View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pembuatan Tempe Saga Pohon (Adenanthera pavonina)
a. Saga Pohon (Adenanthera pavonina L.)
Saga pohon (Adenanthera pavonina) merupakan tanaman dari suku
polong-polongan yang buahnya menyerupai petai (tipe polong) dengan bijinya
kecil berwarna merah dan memiliki daun menyirip ganda seperti tanaman anggota
suku polong-polongan lainnya.
Menurut Gembong Tjitrosoepomo (1959:173) klasifikasi saga pohon
(Adenanthera pavonina) yaitu :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Polypetales
Familia : Papilionaceae
Genus : Adenanthera
Spesies : Adenanthera pavonina
Buah saga pohon berupa buah polong berwarna hijau, panjangnya
mencapai 15 sampai 20 cm , polong yang tua berwarna coklat kehitaman dan akan
kering kemudian pecah dengan sendirinya. Setiap polong saga pohon berisi 10 –
12 butir biji dengan biji yang mempunyai garis tengah 5 – 6 mm, berbentuk
segitiga tumpul, keras dan berwarna merah mengkilap. Struktur morfologi polong
saga pohon yang sudah tua seperti pada Gambar 1.
7
Gambar 1. Buah Polong Saga Pohon yang Sudah Tua Sumber: Novalia Anggraini (2007:5)
Secara umum, karakteristik polong dan biji saga pohon (Adenanthera
pavonina) seperti diungkapkan O.N Allen (2010) sebagai berikut :
The curved pods are long and narrow, 15-22 cm by 2 cm, with slight constrictions between seeds, and dark brown in color turning black upon ripening. The leathery pods curve and twist upon dehiscence to reveal the 8-12 showy seeds characteristic of this species. The hard-coated seeds, 7.5-9.0 mm in diameter, are lens-shaped, vivid scarlet in color, and adhere to the pods.
.Penjelasan di atas menunjukkan bahwa buah saga pohon berbentuk
polong memanjang dan membengkok dengan panjang antara 15-22 cm, berwarna
coklat gelap, dan berisi 8-12 biji. Biji berkulit keras dengan diameter 7,5 sampai 9
mm, berbentuk seperti lensa, berwarna merah, dan melekat pada polong. Struktur
biji saga pohon seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Biji saga pohon Sumber : Ivan Polunin (1987:122)
Kadar nutrisi pada biji saga pohon (Adenanthera pavonina) secara
umum sama dengan kedelai yaitu terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, dan air.
Perbandingan kadar nutrisi biji saga, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, dan
8
kecipir berdasarkan penelitian yang dilakukan di Balai Informasi Pertanian Ciawi
yang dikemukakan oleh Novalia Anggraini (2008:6) dapat dilihat pada Tabel 1 :
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Biji Saga, Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Tanah, dan Kecipir Berdasarkan Penelitian di Balai Pertanian Ciawi (1985)
No Biji Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Air (%) 1 Saga Pohon 48,2 22,6 10,0 9,1 2 Kedelai 34,9 14,1 34,8 8,0 3 Kacang Hijau 22,2 1,2 62,9 10,0 4 Kacang Tanah 25,3 42,8 21,1 4,0 5 Kecipir 32,8 17,0 36,5 10,0
Kandungan nutrisi pada biji saga pohon (Adenanthera pavonina)
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh I.E Ezeagu (2004:295) yaitu :
Analysis showed the seeds of Adenanthera pavonina contained appreciable amounts of proteins (29.44g/100g), crude fat (17.99g/100g), and minerals, comparable to commonly consumed staples. Total sugar was low (8.2g/100g) while starch (41.95g/100g) constitutes the major carbohydrates. Low levels of antinutrients were reported and methionine and cystine were the most deficient amino acids.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kandungan nutrisi pada biji saga
pohon meliputi protein (29,44 gram/100 gram), lemak mentah (17,99 gram/ 100
gram), dan mineral. Biji saga pohon memiliki kandungan gula yang rendah (8,2
gram/100 gram), pati (41,95 gram/100 gram), dan beberapa jenis karbohidrat.
Pada biji saga pohon juga ditemukan adanya zat antinutrisi berupa asam amino
metionin dan sistein dalam kadar yang rendah.
b. Tempe Saga Pohon
Tempe adalah makanan yang dihasilkan dari proses fermentasi kapang
golongan Rhizopus. Pada proses fermentasi, komponen-komponen nutrisi yang
kompleks pada biji diproses oleh kapang dengan reaksi enzimatis dan dihasilkan
senyawa-senyawa yang lebih sederhana pada tempe (Wisnu Cahyadi,2003:41).
Proses pembuatan tempe menurut M. Lies Suprapti (2003:32) paling
sedikit membutuhkan empat spesies kapang dari jenis Rhizopus, antara lain
Rhizopus oligosporus, Rhizopus stolonifer, Rhizopus arrhizus, dan Rhizopus
oryzae. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam proses fermentasi tempe
9
ditemukan lebih dari satu kapang. Warna putih pada tempe disebabkan adanya
miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji. Tekstur kompak pada tempe
juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang menghubungkan biji-biji tersebut.
Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi Rhizopus oligosporus
merupakan jamur yang paling dominan.
Pada pembuatan tempe dari biji saga pohon, jamur yang berperan dalam
proses fermentasinya adalah Rhizopus oligosporus (Novalia Anggraini, 2008:6).
Hal ini dapat diketahui dengan pengamatan dan identifikasi awal terhadap
inokulum (ragi) tempe yang digunakan yang disesuaikan dengan kunci
determinasi spesies dari golongan Rhizopus.
Rhizopus oligosporus memiliki koloni abu-abu sampai biru kecoklatan
dengan tinggi kurang lebih 1 mm. Rhizopus oligosporus memiliki sporangiofor
tunggal atau dalam kelompok dengan dinding halus atau agak sedikit kasar,
dengan panjang lebih dari 1000µ m dan diameter 10-18µ m. Sporangia jamur ini
bersifat globosa yang pada saat masak berwarna hitam kecoklatan, dengan
diameter 100-180µ m sedangkan kolumelanya globosa sampai sub globosa
dengan apofisa apofisa berbentuk corong. Ukuran sporangiospora jamur ini tidak
teratur dapat globosa atau elip dengan panjang 7-10µ m (Gueh Yuh Liou,
2007:200).
Rhizopus oligosporus merupakan salah satu spesies jamur anggota divisi
Zygomycotina. Kedudukan Rhizopus oligosporus dalam taksonomi menurut
Gembong Tjitrosoepomo (1959:54) yaitu :
Kingdom : Fungi
Divisi : Zygomycotina
Class : Zygomycetes
Ordo : Mucorales
Familia : Mucoraceae
Genus : Rhizopus
Spesies : Rhizopus oligosporus
10
Secara umum, morfologi Rhizopus oligosporus seperti terlihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Morfologi Rhizopus oligosporus Sumber : Philips Murders (2010)
Secara umum fungsi Rhizopus oligosporus seperti dikatakan J. Jennessen
(2008:547-563) adalah sebagai berikut :
The fungus Rhizopus oligosporus (R microsporus var. oligosporus) is traditionally used to make tempe, a fermented food based on soybeans. Interest in the fungus has steadily increased, as it can also ferment other substrates, produce enzymes, and treat waste material. R oligosporus belongs to the R microsporus group consisting of morphologically similar taxa, which are associated with food fermentation, pathogenesis, or unwanted metabolite production (rhizonins and rhizoxins).
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa jamur Rhizopus oligosporus (R.
microsporus var oligosporus) secara tradisional digunakan dalam pembuatan
tempe, makanan hasil fermentasi dengan bahan dasar kedelai. Perhatian terhadap
jamur ini meningkat karena ternyata jamur ini juga mampu memfermentasikan
substrat yang lain, memproduksi enzim, dan membuang material sampah.
Rhizopus oligosporus adalah salah satu spesies yang secara umum dihubungkan
dengan fermentasi makanan, pathogenesis, atau produksi metabolit yang tidak
diharapkan (rhizonins dan rhizoxin).
11
Pada proses fermentasi biji saga pohon, jamur Rhizopus oligosporus
menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks
menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat
dapat dipergunakan oleh tubuh. Enzim yang dihasilkan oleh Rhizopus oligosporus
salah satunya adalah enzim protease yang berfungsi merombak senyawa
kompleks protein menjadi senyawa yang lebih sederhana (Endang S. Rahayu,
2010:3).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Novalia Anggraini (2008:8)
menunjukkan bahwa mekanisme pembentukan tempe saga pohon (Adenanthera
pavonina) melalui fermentasi Rhizopus oligosporus secara umum sama dengan
mekanisme pembentukan tempe kedelai yaitu :
1) Perkecambahan spora
Perkecambahan spora Rhizopus oligosporus berlangsung melalui dua
tahapan yaitu pembengkakan dan penonjolan keluar tabung kecambah. Kondisi
optimal perkecambahan spora adalah pada suhu 42º C dan pH 4,0. Pada awal
proses pembengkakan memerlukan senyawa karbohidrat tertentu agar
pembengkakan spora dapat terjadi. Pembengkakan diikuti dengan penonjolan
keluar tabung kecambah bila tersedia sumber-sumber karbon dan nitrogen dari
luar. Senyawa yang dapat menjadi pendorong terbaik agar terjadi proses
perkecambahan yang optimum adalam asam amino berupa prolin dan alanin, serta
senyawa gula berupa glukosa, annosa, dan xilosa.
2) Proses miselia menembus jaringan biji
Pada proses ini, hifa Rhizopus oligosporus menembus biji saga yang
keras kemudian enzim protease yang dihasilkan oleh Rhizopus oligosporus
memecah kompleks protein pada biji saga menjadi seyawa-senyawa yang lebih
sederhana berupa asam amino. Penetrasi miselia ke dalam biji melalui sisi luar
keping biji yang cembung dan terjadi hanya pada permukaan saja.
Proses fermentasi Rhizopus oligosporus dalam pembuatan tempe saga
pohon menurut Dinda (2009) yaitu :
12
1) Fase pertumbuhan cepat
Fase pertumbuhan cepat Rhizopus oligosporus pada kedelai berlangsung
antara 0 sampai 30 jam fermentasi sedangkan pada biji saga pohon berlangsung
antara 0 sampai 36 jam fermentasi. Pada fase pertumbuhan cepat terjadi kenaikan
jumlah asam lemak bebas, suhu, dan pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan
terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin lama semakin banyak
sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.
Gambar 4. Foto Mikrograf Miselia Rhizopus oligosporus pada Fase Pertumbuhan Cepat
Sumber : William Shurtleff (2010) 2) Fase transisi
Fase transisi pada substrat biji kedelai terjadi antara 30-50 jam
fermentasi sedangkan pada biji saga pohon terjadi antara 36-60 jam fermentasi.
Pada fase transisi terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan
dan pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah sedikit sehingga rasa tempe
lebih spesifik dan teksturnya kompak.
Gambar 5. Foto Mikrograf Miselia Rhizopus oligosporus pada Fase Transisi
Sumber : William Shurtleff (2010)
13
3) Fase pembusukan atau fermentasi lanjutan
Fase pembusukan atau fermentasi lanjutan pada kedelai terjadi antara
50-90 jam fermentasi sedangkan pada biji saga pohon terjadi antara 60-90 jam
fermentasi. Pada fase pembusukan atau fermentasi lanjutan terjadi kenaikan
jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun, dan pertumbuhan jamur
terhenti pada kadar air tertentu, terjadi perubahan rasa karena degradasi protein
lanjut yang membentuk amonia.
2. Kemampuan Afektif Siswa Melalui Penggunaan Strategi Pembelajaran
Active Knowledge Sharing disertai Modul
a. Kemampuan Afektif
Sikap merupakan reaksi (respons) seseorang dalam menghadapi suatu
objek. Respons siswa dalam menghadapi suatu objek dibedakan menjadi
cognitive responses, affective responses, dan behavioral responses. Cognitive
responses berkaitan dengan apa yang diketahui siswa tentang objek tersebut,
affective responses berkaitan dengan perasaan atau emosi seseorang yang
berkaitan dengan objek sikap, sedangkan behavioral responses berkaitan dengan
tindakan yang muncul dari seseorang ketika menghadapi objek sikap (Eko P.
Widoyoko, 2009 :114-115).
Sesuai dengan taksonomi Bloom menurut Nana Sudjana (1991:22),
kemampuan siswa dibagi menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Kemampuan siswa pada ranah afektif pada dasarnya mencakup watak
perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai yang dapat menentukan
keberhasilan belajarnya. Ranah afektif menurut Ella Yulaelawati (2004:61)
dibagi dalam 5 tingkatan hierarkis yang dinamakan taksonomi Krathwohl yaitu :
1) Penerimaan (receiving)
Kemampuan afektif tingkat penerimaan (receiving) merupakan
kesadaran atau kepekaan yang disertai keinginan untuk bertoleransi terhadap
suatu gagasan, benda, atau gejala. Hasil belajar penerimaan merupakan
14
kemampuan siswa untuk membedakan dan menerima perbedaan, contohnya
adalah : menunjukkan penerimaan dengan mengiyakan, mendengarkan, atau
menanggapi sesuatu. Penerimaan (receiving) menurut W. Gulo (2002:155)
memiliki beberapa unsur yaitu kesadaran (awareness), kemauan menerima
(willingness to receive), dan pemusatan perhatian (controlled/ selected attention).
Kata kerja untuk tingkat kemampuan penerimaan menurut Ella
Yulaelawati (2004:63) yaitu menerima, mempertanyakan, memilih, mengikuti,
memberi, menganut, mematuhi, dan meminati.
2) Penanggapan (responding)
Kemampuan afektif tingkat penanggapan (receiving) merupakan
kemampuan memberikan tanggapan atau respon terhadap suatu gagasan, benda,
bahan atau gejala tertentu. Hasil belajar penanggapan merupakan suatu komitmen
untuk berperan serta berdasarkan penerimaan. Unsur-unsur penanggapan
(responding) seperti yang diungkapkan W. Gulo (2002:155) yaitu kesediaan
menanggapi (acquiescence in responding), kemauan menanggapi (willingness to
respons), dan kepuasan dalam menanggapi (satisfaction in response).
Kata kerja untuk tingkat kemampuan penanggapan menurut Ella
Yulaelawati (2002:63) antara lain menanggapi, bertanggung jawab, membantu,
mengkompromikan, mengajukan, menyenangi, menyambut, mendukung,
menyetujui, menampilkan, melaksanakan, melaporkan, mengatakan, membuat
pertanyaan, memilih, dan menolak.
3) Perhitungan atau penilaian (valuing)
Kemampuan afektif tingkan penilaian (valuing) merupakan kemampuan
memberikan penilaian atau perhitungan terhadap gagasan, bahan, benda, atau
gejala. Hasil belajar perhitungan atau penilaian merupakan keinginan untuk
diterima, diperhitungkan, atau dinilai orang lain. Unsur-unsur penilaian (valuing)
antara lain penerimaan suatu nilai (acceptance of value), pemilihan suatu nilai
(preference for value), dan keterikatan (commitment) (W. Gulo, 2002:156).
Kata kerja untuk tingkat kemampuan perhitungan atau penilaian menurut
Ella Yulaelawati (2002:63) antara lain bekerjasama, mengasumsikan, meyakini,
melengkapi, meyakinkan, memperjelas, membedakan, beriman, memprakarsai,
15
mengundang, menggabungkan, berperan serta, mengusulkan, menekankan,
berbagi, menyumbang, dan bekerja keras.
4) Pengaturan atau pengelolaan (organizing)
Kemampuan afektif tingkat pengaturan (organizing) merupakan
kemampuan mengatur atau mengelola berhubungan dengan tindakan penilaian
dan perhitungan yang telah dimiliki. Hasil belajar pengaturan (organizing) berupa
kemampuan mengatur dan mengelola sesuatu secara harmonis dan konsisten
berdasarkan pemilikan filosofi yang dihayati. Pengaturan atau pengelolaan
(organizing) menurut W. Gulo (2002:156) memiliki unsur-unsur seperti konsep
kita terhadap nilai (conceptualization of value) dan pola mengorganisasi ke dalam
sistem nilai (organization of value system).
Kata kerja untuk tingkat kemampuan pengaturan atau pengelolaan
menurut Ella Yulaleawati (2002:63) antara lain mengubah, menata,
mengklasifikasikan, mengkombinasikan, mempertahankan, membangun,
membentuk pendapat, menunjukkan dengan, memadukan, mengelola, menimbang
alternatif, menegosiasi, berembuk, dan bersilang pendapat.
5) Bermuatan nilai atau mempribadikan nilai (characterizing)
Kemampuan afektif tingkat bermuatan nilai ini merupakan tindakan
puncak dalam perwujudan perilaku seseorang secara konsisten sejalan dengan
nilai atau seperangkat nilai-nilai yang dihayatinya secara mendalam. Hasil belajar
bermuatan nilai merupakan perilaku seimbang, harmonis, dan bertanggung jawab
dengan standar nilai yang tinggi. Unsur-unsur mempribadikan nilai menurut W.
Gulo (2002:156) antara lain menggeneralisasikan (generalized set) dan
mempribadikan (characterization).
Kata kerja untuk tingkat kemampuan bermuatan nilai atau
mempribadikan nilai menurut Ella Yulaleawati (2002:63) antara lain menghayati,
bertindak, mengubah perilaku, berakhlak mulia, berfilosofi, mempengaruhi,
menimbang masalah, mendengarkan, mengajukan usulan, mempertanyakan,
melayani, menunjukkan kematangan, memecahkan, dan membuktikan kembali.
b. Strategi Pembelajaran Active Knowledge Sharing
16
Strategi pembelajaran Active Knowledge Sharing merupakan bagian dari
pembelajaran aktif. Pembelajaran aktif adalah suatu proses pembelajaran dengan
tujuan untuk memberdayakan siswa agar belajar dengan menggunakan berbagai
cara/ strategi secara aktif. Pembelajaran aktif (active learning) bertujuan untuk
mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki oleh siswa, sehingga semua siswa
dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi
yang mereka miliki serta menjaga perhatian siswa agar tetap tertuju pada proses
pembelajaran (Badri Rhofiki, 2009:20).
Strategi pembelajaran Active Knowledge Sharing menurut Hisyam
Zaini (2007:22) merupakan salah satu strategi yang dapat membawa siswa untuk
siap belajar materi pembelajaran dengan cepat. Strategi ini dapat digunakan untuk
melihat tingkat kemampuan siswa dan membentuk kerjasama tim. Strategi ini
dapat diterapkan pada hampir semua mata pelajaran.
Strategi Active Knowledge Sharing merupakan sebuah strategi
pembelajaran dengan memberikan penekanan kepada siswa untuk saling
membantu menjawab pertanyaan yang tidak diketahui teman lainnya yang artinya
bahwa siswa yang tidak dapat menjawab pertanyaan diberi kesempatan untuk
mencari jawaban dari teman yang mengetahui jawaban tersebut dan siswa yang
mengetahui jawabannya ditekankan untuk membantu teman yang kesulitan
(Sutaryo, 2008:2).
Prinsip-prinsip strategi pembelajaran Active Knowledge Sharing menurut
Badri Rhofiki (2009:28) antara lain :
1) Stimulus belajar yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
guru berkaitan dengan materi yang akan dibahas. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut merangsang siswa untuk mempelajari materi yang akan dibahas
sehingga siswa lebih cepat menerima materi pelajaran.
1) Perhatian dan motivasi yang diperoleh siswa melalui kegiatan saling tukar
pengetahuan (knowledge sharing) dengan siswa yang lain sehingga kegiatan
belajar menjadi menarik dan menyenangkan.
Prinsip saling tukar pengetahuan (knowledge sharing) seperti diungkapkan oleh Aurilla Arntzen Bechina (2006:110) adalah sebagai berikut :
17
Knowledge sharing has been defined as providing one’s knowledge to other as well as receiving knowledge from others. A more pragmatic description of knowledge sharing is “the process through which one unit is affected by the experience of another”. Knowledge sharing process also defined as exchange of knowledge between at leats two parties in a reciprocal process allowing reshaping and sense-making of knowledge in the new context.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa saling tukar pengetahuan
merupakan proses mentransfer pengetahuan seseorang kepada orang lain yang
dipengaruhi oleh pengalaman yang dimiliki baik oleh pentransfer maupun
penerima transfer pengetahuan. Saling tukar pengetahuan juga didefinisikan
sebagai suatu proses pertukaran pengetahuan antara paling sedikit dua orang
melalui suatu proses timbal balik. Aplikasi penjelasan tersebut dalam proses
pembelajaran yaitu siswa yang tahu menyampaikan apa yang tidak diketahui oleh
temannya sedangkan siswa yang tidak tahu berusaha mencari tahu pada teman
lebih tahu agar dapat memecahkan suatu permasalahan yang timbul pada proses
pembelajaran.
Langkah-langkah pembelajaran dalam strategi pembelajaran Active
Knowledge Sharing Hisyam Zaini (2007:22-23) yaitu :
1) Guru membuat pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran
yang akan diajarkan. Pertanyaan dapat berupa :
a) Definisi suatu istilah
b) Pertanyaan dalam bentuk multiple choice
c) Mengindentifikasi seseorang
d) Menanyakan sikap atau tindakan yang mungkin dilakukan
e) Melengkapi kalimat
2) Guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan dengan sebaik-baiknya.
3) Guru meminta siswa untuk berkeliling mencari teman yang dapat membantu
menjawab pertanyaan yang tidak diketahui atau diragukan jawabannya. Guru
menekankan pada siswa untuk saling membantu.
4) Guru meminta siswa untuk kembali ke tempat duduk mereka kemudian
memeriksa jawaban mereka. Guru menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
18
tidak dapat dijawab oleh siswa dan menggunakan jawaban-jawaban yang
muncul sebagai topik yang penting dalam kelas.
Konsep strategi pembelajaran Active Knowledge Sharing secara umum
hampir sama dengan strategi Every One is Teacher (Badri Rhofiki,2009:22).
Kedua strategi pembelajaran tersebut pada dasarnya memiliki konsep bahwa ilmu
pengetahuan yang didapat tidak selamanya hanya berasal dari seorang guru saja
akan tetapi setiap siswa juga bisa memberikan ilmu atau informasi kepada teman-
teman yang lainnya. Perbandingan antara strategi pembelajaran Active Knowledge
Sharing dan Every One is Teacher menurut Hisyam Zaini (2007:22) yaitu:
Tabel 2. Perbandingan Strategi Pembelajaran Active Knowledge Sharing dan Every One is Teacher
Pembeda Active Knowledge Sharing Every One is Teacher Tujuan Umum
Mengaktifkan kelompok siswa (Group Learning)
Mengaktifkan individu (Individual Learning)
Tujuan Khusus
Melibatkan peserta didik secara langsung dalam pembelajaran, membangun perhatian & minat, membangkitkan rasa ingin tahu, dan merangsang berpikir.
Memperoleh partisipasi kelas yang secara keseluruhan dan tanggung jawab individu.
Stimulus Pertanyaan dari guru berkaitan dengan materi pelajaran yang akan dibahas.
Pertanyaan berasal dari siswa yang dituliskan pada kartu indeks. Kartu kemudian diba-gikan secara acak pada siswa lain untuk dibahas dalam dis-kusi kelas.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gloria Yi (2008:93-94)
menyatakan bahwa melalui kegiatan saling tukar pengetahuan (knowledge
sharing) siswa lebih termotivasi untuk memperluas pengetahuannya. Hasil
penelitian tersebut juga mengindikasikan beberapa hal antara lain :
1) Melalui kegiatan knowledge sharing dapat meningkatkan partisipasi aktif
siswa dalam pembelajaran.
2) Kegiatan knowledge sharing berpengaruh positif pada hasil belajar siswa baik
pada ranah kognitif (remember, understand, application, analyze, dan create)
maupun pada faktor-faktor afektif dan motivasi.
19
c. Modul
Modul menurut E. Mulyasa (2006:148) merupakan paket belajar mandiri
yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang
secara sistematis untuk membantu peserta didik mencapai tujuan belajar. Modul
adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang
disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk digunakan oleh peserta
didik, disertai pedoman penggunaannya oleh para guru. Tujuan utama sistem
modul adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran di
sekolah, baik waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna mencapai tujuan secara
optimal.
Modul dapat dirumuskan sebagai suatu unit yang lengkap yang berdiri
sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk
membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan
jelas (Nasution, 1988:203).
Sistem pembelajaran dengan modul (modular instruction) menurut
Winkel (2007:472) merupakan strategi tertentu dalam menyelenggarakan
pengajaran individual secara menyeluruh. Pembelajaran dengan menggunakan
modul merupakan salah satu bentuk pengajaran individual sebab tingkat
pemahaman dalam mempelajari modul yang dimiliki oleh tiap siswa berbeda-
beda. Pembelajaran individual ini biasanya dilaksanakan secara mandiri antara
lain dengan metode diskusi untuk memperjelas materi-materi yang belum
dipahami oleh sebagian siswa melalui pembahasan bersama.
Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik seperti yang
diungkapkan E. Mulyasa (2004:148) sebagai berikut:
1) Setiap modul harus memberikan informasi dan memberikan petunjuk
pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang peserta
didik, bagaimana melakukannya, dan sumber belajar apa yang harus
digunakan.
2) Modul merupakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk
melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam hal ini setiap
modul harus: memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar
20
sesuai dengan kemampuannya; memungkinkan peserta didik mengukur
kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan memfokuskan peserta didik pada
tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
3) Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik
mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta
memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif tidak
sekedar mebaca dan mendengar, tetapi lebih dari itu, modul memberikan
kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi, dan berdiskusi.
4) Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta
didik dapat mengetahui kapan dia memulai dan kapan mengakhiri suatu
modul, dan tidak menimbulkan pertanyaan mengenai apa yaang harus
dilakukan, atau dipelajari.
5) Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar
peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik
dalam mencapai ketuntasan belajar. Pengukuran ini juga merupakan suatu
kriteria atau standard kelengkapan kelengkapan modul.
Tugas utama guru didalam sistem pembelajaran dengan modul adalah
mengorganisasi dan mengatur proses belajar antara lain seperti yang diungkapkan
E. Mulyasa (2006:150) sebagai berikut :
1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif
2) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan di dalam memahami isi
modul atau pelaksanaan tugas
3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik
Memperhatikan tugas guru dalam pembelajaran modul seperti yang
tercantum dalam uraian di atas maka dapat dilihat bahwa dalam pembelajaran
modul siswa dituntut untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Dengan
penggunaan sistem pembelajaran modul dalam proses belajar mengajar biologi
siswa Sekolah Menengah Atas diharapkan mampu meningkatkan peran aktif
siswa dalam pembelajaran.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul menurut E. Mulyasa
(2006:149) akan melibatkan beberapa komponen sebagai berikut :
21
1) lembar kegiatan peserta didik,
2) lembar kerja,
3) kunci lembar kerja,
4) lembar soal,
5) lembar jawaban, dan
6) kunci jawaban.
Berbagai komponen penyusun modul seperti yang disebutkan di atas
selanjutnya dikemas dalam format modul sebagai berikut :
1) Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi deskripsi umum, seperti materi yang
disajikan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan dicapai setelah belajar;
termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul
tersebut.
2) Tujuan Pembelajaran
Bagian tujuan pembelajaran berisi tujuan-tujuan pembelajaran khusus
yang harus dicapai oleh setiap peserta didik setelah mempelajari modul.
3) Tes awal
Tes awal berguna untuk menetapkan posisi peserta didik, dan
mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan dari mana ia harus memulai
belajar, apakah perlu untuk mempelajari modul tersebut atau tidak.
4) Pengalaman belajar
Bagian pengalaman belajar merupakan rincian materi untuk setiap tujuan
pembelajaran khusus, yang berisi sejumlah materi, diikuti dengan penilaian
formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
5) Sumber belajar
Pada bagian ini disajikan tentang sumber-sumber belajar yang dapat
ditelusuri peserta didik. Penetapan sumber belajar ini perlu dilakukan dengan baik
oleh pengembang modul, sehingga peserta didik tidak kesulitan memperolehnya.
6) Tes akhir
Tes akhir instrumennya sama dengan isi tes awal hanya lebih difokuskan
pada tujuan terminal setiap modul.
22
Penyusunan modul dengan memperhatikan komponen-komponen yang
telah diuraikan di atas dilakukan agar diperoleh modul yang lengkap dan
terstruktur sehingga mempermudah peserta didik dalam mempelajari materi
pembelajaran yang terdapat dalam modul tersebut.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Michael E. Rogers (2004: 37)
menunjukkan bahwa pembelajaran dengan modul dapat berpengaruh positif
terhadap aktivitas belajar yang dilakukan siswa. Aktivitas belajar siswa akan
meningkat dengan digunakannya modul sebagai sumber belajar siswa.
Penggunaan modul sebagai sumber belajar siswa dapat memberikan kesempatan
pada siswa untuk mengembangkan pengetahuannya.
Manfaat pembelajaran dengan modul seperti yang diungkapkan dalam
hasil penelitian oleh Maxima J. Acelado (2005:294-312) :
Using the modular teaching approach as intervention, this study yielded the following conclusions : (1) the use of modular teaching approach has made significant improvement in the learners’ achievement, persistence, and confidence in learning, regardless of their abilities. (2) The modular teaching approach has positive effects on the respondents’ achievement, persistence, and confidence levels most especially among the respondents from the low ability group.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan modul dalam
pembelajaran memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perbaikan prestasi
belajar siswa. Pembelajaran dengan modul juga berpengaruh positif terhadap
aktivitas belajar siswa yang ditunjukkan dengan meningkatnya ketekunan dan rasa
percaya diri siswa.
23
B. KERANGKA PIKIR
Proses belajar mengajar Biologi di kelas X-1 SMA Negeri 3 Surakarta
menunjukkan bahwa kemampuan afektif (affective response) siswa yang masih
kurang sedangkan kemampuan kognitif sudah cukup tinggi. Kemampuan afektif
siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Surakarta ditandai dengan hasil observasi
kurangnya kemampuan siswa dalam membedakan dan menerima perbedaan,
kemampuan siswa dalam memberikan tanggapan atau respons terhadap suatu
gagasan, kemampuan siswa dalam memberikan penilaian atau perhitungan
terhadap gagasan yang diungkapkan sesama siswa, kemampuan dalam membuat
pertanyaan, kemampuan dalam memecahkan masalah, dan kemampuan
membentuk kerjasama tim. Hasil observasi tersebut menunjukkan bahwa proses
pembelajaran Biologi di SMA Negeri 3 Surakarta belum optimal pada aspek-
aspek afektif.
Kemampuan afektif (affective responses) siswa terbagi menjadi lima
tingkatan yaitu penerimaan (receiving), penanggapan (responding), penilaian
(valuing), pengelolaan atau pengaturan (organizing), dan pengkarakterisasian atau
bermuatan nilai (characterizing).
Kemampuan siswa dalam membedakan dan menerima perbedaan
berkaitan dengan aspek penerimaan (receiving) pada ranah afektif. Kemampuan
siswa pada aspek tersebut ditandai dengan tindakan siswa yang menunjukkan
penerimaan seperti mengiyakan, mendengarkan, dan mempertanyakan sesuatu.
Kemampuan siswa dalam memberikan tanggapan atau respons
terhadap suatu gagasan berkaitan dengan aspek penanggapan (responding) pada
ranah afektif.. Kemampuan siswa pada aspek penanggapan ditandai dengan peran
serta (partisipasi) siswa pada proses pembelajaran seperti mematuhi semua aturan
dalam proses pembelajaran, mengikuti proses pembelajaran dengan baik, dan
memberikan tanggapan terhadap gagasan yang disampaikan baik oleh guru
maupun sesama siswa.
Penilaian terhadap gagasan yang diungkapkan oleh sesama siswa
berkaitan dengan aspek penilaian (valuing) pada ranah afektif. Aspek penilaian
24
mencakup kemampuan memberi penilaian atau perhitungan terhadap gagasan,
benda, bahan, atau gejala tertentu.
Kemampuan siswa dalam membuat pertanyaan berkaitan dengan aspek
penanggapan (responding). Aspek penanggapan mencakup kemampuan siswa
dalam memberikan tanggapan terhadap gagasan yang disampaikan oleh siswa lain
salah satunya membuat pertanyaan tentang gagasan tersebut.
Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah berkaitan dengan
aspek pengaturan (organizing) dan bermuatan nilai (characterization). Aspek
pengaturan mencakup kemampuan siswa dalam memberikan tanggapan terhadap
gagasan yang kemampuan siswa dalam mendiskusikan dan memecahkan
permasalahan pada topik yang sedang dibicarakan, serta pada aspek bermuatan
atau mempribadikan nilai mencakup kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah.
Kemampuan siswa dalam membentuk kerjasama tim bekaitan
dengan aspek penilaian pada ranah afektif. Aspek penilaian mencakup
kemampuan siswa untuk bekerjasama melakukan penilaian atau perhitungan
terhadap gagasan yang disampaikan oleh siswa yang lain dan bekerjasama untuk
memecahkan permasalahan pada topik yang sedang dibicarakan.
Strategi pembelajaran Active Knowledge Sharing (Saling Tukar
Pengetahuan) memungkinkan siswa untuk berlatih menyampaikan pendapat,
menanggapi pendapat siswa lain, dan bekerjasama untuk memecahkan
permasalahan yang muncul pada topik yang sedang dibicarakan.
Modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian
pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk
membantu peserta didik mencapai tujuan belajar. Penggunaan modul sebagai
paket belajar mandiri menuntut siswa untuk membaca, mengerti, dan memahami
sendiri materi pembelajaran yang telah disusun dalam bentuk modul sehingga
dalam proses pembelajaran menggunakan modul memungkinkan peserta didik
untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak hanya membaca dan
mendengar.
25
Penggunaan strategi pembelajaran Active Knowledge Sharing (Saling
Tukar Pengetahuan) disertai modul hasil penelitian dapat membantu siswa
mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien serta memungkinkan
peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak hanya membaca
dan mendengar tetapi juga memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih
berdiskusi, berpartisipasi, bekerjasama, serta memecahkan masalah-masalah
tertentu berkaitan dengan materi pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, dilakukan kolaborasi dengan guru Biologi
siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Surakarta untuk meningkatkan kemampuan afektif
siswa. Kolaborasi diwujudkan dalam proses pembelajaran Biologi melalui
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menerapkan strategi Active Knowledge
Sharing (Saling Tukar Pengetahuan) disertai modul hasil penelitian pada topik
Zygomycotina.
Alur kerangka berpikir dalam melaksanakan kegiatan penelitian secara
sederhana dapat digambarkan pada Gambar 6.
26
Gambar 6. Kerangka Berpikir Penggunaan Modul dan Strategi Pembelajaran Active
Knowledge Sharing
MASALAH DALAM PEMBELAJARAN
Kurangnya Kemampuan Afektif Siswa
PENYEBAB/AKAR MASALAH
- Strategi yang digunakan guru kurang bervariasi.
- Sumber belajar masih terpaku pada buku paket dan hand out dari guru.
AKIBAT
- Siswa tidak berani dalam menyampai-kan gagasan.
- Siswa tidak berani mengajukan perta-nyaan.
- Siswa tidak dapat menanggapi gagasan yang disampaikan teman.
- Siswa kurang dapat menyelesaikan permasalahan dalam pembelajaran.
PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING DISERTAI
MODUL HASIL PENELITIAN
PROSEDUR 1. Pembagian kelompok siswa dan modul
sebagai sumber belajar. 2. Pemberian pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan materi pembelajaran. 3. Sharing baik antar anggota kelompok
maupun dengan kelompok yang lain.
MANFAAT
1. Memberi kesempatan siswa untuk bertukar pengetahuan dengan temannya.
2. Melatih siswa untuk berani menyampaikan gagasan dan menilai gagasan yang telah disampaikan siswa yang lain.
TARGET
Kemampuan afektif siswa meningkat
27
C. HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan tinjauan pustaka dihubungkan dengan permasalahan yang
ada pada proses pembelajaran Biologi, maka diambil hipotesis tindakan sementara
yaitu penggunaan strategi pembelajaran Active Knowledge Sharing disertai modul
hasil penelitian pada sub pokok bahasan Zygomycotina dapat meningkatkan
kemampuan afektif siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Surakarta tahun pelajaran
2010/2011.
Recommended