50
1. Cyberlaw merupakan sebuah ungkapan yang mewakili masalah hukum terkait penggunaan aspek komunikatif, transaksional, dan distributif, dari teknologi serta perangkat informasi yang terhubung ke dalam sebuah jaringan. Beberapa topik utama diantaranya adalah perangkat intelektual, privasi, kebebasan berekspresi, dan jurisdiksi, dalam domain yang melingkupi wilayah hukum dan regulasi. CyberLaw merupakan aspek hukum yang artinya berasal dari Cyberspace Law.yang ruang lingkupnya meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai “online” dan memasuki dunia cyber atau maya. bisa diartikan cybercrime itu merupakan kejahatan dalam dunia internet. Cyber Law Secara akademis, terminologi ”cyber law” tampaknya belum menjadi terminologi yang sepenuhnya dapat diterima. Hal ini terbukti dengan dipakainya terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Inlernet, Law and the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of Information, dan sebagainya. Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati atau paling tidak hanya sekedar terjemahan atas terminologi ”cyber law”. Sampai saat ini ada beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika). Sebagaimana dikemukakan di atas, lahirnya pemikiran untuk membentuk satu aturan hukum yang dapat merespon persoalan- persoalan hukum yang muncul akibat dari pemanfaatan Internet terutama disebabkan oleh sistem hukum tradisi.onal yang tidak sepenuhnya mampu merespon persoalan-persoalan tersebut dan karakteristik dari Internet itu sendiri. Hal ini pada gilirannya akan melemahkan atau bahkan mengusangkan konsep-konsep hukum yang sudah mapan seperti kedaulatan dan yurisdiksi. Kedua konsep ini berada pada posisi yang dilematis ketika harus berhadapan dengan kenyataan bahwa para pelaku yang terlibat dalam pemanfaatan

Jawaban UTS Telematika

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jawaban UTS Telematika

1.

Cyberlaw merupakan sebuah ungkapan yang mewakili masalah hukum terkait penggunaan aspek komunikatif, transaksional, dan distributif, dari teknologi serta perangkat informasi yang terhubung ke dalam sebuah jaringan. Beberapa topik utama diantaranya adalah perangkat intelektual, privasi, kebebasan berekspresi, dan jurisdiksi, dalam domain yang melingkupi wilayah hukum dan regulasi.

CyberLaw merupakan aspek hukum yang artinya berasal dari Cyberspace Law.yang ruang lingkupnya meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai “online” dan memasuki dunia cyber atau maya. bisa diartikan cybercrime itu merupakan kejahatan dalam dunia internet.

Cyber LawSecara akademis, terminologi ”cyber law” tampaknya belum menjadi terminologi yang sepenuhnya dapat diterima. Hal ini terbukti dengan dipakainya terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Inlernet, Law and the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of Information, dan sebagainya.Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati atau paling tidak hanya sekedar terjemahan atas terminologi ”cyber law”. Sampai saat ini ada beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika).Sebagaimana dikemukakan di atas, lahirnya pemikiran untuk membentuk satu aturan hukum yang dapat merespon persoalan-persoalan hukum yang muncul akibat dari pemanfaatan Internet terutama disebabkan oleh sistem hukum tradisi.onal yang tidak sepenuhnya mampu merespon persoalan-persoalan tersebut dan karakteristik dari Internet itu sendiri. Hal ini pada gilirannya akan melemahkan atau bahkan mengusangkan konsep-konsep hukum yang sudah mapan seperti kedaulatan dan yurisdiksi. Kedua konsep ini berada pada posisi yang dilematis ketika harus berhadapan dengan kenyataan bahwa para pelaku yang terlibat dalam pemanfaatan Internet tidak lagi tunduk pada batasan kewarganegaraan dan kedaulatan suatu negara. Dalam kaitan ini Aron Mefford seorang pakar cyberlaw dari Michigan State University sampai pada kesimpulan bahwa dengan meluasnya pemanfaatan Internet sebenarnya telah terjadi semacam ”paradigm shift” dalam menentukan jati diri pelaku suatu perbuatan hukum dari citizens menjadi netizens.Secara demikian maka ”cyber law” dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang muncul akibat dari pemanfaatan Internet.

3. Ruang Lingkup ”Cyber Law”Secara garis besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan persoalan-persoalan atau ’ aspek hukum dari E-Commerce, Trademark/Domain Names, Privacy and Security on the Internet, Copyright, Defamation, Content Regulation, Disptle Settlement, dan sebagainya.

a. Electronic CommercePada awalnya electronic commerce (E-Commerce) bergerak dalam bidang retail seperti perdagangan CD atau buku lewat situs dalam World Wide Web (www). Tapi saat ini Ecommerce sudah melangkah jauh menjangkau aktivitas-aktivitas di bidang perbankan dan jasa

Page 2: Jawaban UTS Telematika

asuransi yang meliputi antara lain ”account inquiries”, ”1oan transaction”, dan sebagainya. Sampai saat ini belum ada pengertian yang tunggal mengenai E-Commerce.Hal ini disebabkan karena hampir setiap saat muncul bentuk- bentuk baru dari Ecommerce dan tampaknya E-Commerce ini merupakan salah satu aktivitas cyberspace yang berkembang sangat pesat dan agresif. Sebagai pegangan (sementara) kita lihat definisi E-Commerce dari ECEG-Australia (Electronic Cornmerce Expert Group) sebagai berikut: “Electronic commerce is a broad concept that covers any commercial transaction that is effected via electronic means and would include such means as facsimile, telex, EDI, Internet and the telephone”.Secara singkat E-Commerce dapat dipahami sebagai transaksi perdagangan baik barang maupun jasa lewat media elektronik. Dalam operasionalnya E-Commerce ini dapat berbentuk B to B (Business to Business) atau B to C (Business to Consumers). Khusus untuk yang terakhir (B to C), karena pada umumnya posisi konsumen tidak sekuat perusahaan dan dapat menimbulkan beberapa persoalan yang menyebabkan para konsumen agak hati-hati dalam melakukan transaksi lewat Internet.

b. Copy RightInternet dipandang sebagai media yang bersifat ”low-cost distribution channel” untuk penyebaran informasi dan produk-produk entertainment seperti film, musik, dan buku. Produk-produk tersebut saat ini didistribusikan lewat ”physical format” seperti video dan compact disks. Hal ini memungkinkan untuk didownload secara mudah oleh konsumen. Sampai saat ini belum ada perlindungan hak cipta yang cukup memadai untuk menanggulangi masalah ini.

c. Dispute SettlementMasalah hukum lain yang tidak kalah pentingnya adalah berkenaan dengan mekanisme penyelesaian sengketa yang .cukup memadai untuk mengantisipasi sengketa yang kemungkinan timbul dari transaksi elektronik ini. Sampai saat ini belum ada satu mekanisme penyelesaian sengketa yang memadai baik di level nasional maupun internasional. Sehingga yang paling mungkin dilakukan oleh para pihak yang bersengketa saat ini adalah menyelesaikan sengketa tersebut secara konvensional.Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan mengingat transaksi itu terjadi di dunia maya, tapi mengapa penyelesaiannya di dunia nyata. Apakah tidak mungkin untuk dibuat satu mekanisme penyelesaian sengketa yang juga bersifat virtual (On-line Dispute Resolution).

d. Domain NameDomain name dalam Internet secara sederhana dapat diumpamakan seperti nomor telepon atau sebuah alamat. Contoh, domain name untuk Monash University Law School, Australia adalah ”law.monash.edu.au”. Domain name dibaca dari kanan ke kiri yang menunjukkan tingkat spesifikasinya, dari yang paling umum ke yang paling khusus. Untuk contoh di atas, ”au” menunjuk kepada Australia sebagai geographical region, sedangkan ”edu” artinya pendidikan (education) sebagai Top-level Domain name (TLD) yang menjelaskan mengenai tujuan dari institusi tersebut. Elemen seIanjutnya adalah ”monash” yang merupakan ”the Second-Level Domain name” (SLD) yang dipilih oleh pendaftar domain name, sedangkan elemen yang terakhir ”law” adalah ”subdomain” dari monash Gabungan antara SLD dan TLD dengan berbagai pilihan subdomain disebut ”domain name”.Domain names diberikan kepada organisasi, perusahaan atau individu oleh InterNIC (the Internet Network Information Centre) berdasarkan kontrak dengan the National Science Foundation

Page 3: Jawaban UTS Telematika

(Amerika) melalui Network Solutions, Inc. (NSI). Untuk mendaftarkankan sebuah domain name melalui NSI seseorang cukup membuka situs InterNIC dan mengisi sejumlah form InterNIC akan melayani para pendaftar berdasarkan prinsip ”first come first served”. InterNIC tidak akan memverifikasi mengenai ’hak’ pendaftar untuk memilih satu nama tertentu, tapi pendaftar harus menyetujui ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ”NSI’s domain name dispute resolution policy”. Berdasarkan ketentuan tersebut, NSI akan menangguhkan pemakaian sebuah domain name yang diklaim oleh salah satu pihak sebagai telah memakai merk dagang yang sudah terkenal.

• Perbandingan Cyber Law (indonesia) dan Computer Crime Act ( Malaysia) dengan Council of Europe Convention on Cyber Crime (Eropa)Masing-masing negara memiliki peraturan-peraturan yang pada intinya untuk melindungi masyarakat dari kejahatan dunia maya.

- Cyber LawCyber law merupakan sebuah istilah yang berhubungan dengan masalah hukum terkait penggunaan aspek komunikatif, transaksional, dan distributif, dari teknologi serta perangkat informasi yang terhubung ke dalam sebuah jaringan.Didalam karyanya yang berjudul Code and Other Laws of Cyberspace, Lawrence Lessig mendeskripsikan empat mode utama regulasi internet, yaitu:• Law (Hukum)East Coast Code (Kode Pantai Timur) standar, dimana kegiatan di internet sudah merupakan subjek dari hukum konvensional. Hal-hal seperti perjudian secara online dengan cara yang sama seperti halnya secara offline.• Architecture (Arsitektur)West Coast Code (Kode Pantai Barat), dimana mekanisme ini memperhatikan parameter dari bisa atau tidaknya informasi dikirimkan lewat internet. Semua hal mulai dari aplikasi penyaring internet (seperti aplikasi pencari kata kunci) ke program enkripsi, sampai ke arsitektur dasar dari protokol TCP/IP, termasuk dalam kategori regulasi ini.• Norms (Norma)Norma merupakan suatu aturan, di dalam setiap kegiatan akan diatur secara tak terlihat lewat aturan yang terdapat di dalam komunitas, dalam hal ini oleh pengguna internet.• Market (Pasar)Sejalan dengan regulasi oleh norma di atas, pasar juga mengatur beberapa pola tertentu atas kegiatan di internet. Internet menciptakan pasar informasi virtual yang mempengaruhi semua hal mulai dari penilaian perbandingan layanan ke penilaian saham.

Kata TELEMATIKA, berasal dari istilah dalam bahasa Perancis “TELEMATIQUE” yang merujuk pada bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi informasi. Istilah Teknologi Informasi itu sendiri merujuk pada perkembangan teknologi perangkat-perangkat pengolah informasi. Para praktisi menyatakan bahwa TELEMATICS adalah singkatan dari “TELECOMMUNICATION and INFORMATICS” sebagai wujud dari perpaduan konsep Computing and Communication. Istilah Telematics juga dikenal sebagai “the new hybrid technology” yang lahir karena perkembangan teknologi digital. Perkembangan ini memicu perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu atau populer dengan istilah “konvergensi”. Semula Media masih belum menjadi bagian integral dari isu konvergensi teknologi informasi dan komunikasi pada saat itu.

Page 4: Jawaban UTS Telematika

Belakangan baru disadari bahwa penggunaan sistem komputer dan sistem komunikasi ternyata juga menghadirkan Media Komunikasi baru. Lebih jauh lagi istilah TELEMATIKA kemudian merujuk pada perkembangan konvergensi antara teknologi TELEKOMUNIKASI, MEDIA dan INFORMATIKA yang semula masing-masing berkembang secara terpisah. Konvergensi TELEMATIKA kemudian dipahami sebagai sistem elektronik berbasiskan teknologi digital atau “the Net“. Dalam perkembangannya istilah Media dalam TELEMATIKA berkembang menjadi wacana MULTIMEDIA. Hal ini sedikit membingungkan masyarakat, karena istilah Multimedia semula hanya merujuk pada kemampuan sistem komputer untuk mengolah informasi dalam berbagai medium. Adalah suatu ambiguitas jika istilah TELEMATIKA dipahami sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika. Secara garis besar istilah Teknologi Informasi (TI), TELEMATIKA, MULTIMEDIA, maupun Information and Communication Technologies (ICT) mungkin tidak jauh berbeda maknanya, namun sebagai definisi sangat tergantung kepada lingkup dan sudut pandang pengkajiannya.

Seiring dengan semakin populernya Inter-Net sebagai “the network of the networks”, masyarakat penggunanya (internet global community) seakan-akan mendapati suatu dunia baru yang dinamakan cyberspace - sebagaimana dipopulerkan oleh William Gibson dalam novel sci-fi-nya Neuromancer - yang merupakan khayalan tentang adanya alam lain pada saat teknologi telekomunikasi dan informatika bertemu. Di “alam baru” ini - bagi kebanyakan netter - tidak ada hukum. Karena tidak adanya kedaulatan dalam jaringan komputer maha besar (gigantic network) ini, mereka beranggapan bahwa tidak ada satupun hukum suatu negara yang berlaku, karena hukum network tumbuh dari kalangan mayarakat global penggunanya. “Alam baru” ini seakan-akan menjadi suatu jawaban dari impian untuk melampiaskan kebebasan berkomunikasi (free flow of information) dan kebebasan mengemukakan pendapat (freedom of speech) tanpa mengindahkan lagi norma-norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.

Perlu digarisbawahi, bahwa substansi cyberspace sebenarnya adalah keberadaan informasi dan komunikasi yang dalam konteks ini dilakukan secara elektronik dalam bentuk visualisasi tatap muka interaktif. Komunikasi virtual (virtual communication) tersebut - yang dipahami sebagai virtual reality - sering disalahpahami sebagai “alam maya”, padahal keberadaan sistem elektronik itu sendiri adalah konkrit di mana komunikasi virtual sebenarnya dilakukan dengan cara representasi informasi digital yang bersifat diskrit. Sehubungan dengan itu, Wiener dan Bigelow mencetuskan Cybernetics Theory, mengenai suatu pendekatan interdisipliner terhadap sistem kendali dan komunikasi dari hewan, manusia, mesin dan organisasi. Uniknya teori tersebut sebenarnya lebih menekankan pada pentingnya umpan balik dari sistem komunikasi itu sendiri. Teori tersebut menyiratkan bahwa dalam memahami suatu informasi yang disampaikan pada suatu sistem komunikasi yang baik harus dengan memperhatikan umpan balik dari sistem tersebut. Sebagai catatan, Wiener juga mengakui bahwa istilah Cyber sebenarnya pernah digagas oleh Ampere yang namanya digunakan sebagai satuan kuat arus. Oleh karena itu jika ditilik dari asal-usulnya, istilah cyber sebenarnya erat hubungannya dengan kawat listrik. Sehingga tidak mengherankan, jika istilah tersebut juga digunakan untuk organ buatan listrik CYBORG yang merupakan singkatan dari Cybernetics Organics.

Dengan demikian, istilah “cyber law” sebagaimana dipahami oleh masyarakat sekarang ini kurang tepat jika digunakan untuk merujuk pada hukum yang tumbuh dalam medium cyberspace. Istilah “cyberspace law” justru lebih tepat untuk itu. Namun demikian, Istilah

Page 5: Jawaban UTS Telematika

“telematika” paling tepat digunakan karena lebih memperlihatkan hakekat keberadaannya dan layak untuk digunakan sebagai definisi guna melakukan pengkajian hukum selanjutnya. Istilah “telematika” merujuk pada hakekat cyberspace sebagai suatu sistem elektronik yang lahir dari perkembangan dan konvergensi telekomunikasi, media dan informatika.

Berbicara tentang hukum dalam arti luas, berarti mencakup segala macam ketentuan hukum yang ada baik materi hukum tertulis - tertuang dalam peraturan perundang-undangan - maupun materi hukum tidak tertulis - tertuang dalam kebiasaan ataupun praktek bisnis yang berkembang. Sehubungan dengan itu, sistem hukum nasional sesungguhnya tetap berlaku terhadap segala aktivitas komunikasi yang dilakukan dalam lingkup cyberspace. Hal ini berarti bahwa domain-domain hukum yang semula dipahami secara sektoral, baik dalam bidang telekomunikasi, media maupun informatika akan semakin konvergen. Yang terjadi bukan kevakuman hukum, melainkan suatu pembidangan hukum yang lebih khusus tanpa menafikan keberlakuan bidang-bidang hukum yang telah ada dalam sistem hukum yang berlaku. Dengan demikian definisi Hukum Telematika adalah hukum terhadap perkembangan konvergensi TELEMATIKA yang berwujud dalam penyelenggaraan suatu sistem elektronik, baik yang terkoneksi melalui internet (cyberspace) maupun yang tidak terkoneksi dengan internet.

Lingkup pengkajian Hukum Telematika terfokus pada aspek-aspek hukum yang terkait dengan sistem informasi dan sistem komunikasi, khususnya yang diselenggarakan dengan sistem elektronik, dengan tetap memperhatikan esensi dari:

komponen-komponen dalam sistem tersebut, mencakup: (i) perangkat keras (ii) perangkat lunak, (iii) prosedur-prosedur (iv) perangkat manusia, dan (v) informasi itu sendiri; serta(2) fungsi-fungsi teknologi di dalamnya yaitu: (i) input, (ii) proses, (iii) output, (iv) penyimpanan dan (v) komunikasi.Dalam prakteknya kedua lingkup tadi dalam cyberspace dikenal sebagai (i) Content, (ii) Computing, (iii) Communication dan (iv) Community.

1.

Content, yaitu Isi atau substansi Data dan/atau Informasi berupa input dan output dari penyelenggaraan sistem informasi yang disampaikan pada publik, mencakup semua bentuk data/informasi baik yang tersimpan dalam bentuk cetak maupun elektronik, maupun yang disimpan sebagai basis data (databases) maupun yang dikomunikasikan sebagai bentuk pesan (data messages);

2.

Computing, yaitu Sistem Pengolah Informasi yang berbasiskan sistem komputer (Computer based Information System) berupa jaringan sistem informasi (computer network) organisasional yang efisien, efektif dan legal. Dalam hal ini, suatu Sistem Informasi merupakan perwujudan penerapan perkembangan teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasional/organisasi perusahaan (bisnis).;

3.

Communication, yaitu Sistem Komunikasi yang juga berupa sistem keterhubungan (interconnection) dan sistem pengoperasian global (interoperational) antar sistem informasi/jaringan komputer (computer network) maupun penyelenggaraan jasa dan/atau jaringan telekomunikasi.

4.

Community, yaitu masyarakat berikut sistem kemasyarakatannya yang merupakan pelaku intelektual (brainware), baik dalam kedudukannya sebagai Pelaku Usaha, Profesional Penunjang maupun sebagai Pengguna dalam sistem tersebut.

Page 6: Jawaban UTS Telematika

Sesungguhnya terdapat korelasi yang kuat antara cybernetics theory dengan sistem hukum nasional, dalam hal efektifitas suatu sistem hukum di tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam pembentukan perilaku sosial (social behaviour). Hukum sebagai suatu aturan (rule of law) berbanding lurus dengan pemamahan hukum dan kesadaran hukum masyarakat terhadap hukum - yang wujudnya berupa informasi - yang tengah berlaku. Tidak akan ada ketentuan hukum yang berlaku efektif dalam masyarakat, jika informasi hukum tersebut tidak dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat. Oleh karena itu, pengkomunikasian informasi hukum harus dirancang dalam pola yang lebih interaktif sehingga dapat menangkap dengan baik umpan balik dari masyarakatnya sehingga menimbulkan kesadaran hukum. Hal tersebut tidak akan didapat hanya dengan sosialisasi ataupun penyuluhan hukum saja, melainkan juga harus dengan pengembangan sarana komunikasi ataupun infrastruktur informasi yang baik dan dapat diakses dengan mudah dan murah oleh masyarakat.

Merujuk pada dasar keberlakuan hukum yang mencakup aspek-aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis; Jika pembuatan hukum hanya memperhatikan aspek yuridis saja melalui perumusan hukum (legal drafting) oleh segelintir elit tanpa melibatkan peran aktif masyarakatnya, maka wacana hukum tidak akan pernah berkembang di tengah masyarakat dan masyarakat tidak akan pernah berperan aktif di dalamnya. Hikmah dari cybernetics theory bagi sistem hukum adalah keberadaan sistem informasi hukum sebagai komponen keempat dalam sistem hukum nasional; di samping tiga komponen yang selama ini dikenal, yaitu substansi, struktur dan budaya. Dengan demikian secara teoritis kesenjangan antara rule of law dengan social behaviour dapat dijembatani. Hal ini juga sepatutnya membuka pemikiran tentang birokrasi bahwa keberadaannya sebagai mitra rakyat - bukan penguasa rakyat - mewajibkannya memberikan layanan yang lebih baik. Dengan pengembangan sistem informasi yang baik, kegiatan pemerintahan menjadi lebih transparan, dan akuntabel, karena pemerintah mampu menangkap feedback dan meningkatkan peran serta masyarakat. Good governance tidak lain adalah cita negara berdasarkan hukum, di mana masyarakatnya merupakan self regulatory society. Dengan demikian, pemerintah sudah dapat mereduksi perannya sebagai pembina dan pengawas implementasi visi dan misi bangsa dalam seluruh sendi-sendi kenegaraan melalui pemantauan terhadap masalah-masalah hukum yang timbul dan menindaklanjuti keluhan-keluhan masyarakat.

Kesimpulannya, Pemerintah dan masyarakat harus meningkatkan kesadaran berinformasi dan berkomunikasi, untuk kemudian mampu mengembangkan dan menguasai serta membina dan mengendalikan seluruh infrastruktur informasi nasional maupun global agar keberadaannya dapat sesuai dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat itu sendiri. Sistem hukum yang baik belum tentu dapat terwujud dengan terus menerus membuat undang-undang baru. Justru kajian mendalam harus ditingkatkan tentang sejauh mana sistem hukum yang telah berlaku (existing legal framework) dapat dioptimalkan terlebih dahulu oleh para penegak hukumnya yang berdedikasi tinggi dalam pelaksanaan tugasnya.

Page 7: Jawaban UTS Telematika

2.

RUANG LINGKUP PRIVASI ATAS INFORMASI PRIBADI DLAM E-COMMERCE

Di dalam membahas privasi individu melalui elektronik, Negara-negara menggunakan peristilahan yang berbeda yaitu antara informasi pribadi dan data pribadi. Akan tetapi, secara substantif mempunyai pengertian yang hampir sama sehingga kedua isltilah tersebut sering digunakan secara bergatian. Sehingga pada akhirnya para pihak mempermasalahkan perbedaan pengertian tesebut. Sebagai contoh, amerika Serikat, Canada dan Australia menggunakan istilah informasi pribadi sedangkan Negara-negara Uni Eropa menggunakan data pribadi. Indonesia di dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menggunakan istilah data pribadi.

Menurut Jerry Kang informasi pribadi menggambarkan suatu informasi yang erat kaitannya dengan seseorang yang akan membedakan karakteristik masing-masing individu. Jadi, bukan suatau informasi yang sensitive atau memalukan.

1. Informasi tersebut dapat dikategorikan ke dalam 3 macam :2. Sangat erat kaitannya dengan pribadi seseorang.

3. Mengambarkan suatu hubungan yang sangat erat dengan seseorang  dan merupakan instrumental mapping dari seseorang.

Dengan perkembangan yang sangat cepat di bidang teknologi informasi sehingga baik perdagangan melalui elekronik telah menyebabkan informasi pribadi dapat diakses baik melalui internet ataupun melalui media elekronik lainnya. Hal tersebut telah merugikan orang lain karena privasinya telah dilanggar.

Dengan melihat kepada permasalahan yang timbul dalam praktik maka ruang lingkupperlindunagan data dapat dibagi ke dalam 4 maca yaitu :

a.Cara Mengambil Data / Data Collection

Di dalam melakukan transaksi melalui elektronik seringkali seseorang diminta untuk memberikan informasi pribadi oleh berbagai pihak (penjual, lembaga keuangan , dll) dengan berbagai alasan. Pada akhirnya, data tersebut tidak dipergunakan sebagaimana mestinya sehingga data yang sangat pribadi dan sangat sensitive dapat diperjualkanbelikan oleh pihak produsen sehingga privasi seseorang terganggu. Maka seseotang tidak sadar kerahasiaan informasi pribadinya telah diketahui oleh orang lain, pertama melalui profilling dan kedua melalui Cookies.

1. Profiling, yaiti ketika seseorang melakukan transaksi melalui elektronik dimana pihak produsen selalu meminta konsumen untuk mengisi informasi pribadi dan kemudian data tersebut di profiling atau dikumpulkan tanpa sepengetahuan orang bersangkutan dan kemudian data tersebut diperjualbelikan karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi bagi produsen. Tindakan tersebut dinamakan pemasaran secara langsung / targer marketing.

Page 8: Jawaban UTS Telematika

2. Cookies, merupakan data file yang ditulis ke dalam hard disk komputer oleh web server yang digunakan untuk mengidentifikasi dari user dari situs tersebut sehingga waktu user kembali mengunjungi situs tersebut. Fungsi cookies ada 3, yaitu :

1. Membantu web site untuk “mengingat” siapa kita dan preferences yang sesuai sehingga apabila user kembali mengunjungi web site tersebut akan langsung dikenali.

2. Menghilangkan kebutuhan untuk me-register  ulang di web site tersebut saat mengakses lagi tersebut (site tertentu saja), Cookies membantu proses login user ke dalam web server tersebut ,dan

3. Memungkinkan web site untuk menelusuri  pola web surfing user dan mengetahui situs favorit yang sering dikunjunginya.

D.  PRIVASI TERHADAP INFORMASI PRIBADI MELALUI ELEKTRONIK YANG DIKELOLA OLEJ PIHAK SWASTA

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan terjadinya konvergensi maka di dalam praktik informasi pribadi seseorang dapat diakses, disimpan, dimanipulasi dan disebarkan secara cepat dalam jumlah yang banyak. Fenomena tersebut telah menimbulkan kekhawatiran banyak pihak karena kemajuan teknologi  maka informasi pribadi seseorang dapat disebarkan dan diketahui oleh orang lain dan hal tersebut telah melanggar privasi seseorang.

Perlindungan privasi atas informasi pribadi di dalam pembahasan ini berkaitan dengan informasi pribadi melalui elektronik. Informasi elektronik dalam pembahasan ini mencakup dua pengertian yaitu informasi pribadi (personal information) dan data pribadi (personal data) yang dalam kehidupan sehari hati memiliki pengertian yang sama. Akn tetapi, secara gramatikal kedua isltilah tersebut mempunyai pnegrtian yang berbeda, yaitu informasi pribadi dan data pribadi.

Pengertian Infomasi Pribadi (Personal Information)

Menurut Raymond Wacks “Informasi pribadi diartikan sebagai Personal information consists of those facts, communication, or opinion which relate to the individual and which it would be reasonable to expect him to regard as intimate or sensitive and therefore to went to withhold or at least to restrict their collection, use or circulation.

Jadi,  informasi pribadi terdiri atas fakta-fakta, komuniikasi atau pandangan atau pendapat  tentang seseorang yang bersifat sangat pribadi bagi seseorang. Oleh karena itu, orang tersebut memiliki hak untuk menyimpan atau membatasi informasi tersebut agar tidak deketahui dan disebarluaskan kepda orang lain.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, informasi elektronik antara lain adalah satu atau sekumpulan data elektronik diantaranya meliputi tulisan, suara, gambar, peta ,rancangan, foto yang telah diolah sehingga mempunyai arti.

Page 9: Jawaban UTS Telematika

F. KETENTUAN INTERNASIONAL TENTANG PRIVASI ATAS INFORMASI   PRIBADI SECARA ELEKTRONIK

Masyarakat internasional terutama yang dipelopori oleh beberapa Negara maju khususnya Uni Eropa merasa sangat khawatir terhadap pelanggaran privasi atas informasi pribadi terutama dengan berkembangnya e-Commerce sehingga mereka berunding untuk menyusun suatu perjanjian multilateral yang mengatur masalah ini. Privasi menjadi masalah hukum yang penting sejalan dengan terjadinya konvergensi sehingga informasi pribadi dapat diakses secara mudah dan cepat terutama di dalam e-Commerce dan pelanggaran tersebut dilakukan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Akhirnya,pada awal tahun 1980 negara-negara anggota Uni Eropa mengusulkan Negara-negara lain untuk membuat suatu pengaturan internasional yang mengatur privasi baik dalam transaksi biasa maupun dalam transaksi biasa maupun dalam e-Commerce.

Pengaturan internasional sanagat diperlukan untuk mendorong terjadinya harmonisasi dalam bidang perlindungan privasi atas informasi pribadi karena dalam praktiknya ternyata masing-mmasing negara menerapkan pengaturan yang berbeda. Harmonisasi awalnya berkembang pada abad ke 20 yang disebut dengan abad transisi dimana banyak negara merdeka.

Menurut Eleanor Fox harmonisasi adalah :

In eradicating differences between legal system, the actors in both systems can more easily operate and adapt their bahaviour in the “foreign” area without worrying about effects different laws may have on their actions.

(“Dalam memberantas perbedaan antara sistem hukum, pelaku dalam kedua sistem dapat lebih mudah bekerja dan menyesuaikan perilaku mereka dalam “asing” area tanpa khawatir tentang dampak hukum yang berbeda mungkin memiliki tindakan mereka.”).

Harmonisasi hukum seringkali dilakukan untuk menghilangkan perbedaan pengaturan dalam system hukum yang berlainan dan berusaha menyesuaikan perbedaan tersebut dan harmonisasi dimaksudkan untuk mengurangi konflik yang akan terjadi dengan menetapkan pengaturan-pengaturan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.

Mekasisme harmonisasi lainnya yaitu melalui code of conduct atau model law yang dalam praktik cukup berhasil diadopsi oleh banyak negara.

G. OECD GUIDELINES GOVERNING  THE PROTECTION OF PRIVACY AND TRANSBORDER FLOWS OF PERSONAL DATA

Merupakan instrument internasional pertama yang mengatur tentang privasi atas data pribadi  berupa suatu Guidelines yang merupakan rekomendasi bagi Negara-negara dalam membuat pengaturan cara mengakses, mengelola dan menyebarkan data pribadi.  Alasan utama utama OECD membentuk Guidelines sehubung dengan perkembangan teknologi informasi yang cepat sehingga menyebabkan data pribadi seseorang dapat diakses, dikumpulkan dan disebarluaskan dengan cepat antar Negara sehingga diperlukan suatu pengaturan yang bersifat internasional.

Page 10: Jawaban UTS Telematika

Bab pertama guidelines berisi definisi dan Bab kedua tentang prinsip-primsip dasar yang terdiri dari 8 prinsip yang merupakan standar minimal, yaitu :

1. Data pribadi harus diperoleh secara jujur, sah dan harus sepengetahuan si pemilik data.2. Data pribadi yang diperoleh harus sesuai dengan tujuan utama dan data tersebut harus

akurat dan up-to-date.

3. Dara pribadi harus diproses sesuai dengan tujuan dan proses pengambilan data, dan harus diberitahukan kepada pemilik pada waktu data tersebut diperoleh.

4. Data tersebut tidak boleh diberikan kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari pihak data kecuali ditentukan lain oleh hukum.

5. Tindakan-tindakan pengamanan yang memadai harus diambil untuk menghadapi proses-proses pengambil alihan data yang dapat menyebabkan, hilang, rusak, penggunaan tidak sah data pribadi tersebut.

6. Pemilik data harus mengetahui tujuan penggunaan data pribadi mereka.

7. Pemilik data berhak untuk memperbaiki data yang tidak benar.

8. Para pihak harus menjalankan prinsip-prinsip tersebut diatas.

Bab ketiga berisi Prinsip-Prinsip Dasar Tentang Arus Keluar Masuk data ke Luar Negeri (Free Flows of Personal Data). Pada prsinsipnya pada bab ketiga berisi himbauan kepada negra-negara untuk melindungi data pribadi tetapi dalam pengaturannya tidak menghambat arus keluar masuk informasi pribadi baik di dalam negeri maupun dengan negara lain.

Bab keempat berisi bagaimana negara-negara harus mengimplementasikan Guidelines ini ke dalam hukum nasionalnya. Dalam mengimplementasikan  prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bagian Kedua dan Bagian Ketiga ke dalam Hukum Nasional Negara Anggota, maka negara-negara anggota berkewajiban untuk menetapkan tata cara hukum, administrasi, kelembagaan bagi perlindungan privasi dan kebebasan individu atas data pribadi.

Bab kelima mengatur tentang kerjasama internasional yang mencakup sebagai berikut :

1. Kewajiban memberi informasi mengenai kepatuhan terhadap prinsip-prinsip dari Guidelines, serta menerapkan tata cara arus lintas batas informasi pribadi yang setara atau “compatible” dengan negara lainnya yang mematuhi Guidelines.

2. Kewajiban menetapkan tata cara guna memberikan fasilitas dan sarana yaitu : memudahkan pertukaran informasi antar Negara terkait dengan Guidelines serta memberikan bantuan timbale balik berkaitan dengan masalah-masalah procedural dan investasi.

3. Kewajiban untuk membangun kerjas sama di antara Negara-negara untuk mengembangkan prinsip-prinsip Guidelines baik dalam tataran domestic dan intenasioanal. Juga mengatur hukum yang berlaku (applicable law) yang terkait dengan arus lintas batas data pribadi.

Page 11: Jawaban UTS Telematika

2. United Nations Guidelines Concerning Computerized Personal data Files, 1990

Dalam menghadapi perkembangan dan kemajuan teknologi computer yang secara internasional telah digunkan untuk menyimpan, memproses dan menyebarkan data pribadi maka tahun 1990 PBB membuat suatu  Guadelines yaiti The UN Guidelines Concerning Computerized Personal Data Files, 1990. Sebagai halnya pengaturan sebelumnya, instrument ini tidak mengikat dan bersifat sukarela yang isinya merupakan secara minimum.Ruang lingkup Guidelines ini hanya diperuntukan bagi organisasi Internasional milik pemerintah yang terdiri dari prinsip-prinsip antara lain :

1. Prinsip Legalitaas dan Keadilan

Informasi pribadi seseotrang tidak boleh dikoleksi dan diproses secara melawan            hukum dan tidak adil serta tidak boleh dipergunakan untuk tujuan yang akan     bertentangan dengan prinsip-prinsip yang tercantum di dalam Piagam PBB.

1. Prinsip Akurasi

Orang yang bertanggung jawab mengelola data harus selalu melakukan pemeriksaan secara berkala dan bertanggung jawab atas akurasi dan kecepatan        data yang dikoleksi sehingga tidak akan terjadi kesalahan menyangkut data     seseorang.

1. Prinsip Kesesuaian

Menurut prinsip ini harus sesuain antara pengguan dan tujuan awal pengumpulan data pribadi tersebut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1.o Seluruh data pribadi yang dikumpulkan dan disimpan harus relevan dan sesuai

dengan tujuan awal.

o Pihak yang akan memproses, mengelola, mengoleksi dan menyimpan data harus meminta persetujuan dari pemilik data.

2. Prinsip Kepentingan, Setiap orang yang menyerahkan identitasnya kepada pihak lai berhak untuk mengetahui apakah informasi pribadinya diproses sesuai dengan tujuan awal.

3. Prinsip Non-Diskriminasi

Dilarang menerpkan perbedaan perlakuan berdasarkan perbedaan suku, ras,     agama, jenis kelamin, orientasi politik dan keanggotan suatu organisasi tertentu.

1. Kekecualian

Para pihak diperbolehkan untuk tidak menerapkan prinsip-prinsip tersebut diatas           dalam hal untuk menjaga keamanan nasional, dan kepentingan umum.

Page 12: Jawaban UTS Telematika

1. Prinsip Keamanan

Tindakan pengamanan data harus diambil untuk mencegah data yang disimpan di           akses atau dicuri oleh orang lain atau terkontaminasi oleh virus.

h.   Pengawasan dan Sanksi

Hukum nasional masing-masing Negara harus mengatur tentang pengawasan dan           memberikan sanksi bagi para pelanggar. Fungsi pengawasan harus dilakukan oleh     suatu badan independen  yang akan mengawasi proses penyimpanan, penyabaran   data pribadi tersebut.

1. Arus Keluar Masuk Data

Negara-negara harus dapat menjamin bebasnya arus keluar masuk data ke Negara        lain dengan syarat diantara Negara tersebut harus memiliki hukum yang             melindungi perlindungan data pribadi.

3. Konvensi Eropa tentang Perlindungan data  Pribadi (Convention for the     Protection of Individualswith regards to Automatic Processing og Personal Data,  The Council of Europe, 1981)

Tujuan utama pembentukan konensi adalah untuk lebih memberikan tujuan perlindungan hukum atas data pribadi terutama yang diproses sacara otomatis/elektronik.Hal ini disebabkan dengan kemajuan teknologi computer dimana computer menjadi suatu media utama yang banyak digunakan baik oleh pemerintah maupun bisnis dalam menjalankan kegiatan administrasi sehari-hari.

Dalam proses adminitrasi tersebut maka banayak data pribadi masyarakat yang diolah dan disimpan dalam computer untuk menyimpan data pribadi masyarakat. Di samping itu, banayak keputusan yang menyangkut data pribadi invidu yang dihimpun di dalam computer seperti penyampaian informasi diputuskan secara otomatis/elektronik. Keadaan ini dikhawatirkan akan merugikan masyarakat karena data pribadinya dapat diakses dan kemudian disebarluaskan kepada pihak lain secara otomatis tanpa adanya campur tangan manusia untuk mempertimbangkan pakah data pribadinya tersebut harus disebarluaskan kepada pihak lain atau tidak.

Secara substansi, konvensi mengatur 3 hal penting yaitu :

Prinsip-prinsip dasar perlindungan data pribadi. Pengaturan keluarmasuk data pribadi antarnegara dan,

Kerjasama dan konsultasi di antara negar-negara pesrta.

Isi konvensi adalah sebagai berikut :

1. Prinsip-prinsip dasar perlindunagan data pribadi diatur di dalam Pasal 4- Pasal 11, yaitu :

Page 13: Jawaban UTS Telematika

1. Mewajibkan pesrta konvensi untuk menerapkan prinsip-prinsip konvensi ke dalam undang-undang nasional masing-masing Negara anggota

2. Konvensi memberi kebebasan pada Negara-negara peserta untuk mengatur perlindungan data pribadi tersebut sesuai dengan system hukum masing-masing Negara. Sehingga bentuk pengaturannya diserahkan pada Negara-negara peserta untuk menentukan baik dalam bentuk undang-undang maupun bentuk lainnya;

3. Untuk menghindari kekosongan hukum,penerapan prinsip-prinsip Konvensi ke dalam undang-undang nasional Negara peserta harus secepatnya yaitu sewaktu Negara-negara peserta tersebut secara resmi menjadi anggota Konvensi.

4. Prinsip kedua yang diatur dalam Pasal 5 mengatur tentang prinsip-prinsip yang harus diterapkan untuk menjaga kualitas data yaitu: data pribadi harus dikelola dan diproses secara adil dan sesuai dengan hukum,data pribadi harus disimpan sesuai dengan peruntukannya, data pribadi harus dijaga akurasinya dan tetap up to date dalam jangka waktu yang sesuai dengan tujuan awal penyimpanan data tersebut .

5. Prinsip ketiga mengatur mengenai data yang bersifat khusus atau sensitive yang berkaitan dengan ras, orientasi politik, agama atau kepercayaan, kesehatan, kehidupan sexsual (Sexsual life). Konvensi menentukan data sensitive harus dilindungi, dan tidak boleh diproses secara otomatis kecuali hukum nasional melindungi secara khusus.

6. Prinsip keempat mewajibkan semua pihak untuk menjaga keamanan data pribadi. Pengamanan terhadap data pribadi tersebut sangat penting untuk menjaga agar data tersebut tidak hilang atau rusak yang dilakukan oleh pihak lain

7. 7. Prinsip kelim ayaitu prinsip Additional Safeguard yang memungkinkan pemilik data untuk menuntut hak nya. Adapun hak-hak pemilik data yang dilindungi adalah hak untuk mengetahui keberadaan datangnya yang sedang dikelola oleh pihak lain, hak untuk dapat mengoreksi data pribadinya dan hak untuk mendapatkan ganti rugi .

8. 8. Selain menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan data pribadi, Konvensi juga memperbolehkan Negara-negara anggota untuk menerapkan kekecualian yang diatur dalam pasal 8 yaitu dalam hal untuk menjaga keselamatan dana keamanan Negara dan masyarakat.

9. 9. Prinsip selanjutnya yaitu kewajian Negara-negara peserta untuk menerapkan sanksi dan gantirugi sehingga Konvensidapat dengan efektif melindungi data pribadi. Jenis sanksi yang dapat diterapkan dapat berupa ganti rugi, saksi administrative, dan kurungan .

10. Negara-negara anggota diberi kebebasan untuk memberikan perlindungan lebih besar dari apa yang diatur dalam Konvensi.

Page 14: Jawaban UTS Telematika

1. Konvensi juga mengatur tentang arus keluar masuk data pribadi antarnegara (transborder data flows).Alasan pengaturan ini adalah untuk mendorong arus keluar masuk data pribadi diantara Negara-negara peserta Konvensi. Konvensi ingin menyelaraskan pengaturan sehingga tidak akan menghambat arus keluar masuk data pribadi, dan pada akhirnya akan lebih mendorong perdagangan internasional di antara Negara-negara peserta. Hal tersebut diatur di dalam pasal 12 sebagai berikut:

1)       Negara anggota harus dapat menjamin pergerakan data pribadi        antarnegara. Akan tetapi Negara anggota dapat menolak keluar masuk data antar Negara apabila tingkat perlindungan Negara lain tidak setara (equivalent)dengan Konvensi .

2)       Untuk Menghindari hambatan arus keluar masuk data pribadi antar Negara maka Negara tersebut di atas dapat meminta bantuan Negara ketiga sebagai perantara karena tidak memiliki pengaturan yang setara dengan Konvensi.

c.   Konvensi juga mengatur tentang kerjasama di antara Negara-negara peserta   yang berbentuk  mutual assistance.

Apabila dibanding maka isi Konvensi tentang Perlindungan Dta Pribadi ini, hampir sama dengan OECD Guidelines. Pada dasarnya kedua pengaturan internasional ini mengatur tentang prinsip-prinsip dasar cara menglola dan menghimpun suatu data pribadi.

Akan tetapi, kedua instrument internasional ini memiliki daya ikat yang berbeda, Konvensi lebih memiliki daya ikat yang lebih kuat bagi Negara-negara peserta karena mewajibkan Negara-negara untuk segera menerapkan prinsip-prinsip perlindungan data pribadi ke dalam undang-undag nasionalnya. Sedangkan Guidelines hanya bersifat sebagai rekomendasi sehingga pelaksanaanya lebih ditekankan kepada masing-masing pihak. Perbedaan lainnya,konvensi mengatur arus keluar masuk data yang dirasakan sangat penting untuk diatur sehingga diharapkan terbentuknya persepsi yang sama di antara Negara-negara peserta sehingga akan mendorong perdagangan di antara Negara-negara peserta.

4. APEC Privacy Framework 2004

Masalah perlindungan privasi dalam perdagangan elektronik juga menjadi salah satu perhatian utama dari Negara-negara anggota APEC sehingga sejak tahun 2000 diadakan pertemuan dan perundingan untuk mengatur masalah privasi. Negara-negara anggota APEC berpendapat bahwa pengaturan privasi atas informasi  pribadi sangat penting mengingat perkembangan perdagangan elektronik yang meningkat di kawasan Asia-pasifik. Menurut data statistic yang dikeluarkan oleh APEC, Kawasan Asia-Pasifik merupakan salah satu kawasan yang mengalami peningkatan e-Commerce yang sangat tinggi khususnya di China,Jepang dan Korea Selatan yang telah memperlihatkan pertumbuhan yang sangat signifikan.

Prinsip-Prinsip perlindungan privasi dalam APEC terdiri dari 9 prinsip sebagai berikut.

1.Menghindarkan kerugian (preventing harm).

Page 15: Jawaban UTS Telematika

Salah satu tujuan utama Negara-negara anggota APEC mengatur privasi adalah menjamin lancarnya perdagangan elektronik. Salah satu prtimbangannya adalah melihat kemajuan teknologi informasi yang dewasa ini menggunakan mekanisme e-Commerce terutama di Kawasan Asia-Pasific. Dalam proses transaksi e-Commerce tersebut maka informasi pribadi orang dapat dengan mudah dan cepat diakses, dikumpulkan dan diproses oleh pihak penyedia barang dan jasa (vendor) tanpa seijin si pemilik.

2) Adanya pernyataan (Notice)

Merupakan prinsip kedua yaitu harus adanya pernyataan yang jelas terhadap pemilik informasi tentang tujuan pengumpulan informasi termasuk juga    kewajiban pihak pengelola informasi untuk membatasi penggunaan informasi                 tersebut untuk kepentingan terbatas. Pernyataan yang tegas harus ditampilkan             sebelum informasi diakses dan pemilik informasi diberi kesempatan untuk   menyetujui atau menolak pengumpulan informasi pribadinya.

3)  Prinsip Pembatasan (Collection Limitatian Principles)

Prinsip ini menyatakan bahwa informasi pribadi yang akan dikumpulkan harus             terbatas dan ada relevansinya dengan tujuan awal dan cara mengumpulkan           informasi tersebut harus sesuai dengan hukum.

4) Prinsip penggunaan Informasi pribadi (Uses of Personal Information)          Informasi pribadi harus dikumpulkan dan digunakan sesuai dengan tujuan       pengumpulan informasi,kecuali :

a. Dengan persetujuan pemilik informasi;

b. Diperlukan oleh pemilik Informasi; dan

c. Atas kewenangan hukum dan undang-undang terkait lainnya .

5)  Prinsip Pilhan (Choices)

Prinsip ini mewajibkan pihak yang akan mengakses informai untuk      menyediakan suatau mekanisme yang akan memberikan kesempatan kepada          pemilik informasi untuk memilih apakah akan menyimpan atau    mendistribusikan informasi pribadinya.

6)      Prinsip untuk menjaga Integritas informasi pribadi

APEC mewajibkan informasi pribadi yang akan diakses dan disebarkan harus dapat dijamin akurasi, dan selalu up to date sehingga sesuai dengan tujuan penggunannya.

7)      Prinsip untuk menjaga Keamanan Informasi

Page 16: Jawaban UTS Telematika

Pihak pengelola informasi pribadi atau pengawas (Informasi Controllers) harus dapat mengamankan informasi yang dikelolanya atas gangguan pihak lain berupa hilang, akses yang tidak sah dan pengrusakkan informasi tersebut.

8)      Prinsip akses dan koreksi

Setiap orang yang informasi pribadinya dikelola oleh pihak lain berhak untuk mendapat konfirmasi dari pihak pengelola menganai keberadaan informasi pribadi mereka.

9)      Prinsip Akuntabilitas

Pihak pengelola informasi harus selalu melakukan kontak dengan pihak pemilik untuk selalu menjamin akurasi dan ketapatan informasi pribadi mereka terlebih apabila informasi tersebut akan diberikan pada pihak ketiga.

Sebagaimana halnya dengan OECD Guidelines,APEC Privacy Framework mengatur tentang kewajiban Negara-negara aggota APEC untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip ke dalam undang-undang nasional dengan memperhatikan dua hal yakni :

1) Pengaturan yang akan dibuat harus selalu menyeimbangkan prinsip-prinsip di atas arus keluar masuk informasi antar Negara .

2) Negara-negara anggota harus mengambil semua tindakan yang diperlukan guna memperkecil hambatan keluar masuknya informasi .

5. Pengaturan Atas Privasi Informasi dalam WTO

WTO sebagai salah satu organisasi perdagangan dunia belum mengatur secara khusus baik masalah e-Commerce maupun privasi walaupun dalam beberapa pertemuan dibahas secara lain :

1. Tahun 1998 WTO membuat deklarasi tentang  e-Commerce yang disebut dengan Declaration on Global E-Commerce yang menyatakan untuk mulai membicarakan masalah e-Commerce dalam bentuk program kerja dan membahas pengaruhnya terhadap perkembangan pembangunan ekonomi terutama terhap sector keuangan di Negara berkembang. Sementara ini,Negara-negara tidak diperbolehkan membebani pajak untuk e-Commerce .

2. Dalam pertemuan Doha Tahun 2001, WTO sepakat untuk melanjutkan hasil program kerja sebelumnya dan menekankan pentingnya peran e-Commerce sebagai salah satu factor yang dapat menaikkan perekonomian dunia. Akan tetapi, belum memasukkan ke dalam kerangka WTO sehingga pembebasan pajak terhadap e-Commerce masih tetap diberlakukan dengan alasan bahwa sector usaha ini masih dalam tahap perkembangan sehingga tidak akan dibebankan pajak .

WTO belum melihat privasi atas data pribadi sebagai suatu masalah yang perlu diatur. Justru memberi kebebasan kepada Negara-negara anggota untuk tidak melaksanakan prinsip-prinsip

Page 17: Jawaban UTS Telematika

dasar WTO yang diatur di dalam pasal XIV mengenai kekecualian ( General Exceptions ) GATS yang isinya sebagai berikut :

Subject to the requirement that such measures are not applied in o manner which would constitute a means of arbitrary or unjustifiable discrimination between countries where like conditions prevail, or a disguised restriction on trade in services,nothing in this agreement shall be construed to prevent the adoption or enforcement by any member on measures : the protection of the privacy of individuals in relation to the processing and dissemination of personal data and the protection of confidentiality of individual records and accounts ;

Pada intinya WTO memperkenankan Negara-negara anggota untuk tidak melaksanakan prinsip-prinsip dasar di dalam WTO termasuk dalam hal mengatur privasi atas data pribadi individu sehingga Negara-negara anggota diperkenankan untuk tidak menerapkan prinsip national treatment dengan syarat bahwa perbedaan perlakuan tersebut tidak melanggar hukum dan diterapkan secara adil dengan memperhatikan kepentingan Negara-negara lain .

4.

PendahuluanPerkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dalam lima tahun terakhir ini telah membawa dampak kepada tingkat peradaban manusia yang membawa suatu perubahan besar dalam membentuk pola dan perilaku masyarakat[1]. Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut antara lain terjadi pada bidang telekomunikasi, informasi, dan komputer. Terlebih dengan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi, informasi, dan komputer[2]. Dari fenomena konvergensi tersebut, saat ini orang menyebutnya sebagai revolusi teknologi informasi.

Istilah teknologi informasi sebenarnya telah mulai dipergunakan secara luas pada awal tahun 1980-an. Teknologi ini merupakan pengembangan dari teknologi komputer yang dipadukan dengan teknologi telekomunikasi[3]. Teknologi informasi sendiri diartikan sebagai suatu teknologi yang berhubungan dengan pengolahan data menjadi informasi dan proses penyaluran data/informasi tersebut dalam batas-batas ruang dan waktu[4].

Penggunaan teknologi informasi yang marak[5] saat ini telah mengindikasikan bahwa peradaban teknologi informasi yang merupakan ciri dari masyarakat gelombang ketiga telah nampak. Dengan demikian wujud peradaban yang diuraikan oleh Alvin Toffler sebagian telah dapat dilihat kenyataannya. Toffler menguraikan bahwa peradaban yang pernah dan sedang dijalani oleh umat manusia terbagi dalam tiga gelombang. Gelombang pertama terentang dari tahun 8000 sebelum Masehi sampai sekitar tahun 1700. Pada tahapan ini kehidupan manusia ditandai oleh peradaban agraris dan pemanfaatan energi yang terbarukan (renewable). Gelombang kedua berlangsung antara tahun 1700 hingga 1970-an yang dimulai dengan munculnya revolusi industri.

Selanjutnya adalah peradaban gelombang ketiga yang kini mulai jelas bentuknya. Peradaban ini ditandai dengan kemajuan teknologi komunikasi dan Informasi (pengolahan data). Dampak yang ditimbulkan dari peradaban tersebut adalah arus informasi dalam kehidupan manusia moderen

Page 18: Jawaban UTS Telematika

tidak mungkin lagi dapat dibatasi. Oleh Marshall MacLuhan disebut sebagai Global Village[6]. Disini terlihat bahwa ungkapan Latin yang mengatakan "tempora mutantur, nos et mutamur in Illis (artinya zaman berubah dan kita juga berubah bersamanya)" terasa sangat relevan dalam era teknologi informasi global ini[7]. Gambaran tentang fenomena yang sama juga dilukiskan oleh John Naisbitt yang dikatakan bahwa kita telah menapaki zaman baru yang dicirikan oleh adanya ledakan informasi (Information Explosion) beserta sepuluh kecenderungan pokok yang sesungguhnya menunjukkan bahwa kita telah beralih dari masyarakat industrial kemasyarakat informasi.

Kecenderungan terus berkembangnya teknologi tentunya membawa perbagai implikasi yang harus segera diantisipasi dan juga diwaspadai. Upaya itu sekarang telah melahirkan suatu produk hukum dalam bentuk Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun dengan lahirnya UU ITE belum semua permasalahan menyangkut masalah ITE dapat tertangani. Persoalan tersebut antara lain dikarenakan  : Pertama, dengan lahirnya UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak semata-mata UU ini bisa diketahui oleh masyarakat pengguna teknologi informasi dan praktisi hukum. Kedua, berbagai bentuk perkembangan teknologi yang menimbulkan penyelenggaraan dan jasa baru harus dapat diidentifikasikan dalam rangka antisipasi terhadap pemecahan berbagai persoalan teknis yang dianggap baru sehingga dapat dijadikan bahan untuk penyusunan berbagai Peraturan Pelaksanaan. Ketiga, pengayaan akan bidang-bidang hukum yang sifatnya sektoral (rejim hukum baru) akan makin menambah semarak dinamika hukum yang akan menjadi bagian  sistem hukum nasional.

 

Konvergensi Bidang Telematika dan UU ITE

Hasil konvergensi di bidang telematika salah satunya adalah aktivitas dalam dunia siber yang telah berimplikasi luas pada seluruh aspek kehidupan. Persoalan yang muncul adalah bagaimana untuk penggunaannya tidak terjadi  singgungan-singgungan yang menimbulkan persoalan hukum. Pastinya ini tidak mungkin, karena pada kenyataannya kegiatan siber tidak lagi sesederhana itu. Kegiatan siber tidak lagi bisa dibatasi oleh teritori suatu negara dan aksesnya dengan mudah dapat dilakukan dari belahan dunia manapun, karena itu kerugian dapat terjadi baik pada pelaku internet maupun orang lain yang tidak pernah berhubungan sekalipun misalnya dalam pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di internet.

Meskipun secara nyata kita merasakan semua kemudahan dan manfaat atas hasil konvergensi itu, namun bukan hal yang mustahil dalam berbagai penggunaannya terdapat berbagai permasalahan hukum. Hal itu dirasakan dengan adanya berbagai penggunaan yang menyimpang atas berbagai bentuk teknologi informasi, sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi informasi digunakan sebagai alat untuk melakukan kejahatan, atau sebaliknya pengguna teknologi informasi dijadikan sasaran kejahatan. Sebagai contoh misalnya, dari suatu konvergensi didalamnya terdapat data yang harus diolah, padahal masalah data elektronik ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Sehingga dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian cepat, bahkan sangat dahsyat[8].

Page 19: Jawaban UTS Telematika

Pesatnya perkembangan teknologi digital yang hingga pada akhirnya menyulitkan pemisahan teknologi informasi, baik antara telekomunikasi, penyiaran dan teknologi informasi merupakan dinamika konvergensi. Proses konvergensi teknologi tersebut menghasilkan sebuah revolusi “broadband” yang menciptakan berbagai aplikasi baru yang pada akhirnya mengaburkan pula batasan-batasan jenis layanan, misalnya VoIP yang merupakan layanan turunan dari Internet, Broadcasting via Internet (Radio Internet dan TV Internet) dsb. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi, maka pengaturan teknologi informasi tidak cukup hanya dengan peraturan perundang-undangan yang konvensional, namun dibutuhkan pengaturan khusus yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari kondisi masyarakat, sehingga tidak ada jurang antara substansi peraturan hukum dengan realitas yang berkembang dalam masyarakat. Misalnya untuk kegiatan-kegiatan siber. Meskipun bersifat virtual, kegiatan siber dapat  dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis  untuk ruang siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional  untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan  siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula  sebagai orang yang telah  melakukan  perbuatan  hukum secara nyata.  

Aplikasi yang sangat banyak dipakai dari kegiatan siber adalah  transaksi-transaksi elektronik, sehingga transaksi secara online saat ini menjadi issu yang paling aktual. Dan, sebenarnya hal ini menjadi persoalan hukum semenjak transaksi elektronik mulai diperkenalkan, disamping persoalan pengamanan dalam sistem informasi itu sendiri. Tanpa pengamanan yang ketat dan canggih, perkembangan teknologi informasi tidak memberikan manfaat yang maksimal kepada masyarakat. Teknologi digital memungkinkan penyalahgunaan informasi secara mudah, sehingga masalah keamanan sistem informasi menjadi sangat penting.

Pendekatan keamanan informasi harus dilakukan secara holistik, karena itu terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan di dunia maya, pertama adalah pendekatan teknologi, kedua pendekatan sosial budaya-etika, dan ketiga pendekatan hukum[9]. Untuk mengatasi gangguan keamanan pendekatan teknologi sifatnya mutlak dilakukan, sebab tanpa suatu pengamanan jaringan akan sangat mudah disusupi, dintersepsi, atau diakses secara ilegal dan tanpa hak.

Satu langkah yang dianggap penting untuk menanggulangi itu adalah telah diwujudkannya rambu-rambu hukum yang tertuang dalam Undang-undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU No. 11 Tahun 2008 yang disebut sebagai UU ITE). Hal yang mendasar dari UU ITE ini sesungguhnya merupakan upaya mengakselerasikan manfaat dan fungsi hukum (peraturan) dalam kerangka kepastian hukum[10]. 

Dengan UU ITE diharapkan seluruh persoalan terkini berkaitan dengan aktitivitas di dunia maya dapat diselesaikan dalam hal terjadi persengketaan dan pelanggaran yang menimbulkan kerugian dan bahkan korban atas aktivitas di dunia maya. Oleh karena itu UU ITE ini merupakan bentuk perlindungan kepada seluruh masyarakat dalam rangka menjamin kepastian hukum, dimana sebelumnya hal ini  menjadi kerisauan semua pihak, khususnya berkenaan dengan munculnya berbagai kegiatan berbasis elektronik.

Page 20: Jawaban UTS Telematika

Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU ITE meskipun secara umum pengaturannya tetapi cukup komprihensif dan mengakomodir semua  hal terkait dunia siber[11]. Materi yang diatur dalam UU ITE umumnya merupakan hal baru dalam sistem hukum kita, hal tersebut meliputi : masalah pengakuan transaksi dan alat bukti elektronik, penyelesaian sengketa, perlindungan data, nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual, serta bentuk-bentuk perbuatan yang dilarang beserta sanksi-sanksinya[12].

Bila dilihat dari sudut pandang keilmuan, UU ITE memiliki berbagai aspek hukum, sehingga dikatakan sebagai UU multi aspek, karena banyak memiliki aspek, dan hampir seluruh aspek hukum diatur. Aspek hukum transnasional, karena jelas-jelas UU ini mengatur lingkup yang tidak saja di Indonesia tetapi melewati batas negara. Aspek hukum pidana, mengatur Crime (kejahatan), Aspek Hukum Perdata yang mengatur transaksi-transaksi di bidang bisnis. Aspek Hukum Administrasi, karena menyangkut adanya pemberian izin oleh pemerintah dan aspek hukum acara baik Pidana maupun Perdata[13].

Kita harus akui bahwa kritikan yang bertubi-tubi juga terjadi pada UU ITE. Beberapa persoalan tersebut menyangkut kepada : pertama, apakah transaksaksi dapat berjalan, karena banyak persoalan teknis yang harus disiapkan khususnya menyangkut pada transaksi dan penyelenggaraan sistem elektronik; kedua, masalah berkaitan dengan hak asasi manusia dalam menyampaikan pendapat; dan ketiga, masalah ketentuan sanksi (pidana), yang dianggap terlalu berlebihan dan memberatkan. Masalah ini perlu kita perhatikan karena implementasi peraturan (hukum) setidaknya harus dapat memberikan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan bagi masyarakat.

Di samping segala kelebihan dan manfaat dari Internet, penggunaan jaringan global maya tersebut berpotensi memiliki dampak hukum yang serius dan diperlukan langkah-langkah konkrit untuk mengatasi masalah yang timbul sekaligus mengantisipasi berbagai masalah hukum di masa yang akan datang. Dengan pendekatan hukum yang saat ini telah berdasar atas UU  No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, maka UU ITE merupakan bentuk upaya perlindungan kepada masyarakat. Dan, setidaknya UU ITE mengatur dua hal yang amat penting, Pertama : pengakuan transaksi elektronik dan dokumen elektronik dalam kerangka hukum perikatan dan hukum pembuktian, sehingga kepastian hukum transaksi elektronik dapat terjamin. Kedua: diklasifikasikannya tindakan-tindakan yang termasuk kualifikasi pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan TI disertai sanksi pidananya termasuk untuk tindakan carding, hacking dan cracking.

Beberapa masalah hukum yang teridentifikasi dalam penggunaan teknologi informasi adalah mulai dari penipuan, pelanggaran, pembobolan informasi rahasia, persaingan curang sampai kejahatan yang sifatnya pidana. Kejadian-kejadian tersebut sering terjadi tanpa dapat diselesaikan secara memuaskan melalui hukum dan prosedur penyidikan yang ada saat ini. Tentunya ini merupakan tantangan bagi penegak hukum. UU ITE telah sangat tegas mengatur secara tegas baik dari tata cara penyidikannya hingga perluasan alat bukti[14]. Namun bagian terpenting adalah implementasi di lapangan untuk penegakan hukum dalam kaitannya beraktivitas di dunia maya.

Page 21: Jawaban UTS Telematika

Dalam hukum perdata dan bisnis, urusan yang diatur dalam UU ITE adalah didasarkan pada urusan transaksi elektronik yang meliputi transaksi bisnis dan kontrak elektronik.[15] Masalah yang mengemuka dan diatur dalam UU ITE tersebut adalah hal yang berkaitan dengan masalah kekuatan dalam sistem pembuktian dari Informasi, Dokumen, dan Tanda Tangan Elektronik. Pengaturan Informasi, Dokumen, dan Tanda Tangan Elektronik[16]. Juga secara umum dikatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, yang merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Demikian halnya dengan Tanda Tangan Elektronik, memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah. Disamping itu Pasal 5 ayat 1 s/d ayat 3, secara tegas menyebutkan :  Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Namun dalam ayat (4) ada pengecualian yang menyebutkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tidak berlaku untuk: a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Dalam kaitannya dengan Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik dan Sistem Elektronik, kewajiban Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik menjadi hal yang penting diatur dalam UU ini, misalnya Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi: a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan; b. hal yang dapat digunakan untuk  mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik[17]. Sedang, bagi Penyelenggaraan  Sistem Elektronik, Penyelenggara harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman agar Sistem Elektronik beroperasi sebagaimana mestinya.[18] Dan, untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat, maka dalam UU ITE diatur masalah berkenaan dengan transaksi secara elektronik. Hal ini untuk menjaga hubungan antar pihak dalam menentukan rambu-rambu dalam melaksanakan transaksi[19]

Urusan transaksi elektronik yang diatur dalam Pasal 5 s/d 22 UU ITE merupakan inti dari masalah keperdataaan dan bisnis. Urusan ini dalam peraturan pelaksanaan dan peraturan teknisnya harus jelas dan detail, khususnya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, khususnya konsumen. Karena peluang pelanggaran melalui tele-marketing, seperti  pemberian informasi yang benar;  perlindungan untuk memperoleh produk sesuai dengan yang dijanjikan atau ditawarkan; perlindungan untuk memperoleh kompensasi akibat produk seringkali tidak sesuai dengan yang ditawarkan atau dijanjikan.

UU ITE Dalam Sistem Hukum Nasional

Untuk Indonesia, UU ITE (hukum  siber) menjadi bagian penting dalam sistem hukum positif secara keseluruhan. Adanya bentuk hukum baru sebagai akibat pengaruh perkembangan teknologi dan globalisasi merupakan pengayaan bidang-bidang hukum yang sifatnya sektoral. Hal ini tentunya akan menjadi suatu dinamika hukum tersendiri yang akan menjadi bagian  sistem hukum nasional.

Page 22: Jawaban UTS Telematika

Hukum nasional sesungguhnya merupakan suatu sistem. Menurut subekti sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai suatu tujuan[20]. Dalam pola pikir yang disampaikan oleh Sunaryati Hartono, Sistem terdiri  dari sejumlah unsur atau komponen atau fungsi/variabel yang selalu pengaruh-mempengaruhi, terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas dan berinteraksi. Semua unsur/komponen/fungsi/ variabel itu terpaut dan terorganisasi menurut suatu struktur atau pola yang tertentu, sehingga senantiasa saling pengaruh mempengaruhi dan berinteraksi. Asas utama yang mengaitkan semua unsur atau komponen hukum nasional itu ialah Pancasila dan UUD 1945, di samping sejumlah asas-asas hukum yang lain seperti asas kenusantaraan, kebangsaan, dan kebhinekaan[21].

Sistem hukum nasional pada dasarnya tidak hanya terdiri dari kaidah-kaidah atau norma-norma hukum belaka, tetapi juga mencakup seluruh lembaga aparatur dan organisasi, mekanisme dan prosedur hukum, falsafah dan budaya hukum, termasuk juga perilaku hukum pemerintah dan masyarakat. Dan, pembangunan Sistem Hukum Nasional menurut Prof. Sunaryati sesungguhnya diarahkan untuk menggantikan hukum-hukum kolonial Belanda disamping menciptakan bidang-bidang hukum baru yang lebih sesuai sebagai dasar Bangsa Indonesia untuk membangun. Gambaran Sistem Hukum Nasional yang mengutip dari Sumber: Sunaryati Hartono mengenai Pembinaan Hukum Nasional dalam Suasana Globalisasi Masyarakat Dunia, yang disampaikan pada pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, 1991, adalah seperti tertuang dalam gambar berikut[22] :

 

 

Berdasarkan pandangan sistemik, Sistem Hukum Nasional mencakup berbagai sub bidang-bidang hukum dan berbagai bentuk hukum yang berlaku yang semuanya bersumber pada Pancasila. Keragaman hukum yang sebelumnya terjadi di Indonesia (pluralisme hukum) diusahakan dapat ditransformasikan dalam bidang-bidang hukum yang akan berkembang dan dikembangkan (ius constituendum). 

Page 23: Jawaban UTS Telematika

Bidang-bidang hukum inilah yang merupakan fokus perhatian perkembangan dan pengembangan Hukum Nasional menuju pada tatanan Hukum Modern Indonesia yang bersumber pada kebiasaan-kebiasaan (lingkaran terakhir), yurisprudensi (lingkaran keempat), peraturan perundang-undangan (lingkaran ketiga), UUD 1945 (lingkaran kedua), dan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. 

Bila dilihat dari gambar di atas, khususnya pada lingkaran kelima,  akan muncul berbagai bidang hukum baru. Oleh karena itu Prof. Sunaryati mengantisipasinya dengan menuliskan bidang hukum lainnya.

Mengutip atas pandangan yang disampaikan oleh Prof. Sunaryati,  tepat sekali apabila saat ini telah benar terjadi dan hadirnya teknologi informasi merupakan hasil konvergensi telekomunikasi, media dan komputer  sehingga muncul suatu media yang dikenal dengan internet. Atas itu lahirlah suatu rejim hukum baru yang dinamakan dengan hukum siber. Dan, ini merupakan suatu dinamika dari suatu konvergensi yang melahirkan hukum baru. Untuk pembangunan hukum siber dari sisi substansi tentu harus pula mengantisipasi berbagai bentuk perkembangan teknologi.

 

Penutup

Dengan diundangkannya UU ITE, bukan berarti seluruh permasalahan yang terjadi di bidang telematika sudah selesai, masih banyak persoalan yang harus juga diantisipasi, terutama atas hasil konvergensi yang pastinya menimbulkan berbagai bentuk layanan virtual baru dan berbagai persoalan teknis yang pastinya terus berkembang.

Perkembangan hukum yang sifatnya sektoral sesungguhnya menjadi suatu bagian yang perlu mendapat perhatian kita semua. Dan, sesungguhnya tidak dapat dihindari bahwa perkembangan hukum yang sektoral telah menjadi kenyataan. Bila kita lihat beberapa produk hukum yang ada saat ini, kekentalan anutan sektoral nampak sering terlihat, sifat sektoral tersebut karena pengaturannya yang teknis dan spesifik. Sesuatu yang sektoral umumnya sering berjalan tanpa melihat kepentingan sektor-sektor lain. Untuk mengantisipasi dan menghindari pertentangan yang sifatnya tarik menarik antar sektor, sinkronisasi dan harmonisasi dalam tahapan pra legislasi, mulai dari kajian dan penyusunan naskah akademik untuk menunjang dasar pengajuan legislasi menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan.

Untuk lebih memberikan pemahaman terhadap hukum, khususnya terhadap produk-produk hukum yang sifatnya teknis  seperti UU ITE, disamping harus dilakukan diskusi-diskusi ilmiah, juga perlu dilakukan pembudayaan hukum melalui sosialisasi yang intens yang ditujukan terhadap seluruh lapisan masyarakat dan aparat penegak hukum.

Untuk melaksanakan pembinaan hukum nasional yang ditujukan untuk pembentukan sistem hukum nasional, kajian-kajian terhadap berbagai persoalan yang merupakan bagian dari tugas pembinaan hukum terus diupayakan agar hukum dapat berjalan dengan baik. Dalam konteks UU ITE, kajian-kajian yang menyangkut persoalan teknis terus dilakukan mengingat UU ITE

Page 24: Jawaban UTS Telematika

memerlukan beberapa peraturan pelaksanaan yang sifatnya teknis seperti : persoalan yang menyangkut sertifikasi keandalan, tanda tangan elektronik, penyelenggaraan sistem elektronik, penyelenggaraan transaksi elektronik, penyelenggaraan agen elektronik, pengelolaan nama domain, masalah intersepsi, pengelolaan data strategis dsb.

 

[1]  Dimitri Mahayana, Menjemput Masa Depan, (Futuristik Dan Rekayasa Masyarakat Menuju Era Global), Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999, hal. 11.

[2]BPHN, Pengkajian Hukum tentang Konvergensi Telekomunikasi, Informasi, dan Komputer, 1998, hal. 3. Dalam hasil kajian BPHN mengenai Konvergensi antara Telekomunikasi Informasi dan Komputer tahun 1998, teriventarisir berbagai permasalahan berkaitan dengan konvergensi tersebut, antara lain : masalah aspek pembuktian hukum dalam kerangka transaksi elektronis, masalah pembajakan terhadap hak kekayaan intelektual yang terkait dengan kegiatan telematika, masalah isi (contain), informasi yang bersifat melawan hukum (unlawful inadmissible content); masalah keamanan informasi, masalah legalitas dokumen-dokumen hukum pada transaksi elektronis, masalah kebebasan mobilitas terhadap peralatan telematika untuk kepentingan penggunaan secara pribadi dikaitkan dengan masalah pajak, bea cukai dsb, masalah penegakkan hukum (law enforcement), masalah kejahatan dan penyelahgunaan  komputer (computer crime and abuse), masalah kedaulatan negara dikaitkan dengan kebebasan arus informasi; masalah perlindungan konsumen dikaitkan dengan tanggung jawab produsen, masalah stadardisasi peralatan telematika, masalah sertifikasi perangkat keras dan perangkat lunak, masalah sertifikasi personil, masalah kebebasan akses informasi, masalah pencegahan monopoli dan persaingan tidak sehat, masalah pengelolaan sumber daya alam yang terbatas (limited natural resources), masalah kelembagaan, masalah kemampuan profesional penegak hukum, masalah perijinan dan pengawasan, masalah peranan pemerintah, masalah penyelematan terhadap pendapatan pemerintah, masalah harmonisasi ketentuan-ketentuan hukum nasional dengan ketentuan-ketentuan hukum internasional, dll.

[3]Masyarakat sering juga menyebut istilah ini dengan telematika yang artinya telekomunikasi dan informatika.

[4]  Richardus Eko Indrajit, Sistem Informasi dan Teknologi Informasi, Elex Media Komputindo, Jakarta: Gramedia, 2000, hal. 12.

[5]    Jonathan Parapak mengatakan bahwa maraknya penggunaan teknologi informasi berupa internet digunakan dalam berbagai kegiatan seperti e-commerce baik untuk kegiatan business to bussines (B2B),  ataupun Bussines to Customer (B2C), Kompas, Rabu, 28 Juni 2000, hal 49.

[6]    Marshal Macluhan dalam Dimitri Mahanaya, Menjemput Masa Depan (Futuristik dan Rekayasa Masyarakat Menuju Era Global), Bandung, Remaja Rosda Karya, 1999, hal. 49.

Page 25: Jawaban UTS Telematika

[7]  Barita Saragih, Tantangan Hukum atas Aktivitas Internet, Kompas, Minggu, 9 Juli 2000, hal 8.

[8] Lihat : Ahmad M. Ramli, Prinsip-Prinsip Cyber Law Dan Kendala Hukum Positif Dalam Menanggulangi Cyber Crime, Modul I e-learning, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.

[9] Ahmad Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum di Indonesia,  Refika Aditama, 2004, hal.3.

[10] Sudikno Mertokusumo, dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, Citra Adtya Bakti, Yogyakarta, 1993, hal 1. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Dan, hukum yang terlanggar tersebut tentunya harus ditegakkan. Hanya melalui penegakkan hukum inilah hukum ini menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum terdapat tiga unsur  yang harus selalu diperhatikan, yaitu : kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweck-massigkeit) dan keadilan (gerechtigkeit)

[11] UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terdiri dari I3 Bab dan 54 Pasal, yang meliputi : Bab I  Ketentuan Umum, Bab IIAsas Dan Tujuan , Bab Iii Informasi, Dokumen dan Tanda Tangan Elektronik, Bab IV Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik, Bab V Transaksi Elektronik,  Bab VI Nama Domain, HKI dan Perlindungan Hak Pribadi, Bab VII Perbuatan Yang Dilarang, Bab VIII Penyelesaian Sengketa , Bab IX Peran Pemerintah dan Peran Masyarakat, Bab X   Penyidikan, BabXI Ketentuan Pidana, Bab XII Ketentuan Peralihan, dan Bab XIII Ketentuan Penutup.

[12] Bila dilihat dari batang tubuh UU ITE, maka pengaturannya dapat dikelompokan menjadi 5 (lima) urusan, seperti : 1). urusan transaksi elektronik (17 pasal) Pasal 5-22; 2). urusan domain name & hak cipta (3 pasal) Pasal 23-26; 3). urusan perbuatan tidak baik (10 pasal) Pasal 27-37; 4). urusan pemerintah, penyidik, sengketa (6 pasal) Pasal 38-44; 5). urusan pidana/hukuman (7 pasal) Pasal 45-52.

[13] Pandangan ini pernah saya kemukakan pada Pendidikan Hukum Lanjutan (CLE) di BPHN, Mei 2008. Bandingkan dengan  buku : Ahmad Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum di Indonesia, Refika Aditama, 2004, hal.5.

[14] Lihat UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 42 s/d 43.

[15]Lihat : UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 5 s/d 22 yang secara umum mengatur Transaksi elektronik dan dan kontrak elektronik.

[16] Lihat : UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 5 s/d 12.

[17]Lihat : UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 13 s/d 14.

[18] Lihat : UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 15 s/d 16.

[19] Lihat : UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 17 s/d 22.

Page 26: Jawaban UTS Telematika

[20]Subekti,Beberapa Pemikiran Mengenai Sistem Hukum Nasional, makalah disampaikan pada Seminar Hukum Nasional IV tahun 1979.

[21] BPHN, Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional Serta Rencana Pembangunan Hukum Jangka Panjang, (Jakarta: BPHN, 1995/1996) hal.19.

[22] Sumber: CFG Sunaryati Hartono, Pembinaan Hukum Nasional dalam Suasana Globalisasi Masyarakat Dunia. Pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, 1991.

 

0

20 Oct 2010 – Menurut Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM Revrisond Baswir, ekonomi neoliberal adalah bentuk baru liberalisme yang pada dasarnya sangat memuliakan mekanisme pasar. Dalam sistem ekonomi neoliberal campur tangan negara, walaupun diakui diperlukan, harus dibatasi sebagai pembuat peraturan dan sebagai pengaman bekerjanya mekanisme pasar.

Sistem neoliberal itu pada akhirnya menempatkan negara hanya sebagai pelayan korporasi besar daripada melindungi keselamatan warganya. Akibatnya hak warga negara dihilangkan digantikan hanya sekedar hak konsumen dari produk-produk industri manufaktur dan jasa.

Aroma neoliberal itu sangat menyengat di acara konsultasi publik ancangan Undang Undang (RUU) Konvergensi Telematika di Jakarta (20/10). Acara itu diadakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Sekilas RUU Konvergensi Telematika ini terlihat baik-baik saja. Namun bila kita telisik lebih dalam, RUU ini sangat memprihatinkan. Aroma busuk neoliberal sangat menyengat di RUU ini.

Keprihatinan pertama, adanya reduksi hak warga negara menjadi sekedar hak sebagai konsumen produk telematika.

Hal itu nampak tidak adanya secara explisit pasal mengenai hak warga negara atas pelayanan universal atas layanan telematika. Di dalam Pasal 38 draft RUU Konvergensi Telematika memang disebutkan mengenai kewajiban negara untuk membangun pelayanan universal. Tapi di dalam RUU itu tidak disebutkan apa yang menjadi hak warga negara bila kewajiban negara itu tidak dilaksanakan. Akibatnya, hak warga negara untuk membangun layanan dasar telematika ini akan mudah dilanggar dalam praktiknya.

Kewajiban pelayanan dasar telematika adalah kewajiban penyediaan layanan telematika agar masyarakat, terutama di daerah terpencil atau belum berkembang, mendapatkan akses layanan telematika.

Dari sini jelas bahwa dalam RUU ini telah mereduksi hak warga negara, yang didasarkan atas kontrak sosial, sekedar menjadi hak konsumen, yang didasarkan atas hubungan transaksional.

Page 27: Jawaban UTS Telematika

Liberalisasi pasar dengan melemahkan peran negara dalam melindungi warganya terasa menjadi ruh dalam RUU ini.

Keprihatinan kedua, meskipun terdapat pasal mengenai perlindungan konsumen, lembaga yang selama ini gigih dalam melakukan advokasi terhadap hak konsumen seperti YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) tidak dilibatkan dalam konsultasi publik RUU ini. Kuat dugaan bahwa pasal perlindungan konsumen yang terdapat dalam RUU Konvergensi Telematika ini hanya basa-basi atau lip service saja.

Tidak partisipatifnya penyusunan UU yang mengatur teknologi informasi sebelumnya juga terjadi pada penyusunan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Dalam pembahasan RUU ITE menjadi UU tidak melibatkan kelompok masyarakat sipil yang bergerak di isu HAM. Akibatnya setelah UU ITE itu diberlakukan, beberapa warga negara menjadi korban pasal karet pencemaran nama baik yang terdapat dalam UU ITE.

Keprihatinan ketiga, ketidakjelasan irisan RUU Konvergensi Telematika dengan UU yang terkait dengan TIK (Teknologi, Informasi dan Komunikasi) lainnya. Irisan RUU ini dengan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) misalnya, sangat tidak jelas. Hal itu dikarenakan di saat bersamaan UU ITE juga sedang dalam proses revisi, dan draft revisi dari UU ITE tersebut belum atau tidak diketahui oleh publik hingga press release ini ditulis.

Aroma busuk neoliberal dalam RUU Konvergensi Telematika itu semakin terasa setelah kita membaca penjelasan dari RUU tersebut. Dalam penjelasan RUU itu disebutkan salah satu yang melatarbelakangi munculnya RUU Konvergensi Telematika adalah “Tekanan atau dorongan untuk mewujudkan perubahan paradigma telematika dari vital dan strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan semakin besar melalui forum-forum regional dan internasional dalam bentuk tekanan untuk pembukaan pasar (open market)“.

Celakanya lagi jarang bahkan tidak ada organisasi masyarakat sipil yang mengawal RUU Konvergensi Telematika yang beraroma neoliberal ini. Bukan hanya di RUU Konvergensi Telematika, hampir di semua kebijakan mengenai teknologi informasi (bahkan juga teknologi pada umumnya), organisasi masyarakat sipil juga absen. Lantas, apakah kita hanya terdiam membiarkan status warga negara kita, bersama serangkaian hak yang melekat di dalamnya dilucuti dan digantikan dengan status konsumen?

PENDAHULUANPerkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dalam lima tahun terakhir ini telah membawa dampak kepada tingkat peradaban manusia yang membawa suatu perubahan besar dalam membentuk pola dan perilaku masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut antara lain terjadi pada bidang telekomunikasi, informasi, dan komputer. Terlebih dengan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi, informasi, dan komputer. Dari fenomena konvergensi tersebut, saat ini orang menyebutnya sebagai revolusi teknologi informasi.

Istilah teknologi informasi sebenarnya telah mulai dipergunakan secara luas pada awal tahun 1980-an. Teknologi ini merupakan pengembangan dari teknologi komputer yang dipadukan

Page 28: Jawaban UTS Telematika

dengan teknologi telekomunikasi. Teknologi informasi sendiri diartikan sebagai suatu teknologi yang berhubungan dengan pengolahan data menjadi informasi dan proses penyaluran data/informasi tersebut dalam batas-batas ruang dan waktu.Penggunaan teknologi informasi yang marak saat ini telah mengindikasikan bahwa peradaban teknologi informasi yang merupakan ciri dari masyarakat gelombang ketiga telah nampak. Dengan demikian wujud peradaban yang diuraikan oleh Alvin Toffler sebagian telah dapat dilihat kenyataannya. Toffler menguraikan bahwa peradaban yang pernah dan sedang dijalani oleh umat manusia terbagi dalam tiga gelombang. Gelombang pertama terentang dari tahun 8000 sebelum Masehi sampai sekitar tahun 1700. Pada tahapan ini kehidupan manusia ditandai oleh peradaban agraris dan pemanfaatan energi yang terbarukan (renewable). Gelombang kedua berlangsung antara tahun 1700 hingga 1970-an yang dimulai dengan munculnya revolusi industri.

Selanjutnya adalah peradaban gelombang ketiga yang kini mulai jelas bentuknya. Peradaban ini ditandai dengan kemajuan teknologi komunikasi dan Informasi (pengolahan data). Dampak yang ditimbulkan dari peradaban tersebut adalah arus informasi dalam kehidupan manusia moderen tidak mungkin lagi dapat dibatasi. Oleh Marshall MacLuhan disebut sebagai Global Village. Disini terlihat bahwa ungkapan Latin yang mengatakan "tempora mutantur, nos et mutamur in Illis (artinya zaman berubah dan kita juga berubah bersamanya)" terasa sangat relevan dalam era teknologi informasi global ini. Gambaran tentang fenomena yang sama juga dilukiskan oleh John Naisbitt yang dikatakan bahwa kita telah menapaki zaman baru yang dicirikan oleh adanya ledakan informasi (Information Explosion) beserta sepuluh kecenderungan pokok yang sesungguhnya menunjukkan bahwa kita telah beralih dari masyarakat industrial kemasyarakat informasi.

Kecenderungan terus berkembangnya teknologi tentunya membawa perbagai implikasi yang harus segera diantisipasi dan juga diwaspadai. Upaya itu sekarang telah melahirkan suatu produk hukum dalam bentuk Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun dengan lahirnya UU ITE belum semua permasalahan menyangkut masalah ITE dapat tertangani. Persoalan tersebut antara lain dikarenakan : Pertama, dengan lahirnya UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak semata-mata UU ini bisa diketahui oleh masyarakat pengguna teknologi informasi dan praktisi hukum. Kedua, berbagai bentuk perkembangan teknologi yang menimbulkan penyelenggaraan dan jasa baru harus dapat diidentifikasikan dalam rangka antisipasi terhadap pemecahan berbagai persoalan teknis yang dianggap baru sehingga dapat dijadikan bahan untuk penyusunan berbagai Peraturan Pelaksanaan. Ketiga, pengayaan akan bidang-bidang hukum yang sifatnya sektoral (rejim hukum baru) akan makin menambah semarak dinamika hukum yang akan menjadi bagian sistem hukum nasional.

Konvergensi Bidang Telematika dan UU ITEHasil konvergensi di bidang telematika salah satunya adalah aktivitas dalam dunia siber yang telah berimplikasi luas pada seluruh aspek kehidupan. Persoalan yang muncul adalah bagaimana untuk penggunaannya tidak terjadi singgungan-singgungan yang menimbulkan persoalan hukum. Pastinya ini tidak mungkin, karena pada kenyataannya kegiatan siber tidak lagi sesederhana itu. Kegiatan siber tidak lagi bisa dibatasi oleh teritori suatu negara dan aksesnya dengan mudah dapat dilakukan dari belahan dunia manapun, karena itu kerugian dapat terjadi baik pada pelaku

Page 29: Jawaban UTS Telematika

internet maupun orang lain yang tidak pernah berhubungan sekalipun misalnya dalam pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di internet.

Meskipun secara nyata kita merasakan semua kemudahan dan manfaat atas hasil konvergensi itu, namun bukan hal yang mustahil dalam berbagai penggunaannya terdapat berbagai permasalahan hukum. Hal itu dirasakan dengan adanya berbagai penggunaan yang menyimpang atas berbagai bentuk teknologi informasi, sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi informasi digunakan sebagai alat untuk melakukan kejahatan, atau sebaliknya pengguna teknologi informasi dijadikan sasaran kejahatan. Sebagai contoh misalnya, dari suatu konvergensi didalamnya terdapat data yang harus diolah, padahal masalah data elektronik ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Sehingga dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian cepat, bahkan sangat dahsyat.

Pesatnya perkembangan teknologi digital yang hingga pada akhirnya menyulitkan pemisahan teknologi informasi, baik antara telekomunikasi, penyiaran dan teknologi informasi merupakan dinamika konvergensi. Proses konvergensi teknologi tersebut menghasilkan sebuah revolusi “broadband” yang menciptakan berbagai aplikasi baru yang pada akhirnya mengaburkan pula batasan-batasan jenis layanan, misalnya VoIP yang merupakan layanan turunan dari Internet, Broadcasting via Internet (Radio Internet dan TV Internet) dsb. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi, maka pengaturan teknologi informasi tidak cukup hanya dengan peraturan perundang-undangan yang konvensional, namun dibutuhkan pengaturan khusus yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari kondisi masyarakat, sehingga tidak ada jurang antara substansi peraturan hukum dengan realitas yang berkembang dalam masyarakat. Misalnya untuk kegiatan-kegiatan siber. Meskipun bersifat virtual, kegiatan siber dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis untuk ruang siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.

Aplikasi yang sangat banyak dipakai dari kegiatan siber adalah transaksi-transaksi elektronik, sehingga transaksi secara online saat ini menjadi issu yang paling aktual. Dan, sebenarnya hal ini menjadi persoalan hukum semenjak transaksi elektronik mulai diperkenalkan, disamping persoalan pengamanan dalam sistem informasi itu sendiri. Tanpa pengamanan yang ketat dan canggih, perkembangan teknologi informasi tidak memberikan manfaat yang maksimal kepada masyarakat. Teknologi digital memungkinkan penyalahgunaan informasi secara mudah, sehingga masalah keamanan sistem informasi menjadi sangat penting.Pendekatan keamanan informasi harus dilakukan secara holistik, karena itu terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan di dunia maya, pertama adalah pendekatan teknologi, kedua pendekatan sosial budaya-etika, dan ketiga pendekatan hukum. Untuk mengatasi gangguan keamanan pendekatan teknologi sifatnya mutlak dilakukan, sebab tanpa suatu pengamanan jaringan akan sangat mudah disusupi, dintersepsi, atau diakses secara ilegal dan tanpa hak.

Page 30: Jawaban UTS Telematika

Satu langkah yang dianggap penting untuk menanggulangi itu adalah telah diwujudkannya rambu-rambu hukum yang tertuang dalam Undang-undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU No. 11 Tahun 2008 yang disebut sebagai UU ITE). Hal yang mendasar dari UU ITE ini sesungguhnya merupakan upaya mengakselerasikan manfaat dan fungsi hukum (peraturan) dalam kerangka kepastian hukum.

Dengan UU ITE diharapkan seluruh persoalan terkini berkaitan dengan aktitivitas di dunia maya dapat diselesaikan dalam hal terjadi persengketaan dan pelanggaran yang menimbulkan kerugian dan bahkan korban atas aktivitas di dunia maya. Oleh karena itu UU ITE ini merupakan bentuk perlindungan kepada seluruh masyarakat dalam rangka menjamin kepastian hukum, dimana sebelumnya hal ini menjadi kerisauan semua pihak, khususnya berkenaan dengan munculnya berbagai kegiatan berbasis elektronik.

Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU ITE meskipun secara umum pengaturannya tetapi cukup komprihensif dan mengakomodir semua hal terkait dunia siber. Materi yang diatur dalam UU ITE umumnya merupakan hal baru dalam sistem hukum kita, hal tersebut meliputi : masalah pengakuan transaksi dan alat bukti elektronik, penyelesaian sengketa, perlindungan data, nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual, serta bentuk-bentuk perbuatan yang dilarang beserta sanksi-sanksinya.

Bila dilihat dari sudut pandang keilmuan, UU ITE memiliki berbagai aspek hukum, sehingga dikatakan sebagai UU multi aspek, karena banyak memiliki aspek, dan hampir seluruh aspek hukum diatur. Aspek hukum transnasional, karena jelas-jelas UU ini mengatur lingkup yang tidak saja di Indonesia tetapi melewati batas negara. Aspek hukum pidana, mengatur Crime (kejahatan), Aspek Hukum Perdata yang mengatur transaksi-transaksi di bidang bisnis. Aspek Hukum Administrasi, karena menyangkut adanya pemberian izin oleh pemerintah dan aspek hukum acara baik Pidana maupun Perdata.

Kita harus akui bahwa kritikan yang bertubi-tubi juga terjadi pada UU ITE. Beberapa persoalan tersebut menyangkut kepada : pertama, apakah transaksaksi dapat berjalan, karena banyak persoalan teknis yang harus disiapkan khususnya menyangkut pada transaksi dan penyelenggaraan sistem elektronik; kedua, masalah berkaitan dengan hak asasi manusia dalam menyampaikan pendapat; dan ketiga, masalah ketentuan sanksi (pidana), yang dianggap terlalu berlebihan dan memberatkan. Masalah ini perlu kita perhatikan karena implementasi peraturan (hukum) setidaknya harus dapat memberikan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan bagi masyarakat.

Di samping segala kelebihan dan manfaat dari Internet, penggunaan jaringan global maya tersebut berpotensi memiliki dampak hukum yang serius dan diperlukan langkah-langkah konkrit untuk mengatasi masalah yang timbul sekaligus mengantisipasi berbagai masalah hukum di masa yang akan datang. Dengan pendekatan hukum yang saat ini telah berdasar atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, maka UU ITE merupakan bentuk upaya perlindungan kepada masyarakat. Dan, setidaknya UU ITE mengatur dua hal yang amat penting, Pertama : pengakuan transaksi elektronik dan dokumen elektronik dalam kerangka hukum perikatan dan hukum pembuktian, sehingga kepastian hukum transaksi elektronik dapat terjamin. Kedua: diklasifikasikannya

Page 31: Jawaban UTS Telematika

tindakan-tindakan yang termasuk kualifikasi pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan TI disertai sanksi pidananya termasuk untuk tindakan carding, hacking dan cracking.

Beberapa masalah hukum yang teridentifikasi dalam penggunaan teknologi informasi adalah mulai dari penipuan, pelanggaran, pembobolan informasi rahasia, persaingan curang sampai kejahatan yang sifatnya pidana. Kejadian-kejadian tersebut sering terjadi tanpa dapat diselesaikan secara memuaskan melalui hukum dan prosedur penyidikan yang ada saat ini. Tentunya ini merupakan tantangan bagi penegak hukum. UU ITE telah sangat tegas mengatur secara tegas baik dari tata cara penyidikannya hingga perluasan alat bukti. Namun bagian terpenting adalah implementasi di lapangan untuk penegakan hukum dalam kaitannya beraktivitas di dunia maya.

Dalam hukum perdata dan bisnis, urusan yang diatur dalam UU ITE adalah didasarkan pada urusan transaksi elektronik yang meliputi transaksi bisnis dan kontrak elektronik. Masalah yang mengemuka dan diatur dalam UU ITE tersebut adalah hal yang berkaitan dengan masalah kekuatan dalam sistem pembuktian dari Informasi, Dokumen, dan Tanda Tangan Elektronik. Pengaturan Informasi, Dokumen, dan Tanda Tangan Elektronik. Juga secara umum dikatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, yang merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Demikian halnya dengan Tanda Tangan Elektronik, memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah. Disamping itu Pasal 5 ayat 1 s/d ayat 3, secara tegas menyebutkan : Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Namun dalam ayat (4) ada pengecualian yang menyebutkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tidak berlaku untuk: a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Dalam kaitannya dengan Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik dan Sistem Elektronik, kewajiban Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik menjadi hal yang penting diatur dalam UU ini, misalnya Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi: a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan; b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik. Sedang, bagi Penyelenggaraan Sistem Elektronik, Penyelenggara harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman agar Sistem Elektronik beroperasi sebagaimana mestinya. Dan, untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat, maka dalam UU ITE diatur masalah berkenaan dengan transaksi secara elektronik. Hal ini untuk menjaga hubungan antar pihak dalam menentukan rambu-rambu dalam melaksanakan transaksi.

Urusan transaksi elektronik yang diatur dalam Pasal 5 s/d 22 UU ITE merupakan inti dari masalah keperdataaan dan bisnis. Urusan ini dalam peraturan pelaksanaan dan peraturan teknisnya harus jelas dan detail, khususnya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, khususnya konsumen. Karena peluang pelanggaran melalui tele-marketing, seperti pemberian

Page 32: Jawaban UTS Telematika

informasi yang benar; perlindungan untuk memperoleh produk sesuai dengan yang dijanjikan atau ditawarkan; perlindungan untuk memperoleh kompensasi akibat produk seringkali tidak sesuai dengan yang ditawarkan atau dijanjikan.

UU ITE Dalam Sistem Hukum NasionalUntuk Indonesia, UU ITE (hukum siber) menjadi bagian penting dalam sistem hukum positif secara keseluruhan. Adanya bentuk hukum baru sebagai akibat pengaruh perkembangan teknologi dan globalisasi merupakan pengayaan bidang-bidang hukum yang sifatnya sektoral. Hal ini tentunya akan menjadi suatu dinamika hukum tersendiri yang akan menjadi bagian sistem hukum nasional.

Hukum nasional sesungguhnya merupakan suatu sistem. Menurut subekti sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pola pikir yang disampaikan oleh Sunaryati Hartono, Sistem terdiri dari sejumlah unsur atau komponen atau fungsi/variabel yang selalu pengaruh-mempengaruhi, terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas dan berinteraksi. Semua unsur/komponen/fungsi/ variabel itu terpaut dan terorganisasi menurut suatu struktur atau pola yang tertentu, sehingga senantiasa saling pengaruh mempengaruhi dan berinteraksi. Asas utama yang mengaitkan semua unsur atau komponen hukum nasional itu ialah Pancasila dan UUD 1945, di samping sejumlah asas-asas hukum yang lain seperti asas kenusantaraan, kebangsaan, dan kebhinekaan.

Sistem hukum nasional pada dasarnya tidak hanya terdiri dari kaidah-kaidah atau norma-norma hukum belaka, tetapi juga mencakup seluruh lembaga aparatur dan organisasi, mekanisme dan prosedur hukum, falsafah dan budaya hukum, termasuk juga perilaku hukum pemerintah dan masyarakat. Dan, pembangunan Sistem Hukum Nasional menurut Prof. Sunaryati sesungguhnya diarahkan untuk menggantikan hukum-hukum kolonial Belanda disamping menciptakan bidang-bidang hukum baru yang lebih sesuai sebagai dasar Bangsa Indonesia untuk membangun. Gambaran Sistem Hukum Nasional yang mengutip dari Sumber: Sunaryati Hartono mengenai Pembinaan Hukum Nasional dalam Suasana Globalisasi Masyarakat Dunia, yang disampaikan pada pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, 1991. Berdasarkan pandangan sistemik, Sistem Hukum Nasional mencakup berbagai sub bidang-bidang hukum dan berbagai bentuk hukum yang berlaku yang semuanya bersumber pada Pancasila. Keragaman hukum yang sebelumnya terjadi di Indonesia (pluralisme hukum) diusahakan dapat ditransformasikan dalam bidang-bidang hukum yang akan berkembang dan dikembangkan (ius constituendum).

Bidang-bidang hukum inilah yang merupakan fokus perhatian perkembangan dan pengembangan Hukum Nasional menuju pada tatanan Hukum Modern Indonesia yang bersumber pada kebiasaan-kebiasaan (lingkaran terakhir), yurisprudensi (lingkaran keempat), peraturan perundang-undangan (lingkaran ketiga), UUD 1945 (lingkaran kedua), dan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Page 33: Jawaban UTS Telematika

Bila dilihat dari gambar di atas, khususnya pada lingkaran kelima, akan muncul berbagai bidang hukum baru. Oleh karena itu Prof. Sunaryati mengantisipasinya dengan menuliskan bidang hukum lainnya.

Mengutip atas pandangan yang disampaikan oleh Prof. Sunaryati, tepat sekali apabila saat ini telah benar terjadi dan hadirnya teknologi informasi merupakan hasil konvergensi telekomunikasi, media dan komputer sehingga muncul suatu media yang dikenal dengan internet. Atas itu lahirlah suatu rejim hukum baru yang dinamakan dengan hukum siber. Dan, ini merupakan suatu dinamika dari suatu konvergensi yang melahirkan hukum baru. Untuk pembangunan hukum siber dari sisi substansi tentu harus pula mengantisipasi berbagai bentuk perkembangan teknologi.

PenutupDengan diundangkannya UU ITE, bukan berarti seluruh permasalahan yang terjadi di bidang telematika sudah selesai, masih banyak persoalan yang harus juga diantisipasi, terutama atas hasil konvergensi yang pastinya menimbulkan berbagai bentuk layanan virtual baru dan berbagai persoalan teknis yang pastinya terus berkembang.Perkembangan hukum yang sifatnya sektoral sesungguhnya menjadi suatu bagian yang perlu mendapat perhatian kita semua. Dan, sesungguhnya tidak dapat dihindari bahwa perkembangan hukum yang sektoral telah menjadi kenyataan. Bila kita lihat beberapa produk hukum yang ada saat ini, kekentalan anutan sektoral nampak sering terlihat, sifat sektoral tersebut karena pengaturannya yang teknis dan spesifik. Sesuatu yang sektoral umumnya sering berjalan tanpa melihat kepentingan sektor-sektor lain. Untuk mengantisipasi dan menghindari pertentangan yang sifatnya tarik menarik antar sektor, sinkronisasi dan harmonisasi dalam tahapan pra legislasi, mulai dari kajian dan penyusunan naskah akademik untuk menunjang dasar pengajuan legislasi menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan.

Untuk lebih memberikan pemahaman terhadap hukum, khususnya terhadap produk-produk hukum yang sifatnya teknis seperti UU ITE, disamping harus dilakukan diskusi-diskusi ilmiah, juga perlu dilakukan pembudayaan hukum melalui sosialisasi yang intens yang ditujukan terhadap seluruh lapisan masyarakat dan aparat penegak hukum.Untuk melaksanakan pembinaan hukum nasional yang ditujukan untuk pembentukan sistem hukum nasional, kajian-kajian terhadap berbagai persoalan yang merupakan bagian dari tugas pembinaan hukum terus diupayakan agar hukum dapat berjalan dengan baik. Dalam konteks UU ITE, kajian-kajian yang menyangkut persoalan teknis terus dilakukan mengingat UU ITE memerlukan beberapa peraturan pelaksanaan yang sifatnya teknis seperti : persoalan yang menyangkut sertifikasi keandalan, tanda tangan elektronik, penyelenggaraan sistem elektronik, penyelenggaraan transaksi elektronik, penyelenggaraan agen elektronik, pengelolaan nama domain, masalah intersepsi, pengelolaan data strategis dsb.