisnis yang baik). (Ridley, 2008).
Menurut (Mangkunegara, 2000), program kesehatan kerja
menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental,
emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko
kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang
10
bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat
membuat stress emosi atau gangguan fisik.
Menurut Bennet dan Rumondang (1991), penyakit akibat kerja
atau yang lebih dikenal sebagai man made diseases, dapat timbul setelah
seorang karyawan yang tadinya terbukti sehat memulai pekerjaannya.
Memang tidak seluruh pekerjaan menimbulkan penyakit, yang jelas
adalah ada pekerjaan yang menyebabkan beberapa macam penyakit, dan
ada pula yang mencetuskannya. Baik penyebab maupun pencetus dapat
dicegah sedini mungkin. Pencegahan dapat dimulai dengan
pengendalian secermat mungkin pengganggu kerja dan kesehatan.
Gangguan ini terdiri dari:
a. Beban kerja (ringan/sedang/berat atau fisik/mental/sosial)
b. Beban tambahan oleh faktor-faktor lingkungan kerja seperti faktor
fisik, kimia, biologis, dan psikologis.
c. Kapasitas kerja, atau kualitas karyawan itu sendiri yang
mencangkup kemahiran, umur, daya tahan tubuh, jenis kelamin,
gizi, ukuran tubuh, dan motivasi kerja.
Kondisi atau material yang memungkinkan reaksi yang
berdampak terhadap kondisi kesehatan karyawan menurut Ridley
(2008):
Kondisi/material Reaksi tubuh
Debu jika terhirup, mempengaruhi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumokoniosis (radang
paru-paru). Debu-debu tertentu menimbulkan
penyakit khusus:
1) asbes: asbestosis
2) silika: silikosis
3) debu batubara: pneumokoniosis.
Racun racun yang telah dicerna:
1) dapat mempengaruhi organ tubuh mana saja
11
2) tubuh menyerap sejumlah racun dengan sangat
cepat, sisanya melewati tubuh dan akhirnya di
evakuasi.
3) Tidak perlu dimuntahkan dengan cara dipancing
karena dapat menyebabkan kerusakan yang lebih
besar ketimbang racun itu sendiri.
Zat pelarut masuk ke tubuh melalui:
1) asupan cairan.
2) hirupan asap.
3) penyerapan melalui kulit.
dapat menimbulkan:
1) efek narkotika (bius) pada sistem saraf
2) efek racun pada organ-organ seperti hati, ginjal,
atau sumsum tulang
3) efek iritasi melalui penghancuran lemak kulit
Gas karena sifat beracun dari gas atau asap yang terhirup,
misalnya khlorin, karbonmonoksida, hidrogen
sulfida, dan sebagainya.
Pemekaan pekerja dapat menjadi peka terhadap zat-zat seperti
isosianat, debu kayu dan fluor, jamur dari jerami
busuk, uap solder, dan sebagainya
setelah pemekaan, eksposur ke konsentrasi yang
sangat kecilpun dapat menyebabkan reaksi
dapat sangat mempengaruhi prospek pekerjaan
dimasa datang khususnya pada penggunaan substansi
tertentunya
Alat kerja yang menyebabkan luka-luka di tangan dan lengan
bergetar (dikenal secara umum sebagai ‘sindrom getaran
tangan-lengan’ (‘hand-arm vibration syndrome’—
HAVS)
12
dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah di
tangan, diawali dengan kondisi yang dikenal sebagai
vibration white finger dimana jari-jari memucat dan
mengalami mati rasa
operator-operator yang mengalami kondisi ini
sebaiknya dipindahkan ke jenis pekerjaan lain.
Kebisingan pengaruh utama adalah kehilangan pendengaran
akibat imbas bising (noise induced hearing lost)
kebisingan yang berlebihan dapat menyebabkan
kepenatan (fatigue) dan disorientasi
Panas dan lembab bekerja pada temperatur dan tingkat kelembaban
yang tinggi dapat menyebabkan:
1) kejang/kram
2) stroke panas (heat stroke)
3) kelelahan
tidak ada standar untuk diberlakukan, namun
pengaruh dingin dari hembusan udara dapat
membantu.
Tekanan/stres reaksi psikologis terhadap faktor-faktor yang berada
diluar kendali manusia, seperti:
1) tuntutan pekerjaan berada di atas atau di bawah
kemampuan.
2) lingkungan kerja.
3) hubungan dengan sesama pekerja atau organisasi.
3. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak diharapkan, tidak
diinginkan, tidak diramalkan, tidak direncanakan, tidak terduga serta
tidak ada unsur kesengajaan yang dapat mengganggu atau merusak
kelangsungan yang wajar dari suatu kegiatan dan dapat mengakibatkan
suatu luka atau kerusakan pada benda atau peralatan (Sudinarto, 1995).
13
Menurut Suma’mur (1989:4), kecelakaan kerja adalah
kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan.
Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi
dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.
Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang
dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya teersebut disebut potensial,
jika faktor-faktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan. Jika
kecelakaan telah terjadi, maka bahaya tersebut sebagai bahaya nyata.
Maka dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting, yaitu:
a. kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan, atau
b. kecelakaan terjaadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dalam tahun 1962
merumuskan kecelakaan akibat kerja seperti yang dikutip dalam Silalahi
(1995:133) yang digolongkan sebagai berikut:
a. Penggolongan kerja menurut tipe kecelakaan:
1) Terjatuh
2) Terhantam benda jatuh
3) Tersentuh atau terpukul benda yang tidak bergerak
4) Terjepit diantara dua benda
b. Penggolongan kecelakaan menurut penyebab
1) Mesin
2) Alat pengangkut dan sarana angkutan
3) Material, bahan-bahan dan radiasi
4) Lingkungan kerja
c. Penggolongan menurut sifat luka
1) Patah tulang
2) Terkilir
3) Gegar otak dan luka dalam
4) Amputasi
5) Memar dan remuk
d. Penggolongan menurut letak luka di tubuh
14
1) Kepala
2) Leher
3) Badan
4) Tangan dan Tungkai
2.2.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Adapun tujuan dilaksanakannya K3 antara lain (Pelealu,2015):
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
2.2.3 Manfaat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Secara ekonomi menurut Husen (2011) Manfaat Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3):
1. Menghemat biaya yang tak terduga.
2. Meningkatkan moral dan produktivitas kerja.
3. Mengurangi risiko dan menghemat biaya asuransi karena premiumnya lebih
rendah akibat sejarah kecelakaan perusahaan yang rendah.
4. Reputasi yang baik bagi perusahaan dalam hal keselamatan dan kesehatan
kerja dapat meningkatkan permintaan pasar terhadap perusahaan.
5. Tingkat efisiensi dan efektif kerja bagi perusahaan menjadi lebih tinggi
dengan menekan risiko kecelakaan yang akan terjadi.
6. Upaya pengawasan terhadap 4 M (Men, Material, Machines, and Methods)
dan Environtment yaitu manusia, material, mesin, dan metode kerja dan
lingkungan yang dapat memberikan lingkungan kerja aman dan nyaman
sehingga tidak terjadi kecelakaan (Ervianto, 2005).
2.2.4 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari
sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan
15
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja guna terciptanya tempat
kerja yang selamat, aman, efisien dan produktif (Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum, 2008).
Sumber: (PMBOK,2000)
Gambar 2.2 Bagan Project Safety Management
1. Perencanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Safety Planning adalah melakukan analisis adanya resiko bahayapada
pekerjaan yang merupakan lingkup kontrak pada proyek yang bersangkutan,
sehingga dapat dirumuskan cara pencegahan dan penanggulangannya secara efekif.
Analisis tersebut termasuk (PMBOK, 2000):
a. Survey geografik dan risiko bahaya fisik di site proyek.
b. Antisipasi risiko bahaya yang sering terjadi pada tipikal konstruksi.
c. Peraturan dan perundangan pemerintah yang menyangkut K3.
d. Persyaratan dari owner yang sudah tertuang dalam kontrak tentang K3.
Safety Planning
Project Safety Management
Input
- Undang- undang & Peraturan
- Persyaratan Kontrak
- Kebijakan K3
- Lokasi Site
- Komitmen Manajemen
Output Tools & Techniques
- Analisis Resiko
Bahaya
- Seleksi Sub
kontraktor
- Insentif
(penghargaan)
- Project Safety Plan
- Otoritas petugas
- Dana/biaya
16
Sumber: (PMBOK,2000).
Gambar 2.3 Diagram Safety Planning
2. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Safety Plan Execution adalah implementasi dan aplikasi dalammelaksanakan
praktikal kegiatan K3 di proyek sesuai dengan yang telah direncanakan. Kegiatan
implementasi tersebut antara lain diikuti oleh (PMBOK, 2000):
a. Melakukan sosialisasi setiap saat kepada seluruh pekerja agar mematuhi
peraturan dan rambu K3.
b. Menugaskan petugas K3 (safety officer) untuk selalu meninjau lokasi dan
melakukan penanganan praktis dengan hal-hal terkait dengan K3
Sumber: (PMBOK,2000)
Gambar 2.4 Diagram Pelaksanaan K3
3. Pengawasan dan Evaluasi K3
Administration and Reporting berjalan sesuai dengan aturanpemerintah yang
mewajibkan dilaksanakannya kegiatan K3 di setiap proyek konstruksi, maka segala
Input
- Project
SafetyPlan
- Persyaratan
Kontrak
Output Tools & Techniques
- Alat Pelindung Diri
(APD)
- Perlengkapan K3
- Peninjauan peralatan
kontruksi
- Komunikasi K3
(safety
communication)
- Pendidikan &
Pelatihan
- Inspeksi K3
- Penanganan &
Penyelidikan
Kecelakaan
- Fasilitas Perawatan
- Tes Pengobatan
- Kecelakaan yang
diminimalkan
- Biaya asuransi lebih
rendah
- Mempertinggi
reputasi
- Meningkatkan
produktivitas
17
bentuk rekord dan laporan yang berkaitan dengan aktifitas K3 harus dijaga dan
dipelihara. Laporan tersebut antara lain berupa (PMBOK, 2000):
a. Laporan aktifitas K3 secara periodic.
b. Laporan kecelakaan secara periodic.
c. Laporan hasil sosialisasi dan pelatihan K3 sebagai bukti pihak manajemen telah
melakukan pengarahan, pembinaan dalam rangak mencegah terjadinya bahaya
dan lain-lain.
Sumber: (PMBOK,2000)
Gambar 2. 5. Diagram Pengawasan dan Evaluasi K3
Menurut Mathis dan Jackson (2002) , Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang efektif terdiri dari lima hal, sebagai berikut:
a. Tanggung jawab dan komitmen perusahaan.
Inti dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah komitmen
perusahaan dan usaha K3 yang komprehensif. Usaha ini sebaiknya dicerminkan
dari tindakan-tindakan manajerial dan dikoordinasikan mulai dari tingkat
manajemen paling tinggi. Fokus pendekatan sistematis terhadap keselamatan
kerja adalah adanya kerjasama terus menerus dari para pekerja, manajer, dan
yang lainnya.
b. Kebijakan dan disiplin K3.
Input
- Persyaratan
Pelaporan secara
Legal
- Persyaratan report
asuransi
- Persyaratan
kontrak
- Persyaratan
rencana K3
Output Tools & Techniques
- Daftar & Report
Inspeksi
- Report training &
pertemuan
- Daftar kecelakaan
dan jatuh sakit
karyawan
- Penanganan &
penyelidikan
kecelakaan
- Record berupa photo
dan video
- Daftar & Laporan ke
pemerintah
- Laporan Kecelakaan
- Perolehan hasil dari
insentif K3
- Kinerja dari aktivitas
K3 yang
18
Merancang kebijakan dan peraturan mengenai K3 serta mendisiplinkan pelaku
pelanggaran merupakan komponen penting dalam rangka menciptakan
lingkungan kerja yang aman dan sehat. Dukungan yang sering terhadap
perlunya perilaku kerja yang aman dan memberikan umpan balik terhadap
praktik-praktik keselamatan kerja yang positif, juga sangat penting dalam
meningkatkan keselamatan para pekerja.
c. Komunikasi dan pelatihan K3.
Sebagai tambahan, dalam pelatihan K3 perlu dilakukan komunikasi secara terus
menerus untuk membangun kesadaran akan pentingnya K3. Bentuk komunikasi
antara lain mengubah poster keselamatan kerja dan mengupdate papan buletin
K3.
d. Inspeksi dan Penyelidikan Kecelakaan Kerja.
Inspeksi tempat kerja sebaiknya dilakukan secara berkala oleh komite K3 atau
koordinator K3. Sama halnya ketika terjadi kecelakaan kerja, penyelidikan juga
harus dilakukan oleh komite atau koordinator K3.
e. Evaluasi
Perusahaan harus mengawasi dan mengevaluasi usaha-usaha K3nya dengan
melakukan audit secara periodik. Hal ini ditujukan untuk menganalisis serta
mengukur kemajuan dalam manajemen K3
Menurut Wieke Y.C. dkk,(2012:85) bahwa budaya keselamatan dan kesehatan
kerja dapat terbentuk dari beberapa faktor dominan, yaitu sebagai berikut :
a. Komitmen top management
Komitmen top management merupakan komitmen perusahaan dalam
memberikan prioritas utama terhadap masalah K3, memberhentikan
pekerjaan yang membahayakan, usaha peningkatan kinerja K3 pada periode
tertentu, melakukan pengawasan terhadap K3 para pekerja, memberikan
perlengkapan K3 dan memberikan pelatihan K3
b. Peraturan dan prosedur K3
Peraturan dan prosedur K3 terkait dengan kebijakan perusahaan dalam
menerapkan K3, Prosedur K3 diterapkan dengan konsisten, pemberian
19
sanksi terhadap pelanggaran prosedur K3, Peraturan dan prosedur K3
diperbaiki secara berkala.
c. Komunikasi
Komunikasi merupakan kebijakan perusahaan dalam menyampaikan
informasi tentang K3 yang meliputi Pekerja mendapat informasi mengenai
masalah K3, Pekerja mendapat informasi mengenai kecelakaan kerja yang
terjadi, komunikasi yang baik antara pekerja dan pihak manajerial dan
komunikasi yang baik antara sesama pekerja.
d. Kompetensi pekerja
Kompetensi pekerja merupakan segala pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan pekerja dalam memahami tanggungjawab terhadap K3,
mengerti sepenuhnya resiko dari pekerjaannya, mampu melakukan
pekerjaannya dengan cara yang aman, tidak melakukan pekerjaan diluar
tanggungjawabnya dan mampu memenuhi seluruh peraturan dan prosedur
K3
e. Keterlibatan pekerja
Keterlibatan Kerja merupakan sebuah penilaian terhadap bagaimana
seorang pekerja meletakkan hatinya dalam pekerjaan di tempat kerja,
kesiapan untuk memberikan upaya ekstra pada pekerjaan yang meliputi
keterlibatan dalam dalam perencanaan program K3, keterlibatan dalam
melaporkan jika terjadi kecelakaan atau situasi yang bahaya, keterlibatan
dalam penyampaian informasi K3 dan dilibatkan dalam mengingatkan
pekerja lain tentang bahaya dan K3
f. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja
yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan yang meliputi kondisi fisik tempat kerja yang aman, Pekerja
tidak saling menyalahkan bila terjadi kecelakaan, Pekerja termotivasi
karena program K3
2.3 Elemen Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
20
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Permen PU Nomor:
05/PRT/M/2014 tentang pedoman SMK3 konstruksi bidang PU tercantum
elemen-elemen yang harus dilaksanakan oleh Penyedia Jasa sebagai berikut
1. Kebijakan K3
Kebijakan adalah arah yang ditentukan untuk dipatuhi dalam proses kerja dan
organisasi perusahaan. Kebijakan yang ditetapkan manajemen menuntut
partisipasi dan kerjasama semua pihak. Kebijakan K3 menggarisbawahi
hubungan kerja manajemen dan karyawan dalam rangka pelaksanaan program
K3 yang efektif.
2. Perencanaan K3
Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai
keberhasilan penerapan SMK3 dengan sasaran yang jelas dan dapat
diukur.Perencanaan juga memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang
diterapkan.. Adapun bagian-bagian perencanaan adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendaliannya,
b. Pemenuhan Perundang-undangan dan persyaratan lainnya,
c. Sasaran dan Program. (Permen, 2014)
3. Penerapan dan Operasi Kegiatan
Dalam mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja, perusahaan harus
menunjuk personel yang mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan sistem
yang diterapkan.Adapun kualifikasi yang tercantum dalam Permen No. 5 tahun
2014 adalah sebagai berikut:
a. Sumber Daya, Struktur Organisasi dan Pertanggungjawaban.
b. Kompetensi, Pelatihan dan Kepedulian.
c. Komunikasi, Keterlibatan dan Konsultasi.
d. Dokumentasi.
e. Pengendalian Dokumen
f. Pengendalian Operasional.
g. Kesiagaan dan Tanggap Darurat. (Permen, 2014)
4. Pemeriksaan atau Evaluasi
21
Perusahaan harus memiliki sistem untuk mengukur, memantau dan
mengevaluasi kinerja SMK3 dan hasilnya harus dianalisis guna menentukan
keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi tindakan perbaikan. Seperti
yang terdapat pada pasal 10 Permen PU tahun 2014 menyatakan bahwa dalam
hal materi penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang Pekerjaan Umum yang
dijadikan salah satu bahan evaluasi dalam proses pemilihan penyedia jasa, maka
PPK wajib menyediakan acuannya. PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) ialah
pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran
belanja. Berikut ini adalah bagian peraturan dalam setiap evaluasi atau
pengukuran kinerja SMK3 terdiri dari 4 bagian yaitu:
a. Evaluasi Kepatuhan.
b. Penyelidikan Insiden, Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan
Pencegahan.
c. Pengendalian Rekaman.
d. Audit Internal.(Permen, 2017)
5. Tinjauan Manajemen (Permen, 2014)
Pimpinan yang ditunjuk harus melaksanakan tinjauan ulang SMK3 secara
berkala untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan
dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.Ruang lingkup tinjauan ulang
SMK3 harus dapat mengatasi implikasi K3 terhadap seluruh kegiatan, produk
barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan.
(Sastrohadiwiryo, 2001)
2.4 Konsep Penerapan Program K3
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang
dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat
kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja
dengan mematuhi atau taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan
kerja, yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja.
Sehubungan dengan keberhasilan dalam penerapan atau mengimplementasikan suatu
program, Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005) mengemukakan enam
variabel yang mempengaruhi kinerja penerapan atau implementasi yakni
22
1) Standar dan Sasaran Kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standard dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi
multiimplementasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen
implementasi.
2) Sumber Daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia.
3) Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas Dalam implementasi
program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk ini
diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu
program.
4) Karakteristik agen pelaksana
Agar pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
5) Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-
kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi
kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak,
bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik
mendukung implementasi kebijakan.
6) Disposisi implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni (a) respon implementor
terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan
kebijakan, (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan (c)
intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh
implementor.
23
Tahap pelaksanaan suatu program K3 merupakan tahap yang paling banyak
membutuhkan pikiran, energy, sumberdaya, dan waktu, serta tidak lepas dari
kendala-kendala yang dapat saja muncul seketika. Sehingga butuh pengambilan
keputusan yang strartegis dalam mencari dan menemukan solusinya secara tepat.
Kosekwensi ini dapat saja dilakukan jika semua stakeholder yang terlibat dalam
pengambilan keputusan dan pelaksanaan program, dalam hal ini administrator
bermain dalam ruang yang merupakan tanggungjawab pekerjaannya. Komitmen
terhadap kewenangannya, transparan, akuntabel, sehingga peningkatan
kesejahteraan rakyat dapat terealisasi dengan baik, yakni untuk tercapainya wujud
dari pembangunan suatu bangsa serta berlangsung secara berkesinambungan. Jika
implementasi gagal mencapai tujuan kebijakan, mungkin disebabkan oleh faktor
seperti pemilihan strategi yang keliru atau instrumen yang keliru, program
birokrasinya salah, operasionalisasinya buruk, ada yang salah pada tingkat
pelaksana atau respon yang buruk terhadap problem.
2.5 Kuisioner
Kuisioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang mempelajari
sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama di dalam
organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang
sudah ada.
Jenis-jenis pertanyaan dalam kuisioner adalah:
1. Pertanyaan terbuka, yaitu pertanyaan yang memberi pilihan-pilihan respons
terbuka kepada responden. Pada pertanyaan terbuka, responden diberi
kebebasan untuk menjawab kuisioner tersebut.
2. Pertanyaan tertutup, yaitu pertanyaan yang membatasi atau menutup pilihan
pilihan respon yang tersedia bagi responden. Pada pertanyaan terbuka,
responden hanya akan menjawab pertanyaan yang ada di kuisioner.
Penelitian ini menggunakan kuisioner dengan pernyataan tertutup. Pertanyaan
tertutup, yaitu pertanyaan yang membatasi atau menutup pilihan respon yang
tersedia bagi responden.
24
2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Adapun rangkuman penelitian terdahulu dapat diliat pada tabel 1.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti
(Tahun) Judul Skripsi Tujuan Penelitian Metode Penelitian Kesimpulan
1
I Putu Indra
Sanjaya, Ida Ayu
Rai Widhiawati,
dan Ariany
Frederika (2012)
Analisis penerapan
keselamatan dan
kesehatan kerja (k3)
pada proyek
konstruksi gedung di
kabupaten klungkung
dan karangasem
Untuk mengetahui bagaimana
penerapan K3 pada proyek
konstruksi gedung, dan bagaimana
hubungan faktor-faktor yang
mempengaruhi K3 terhadap K3
pada proyek konstruksi gedung di
Kabupaten Klungkung dan
Karangasem, serta faktor apakah
yang memberikan sumbangan
terbesar terhadap K3.
Teknik analisada data
adalah regresi ganda,
analisis korelasi
ganda, sumbangan
relatif, dan analisis
menggunakan
program SPSS
Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
faktor-faktor yang mempengaruhi K3 terhadap
K3 pada proyek konstruksi adalah kuat sebesar
0,614, koefisien determinasi sebesar 0,377
menunjukkan nilai rata-rata K3 pada proyek
konstruksi sebesar 37,7% ditentukan oleh 3
faktor yang mempengaruhi K3, sedangkan
62,3% ditentukan oleh faktor lain.
2
Faisal Sidik dan
Widodo Hariyono,
(2017)
Analisis Penerapan
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3)
Pada Proyek
Konstruksi Sahid
Jogja Lifestyle City di
Kabupaten Sleman
Tujuan penelitian, mengetahui
penerapan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) dalam proyek
konstruksi Sahid Jogja Life Style
City di Kecamatan Depok,
Kabupaten Sleman.
Jenis penelitian ini
adalah penelitian
deskriptif kualitatif
Kesimpulan, penerapan K3 di proyek
konstruksi Sahid Jogja Lifestyle City secara
umum sudah baik, tetapi masih terdapat
beberapa kekurangan praktik K3 yang
substansial.
3
Ariza Eka
Novianto,
Sugiyarto dan
Fajar Sri H (2016)
Analisis pengaruh
kesehatan dan
keselamatan kerja (k3)
terhadap kinerja
pekerja konstruksi
pada proyek
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh faktor
keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) terhadap kinerja pekerja
konstruksi pada proyek
pembangunan Fly Over Palur
Penelitian ini
merupakan penelitian
kuantitatif.
Kemudian peneliti
mendesain kuisioner
dan analisa
menggunakan SPSS
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel bebas Kesehatan Kerja Keselamatan
Kerja (X1) dan Kesehatan Kerja (X2) terhadap
masalah K3 secara simultan dan parsial
berpengaruh signifikan dan positif terhadap
variabel kinerja pekerja konstruksi pada proyek
pembangunan Fly Over Palur, dimana
25
pembangunan fly over
palur
pengaruh variabel X1 sebesar 1,309 (54,38%)
dan X2 sebesar 1,098 (45,62%). Pada
penelitian ini juga menunjukkan bahwa
variabel Keselamatan Kerja (X1) berpengaruh
dominan dibandingkan variabel Kesehatan
Kerja (X2).
4 Dameyanti
Sihombing (2014)
Implementasi
keselamatan dan
kesehatan kerja (k3)
pada proyek di kota
bitung (studi kasus
proyek pembangunan
pabrik minyak pt.mns)
Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi implementasi K3
dalam pelaksanaan pekerjaan
konstruksi pada proyek
pembangunan pabrik minyak PT.
MNS dengan berpatokan pada
SMK3.
Penelitian
menggunakan
questioner survei dan
wawancara langsung
di lapangan,
dilanjutkan dengan
identifikasi lokasi
proyek, survei secara
visual di proyek dan
pengambilan
dokumentasi
dilapangan.
Pada proyek Pembangunan Pabrik Minyak
PT.MNS, implementasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) sudah berjalan cukup
baik, karena di proyek ini penyelenggara
pekerjaan konstruksi (Kontraktor) telah
menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi
para pekerja dan adanya sosialisasi tentang K3
juga sudah dilakukan oleh pihak kontraktor dan
Para pekerja cukup memahaminya namun
masih ada saja pekerja yang berkesan tidak
peduli dengan Keselamatan dan Kesehatan
kerja tersebut, dapat dilihat dari hasil
questioner menyatakan, 100% (Ya) karena
pekerjaan konstruksi (kontraktor) telah
memberikan alat pelindung diri (APD); 98%
mengetahui apa yang dimaksud dengan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan 100%
pekerja menyatakan adanya jaminan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
26
Recommended