9
Tiraikasih website http://kangzusi.com/ SI PEMANAH GADIS JILID 3 HUJAN DARAH DI TANAH BAMBU Oleh : Gilang di Indozone Bagian 31 Pantat gajah terhantam langsung. Meski tidak terluka, tapi Jagal Tiga alias gajah jelmaan tetap merasakan sakit hingga menusuk tulang. ”Brengsek!” makinya panjang pendek sambil mengangkat dua kaki depan tinggi-tinggi disertai raungan keras. Melihat hal itu, Kaswari tanpa pikir panjang pula, melemparkan pedang patah di tangannya dengan sisa tenaga yang ada. ”Nih, makan jurus ’Angsa Liar Memburu Katak’!” desisnya. Pedangnya melesat cepat membelah udara. Takk! Tepat mengenai perut gajah. Namun seperti sudah diduga sebelumnya, seluruh bagian tubuh mahkluk jelmaan itu kebal senjata. Wuss! Pedang patah terlempar balik ke arah Kaswari yang dengan sigap mengulurkan tangan kiri menangkap gagang pedang. Tap! Begitu tangan kiri terasa menyentuh gagang pedang, dengan gerakan manis gadis itu memutar tubuh setengah jongkok dan mengulang kembali jurus ’Angsa Liar Memburu Katak’! Wess! Crapp! Kali ini, justru pedang menancap tanpa sengaja di lubang hidung gajah sebelah kiri! Sontak, gajah jelmaan langsung berteriak kesakitan. Belalai panjangnya dikibas-kibaskan untuk melepaskan pedang yang menancap. Namun, sulit sekali benda yang membuatnya kesakitan terlepas. Kaswari kaget sampai mulut ternganga, karena tidak menyangka serangannya kali ini justru berhasil melukai sosok gajah jelmaan di depannya. ”Kelemahannya di hidung!” teriak Dewi Kecapi Hitam sambil melesat cepat. Namun, lesatannya ternyata kalah cepat dari bayangan kuning keemasan yang menabrak sosok besar yang sedang berusaha melepas pedang. Bughh! Jdarrr!! Tubuh gajah langsung hancur menyerpih saat bayangan kuning keemasan menghantam tepat di bagian hidung.

Si Pemanah Gadis III 31-32

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Si Pemanah Gadis III 31-32

Tiraikasih website http://kangzusi.com/

SI PEMANAH GADIS

JILID 3

HUJAN DARAH DI TANAH BAMBU

Oleh : Gilang di Indozone

Bagian 31 Pantat gajah terhantam langsung. Meski tidak terluka, tapi Jagal Tiga alias

gajah jelmaan tetap merasakan sakit hingga menusuk tulang. ”Brengsek!” makinya panjang pendek sambil mengangkat dua kaki depan

tinggi-tinggi disertai raungan keras. Melihat hal itu, Kaswari tanpa pikir panjang pula, melemparkan pedang patah

di tangannya dengan sisa tenaga yang ada. ”Nih, makan jurus ’Angsa Liar Memburu Katak’!” desisnya. Pedangnya melesat cepat membelah udara. Takk! Tepat mengenai perut gajah. Namun seperti sudah diduga sebelumnya,

seluruh bagian tubuh mahkluk jelmaan itu kebal senjata. Wuss! Pedang patah terlempar balik ke arah Kaswari yang dengan sigap

mengulurkan tangan kiri menangkap gagang pedang. Tap! Begitu tangan kiri terasa menyentuh gagang pedang, dengan gerakan manis

gadis itu memutar tubuh setengah jongkok dan mengulang kembali jurus ’Angsa Liar Memburu Katak’!

Wess! Crapp! Kali ini, justru pedang menancap tanpa sengaja di lubang hidung gajah

sebelah kiri! Sontak, gajah jelmaan langsung berteriak kesakitan. Belalai panjangnya

dikibas-kibaskan untuk melepaskan pedang yang menancap. Namun, sulit sekali benda yang membuatnya kesakitan terlepas.

Kaswari kaget sampai mulut ternganga, karena tidak menyangka serangannya kali ini justru berhasil melukai sosok gajah jelmaan di depannya.

”Kelemahannya di hidung!” teriak Dewi Kecapi Hitam sambil melesat cepat. Namun, lesatannya ternyata kalah cepat dari bayangan kuning keemasan

yang menabrak sosok besar yang sedang berusaha melepas pedang. Bughh! Jdarrr!! Tubuh gajah langsung hancur menyerpih saat bayangan kuning keemasan

menghantam tepat di bagian hidung.

Page 2: Si Pemanah Gadis III 31-32

Tiraikasih website http://kangzusi.com/

”Mampus kau!” maki sosok bayangan kuning keemasan yang ternyata Tua Raja Tabir Mentari. Kembali tangannya bergerak membentuk putaran tiga kali dan ...

Wutt! Jdarrr! Jdarr!! Tubuh terpotong Jagal Dua meledak hancur menjadi serpihan debu gosong. Meski tanpa jurus apa pun, lontaran hawa panas dari Ilmu Sakti ’Iblis Matahari’

sudah lebih dari cukup untuk menghancurkan benda yang dihajarnya. Semua yang ada di tempat itu hanya menghela napas. Entah lega, entah

sedih atau cuma sekedar menghilangkan rasa sesak dalam dada masing-masing.

--o0o-- Galah Mayat dan Tua Raja Bedah Bumi mengumpulkan semua potongan

kepala, termasuk pula potongan kepala Bandar Mayat terdapat pula di sana. ”Hufhh ... jumlahnya mendekati seratus potongan kepala,” desis Galah Mayat.

”Untuk apa potongan kepala sebanyak ini?” ”Paling juga ... untuk keperluan ilmu hitam,” sahut Tua Raja Bedah Bumi. ”Benar juga.” ”Atau ... mungkin untuk membangkitkan kembali Sepuluh Ilmu Terlarang

Rimba Persilatan?” duga Kakek Kocak dari Gunung Tugel yang nylonong kata begitu saja.

”Tumben dia pinter,” pikir Dewi Kecapi Hitam atau Nyai Gugur Gunung. Tua Raja Bedah Bumi justru menggelengkan kepala, sambil berkata, ”Tidak

mungkin untuk membangkitkan kembali Sepuluh Ilmu Terlarang Rimba Persilatan.”

”Kenapa?” ”Sepengetahuanku, membangkitkan Sepuluh Ilmu Terlarang Rimba Persilatan

membutuhkan darah hewan sesuai dengan ilmu yang diinginkan. Tidak ada tumbal manusia dalam ritual untuk meminta ilmu sesat ini,” tutur Dahana Lungit atau biasa disebut Tua Raja Bedah Bumi. ”Yang jadi tumbal ... ya ... para pelakunya saja.”

”Sudahlah ... lebih baik, kita satukan saja potongan kepala dan tubuh para korban,” ucap Tua Raja Pedang Bintang. ”Setelah itu ... kita berkumpul di Balairung Ranting Bambu.”

Tubuhnya terus berkelebat cepat, diikuti dengan yang lain. Sementara Tua Raja Bedah Bumi dan Galah Mayat, menenteng potongan

kepala di tangan kiri-kanan masing-masing. Dilihat sepintas, malah mirip pedagang kepala ... !

*** Nun jauh di ujung hutan paling timur dari Kepulauan Tanah Bambu ... Sesosok tubuh ramping berbaju putih super ketat membalut tubuh mulus

super indahnya dimana warna baju putihnya sedikit tipis hingga sanggup mengekspos bentuk tubuh ramping si pemilik. Dengan postur seperti itu, jelas ia memiliki wajah cantik dengan kulit tubuh putih yang bisa dikatakan seputih pualam tanpa cela sedikit pun ditingkahi mata jeli, hidung bangir dan bibir

Page 3: Si Pemanah Gadis III 31-32

Tiraikasih website http://kangzusi.com/

memerah segar alami dengan postur tinggi langsing, terlihat berdiri menggendong tangan.

Dialah ... Nini Cemara Putih! “Hemmm ... tidak ada apa-apa di danau ini,” gumam Nini Cemara Putih

memandang ke seantero danau berair kuning. Mata indahnya berputaran kesana-kemari mengamati setiap sudut danau

yang berada di sebuah ruang bawah tanah yang jika di total berjumlah seratus sudut. Semuanya bersih, selain bau busuk menyengat teruar dari air danau.

“Berarti tidak ada Ritual Seratus Kepala yang akan dilaksanakan di tempat ini. Di setiap sudut, tidak terdapat ubo-rampe atau sesaji untuk Ritual Seratus Kepala. Tapi kenapa aku begitu yakin kalau di tempat ini akan diadakan Ritual Seratus Kepala, ya?” katanya dalam nada gumam.

Danau berair kuning ini bukanlah sembarang danau, bisa dibilang sebagai danau sumber kejahatan. Sebab dengan melakukan ritual tertentu di danau ini, maka kesaktian yang dimiliki seseorang meningkat drastis hingga seratus kali lipat. Namun peningkatan kesaktian atau hawa sakti juga meningkat sifat-sifat buruk kemanusiaan yang cenderung menjadi bengis, jahat, sadis dan segala macam keburukan lainnya.

Danau ini dinamakan sebagai Danau Sata Kurawa! Meski begitu, hukum alam ternyata berlaku adil. Jika ada Danau Sata Kurawa, maka ada pula danau berair biru bening yang

menebarkan aroma harum dan memiliki keistimewaan yang bertolak belakang dengan Danau Sata Kurawa. Danau ini dinamakan Danau Panca Pandawa, karena jumlahnya ada lima danau dengan ukuran yang sama.

Setelah berjalan berkeliling di tepian Danau Sata Kurawa untuk memastikan bahwa pandangan matanya tidak salah, setelah itu barulah Nini Cemara Putih melesat pergi.

Begitu sosok bayangan Nini Cemara Putih menghilang, sesosok tubuh tinggi kurus keluar begitu saja dari dalam tanah, tepat dimana Nini Cemara Putih sebelumnya berdiri.

“Brengsek! Mukaku diinjak-injak seperti menginjak cacing!” sungut sosok ini. Dilihat dari jenis suara, bisa dipastikan dia seorang laki-laki, namun sulit sekali

memperkirakan berapa umurnya karena seluruh tubuhnya yang berwarna coklat tanah, termasuk pula rambut, gigi. Pokoknya seluruh tubuh dech ... (mungkin pilar tunggalnya juga coklat tanah ‘kali, hehehe ... )

“Huh! Kalau tidak ingat diriku harus melakukan Ritual Seratus Kepala Pemanggil Hawa Setan di tempat ini dan berpantangan menyentuh tubuh wanita untuk sementara waktu, sudah kulumat gadis itu luar-dalam ... ” desisnya lirih dengan suara serak. “ ... tapi, mungkin setelah serangan serempak yang akan dilaksanakan besok malam, aku bisa menggeluti tubuh bahenol gadis itu. Hahahahah!”

Suara tawa serak terdengar membahana di gua bawah tanah. Sementara itu, Nini Cemara Putih berkelebatan cepat ke arah tenggara. Tujuannya cuma satu. Menemui Ki Ajar Lembah Halimun! Danau Panca Pandawa berada di wilayah Lembah Halimun Kegelapan.

Sebagai mana diketahui, Ki Ajar Lembah Halimun yang bermukim Lembah

Page 4: Si Pemanah Gadis III 31-32

Tiraikasih website http://kangzusi.com/

Halimun Kegelapan memang sudah tidak mau bekecimpung lagi di rimba persilatan, selain karena faktor usia, beliau memang ditugaskan oleh Tuan Majikan untuk menjaga Danau Panca Pandawa. Hanya beberapa orang saja yang tahu keberadaan Danau Panca Pandawa. Bahkan Riung Gunung yang murid Ki Ajar Lembah Halimun tidak mengetahui tentang adanya danau keramat ini meski telah berada di tempat itu cukup lama.

--o0o--

Bagian 32 Sementara itu, di luar pulau … Jalu Samudra dan Nagagini terlihat baku hantam. Entah apa sebabnya,

namun yang jelas, keduanya terlihat serius saling serang satu sama lain. Tali tambang di tangan Nagagini menari-nari liar bahkan kerapkali melesat-menikung dengan gerakan tak terduga. Si pemuda berulang kali harus melesat ke atas atau menenggelamkan diri ke dalam air laut untuk menghindari sergapan ujung tali tambang.

Ctarr! Tiba-tiba saja, ujung tali tambang yang dibuhul menjadi sebuah bongkahan

kecil, berkelebat cepat menyusur air laut. Sratt! Jalu Samudra sendiri bergerak dengan jurus silat yang tidak biasa ia lakukan.

Entah jurus apa lagi yang dipergunakan, jelasnya bukan Ilmu Silat ‘Kepiting Kencana’. Gerakannya terlihat lambat, bahkan terkesan lamban, namun bisa dengan cepat menghindar sergapan liar tali tambang si gadis.

Wess! Dengan serta merta, kaki si pemuda menendang cepat-rapat berulang kali. Akan tetapi, dengan gerakan manis bagian ujung tali tambang menggeser

sendiri, lalu menerobos masuk ke dalam air. Jlub! Belum lagi Jalu menyadari ke arah mana ujung tambang bergerak, sebuah

hantaman keras menyambar betis kanan. Buaghh! Byurr! Jalu Samudra terpelanting dan tubuhnya tercebur begitu saja ke dalam air. Dan yang pasti … tenggelam, dong! Nagagini segera menarik tali tambang dalam satu sentakan ringan. Rett! Seperti ular, tali tambang menggulung rapi di pinggangnya yang ramping. “Hemmm, kemana perginya Kakang Jalu?” gumamnya dengan mata

mengedar. Kakinya melangkah mengitari kapal antik yang terdiri dari lembaran papan tebal pecahan Kapal Surya Silam. “Pasti ada … “

Belum lagi gumamannya selesai, tiba-tiba saja sejarak enam tombak dari kapal aneh terlihat air membukit yang lama-lama menggunung besar.

“Apa itu?”

Page 5: Si Pemanah Gadis III 31-32

Tiraikasih website http://kangzusi.com/

Sosok mahkluk besar terlihat membayang di dalam pilar yang meninggi dan … Byarrr! Hancur meluruh bersamaan dengan luruhnya air. Crakk! Crass! Sebentuk gelombang besar tercipta kala luruhan air menyentuh permukaan air

bahkan kapal antik sempat bergoyang beberapa waktu saat terhantam riak gelombang laut, namun tidak lama kemudian, air laut tenang kembali.

Di atas sana, terlihat satu sosok tubuh bertelanjang dada dengan posisi berdiri tegak lurus di udara. Lalu perlahan, ia berjalan-melayang turun mendekati kapal antik. Sekilas saja, bisa diketahui seberapa tinggi jurus peringan tubuh yang dimiliki si pemuda.

Tap! Tepat berdiri kokoh di depan sosok cantik yang terlihat menawan dengan

aliran keringat membasah. “Bagaimana?” sapanya setelah beberapa lama. “Eh … oh … apa … ?” kata si gadis tergugu. Ditariknya hidung mancung si gadis dengan gemas. “Heeeh, cantik-cantik kok bego,” katanya sambil tertawa tanpa suara. Lalu

dilepasnya tangan sambil berkata, “Jurus cambukmu, Neng!? Ada kemajuan!?” “Ada ... ada ... “ sahutnya sedikit menggeragap. “Mau coba lagi?” Gadis cantik baju biru laut kedodoran itu langsung menerjang begitu saja.

Sudah begitu, pakai kaki pula! Sejarak kurang sejengkal dari sasaran, kaki kiri tiba-tiba mencuat ke atas. Wutt! Dilihat dari posisi dan jarak, adalah hanya yang tidak mungkin melakukan

tendangan ke arah kepala. Jaraknya terlalu dekat. ”Eit ... !” Si Pemanah Gadis kaget. Namun sebagai tokoh muda yang namanya mulai diperhitungkan dalam

tahun-tahun terakhir ini, tidak membuatnya kehilangan akal. Kepalanya di tarik ke belakang-bawah sedikit, maka wajah tampannya sudah lolos dari cap tumit kaki mulus yang kemungkinan besar tercetak disana.

Saat menendang ke atas, terlihat sebentuk permadani hitam terpampang jelas!

”Gila ni anak! Ga pake celana malah maen tendangan tinggi!?” pikir Jalu Samudra sambil berulang kali berkelit menghindari tendangan aneh si gadis yang datang secara bergelombang. Tapi, mata putihnya justru sering terpaku pada sebentuk larikan merah gerbang istana kenikmatan. ”Waduh, kalao gini ... mana tahan ... !”

Tiba-tiba, sebuah pikiran nakal terlintas. Meski serangan yang dilakukan Nagagini tidak disertai tenaga dalam, namun

kibasan anginnya sudah lebih dari cukup untuk memerihkan kulit. “Jurus ‘Tendangan Gadis Cacat’-mu sudah banyak kemajuan,” seru si

Pemanah Gadis, sambil menghindar, namun tetap saja tendangan beruntun dengan sudut sulit terus mencecarnya.

“Benarkah!?” “Benar!” seru Jalu kembali sambil memutar tubuh ke kiri, sambungnya, “Tapi

aku sudah punya penangkalnya.”

Page 6: Si Pemanah Gadis III 31-32

Tiraikasih website http://kangzusi.com/

Dengan gemas, Nagagini semakin mempergencar serangan kaki yang terus datang bagai riak gelombang sambil berkata, ”Mana buktinya? Dari tadi Kakang cuma menghindar terus?”

”Ini buktinya!” Jalu Samudra tidak menghindar seperti tadi, tapi justru bergerak mendekat

satu langkah. Nagagini justru tersenyum, karena dengan mendekatnya Jalu Samudra ia bisa

melancarkan jurus ’Tendangan Gadis Cacat’ dengan lebih baik lagi. Wutt! Sebuah tendangan patah ke arah kepala ditahan bahu kiri Jalu. Tap! ”Kaki kiriku masih bisa .. ” Plek! Jempol kaki kanan segera Jalu Samudra menginjak jempol kaki kiri. ”Hehehe ... bagaimana?” ucap Jalu sambil cengengesan. Nagagini berkutetan antara melepas injakan di jempol kaki sedang kaki

satunya yang ditahan bahu Jalu Samudra sudah berada dalam sudut mati. Si gadis segera mengelebatkan sepasang tangannya sambil berseru, ”Kakang

lupa, aku masih punya dua tangan!” Wutt! ”Begitu, ya!?” Tap! Tap! Dua tangan mulus si gadis seketika tertahan tangan kokoh si Pemanah Gadis

yang langsung mengunci dengan jurus ’Jepitan Kepiting’-nya. ”Sekarang bagaimana?” kata Jalu sambil senyum-senyum dengan sorot mata

aneh. Nagagini masih berkutetan untuk melepaskan diri. Setelah sekian lama ... Dengan mulut meruncing, Nagagini berkata dengan bersungut-sungut,

”Kakang jahat ... ” ”Sekarang giliranku menyerang,” ucap Jalu santai. Nagagini bingung. ”Dua tangan dan dua kaki sudah mengunci ruang gerakku. Dengan apa

Kakang akan menyerangku? Pakai kepala!?” ”Ya ... pake tangan ketiga, dong!” sahut Jalu santai. ”Tangan ketiga?” ucap Nagagini, bingung. ”Mana?” ”Lha ini ... ” Jalu segera mendorongkan bawah perutnya ke depan. Slepp! ”Aaahhh ... ” desis Nagagini. ”Kakang ... curang ... !” Nagagini baru ingat, kalau bagian bawahnya sekarang ini bebas merdeka

alias tidak pakai apa-apa sebagai penutupnya. Jadi serangan ’tangan ketiga’ alias pilar tunggalnya Jalu Samudra dengan sukses langsung menembus gerbang istana kenikmatan yang sudah terkuak karena salah satu kaki si gadis tertahan bahu kiri si pemuda. Seperempat bagian dari pilar tunggal penyangga langit sudah masuk ke dalam dengan sukses.

Page 7: Si Pemanah Gadis III 31-32

Tiraikasih website http://kangzusi.com/

“Ihh ... Kakang ini, pagi-pagi udah nusuk seenaknya,” katanya dengan nada mendesis.

“Abisnya gemes, sih. Mau dihentikan?” tanya Jalu Samudra sambil sengaja menambah tekanan pilar tunggalnya.

Sett ... ! “Nggak ... jangan ... terusin aja, Kang.” Dada kencang Nagagini mulai turun naik karena nafsu. Jalu Samudra pun meneruskan permainan acara tarik-ulur hingga membuat

murid Ratu Cambuk Api Lengan Tunggal berkali-kali merintih tersentak keenakan. Tidak lupa si pemuda menciumi dada padat kencang yang menggelembung naik-turun, awal mulanya perlahan lalu berubah menjadi jilatan-jilatan liar ke seluruh tubuh yang menguarkan wangi alami tubuh seorang gadis.

Bisa dirasakan si Pemanah Gadis, jepitan pada gerbang istana kenikmatan milik si gadis yang sekarang ini telah tertusuk hingga separo lebih, berdenyut kencang. Desah nafas seperti waktu-waktu sebelumnya kembali terdengar dari bibirnya yang mungil, sementara badannya menggeliat-geliat menahan nikmat.

Jalu menggeser bahu sedikit hingga kaki Nagagini terbebas, dan kedua tangannya yang dalam posisi jepitan kepiting pun melepas ke dua tangan mulus si gadis.

Jurus ekaraga ini termasuk dalam kelompok posisi berdiri, sehingga syarat utama agar dapat berlangsungnya gaya ini adalah tubuh pria harus kekar dan kuat, sementara tubuh wanita agak mungil. Disamping itu pilar tunggal penyangga langit harus panjang dan kuat agar jurus ini dapat berjalan dengan lancar. Pada jurus ini, Jalu Samudra atau si Pemanah Gadis berdiri lurus, sementara murid Ratu Cambuk Api Lengan Tunggal diposisikan bergelayutan pada kedua pundak si pemuda seperti seorang anak kecil minta gendong di depan. Kedua kaki melingkar di pinggang murid Dewa Pengemis dan kedua tangan memeluk leher, sementara tangan pemuda bermata putih melingkari dada montok, sehingga pilar tunggalnya dapat keluar masuk dengan bebas ke dalam gerbang istana kenikmatan pasangannya. Dengan gerakan naik turun dapat mendorong dan menarik berjalan seirama.

Jurus ’Burung Terbang Di Tengah Awan’ digunakan oleh Jalu Samudra. Percintaan mereka semakin lama semakin menggairahkan, tidak cuma berisi

birahi dan kasih, tetapi juga penuh canda dan permainan-permainan kecil. Seperti kali ini, Nagagini meminta Jalu Samudra tidur terlentang setelah

keduanya telanjang bulat. “Jangan bergerak ... “ bisik Nagagini sambil bergerak mengangkangi pinggul

Jalu Samudra. ”Jurus apa ini?” tanya Jalu Samudra. ”Ga tahu. Yang penting ... Kakang nikmati saja,” sahut murid Ratu Cambuk Api

Lengan Tunggal. ”Mungkin ... jurus ’Tarian Dewi Kayangan’, hihihik ... ” ”Hemm ... boleh juga namanya,” kata murid Dewa Pengemis dan Dewi Binal

Bertangan Naga ini. Gerakannya gemulai, seperti seorang penari yang sedang menyiapkan

gerakan pembukaan. Dengan takjub Jalu Samudra memandang tubuh telanjang serba indah menggairahkan itu terpampang bebas di mukanya.

Page 8: Si Pemanah Gadis III 31-32

Tiraikasih website http://kangzusi.com/

Nagagini melakukan beberapa gerakan yang tak terlalu kentara karena mata putih Jalu Samudra terpaku menatap tubuh indah sang kekasih. Tahu-tahu Jalu Samudra merasakan setengah pilar tunggal penyangga langitnya seperti menyelinap diam-diam ke liang lembab-licin yang bagai memiliki indera tersendiri. Tahu-tahu kegairahan semakin terbangkit membuat batang-kenyal-liat itu perlahan-lahan menjadi kokoh di dalam sana.

“Jangan bergerak ... “ bisik Nagagini lagi ketika Jalu Samudra menggelinjang merasakan nikmat yang mulai terbangkit di bawah sana. Lalu bidadari cantik dengan tubuh sempurna itu memulai jurus ’Tarian Dewi Kayangan’-nya, dan Jalu Samudra menikmati semua itu dengan diam, berbaring terlentang memandang Nagagini yang sudah agak berkeringat itu bergerak naik turun perlahan dan teratur. Wajahnya tampak kembali memerah-muda, matanya penuh sinar gairah sekaligus kelembutan, terbuka menatap mata Jalu Samudra tanpa berkejap. Bibirnya yang basah kini agak terbuka, dan nafasnya mulai memburu. Kedua bukit kenyal tegak menjulang di dadanya, berguncang-guncang sedikit seirama gerakan tubuh pemiliknya.

“Ohhhh ... “ Nagagini mendesah, dan tangannya berteletekan keras di dada Jalu Samudra yang bidang, bertopang mencari penguatan di sana. Gerakannya semakin cepat, tetapi ia juga terkadang berhenti manakala ia memutar pinggulnya selagi pilar tunggal penyangga langit Jalu Samudra terbenam dalam-dalam meski tidak bisa penuh. Bagaimana pun juga, senjata pusaka Jalu Samudra memang lain dari pada yang lain.

Pada saat seperti itu, Nagagini memejamkan mata erat-erat, dan merintih-rintih nikmat dan Jalu Samudra merasakan denyut-denyut halus di bawah sana, di sepanjang batang-kenyal-pejal yang semakin lama semakin tegang saja.

Lalu ia bergerak turun-naik lagi. Membuka matanya lagi, yang kini mulai meredup seperti hendak menutup, tetapi dengan sinar birahi yang semakin tajam. Jalu Samudra menatap mata itu dan seketika terjalin lagi sebuah rasa kasih sayang di antara mereka, menjadi bumbu penyedap utama dari percumbuan ini.

Gerakan Nagagini kini semakin erotis, diselingi gelinjang gemulai. Tubuh bagian bawah gadis ini melakukan putaran-putaran menakjubkan, terkadang maju-mundur dalam gerakan lembut penuh perasaan, terkadang naik-turun dengan gairah yang liar. Terkadang berputar-putar perlahan, sehingga Jalu Samudra merasakan pilar tunggalnya mengusap-mengurut dinding-dinding kenyal gerbang istana kenikmatan yang hangat dan basah dan berdenyut itu.

Suara-suara desah mulai terdengar dari tempat kedua tubuh mereka bertaut-berpilin, berdecap ramai menyelingi derit-derak papan kayu, di antara rintihan dan desah. Nagagini dengan wajah sumringah berkonsentrasi pada pencapaian tujuan yang mulai tampak di ufuk percumbuan mereka. Ia seperti sedang menunggu dengan penuh ketakjuban datangnya serbuan kenikmatan maksimal yang tak bisa tertahankan oleh tembok baja sekali pun.

Jalu Samudra mengangkat kedua tangannya, tak tahan berdiam diri melihat Nagagini menarikan tarian erotis yang menggairahkan itu. Dijamahnya lembut sepasang bukit kembar nan montok Nagagini yang bergerak-gerak seirama tubuhnya. Perlahan diputar-putarkannya kedua telapak tangan di atas kedua puting yang telah tampak membesar dan tegak-kenyal itu. Si pemilik kedua bukit

Page 9: Si Pemanah Gadis III 31-32

Tiraikasih website http://kangzusi.com/

indah itu pun merasakan setiap usapan bagai tambahan kenikmatan yang memicu letupan-letupan birahi baru sepanjang tubuhnya. Akibat usapan-usapan itu, puncak birahi Nagagini kini tinggal beberapa langkah lagi.

“Aaah ... aku ... “ Nagagini berucap terputus-putus oleh erangannya sendiri, ” ... ah ... aku tidak ... aaah, tahan ... Kang Jalu ... “

Jalu Samudra mengerti. Cepat diraihnya pinggul Nagagini dengan kedua tangannya. Lalu dengan energik pemuda itu membantu gerakan si gadis. Naik turun dengan cepat.

Berputar-putar ke kiri ke kanan! “Oooooh ... “ Nagagini mengerang. Naik turun lagi dengan cepat. Berputar-putar! “Aaaaah ... “ Nagagini mendesah sambil menengadah dan memejamkan

mata. Naik turun lagi dengan cepat. Berputar-putar lagi ... ! “Mmmmmmmmmm ... “ Nagagini mengerang panjang. Naik turun lagi ... lagi ... lagi ... dan lagi. Kedua payudaranya berguncang-

guncang indah sekaligus menggairahkan. Ingin rasanya Jalu Samudra meremas kedua bukit kembar menggemaskan itu, kalau saja kedua tangannya tidak sibuk membantu gerakan Nagagini.

Lalu Nagagini benar-benar tak tahan lagi ... ia menjerit-jerit kecil. 33