87
Darmawan Darmawan Darmawan Darmawan 08.KA.006 08.KA.006 08.KA.006 08.KA.006 Manajemen Kinerja PROGRAM MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA JAKARTA Juli, 2009

Manajemen Kinerja

Embed Size (px)

DESCRIPTION

manajemen kinerja dengan contoh aplikasi di lingkungan sekolah / madrasah

Citation preview

Page 1: Manajemen Kinerja

DarmawanDarmawanDarmawanDarmawan 08.KA.00608.KA.00608.KA.00608.KA.006

Manajemen Kinerja

PROGRAM MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

JAKARTA Juli, 2009

Page 2: Manajemen Kinerja

1

fxuât{ cxÇztÇàtÜ

Catatan Kecil ini berawal dari 4 soal pertanyaan yang di ajukan oleh Dosen manajemen

Kinerja saya pa Ludi (Staf BAPEPAM) di STIA LAN Jakarta. Dengan perasaan awal kesal pada

nilai tugas 1 (75), soal ujian (take home) ini mulai dikerjakan. Mulai dengan beberapa lembar

halaman komputer.. tanggung.. pekerjaan diteruskan.. dan akhirnya selesailah sudah

jawaban UTS ini dengan 83 halaman. Pengalaman ini menunjukkan sulit sekali memberikan

jawaban yang cukup layak pada soal-soal ujian dengan 4 halaman folio, sehingga sifat ujian

take home tentu bisa di jadikan cukup alasan buat saya untuk memberikan jawaban yang

cukup layak (sejak itu pula saya membiasakan diri membuat makalah dengan halaman yang

cukup agar memperkecil kemungkinan perbedaan persepsi pada pembacadan saya. Dan

akhirnya kepuasan datang juga, bukan karena nilai matakuliah ini yang A, tapi bangga

karena saya belum tahu ada mahasiswa yang membuat jawaban UTS sebanyak ini,

berlebihan memang. Tapi biarlah, toh selama ini saya berpendapat “Berbeda membuat

seseorang lebih bernilai, sedangkan keberbedaan membuat efek negatif atau positif itu

persoalan lain. Karena saya yakin setiap tindakan mengandung resiko, walaupun

tindakan yang diambil adalah tidak mengambil tindakan!”

Catatan kecil ini belum diedit sama sekali, masih sesuai aslinya ketika di kumpulkan ke pa

Ludi. Oleh karena itu mohon maaf, belum sempat diperkaya dan dilengkapi dengan catatan

kaki yang cukup berikut keterangan sumber. Terus terang dalam setahun banyak yang lupa

dari mana data itu saya dapatkan. Insya Allah secepatnya saya lengkapi sebagai

penghormatan saya terhadap kekayaan intelektual. Pun begitu saya sangat berharap,

pengutipan jawaban UTS saya ini pun dengan rasa hormat. Terima kasih.

Bandung. Agustus, 7 – 2010

Darmawan Soegandar

Page 3: Manajemen Kinerja

2

Penulis

Darmawan Soegandar, lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat tahun 1976.

Pendidikan dasar sampai sekolah menengah atas diselesaikan di kota

kelahirannya, dan memperoleh beberapa pengetahuan kesarjanaan

yang relatif beragam; Pendidikan Matematika di IKIP bandung(1994),

Teknik Tekstil di STT Tekstil(1998) dan Managment Telekomunikasi dan

Informatika di STMB Divlat PT. Telkom Bandung(2000). Sempat juga belajar

di Matematika Universitas Islam nusantara (UNU) yang kemudian menjadi tempatnya belajar

mengajar. Sementara karir pendidikan pascasarjananya di mulai di Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung pada jurusan Pendidikan Matematika

Sekolah Menengah. Mendapatkan beasiswa Pascasarjana dari Departemen Agama untuk

menambah wawasan di bidang Manajemen Keuangan Negara pada Program Magister

administrasi bisnis, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi – Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.

Tiga tahun kedepan adalah langkah berat mendaki, tapi semoga Allah yang Maha Kuasa

membuatnya mudah dengan semudah mudahnya. Tiga tahun kedepan adalah perjalanan

akhir dari seluruh pencarian penulis belajar di bangku kuliah, bukan sekedar kebangggan

semu pada gelar Doktoral. Tetapi lebih dari itu, memuaskan dahaga penulis terhadap

pengetahuan. Semoga Allah memudahkan, amien.

Page 4: Manajemen Kinerja

3

DAFTAR ISI

Sebuah Pengantar (1)

Tentang Penulis (2)

Daftar Isi (3)

Soal Bag. 1

Apakah yang dimaksud dengan manajemen kinerja? (5)

Apakah manajemen kinerja dapat di terapkan pada sektor public? (27)

Permasalahan apa yang mungkin dihadapi serta bagaimana cara mengendalikannya? (30)

Soal Bag. 2

Mengapa dalam mekanisme manajemen kinerja, strategi organisasi merupakan unsur penting

dalam pencapaian tujuan? (34)

Bagaimana kita dapat memastikan bahwa strategi yang ada sudah tepat? (39)

Mitigasi permasalahan terkait dengan implementasi strategi organisasi dengan menggunakan

Balance Scorecard? (48)

Soal Bag. 3

Bagaimana proses manajemen kinerja secara umum dilakukan? (54)

Hal apa yang perlu di perhatikan Organisasi untuk dapat menerapkan manajemen kinerja yang

terintegrasi? (61)

Bagaimana proses integrasi manajemen kinerja pada organisasi yang telah memiliki mekanisme

manajemen kinerja secara parsial? (64)

Soal Bag. 4

Studi kasus; Permasalahan implementasi manajemen kinerja pada lingkungan Madrasah di

Departemen Agama (66)

Implementasi Manajemen kinerja di lingkungan Madrasah Dan Manajemen Kinerja Guru

Page 5: Manajemen Kinerja

4

BAGIAN SATU:

1. Apakah yang dimaksud dengan

manajemen kinerja?

2. Apakah manajemen kinerja dapat di

terapkan pada sektor public?

3. Permasalahan apa yang mungkin

dihadapi serta bagaimana cara

mengendalikannya?

Page 6: Manajemen Kinerja

5

PENGERTIAN MANAJEMEN KINERJA

Kinerja pada dasarnya merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam hal

ini, pegawai bisa belajar seberapa besar kinerja mereka melalui sarana informasi seperti komentar

baik dari mitra kerja. Namun demikian penilaian kinerja yang mengacu kepada suatu sistem formal

dan terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan

pekerjaan perilaku dan hasil termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokus penilaian kinerja adalah untuk

mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih

efektif di masa yang akan datang.

Begitu pentingnya masalah kinerja pegawai ini, sehingga tidak salah bila inti pengelolaan sumber

daya manusia adalah bagaimana mengelola kinerja SDM. Mengelola manusia dalam konteks

organisasi berarti mengelola manusia agar dapat menghasilkan kinerja yang optimal bagi organisasi.

Oleh karenanya kinerja pegawai ini perlu dikelola secara baik untuk mencapai tujuan organisasi,

sehingga menjadi suatu konsep manajemen kinerja (performance management).

Menurut definisinya, manajemen kinerja adalah suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang

keberhasilan organisasi melalui pengembangan performansi SDM. Dalam manajemen kinerja

kemampuan SDM sebagai kontributor individu dan bagian dari kelompok dikembangkan melalui

proses bersama antara manajer dan individu yang lebih berdasarkan kesepakatan daripada instruksi.

Kesepakatan ini meliputi tujuan (objectives), persyaratan pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan, serta pengembangan kinerja dan perencanaan pengembangan pribadi. Manajemen

kinerja bertujuan untuk dapat memperkuat budaya yang berorientasi pada kinerja melalui

pengembangan keterampilan, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh SDM. Sifatnya

Page 7: Manajemen Kinerja

6

yang interaktif ini akan meningkatkan motivasi dan memberdayakan SDM dan membentuk suatu

kerangka kerja dalam pengembangan kinerja. Manajemen kinerja juga dapat menggalang partisipasi

aktif setiap anggota organisasi untuk mencapai sasaran organisasi melalui penjabaran sasaran

individu maupun kelompok sekaligus mengembangkan protensinya agar dapat mencapai sasarannya

itu. Berdasarkan tugasnya ini, manajemen kinerja dapat dijadikan landasan bagi promosi, mutasi dan

evaluasi, sekaligus penentuan kompensasi dan penyusunan program pelatihan. Manajemen kinerja

juga dapat dijadikan umpan balik untuk pengembangan karier dan pengembangan pribadi SDM.

Keunggulan manajemen kinerja adalah penentuan sasaran yang jelas dan terarah. Di dalamnya

terdapat dukungan, bimbingan, dan umpan balik agar tercipta peluang terbaik untuk meraih sasaran

yang menyertai peningkatan komunikasi antara atasan dan bawahan. Hal ini karena pada dasarnya

manajemen kinerja merupakan proses komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan

dengan tujuan untuk memperjelas dan menyepakati hal-hal :

• Fungsi pokok pekerjaan bawahan.

• Bagaimana pekerjaan bawahan berkontribusi pada pencapaian tujuan organisasi.

• Pengertian “efektif” dan “berhasil” dalam pelaksanaan pekerjaan bawahan.

• Bagaimana bawahan dapat bekerja sama dengan atasan dalam rangka efektivitas

pelaksanaan pekerjaan bawahan.

• Bagaimana mengukur efektivitas (baca : kinerja) pelaksanaan pekerjaan bawahan.

• Berbagai hambatan efektivitas dan alternatif cara untuk menyingkirkan hambatan-hambatan

tersebut.

Manajemen kinerja sangat bermanfaat bagi pihak atasan, bawahan dan organisasi. Bagi atasan,

manajemen kinerja mempermudah penyelesaian pekerjaan bawahan sehingga atasan tidak perlu

lagi repot mengarahkan dalam kegiatan sehari-hari karena bawahan sudah tahu apa yang harus

dilakukan dan apa yang harus dicapai serta mengantisipasi kemungkinan hambatan yang muncul.

Page 8: Manajemen Kinerja

7

Bagi bawahan, manajemen kinerja membuka kesempatan diskusi dan dialog dengan atasan

berkaitan dengan kemajuan pekerjaannya. Adanya diskusi dan dialog memberikan umpan balik

untuk memperbaiki kinerja sekaligus meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan pekerjaan.

Selain itu manajemen kinerja juga memberdayakan bawahan karena ia tidak perlu sedikit-sedikit

“mohon petunjuk” kepada atasan karena telah diberikan arahan yang jelas sejak awal. Bagi

organisasi, manajemen kinerja memungkinkan keterkaitan antara tujuan organisasi dan tujuan

pekerjaan masing-masing bawahan. Selain itu, manajemen kinerja mampu untuk memberikan

argumentasi yang relatif kuat untuk setiap keputusan yang menyangkut SDM.

a. Konsep manajemen Kinerja

Meningkatnya kualitas Sumberdaya manusia akan termanifestasikan dalam Kinerja SDM dalam

melaksanakan tugas dan peran yang diembannya sesuai dengan tuntutan Organisasi, oleh karena

itu upaya mengelola dan mengembangkan Kinerja individu dalam organisasi menjadi hal yang

sangat penting dalam membangun dan mengembangkan kemampuan organisasi untuk dapat

berperan optimal dalam masyarakat. Dalam hubungan ini, maka Manajemen Kinerja menjadi

faktor yang sangat strategis dalam upaya untuk terus meningkatkan dan mengembangkan Kinerja

Individu sesuai dengan tuntutan perubahan, baik tuntutan internal organisasi, maupun tuntutan

akibat dari factor eksternal, untuk itu berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian tentang

Manajemen Kinerja untuk memberi pemahaman lebih jauh tentang Manajemen Kinerja.

Tabel Pendapat para Pakar tentang Manajemen Kinerja

No Pengertian Manajemen kinerja Pendapat

1.

Performance Management… the process of identifying,

evaluating, and developing the work performance of

employees in the organization

Russel Landsbury dalam

Stone (1991:92).

2. Performance management is a means of getting better results (Armstrong, 1995:23)

Page 9: Manajemen Kinerja

8

from the organization, teams, and individuals by

understanding and managing performance withing an agreed

framework of planned goal, standards and

attribute/competence requirement

3.

Manajemen kinerja adalah komunikasi yang berlangsung terus

menerus, yang dilaksanakan berdasarkan kemitraan, antara

seorang karyawan dengan penyelia langsungnya

Bacal (2001:3)

4.

Manajemen kinerja berkaitan dengan usaha, kegiatan atau

program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan

organisasi untuk “merencanakan, mengarahkan dan

mengendalikan prestasi karyawan

Ruky (2001:6)

5.

Performance management.. means through which managers

ensure that employees’ activities and output congruent with

the organization’s goals

(Noe, et al., 2006:71)

6.

Performance management. A broad process that requires

managers to define, facilitate, and encourage performance by

providing timely feedback and constantly focusing everyone’s

attention on the ultimate objective

(Cascio, 2006:683)

7.

Manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam

mengelola sumber daya yang berorientasi pad akinerja yang

melakukan proses komunikasi secara terbuka dan

berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan

pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan

pendorong untuk mencapai tujuan organisasi

Wibowo (2007:9)

8.

Performance management.. is the process by which

executives, managers, supervisors work to align employee

performance with the firm’s goals

(Ivancevich, 2007:251)

Page 10: Manajemen Kinerja

9

Dari beberapa pengertian di atas nampak bahwa manajemen kinerja merupakan suatu proses

yang dapat mendorong pada pengembangan kinerja baik kinerja individu, team, maupun

organisasi kearah yang lebih baik dan berkualitas, melalui komunikasi yang berkesinambungan

antara pimpinan dengan pegawai sejalan dengan apa yang diharapkan oleh organisasi.

Manajemen kinerja memfokuskan diri pada upaya untuk menjadikan kinerja sebagai pusat

perhatian dalam meningkatkan dan mengembangkan kinerja individu dan tim agar dapat memberi

kontribusi yang makin meningkat bagi organisasi sesuai dengan tujuan organisasi.

Dengan demikian manajemen kinerja dalam suatu organisasi menempati posisi penting dalam

meningkatkan kinerja organisasi yang akan sangat menentukan bagi keberlangsungan organisasi

dalam menjawab dan mengantisipasi perubahan yang terjadi akibat globalisasi dengan tingkat

persaingan yang makin tinggi. Darryl D. Enos (2000:4-6) mengemukakan beberapa faktor kuat yang

mendorong pada makin pentingnya manajemen kinerja yaitu :

· Competition

· An increase in customer knowledge and demand

· Rapid technology changes

· Human resources needs and desires

· The human being have a powerful need to be competent

· Incredible and growing knowledge availability

Dengan kondisi yang demikian, maka upaya untuk terus mengembangkan kinerja ke arah yang

lebih sesuai dengan tujuan organisasi serta tuntutan perubahan menjadi suatu hal yang sangat

strategis dalam suatu organisasi, apalagi bila mengingat bahwa perubahan yang terjadi di

masyarakat sangat cepat dan memerlukan respon yang adaptif dan proaktif, oleh karena itu

manajemen kinerja dapat menjadi cara yang tepat dan menentukan bagi upaya untuk

meningkatkan kemampuan dan kinerja organisasi dari mulai tingkatan strategis organisasi sampai

dengan tingkatan individu dalam menghadapi semua tuntutan akibat perubahan yang terjadi.

Page 11: Manajemen Kinerja

10

b. Tujuan Manajemen Kinerja

Manajemen kinerja mempunyai cakupan yang luas dari mulai tingkatan organisasi sampai dengan

tingkatan individu pegawai, hal ini sejalan dengan pendapat Murray Ainsworth, Smith dan

Millership (2002) yang menyatakan bahwa manajemen kinerja dapat dilihat dari sudut Organisasi,

dari sudut tim dan individu. Dari sudut organisasi, manajemen kinerja menunjukan kinerja

organisasi yang mencakup konsep visi, spesifikasi misi, pengembangan strategi serta spesifikasi

tujuan, sementara itu dari sudut tim dan individu manajemen kinerja menunjukan kinerja individu

atau tim yang mencakup perencanaan untuk individu atau tim, pengukuran kinerja, penilaian

kinerja, dan diagnosis serta bantuan bagi individu atau kelompok untuk mengembangkan

kinerjanya

Manajemen kinerja menduduki peran penting baik dilihat dari segi individu maupun organisasi

dalam kegiatan suatu organisasi, hal ini karena pada dasarnya Manajemen Kinerja dapat

membantu upaya organisasi dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kinerja agar sesuai

dengan apa yang diharapkan oleh organisasi, Performance Management is a process which is

designed to improve organizational, team and individual performance and which is owned and

driven by line managers (Armstrong, 1995:13). Menurut Bacal (2001:4) manajemen kinerja

meliputi upaya membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang :

• fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para karyawan

• seberapa besar kontribusi pekerjaan karyawan bagi pencapaian tujuan organisasi

• apa arti konkritnya “melakukan pekerjaan dengan baik”

• bagaimana karyawan dan penyelia bekerja sama untuk mempertahankan,

memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada sekarang

• bagaimana prestasi kerja diukur

• mengenali bagaimana hambatan kinerja dan bagaimana menyingkirkannya

manajemen kinerja menduduki posisi strategis dalam suatu organisasi, upaya untuk terus

meningkatkan kemampuan dan kinerja organisasi dalam menghadapi tuntutan dan tantangan

yang datang baik dari dalam maupun dari luar akan sangat ditentukan oleh bagaimana organisasi

Page 12: Manajemen Kinerja

11

mengelola kinerjanya dalam melaksanakan perannya di masyarakat. Kedudukan penting dari

manajemen kinerja tersebut disebabkan oleh tujuannya yang secara spesifik untuk

meningkatkan/memperbaiki pencapaian tujuan, pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang

menyeluruh serta untuk meningkatkan keefektifan kinerja sehari-hari (Armstrong, 1995:23),

dengan demikian tujuan utama dari sistem manajemen kinerja adalah untuk meningkatkan kinerja

organisasi, tim dan individu dalam suatu keterkaitan (Ainsworth, et al, 2002:29).

Selain menciptakan keterkaitan antara tataran organisasi dan individu, serta penentuan target

kinerja, langkah lainnya yang sama penting dalam konteks manajemen kinerja adalah menentukan

:

• when and how the individual receives feedback and coaching about progress he or she

is making against these targets

• how these targets are reiviewed

• what assistance he or she needs to meet these targets, and

• what specific training and development he or she needs, both ini the short and in the

longer term (Ainsworth, et al, 2002:30)

Manajemen kinerja akan dapat membantu organisasi dalam mengintegrasikan tujuan organisasi,

team dan individu serta guna mencapai suatu perubahan budaya dan prilaku dalam kinerja melalui

upaya pemberdayaan dan pengembangan personal pegawai sehingga dapat dicapai suatu tingkat

kinerja organisasi yang tinggi secara keseluruhan, sementara itu Carnegie Human Resources

Management (2007:3) menyatakan sebagai berikut

Performance management is a continuous process of supervisors and employees working

together to:

• Set performance expectations linked to organizational objectives;

• Establish criteria against which individual and unit performance can be measured;

• Identify areas for competency improvement;

• Provide performance feedback;

Page 13: Manajemen Kinerja

12

• Continually enhance performance.

The goal of performance management is to help employees improve their performance

and their effectiveness.

Proses kerjasama yang terus menerus antara pimpinan/supervisor dan pekerja menjadi hal utama

dalam manajemen kinerja dalam menentukan harapan kinerja yang terkait dengan tujuan

organisasi, menentukan kriteria dan pengukuran kinerja individu, menentukan upaya perbaikan,

menyediakan umpan balik serta peningkatan/pengembangan kinerja yang berkesinambungan.

Armstrong (1995:25), secara lebih rinci mengemukakan tujuan dari manajemen kinerja mencakup

hal-hal berikut:

• Achieve sustainable improvements in organizational performance

• act as a lever for change in developing a more performance orientated culture

• increase the motivation ond commitment of employees

• enable individuals to develop their abilities

• develop constructive and open relationships between individuals and their managers

• provide a framework for the agreement of objectives as expressed in targets and

standards of performance

• focus attention on the attributes and competences required to perform effectively and

what should be done to develop them

• provide for accurate and objective measurement and assessment of performance

• to enable individual with their managers to agree improvement plans and methods of

implementing them

• provide opportunity for individuals to express their aspiration and concerns about

their work

• provide a basis for rewarding people

• demonstrate to everyone that organization values them as individuals

Page 14: Manajemen Kinerja

13

• assist in empowering people – giving people more scope to take responsibility for the

exercise control over their work

• help to retain high quality people

• support total quality management initiatives

Tujuan manajemen kinerja sebagaimana dikemukakan di atas, menunjukan suatu keterkaitan

antara tujuan yang bersifat organisasi dan tujuan individu dalam konteks organisasi, hal penting

berkaitan dengan pegawai adalah tujuan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja pegawai

dalam memberikan kontribusi bagi organisasi, ini berimplikasi pada perlunya organisasi

mendorong pada terciptanya kondisi yang memungkinkan setiap pegawai mengembangkan

kompetensi dan kemampuannya dalam mengembangkan kinerja mereka dalam organisasi, dan

upaya tersebut jelas merupakan suatu proses yang berkelanjutan dalam kerangka membangun

dan mengembangkan organisasi agar lebih mampu dalam menghadapi berbagai tantangan

perubahan yang terjadi di masyarakat.

c. Proses manajemen Kinerja

Manajemen kinerja merupakan suatu proses sistematis, terdiri dari langkah-langkah yang

mencakup perencanaan kinerja, riview dan diskusi kinerja, evaluasi kinerja dan tindakan adaptif

dan korektif untuk mengembangkan strategi dalam mengatasi gap/kesenjangan kinerja

(Ainsworth, et al, 2002:31). Proses manajemen kinerja melakukan pendekatan yang bersifat

menyeluruh (holistik) untuk mengelola kinerja yang menjadi kepentingan organisasi, karena

manajemen kinerja bersangkutan dengan masalah pengelolaan semua sumber daya dalam

organisasi yang menjadi masukan, proses pelaksanaan kinerja, hasil kinerja, dan manfaat serta

dampak dari suatu kinerja (Wibowo, 2007:18). Dengan demikian manajemen kinerja mencakup

suatu proses pelaksanaan kinerja, tentang bagaimana kinerja dijalankan.

Dengan demikian, manajemen kinerja merupakan suatu proses yang berkesinambungan,

melakukan pengembangan dan perbaikan secara berkelanjutan atas kinerja, disamping

Page 15: Manajemen Kinerja

14

keterkaitannya dengan penciptaan budaya dimana pembelajaran dan pengembangan organisasi

dan individu. Proses tersebut sudah tentu terdiri dari langkah-langkah yang menurut Ainsworth, et

al., (2002:32) langkah-langkah tersebut merupakan suatu siklus yang berjalan secara terus

menerus, yang meliputi :

• Performance Planning

• Corrective and adaptive action

• Regular review and discussion of performance

• Evaluate performance

• Formal performance review discussion (include self-assesment annually

• Identify performance improvement and development needs and agreed on improvement

and development plan annually

• Action taken to achieve individual goals and targets

• Action taken to implement performance improvement and development plan

• Establish, agree to and commit to performance objectives, goals and targets annually

• Mutually review progress against objectives on an agreed regular basis quarterly

Perencanaan kinerja merupakan tahapan awal yang dilakukan dalam Manajemen kinerja. Dalam

tahapan ini tujuan dan target kinerja ditentukan melalui komunikasi yang efektif antara pimpinan

dengan pegawai/karyawan. Dalam perencanaan kinerja dirancang kegiatan yang harus dilakukan

untuk mencapai tujuan organisasi, dan untuk melakukan hal tersebut, menurut Wibowo (2007:35)

diperlukan penyediaan sumber daya yang diperlukan serta waktu untuk melakukannya.

Setelah rencana kinerja tersusun dan disepakati bersama oleh pimpinan dengan pegawai, tahapan

berikutnya yang perlu dilakukan dalam manajemen kinerja adalah riview kinerja serta

mendiskusikannya. Riview kinerja ini dimaksudkan untuk melihat apakah kinerja yang dilakukan

pegawai telah sesuai dengan tujuan dan target yang telah ditetapkan. Tahapan ini dilakukan

dengan cara pimpinan dan pegawai mendiskusikannya dengan mengacu pada rencana kinerja, dan

Page 16: Manajemen Kinerja

15

bila ditemukan berbagai masalah maka upaya pemecahannya dilakukan secara bersama, sehingga

perbaikan yang diperlukan didasarkan pada hasil pemikiran bersama antara pimpinan dengan

pegawai. Riview dan diskusi kinerja sangat penting dalam rangka mengidentifikasi hambatan yang

dihadapi oleh pegawai dalam mencapai tujuan dan rencana kinerja, mengidentifikasi bantuan apa

yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan rencana kinerja serta mengkaji apakah tujuan kinerja

yang ditetapkan masih relevan atau perlu dilakukan penyesuaian (Ainsworth, et.al, 2002:33).

Penyesuaian dalam manajemen kinerja merupakan hal penting sebagai upaya untuk terus

menerus memperbaiki kualitas kinerja, apalagi jika mengingat pada perubahan lingkungan

organisasi yang amat cepat berubah baik dalam lingkungan internal maupun eksternal, sehingga

adaptasi terhadapnya jelas memerlukan penyesuaian yang cepat dan tepat, agar organisasi dan

kinerja pegawai dapat selalu memenuhi tuntutan yang berubah tersebut

Evaluasi kinerja merupakan tahapan penting lainnya dalam manajemen kinerja. Evaluasi kinerja

dapat dilakukan oleh pegawai itu sendiri (self-assessment) maupun oleh pimpinan. Pimpinan perlu

menggali data dan informasi yang akurat berkaitan dengan kinerja pegawai, dan tahapan riview

dapat memberi gambaran akan kondisi kinerja pegawai, sehingga dapat menjadi salah satu

sumber informasi bagi penilaian kinerja.

Namun demikian penyesuaian itu tidak menjadi akhir dari manajemen kinerja, sebab diperlukan

langkah berikutnya yakni evaluasi terhadap kinerja yang telah disesuaikan. Oleh karena itu

tahapan berikutnya adalah tindakan koreksi dan penyesuaian kembali, dalam tahapan ini tindakan

untuk memperbaiki kinerja dengan acuan rencana menjadi hal penting, namun demikian upaya

untuk melakukan penyesuaian kembali juga perlu dilakukan, dan hal ini akan berkaitan dengan

upaya lanjutan dalam mengembangkan dan meningkatkan kinerja pegawai. Upaya ini perlu

dituangkan dalam suatu rencana pengembangan (development plan) kinerja sesuai dengan hasil

evaluasi dan tuntutan akan peran organisasi yang terus meningkan dalam era perubahan dewasa

ini.

Page 17: Manajemen Kinerja

16

Sementara itu Lansbury dalam Stone (1991:91) mengemukakan proses manajemen kinerja sebagai

berkut :

Organizational Planning

Individual Planning

Action to improve performance

· of individual

· of the Organization

Appraising and councelling

· In term of performance

· In regard to needs

Riview and Evaluation

· of Objective

· of Performance

dari bagan tersebut nampak bahwa pada prinsipnya proses manajemen kinerjas selalu dimulai

dengan tahapan perencanaan kinerja sebagai dasar untuk melihat, meriview dan mengevaluasi

kinerja dan kemudian upaya-upaya penyesuaian, pengembangan dan perbaikan dilakukan guna

mencapai tujuan dan target kinerja sesuai dengan perencanaan kinerja yang telah ditetapkan

serta tuntutan perubahan yang terjadi baik dalam internal organisasi maupun dari lingkungan

eksternal.

Dalam implementasi Manajemen kinerja, sinkronisasi antara tujuan dan target kinerja individu dan

organisasi menjadi prasyarat penting yang akan menentukan pada efektivitas manajemen kinerja,

Page 18: Manajemen Kinerja

17

apabila terjadi ketidak sinkronan, maka riview dan evaluasi kinerja akan sulit dilakukan. Bila hal ini

tidak dapat dilakukan maka upaya perbaikan, pengembangan kinerja pegawai tidak dapat dilakukan,

sehingga tujuan dari manajemen kinerja tidak akan tercapai. Oleh karena itu komunikasi antara

pimpinan dan pegawai harus dilakukan secara berkesinambungan untuk dapat secara dini

mendeteksi berbagai kemungkinan hambatan kinerja individu yang juga akan berdampak pada

kinerja organisasi, sehingga tujuan organisasi tidak dapat dicapai

d. Penilaian Kinerja

Kinerja baik secara individu maupun organisasi mempunyai peran yang besar dalam

keberlangsungan organisasi menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat, setiap organisasi perlu

memperhatikan bagaimana upaya untuk terus meningkatkan kinerja karyawannya agar dapat

memberi kontribusi optimal bagi meningkatnya kinerja organisasi. Dengan demikian perhatian pada

kinerja harus menjadi fokus dan semangat organisasi sebagaimana dikemukakan oleh Peter F

Drucker yang dikutif oleh V.P. Michael (1989:30) “The focus of the organization must be on

performance. The first requirement of the spirit of organization is high performance standard, for the

group as well as for each individual”

Untuk itu organisasi perlu memahami bagaimana kondisi kinerja pegawai untuk dapat melakukan

pengelolaan dan pengembangan bagi kepentingan organisasi, untuk itu diperlukan suatu penilaian

kinerja dalam rangka tersebut. Penilaian Kinerja merupakan tahapan penting dalam manajemen

kinerja sustu organisasi, dalam tahapan ini dapat diperoleh informasi yang dapat dijadikan dasar bagi

kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan Sumberdaya Manusia, baik itu kebijakan

penggajian, promosi, demosi dan sebagainya. Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan guna

menilai prilaku pegawai dalam pekerjaannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Berikut ini

akan dikemukakan beberapa pengertian penilaian kinerja yang dikemukakan para pakar :

Page 19: Manajemen Kinerja

18

Tabel Pendapat Para Pakar tentang Penilaian kinerja

No Pengertian k Penilaian inerja Pendapat

1.

“Performance appraisal may be defined as a process of arriving at

judgement about an individual’s past or present performance

against the background of his/her environment and about his/her

future potential for an organization”,

Castetter (1996:270)

2.

“evaluasi kinerja adalah proses dimana kinerja perseorangan

dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan,

seberapa baikah kinerja seseorang karyawan pada suatu periode

tertentu ?”

Robert Bacal

(2001:113)

3.

Penilaian pelaksanaan pekerjaan (kinerja) adalah suatu sistem

yang dugunakan untuk menilai dan mengetahui sejauh mana

seorang telah melaksanakan pekerjaan masing-masing secara

keseluruhan, lebih lanjut menyatakan bahwa

John Suprihanto

(2000:1)

4.

Performance appraisal is a formal management system that

provides for the evaluation of the quality of individual’a

performance in an organizatioan

Dick Grote (2002:1)

5.

Performance appraisal is the process of determining how well

individuals are meeting the work requirements of their job

Rothwell (2005:193)

Dari beberapa pengertian di atas, nampak bahwa penilaian kinerja pada dasarnya merupakan

langkah yang diperlukan untuk mengetahuai kondisi kinerja pegawai. Pengetahuan ini akan sangat

membantu dalam mengelola dan memanfaatkan pegawai dan mengembangkannya untuk

pencapaian tujuan organisasi. Dengan penilaian kinerja dapat diketahui bagaimana prestasi kerja

pegawai, kinerja yang terjadi, serta potensi-potensi yang mungkin dapat dikembangkan bagi

kepentingan organisasi.

Page 20: Manajemen Kinerja

19

Dengan demikian, penilaian Kinerja atau penilaian prestasi kerja merupakan langkah penting dalam

melihat suatu kondisi organisasi serta orang-orang yang berada di dalamnya, sehingga dapat

diperoleh informasi penting bagi pengembangan organisasi baik secara individual maupun

kelembagaan. Secara umum perlunya penilaian kinerja menurut Gary Dessler (1998:2) adalah untuk

memberikan informasi tentang dapat dilakukannya promosi dan penetapan gaji dan memberi

peluang untuk meninjau prilaku yang berhubungan dengan kinerja bawahan/pegawai. Adapun

tujuan dari penilaian kinerja Castetter (1996:277) menyatakan sebagai berikut :

“most of the purpose of evaluation can be grouped into the five following categories:

(a) determine personnel employment status

(b) implement personnel action

(c) improve individual performance

(d) achieve organizational goals, and

(e) translate the authority system into control that regulate performance

Mengetahui kondisi yang ada dari kinerja pegawai serta bagaimana meningkatkan kinerja mereka

merupakan hal penting dalam upaya meningkatkan kemampuan organisasi mencapai tujuan yang

telah ditetapkan, dengan adanya penilaian kinerja, manajemen organisasi dapat mengelola Sumber

Daya manusia secara efektif dan efisien, serta dapat ditentukan pengembangan SDM yang bagaimna

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas kinerja pegawai.

Sementara itu menurut Ahmad S Ruky (2001:20-21) penilaian prestasi kerja mempunyai tujuan :

1. Meningkatkan prestasi kerja karyawan baik secara individu maupun sebagai

kelompok.

2. Mendorong kinerja Sumber Daya Manusia secara keseluruhan yang direfleksikan

dalam kenaikan produktivitas.

3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil

kerja dan prestasi kerja.

4. Membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan

pelatihan karyawan yang lebih tepat guna.

Page 21: Manajemen Kinerja

20

5. Menyediakan alat/sarana untuk membandingkan prestasi kerja pegawai dengan

gajinya atau imbalannya

6. Memberikan kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan perasaannya tentang

pekerjaan atau hal-hal yang ada kaitannya

lebih lanjut menurut Wayne F. Cascio (dalam Sahlan Asnawi,1999:145) sebagaimana dikutif oleh

Sahlan Asnawi penilaian Kinerja bertujuan :

1. sebagai dasar pemberian reward and punishment

2. sebagai kriteria dalam riset personil

3. sebagai prediktor

4. sebagai dasar untuk membantu merumuskan tujuan program training

5. sebagai feedback bagi karyawan itu sendiri

6. sebagai bahan kaji bagi organisasi dan pengembangannya

dengan demikian penilaian kinerja dalam setiap organisasi mutlak diperlukan, karena akan

mendorong peningkatan kualitas organisasi serta unsur-unsur di dalam organisasi yang

bersangkutan. Evaluasi atau penilaian Kinerja dapat menjadi landasan penting bagi upaya

meningkatkan produktivitas suatu organisasi serta dapat menjadi umpan balik atas kinerja untuk

melihat hubungannya dengan tujuan dan sasaran sebagaimana dikemukakan oleh para akhli dari

LAN bahwa

“evaluasi kinerja merupakan suatu proses umpan balik atas kinerja di masa lalu yang

berguna untuk meningkatkan produktivitas di masa mendatang. Sebagai suatu proses yang

berkelanjutan, evaluasi kinerja menyediakan informasi mengenai kinerja dalam

hubungannya terhadap tujuan dan sasaran (2001:6)”

dengan memahami uraian di atas nampak bahwa masalah kinerja merupakan hal yang sangat

penting untuk mendapat perhatian sungguh-sungguh dalam setiap organisasi. Untuk itu posisi

penilaian kinerja menjadi sangat penting sebagai upaya untuk memahami kondisi kinerja aktual

dalam perbandingannya dengan kinerja seharusnya yang diharapkan oleh suatu organisasi, dan

Page 22: Manajemen Kinerja

21

untuk melaksanakan penilaian kinerja dengan baik diperlukan persyaratan tertentu dimana Cascio

(dalam Glueck, 1982:393) mengemukakan delapan persyaratan agar evaluasi kinerja dapat berhasil

dengan baik yaitu :

1. Appraisal should be based on analysis of job requirements and performance

standards

2. Performance standards must be behaviourally based

3. They must be understood by employees

4. Each performance dimension should contain only homogeneous activities so as to

minimize overlap among dimension

5. Abstract trait names should be avoided

6. scale anchors should be brief and logically consistent

7. The system must be validated

8. A mechanism for employee appeal must be provided

Suatu hal yang sangat penting dalam penilaian kinerja adalah obyektivitas, artinya penilaian tidak

boleh didasarkan pada suka tidak suka melainkan harus mengacu pada suatu yang obyektif dan

baku, untuk itu diperlukan penentuan standar atau ukuran-ukuran kinerja yang dapat digunakan

untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja.

Dalam mewujudkan kinerja yang baik diperlukan evaluasi, baik evaluasi proses ataupun evaluasi

hasil akhir, dan agar penilaian kinerja itu dapat mencapai tujuannya, maka dalam pencapaian

tersebut diperlukan pedoman-pedoman yang merupakan dasar bagi penilaian agar diperoleh tingkat

obyektifitas yang baik. Dengan demikian untuk mengetahui kualitas kinerja seorang pegawai atau

karyawan diperlukan suatu performance appraisal atau penilaian kinerja, dan hal ini dapat dilakukan

bila ada standar kinerja sebagai dasar agar dapat diketahui perbandingan antara kinerja aktual

dengan kinerja yang ideal (seharusnya). Standar kinerja dimaksudkan untuk menjaga agar penilaian

kinerja yang dulakukan dapat bersifat objektif.

Page 23: Manajemen Kinerja

22

Lebih jauh agar obyektivitas dalam penilaian kinerja dapat tercipta, maka perlu dihindari beberapa

kesukaran dalam pelaksanaannya yaitu :

1. kekurangan standar

2. standar yang tidak relevan atau subyektif

3. standar yang tidak realistis

4. ukuran yang jelek atas kinerja

5. kesalahan menilai

6. umpan balik yang jelek terhadap karyawan

7. komunikasi yang negatif

8. kegagalan untuk menerapkan data evaluasi (Gary Dessler. 1998:4)

apabila masalah-masalah seperti tersebut di atas dapat dihindari, maka pelaksanaan penilaian

kinerja dapat dipertanggung jawabkan dalam segi keobyektifannya, serta tujuan dilaksanakannya

penilaian kinerja dapat tercapai secara optimal sehingga dapat diperoleh manfaat yang besar bagi

peningkatan kinerja dan produktivitas organisasi.

E. Pengembangan Kinerja

Sebagaimana dikemukakan terdahulu, bahwa manajemen kinerja merupakan suatu upaya untuk

mencapai peningktan yang terus menerus dalam kinerja baik kinerja individu pegawai maupun

kinerja organisasi, maka upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja menjadi hal yang

amat menentukan dalam pencapaian tujuan organisasi. Proses manajemen kinerja pada akhirnya

harus dapat membantu organisasi dalam mengidentifikasi kesenjangan kinerja antara kinerja aktual

dengan kinerja yang diharapkan sesuai rencana dan target kinerja yang telah ditentukan. Disamping

itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan peran organisasi serta perubahan dalam kehidupan

sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sebagai dampak dari globalisasi dewasa ini, jelas

memerlukan respon organisasi untuk secara terus menerus melakukan peninjauan akan rencana dan

target kinerjanya, agar respons organisasi terhadap semua itu akan tepat dan efektif, sehingga peran

organisasi akan tetap dirasakan secara lebih baik dan meningkat oleh masyarakat.

Page 24: Manajemen Kinerja

23

Dengan demikian, maka diperlukan upaya organisasi untuk terus menerus mengembangkan kinerja

pegawai agar dapat mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat. Pengembangan

kinerja pegawai ini harus merupakan suatu keterkaitan dengan tujuan dan strategi organisasi. Oleh

karena itu pengembangan dan peningkatan kinerja pegawai perlu dilakukan dalam bingkai organisasi

yang dapat mengkondisikan dan mendorong terjadinya proses pengembangan dan peningkatan

kinerja individu pegawai. Pengembangan kinerja individu pegawai harus merupakan penjabaran dari

rencana strategi organisasi agar arah dan tujuan serta target kinerja yang ingin dicapai dan

dikembangkan menjadi bagian yang terintegrasi dengan tujuan organisasi.

Pengembangan Kinerja Sumber daya Manusia dalam organisasi merupakan suatu proses yang

berkelanjutan, Zwell (2000:287) berpendapat bahwa siklus proses pengembangan kinerja terdiri dari

tiga tahapan yaitu tahap perencanaan kinerja, tahap eksekusi yang mencakup monitoring

perkembangan, coaching, supervisi dan penyesuaian rencana, dan tahap penilaian atas hasil kerja,

sementara itu menurut Rampersad (2003:144) Pengembangan merupakan suatu siklus yang terdiri

dari Result Planning, Coaching, Appraisal, dan Job-oriented Competence Development

Perencanan hasil berkaitan dengan kriteria persetujuan hasil berdasarkan tujuan kinerja dan

pemilihan kompetensi yang mendukung pada kinerja tersbut. Coaching adalah kerjasama antara

pimpinan dan pegawai untu mendiskusikan kemajuan pegawai, melakukan bimbingan individual,

pengujian dan penyesuaian persetujuan, serta pemberian umpan balik. Penilaian dimaksudkan

untuk melihat apakan seluruh kesepakatan terpenuhi. Pengembangan kompetensi yang berorientasi

pekerjaan adalah tahapan dimana pengembangan kompetensi pegawai dilakuakkan melalui

berbagai kegiatan seperti kursus-kursus atau pelatihan dalam pekerjaan atau kegiatan lain yang

merupakan program pengembangan pegawai.

Dengan melihat pada pentingnya pengembangan pegawai bagi peningkatan kinerja organisasi secara

keseluruhan, maka upaya untuk mengembangkan kinerja pegawai secara individual perlu menjadi

bagian dari strategi organisasi, oleh karena itu aplikasi dari manajemen kinerja dalam organisasi

Page 25: Manajemen Kinerja

24

harus dapat memungkinkan kondusifitas organisasi bagi terjadinya pengembangan yang

berkesinambungan. Menurut Enos (2000:54) titik awal (starting point) dari upaya pengembangan

dan peningkatan kinerja adalah perlunya menjadikan organisasi sebagai pembelajar (Learning

Organization), pentingnya pembelajaran dalam konteks pengembangan dan peningkatan kinerja

juga dikemukakan oleh Rampersad (2003) dalam bukunya Total Performance Scorecard (TPS) yang

menyatakan bahwa terdapat tiga komponen penting dalam TPS yaitu Perbaikan, Pengembangan dan

Pembelajaran. Ketiga komponen tersebut amat penting dalam upaya mendorong pada terwujudnya

kinerja organisasi dan kinerja individu yang tinggi, yang berarti bahwa organisasi perlu mempunyai

orientasi pada pembelajaran yang tinggi, karena baik peningkatan maupun pengembangan

semuanya melibatkan aktivitas belajar.

Dengan demikian maka pengembangan organisasi menjadi organisasi pembelajar dapat mendorong

pada pengembangan kinerja baik secara individu maupun organisasi. Organisasi pembelajar adalah

organisasi yang seluruh anggotanya mempunyai orientasi pada pembelajaran sehingga

pembelajaran terjadi dari mulai tingkatan individu sampai ke tingkatan organisasi. Dengan

terwujudnya organisasi pembelajar, maka upaya pengembangan dan perbaikan kinerja individu

pegawai akan menjadi bagian dari sikap dan prilaku pegawai dalam menjalankan tugasnya, karena

semua anggota organisasi menjadikan belajar sebagai bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan peran

dan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam organisasi.

Terwujudnya organisasi pembelajar pada dasarnya merupakan kondisi yang menjadi prasarat bagi

pengembangan dan peningkatan kinerja individu pegawai, sebab peran individu itu sendiri di

dalamnya akan juga menentukan pada keberhasilannya. Menurut Enos (2000:131) peran individu

pegawai dalam pengembangan kinerjanya amat penting untuk diperhatikan, sebab setiap program

peningkatan kinerja hendaknya mendorong upaya untuk mengembangkan individu, sehingga

individu akan menyadari tentang perlunya pengembangan kinerjanya dan tentang apa dan

bagaimana mengembangkan dan meningkatkannya. Disamping itu perhatian pada individu pegawai

juga perlu agar dapat menghubungkan antara tujuan individu pegawai dengan tujuan organisasi,

Page 26: Manajemen Kinerja

25

dengan keterhubungan ini, individu pegawai akan makin terdorong untuk mengembangkan dan

meningkatkan kinerjanya.

Pengembangan kinerja individu yang efektif memerlukan sistem manajemen kinerja yang yang

tepat, secara umum, Enos (2000:136) mengemukakan Garis-garis besar sistem manajemen kinerja

yang dirancang dengan baik (well-designed performance management system) yang meliputi : 1)

pernyataan yang jelas akan tujuan organisasi/tim yang memungkinkan kinerja individu terarah pada

tujuan serta sebagai dasar evaluasi kinerja; 2) identifikasi yang jelas akan kompetensi utama yang

diperlukan oleh pekerjaan; 3) manajemen kinerja hendaknya menggunakan metode kolaborasi

dalam mengembangkan kinerja individu serta menentukan indikator kinerja kunci; 4) melakukan

feedback atau umpan balik secara teratur atas kinerja, dan 5) organisasi hendaknya menyediakan

kesempatan pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

pegawai yang dapat mendukung pada tercapainya kinerja tingkat tinggi (high-level performance)

Upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja pegawai pada dasarnya merupakan suatu

kebutuhan organisasi yang tidak pernah berakhir, ini disebabkan pengembangan dan peningkatan

kinerja tidak hanya dilakukan jika terjadi kesenjangan antara kinerja aktual dengan kinerja yang

diharapkan, tapi juga pengembangan dan peningkatan tersebut harus tetap dilakukan meskipun

tidak terjadi kesenjangan, sebab perubahan lingkungan eksternal organisasi yang sangat cepat

dewasa ini akan mendorong pada meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi pada organisasi.

Oleh karena itu, diperlukan Strategi pengembangan dan peningkatan kinerja pegawai yang

berkesinambungan, Pendidikan dan Pelatihan nampaknya perlu mendapat perhatian dalam

mengembangkan dan meningkatkan kinerja, namun hal yang akan menentukan pelaksanaan

pendidikan dan pelatihan adalah bagaimana organisasi melihat dan memperlakukan kegiatan

pembelajaran dalam organisasi, oleh karena itu strategi pengembangan organisasi ke arah

organisasi pembelajar (Learning Organization) menjadi amat penting agar pengembangan dan

peningkatan kinerja pegawai menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan dari organisasi. Kondisi

Page 27: Manajemen Kinerja

26

organisasi yang demikian akan dapat memberikan dorongan untuk terjadinya proses pengembangan

kinerja pegawai yang efektif, karena kondisi tersebut merupakan salah satu fondasi bagi

pengembangan kinerja (Zwell, 2000:287; Ivancevich, 2007:401).

Page 28: Manajemen Kinerja

27

PENERAPAN MANAJEMEN KINERJA PADA SEKTOR PUBLIK

Untuk dapat menerapkan manajemen kinerja dalam suatu organisasi, diperlukan adanya prasyarat

dasar yang harus dipenuhi dalam suatu organisasi, yaitu :

1. Adanya suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara kuantitatif

dan jelas batas waktunya. Ukuran ini harus dapat menjawab berbagai permasalahan yang

dihadapi oleh organisasi tersebut. Jika perusahaan yang berorientasi pada profit, maka

ukurannya adalah ukuran finansial seperti omset penjualan, laba bersih, pertumbuhan

penjualan dan lain-lain. Sedangkan pada organisasi nirlaba seperti organisasi pemerintahan

maka ukuran kinerjanya adalah berbagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. Semua

harus terukur secara kuantitatif dan dapat dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait,

sehingga bila nanti dievaluasi dapat diketahui apakah kinerja sudah dapat mencapai target

atau belum. Michael Porter, profesor dari Harvard Business of School menyatakan bahwa

kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak dapat kita ukur. Organisasi yang tidak

memiliki indikator kinerja bisaanya tidak bisa diharapkan untuk mampu mencapai kinerja

yang memuaskan pihak yang berkepentingan (stakeholders).

2. Semua ukuran kinerja tersebut bisaanya dituangkan dalam suatu bentuk kesepakatan antara

atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai suatu kontrak kinerja (performance

contract). Dengan adanya kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai apakah si bawahan

sudah mencapai kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu

kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai indikator kinerja yang ingin dicapai, baik

mengenai sasaran pencapaiannya maupun jangka waktu pencapaiannya. Ada dua hal yang

perlu dicantumkan dalam kontrak kinerja yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai (lag) serta

program kerja untuk mencapainya (lead). Keduanya perlu dicantumkan supaya pada saat

evaluasi nanti berbagai pihak bersikap secara fair, dan tidak melihat hasil akhir semata,

namun juga proses kerjanya. Bisa saja seorang bawahan belum mencapai semua hasil kerja

yang ditargetkan, tetapi dia sudah melaksanakan semua program kerja yang sudah

digariskan. Tentu saja atasan tetap harus memberikan reward untuk dedikasinya, walaupun

Page 29: Manajemen Kinerja

28

sasaran akhir belum tercapai. Hal ini juga bisa menjadi dasar untuk perbaikan di masa

mendatang (continuous improvement).

3. Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan

bersama, yaitu :

- Perencanaan kinerja, berupa penetapan indikator kinerja lengkap dengan berbagai strategi

dan program kerja yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan.

- Pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika

ada perubahan akibat adanya perkembangan baru maka lakukan perubahan tersebut.

- Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang

sudah ditetapkan sebelumnya. Semuanya ini harus serba kuantitatif.

4. Adanya suatu sistem reward and punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten

dijalankan. Konsep reward ini tidak selalu harus bersifat finansial, tetapi bisa juga berupa

bentuk lain seperti promosi, kesempatan pendidikan dan lain-lain. Reward and punishment

diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja yang

telah direncanakan atau belum. Tentu saja harus ada suatu performance appraisal atau

penilaian kinerja lebih dahulu sebelum reward and punishment. Penerapan punishment ini

harus hati-hati, karena dalam banyak hal pembinaan jauh lebih bermanfaat.

5. Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif

obyektif yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah

penilaian 360 derajat, di mana penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, bawahan, rekan

sekerja, dan pengguna jasa, karena pada prinsipnya manusia itu berpikir secara subyektif,

namun dengan berpikir bersama mampu untuk mengubah sikap subyektif itu menjadi

mendekati obyektif, atau berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-

sendiri. Ini adalah semangat dalam konsep penilaian 360 derajat.

6. Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan

organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses

coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia

di dalam manusia. Suatu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah

Page 30: Manajemen Kinerja

29

sikap followership atau menjadi pengikut. Bagaimana jadinya bila semua orang menjadi

komandan dalam organisasi? Bukan kinerja tinggi yang tercapai, namun kekacauan yang ada.

Pada dasarnya seseorang itu harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi dalam situasi yang

lain dia juga harus memahami bahwa dia merupakan bagian dari sebuah sistem organisasi

yang lebih besar yang harus diikuti.

7. Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi yang

berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi itu tersebut

kepada hal-hal yang penting, seperti manajemen kinerja, rekruitmen, seleksi, pendidikan,

pengembangan pegawai, dan promosi. Kompetensi ini meliputi kompetensi inti organisasi,

kompetensi perilaku, dan kompetensi teknis yang spesifik dalam pekerjaan. Jika kompetensi

ini sudah dibakukan dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih

transparan, dan pimpinan organisasi juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja

yang perlu diperbaiki untuk membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi.

Page 31: Manajemen Kinerja

30

PERMASALAHAN DAN PENGENDALIAN IMPLEMENTASI MANAJEMEN

KINERJA PADA SEKTOR PUBLIK

Permasalahan

Begitu bermanfaat dan powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya

seringkali terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan. Dari sisi atasan sebagai

pejabat penilai ada keengganan menerapkannya karena faktor-faktor sebagai berikut :

• Formulir dan tata cara penilaian seringkali sulit untuk dimengerti di mana kriteria-kriteria

yang digunakan tidak jelas pengertiannya atau memiliki pengertian yang kabur, sehingga

menimbulkan multi interpretasi, dan tata caranya berbelit-belit.

• Atasan tidak memiliki cukup waktu untuk menerapkan manajemen kinerja, karena persoalan

pertama tadi,

• Tidak ingin berkonfrontasi dengan bawahan, terutama mereka yang dinilai kinerjanya kurang

baik. Sebab keengganan ini yaitu atasan tidak punya argumentasi yang kuat akibat tidak

jelasnya kriteria penilaian yang digunakan. Selain itu atasan tidak ingin merusak hubungan

baik dengan bawahan, misalnya karena satu nilai buruk, padahal hubungan baik sangat

penting untuk bekerja sama dengan bawahan.

• Atasan kurang mengetahui rincian pekerjaan sehingga tidak mengerti aspek-aspek apa yang

harus diperhatikan ketikan melakukan penilaian dengan menggunakan kriteria yang telah

ditetapkan. Hal ini berpengaruh pada kemampuan atasan memberikan umpan balik secara

efektif guna perbaikan kinerja bawahan. Logikanya, bagaimana ia bisa memberikan masukan

bila ia tidak mengerti betul liku-liku pekerjaan bawahan.

Sedangkan keengganan dari sisi bawahan sebagai pihak yang dinilai adalah :

• Pengalaman buruk di masa lalu, di mana atasan memperlakukan kinerja bawahan yang

kurang baik dengan sinis atau acuh sehingga bawahan tidak mendapatkan umpan balik yang

bermanfaat bagi perbaikan kinerjanya.

Page 32: Manajemen Kinerja

31

• Bawahan tidak suka dikritik, terutama bila dikaitkan dengan kinerjanya. Hal ini mungkin

karena poin pertama, di mana atasan hanya bisa mengkritik tanpa memberikan jalan keluar

yang jelas.

• Ada rasa takut karena ketidakjelasan kriteria dan standar penilaian sehingga baik buruknya

kinerja bawahan menjadi sangat subyektif (unsur suka atau tidak suka atasan terhadap

bawahan amat dominan terhadap nilai kinerja bawahan), padahal hasil penilaian kinerja

menentukan banyak hal penting bagi bawahan, di antaranya kenaikan pangkat, gaji dan

perolehan bonus/insentif.

• Bawahan tidak mengerti betul manfaat diterapkannya manajemen kinerja seperti yang telah

diuraikan sebelumnya. Hal ini karena kurang sosialisasi peran penting manajemen kinerja

bagi keberhasilan organisasi.

Penanggulangan

Supaya berhasil dalam menerapkan manajemen kinerja ada kiat-kiat sebagai berikut :

a. Sederhana, termasuk di dalamnya formulir penilaian yang isinya mudah dimengerti dan tata

cara penilaian yang tidak berbelit-belit. Kesederhanaan ini penting untuk mencegah keengganan

berbagai pihak yang akan menerapkannya.

b. Seminimal mungkin menggunakan dokumen cetak karena di samping biaya, akan mengurangi

kesan kesederhanaan manajemen kinerja. Bagaimana dapat dikatakan sederhana bila formulir

untuk penilaian terdiri dari 10 lembar ukuran dobel folio?

c. Seminimal mungkin menggunakan waktu kerja. Hal ini terkait dengan dua butir pertama karena

manajemen kinerja yang sederhana dan tidak banyak menggunakan dokumen cetak bisaanya

tidak membutuhkan banyak waktu.

d. Senyaman mungkin penerapannya bagi sebanyak mungkin pihak. Nyaman mungkin bersifat

sangat relatif, namun ketiga butir di atas bisa dijadikan patokan kenyamanan, ditambah dengan

pengkomunikasian apa saja manfaat manajemen kinerja dan menyiapkan pihak-pihak yang

terlibat dalam implementasi manajemen kinerja (melalui pelatihan atau sejenisnya) sehingga

pada saatnya tidak ada kendala kompetensi baik dari sisi penilai maupun dari sisi yang dinilai.

Page 33: Manajemen Kinerja

32

e. Memenuhi keinginan atasan, bawahan dan organisasi, yaitu adanya perbaikan kinerja bawahan,

unit kerja dan organisasi.

Page 34: Manajemen Kinerja

33

BAGIAN DUA:

1. Mengapa dalam mekanisme

manajemen kinerja, strategi

organisasi merupakan unsur penting

dalam pencapaian tujuan?

2. Bagaimana kita dapat memastikan

bahwa strategi yang ada sudah

tepat?

3. Mitigasi permasalahan terkait

dengan implementasi strategi

organisasi dengan menggunakan

Balance Scorecard?

Page 35: Manajemen Kinerja

34

POSISI STRATEGI ORGANISASI DALAM MEKANISME

MANAJEMEN KINERJA

Keputusan perumusan strategi akan mengikat organiasi pada suatu produk, pasar, sumber daya dan

teknologi tertentu untuk setiap waktu. Strategi menentukan keunggulan kompetitif jangka panjang

baik buruknya keputusan-keputusan strategi tersebut memiliki konsekuensi multifungsi yang besar

dan dampaknya yang lama bagi organisasi. Para manajer puncak memiliki sudut pandang terbaik

untuk memahami dampak keputusan perumusan strategi karena mereka memiliki mewewenang

untuk menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan keputusan tersebut.

Perencanaan Strategis

Sukses menjadi visi yang jelas bagi para manajer dalam menghadapi perubahan untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan seluruh anggota organisasi dalam rangka mencapai sasaran. Perkembangan

kemampuan manajer yang akan mempengaruhi kariernya ditentukan salah satu dari sisi kualitas

untuk berpikir secara strategis, yaitu kemampuan untuk melihat kedepan, memahami lingkungan

yang dinamis, dan posisi organisasi atau sub unit yang efektif untuk mencapai kesuksesan pada

perubahan waktu.

Konsep Strategis

Strategi dirumuskan dalam dua perspektif berbeda, yang pertama strategi adalah adalah program

yang luas mendefinisikan dan mencapai tujuan organisasi dan melaksanakan misinya. Pengertian ini

lebih mengarahkan pada peranan aktif organisasi untuk melaksanakan program sebagai strategi

organisasi menghadapi perubahan lingkungan. Strategi ini dikenal sebagai perencanaan strategi.

Perspektif kedua strategi adalah pola tanggapan organisasi yang dilakuan terhadap lingkungan

sepanjang waktu. Pengertian ini lebih mengarahkan organisasi untuk bersikap positif, yang artinya

para manajer akan menganggapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan hanya jika mereka

merasa perlu untuk melakukannya. Strategi ini dikenal sebagai strategi adaptif. Pembahasan pada

Page 36: Manajemen Kinerja

35

materi ini akan lebih ditekankan pada peranan aktif manajer yang dikenal sebagai perencanaan

strategis yang fokusnya luas dan berjangka panjang.

Disamping ke dua perspektif tersebut dikenal strategi enterprenur yaitu strategi yang direncang

pemimpin usaha berdasarkan inisiatif untuk pertumbuhan yang konstan dengan mencari peluang

baru secara aktif. Pengertian ini juga mengarahkan peranan aktif seseorang dalam hal ini adalah

enterprenur atau wirausahawan.

• Ciri-ciri Strategi

1. Wawasan Waktu, strategi menggambarkan kegiatan dengan carkrawal jangka panjang atau

pandangan yang jauh ke depan, yaitu waktu untuk melaksanakan dan melihat hasilnya.

2. Dampak, Pengaruh strategi akan sangat berarti pada hasil akhirnya.

3. Pemusatan Upaya, dengan memfokuskan pada kegiatan yang terpilih mengharuskan

pemusatan pemanfaatan sumber daya yang ada.

4. Pola Keputusan, strategi mensyaratkan sederetan keputusan tertentu perlu diambil

sepanjang waktu mengikuti suatu pola yang konsisten.

5. Peresapan, strategi mencakup kegiatan yang luas mulai alokasi sumber daya sampai

kegiatan operasional perusahaan.

Proses Perencanaan Strategis

Strategi merupakan suatu kegiatan komprehensif yang menentukan petunjuk dan pengarahan yang

kritis terhadap pengalokasian sumber daya untuk mencapai sasaran jangka panjang organisasi.

Dalam prakteknya merupakan suatu yang kompleks dan tugas yang berisiko. Beberapa strategi

organisasi diharapkan dapat menghadapi lingkungan yang kompetitif. Disini manajer merencanakan

bauran kekuaran dan kelemahan organisasi dengan kesempatan dan ancaman di lingkungannya.

Proses perencanaan strategis merupakan proses pengarahan usaha perencanaan strategis dan

menjamin strategi tersebut dilaksanakan dengan baik sehingga menjamin suksesnya organisasi

dalam jangka panjang.

Page 37: Manajemen Kinerja

36

Manajemen strategi meliputi formulasi dan implementasi strategi strategi sebagai beritut :

1. Identifikasi Misi, Sasaran dan Strategi

Pengertian misi yang jelas membantu manajer memilih dan mengimplementasikan strategi

yang mengarahkan pada misi perusahaan.

2. Analisis Lingkungan Perusahan, kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman.

Budaya perusahaan adalah sistem nilai yang utama untuk organisasi secara keseluruhan,

yang membentuk nilai-nilai para manajer dan anggota organisasi dan menjadi kebisaaan.

Nilai yang kuat dan positif akan membentuk strategi yang baik. Analisis kekuatan dan

kelemahan serta peluang dan ancaman yang dimiliki perusahaan dilakukan untuk

mengembangkan strategi.

3. Mengembangkan Altenatif Strategi dan Pengambilan Keputusan Strategis

Mengembangkan berbagai alternatif dengan pertimbangan tujuan dan kebijakan yang

konsisten, memusatkan pada sumber daya dan keterampilan perusahaan, mengidentifikasi

masalah yang kritis, mampu menghasilkan sesuai yang diharapkan. Proses ini menutut

manajer untuk memilih alternatif yang paling sesuai dengan kemampuan organisasi, yang

mampu memanfaatkan kekuatan organisasi yang ada sekarang.

4. Implementasi, Evaluasi dan Perbaharui

Sekali strategi ditentukan harus dipadukan ke dalam organisasi perusahaan sehari-hari.

Sementara strategi berjalan para manajer mengukur pelaksanaan secara berkala untuk

menilai sejauh mana keberhasilan strategi, dan melakukan tindakan koreksi bila diperlukan.

Tingkatan Strategi Dalam Organisasi

Strategi seharusnya dapat mendukung pencapaian misi dan tujuan organisasi. Dalam

pelaksanaannya mereka harus mengaplikasikannya pada berbagai tingkatan dalam organisasi dan

memilih variasi strategi dengan baik. Berikut ini tiga tingkatan strategi yang dapat ditemukan dalam

organisasi : strategi korporasi, strategi bisnis dan strategi fungsional.

Page 38: Manajemen Kinerja

37

1. Strategi Korporasi

Strategi korporasi dirumuskan oleh manajemen puncak untuk mengendalikan kepentingan

dan operasi perusahaan yang memiliki lebih dari satu lini usaha. Pertanyaan strategi yang

dirumuskan adalah “bisnis apa yang akan kita tekuni?” dan “bagaimana sumber daya akan

dialokasikan diantara jenis-jenis usaha?”. Tujuan strategi korporasi mengarahkan

pengaplikasian sumber daya untuk perusahaan secara total. Keputusan strategi

berhubungan dengan penggunaan sumber daya untuk melakukan akuisis, pengembangan

bisnis baru, kemitraan, operasi global atau pelepasan.

2. Strategi Unit Bisnis

Strategi unit menyangkut kepentingan dan operasi bisnis unit tertentu. Strategi menjawab

pertanyaan seperti “bagaimana usaha ini akan bersaing?” “produk apa yang akan

ditawarkan?” “pelanggan mana yang akan dilayani?”. Secara khusus keputusan strategi unit

bisnis meliputi pemilihan bauran produk, fasilitas lokasi atau teknologi baru dan sebagainya.

Strategi ini berupaya menentukan pendekatan apa yang sebaiknya diambil unit bisnis untuk

pasarnya dan bagaimana sebaiknya bisnis dilakukan dengan sumber daya dan kondisi

pasarnya.

3. Strategi Tingkat Fungsional

Strategi tingkat fungsional mengarahkan kegiatan dalam bidang fungsional (keuangan,

pemasaran, penelitian dan pengembangan, SDM, produksi) untuk beroperasi yang

mendukung setiap unit bisnis. Strategi menjawab pertanyaan seperti “Bagaimana dapat

mengaplikasikan keahlian fungsional untuk mendukung strategi terbaik dari tingkat unit

bisnis.

Tipe Strategi

1. Strategi Pertumbuhan

Strategi ini berusaha meningkatkan ukuran perusahaan dan ekspansi operasi perusahaan.

Strategi ini sangat dikenal karena hampir semua industri atau perusahaan menginginkan

Page 39: Manajemen Kinerja

38

adanya pertumbuhan dalam kehidupan usahanya dalam jangka panjang. Pertumbuhan

usaha dapat terjadi dengan beberapa cara seperti :

• Berkembang secara internal melalui konsentrasi, yaitu menggunakan kekuatan yang

ada untuk memperbaharui dan meningkatkan produktifitas, tanpa menanggung

resiko yang besar, (pengembangan pasar, pengembangan produk dan inovasi).

• Diversifikasi, melakukan akuisisi bisnis baru yang berhubungan atau tidak dengan

bisnisnya atau melakukan investasi spekulasi yang baru (integrasi vertical, integrasi

horizontal, diversifikasi konglomerat dan kemitraan).

2. Strategi Pengurangan

Dapat disebut sebagai strategi pertahanan, dengan mengurangi skala operasi untuk

kepentingan efisiensi dan meningkatkan kinerja. Strategi pertahanan dapat dilakukan

dengan cara seperti :

• Kembali pada bisnis inti dengan menjual unit bisnis lain yang tidak berhubungan

dengan bisnis intinya pada awal program diversifikasi.

• Menurunkan ukuran dengan mengurangi biaya dan restrukturisasi untuk

mengembangkan operasi yang efisien.

• Pelepasan dengan menjual bagian organisasi untuk memotong biaya.

• Likuidasi, menutup operasi dengan menjual asset operasi yang sudah bangkrut.

3. Strategi Stabilitas

Strategi dengan tetap menjalankan kegiatan pada saat ini dengan mengurangi tekanan

untuk pertumbuhan dan tanpa komitmen pada beberapa perubahan operasi utama. Strategi

untuk organisasi yang dapat melakukan kegiatan dengan sangat baik dalam menghadapi

lingkungan, resiko rendah yang dapat dihadapi dan melakukan konsolidasi yang diperlukan

dengan strategi-strategi yang terlibat.

4. Strategi Kombinasi

Dalam waktu yang sama melakukan kombinasi dari beberapa strategi, untuk menghadapi

perubahan lingkungan yang dinamis dengan tingkat persaingan tinggi, dimana kondisi

perusahaan beroperasi secara kompleks.

Page 40: Manajemen Kinerja

39

MENGEVALUASI STRATEGI ORGANISASI

Evaluasi strategi memungkinkan organisasi membentuk masa depannya sendiri daripada

membiarkan terbentuk secara konstan oleh kekuatan yang mengendalikan yang hanya memiliki

sedikit kepentingan atau bahkan tidak memiliki kepentingan sama sekali terhadap kelangsungan

hidup jangka panjang organisasi. Dengan evaluasi strategi organisasi dapat memfasilitasi pencapaian

tujuan jangka panjang dan juga tujuan jangka pendek, atau tujuan tahunan.

Evaluasi strategi yang efektif memungkinkan organisasi mampu memaksimalkan manfaat dari

kekuatan internal saat organisasi berkembang. Serta memaksimalkan manfaat dari peluang

eksternal saat peluang tersebut muncul, sekaligus mengidentifikasi dan bertahan dari ancaman dan

juga untuk meminimalkan kelemahan internal sebelum menimbulkan kerusakan yang parah lebih

lanjut.

Walaupun bukan jaminan bahwa manajemen stratejik dapat mencapai kesuksesan, akan tetapi

dengan manajemen stratejik organisasi mengambil keputusan jangka panjang yang efektif,

kemudian menjalankannya secara efisien, dan mengambil tindakan koreksi jika perlu untuk

memastikan keberhasilan organisasi.

Strategi yang telah dirumuskan dan diimplementasikan dengan cara yang terbaik sekalipun akan

menjadi usang tatkala lingkungan eksternal dan internal berubah. Untuk itu, penting bagi organisasi

terutama para strategist untuk secara kontinyu menilai, mengevaluasi, dan mengendalikan

pelaksanaan implementasi strategi secara sistematis. Akan menjadi lebih baik jika dalam evaluasi

strategi memanfaatkan system informasi manajemen.

Evaluasi strategi adalah proses manajemen stratejik dimana manajer puncak berusaha memastikan

bahwa strategi yang mereka rumuskan telah terlaksana dengan tepat dalam mencapai tujuan

perusahaan. Evaluasi strategi merupakan aktivitas yang kompleks dan sensitive. Penekanan yang

Page 41: Manajemen Kinerja

40

terlampau berlebihan pada evaluasi strategi membuat biaya yang lebih besar dan justru

konraproduktif. Semakin atasan mencoba mengevaluasi perilaku karyawan, semakin lemah control

terhadap karyawan, karena pada dasarnya tidak seorangpun mau dievaluasi terlalu dekat. Akan

tetapi jika sebaliknya, terlampau sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali evaluasi bisa

menyebabkan masalah yang lebih besar lagi. Dengan evaluasi strategi sangat penting untuk

memastikan agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.

Review, Evaluasi, Pengendalian Strategi

Para strategist yakin bahwa evaluasi strategi sangat penting bagi kelangsungan hidup organisasi.

Evaluasi strategi yang dilakukan antar waktu dapat dijadikan sebagai peringatan dini bagi

manajemen terhadap masalah dan potensi masalah sebelum situasi menjadi lebih bertambah parah.

Memang proses manajemen stratejik yang sudah dinyatakan pada bab-bab terdahulu membawa

dampak konsekuensi jangka panjang yang signifikan. Sehingga jika salah dalam pengambilan

keputusan akan membawa kerugian dan untuk memperbaiki kesalahan tersebut sulit, bahkan bisa

jadi tidak mungkin bisa diperbaiki.

Umpan balik yang memadai dan tepat waktu adalah dasar bagi evaluasi strategi yang efektif.

Evaluasi strategi sama pentingnya dengan informasi yang mendasari operasinya. Tekanan yang kuat

dari manajer puncak terhadap manajer yang lebih rendah membuat manajer yang lebih rendah

memanipulasi data/informasi demi untuk memenuhi manajer puncak.

Evaluasi strategi meliputi 3 aktivitas dasar, yaitu:

1. Mereview dasar strategi perusahaan

2. Membandingkan hasil yang diharapkan dengan hasil actual

3. Mengambil tindakan koreksi untuk memastikan bahwa performance telah sejalan dengan

yang direncanakan

Page 42: Manajemen Kinerja

41

Penilaian Performance Organisasi

Penilaian atas performance yang diraih seringkali dilakukan dengan upaya menjawab beberapa

pertanyaan yang terkait dengan ukuran performance organisasi seperti:

• Kenaikan asset perusahaan

• Kenaikan dalam profitabilitas

• Kenaikan dalam penjualan

• Kenaikan dalam produktivitas

• Kenaikan profit margins, ROI (Return On Investment), & EPS (Earning Per Share)

Kriteria Evaluasi Strategi

Pada beberapa perusahaan, evaluasi strategi merupakan penilaian sederhana atas seberapa baik

kinerja/performance organisasi. Pengukuran hanya pada: apakah asset meningkat?, apakah ada

kenaikan profit?, apakah terjadi peningkatan penjualan?, dan seterusnya. Jika jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan tersebut “ya” maka mereka akan menyimpulkan bahwa strategi sudah

berjalan dengan baik.

Bisa jadi memang strategi telah berjalan dengan baik, tetapi ukuran-ukuran yang digunakan tersebut

kadangkala menyesatkan. Karena evaluasi strategi harus memandang horizon waktu baik jangka

pendek maupun jangka panjang. Pelaksanaan strategi bisaanya tidak terpengaruh dalam hasil

operasi jangka pendek apalagi jika organisasi terlambat melakukan perubahan yang diperlukan.

Criteria evaluasi strategi meliputi criteria kuantitatif dan kualitatif. Criteria kuantitatif dengan

menggunakan ukuran-ukuran financial, seperti:

• laba bersih

• harga saham

• dividen

• laba per lembar saham

• ROI

Page 43: Manajemen Kinerja

42

• Market share

• Pertumbuhan asset

• Pertumbuhan penjualan

• Efisiensi biaya produksi

• perputaran tenaga kerja

• absensi

• indeks kepuasan buruh

• rasio-rasio keuangan, dan lain lain

Kriteria kualitatif meliputi 3 hal, yaitu :

• Konsistensi, dengan tujuan, asumsi, kondisi internal

• Ketepatgunaan, dalam kelayakan sumber daya, preferensi risiko, wawasan waktu

• Dapat dilaksanakan, secara layak dan dapat menstimulasi

Richard Rummelt mengemukakan 4 kriteria untuk mengevaluasi strategi, yaitu: consistency,

consonance, feasibility, advantage. Dimana consonance dan advantage berasal dari penilaian

lingkungan eksternal, sedang yang berasal dari penilaian internal adalah consistency dan feasibility.

Konsisten (Consistence)

Suatu strategi seharusnya tidak menunjukkan inkonsistensi dengan tujuan dan kebijakan.

Ketidakpastian manajemen dan ketidakkonsistenan strategi ditunjukkan oleh adanya konflik

organisasi dan perbedaan antar departemen, ataupun antar divisi. Pedoman dalam menilai

masalah yang timbul akibat dari ketidakkonsistenan dalam strategi adalah:

- Strategi mungkin tidak konsisten jika masalah manajerial terus berlanjut meskipun

telah terjadi pergantian personnel dan masalah tersebut berdasarkan isu bukan

manusia

- Strategi mungkin tidak konsisten jika keberhasilan satu departemen dalam

organisasi memiliki arti, atau diinterpretasikan sebagai kegagalan departemen lain

Page 44: Manajemen Kinerja

43

- Strategi mungkin tidak konsisten jika masalah dan isu kebijakan selalu dibawa

keatas untuk mendapatkan pemecahan masalah

Konsonan (Consonance)

Strategist perlu melakukan penilaian serangkaian trend dan juga tren individu dalam

mengavaluasi strategi. Strategi seharusnya menunjukkan respons yang adaptif pada

lingkungan eksternal dan perubahan kritis yang terjadi. Kesulitan dalam melakukan

penyesuaian factor lingkungan eksternal dan internal utama selama proses formulasi

strategi disebabkan lebih banyak oleh hasil interaksi antar tren. Contoh berkembangnya

tempat penitipan anak, terjadi karena kombinasi tren yang muncul antara lain:

meningkatnya jumlah wanita pekerja, meningkatnya tingkat pendidikan, meningkatnya

inflasi, dan lain-lain

Layak (Feasibility)

Strategi seharusnya mampu mengelola seoptimal mungkin sumber daya yang yang tersedia.

Perlu dinilai kelayakan suatu strategi dengan menggunakan pertanyaan berikut, misal:

mampukah strategi dicapai dengan menggunakan sumber daya fisik, manusia, keuangan

yang ada dalam perusahaan ?. Sumber daya yang paling mudah dihitung dan merupakan

keterbatasn utama saat strategi dievaluasi adalah keuangan. Saat mengevaluasi strategi

penting untuk memeriksa apakah organisasi telah menunjukkan adanya kemampuan,

kompetensi, keahlian, dan bakat dimasa lalu yang dibutuhkan untuk menjalankan strategi

yang dipilih.

Keunggulan (Advantage)

Strategi ada untuk digunakan dalam memfasilitasi penciptaan dan mempertahankan

keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulan kompetitif adalah superioritas

dalam 3 area keunggulan:

1. Sumber daya (resources)

2. Keahlian (competencies)

3. Posisi (positioning)

Page 45: Manajemen Kinerja

44

Posisi sumber daya dapat meningkatkan kombinasi efektifitas, posisi juga dapat digunakan

dalam peran yang menentukan dalam strategi perusahaan. Sekali diperoleh posisi yang

bagus, maka harus dipertahankan, dengan menstabilkan factor internal dan lingkungan

utama yang mendasarinya. Ukuran perusahaan bisa dijadikan keunggulan, perusahaan yang

besar cenderung beroperasi di pasar dan menggunakan ukurannya sebagai keunggulan.

Kerangka Kerja Evaluasi Strategi

Seperti pada gambar berikut bahwa evaluasi strategi dilakukan dengan kerangka kerja sebagai

berikut:

1. Mereview dasar-dasar yang melandasi

Proses ini dilakukan dengan melakukan revisi atas matriks input, yaitu matriks EFE dan IFE. Revisi

atas matriks EFE berdasarkan pada perubahan yang terjadi pada factor eksternal, misalnya: tindakan

pesaing, perubahan permintaan, perubahan teknologi, ekonomi, pergeseran demografi, tindakan

pemerintah. Kunci revisinya adalah seberapa efektif strategi yang dijalankan mampu merespon

perubahan tersebut sehingga bisa mendatangkan peluang ataupun ancaman. Revisi matriks IFE

harus focus pada perubahan yang terjadi dalam manajemen organisasi, pemasaran,

keuangan/akuntansi, operasi/produksi, penelitian dan pengembangan, system informasi manajemen

yang berdampak pada kekuatan dan kelemahan perusahaan.

2. Mengukur performance perusahaan

Aktivitas ke2 ini dilakukan dengan cara:

1. Membandingkan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sebenarnya

2. Menyelidiki penyimpangan/deviasi dari rencana

3. Mengevaluasi kinerja individu

4. Menilai perkembangan yang terjadi dalam mencapai tujuan (baik jangka panjang maupun

jangka pendek) yang ditetapkan

Page 46: Manajemen Kinerja

45

Perlu ditetapkan criteria:

- dapat dihitung/diukur

- mudah diverifikasi

- mudah diprediksi/diramalkan

Kegagalan mencapai kemajuan dalam pencapaian tujuan jangka panjang dapat dijadikan signal

diperlukannya tindakan koreksi. Banyak factor yang menyebabkan kegagalan, yang disebabkan oleh

ketidakefektifan dan ketidakefisienan dalam hal antara lain:

- Kebijakan yang kurang beralasan

- Perubahan kondisi ekonomi yang tidak diharapkan

- Pemasok dan juga distributor yang tidak bisa diandalkan

- Strategi yang tidak efektif

Evaluasi strategi didasarkan pada criteria kuantitatif dan kualitatif. Kombinasi antara 2 kriteria

tersebut tergantung pada:

- Ukuran perusahaan

- Jenis industri

- Filosofi manajemen

- Strategi

3. Mengambil tindakan koreksi

Adalah aktivitas evaluasi strategi terakhir, yang memerlukan perubahan untuk memposisikan

kembali perusahaan ke posisi yang lebih kompetitif dimasa yang akan dating. Perubahan yang lazim

dilakukan hasil dari tindakan koreksi misalnya perbaikan struktur organisasi, perpindahan posisi

individu, penjualan divisi, revisi misi perusahaan, revisi tujuan, kebijakan baru, penerbitan saham

untuk tambahan modal, penambahan tenaga kerja, pengalokasian sumber daya yang berbeda,

system insentif baru.tindakan koreksi tidak berarti akan menghapus sama sekali strategi lama atau

merumuskan strategi yang baru sama sekali. Menurut Alvin Tofler bahwa lingkungan bisnis telah

Page 47: Manajemen Kinerja

46

menjadi sangat dinamis dan kompleks sehingga mengancam masyarakat dan organisasi dengan

kejutan masa depan yang terjadi ketika karakteristik, tipe, dan kecepatan dari perubahan

mengalahkan kekuatan dan kemampuan individu atau organisasi. Evaluasi strategi meningkatkan

kemampuan organisasi untuk dapat beradaptasi dengan situasi yang berubah.

Partisipasi dalam evaluasi strategi dapat mengatasi keengganan seseorang dalam berubah. Evaluasi

strategi dapat mengarah pada perubahan formulasi strategi dan juga implementasi strategi, atau

bahkan tidak terjadi perubahan samasekali. Penolakan terhadap perubahan sering didasarkan pada

rasa emosional yang tidak mudah diatasi dengan mengajukan alas an-alsan rasional. Penyebab

penolakan adalah:

• rasa takut kehilangan status

• menghindari kritik atas kinerja

• takut menghadapi kegagalan dalam situasi baru

• perasaan terganggu ketika tidak dilibatkan dalam konsultasi

• kuranya pemahaman perlunya perubahan

• rasa tidak aman akibat perubahan baru yang tidak dikenal

Kesulitan dalam Evaluasi Strategi

Evaluasi strategi sangat penting karena menghadapi lingkungan baik eksternal maupun internal yang

dinamis dan perubahannya seringkali terjadi secara cepat dan dramatis. Evaluasi strategi akan

semakin bertambah sulit karena berbagai factor, yaitu:

1. Semakin meningkatnya kompleksitas lingkungan

2. kesulitan memprediksi masa depan secara akurat

3. Meningkatnya jumlah variable

4. Semakin cepatnya tingkat keusangan rencana

5. Event/kejadian/peristiwa domestic dan global

6. Semakin pendeknya batas waktu kepastian suatu perencanaan

Page 48: Manajemen Kinerja

47

Dengan berbagai macam kesulitan dan sebab kesulitan yang dihadapi dalam evaluasi strategi, maka

seharusnya evaluasi strategi dilakukan dengan memperhatikan cara-cara berikut:

• Berinisiatif dalam melakukan Tanya jawab manajerial

• Memicu review tujuan dan nilai-nilai

• Merangsang kreatifitas dalam menghasilkan alternative

Masalah mendasar yang dihadapi banyak perusahaan besar terutama adalah bagaimana mengontrol

karyawan secara efektif dalam organisasi modern yang menuntut adanya fleksibilitas yang semakin

luas, inovatif, kreatif, dan inisiatif dari para karyawannya ?. Bagaimana memberi wewenang yang

lebih besar kepada bawahan tanpa membahayakan kondisi perusahaan ?. Kejadian yang sering

timbul adalah ketika karyawan diberdayakan dan diberi tanggung jawab untuk mencapai tujuan

spesifik serta diberi wewenang yang luas untuk mencapainya, timbul perilaku disfungsional.

Page 49: Manajemen Kinerja

48

PENGGUNAAN BALANCE SCORECARD DALAM MENYELESAIKAN

PERMASALAHAN IMPLEMENTASI STRATEGI ORGANISASI

Balanced scorecard adalah metoda yang dikembangkan Kaplan dan Norton untuk mengukur setiap

aktivitas yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam rangka merealisasikan tujuan perusahaan

tersebut. Balanced scorecard semula merupakan aktivitas tersendiri yang terkait dengan penentuan

sasaran, tetapi kemudian diintegrasikan dengan sistem manajemen strategis. Balanced scorecard

bahkan dikembangkan lebih lanjut sebagai sarana untuk berkomunkasi dari berbagai unit dalam

suatu organisasi. Balanced scorecard juga dikembangkan sebagai alat bagi organisasi untuk berfokus

pada strategi.

Sistem Manajemen Strategis

Sistem manajemen strategis adalah proses merumuskan dan mengimplementasikan strategi untuk

mewujudkan visi secara terus menerus secara terstruktur. Strategi adalah pola tindakan terpilih

untuk mencapai tujuan tertentu. Pada mulanya, sistem manajemen strategis bercirikan:

mengandalkan anggaran tahunan, berjangka panjang dan berfokus pada kinerja keuangan.

Penerapan sistem manajemen strategis yang demikian di banyak perusahaan swasta mengalami

kegagalan. Sebab-sebabnya antara lain: hanya 25% manajer yang memiliki insentif yang terhubung

ke strategi, 60% perusahaan tidak menghubungkan anggarannya ke strategi, 85% dari tim eksekutif

menghabiskan waktu kurang dari satu jam untuk membahas strategi tiap bulan, dan hanya 5%

pegawai yang memahami strategi.

Namun sistem manajemen strategis tetap diperlukan karena perusahaan dituntut untuk

berkembang secara terencana dan terukur, sehingga memerlukan peta perjalanan menghadapi

masa depan yang tidak pasti, memerlukan langkah-langkah strategis, dan perlu mengarahkan

Page 50: Manajemen Kinerja

49

kemampuan dan komitmen SDM untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Balanced scorecard yang

dikembangkan oleh Norton dan Kaplan memberikan solusi terhadap tuntutan ini. Peran balanced

scorecard dalam sistem manajemen strategis adalah: memperluas perspektif dalam setiap tahap

sistem manajemen strategis, membuat fokus manajemen menjadi seimbang, mengaitkan berbagai

sasaran secara koheren, dan mengukur kinerja secara kuantitatif.

Penggunaan balanced scorecard dalam konteks perusahan swasta ditujukan untuk menghasilkan

proses yang produktif dan cost effective, menghasilkan financial return yang berlipat ganda dan

berjangka panjang, mengembangkan sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen,

mewujudkan produk dan jasa yang mampu menghasilkan value terbaik bagi customer/pelanggan.

Balanced scorecard diyakini dapat mengubah strategi menjadi tindakan, menjadikan strategi sebagai

pusat organisasi, mendorong terjadinya komunikasi yang lebih baik antar karyawan dan manajemen,

meningkatkan mutu pengambilan keputusan dan memberikan informasi peringatan dini, serta

mengubah budaya kerja. Potensi untuk mengubah budaya kerja ada karena dengan balanced

scorecard, perusahaan lebih transparan, informasi dapat diakses dengan mudah, pembelajaran

organisasi dipercepat, umpan balik menjadi obyektif, terjadwal, dan tepat untuk organisasi dan

individu; dan membentuk sikap mencari konsensus karena adanya perbedaan awal dalam

menentukan sasaran, langkah-langkah strategis yang diambil, ukuran yang digunakan, dll.

Kelebihan sistem manajemen strategis berbasis balanced scorecard dibandingkan konsep

manajemen yang lain adalah bahwa ia menunjukkan indikator outcome dan output yang jelas,

indikator internal dan eksternal, indikator keuangan dan non-keuangan, dan indikator sebab dan

akibat. balanced scorecard paling tepat disusun pada saat-saat tertentu, misalnya ketika ada merjer

atau akuisisi, ketika ada tekanan dari pemegang saham, ketika akan melaksanakan strategi besar dan

Page 51: Manajemen Kinerja

50

ketika organisasi berubah haluan atau akan mendorong proses perubahan. balanced scorecard juga

diterapkan dalam situasi-situasi yang rutin, antara lain: pada saat menyusun rencana alokasi

anggaran, menyusun manajemen kinerja, melakukan sosialisasi terhadap kebijakan baru,

memperoleh umpan balik, meningkatkan kapasitas staf.

Adakah kemungkinan kegagalan dalam menerapkan balanced scorecard? Menyusun balanced

scorecard bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak organisasi gagal membuat balanced scorecard

karena berbagai sebab. Sebab-sebab itu antara lain: tidak ada komitmen pimpinan, terlalu sedikit

staf terlibat, scorecard disimpan saja, proses penyusunan yang lama dan sekali jadi, menganggap

balanced scorecard sebagai sebuah proyek, kesalahan memilih konsultan, atau menggunakan

balanced scorecard hanya untuk keperluan pemberian kompensasi.

KONSEPSI BALANCED SCORECARD

Kemunculan gagasan balanced scorecard berawal dari temuan riset Kaplan dan Norton (dari Harvard

Business School) pada awal tahun 1990an. Konsep awal balanced scorecard berdasarkan riset

tersebut ditulis pada tahun 1992 di majalah prestisius Harvard Business Review. Pada tahun 1996

Norton dan Kaplan menerbitkan buku The Balanced Scorecard – Translating Strategy into Action,

berdasarkan pengalaman mereka dalam menerapkan balanced scorecard pada banyak perusahaan

di Amerika. Buku ini semakin mempopulerkan balanced scorecard, sampai ke negara-negara di

Eropa, Australia dan Asia. Belum lama ini mereka menerbitkan buku The Strategy Focused

Organisation – How BSC Companies Thrive in the New Business Environment (2001). Para penemu

dan rekan-rekannya membangun sebuah lembaga Balanced Scorecard Collaboration untuk

mempopulerkan penggunaan balanced scorecard pada berbagai institusi di berbagai negara. Secara

teratur Norton dan Kaplan menyelenggarakan konferensi di berbagai negara untuk memperkenalkan

dan membahas konsep-konsep terbaru mereka. Disayangkan Indonesia sampai saat ini belum

Page 52: Manajemen Kinerja

51

mampu menghadirkan pencetus ide balanced scorecard ini, namun kursus-kursus dan buku-buku

mengenai balanced scorecard sudah ada, walau masih bersifat terbatas.

Balanced scorecard secara singkat adalah suatu sistem manajemen untuk mengelola implementasi

strategi, mengukur kinerja secara utuh, mengkomunikasikan visi, strategi dan sasaran kepada

stakeholders. Kata balanced dalam balanced scorecard merujuk pada konsep keseimbangan antara

berbagai perspektif, jangka waktu (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern).

Kata scorecard mengacu pada rencana kinerja organisasi dan bagian-bagiannya serta ukurannya

secara kuantitatif.

Balanced scorecard memberi manfaat bagi organisasi dalam beberapa cara:

� menjelaskan visi organisasi

� menyelaraskan organisasi untuk mencapai visi itu

� mengintegrasikan perencanaan strategis dan alokasi sumber daya

� meningkatkan efektivitas manajemen dengan menyediakan informasi yang tepat untuk

mengarahkan perubahan

Page 53: Manajemen Kinerja

52

BAGIAN TIGA:

1. Bagaimana proses manajemen

kinerja secara umum dilakukan?

2. Hal apa yang perlu di perhatikan

Organisasi untuk dapat menerapkan

manajemen kinerja yang

terintegrasi?

3. Bagaimana proses integrasi

manajemen kinerja pada organisasi

yang telah memiliki mekanisme

manajemen kinerja secara parsial?

Page 54: Manajemen Kinerja

53

PROSES MANAJEMEN KINERJA

Kita sebenarnya telah membahas hal ini pada bagian satu ketika kita mencoba memahami

pengertian dari manajemen kinerja (proses manajemen kinerja bisa dibaca pada huruf c. Proses

Manajemen Kinerja). Tetapi baiklah kita akan mencoba mengupasnya dari sisi yang lain agar

menambah wawasan kita terhadap pemahaman proses manajemen kinerja yang lebih

comprehensive.

Kebutuhan akan pengaturan kinerja yang efektif dibutuhkan di setiap level, baik untuk individu

maupun kerja tim. Manajemen kinerja bekerja dengan mengindikasikan arah yang sebenarnya dan

arah yang diinginkan, sama seperti mengindikasikan dimana posisi individu atau tim saat ini dan

membantu memfokuskan perhatian dan usaha pada arah yang diinginkan. Sayangnya, manajemen

kinerja ini sering diartikan terlalu spesifik dan sempit oleh para manager, dimana mereka

menyamakannya dengan penghargaan kinerja. Padahal, penghargaan kinerja hanyalah sesuatu yang

sangat penting, tapi sangat jauh kaitannya dengan manajemen kinerja. Manajemen kinerja harus

dilakukan setiap hari, sementara penghargaan bisaanya per kuartal atau tahun.

Pada level umum, proses dari manajemen kinerja memerlukan tiga hal berikut :

• Menentukan kinerja : harus ada definisi kinerja yang jelas agar individu/tim tahu kemana

mereka harus fokus. Manager dapat melakukan ini dengan memperhatikan tiga elemen

penting yaitu tujuan, ukuran, dan penelusuran. Untuk tujuan, manager harus membuat

tujuan spesifik yang jelas dan spesifik, disertai dengan pengukuran yang dapat dilihat.

Sedangkan didalam penelusuran, manajer bisa melakukan penghargaan kinerja.

• Menfasilitasi kinerja : manager harus menghapuskan semua rintangan yang menghalangi

tercapainya kinerja baik, menyediakan sumber yang cukup utuk dapat melaksanakan

pekerjaan dengan baik, serta membebri perhatian yang dalam mengenai penyeleksian

karyawan.

Page 55: Manajemen Kinerja

54

• Mendorong kinerja : untuk ini ada tiga hal yang harus dilakukan, yaitu menyediakan jumlah

yang cukup atas penghargaan yang dihargai karyawan, diberikan tepat waktu, dan diberikan

dengan cara yang adil. Adil disini bisa subjektif bagi tiap karyawan, namun ada empat hal

yang dapat membantu menentukan keadilan, yaitu :

1. Suara : kumpulkan masukan semua karyawan melalui survei atau wawancara.

2. Konsistensi : pastikan semua karyawan diperlakukan secara konsisten ketika mencari

masukan dan mengkomunikasikan proses.

3. Relevansi : penghargaan yang diberikan sesuai apa yang diharapkan karyawan.

4. Komunikasi : menjelaskan dengan jelas peraturan dan logika dari proses penghargaan.

Tujuan dari sistem penghargaan kinerja

Secara umum, penghargaan mempunyai dua tujuan, yaitu (1) mengembangkan kinerja kerja

karyawan dengan membantu mereka menyadari dan menggunakan potensi mereka sepenuhnya

dalam mengemban misi organisasi, dan (2) menyediakan informasi bagi karyawan dan manager

untuk membuat keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan. Secara spesifik,

penghargaan memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut :

• Menyediakan penilaian organisasional yang legal dan formal untuk keputusan pekerjaan.

• Digunakan sebagai kriteria dalam validasi tes.

• Menyediakan umpan balik bagi karyawan

• Membantu membangun tujuan.

• Membantu mendiagnosa masalah-masalah organisasional.

Untuk itu, ada beberapa syarat-syarat untuk sistem penghargaan yang efektif, yaitu :

Relevansi : artinya adanya (1) hubungan yang jelas antara standar kinerja untuk suatu pekerjaan

tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) hubungan yang jelas antara elemen kerja yang

penting yang diidentifikasi melalui analisis pekerjaan dan dimensi yang diukur.

Page 56: Manajemen Kinerja

55

Sensitivitas : sistem penghargaan kinerja harus memiliki batasan yang jelas untuk

memisahkan kinerja yang efektif dari yang tidak.

Reliabilitas : konsistensi penilaian. Penilaian sebaiknya dilakukan oleh pengawas atau penilai

independen. Namun karena perspektif tiap penilai bisa berbeda, setiap penilai sebaiknya

diberikan waktu yang cukup untuk mengobservasi apa saja yang telah dilakukan karyawan

dan kondisi yang menyebabkan ia melakukannya.

Dapat diterima : adalah syarat yang paling penting. Namun dalam prakteknya sistem penghargaan

seringkali tidak bekerja karena sebagian besar dirancang oleh ahli SDM, sementara manager

dan karyawan hanya memberikan input yang sedikit.

Kepraktisan : instrumen penghargaan mudah dipahami dan digunakan oleh manajer dan karyawan.

Penghargaan kinerja

Ada banyak kasus hukum yang berkenaan dengan penghargaan kinerja. Dari review-review atas

kasus-kasus tersebut didapati beberapa konklusi, yaitu langkah-langkah untuk menghindari kesulitan

hukum :

• Buat sebuah analisis pekerjaan untuk menentukan karakterisitk yang dibutuhkan untuk

keberhasilan kinerja kerja.

• Buatlah berbagai karakteristik tersebut sebagai instrumen penilaian.

• Sediakan instruksi tertulis dan latihlah pengawas untuk menilai instrumen dengan baik.

• Bangunlah sistem untuk mendeteksi efek diskriminatoris yang potensial ataupun

penyelewengan proses penghargaan.

• Masukkan mekanisme formal dengan review tingkat tinggi atas penghargaan.

• Dokumentasikan penghargaan dan alasan untuk setiap keputusan pemberhentian.

• Sediakan beberapa bentuk konseling kinerja ataupun tuntunan sejenis lainnya.

Page 57: Manajemen Kinerja

56

Metode-metode alternatif untuk menghargai kinerja karyawan

Selain berbagai metode dan format penilaian, isu-isu yang lebih luas lainnya juga harus

dipertimbangkan seperti kepercayaan pada sistem penghargaan, sikap manager dan karyawan,

tujuan, frekuensi, dan sumber data penghargaan, dan pelatihan penilai. Bukti telah menunjukkan

bahwa penilaian tidak berhubungan kuat dengan hasil. Penilaian bergantung pada proses mental

penilai, yang mana juga sangat kompleks.

Sebaliknya, hasil sangat bergantung pada kondisi yang bisa saja berada diluar kendali pekerja.

Namun segala pertimbangan diatas, berikut ini ada dua format/metode penilaian yang umum :

1. Metode penilaian yang berorientasi pada perilaku : fokus pada perilaku karyawan.

Esai narasi, adalah jenis paling sederhana dari sistem penilaian mutlak dimana penilai

menjelaskan dalam tulisan mengenai kekuatan, kelemahan, potensi, serta saran-saran untuk

perkembangan seorang karyawan. Metode ini kurang sesuai karena kurang objektif dalam

membandingkan.

2. Ranking, secara sederhananya hanya berupa penilaian dari penilai kepada semua level

karyawan, dari yang terbaik sampai yang terburuk.

3. Perbandingan berpasangan, adalah metode yang sistematis untuk membandingkan

karyawan satu sama lain. Disini, karyawan akan dibandingkan dengan setiap karyawan

lainnya, bisaanya secara keseluruhan. Tugas penilai hanya memilih yang terbaik dari setiap

pasangan. Namun, karena yang terbaik ditentukan dengan dasar keseluruhan, hal ini bisa

melanggar hukum.

4. Distribusi tekanan, dimana distribusi keseluruhan dari penilaian ditekan kekurva normal atau

berbentuk bel dibawah asumsi bahwa porsi karyawan yang outstanding dan tidak

memuaskan ada relatif kecil. Sementara sisanya ada ditengah-tengah.

5. Checklist perilaku, dimana penilai disediakan pernyataan-pernyataan yang menjelaskan

perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan. Tugasnya hanya menandai pernyataan mana

atau sejauh mana pernyataan tersebut menjelaskan karyawan.

Page 58: Manajemen Kinerja

57

6. Insiden kritikal, adalah laporan anekdotal singkat dari pengawas mengenai hal-hal efektif

maupun tidak yang dilakukan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan.

7. Skala penilaian grafis, banyak digunakan di organisasi-organisasi. Metode ini mungkin tidak

sedalam esai atau insiden kritikal, namun ia memakan waktu lebih sedikit untuk

dikembangkan dan diadministrasikan. Hasil dapat ditunjukkan dalam bentuk kuantitatif dan

penilaian kinerja juga dilakukan dari berbagai dimensi.

8. Behaviorally Anchored rating Scales, keuntungan yang utama dari metode ini adalah mereka

menentukan dimensi yang dinilai dalam bentuk perilaku dan menggunakan insiden kritikal

untuk menjelaskan berbagai level kinerja.

Metode penilaian yang berorientasi pada hasil

1. Manajemen berdasarkan tujuan (MBO), adalah proses pengaturan yang terkenal yang

bergantung pada goal setting untuk membangun tujuan untuk organisasi sebagai satu

keseluruhan. MBO bukan mengukur perilaku, namun kontibusi setiap karyawan terhadap

keberhasilan perusahaan.

2. Perencanaan dan review pekerjaan, sama seperi MBO, namun ia menaruh lebih banyak

penekanan pada review periodik dari perencanaan kerja oleh pengawas maupun perantara

untuk mengidentifikasikan tujuan yang dicapai, masalah yang dihadapi, dan kebutuhan akan

pelatihan.

Siapa yang seharusnya mengevaluasi kinerja?

Persyaratan paling dasar dari penilai adalah ia harus memiliki kesempatan yang cukup banyak untuk

mengobservasi kinerja kerja karyawan selama beberapa periode waktu yang masuk akal.

Sehubungan dengan persyaratan dasar tersebut, ada beberapa penilai yang potensial, yaitu :

Pengawas langsung : beberapa alasannya adalah karena mereka mungkin adalah yang paling familier

dan punya kesempatan terbaik untuk mengobservasi kinerja karyawan yang sesungguhnya,

Page 59: Manajemen Kinerja

58

dan paling berkemampuan untuk menghubungkan kinerja karyawan dengan dengan apa

yang ingin dicapai departemen/organisasi.

Peer : rekan kerja dapat memberikan sudut pandang kinerja yang berbeda dari pengawas langsung,

apalagi dipekerjaan tim yang tidak menggunakan pengawas.

Perantara : karena mereka adalah tangan pertama yang tahu sejauh mana pengawas

mendelegasikan, seberapa baik ia berkomunikasi, jenis gaya kepemimpinan yang lebih

disenangi, dan sejauh mana ia merencanakan dan mengatur.

Penghargaan diri : ini diharapkan akan menambah motivasi dan mengurangi sikap defensif selama

masa wawancara. Namun ini sering kurang variabel, banyak prasangka, dan menunjukkan

persetujuan yang sedikit mengenai penilaian dari orang lain.

Customer Served : dalam beberapa situasi, konsumen dari perusahaan jasa individu bisa

memberikan sudut pandang yang unik pada kinerja kerja.

Komputer : dengan perkembangan teknologi, program komputer kini bisa digunakan untuk

memantau kinerja karyawan.

Penghargaan kinerja sebaiknya dilakukan sesering mungkin. Beberapa organisasi kini mewajibkan

para managernya untuk me-review karyawan secara formal setidaknya dua kali setahun, dan lebih

sering berbincang-bincang kepada karyawan secara tidak formal.

Penghargaan kinerja dan TQM (Total Quality Management)

TQM menekankan pada pengembangan yang berkelanjutan pada produk dan proses untuk

memastikan kepuasan jangka panjang pelanggan. Untuk mengadopsi TQM ini, perusahaan sering

memerlukan perubahan budaya didalam organisasi selagi manajemen memeriksa ulang metode-

metodenya dimasa lalu dan melakukan praktek dalam cahaya permintaan akan filosofi baru.

Organisasi tidak perlu mengorbankan program penghargaan kinerja untuk menyesuaikan dengan

TQM. Ada beberapa saran dibawah ini untuk mengharmonisasikan kedua proses tersebut :

Page 60: Manajemen Kinerja

59

• Biarkan ekspektasi pelanggan menciptakan ekspektasi kinerja tim/individual.

• Masukkan ekspektasi hasil yang mengidentifikasikan tindakan untuk emmenuhi atau

melebihi ekspektasi tersebut.

• Masukkan keahlian-keahlian perilaku yang membuat perbedaan nyata dalam mencapai

kinerja kualitas dan kepuasan total konsumen.

Kesalahan penghargaan dan strategi pelatihan penilai

Penggunaan penilaian mengasumsikan bahwa pengamat objektif dan akurat. Namun pada

kenyataannya tentu saja dua hal tersebut sering tidak terjadi. Ada beberapa jenis kesalahan

penilaian, yaitu :

• Kesalahan Halo : dimana penilaian berdasarkan kesan keseluruhan dari karyawan. Karyawan

akan dinilai sebagai tinggi atau rendah dalam banyak aspek kinerja kerja karena penilai

mengetahui bahwa karyawan tersebut tinggi atau rendah dalam beberapa aspek spesifik.

• Kesalahan kontras : terjadi ketika penilai membandingkan beberapa karyawan satu sama lain

daripada terhadap standar kinerja yang objektif.

• Kesalahan resensi : terjadi ketika penilai memberikan penilaiannya berdasarkan kinerja

karyawan belakangan ini.

Ada beberapa aktivitas yang membuat wawancara umpan balik kinerja efektif, yaitu :

• Berkomunikasi dengan sering.

• Mengikuti pelatihan dalam wawancara penghargaan dan umpan balik kinerja.

• Mendorong perantara untuk mempersiapkan.

• Mendorong partisipasi dari karyawan untuk memberi suara.

• Kinerja penilaian, bukan kepribadian.

• Jadilah spesifik dan pendengar yang aktif untuk tercapainya keadilan dan akurasi dalam

proses.

Page 61: Manajemen Kinerja

60

• Hindari kritik yang merusak seperti yang sarkastik ataupun menghubungkan kinerja yang

buruk dengan penyebab internal.

• Bangunlah tujuan-tujuan yang dapat disetujui secara mutual

• Teruslah berkomunikasi dan menelusui kemajuan terhadap tujuan dengan teratur.

• Buatlah penghargaan organisasional kontingen terhadap kinerja.

Dengan tambahan pengetahuan dan beberapa pengulangan konsep proses manajemen kinerja di

atas, saya kira; kita telah sampai pada pemahaman yang cukup sebagai dasar/awal terhadap

pemahaman dan implementasi proses manajemen kinerja.

Page 62: Manajemen Kinerja

61

MENERAPKAN MANAJEMEN KINERJA YANG TERINTEGRASI

Perubahan harus dilakukan secara sistematik dan bertahap, karena apabila perubahan hanya

dilakukan secara reaktif atau karena krisis akan menimbulkan biaya yang sangat besar! Hal inilah

yang harus organisasi pertama kali pastikan ketika akan menerapkan manajemen kinerja yang

terintegrasi. Lebih jauh kita dapat membagi hal-hal yang perlu diperhatikan organisasi dalam

pengintegrasian manajemen kinerja adalah meliputi (1) Kriteria Manfaat Bisnis, (2) Kriteria

Kelayakan dan (3) Kriteria dampak terhadap Organisasi

Sumber Organizational Excellence - Model Strat hal 19, Vincent Gaspersz

1. Kriteria Manfaat Bisnis atau Hasil-Hasil

• Dampak pada pelanggan eksternal dan kebutuhan mereka. Proses Manajemen Kinerja

yang dipilih harus memberikan manfaat atau dampak positif kepada “pelanggan

pembayar (pembeli)”, dan/atau pihak-pihak eksternal seperti: pemegang saham,

pemerintah, mitra dalam supply-chain management, dll.

Page 63: Manajemen Kinerja

62

• Dampak pada strategi bisnis dan posisi persaingan (competitive position). Proses

Manajemen Kinerja yang dipilih harus memberikan manfaat yang akan membantu

organisasi untuk merealisasikan visi organisasi, menerapkan strategi pemasaran,

dan/atau meningkatkan posisi persaingan dari organisasi itu.

• Dampak pada kompetensi inti (core competencies). Proses Manajemen Kinerja yang

dipilih harus memberikan dampak positif berupa meningkatkan kekuatan pada

kompetensi inti (core competencies) dari organisasi.

• Dampak pada keuangan organisasi. Proses Manajemen Kinerja yang dipilih harus

memberikan dampak positif pada keuangan organisasi, baik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang, sebagai misal: penurunan biaya, peningkatan efisiensi,

peningkatan penjualan, peningkatan pangsa pasar, dll.

• Urutan kepentingan. Apakah masalah-masalah atau isu-isu yang ditangani melalui

Proses Manajemen Kinerja itu merupakan masalah-masalah utama dan penting serta

mendesak untuk ditangani segera?

• Kecenderungan. Apakah masalah-masalah atau isu-isu yang ditangani melalui Proses

Manajemen Kinerja itu merupakan masalah-masalah yang memiliki kecenderungan

menjadi lebih besar sepanjang waktu mendatang?

• Sekuens dan kesalingtergantungan? Apakah Proses Manajemen Kinerja yang dipilih itu

memiliki sekuens dengan proyek-Proses Manajemen Kinerja lain yang mungkin, atau

mempunyai kesalingtergantungan dengan isu-isu lain di atas? Apakah masalah-masalah

atau isu-isu yang ditangani melalui Proses Manajemen Kinerja ini memiliki

ketergantungan pada masalah-masalah atau isu-isu lain yang sedang ditangani pertama

kali?

2. Kriteria Kelayakan (Feasibility Criteria)

• Sumberdaya yang dibutuhkan. Berapa banyak orang, waktu, dan uang yang mungkin

diperlukan oleh Proses Manajemen Kinerja yang dipilih itu?

Page 64: Manajemen Kinerja

63

• Keahlian yang tersedia. Pengetahuan apa atau keterampilan teknikal apa yang dibutuhkan

oleh Proses Manajemen Kinerja yang dipilih itu? Apakah kita memiliki keahlian itu dan

mudah menggunakan mereka?

• Kompleksitas. Bagaimana tingkat kesulitan yang harus diantisipasi akan terjadi ketika

mengembangkan solusi peningkatan dalam Proses Manajemen Kinerja yang dipilih itu?

Bagaimana menerapkan solusi peningkatan itu?

• Kemungkinan sukses. Proses Manajemen Kinerja yang dipilih itu harus memiliki tingkat

kesuksesan yang tinggi dalam kerangka waktu lama proyek yang rasional.

• Fasilitas pendukung. Berapa banyak fasilitas pendukung termasuk dukungan manajemen

yang dibutuhkan untuk Proses Manajemen Kinerja yang dipilih itu? Apakah kita akan mampu

mengadakan agar tersedia fasilitas pendukung termasuk dukungan manajemen untuk

melaksanakan Proses Manajemen Kinerja yang dipilih itu?

3. Kriteria Dampak pada Organisasi

• Manfaat pembelajaran (learning benefits). Apa pengetahuan baru—berkaitan dengan bisnis,

pelanggan, proses, dan/atau sistem peningkatan kualitas—yang akan diperoleh dari Proses

Manajemen Kinerja yang dipilih itu?

• Manfaat lintas-fungsi (cross-functional benefits). Sampai sejauhmana Proses Manajemen

Kinerja yang dipilih itu mampu mengatasi hambatan-hambatan lintas-fungsi yang ada di

antara kelompok-kelompok orang dalam organisasi dan menciptakan manajemen proses

yang lebih baik dalam lingkup keseluruhan organisasi?

Page 65: Manajemen Kinerja

64

MEKANISME MANAJEMEN KINERJA SECARA PARSIAL

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana jika dalam sebuah organisasi sudah memiliki manajemen

kinerja secara parsial? Menurut Vincent Gaspersz, dalam bukunya Organizational Excellence - Model

Strat, hal ini harus di hindari karena pada kasus di Indonesia, menurut beliau hal inilah yang menjadi

penyebab utama kegagalan penerapan berbagai model manajemen yang di lakukan di

Indonesia,(sayang sekali saya hanya membaca intisari buku ini di Internet, jadi tidak bisa

memberikan jawaban yang lebih mendalam. Coba beasiswa buku sudah cair, haha)

Banyak manajemen perusahaan di Indonesia menerapkan program-program peningkatan kinerja

secara acak, parsial dan tidak terintegrasi, serta lebih menekankan pada partial activity-base

programs bukan pada business result-oriented programs. Manajemen kinerja terintegrasi

seyogianya berorientasi pada bottom line (business result-oriented programs) melalui pemberian

inovasi nilai secara terus menerus kepada pasar dan pelanggan.

Jadi adalah tugas dari manajemen untuk bertekad dengan komitmen tinggi untuk mengadopsi

system manajemen kinerja yang terintegrasi melalui penciptaan program-program yang berorientasi

hasil kinerja (result-base programs) dalam suatu visi dan master improvement story perusahaan.

Bukan sekedar melaksanakan program-program berdasarkan aktivitas parsial yang tidak terintegrasi

(unfocused partial activity based programs) dalam kerangka implementasi system manajemen

kinerja secara acak.

Page 66: Manajemen Kinerja

65

BAGIAN EMPAT:

Studi kasus; Permasalahan

implementasi manajemen kinerja

pada lingkungan Madrasah di

Departemen Agama

Implementasi Manajemen kinerja di

lingkungan Madrasah Dan Manajemen

Kinerja Guru

Page 67: Manajemen Kinerja

66

MANAJEMEN KINERJA GURU

Memahami Kinerja Guru

Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan mencapai standar

tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance management). Dengan mengacu

pada pemikiran Robert Bacal (2001) dalam bukunya Performance Management di bawah ini akan

dibicarakan tentang manajemen kinerja guru.

Robert Bacal mengemukakan bahwa manajemen kinerja, sebagai :

“… sebuah proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara

seorang karyawan dan penyelia langsungnya. Proses ini meliputi kegiatan membangun harapan yang

jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan sebuah sistem.

Artinya, ia memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikut sertakan, kalau sistem manajemen

kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan”.

Dari ungkapan di atas, maka manajemen kinerja guru terutama berkaitan erat dengan tugas kepala

madrasah untuk selalu melakukan komunikasi yang berkesinambungan, melalui jalinan kemitraan

dengan seluruh guru di madrasahnya. Dalam mengembangkan manajemen kinerja guru, didalamnya

harus dapat membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang :

Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para guru.

1. Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di

madrasah.melakukan pekerjaan dengan baik”

2. Bagaimana guru dan kepala madrasah bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki,

maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang.

3. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.

4. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya.

Page 68: Manajemen Kinerja

67

Selanjutnya, Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam manajemen kinerja diantaranya

meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan dan evaluasi kinerja.

Perencanaan kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala madrasah bekerja sama

merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang, menentukan bagaimana

kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara mengatasi kendala, serta mencapai

pemahaman bersama tentang pekerjaan itu.

Komunikasi yang berkesinambungan merupakan proses di mana kepala madrasah dan guru bekerja

sama untuk saling berbagi informasi mengenai perkembangan kerja, hambatan dan permasalahan

yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah, dan

bagaimana kepala madrasah dapat membantu guru. Arti pentingnya terletak pada kemampuannya

mengidentifikasi dan menanggulangi kesulitan atau persoalan sebelum itu menjadi besar.

Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang merupakan proses di mana

kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan, “ Seberapa

baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode tertentu ?”. Metode apapun yang dipergunakan

untuk menilai kinerja, penting sekali bagi kita untuk menghindari dua perangkap. Pertama, tidak

mengasumsikan masalah kinerja terjadi secara terpisah satu sama lain, atau “selalu salahnya guru”.

Kedua, tiada satu pun taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang

terjadi dan mengapa. Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih

lanjut.

Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson (2000) memberikan gambaran tentang proses

manajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja, yang terdiri dari tiga

fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi.

Perencanaan merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung jawab, dan ekpektasi

yang terukur. Perencanaan tadi membawa pada fase pembinaan,– di mana guru dibimbing dan

dikembangkan – mendorong atau mengarahkan upaya mereka melalui dukungan, umpan balik, dan

Page 69: Manajemen Kinerja

68

penghargaan. Kemudian dalam fase evaluasi, kinerja guru dikaji dan dibandingkan dengan ekspektasi

yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja. Rencana terus dikembangkan, siklus terus berulang,

dan guru, kepala madrasah, dan staf administrasi , serta organisasi terus belajar dan tumbuh.

Setiap fase didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya dan menghasilkan keluaran, yang pada

gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya lagi. Semua dari ketiga fase Siklus Manajemen Kinerja

sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya harus diperlakukan secara berurut. Perencanaan

harus dilakukan pertama kali, kemudian diikuti Pembinaan, dan akhirnya Evaluasi.

Dengan tidak bermaksud mengesampingkan arti penting perencanaan kinerja dan pembinaan atau

komunikasi kinerja. Di bawah ini akan dipaparkan tentang evaluasi kinerja guru. Bahwa agar kinerja

guru dapat ditingkatkan dan memberikan sumbangan yang siginifikan terhadap kinerja madrasah

secara keseluruhan maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja guru. Dalam hal ini, Ronald T.C.

Boyd (2002) mengemukakan bahwa evaluasi kinerja guru didesain untuk melayani dua tujuan, yaitu :

(1) untuk mengukur kompetensi guru dan (2) mendukung pengembangan profesional. Sistem

evaluasi kinerja guru hendaknya memberikan manfaat sebagai umpan balik untuk memenuhi

berbagai kebutuhan di kelas (classroom needs), dan dapat memberikan peluang bagi pengembangan

teknik-teknik baru dalam pengajaran, serta mendapatkan konseling dari kepala madrasah, pengawas

pendidkan atau guru lainnya untuk membuat berbagai perubahan di dalam kelas.

Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator (baca: kepala madrasah atau pengawas

madrasah) terlebih dahulu harus menyusun prosedur spesifik dan menetapkan standar evaluasi.

Penetapan standar hendaknya dikaitkan dengan : (1) keterampilan-keterampilan dalam mengajar;

(2) bersifat seobyektif mungkin; (3) komunikasi secara jelas dengan guru sebelum penilaian

dilaksanakan dan ditinjau ulang setelah selesai dievaluasi, dan (4) dikaitkan dengan pengembangan

profesional guru .

Para evaluator hendaknya mempertimbangkan aspek keragaman keterampilan pengajaran yang

dimiliki guru. dan menggunakan berbagai sumber informasi tentang kinerja guru, sehingga dapat

Page 70: Manajemen Kinerja

69

memberikan penilaian secara lebih akurat. Beberapa prosedur evaluasi kinerja guru yang dapat

digunakan oleh evaluator, diantaranya :

1. Mengobservasi kegiatan kelas (observe classroom activities). Ini merupakan bentuk umum

untuk mengumpulkan data dalam menilai kinerja guru. Tujuan observasi kelas adalah untuk

memperoleh gambaran secara representatif tentang kinerja guru di dalam kelas. Kendati

demikian, untuk memperoleh tujuan ini, evaluator dalam menentukan hasil evaluasi tidak

cukup dengan waktu yang relatif sedikit atau hanya satu kelas. Oleh karena itu observasi

dapat dilaksanakan secara formal dan direncanakan atau secara informal dan tanpa

pemberitahuan terlebih dahulu sehingga dapat diperoleh informasi yang bernilai (valuable)

2. Meninjau kembali rencana pengajaran dan catatan – catatan dalam kelas. Rencana

pengajaran dapat merefleksikan sejauh mana guru dapat memahami tujuan-tujuan

pengajaran. Peninjauan catatan-cataan dalam kelas, seperti hasil test dan tugas-tugas

merupakan indikator sejauhmana guru dapat mengkaitkan antara perencanaan pengajaran ,

proses pengajaran dan testing (evaluasi).

3. Memperluas jumlah orang-orang yang terlibat dalam evaluasi. Jika tujuan evaluasi untuk

meningkatkan pertumbuhan kinerja guru maka kegiatan evaluasi sebaiknya dapat

melibatkan berbagai pihak sebagai evaluator, seperti : siswa, rekan sejawat, dan tenaga

administrasi. Bahkan self evaluation akan memberikan perspektif tentang kinerjanya.

Namun jika untuk kepentingan pengujian kompetensi, pada umumnya yang bertindak

sebagai evaluator adalah kepala madrasah dan pengawas.

Setiap hasil evaluasi seyogyanya dilaporkan. Konferensi pasca-observasi dapat memberikan

umpan balik kepada guru tentang kekuatan dan kelemahannya. Dalam hal ini, beberapa hal

yang harus diperhatikan oleh evaluator : (1) penyampaian umpan balik dilakukan secara

positif dan bijak; (2) penyampaian gagasan dan mendorong untuk terjadinya perubahan

pada guru; (3) menjaga derajat formalitas sesuai dengan keperluan untuk mencapai tujuan-

tujuan evaluasi; (4) menjaga keseimbangan antara pujian dan kritik; (5) memberikan umpan

balik yang bermanfaat secara secukupnya dan tidak berlebihan.

Page 71: Manajemen Kinerja

70

Evaluasi Kinerja Guru oleh Siswa

Dalam manajemen kinerja, setiap guru harus dinilai kinerjanya sehingga dapat diketahui sejauhmana

proses dan hasil kerja guru yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.

Kendati demikian, selama ini, evaluasi kinerja guru cenderung banyak dilakukan oleh atasannya

(baca: kepala madrasah atau pengawas madrasah), sementara siswa jarang dilibatkan untuk menilai

kinerja gurunya.

Penilaian kinerja guru oleh siswa merupakan salah satu teknik penilaian untuk mengidentifikasi

kinerja guru, yang hingga saat ini keberadaannya masih kontroversi. Di satu pihak, ada sebagian

orang yang berpendapat bahwa pelibatan siswa untuk mengukur kinerja guru kurang tepat. Berbeda

dengan kepala madrasah atau pengawas madrasah yang memang telah dibekali pengetahuan dan

keterampilan bagaimana seharusnya guru mengajar, sedangkan siswa dianggap kurang atau bahkan

sama sekali tidak memiliki kematangan dan keahlian untuk melakukan penilaian tentang gaya

mengajar guru. Selain itu, mereka menganggap bahwa siswa cenderung lebih mengukur popularitas

dari pada kemampuan guru itu sendiri.

Di lain pihak, tidak sedikit pula yang memberikan dukungan terhadap penggunaan teknik penilaian

kinerja guru oleh siswa. Aleamoni (1981) mengungkapkan argumentasi penggunaan teknik penilaian

kinerja guru oleh siswa, yaitu:

1. Para siswa merupakan sumber informasi utama tentang lingkungan belajar, termasuk di

dalamnya tentang motivasi dan kemampuan mengajar guru.

2. Para siswa pada dasarnya dapat menilai secara logis tentang kualitas, efektivitas, dan

kepuasan dari materi dan metode pembelajaran yang dikembangkan guru.

3. Penilaian kinerja guru oleh siswa dapat mendorong terjadinya komunikasi antara siswa yang

bersangkutan dengan gurunya, yang pada gilirannya dapat meningkatkan proses belajar

mengajar.

Page 72: Manajemen Kinerja

71

4. Dalam mata pelajaran tertentu, hasil penilaian kinerja guru oleh siswa dapat dimanfaatkan

untuk membantu siswa-siswa lain dalam memilih mata pelajaran dan memilih guru yang

sesuai dengan dirinya.

5. Dalam pendidikan yang berorientasi pada mutu, siswa pada dasarnya merupakan pelanggan

(costumer) utama yang harus didengar pendapat dan pemikirannya atas pelayanan

pendidikan yang diberikan gurunya.

Menepis persoalan ketidakmatangan siswa untuk dilibatkan dalam evaluasi kinerja guru, studi yang

dilakukan Peterson dan Kauchak (1982) menemukan bukti bahwa evaluasi kinerja guru oleh siswa

ternyata dapat menunjukkan konsitensi dan reliabilitas yang tinggi dari satu tahun ke tahun

berikutnya. Demikian juga, siswa ternyata dapat membedakan pengaruh pembelajaran yang efektif

dan tidak efektif dilihat dari dimensi sikap, minat dan keakraban guru.

Memperhatikan pemikiran Aleamoni dan hasil studi yang dilakukan Peterson dan Kauchak tersebut,

mungkin tidak ada salahnya di madrasah mulai dikembangkan penilaian kinerja guru oleh siswa, baik

yang digagas oleh siswa, guru atau kepala madrasah. Selama evaluasi kinerja oleh siswa ini didesain

dan diadministrasikan sesuai dengan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip evaluasi, maka data yang

dihasilkan akan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan

perbaikan mutu dan efektivitas pembelajaran siswa.

Pengembangan Kinerja Guru

Sebagai suatu organisasi, dalam Madrasah terdapat kerja sama kelompok orang (kepala madrasah,

guru, Staf dan siswa) yang secara bersama-sama ingin mencapai tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Semua komponen yang ada di madrasah merupakan bagian yang integral, artinya

walaupun dalam kegiatannya melakukan pekerjaan sesuai dengan fungsi masing-masing tetapi

secara keseluruhan pekerjaan mereka diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi madrasah.

Sebagai salah satu anggota Organisasi Madrasah, Tenaga pendidik/guru menduduki peran yang amat

Page 73: Manajemen Kinerja

72

penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran dalam mempersiapkan peserta didik untuk

mencapai kompetensi-kompetensi yang telah ditetapkan

Sebagaimana diketahui, Salah satu bidang penting dalam Administrasi /Manajemen Pendidikan

adalah berkaitan dengan Personil/Sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan,

baik itu Pendidik seperti guru maupun tenaga Kependidikan seperti tenaga Administratif.

Intensitas dunia pendidikan berhubungan dengan manusia dapat dipandang sebagai suatu

perbedaan penting antara lembaga pendidikan/organisasi madrasah dengan organisasi lainnya, ini

sejalan dengan pernyataan Sergiovanni, et.al (1987:134) yang menyatakan bahwa:

”Perhaps the most critical difference between the school and most other organization is

the human intensity that characterize its work. School are human organization in the sense

that their products are human and their processes require the sosializing of humans”

ini menunjukan bahwa masalah sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat dominan dalam

proses pendidikan/pembelajaran, hal ini juga berarti bahwa mengelola sumberdaya manusia

merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan proses pendidikan/pembelajaran di

madrasah, dan diantara SDM tersebut yang paling berhubungan langsung dengan kegiatan

pendidikan/pembelajaran adalah Guru, sehingga bagaimana kualitas kinerja Pendidik/Guru dalam

proses pembelajaran akan memberikan dampak yang sangat besar bagi kualitas hasil

pembelajaran, yang pada akhirnya akan menentukan pada kualitas lulusannya

Seorang guru mau menerima sebuah pekerjaan sebagai pendidik, jika ia mempersiapkan diri dengan

kemampuan untuk melaksanakan tugas tersebut sesuai dengan yang dituntut oleh organisasi

(madrasah). Dan dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, kualitas kinerja mereka merupakan

suatu kontribusi penting yang akan menentukan bagi keberhasilan proses pendidikan di Madrasah.

Oleh karena itu perhatian pada pengembangan kinerja guru untuk terus meningkat dan ditingkatkan

menjadi hal yang amat mendesak, apalagi apabila memperhatikan tuntutan masyarakat yang terus

Page 74: Manajemen Kinerja

73

meningkat berkaitan dengan kualitas pendidikan, dan hal ini tentu saja akan berimplikasi pada makin

perlunya peningkatan kualitas kinerja guru.

Pada hakikatnya kinerja guru adalah prilaku yang dihasilkan seorang guru dalam melaksanakan

tugasnya sebagai pendidik dan pengajar ketika mengajar di depan kelas, sesuai dengan kriteria

tertentu. Kinerja seseorang Guru akan nampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Kinerja

dapat dilihat dalam aspek kegiatan dalam menjalankan tugas dan cara/kualitas dalam melaksanakan

kegiatan/tugas tersebut.

Dengan pemahaman mengenai konsep kinerja sebagaimana dikemukakan di atas, maka akan

nampak jelas apa yang dimaksud dengan kinerja guru. Kinerja guru pada dasarnya merupakan

kegiatan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pengajar dan pendidik

di madrasah yang dapat menggambarkan mengenai prestasi kerjanya dalam melaksanakan semua

itu, dan hal ini jelas bahwa pekerjaan sebagai guru tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang,

tanpa memiliki keahlian dan kwalifikasi tertentu sebagai guru. Kinerja Guru dalam melaksanakan

peran dan tugasnya di madrasah khususnya dalam proses pembelajaran dalam konteks sekarang ini

memerlukan pengembangan dan perubahan kearah yang lebih inovatif, kinerja inovatif guru menjadi

hal yang penting bagi berhasilnya implementasi inovasi pendidikan dalam rangka meningkatkan

kualitas pendidikan/pembelajaran.

Kinerja inovatif seorang guru dalam upaya mencapai proses belajar mengajar yang efektif dan

fungsional bagi kehidupan seorang siswa jelas perlu terus dikembangkan. Sehubungan dengan hal

tersebut perlu dikaji berbagai faktor yang mungkin turut mempengaruhi kinerja seorang guru.

Menurut McCall (1994:183-185) hal-hal yang perlu dilakukan guru dalam memperbaiki pembelajaran

adalah :

• Focus first on the students and are very attentive to who they are

Page 75: Manajemen Kinerja

74

• Know that bare wall are teachers but walls covered with interesting and colourful

materials are better teachers…. More interested in the quality of learning than in the

quantity of information ingested and regurgitated

• Try to use fresh materials instead of second-hand commercial stuff

• Engage other teachers in the constant search for new and fresh material

• Are noted for taking their students seriously but not themselves

Upaya untuk memperbaiki secara terus menerus kualitas pembelajaran perlu menjadi suatu sikap

profesional sebagai pendidik, ini berarti bahwa upaya untuk mengembangkan hal-hal yang inovatif

mesti menjadi konsern guru dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan demikian,

kreativitas dan kinerja inovatif menjadi amat penting, terlebih lagi dalam konteks globalisasi dewasa

ini yang penunh dengan persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga Kinerja inovatif

termasuk bagi guru perlu terus di dorong dan dikembangkan, terlebih lagi bila mengingat berbagai

tuntutan perubahan yang makin meningkat.

Dengan mengacu pada uraian tentang kinerja inovatif sebagaimana dikemukakan terdahulu, maka

yang dimaksud kinerja inovatif (Innovative Performance) guru adalah kinerja yang dalam

melaksanakannya disertai dengan penerapan hal-hal baru dalam upaya meningkatkan kualitas

pendidikan, ciri kinerja atau tugas-tugas yang harus dikerjakan menggambarkan ciri/feature atau

kegiatan kinerja yang harus dilaksanakan oleh guru, sedangkan inovatif merupakan sifat yang

menggambarkan kualitas bagaimana guru melaksanakan tugas dengan inovatif atau dengan

memanfaatkan serta mengaplikasikan hal-hal baru, baik berupa ide, metode, maupun produk baru

dalam melaksanakan pekerjaan guna meningkatkan kualitas pendidikan/pembelajaran

Dengan pemahaman seperti itu, maka kinerja inovatif guru merupakan kinerja yang menerapkan

hal-hal baru dalam meksanakan peran dan tugas yang diemban oleh guru tersebut, oleh karena

itu, maka pemahaman kinerja inovatif guru perlu dilihat dalam konteks pelaksanaan tugas dan

kewajiban yang harus dilaksanakan guru sebagai pendidik di madrasah

Page 76: Manajemen Kinerja

75

a. Guru dalam proses Pembelajaran

Tenaga Pendidik di Perguruan Tinggi disebut Dosen, sementara tenaga Pendidik pada Pendidikan

Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah di sebut Guru. Meskipun sama-sama sebagai Pendidikan

namun peran dan fungsi mereka sedikit berbeda, hal ini tercermin dari pengertian keduanya yang

tercantum dalam Undang-undang Guru dan Guru Nomor 14 tahun 2005. dalam Bab 1 Pasal 1

Undang-undang Guru disebutkan sebagai berikut :

”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia

dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”

Dari pengertian di atas nampak bahwa guru mempunyai tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dengan demikian

peran guru sangat dominan dalam membentuk peserta didik menjadi manusia yang berkualitas.

Upaya pemerintah untuk terus meningkatkan kemampuan tenaga pendidik termasuk Guru nampak

menunjukan konsern yang makin meningkat, sertifikasi tenaga pendidik yang akan berdampak pada

tambahan imbalan jelas akan cukup membantu dalam meningkatkan kinerja Guru/tenaga pendidik

dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

Tanpa mengurangi dan meniadakan peran serta fungsi yang lain, kinerja guru sebagai pelaksanaan

tugas dan kewajiban sebagai pendidik merupakan salah satu faktor yang memegang peranan

penting dalam keberhasilan pendidikan. Karena apapun tujuan-tujuan dan putusan-putusan penting

tentang pendidikan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan sebenarnya dilaksanakan dalam situasi

belajar mengajar di kelas. Sementara itu tugas/kewajiban Guru menurut Undang-Undang No 14

tahun 2005 pasal 20 adalah sebagai berikut:

a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,

serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran

Page 77: Manajemen Kinerja

76

b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara

berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,

agama, atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam

pembelajaran

d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta

nilai-nilai agama dan etika; dan

e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

kutipan Undang-undang tersebut menunjukan bahwa kewajiban guru pada dsarnya merupakan

kegiatan yang harus dilakukan guru dalam menjalankan peran dan tugasnya di madrasah, dimana

aspek pembelajaran merupakan hal yang utama yang harus dilaksanakan oleh guru, disamping

pengembangan profesional sebagai pendidik guna meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan

tugas sebagai pendidik serta sebagai fihak yang cukup dominan dalam proses pembelajaran.

Guru merupakan pekerjaan profesional yang memerlukan keahlian khusus sebagai

pendidik/pengajar. Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang

kependidikan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mengajar

berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih

berarti mengembangkan keterampilan yang diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam

menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat. Dalam melaksanakan tugas

tersebut, dengan mengingat tantangan pendidikan yang terus berubah, maka kenerja guru perlu

dilakukan secara inovatif guna beradaptasi dan mengantisipasi perubahan masyarakat yang cepat

serta berbagai kebijakan baru pemerintah dalam bidang pendidikan.

Meskipun pendekatan dalam pembelajaran dewasa ini menitik beratkan pada belajar siswa (student-

centered learning), namun hal itu tidak berarti peran guru dalam proses pembelajaran menjadi tidak

penting, bahkan dalam kenyataannya hal itu justru akan makin menuntut kemampuan guru untuk

Page 78: Manajemen Kinerja

77

mendorong terjadinya belajar siswa melalui berbagai cara baru (inovasi) agar dalam mengelola

pembelajaran dapat menciptakan situasi kondusif bagi berkembangnya belajar siswa secara optimal.

Dengan demikian, dalam proses pembelajaran/belajar mengajar, peran Guru amat penting

dalam mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif bagi pencapaian tujuan pendidikan,

secara sederhana dalam suatu kegiatan pendidikan/pembelajaran seorang Guru mempunyai

tugas untuk melaksanakan perencanaan tentang apa dan bagaimana suatu proses pembelajaran,

dengan rencana tersebut kemudian guru melaksanakan proses pembelajaran di kelas, dalam

proses ini guru menentukan strategi, metoda, serta media pembelajaran yang digunakan guna

menciptakan proses pembelajaran yang efektif dalam rangka mencapai tujuan yang telah

ditetapkan dalam rencana pembelajaran. Langkah berikutnya adalah evaluasi sebagai cara untuk

mengetahui bagaimana pencapaian tujuan dalam bentuk kompetensi-kompetensi siswa yang

dicapai setelah mengikuti proses pembelajaran.

Terdapat tiga hal yang dilakukan oleh guru yaitu : menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan

pengajaran/mengajar, dan melakukan evaluasi atas hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai. Penyusunan rencana pembelajaran merupakan langkah persiapan yang dilakukan guru

sebelum melakukan proses pembelajaran di kelas. Perencanaan yang baik merupakan langkah

penting yang akan menentukan terhadap proses pembelajaran yang baik pula. Sementara itu

langkah pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi rencana pembelajaran dalam konteks

interaksi pembelajaran di kelas, dalam langkah ini disamping ditentukan oleh perencanaan juga

dipengaruhi oleh bagaimana guru mengelola kelas yang kondusif bagi peroses pembelajaran yang

efektif. Sedangkan langkah evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana hasil peroses

pembelajaran, apakah telah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Hasil evaluasi ini

merupakan bahan penting untuk memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran

Proses yang dikemukakan di atas, pada dasarnya merupakan kegiatan umum yang dalam

kenyataannya cukup kompleks dan bersifat interaktif dengan berbagai faktor yang dapat

Page 79: Manajemen Kinerja

78

mempengaruhi kualitas suatu proses pembelajaran. Sebagai suatu bentuk interaksi edukatif,

pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh bagaimana guru melaksanakan tugasnya dalam suatu

siklus proses pembelajaran, namun juga terdapat faktor lain, berkaitan dengan berbagai input dalam

suatu kegiatan pembelajaran.

Proses Belajar Mengajar/Proses Pembelajaran melibatkan banyak input yang semuanya akan

berpengaruh pada efektivitas pelaksanaannya. Input Siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran

membawa di dalam dirinya berbagai karakteristik individu yang akan berpengaruh dalam interaksi

edukatif dalam proses pembelajaran, input instrumental dimana guru akan berperan penting di

dalamnya juga akan ditentukan oleh bagaimana program pembelajaran, penggunaan metoda,

media, serta bahan ajar dipergunakan dalam menciptakan proses pembelajaran. Disamping itu

input lingkungan seperti kondisi fisik, kondisi sosial dan budaya juga tidak dapat diabaikan karena hal

itu juga akan menentukan pada kualitas pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Faktor-faktor

input tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi pada kualitas output yang diharapkan.

Dalam proses pembelajaran tersebut dengan berbagai faktor yang berpengaruh, guru sebagai

pendidik harus mendesain/merekayasa kegiatan/proses pembelajaran agar dapat mencapai tujuan

yang telah ditentukan. Mengelola pembalajaran memerlukan perubahan yang terus menerus

mengingat faktor-faktor input yang terus mengalami perubahan, sehingga kinerja guru sebagai

pendidik dalam proses pembelajaran perlu terus mengembangkan kemampuannya dalam

beradaptasi dengan berbagai perubahan tersebut.

Prubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat baik melalui input maupun lingkungan

masyarakat secara keseluruhan menuntut pada kemampuan guru yang makin meningkat dalam

melaksanakan tugasnya. Guru perlu mengembangkan berbagai cara baru yang dapat meningkatkan

kualitas belajar peserta didik, inovasi dalam melaksanakan tugas tersebut manjadi pendorong untuk

melaksanakan tugas pendidikan secara inovatif. Dengan demikian upaya merekayasa pembelajaran

Page 80: Manajemen Kinerja

79

secara terus menerus sesuai perkembangan yang terjadi menjadi syarat penting guna menciptakan

pembelajaran yang efektif.

Dalam melakukan rekayasa pembelajaran banyak faktor yang perlu dipertimbangkan agar hal

tersebut dapat selalu sejalan dengan prinsip-prinsip pendidikan dan pembelajaran, tidak hanya

sekedar melakukan perubahan yang tidak mengarah pada pencapaian efektivitas pendidikan dan

pembelajaran. Berikut ini akan digambarkan komponen-komponen dalam rekayasa pembelajaran :

Seorang guru hendaknya berperilaku yang mempunyai pola interaksi di dalam proses belajar secara

efektif, apabila mereka memiliki keinginan untuk memahami peserta didik sesuai dengan

kebutuhannya. Kemampuan berinteraksi dari guru tidak akan berarti apa-apa seandainya mereka

memiliki motivasi yang rendah, terhadap penyesuaian dengan lingkungan, baik terhadap kebijakan

dan tujuan atau strategi pengajaran tersebut. Dengan mengingat bahwa keadaan lingkungan tidak

mudah terkontrol, maka seorang guru harus terbuka, penuh dengan pertimbangan, mampu

mendengar, dan bijaksana. Menyikapi hal tersebut maka guru senantiasa mampu memodifikasi

perilaku terhadap tuntutan yang ada atau timbul, terutama dalam proses belajar mengajar, ke arah

pemberian harapan yang positif untuk peningkatan motivasi belajar.

Seperti dijelaskan di atas, tugas guru dalam meningkatkan mutu serta produktifitas tidak dapat

terpisahkan dari keseluruhan tugas dalam operasionalisasi pendidikan di madrasah. Dengan

demikian, keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tidaklah hanya menggantungkan diri pada

usaha pemberian program pengajaran semata-mata. Program tersebut perlu didukung oleh

motivasi, system pengelolaan, administrasi dan supervisi pendidikan. Dan sehubungan dengan hal

tersebut, penyelenggaraan proses pendidikan dapat mencapai hasil yang optimal bila perhatian

pimpinan lebih banyak dipusatkan kepada guru. Guru dalam hal ini hanya merupakan pelaksana

operasionalisasi program pendidikan, namun demikian dalam berkinerja, guru dapat

Page 81: Manajemen Kinerja

80

mengembangkan inovasi dalam melaksanakan tugasnya, ini berarti kinerja inovatif merupakan hal

yang penting.

Pihak manapun mengakui bahwa di dalam sistem persekolahan, kurikulum, sarana dan prasarana

merupakan faktor-faktor penting yang tidak bisa kita abaikan dalam suatu proses

pendidikan/pembelajaran. Akan tetapi tanpa kehadiran guru yang bermutu, inovatif, berdedikasi

tinggi dan berwibawa, semua yang tersebut di atas tidaklah berarti banyak. Menurut Bransford et.al

(dalam Hammond&Bransford (ed), 2005:49), dalam melaksanakan tugasnya guru dapat

mengembangkan keahlian rutin (routine experts) dan keahlian adaptif (adaptive experts), perbedaan

kedua hal tersebut adalah :

“Routine experts develop a core competencies that they apply throughout their lives with

greater and greater efficiency. Adaptive experts are much more likely to change their core

competencies and continually axpand the breadth and depth of their expertise”.

keahlian rutin merupakan keahlian guru dalam melaksanakan tugasnya yang berulang-ulang,

semakin ahli seorang guru dalam keahlian ini, maka pekerjaan yang dilakukannya akan makin

efisien, sebaliknya keahlian adaptif menunjukan kemampuan untuk melakukan perubahan serta

memperluas dan memperdalam keahliannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai

pendidik/pengajar.

Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran seorang guru dapat menjadi agen pembelajaran

yang menitik beratkan pada efisiensi dengan kinerja rutin, dan bisa juga mengembangkan

kemampuan inovasinya dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Dalam kondisi yang

demkian diperlukan pemaduan antara dimensi efisiensi dengan dimensi inovasi, sehingga dapat

dicapai suatu kondisi yang seimbang dan keahlian adaptif merupakan kondisi yang ideal di mana

guru dapat melaksanakan tugasnya dalam suatu koridor adaptabilitas yang optimal. Kinerja

inovatif guru, yakni kinerja dengan mengembangkan cara baru melalui pengembangan

kreatifitas dalam melaksanakan tugas guru dalam pembelajaran.

Page 82: Manajemen Kinerja

81

Perlunya kinerja inovatif guru menjadi semakin penting tidak hanya berkaitan dengan berbagai

kebijakan pembaharuan pendidikan yang berasal dari atas (top-down), namun yang lebih penting

adalah tumbuh dan berkembangnya krativitas guru dan menerapkannya dalam meningkatkan

kualitas pembelajaran guna meningkatkan kualitas pendidikan. Disamping itu tuntutan perubahan

menjadikan peran guru dituntut kreatif inovatif, dimana dalam konteks globalisasi dewasa ini

diperlukan output pendidikan yang kreatif-inovatif sebagai kemampuan utama yang penting dalam

menghadapi persaingan yang makin ketat, dan untuk itu diperlukan suatu pembelajaran/pengajaran

yang kreatif-inovatif. Menurut pendapat Wayne Morris (2006)

“Creative teaching may be defined in two ways: firstly, teaching creatively and secondly,

teaching for creativity. Teaching creatively might be described as teachers using imaginative

approaches to make learning more interesting, engaging, exciting and effective. Teaching for

creativity might best be described as using forms of teaching that are intended to develop

students own creative thinking and behaviour. However it would be fair to say that teaching

for creativity must involve creative teaching. Teachers cannot develop the creative abilities

of their students if their own creative abilities are undiscovered or suppressed”.

Untuk menghasilkan output/lulusan yang kreatif diperlukan pengajaran yang kreatif. Oleh

karena itu kinerja kreatif/inovatif guru dalam melaksanakan tugasnya jelas akan turut

menentukan keberhasilan pelaksanaan setiap program pendidikan/pembelajaran, terlebih lagi

dalam situasi perubahan yang sangat cepat, di samping kepemimpinan Kepala Madrasah juga

motivasi dari guru sendiri dalam melaksanakan kewajibannya. Kepemimpinan Kepala Madrasah

mutlak diperlukan dalam memimpin organisasi bekerja, karena sikap kepemimpinan kepala

Madrasah dapat mempengaruhi kinerja guru. Pada akhirnya kelak kinerja guru dapat

ditingkatkan dan pencapaian tujuan pendidikan dapat dengan mudah terlaksana, serta

terwujudnya manusia cerdas komprehensif dan kompetitif akan dapat benar-benar terwujud

sebagai hasil dari suatu proses pendidikan/pembelajaran.

Page 83: Manajemen Kinerja

82

b. Guru dalam pengembangan profesi

Guru merupakan pekerjaan profesional sehingga tepat untuk dikatakan sebagai suatu profesi.

Sebagai suatu profesi pengembangan kemampuan dan peningkatan kompetensi merupakan hal

penting yang dapat memberikan kontribusi signifikan bagi peninkatan kualitas pendidikan dan

pembelajaran di madrasah. Dalam Undang No 14 tahun 2005 pasal 20 ayat b disebutkan bahwa

salah satu tugas guru adalah meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan

kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

seni. Hal ini mengandung arti bahwa kinerja guru dalam pengembangan profesi menjadi gambaran

akan pelaksanaan tugas yang berorientasi ke depan sebagai dasar yang perlu untuk menghadapi

berbagai tantangan perubahan sebagai akibat dari Globalisasi. Untuk lebih memahami makna

pengembangan profesi, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang konsep prosesi

· Makna Profesi

Secara etimologi, profesi berasal dari istlah bahasa inggris profession atau bahas latin profecus, yang

artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan

tertentu. Pengakuan dari siapa?, dari diri sendiri, dari orang lain atau dari lembaga profesi. Kalau

pengakuan itu datang dari penyandang profesi itu, muncul beberapa pertanyaan. Apakah

kemampuan yang diakui atau diklaimnya itu benar-benar sebuah kenyataan? Apakah pengakuan itu

tidak lebih dari sebuah kesombongan?. Tidakkah pengakuan itu tidak lebih dari “riak-riak air yang

sesungguhnya mengimplisistkan kedangkalan derajat profesional penyandang profesi itu? Apakah

benar-benar ada bukti formal dan material yang memperkuat pengakuan itu.

Penyandang profesi boleh mengatakan bahwa dia mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan

tertentu asalkan pengakuannya disertai bukti riil bahwa dia benar-benar mampu melaksanakan

suatu pekerjaan yang dikaim sebagai keahliannya. Akan tetapi , pengakuan itu idealnya berasal dari

masyarakat atau pengguna jasa penyandang profesi itu atau berangkat dari karya ilmiah atau produk

kerja lain yang dihasilkan oleh penyandang profesi itu. Pengakuan itu terutama didasari atas

kemampuan konseptual-aplikatif dari penyandang profesi itu (Danim, 2002:21).

Page 84: Manajemen Kinerja

83

Secara terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mensyaratkan pendidikan

tinggi bagi pelakuknya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual (Danim,

2002:21). Kemampuan mental yang dimaksudkan di sini adalah adanya persyaratan pengetahuan

teoritis akademis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis. Merujuk pada definisi ini,

pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau fisikal, meskipun levelnya tinggi,

tidak digolongkan dalam profesi (sekarang ini).

· Ciri Profesi

Dari sudut sosiologi, Vollmer & Mills (1972) mengemukakan bahwa profesi menunjuk pada suatu

kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sesungguhnya tidak ada dalam kenyataan atau tidak

pernah akan tercapai, tetapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh, bila

pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi secar utuh. Istilah “ideal” itu hanya ada dalam kata,

tidak dalam realita. Karena sifatnya hanya sebuah abstraksi. Kondisi “ideal” tidak lebih dari harapan

yang tidak selesai karena fenomena yang ada hanya sebatas mendekati hal yang “ideal” itu.

Menurut Shulman (1998) dalam Hammond & Bransford (ed) (2005:12) terdapat six commonplace

(enam ciri yang lazim) yang didukung oleh seluruh profesi yaitu :

• Service to society, implying an ethical and moral commitment to clients

• A body of scholarly knowledge that forms the basis of the entitlement to practice

• Engagement to practical action, hence the needs to enact knowledge in practice

• Uncertainty caused by the different needs of clients and the non routine nature of

problems, hence the need to develop judgement in applying knowledge

• The importance of experience in developing practice, hence the need to learn by

reflecting on one’s practice and its outcomes, and

• The development of professional community that aggregate and share knowledge and

develops professional standards

Page 85: Manajemen Kinerja

84

· Pengembangan Profesi Guru

Pengembangan professional (professional development) merupakan Pengembangan kemampuan

profesional yang akan memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan/kompetensi guru yang

pada akhirnya akan berdampak pada makin meningkatnya kualitas pembelajaran. Menurut

Maggioli, (2004:5) Professional development can be defined as a career-long process in whch

educators fine-tune their teaching to meet student needs . pengembangan profesinal guru dapat

menjadikan proses pendidikan dan pembelajaran makin meningkat karena kemampuan dan

kompetensi guru akan terus berkembang. King dan Newmann dalam Peter Cuttance (2001:125)

berpendapat bahwa dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran, pengembangan profesional

dapat memberikan kontribusinya melalui hal-hal berikut :

• improving the knowledge, skill and disposition of individual staff member

• organised, collective enterprise arising from a strong, school-wide professional

community and

• focused, coherent and sustained staff and student learning

Oleh karena itu upaya yang dilakukan oleh guru dalam pengembangan profesionalnya sebagai

pendidik merupakan faktor yang amat penting, karena hal tersebut dapat meningkatkan

kemampuan dan kompetensi pendidik/guru, yang nantinya akan dapat memperbaiki secara

terus menerus proses pembelajaran.

Tuntutan profesionalisme guru memerlukan upaya untuk terus mengembangkan sikap profesional,

melalui peningkatan kapasitas guru agar makin mampu mengembangkan profesinya dalam

menjalankan tugarnya di madrasah. Menurut Roland S. Barth (1990:49)

”The crux of teachers’ professional growth, I feel, is the development of a capacity to

observe and analyze the consequences for students of different teaching behaviour and

materials, and to learn to make continous modification of teaching on the basis of cues

student convey”

hal tersebut sejalan dengan tuntutan terhadap profesi, termasuk Profesi Guru, yang selalu menuntut

upaya peningkatan terus menerus

Page 86: Manajemen Kinerja

85

Pengembangan profesional pendidik memerlukan peningkatan kompetensi khususnya dalam

menghadapi masalah pembelajaran di kelas, dan inovasi pembelajaran merupakan hal yang penting

dalam kompetensi tersebut. Inovasi Pembelajaran (Depdiknas,2007:2) apabila dilaksanakan secara

berkesinambungan akan berdampak sebagai berikut :

• Kemampuan dalam menyelesaikan masalah pembelajaran akan semakin meningkat

• Penyelesaian masalah pembelajaran melalui sebuah pengembangan inovasi akan

meningkatkan isi, masukan, proses, sarana/prasarana dan hasil belajar peserta didik

• Peningkatan kemampuan dalam pembelajaran tersebut akhirnya akan berdampak

pada peningkatan kepribadian dan keprofesionalan dosen dan guru untuk selalu

berimprovisasi baik melalui adopsi, adaptasi, atau kreasi dalam pembelajaran dan

bermuara pada peningkatan kualitas lulusan

dengan demikian peran guru dalam meningkatkan mutu pendidikan memerlukan sikap inovatif,

karena inovasi pendidikan sangat besar dan menentukan bagi keberhasilan peningkatan kualitas

pendidikan melalui pengembangan inovasi pembelajaran atau inovasi lainnya yang dapat

menunjang pembelajaran, dan dengan semakin meningkatnya kualitas pembelajaran harapan

dan tujuan untuk dapat menghasilkan lulusan yang makin berkualitas dan siap serta mampu

dalam menghadapi persaingan akan dapat terwujud.

Pengembangan kinerja guru dilihat dari sudut manajemen kinerja dapat dilakukan dengan dua

pendekatan yakni pendekatan berbasis kompetensi (Competency Based Performance

Management/CBPM) dan pendekatan berbasis kinerja (Performance Based Performance

Management/PBPM). Pendekatan berbasis kompetensi melakukan pengembangan kinerja melalui

peningkatan kemampuan pegawai/guru untuk melakukan sesuatu pekerjaan sesuai dengan peran

dan tugasnya, sedangkan pendekatan berbasis kinerja melakukan pengembangan pegawai/guru

melalui implementasi praktek-praktek terbaik (best practice) dalam melakukan pekerjaan sesuai

dengan bidang tugasnya.

Page 87: Manajemen Kinerja

86

Sumber Bacaan :

Bacal, Robert. 2001. Performance Management. Terj.Surya Darma dan Yanuar Irawan. Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama.

Bapenas, 2009. berbagai artikel.

Boyd, Ronald T. C. 1989. Improving Teacher Evaluations; Practical Assessment, Research&

Evaluation”. ERIC Digest. .

Buchari Zainun, 1979, Manajemen dan Motivasi, Balai Aksara, Jakarta.

Davis, Keith dan John W. Newstrom, Perilaku Dalam Organisasi, Jilid I, Edisi 7, Erlangga, Jakarta,

1985

Dedi Supriadi, 1998, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta

Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweigt, 1995, Organisasi dan Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta

Seeker, Karen R. dan Joe B. Wilson. 2000. Planning Succesful Employee Performance (terj. Ramelan).

Jakarta : PPM.

Sekertariat Negara, 2009. Implementasi Manajemen Kinerja di Sektor Publik.

Vincent Gaspersz. 2009. Integrasi Blue Ocean Strategy dengan Design For Lean Six Sigma untuk

Meningkatkan Efektivitas Proyek-proyek Lean Six Sigma: Gramedia.

Vincent Gaspersz. 2009. Organizational Excellence - Model Strat. Gramedia.

Ps: banyak buku lain yang juga saya jadikan sumber bacaan, tetapi agar tidak terlihat berlebihan

maka saya hanya mencantumkan beberapa diantaranya saya. Karena pada setiap kalimat yang

berasal dari nukilan pendapat orang lain selalu saya cantumkan nama ahli dan tahun bukunya.

Mohon maaf